Anda di halaman 1dari 20

2.1.

1 Kesulitan Keuangan (Financial Distress)

1. Definisi Dan Penyebab

Kesulitan Keuangan (Financial Distress) merupakan suatu situasi dimana

aliran kas operasi sebuah perusahaan tidak cukup memuaskan kewajiban-

kewajiban yang sekarang (seperti perdagangan kredit atau pengeluaran bunga)

dan perusahaan dipaksa untuk melakukan tindakan korektif. Financial Distress

mungkin membawa suatu perusahaan untuk menggagalkan suatu kontrak dan itu

mungkin melibatkan restrukturisasi diantara perusahaan, para krediturnya, dan

para investor ekuitasnya.

Istilah Kesulitan keuangan (Financial Distress) digunakan untuk

mencerminkan adanya permasalahan dengan likuiditas yang tidak dapat dijawab

atau diatasi tanpa harus melakukan perubahan skala operasi atau restrukturisasi

perusahaan. Pengelolaan kesulitan keuangan jangka pendek (tidak mampu

membayar kewajiban keuangan pada saat jatuh temponya) yang tidak tepat maka

akan menimbulkan permasalahan yang lebih besar yaitu terjadinya

ketidakseimbangan (jumlah utang lebih besar dari pada jumlah aset) dan akhirnya

mengalami kebangkrutan.

2. Tanda-tanda kesulitan keuangan

6
Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh

perusahaan. Menurut Harahap (2009) Ada beberapa indikator untuk melihat

tanda-tanda kesulitan keuangan dapat diamati dari pihak eksternal, misalnya:

1. Penurunan jumlah dividen yang dibagikan kepada pemegang saham

selama beberapa periode berturut-turut.

2. Penurunan laba secara terus-menerus bahkan perusahaan mengalami

kerugian.

3. Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha.

4. Pemecatan pegawai secara besar-besaran.

5. Harga di pasar mulai menurun terus - menerus.

Sebaliknya, beberapa indikator yang dapat diketahui dan harus diperhatikan oleh

pihak internal perusahaan adalah:

1. Turunnya volume penjualan karena ketidakmampuan manejemen dalam

menerapkan kebijakan dan strategi.

2. Turunnya kemampuan perusahaan dalam mencetak keuntungan.

3. Ketergantungan terhadap utang, dimana perusahaan memiliki utang

sangat besar sehingga biaya modalnya membengkak.

3. Alternatif Perbaikan Kesulitan Keuangan

Menurut Hanafi dan Halim (2009:274) berikut ini beberapa alternatif

perbaikan berdasarkan besar kecilnya permasalahan keuangan yang dihadapi oleh

perusahaan:

1. Pemecahan secara informal


a. Dilakukan apabila masalah belum begitu parah.

b. Masalah perusahaan hanya bersifat sementara, prospek masa depan

masih begitu bagus.

Cara pemecahan secara informal :

1. Perpanjangan (exstension): dilakukan dengan memperpanjang jatuh

tempo hutang-hutangnya.

2. Komposisi (composition): dilakukan dengan mengurangi besarnya

tagihan.

2. Pemecahan secara formal

Dilakukan apabila masalah sudah parah, kreditur ingin mempunyai

jaminan keamanan.

Cara Pemecahan secara formal :

a. Apabila nilai perusahaan diteruskan nilai perusahaan dilikuidasi (

reorganisasi dengan merubah struktur modal menjadi struktur

modal yang layak).

b. Apabila nilai perusahaan diteruskan nilai perusahaan dilikuidasi

(likuidasi dengan menjual aset-aset perusahaan).

2.1.2 Kebangkrutan Dan Kegagalan

1. Definisi

Istilah kegagalan (failure) di gunakan dalam berbagai konteks kegagalan

ekonomi (economic failure) berarti biaya yang ditanggung suatu perusahaan

melebihi pendapatannya. Definisi lainnya, tingkat hasil investasi (return of

investment-ROI) internal lebih kecil dari biaya modal (cost of capital) perusahaan.
Insovabilitas (insolvency) merujuk pada masalah financial tertentu. Sebuah

perusahaan mengalami insolvabilitas secara teknis bila ia sudah terpaksa

mengabaikan kewajiban-kewajiban financialnya meskipun nilai pembukuan

asetnya masih melebihi total hutangnya artinya masih ada saldo modal bersih

positif, perusahaan itu tak lagi memiliki likuiditas yang memadai untuk melunasi

hutang-hutangnya. Kondisi ini bisa sementara, bisa pula permanen. Istilah lain

yang kerap digunakan adalah insolvabilitas dalam kebangkrutan Ini artinya pasiva

perusahaan lebih besar dari pada aset, jika aset itu di hitung dengan benar. Ini juga

berarti saldo modal bersihnya perusahaan itu negatif atau minus. Tanpa

mempersoalkan likuiditas asetnya, perusahaan itu jelas tidak mampu memenuhi

kewajiban financialnya yang telah jatuh tempo.

Kebangkrutan adalah kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk

melunasi hutangnya. Kondisi ini biasanya tidak muncul begitu saja di perusahaan,

ada indikasi awal yang biasanya bisa dikenali lebih dulu kalau laporan keuangan

dianalisis secara lebih cermat dengan suatu cara tertentu (Toto Prihadi, 2011;332).

Kegagalan keuangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan

untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang

menyebabkan perusahaan mengalami kebangkrutan, atau menyebabkan terjadinya

perjanjian khusus dengan para kreditur untuk mengurangi atau menghapus utang.

Menurut Munawir, (2010: 288) mengartikan kebangkrutan sebagai suatu

situasi yang dinyatakan pailit oleh keputusan pengadilan. Dari pendapat diatas

Biaya yang ditanggung perusahaan melebihi pendapatan yang diterima, ROI lebih

kecil dari biaya modal artinya bahwa perusahaan dalam memperoleh laba terlalu
kecil dibandingkan modal yang digunakan operasi perusahaan, masalah financial

yang dihadapi perusahaan. Di sini perusahaan cenderung kekurangan / mengalami

permasalahan keuangannya yaitu kekurangmampuan perusahaan dalam melunasi

hutang-hutangnya.

Secara garis besar kebangkrutan didefinisikan sebagai kesulitan yang sangat

parah sehingga perusahaan sehingga perusahaan tidak mampu untuk menjalan

operasi perusahaan dengan baik. Pengertian kebangkrutan dapat dilihat dari

pendekatan aliran dan pendekatan stok. Dengan menggunakan pendekatan aliran

dimana perusahaan akan bangkrut jika tidak bisa menghasilkan aliran kas yang

cukup. Sedangkan dengan pendekatan stok, perusahaan akan bangkrut jika total

kewajiban melebihi total aset.

2. Jenis-Jenis Kebangkrutan

Terdapat tiga jenis kebangkrutan menurut Agus Sartono (2010:328), yaitu:

a. Perusahaan yang menghadapai technically insolvent, jika perusahaan tidak

dapat memenuhi kewajiban yang segera jatuh tempo tetapi aset perusahaan

nilainya lebih tinggi dari pada utangnya.

b. Perusahaan yang menghadapai legally insolvent, jika nilai aset peusahaan lebih

rendah dari pada nilai utang perusahaan.

c. Perusahaan yang menghadapi kebangkrutan yaitu jika tidak dapat membayar

utangnya dan oleh pengadilan telah dinyatakan pailit.

3. Manfaat Informasi Kebangkrutan


Menurut Hanafi dan Halim (2009:273) informasi kebangkrutan bisa

bermanfaat bagi beberapa pihak seperti berikut ini:

1. Pemberi Pinjaman

Informasi kesulitan keuangan bisa bermanfaat untuk mengambil

keputusan siapa yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat

untuk kebijakan mengontrol pinjaman yang ada.

2. Investor

Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan

berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya

perusahaan yang menjual surat berharga.

3. Pihak Pemerintah

Lembaga pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi

jalannya usaha. Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk

melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-tindakan

yang perlu bisa dilakukan lebih awal.

4. Akuntan

Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu

usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu

perusahaan.

5. Manajemen

Kebangkrutan berarti munculnya biaya-biaya yang berkaitan dengan

kebangkrutan dan biaya ini cukup besar.

4. Faktor Penyebab Kebangkrutan


Menurut Munawir (2010:289) penyebab kebangkrutan bisa dibagi menjadi

dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang

berasal dari bagian internal manajemen perusahaan. Sedangkan faktor eksternal

bisa berasal dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan operasi

perusahaan atau faktor perekonomian secara makro.

1. Faktor-faktor eksternal perusahaan

 Faktor eksternal yang bersifat umum: faktor politik, ekonomi, sosial, dan

budaya serta tingkat campur tangan pemerintah dimana perusahaan

tersebut berbeda. Disamping itu penggunaan teknologi yang salah akan

mengakibatkan kerugian dan akhirnya mengakibatkan bangkrutnya

perusahaan.

 Faktor eksternal yang bersifat khusus: faktor-faktor luar yang

berhubungan langsung dengan perusahaan antara lain faktor pelanggan

(perubahan selera atau kejenuhan konsumen yang tidak terdeteksi oleh

perusahaan mengakibatkan menurunnya penjualan dan akhirnya

merugikan perusahaan), pemasok dan faktor pesaing.

2. Faktor-faktor internal perusahaan

a. Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada debitur/langganan.

b. Manajemen yang tidak efisien.

 Hasil penjualan yang tidak memadai.

 Kesalahan dalam menetapkan harga jual.

 Pengelolaan utang-piutang yang kurang memadai


 Struktur biaya (produksi, administrasi, pemasaran dan financial)

yang tinggi.

 Tingkat investasi dalam aset tetap dan persediaan yang melampaui

batas (overinvestment).

 Kekurangan modal kerja.

 Ketidakseimbangan dalam struktur permodalan.

 Aset tidak diasuransikan atau asuransi dengan jumlah

pertanggungan yang tidak cukup untuk menutup kemungkinan rugi

yang terjadi.

 Sistem dan prosedur akuntansi kurang memadai.

Namun, adapula faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya

kebangkrutan yakni ;

1. Sistem perekonomian

2. Kekurangan modal

3. Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan

5. Kebangkrutan Atau Kepailitan Menurut Undang-Undang

Pailit adalah suatu keadaan dimana seorang debitur tidak mampu lagi

untuk membayar hutang-hutangnya. Pernyataan pailit ini haruslah dimintakan

kepada pengadilan.

Suatu perusahaan dianggap pailit apabila rasio hutang perusahaan

meningkat drastis dibandingkan dengan rasio pertumbuhan aset dan modal.

Berdasakan Pasal 1 butir (1). (2), (3), dan (4) Undang-undang Nomor 37 Tahun

2004 yang isinya adalah sebagai berikut :


1. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang

pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah

pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

ini.

2. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau

Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.

3. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau

undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.

4. Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan

Pengadilan

Seorang debitor dapat dinyatakan pailit, apabila telah memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut :

1. Debitor mempunyai dua atau lebih kreditor

2. Tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat

ditagih

3. Atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih

kreditornya.

6. Indikator Perusahaan Yang Berpotensi Bangkrut

Menurut Toto Prihadi (2010:332) seorang analis keuangan mengetahui

perusahaan yang kurang sehat dapat dikenali dari beberapa faktor antara lain:

a. Memiliki laba yang tidak besar / cenderung rendah

b. Memiliki utang yang besar sehingga cukup membebani perusahaan

c. Memiliki arus kas yang kurang sehat


2.1.3 Analisis Diskriminan Z-Score

1, Definisi Analisis Diskriminan Z-Score

Model Altman Z-score (1983, 1984) dalam buku Toto Prihadi (2010:336)

merupakan indikator untuk mengukur potensi kebangkrutan suatu perusahaan.

Dasar pemikiran Edward L Altman menggunakan analisa diskriminan bermula

dari keterbatasan analisa rasio yaitu metodologinya pada dasarnya bersifat suatu

penyimpangan yang artinya setiap rasio diuji secara terpisah. Altman (1983, 1984)

menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk melihat

perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut. Lima jenis

Rasio tersebut yaitu :

a. Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan

memenuhi liabilitas jangka pendeknya dengan melihat aset lancar

perusahaan terhadap hutang lancarnya (hutang dalam hal ini merupakan

kewajiban perusahaan).

b. Rasio Profitabilitas

Rasio ini melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada tingkat

penjualan, aset dan modal saham yang tertentu.

c. Rasio Leverage

Rasio Leverage yang mengukur harga pasar relatif terhadap nilai buku.

Sudut pandang rasio ini lebih banyak berdasar pada sudut investor,

meskipun pihak manajemen juga berkepentingan terhadap rasio-rasio ini.


d. Rasio Solvabilitas

Rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi

kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini mengukur likuiditas jangka

panjang perusahaan dan dengan demikian memfokuskan pada sisi kanan

neraca.

e. Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas merupakan rasio yang mengukur sejauh mana efektivitas

penggunaan aset dengan melihat tingkat aktivitas aset. Rasio ini melihat

pada beberapa aset kemudian menentukan berapa tingkat aktivitas aset-

aset pada tingkat kegiatan tertentu.

Z-score dibuat oleh Profesor Edward L Altman, ia melahirkan suatu metode

yang dapat memprediksi kapan kemungkinan suatu perusahaan akan bangkrut

dengan berdasarkan data-data keuangan perusahaan.

Analisis Kebangkrutan Z-Score, adalah suatu alat yang digunakan untuk

memprediksi tingkat kebangkrutan suatu perusahaan dengan menghitung nilai dari

beberapa rasio lalu kemudian dimasukan dalam suatu persamaan diskriminan.

Beberapa langkah yang merupakan proses dasar dalam Analisis Diskriminan

antara lain (Agus Sartono, 2010:374) :

- Memilah variabel-variabel menjadi Variabel terikat (Dependent) dan Variabel

bebas (Independent).

- Menentukan metode untuk membuat Fungsi Diskriminan,

- Menguji signifikansi Fungsi Diskriminan yang terbentuk.

- Menguji ketepatan klasifikasi dari fungsi diskriminan.


- Melakukan interpretasi Fungsi Diskriminan.

- Melakukan uji validasi fungsi diskriminan

Rasio-rasio keuangan memberikan indikasi tentang kinerja keuangan dari suatu

perusahaan. Keterbatasan analisis rasio timbul dari kenyataan bahwa

metodologinya pada dasarnya bersifat suatu penyimpangan (univariate), yang

artinya setiap rasio diuji secara terpisah. Untuk mengatasi kelemahan analisis-

analisis tersebut, maka Altman telah mengkombinasikan beberapa rasio menjadi

model prediksi dengan teknik analisis statistik, yaitu analisis diskriminan yang

menghasilkan suatu indek yang memungkinkan klasifikasi dari suatu pengamatan

menjadi satu dari beberapa pengelompokan yang bersifat apriori. (Weston &

Copeland,2007:254)

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan yang

sebenarnya. Apakah dalam keadaan yang sehat, dalam keadaan yang meragukan,

ataukah dalam keadaan yang kritis (kesulitan keuangan), serta kinerjanya yang

mencerminkan prospek suatu perusahaan dimasa yang akan datang.

2. Macam-Macam Altman Z-Score

Model prediksi kebangkrutan sudah dikembangkan ke beberapa Negara.

Altman (1968, 1984) melakukan survey model-model yang dikembangkan di

Amerika Serikat, jepang, Jerman, Swiss, Brasil, Australia, Inggris, Irlandia,

Kanada, Belanda, dan Prancis. Salah satu masalah yang bisa dibahas adalah

apakah ada kesamaan rasio keuangan yang bisa dipakai untuk prediksi

kebangkrutan untuk semua Negara, ataukah mempunyai kekhususan.


1. Z-score Original (Zo)

Model ini disebut juga Z-score original, yang ditemukan altman dan

dirumuskan pada tahun (1968). Model ini hanya diterapkan bagi perusahaan

manufaktur yang telah go publik dimana sahamnya diperjual-belikan secara bebas

di Bursa Efek.

Fungsi yang ditemukan Altman pertama kali atau biasa disebut Z-Score original

(Zo) :

X1 = 1,2 X1 ( Working Capital / Total Aset )

X2 = 1,4 X2 ( Laba ditahan / Total Aset )

X3 = 3,3 X3 ( EBIT / Total Aset )

X4 = 0,6 X4 (Nilai Pasar Modal Saham / Nilai Buku Utang )

X5 = 1 X5 ( Penjualan / Total Aset )

Rumus Altman Z-Score :

Zo = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1X5

Menentukan nilai-nilai dari variabel Z-Score, kemudian dihitung dengan rumus :

Rasio X1 = Aset Lancar – Liabilitas Lancar


Total Aset

Rasio X2 = Laba ditahan


Total Aset

Rasio X3 = EBIT
Total Aset

Rasio X4 = Nilai Pasar Modal Saham


Nilai Buku Utang

Rasio X5 = Penjualan
Total Aset
Titik Cut off

Kriteria Klasifikasi

Jika Z > 2,99 : Tidak Mengalami kebangkrutan


Jika Z diantara 1,81 – 2,99 : Rawan Mengalami kebangkrutan
Jika Z < 1,81 : Mengalami kebangkrutan
Sumber : Munawir (2010:311)

Karena keterbatasan Z-Score Original yakni Salah satu permasalahannya

adalah tidak dapat digunakan untuk perusahaan privat dan non Manufacturing. Di

beberapa Negara berkembang khususnya Indonesia, perusahaan semacam ini

tergolong banyak. Altman kemudian mengembangkan model alternatif dengan

cara ini model tersebut bisa dipakai baik untuk perusahaan privat maupun go

publik yang non manufacturing. Persamaan yang diperoleh dari pengembangan

tersebut adalah

2. Z-score untuk perusahaan baik privat maupun go publik (ZA)

Model ini merupakan hasil pengembangan yang dilakukan Altman dari

model Z-Score original dimana model ini dapat digunakan untuk perusahaan

privat maupun Go Public pada tahun (1983,1984).

Fungsi yang ditemukan Altman pengembangan dari Z-Score original yang dapat

digunakan untuk perusahaan baik privat maupun go publik (ZA)

X1 = 1,2 X1 ( Working Capital / Total Aset )

X2 = 1,4 X2 ( Laba ditahan / Total Aset )

X3 = 3,3 X3 ( EBIT / Total Aset )

X4 = 0,6 X4 (Nilai Buku Modal Saham / Nilai Buku Utang )

X5 = 1 X5 ( Penjualan / Total Aset )


Rumus Altman Z-Score :

ZA = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5

Menentukan nilai-nilai dari variabel Z-Score, kemudian dihitung dengan rumus :

Rasio X1 = Aset Lancar – Liabilitas Lancar


Total Aset

Rasio X2 = Laba ditahan


Total Aset

Rasio X3 = EBIT
Total Aset

Rasio X4 = Nilai buku Modal Saham


Nilai Buku Utang

Rasio X5 = Penjualan
Total Aset

Titik Cut off

Kriteria Klasifikasi

Jika Z > 2,9 : Tidak mengalami Kebangkrutan

Jika Z diantara 1,2 – 2,99 : Rawan mengalami Kebangkrutan

Jika Z < 1,2 : Mengalami kebangkrutan


Sumber : Munawir (2010:311)

Dari analisis diatas kita bisa menyimpulkan bahwa suatu perusahaan yang

berpotensi kebangkrutan mulai berkurang investasinya untuk aset lancar (X1).

Karena X2 adalah indikator profabilitas kumulatif yang relatif terhadap

penjangnya waktu, maka ini menandakan bahwa semakin muda suatu perusahaan,

semakin besar kemungkinan untuk bangkrut. Variabel (X3) mencerminkan

keseluruhan kekuatan perusahaan dalam mendatangkan pendapatan. Melemahnya

faktor ini merupakan indikator terbaik akan hadirnya kebangkrutan. Variabel (X4)
melambangkan solvabilitas (leverage) atau kemantapan finansial jangka panjang

dari suatu perusahaan. Variabel terakhir, yakni X5 menunjukan rasio perputaran

modal (asset turnover) yang menunjukan besar kecilnya kemampuan menajemen

untuk menjual asset-asset perusahaan.

2.1.4 Opini Auditor ( Wajar Tanpa Pengecualian “WTP” Dan Wajar Tanpa

Pengecualian Dengan Bahasa Penjelasan )

Opini audit terdapat pada paragraf pendapat yang merupakan informasi utama dari

laporan audit. Menurut SPAP SA 508 (PSA No. 29) Tahun 2011 opini audit,

yaitu:

1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)

Dalam pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa

laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai

dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.

2. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified

Opinion with Explanatory Language)

Saat keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas (atau bahasa

penjelas lain) dalam laporan audit. Keadaan yang menjadi penyebab utama

ditambahkannya suatu paragraf meliputi:

a. Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain.

b. Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan-

keadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu

prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh IAI.


c. Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin

tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas, namun

setelah mempertimbangkan rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa

rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan

pengungkapan mengenai hal itu telah memadai.

d. Di antara periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam

penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya.

e. Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan auditor atas laporan

keuangan komparatif.

f. Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh BAPEPAM namun

tidak disajikan atau di-review.

g. Informasi tambahan yang diharuskan oleh IAI-Dewan Standar Akuntansi

Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari

panduan yang dikeluarkan oleh dewan tersebut, dan auditor tidak dapat

melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan informasi tersebut, atau

auditor tidak dapat menghilangkan keragu-raguan yang besar apakah informasi

tambahan tersebut sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh dewan

tersebut.

h. Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan auditan

secara material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan

keuangan.
Dalam penelitian ini Opini auditor Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan

Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Bahasa Penjelasan, digunakan untuk

mengklasifikasikan Objek yang digunakan dalam penelitian ini.

2.1.5 Penelitian Terdahulu

1. Penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini pernah dilakukan oleh Sinta

Kartika Wati (2008) “ANALISIS Z-SCORE DALAM MENGUKUR

KINERJA KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN

PADA TUJUH PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK”

Berdasarkan Analisis diatas dapat diambil kesimpulan Kesimpulan dari Skripsi

ini adalah PT. Gudang Garam Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk berada pada

kondisi sehat, PT. Kalbe Farma Tbk berada pada kondisi sehat namun sempat

berada pada kondisi bangkrut dan gray area. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk

berada pada kondisi gray area. PT. Ultrajaya Milk Tbk berada pada kondisi

gray area dan sempat dikatakan bangkrut. PT. Indocement Tunggal Prakarsa

Tbk berada pada kondisi gray area dan sempat dikatakan bangkrut. PT.

Mayora Indah Tbk mempunyai kondisi keuangan yang naik turun. Secara

metodologi penggunaan metode Altman Z-Score dapat mengidentifikasi

keadaan suatu perusahaan.

2. Diana Atim Iflaha (2008) dengan judul PREDIKSI KEBANGKRUTAN

BANK UNTUK MENGHADAPI DAN MENGELOLA PERUBAHAN

LINGKUNGAN BISNIS: ANALISIS MODEL ALTMAN‟S Z-SCORE Dari

periode 2003-2007 terdapat empat perusahaan yang dikategorikan dalam

bangkrut, satu perusahaan yang dikategorikan dirawan bangkrut namun pada


akhirnya mengalami kebangkrutan, sedangkan empat perusahaan yang lain

diprekdisikan mengalami kebangkrutan. Berdasarkan nilai trend (nilai Z-Score

selama tahun 2003-2007, maka tidak terdapat satu pun perusahaan yang

mempunyai trend menurun dan trend naik jadi seluruh


2.2 Rerangka Pemikiran

ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN


DENGAN MENGGUNAKAN METODE Z-SCORE PADA
PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG TERDAFTAR DI
BURSA EFEK INDONESIA.

Laporan keuangan perusahaan Industri Otomotif


yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2010 sampai 2012

Laporan Posisi Laporam


Keuangan Laba-Rugi
Komprehensif

Analisis Rasio Keuangan

Rasio Rasio Rasio Rasio Rasio


Likuiditas X1 Profitabilitas X2 Leverage X3 Solvabilitas X4 Aktivitas X5

Z-score untuk perusahaan baik privat maupun go publik (Zi)

Kesimpulan Dan Saran

Gambar 1
Skema Rerangka Pemikiran

Anda mungkin juga menyukai