VORTICELLA SP
Phylum : Protozoa
Class : Ciliata
Order : Peritrichida
Family : Vorticellidae
Genus : Vorticella
Spesies : Vorticella sp
Vorticella sp. memiliki ukuran tubuh 95-110 x 55-65 mikrometer dengan hidup berkoloni,
satu koloni daat terdiri sampai 30 zooid. Menepel pada inangnya dengan myoneme, tangki pipih
dan silindris, peristome besar bersilia, makronukleus dan mikronukleus. Zooid berbentuk bulat
dengan bagian terluas terdapat pada tubuh bagian tengah. Memiliki vakuola kntraktil dan
vakuola makanan yang terletak di bagian dorsal (Sun et al, 2006).
A. Siklus Hidup
Parasit ini biasa hidup menempel pada suatu tempat dan jarang sekali terlihat
hidup bebas. Ketika memsuki masa reproduksi pembelahan, Vorticella akan membagi
diri pada sepanjang garis axis longitudinal dalam suatu proses yang dikenal sebagai
budding. Ketika parasit ini tngah membelah, salah satu belahannya akan tetap memiliki
myoneme dan bagian yang lainnya akan berenang bebas. Fungsi dari silia yang berda di
bagian atas adalah untuk mengambil makanan masuk ke dalam corongnya (Aziz dkk,
2013).
Parasit baru hasil pembelahan akan memisahkan diri dari induknya kemudian
berenang lolos, sampai kemudian menemukan tempat baru untuk menempel. Vorticella
sp. juga dapat bereproduksi secara seksual (Webb, 2003 dalam Aziz dkk, 2013).
B. Gejala Klinis
Gejala klinis parasit ini pada kepiting bakau adalah dapat mengakibatkan
menurunnya nafsu makan. Jika jumlahnya tinggi dapat mengganggu pergerakan kepiting,
molting larva, stres bahkan kematian (Jithendran et al, 2010).
C. Patogenesis
Secara Biologis, parasit Epistylis sp, Zoothamnium sp, Vorticella sp, dan
Trichodina sp hadir disebabkan oleh faktor molting pada udang. Pada saat molting, udang
tak memiliki antibody untuk melindungi bagian tubuhnya yang lunak. Udang putih akan
mengalami suatu tahap pergantian kulit atau molting secara periodik. Molting merupakan
proses pergantian cangkang saat udang dalam masa pertumbuhan. Pada fase ini, ukuran
daging udang bertambah besar sementara cangkang luar tidak bertambah besar, sehingga
untuk penyesuaiannya udang akan melepaskan cangkang lama dan membentuk kembali
cangkang baru dengan bantuan kalsium (Gambar 2).
Parasit pada udang seperti Epistylis sp, Zoothamnium sp, dan Vorticella sp, merupakan
parasit yang sering muncul dan menempel pada eksoskleton pada udang. Pada fase molting,
khitin lama akan mengelupas dari tubuh udang Vannamei. Parasit akan pindah dari kulit lama
yang mengelupas dan menempel pada kulit udang yang baru untuk memperoleh makanan dari
Inangnya yaitu udang Vannamei.
Kelompok parasit Epistylis sp, Zoothamnium sp, Vorticella sp, dan Trichodina sp dapat
muncul pada kondisi udang yang stres, dimana dipengaruhi perubahan kondisi kualitas air yang
kurang bersih dan sehat, sekitar tambak yang banyak mengandung sisa-sisa pakan yang
berlebihan, dan adanya kandungan senyawa organik yang dapat menurunkan oksigen terlarut
pada budidaya udang vannamei. Keberadaan sianida dapat mengakibatkan ketidak seimbangan
di lingkungan sekitarnya. Air sungai yang tercemar limbah tapioka, dapat menyebabkan
timbulnya penyakit berupa parasit bagi organiseme biotik yang ada disekitarnya. Jika kandungan
sianida melebihi batas ketentuan baku mutu yang ditentukan oleh pemerintah, maka organisme
biotik yang ada di sekitarnya akan mati.
D. Teknik diagnosa
Beberapa langkah diagnosa terhadap perubahan abnormalitas pada ikan yang
terinfeksi suatu parasit dapat dilakukan dengan berbagai pengamatan dan pengukuran
sebagai berikut :
1. Pengamatan Mean Time to Death (MTD)
Pengamatan Mean Time to Death (MTD) dilakukan untuk mengetahui rerata
waktu kematian ikan uji yang terinfeksi S. agalactiae, yang dihitung menurut Kamiso
(2001) dalam Murdjani (2002) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
Sedangkan patogen yang waktu MTD-nya lebih dari 24 jam biasanya termasuk dalam
patogen akut, yaitu waktu kematian terjadi dalam waktu yang lama, dan yang lebih menonjol
dari tanda-tanda serangan penyakit ini adalah adanya perubahan pada gejala klinis baik tingkah
laku, patologi anatomi organ luar maupun dalam ikan. Serangan bakteri Streptococcus agalactiae
dan S. iniae lebih bersifat kronis karena kematian biasanya terjadi setelah 96 jam pasca injeksi.
E. Pengobatan
Setelah langkah pencegahan dilakukan dan ternyata penyakit masih menginfeksi pula pada
udang peliharaan, maka untuk menyelamatkan kegiatan produksi langkah pengobatan menjadi
kewajiban. Pengobatan yang dilakukan tentunya sangat dipengaruhi oleh penyebab penyakit
sehingga dampaknya akan nyata (efektif). Dari rangkaian kegiatan penelitian telah dilaporkan
berbagai metode pengobatan atas gejala penyakit pada udang. Penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus belum diketemukan obatnya, sedangkan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri obat yang biasa digunakan adalah dengan pemberian antibiotik dan vitamin. Demikian
juga akan berbeda untuk penyakit karena jamur (Thye, 2005).
Pencegahan dan pengendalian dilakukan terhadap kepiting bakau yaitu seperti yang diterapkan
pada parasit Epistylus yaitu :
Personal higenis : yaitu melakukan sanitasi terhadap personel pelaksana
kegiatan produksi benih seperti mencuci tangan dengan sabun, mencuci
sepatu dalam larutan klorin 200 mg/L atau larutan lysol 3%, menghindari
penggunaan pakian yang kotor dan menjaga area hatcheri dari kegiatan
merokok.
Pada kegiatan pembesaran, langkah pencegahan yang harus dilakukan untuk mengantisipasi
munculnya penyakit adalah dengan mengolah dasar kolam secara baik. Pengolahan meliputi
pembajakan (pembalikan) dasar kolam, pengapuran, dan pengeringan. Untuk menanggulangi ma
salah menurunnya kualitas air selama pemeliharaan yang dapat menyebabkan stress pada udang
adalah melalui penerapan managemen pemberian pakan yang baik dan pergantian air kolam
secara berkala.
DAFTAR PUSTAKA