Tugas Dasmik Virus WSSV
Tugas Dasmik Virus WSSV
NIM : 05061281722024
C. Inang WSSV
WSSV adalah virus yang menyerang sistem organ dari krustasea. Beberapa krustesea
yang sering diserang WSSV diantaranya Penaeus monodon, P. indicus, P. japonicus, P.
chinensis, P. marguensis, P. aztecus, P. stylirostris, P. vannamei, P. duorarum, P.setiferus, P.
penicillatus, P. semisulcatus, P. curvirostris, Metapenaeus ensis, udang air tawar
(Macrobrachium idella, M lamerrae), kepiting air tawar (Paratelphusa hydrodomuos, P.
pulvinata).
Gejala lain yang terlihat pada udang yang terserang WSSV adalah usus udang terlihat
berisi kotoran yang terputus-putus, jumlah udang yang mati meningkat dari hari ke hari, 5-10%
tubuh udang berwarna kusam, kemerahan dengan antena patah, usus kosong dan seringkali
permukaan tubuh ditempeli parasit (Zoothamnium sp : Vorticella sp, Ligmophora
sp, dll). Apabila sudah parah bercak putih tersebut menyebar sampai keseluruh permukaan
tubuh. Kematian secara massal akan terjadi pada hari ke 3-5 dan mencapai 100% dalam waktu
satu minggu.
Bila udang yang terserang WSSV tetapi belum terdapat tanda bintik putih, dikategorikan pada
kronis, dimana infeksi yang dialami oleh jaringan rendah sehingga bintik putih dan kemerahan
pada udang tidak tampak. Organ-organ target yang diserang udang fase kronis akan terjadi
lebih lama yaitu 15-28 hari yang dapat dijadikan sebagai indikator serangan yaitu sel-sel
insang, hepatopankreas dan usus. Sedangkan organ lain yang diserang adalah lambung, sel
epitel, subkutikula, organ lymphoid, antennal gland dan hemocyte (Anonim, 2009).
G. Metode Diagnosa
Deteksi keberadaan virus ini paling baik dilakukan pada stadium akhir post larva,
juvenil, dan dewasa. Probabilitasnya makin meningkat dengan adanya kondisi stress (seperti
pemijahan, moulting, perubahan kualitas air, dan blooming plankton). Diagnosa awal dapat
ditetapkandengan melihat gejala klinis bintik putih. Selian itu dapat
menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR).
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik uji terhadap virus melalui hasil
reaksi berantai suatu primer dari rangkaian yang menggunakan enzim polymerase, sehingga
menjadi amplifikasi DNA secara in vitro (Sunarto, 2003) . Teknik PCR menurut Wuryastuti
(2002), terdiri dari tiga reaksi yaitu:
1. Denaturasi DNA, yaitu pemecahan DNA target dari untai ganda DNA (dsDNA)
menjadi dua untai tunggal yang identik. Proses denaturasi dapat secara mudah dicapai
dengan pemanasan secara cepat yang diikuti pendinginan. Untai ganda DNA secara
umum akan mengalami denaturasi pada suhu sekitar 94oC. Waktu denaturasi yang baik
untuk setiap putaran berkisar antara 30 detik sampai 2 menit. Waktu denaturasi yang
optimal untuk beberapa macam cetakan adalah 1 menit.
2. Annealing, yaitu perlekatan primer pada DNA untai tunggal. Temperatur harus
diturunkan secepat mungkin untuk mencegah terjadinya perlekatan kembali antara
untai tunggal DNA. Suhu dan waktu berperan penting dalam menentukan spesifisitas
dan sensitivitas dari reaksi. Primerakan menempel pada pangkal dan ujung dari masing-
masing DNA untai tunggal yang berkomplementer pada suhu 60oC, sehingga mengapit
daerah tertentu dari rangkaian DNA target. Waktu yang umumnya digunakan dalam
proses annealing berkisar 0,5–2 menit.
H. Pengobatan
WSSV sebenarnya bukanlah penyakit baru yang “misterius” dan datangnya pun tidak
mendadak menyerang secara tiba – tiba. Penyakit ini sudah lama dideteksi, namun hingga
sekarang memang belum ada obat yang efektif untuk mengatasi penyakit ini. Kegiatan yang
dapat dilakukan hanyalah pencegahan dan pengendalian.
¨ Pada lokasi penampungan/stok, PL yang lemah atau mati harus dibuang. Kemudian secara
hati-hati memindahkan PL ke dalam tangki yang berisi air sekitar 500 liter. Lalu lakukan uji
formalin terhadap PL, untuk PL15 dan PL20 gunakan 100 ppm formalin selama 30 menit,
sedang untuk juwana (juvenil) gunakan 150 ppm formalin selama 15 menit. Selama proses uji
formalin, sangat dianjurkan untuk memberi oksigen yang cukup dengan menggunakan tabung
oksigen yang dialirkan ke dalam bak penampungan. Setelah proses formalin selesai, ke dalam
bak penampungan dialirkan aerasi yang kuat untuk mengumpulkan PL yang mati atau lemah
di bagian tengah bak. PL yang normal dipindahkan ke bak lain yang berisi air bersih dan
teraerasi dengan baik. Jangan lakukan test formalin jika ada udang yang mengalami ganti kulit
(molting).
¨ Selama proses pengumpulan/stocking benih, secara perlahan benih diaklimatisasi dengan
kondisi air tambak, dengan secara bertahap menambahkan air tambak ke dalam bak
penampungan.
¨ Seluruh proses seleksi benih harus dilakukan 2-3 hari sebelum penebaran benih di tambak.
6. Pengelolaan Pakan
Tata cara pemberian pakan yang baik merupakan hal terpenting dalam menjaga kualitas
air dan dasar tambak serta lingkungan tambak yang sehat secara keseluruhan. Pemberian pelet
harus dilakukan pada jadwal yang telah ditetapkan. Nampan pakan (feeding tray) atau feeding
area harus diperkenalkan kepada udang paling lambat seminggu setelah ditebar. Feeding tray
dapat digunakan sebagai sarana untuk memantau kondisi udang selama 1 bulan pertama sejak
ditebar. Jadwal pemberian pakan pelet bergantung pada berat badan udang dan diprediksi dari
sisa pakan yang tersisa pada feeding tray yang diberikan sebelumnya. Petunjuk pada bungkus
pakan yang biasanya diberikan oleh pabrik pembuat pakan dapat digunakan sebagai acuan
dalam pemberian pakan. Setelah bulan pertama penebaran, ukuran pelet harus berubah. Jika
terdapat perbedaan ukuran pada udang, maka dua macam ukuran pelet dapat diberikan paling
tidak selama 7 hari. Feeding area harus diganti setiap 10 hari tergantung pada kondisi dasar
tambak, agar udang dapat menyantap makanannya di tempat yang bersih.