Anda di halaman 1dari 17

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes HANG TUAH PEKANBARU
TA.2018/2019

LAPORAN PENDAHULUAN
“MENINGIOMA”

Nama : Syarifah Rahmi Asfahani


NIM : 18091012

A. Konsep dasar
1. Defenisi
Tumor meninges (Meningioma) merupakan tumor yang berasal dari
meningen, sel- sel mesotel, dan sel- sel jaringan penyambung araknoid dan dura.
Sebagian besar tumor bersifat jinak dan tidak menginfiltrasi jaringan sekitarnya,
tetapi agak menekan struktur yang berada dibawahnya. Pertumbuhan tumor ini
lambat sehingga gejala kurang diperhatikan dan dapat menyebabkan diagnosis
yang salah (Price & Wilson, 2005).
Meningioma merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang terjadi di
luar jaringan parenkim otak yaitu berasal dari meninges otak. Meningioma
tumbuh dari sel-sel arachnoid cap dengan pertumbuhan yang lambat (Al-
Hadidy, 2007).

2. Etiologi
a. Radiasi Ionisasi
Radiasi ionisasi merupakan salah satu faktor resiko yang telah terbukti
menyebabkan tumor otak. Penelitian-penelitian yang mendukung hubungan
antara paparan radiasi dan meningioma sejak bertahun-tahun telah banyak
jumlahnya. Proses neoplastik dan perkembangan tumor akibat paparan radiasi
disebabkan oleh perubahan produksi base-pair dan kerusakan DNA yang
belum diperbaiki sebelum replikasi DNA. Penelitian pada orang yang selamat
dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki menemukan bahwa terjadi
peningkatan insiden meningioma yang signifikan (Calvocoressi & Claus,
2010).
b. Cedera Kepala
Cedera kepala merupakan salah satu resiko terjadinya meningioma. Penelitian
kohort pada penderita cedera kepala dan fraktur tulang kepala menunjukkan
adanya hubungan dengan terjadinya meningioma secara signifikan.
c. Genetik
Umumnya meningioma merupakan tumor sporadik yaitu tumor yang timbul
pada pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan penderita tumor
otak jenis apapun. Sindroma genetik turunan yang memicu perkembangan
meningioma hanya beberapa dan jarang (Smith, 2011).

3. Klasifikasi
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah
diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan
derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya
pun berbeda- beda di tiap derajatnya :
a. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat. Tumor tidak menimbulkan gejala,
mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara
periodik. Jika tumor semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat
menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah dapat
direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan
tindakan bedah dan observasi secara berterusan
b. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh
lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan
yang lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe.
Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah
pembedahan
c. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut
meningioma malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant
terhitung kurang dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan
adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuti dengan terapi
radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.

4. Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2008), Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis
yang progresif yang disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor
dan kenaikan tekanan intrakranial (TIK). Gangguan fokal terjadi apabila terdapat
penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim
otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah akibat tekanan
yang ditimbulakn tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak yang
mengakibatkan terjadi kehilangan fungsi secara akut dan dapat diperparah dengan
gangguan serebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi
perubahan kepekaan neuron akibat kompresi, invasi dan perubahan suplai darah
ke dalam jaringan otak.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor
seperti bertambahnya massa dalam tengkorak, edema sekitar tumor dan
perubahan sirkulasi CSS. Tumor ganas menyebabkan edema dalam jaringan otak
yang diduga disebabkan oleh perbedaan tekanan osmosis yang menyebabkan
penyerapan cairan tumor. Obstruksi Vena dan edema yang disebabkan oleh
kerusakan sawar di otak menimbulkan peningkatan volume intrakranial dan
meningkatkan TIK (Batticca, 2008).
Peningkatakan TIK membahayakan jiwa jika terjadi dengan cepat.
Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan
untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan
intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini meliputi volume darah
intrakranial, volume CSS, kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel
parenkim otak. Kenaikan tekanan yang tidak diatasi akan menimbulkan herniasi
unkus serebellum. Herniasi unkus timbul jika girus medialis lobus melalui
insisura tentorial karena adanya lobus temporalis bergeser ke inferior melalui
insisura tentorial karena adanya massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan
mesensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ke 3.
Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum bergeser ke bawah melalui foramen
magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medulla oblongata dan henti nafas
terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis yang terjadi akibat peningkatan
intrakranial yang tepat adalah bradikardi progresif, hipertensi sistemik dan
gangguan pernafasan (Batticca, 2008).

5. Manifestasi Klinis
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor
pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh
terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau tekanan pada
nervus atau pembuluh darah). Gejala umumnya menurut Mardjono, (2003) yaitu
sebagai berikut:
a. Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada
pagi hari
b. Perubahan mental
c. Kejang
d. Mual muntah
e. Perubahan visual, misalnya pandangan kabur.
Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumornya, seperti:
a. Meningioma falx dan parasagittal nyeri tungkai
b. Meningioma convexitas : kejang, sakit kepala, deficiit neurologis fokal,
perubahan status mental
c. Meningioma sphenoid: kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan
pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
d. Meningioma olfactorius: kurangnya kepekaan penciuman, masalah visual.
e. Meningioma fossa posterior: nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme
otot- otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan
gaya berjalan.
f. Meningioma suprasellar: pembengkakan diskus optikus, masalah visus
g. Spinal meningioma: nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
h. Meningioma intraorbital: penurunan visus, penonjolan bola mata
i. Meningioma intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing.

6. Komplikasi
Secara umum komplikasi dari tumor meningen atau meningioma adalah
sebagai berikut (Ariani, 2012):
a. Edema serebral
Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya
akumulasi cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak
yang meningkatkan volume intraseluler (lebih banyak di daerah substansia
grisea) maupun ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.
b. Tekanan intrakranial meningkat (TIK).
Peningkatan tekanan intrakranial sendiri dapat terjadi pada pasien dengan
gangguan tumor otak atau meningioma. Peningkatan tekanan intrakranial ini
diakibatkan oleh karena bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya
edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
c. Herniasi otak
d. Hidrosefalus
Hidrosefalus dapat teradi karena diakibatkan oleh adanya obstruksi sirkulasi
cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid.
e. Kejang
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan
dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.
Beberapa tumor membentuk kista yang %uga menekan parenkim otak
sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologis fokal.
f. Metastase ke tempat lain.

7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada tumor otak yaitu
(Gisenberg, 2005) antara lain :
a. CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur data awal
ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda
penyakit otak yang difus atau fokal dan salah satu tanda spesifik dari sindrom
atau gejala- gejala tumor.
b. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Tujuan untuk melihat adanya sel-sel tumor. Pemeriksaan ini tidak rutin
dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya
diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi
sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses
infeksi (abses serebri).
c. Biopsi
Tujuan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis
d. Angografi Serebral
TuJuan memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor
serebral.
e. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumoR
dan dapat memungkinkan untuk mege aluasi lobus temporal pada waktu
kejang
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Anamnesis pada klien dengan tumor otak dapat dilakukan sebagai berikut
1) Data demografi
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, golongan darah, penghasilan, alamat, penanggung
jawab, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa
medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan peningkatan TIK dan
adanya gangguan fokal sepeti nyeri kepala hebat, muntah- muntah, kejang
dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji bagaimana terjadi nyeri kepala, mual, muntah, kejang dan penurunan
tingkat keasadaran dengan pendekatan PQRST. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan didalam
intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat nyeri kepala sebelumnya. Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit saat ini dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga sebelumnya apakah ada
yang memiliki riwayat tumor otak atau tidak.
6) Pemeriksaan Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Dikaji apakah klien mengerti tentang penyakitnya dan bagaimana
pengambilan keputusan saat sakit
b) Pola nutrisi metabolik
Nafsu makan hilang, adanya mual muntah selama fase akut,
kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan, kesulitan
menelan gangguan pada refleks palatum dan faringeal
c) Pola eliminasi
Perubahan pola berkemih dan buang air besar
d) Pola aktifitas dan latihan
Gangguan tonus otot terjadinya kelemahan otot, gangguan tingkat
kesadaran, resiko trauma karena epilepsi, hemiparesis, ataksia,
gangguan penglihatan dan merasa mudah lelah
e) Pola tidur dan istirahat
Susah untuk beristirahat atau mudah tertidur
f) Pola persepsi kognitif dan sensori
Pusing, sakit kepala, kelemahan, tinitus, afasia motorik, gangguan
rasa pengecapan, penciuman dan penglihatan, penurunan memori,
pemecahan masalah, kehilangan kemampuan masuknya rangsang
visual, menurunan kesadaran sampai dengan koma, tidak mampu
merekam gambar, tidak mampu membedakan kanan dan kiri
g) Pola persepsi dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya dan putus asa, emosi labil dan kesulitan untuk
mengekspresikan
h) Pola peran dan hubungan dengan sesama
Masalah bicara dan ketidakmampuan dalam berkomunikasi
(kehilangan komunikasi verbal dan bicara pelo)
i) Reproduksi dan seksualitas
Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas atau
pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas
j) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Adanya perasaan cemas, takut, tidak sabar ataupun marah, perasaan
tidak berdaya, putus asa, respon emosional klien terhadap status saat
ini, mudah tersinggung, mekanisme koping yang biasa digunakan
dan orang yang membantu dalam pemecahan masalah
k) Sistem kepercayaan
Agama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu atau tidak.

b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum pasien diamati mulai saat pertama kali bertemu dengan
pasien dilanjutkan mengukur TTV, kesadaran pasien diamati sadar
sepenuhnya (komposmentis, apatis, somnolen, delirium semi koma, koma,
keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau tampak tidak sakit.
2) Pengkajian saraf kranial
a) Saraf I
Pada klien tumor meningeal yang tidak mengalami kompresi saraf ini
tidak memiliki kelainan pada fungsi penciuman.
b) Saraf II
Gangguan lapang pandang disebabakan lesi pada bagian tertentu dari
lintasan visual. Pada pemeriksaan Funduskopi dapat ditemukan adanya
papiledema. Tanda yang menyertai papailedema dapat terjadi gangguan
penglihatan termasuk pembesaran bintik buta dan amaurosis fugaks (saat
ketika penglihatan berkurang).
c) Saraf III, IV, dan VI
Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf VI memberikan
manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma multiforms.
d) Saraf V
Pada meningioma tidak menekan sara" trigeminus, tidak ada kelainan pada
fungsi saraf ini.
e) Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f) Saraf VIII
Pada neurolema didapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus temporalis
menyebabkan tinitus dan halusinasi pendengaran yang mungkin
diakibatkan iritasi korteks pendengaran temporalis atau korteks yang
berbatasan
g) Saraf IX dan X
Kemampuan menelan kurang baik dan terdapat kesulitan membuka mulut
h) Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
i) Saraf XII
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, indra
pengecapan normal.
3) Pemeriksaan fisik (B1-B6)
a) B1 (Breathing)
Inspeksi pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada
medulla oblongata didapatkan adanya gangguan pernasasan seperti irama
nafas meningkat, dispnea, potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi
neuromuskuler
b) B2 (Blood)
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla
oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi .
c) B3 (Brain)
Tumor otak sering menyebabkan berbagai defisit neurologi tergantung dari
gangguan fokal dan adanya peningkatan TIK. Pengkajian B5 merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian
pada sistem lainnya. Trias klasik pada tumor kepala adalah nyeri kepala,
muntah dan papiledema.
d) B4 (Bladder)
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
yang luas.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual dan muntah pada fase akut. Mual dan muntah terjadi sebagai akibat
rangsangan pusat muntah pada medulla oblongata. Muntah paling sering
terjadi pada anak-anak dan berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial disertai pergeseran batang otak. Muntah dapat terjadi tanpa
didahului mual dan dapat berupa muntah proyektil.
f) B6 (Bone)
Adanya gangguan beraktifitas karena kelemahan, kehilangan sensorik
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktifitas dan istirahat.

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa kepera'atan yang dapat muncul pada pasien dengan tumor meningeal
atau meningioma adalah sebagai berikut:
a) Ketidakefektipan pola napas berhubungan dengan kompresi pada pusat
pernapasan di medulla oblongata, kelemahan otot-otot pernapasan, kegagalan
fungsi pernapasan.
b) Nyeri akut berhubungan dengan kompresi/penekanan jaringan otak dan
peningkatan tekanan intrakranial
c) Risiko ketidakefektipan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan
suplai darah ke otak
d) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan muntah dan peningkatan tekanan intrakranial
4. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Kriteria hasil (NOC) Intervensi


Ketidakefektipan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas dan
pola tindakan kepera'atan monitor pernafasan
napas berhubungan selama ..x 24 jam pasien 1. Monitor respirasi dan
dengan kompresi menunjukkan status
pada keefektipan 2. Pantau frekuensi,
pusat pernapasan di pola nafas, dibuktikan irama, kedalaman
medulla oblongata, dengan kriteria hasil: pernafasan.
kelemahan otot-otot 1. Suara nafas yang 3. Berikan posisi yang
pernapasan, bersih, tidak ada nyaman yaitu
kegagalan sianosis dan semifowler
fungsi pernapasan. dyspneu 4. Anjurkan pasien untuk
2. Irama nafas, melakukan nafas
frekuensi perna"asan dalam.
dalam rentang 5. Kolaborasi dengan
normal (16-20 dokter untuk pemberian
x/menit) terapi oksigen.
3. TTV dalam batas
normal

Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri


berhubungan dengan tindakan kepera'atan 4. Cakukan pengka%ian
kompresi/penekanan selama ...x 24/jam pasien nyeri secara
jaringan otak dan dapat mengontrol nyeri komprehensif termasuk
peningkatan tekanan dengan kriteria hasil: lokasi, karakteristik,
intrakranial 1. Menggunakan durasi, frekuensi,
metode nonfanalgetik kualitas dan faktor
untuk mengurangi presipitasi
nyeri 5. Observasi reaksi non
2. Menggunakan verbal dari
analgetik sesuai ketidaknyamana dari
kebutuhan ketidaknyamanan
3. Melaporkan nyeri 6. Gunakan teknik
sudah terkontrol komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
7. Lakukan manajemen
nyeri sesuai skala nyeri
misalnya pengaturan
posisi fisiologis
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan,
dan kebisingan
9. Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengatasi nyeri seperti
relaksasi nafas dalam,
distraksi, dan kompres)
10. Kolaborasi pemberian
analgetik
Risiko Setelah dilakukan Monitoring TIK
ketidakefektipan tindakan kepera'atan 1. Pantau tanda dan gejala
perfusi jaringan otak selama ...x24 jam pasien peningkatan TIK yaitu
berhubungan dengan terbebas dari risiko mengkajii GCS klien,
gangguan suplai ketidakefektipan perfusi tanda tanda vital, respon
darah ke otak jaringan otak dengan pupil, dan catat adanya
kriteria hasil: muntah, sakit kepala,
1. Tidak ada tanda perubahan tersebunyi
peningkatan TIK (mis letargi, gelisah,
2. Klien mampu bicara perubahan mental
dengan jelas 2. Hindarkan situasi atau
menunjukkan manuever yang dapat
konsentrasi, perhatian meningkatkan TIK
dan orientasi baik (fleksi/ rotasi leher
berlebihan, stimulasi
panas dingin, menahan
nafas, mengejan,
perubahan posisi yang
cepat)
3. Monitor lingkungan
yang dapat menstimulus
peningkatan TIK
4. Berikan lingkungan yang
tenang
5. Kolaborasi pemberian
obat sesuai indikasi
seperti steroid
dexametason
Daftar Pustaka

Ariani, T.A. (2012). Sistem neurobehavior. Jakarta: Salemba Medika

Battica FB. (2008). Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Gisenberg, L. (2005). Neurologi. Jakarta: Erlangga.

Mardjono M, Sidharta. (2003). Neurologi klinis dasar. Jakarta: Fakultas


Kedokteran UI.

Muttaqin, A. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem


persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Price, Sylvia A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit edisi 6. Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai