Anda di halaman 1dari 10

LBM 1

Mlenting mlenting di badan

Skenario :

Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang ke klinik pratama BPJS dengan keluhan bintil berair di badan. Pasien
mengeluh sejak sepuluh hari yang lalu timbul demam disertai rasa tidak enak pada badan. Demam tidak terlalu
tinggi dan telah diobati dengan obat penurun demam tetapi belum membaik. Tiga hari ini muncul lepuh-lepuh
berisi air yang pada awalnya hanya timbul di perut kemudian bertambah banyak, meluas ke dada, lengan dan
tungkai, lepuh belum ada yang pecah. Pasien menyampaikan bila 2 minggu yang lalu anaknya mengalami penyakit
yang sama. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: vesikel, multiple, papul, eritematosa, diskrit dan tersebar
sentrifugal sedangkan untuk laboratorium diusulkan pemeriksaan Tzank smear

STEP 1

1. Vesikel : lesi berbatas tegas uk. <0.5cm berisi cairan serum yang beratap. >0.5cm Bula.
2. Papul : lesi solid yang menonjol keatas kulit berisi infiltrate dengan ukuran <0.5cm. Nodul >0.5cm.
3. Diskrit : jarak lesi satu sama lain terpisah
4. Eritemotous : macula pada kulit yang berwarna kemerahan.
5. Sentrifugal : lesi tersebar dari pusat yaitu dari bagian tengah tubuh (dada, leher, perut) ke bagian sekitar(tangan,
kaki, wajah).
6. Tzank smear : tes untuk mengetahui adanya adanya sel rasaksa mltinuklear (tidak spesifik untuk penentuan tipe
virus)
7. Akantolisis -> hilangnya jembatan antar sel pada sel-sel keratinosist (terutama pada statum spinosum) sehingga
menyebabkan terbentuknya rongga.

Note. Epidermis-> epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Tersusun oleh banyak sel sel yang disebut
keeratinosit. Dibagi menjadi 5 lapisan :
 startum korneum (lapisan tanduk) -> juga disebut sebagai lapisan kulit mati yang dapat terkelupas dan
diagntikan oleh sel-sel kulit yang baru. (sel gepeng tanpa inti dan organ sel)
 statum lusidum(lapisan sawar)-> proses keratinasi. Terdiri atas protoplasma yang jernih, kecil-kecil,tipis,
translusen. Ada pada kulit yang tebal (telapak kaki, telapak tangan)
 statum granulosum-> mengandung banyak granul basofilik (granul keratohialin)
 statum spinosum(lapisan seperti duri),-> keratinosit yang terbentuk kemudian berikatan dengan sambungan
interseluler yang disebut dermosom.
 lapisan germinativum(lapisan sel basal) -> untuk regenerasi sel yang nantinya sel akan bermigrasi ke arah
permukaan untuk memasok sel-sel yang lebih superficial. Pergerakan ini dipercepat oleh adanya luka.

STEP 2
1. Kenapa pasien mengeluh bintil berair di badan ?
Jawab :

Model of the varicella zoster virus (VZV) life cycle. VZV infects the human host when virus particles reach
mucosal epithelial sites of entry. Local replication is followed by spread to tonsils and other regional lymphoid
tissues, where VZV gains access to T cells. Infected T cells then deliver the virus to cutaneous sites of replication.
VZV establishes latency in sensory ganglia after transport to neuronal nuclei along neuronal axons or by
viraemia. Reactivation from latency enables a second phase of replication to occur in skin, which typically causes
lesions in the dermatome that is innervated by the affected sensory ganglion.

According to the model of varicella zoster virus (VZV) cell-associated viraemia, tonsil T cells are infected
following VZV inoculation and replication in respiratory mucosal epithelial cells. T cells traffic into and out of
tonsils across the squamous epithelial cells that line the tonsilar crypts (left panel). VZV has increased tropism for
activated memory T cells that have skin-homing markers, which are common in tonsils (centre panel). These T
cells are programmed for immune surveillance and can transport the virus across capillary endothelial cells into
skin. VZV glycoprotein E (gE) (through its unique amino terminus), gI and the viral kinases ORF47 and ORF66 are
important for T cell infection. Proteins that regulate cellular gene expression are activated (in the case of signal
transducer and activator of transcription 3 (STAT3)) or inhibited (in the case of STAT1) in infected T cells. The
microvasculature is extensive at the base of hair follicles, where T cells transit into the surrounding skin and
initial VZV replication is observed (right panel).

Sumber : Zerboni, L., Sen, N., Oliver, S. L., & Arvin, A. M. (2014). Molecular mechanisms of varicella zoster virus
pathogenesis. Nature Reviews Microbiology, 12(3), 197–210. doi:10.1038/nrmicro3215
2. Mengapa pasien mangalami demam dan rasa tidak enak dibadan ?

Sumber : Dalal, S., & Zhukovsky, D. (2006). Pathophysiology


and management of fever. The journal of supportive
oncology, 4 1, 9-16 .
3. Kenapa di beri obat penurun demam tapi tidak sembuh ?
Jawab :
Mekanisme kerja paracetamol - Infeksi bakteri atau

virus akan menstimulasi proses inflamasi. proses


inflamasi dan phospholipase A2 akan mengubah
Phospholipids mencadi asam arachidonic.
Parasetamol atau acteaminophen menghambat
proses cycloooxygenase (COX-1 dan COX-2).
Sumber : ANDERSON, B. J. (2008). Paracetamol
(Acetaminophen): mechanisms of action. Pediatric
Anesthesia, 18(10), 915–921. doi:10.1111/j.1460-
9592.2008.02764.x
Peran viremia dalam penyebaran virus ke
seluruh tubuh, menunjukkan situs replikasi dan rute
penting pelepasan berbagai virus. Masa saat virus sudah didalam vascular menyebabkan virus dapat latent
bersembunti di sumsum organ RES (Sumsum Tulang, Hepar, Lien dan Endotel Vascular) yang dapat
menyebabkan viremia sekunder saat virus sudah di lawan oleh sistem imun tubuh ataupun obat yang telah
dikonsumsi.
Sumber : Pathogenesis of Viral Infections and Diseases. (2011). Fenner’s Veterinary Virology, 43–74.
doi:10.1016/b978-0-12-375158-4.00003-1

(intinya pada VZV (Varicella-Zoster Virus) juga bisa bersembunyi di usus) - Potential routes taken by VZV
during its life cycle. Dorsal (sensory) and ventral (motor) roots carrying axons leave the spinal cord and fuse to
form a mixed spinal nerve. A dorsal root ganglion (DRG) is present within the dorsal root. The DRG contains
pseudounipolar sensory neurons (red) that extend a central process in the dorsal root to the posterior spinal
cord and a peripheral process that reaches its targets of innervation via the spinal nerve. The skin is one such
target, and sensory nerve fibers (red) ramify within the epidermis. Visceral sensory neurons also within the DRG
send their peripheral process to the gut and terminate within the ganglia of the enteric nervous system (ENS)
(submucosal and myenteric) or within other layers of the bowel wall. There is evidence that rare DRG neurons
extend peripheral processes both to the skin and to the gut (indicated in the diagram). During varicella,
retrograde transport from the skin can enable VZV to reach sensory neurons in the DRG and, from there, the
neurons of the ENS (green arrows). Following the reactivation of VZV in a sensory DRG neuron, VZV can travel via
anterograde transport in spinal nerve fibers to return to the skin and infect the epidermis in a restricted
dermatomal distribution. Reactivation of VZV within neurons of the ENS affects the targets that these cells
innervate and gives rise to local enteric disease, such as gastric ulceration (not illustrated) (see the text).
Sumber : Gershon, A. A., & Gershon, M. D. (2013). Pathogenesis and Current Approaches to Control of Varicella-
Zoster Virus Infections. Clinical Microbiology Reviews, 26(4), 728–743. doi:10.1128/cmr.00052-13
4. Kenapa muncul lepuh lepuh berisi air yang awalnya diperut, meluas sampai ke dada, lengan dan tungkai ?
Jawab :

Sumber : Zerboni, L., Sen, N., Oliver, S. L., & Arvin, A. M. (2014). Molecular mechanisms of varicella zoster virus
pathogenesis. Nature Reviews Microbiology, 12(3), 197–210. doi:10.1038/nrmicro3215

Mekanisme pembentukan vesikel/bula :

a. Degenerasi balloning

Mekanisme : Infeksi intraseluler  degenerasi balloning  lisis cell 


membentuk celah  vesikel/bula
Contoh : varicella, herpes simplek

b. Akantolisis
Mekanisme : hilangnya akanta/spina/jembatan/taut antar sel,
sehingga terbentuk celah atau rongga yang berisi cairan. Biasanya
disebabkan autoimun.
Contoh : pemfigus

c. Spongiosis

Mekanisme : leukosit dan cairan masuk dari dermis diantara sel sel
keratinosit karena ikatan atau taut antar sel melebar.
Contoh : DKA

d. Sitolisis, Disebabkan kerusakan/ketidaksempurnaan komponen sel/struktur lapisan kulit


Sumber : PENYAKIT KULIT VESIKOBULOSA DAN ERITROSKUAMOSA oleh Nur Hidayat Bagian/SMF Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako. (Slideplayer)
5. Apa hubungan riwayat penyakit anaknya kepada pasien ?
Jawab :
Sumber : Vaccine-Preventable Diseases In Pediatric Patients: A
Review Of Measles, Mumps, Rubella, And Varicella by Deborah
A. Levine, MD (December 2, 2016) (ebmedicine.net)

Note :
Di nomor 2 sudah dijelaskan.

6. Manifestasi Klinis
Jawab :
 Gejala mulai sekitar 2 minggu setelah virus memasuki tubuh
Demam
Sakit kepala
Overall weakness
 Beberapa hari : muncul lesi di kulit kepala, wajah, trunk. Awalnya bintik datar, merah, gatal (makula) ->
terangkat dan berkembang menjadi papula -> menjadi berisi cairan kecil (vesikel) -> 1-2 hari vesikel
mengeras dan bentuk keropeng / scabs -> setelah 5 hari scabs lepas dan tidak meninggalkan luka. lesi baru
tumbuh di tempat berbeda setiap 3-5 hari. Jadi bisa melihat lesi pada fase yang berbeda secara bersamaan
 Selain lesi yang gatal, luka muncul pada permukaan mukosa (di dalam mulut)

7. Dx dan DD
Jawab :
 Dd :
o Herpes zoster : lesi monomorf, nyeri, biasanya unilateral, gatal, kesemutan di daerah ruam. Ruam
biasanya dalam 1 garis vesikel di sekitar kiri atau kanan tubuh atau di satu sisi wajah. Butuh 4 minggu
untuk ruam menghilang, tetapi nyeri pada dermatom yang terkena berlangsung selama >90 hari
(postherpetic neuralgia).
o Herpes simplek diseminata : lesi akut berupa vesikel berkelompok di atas daerah yang eritema, dapat
satu atau beberapa kelompok terutama pada atau dekat sambungan mukokutan.
o Impetigo : infeksi bakteri, batas tidak tegas, lesinya lebih besar

 Dx : Varicella zoster : yaitu penyakit yang disebabkan virus varicella dengan gejala di kulit dan selaput
lendir berupa vesikel dan disertai gejala konstitusi
8. Etiologi dan Faktor Resiko
Jawab :
Etiologi : Virus Varicella zoster, yaitu kelompok virus herpes berukuran 140-200m
berinti DNA. Merupakan virus double-stranded DNA, dilindungi oleh capsid yang
diselimuti membran lipid.
Faktor resiko
 Umur : sanat menular, terutama menyerang anak-anak. Jika menyerang orang
dewasa gejala biasanya lebih berat
 Lingkungan : Penyakit ini cepat sekali menular pada orang-orang di lingkungan
penderita.

Sumber : Zerboni, L., Sen, N., Oliver, S. L., & Arvin, A. M. (2014). Molecular
mechanisms of varicella zoster virus pathogenesis. Nature Reviews Microbiology, 12(3), 197–210.
doi:10.1038/nrmicro3215

9. Patofisiologi
Jawab : Lihat gambar nomor 1 juga
Transmisinya :

 Orang yang terinfeksi bersin/batuk -> virus meninggalkan paru-paru -> dan ke udara
 Dapat juga ditularkan melalui kontak dengan lesi oral atau kulit orang yang terinfeksi

Ketika virus bersentuhan dengan mukosa pernapasan atau kulit orang sehat -> mulai mereplikasi di dalam
sel epitel -> di ambil oleh sel imun di dekatnya -> dipindahkan ke kelenjar getah bening di dekatnya. Virus masuk
sel epitel pernapasan -> menyebar. Masuk ke sel dengan membuka membran sel dan melepaskan dan
mengeluarkan capsid di dalam sel. Kapsid berikatan dengan nukleas dan mengeluarkan DNA virus lalu di copy.
Gen virus ditranskripsi menjadi RNA -> Ribosom untuk diterjemahkan menjadi protein kapsid. DNA kapsid dan
virus bergabung ke badan golgi untuk mengepak protein untuk mendapatkan membran lipid -> virus baru keluar
-> meninggalkan sel mati.

Infeksi primer :

 Viremia primer
 virus menginfeksi sebagian sisitem imun di hati dan lien (RES) yang dibuat sel makrofag.
 Viremia sekunder
 Sekitar 2 minggu setelah memasuki tubuh, virus mulai menginfeksi sel-sel imun sendiri (sel T) ->
mengekspresikan protein yang berikatan dengan reseptor pada sel kulit -> sel T sampai di kulit ->
melepaskan virus -> menginfeksi keratinosit -> infeksi menyebar ke seluruh kulit langsung dari
sel ke sel -> sel terinfeksi mengeluarkan INF alfa dan beta -> menghambat sintesis dan
melindungi sel-sel dari infeksi -> muncul lesi kecil di kulit yang dipisahkan area kulit normal
 Keratinosit yang terinfeksi mulai menyatu dan membuat sel besar berinti banyak (sel Tzank)
 virus juga menginfeksi neuron sensorik di kulit, Travels Retrogradely yang artinya mundur
melalui neuron ke ganglia dorsal root atau jika di wajah (ganglion terminal)
 Reaksi imun menjadi adaptif -> sebagian besar virus di dalam tubuh tetapi yang ada di ganglio
tetat ada dan dapat tetap aktif pada kebanyakan orang / dorman selama bertahun-tahun -> virus
menjadi laten dalam ganglia trigeminal dan ganglia dorsal
 Jika sisitem imun melemah (penuaan, stres, terapi imunosupresif) -> virus aktif lagi ->
melakukakn perjalanan melalui saraf sensorik -> ke kulit -> infeksi pada dermatom yang
dipersarafi -> herpes zoster
 Masa inkubasi antara 11-21 hari (rata-rata 14 hari), disusul oleh gejala prodromal yang ringan selama 1-2
hari. Penderita demam, anoreksia dan malaise, pada kulit timbul papula kemerahan yang kemudian
menjadi vesikula. Vesikel-vesikel baru tetap terbentuk sementara vesikel terdahulu pecah, mengering
dan menjadi krusta, dengan demikian pada suatu saat akan tampak bermacam-macam ruam kulit
(polimorf). Vesikel biasanyan beratap tipis, bentuknya bulat/lonjong menyerupai setetes air sehingga
disebut teardrop vesicle.
10. PF dan PP
Jawab :
 Pemeriksaan Kulit
a. Lokalisasi : Terutama pada badan dan sedikit pada wajah dan ektremitas. Mungkin juga timbul pada
mulut, palatum mole dan faring.
b. Efoloresensi/sifat-sifatnya : Vesikel berukuran miliar sampai lentikular, di sekitarnya terdapat daerah
eritematosa. Dapat ditemukan beberapa stadium perkembangan vesikel mulai dari eritema, vesikula,
pustula, skuama hingga sikatriks (polimorf).
 Tzank smear (sesitifitas : 84%)
Pemeriksaan ini biasanya digunakan untuk Herpes Zoster, Herpes Simplex, dan Varicella.
 Pecahkan bulla, lalu dikerok kulit luarnya.
 Kerokan di fiksasi pada preparat dengan cara dilewatkan di atas api 3x.
 Rendam di alkohol 96% selama 5 menit, lalu bilas.
 Tetesi larutan giemsa (1:10) selama 30 menit. Bilas dengan air mengalir, lalu keringkan.
 Periksa di mikroskop dengan 100x perbesaran.
Hasil (+) jika ditemukan sel datia berinti banyak.

A : Sel-sel multinukleus, dengan balloned nuclei. Note : inklusi inti sel dan sitoplasma.
B : "Sel Smudge" atau sel basket
Sumber : Yazigi, Flora & Kahwash, BasilM & Sufiani, Fahd & Conces, Miriam & Prasad, Vinay & Kahwash,
SamirB. (2016). Histopathologic identification and pattern recognition of common viral infections in the
general pathology practice: An illustrated review. Ibnosina Journal of Medicine and Biomedical Sciences.
8. 28. 10.4103/1947-489X.210214.
 Biopsi kulit, gambaran histopatologi : Vesikula terdapat dalam epidermis , terbentuk akibat 'degradasi
balon', sangat sukar dibedakan dari kelainan histopatologik pada herpes zoster dan herpes simpleks.
 Direct fluorescent assay (DFA)
- Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta pemeriksaan dengan
DFA kurang sensitif.
- Hasil pemeriksaan cepat.
- Membutuhkan mikroskop fluorescence.
- Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
- Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus.
 PCR untuk mencari DNA virus,
Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif. Dengan metode ini dapat
digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat
juga digunakan sebagai preparat, dan CSF. Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%. Test ini dapat menemukan
nucleic acid dari virus varicella zoster.

11. Tata laksana


Jawab :
Biasanya pengobatan hanya simtomatik, yaitu analgetik dan antipiretik seperti metampiron dan
asetaminofen. Lokal antipruritic dapat diberikan bedak basah atau bedak kering yang mengandung salisil 2%
atau mentol 2%. Kalau terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotik.
 Anak-anak : Asiklovir 20mg/KgBB IV selama 7 hari
 Dewasa
 Asiklovir 5 x 800mg/hari selama 7 hari
 Valasiklovir 3 x 1000mg/hari selama 7 hari
 Famsiklovir 3 x 200mg/hari selama 7 hari
 Immunocompromised : Asiklovir 5 x 800mb/hari selama 7 hari
 Penyakit berat/wanita hamil : Asiklovir IV 10mg/KgBB tiap 8 jam selama 7 hari
 Tidak dianjurkan pemberian aspirin karena dapat memicu sindrom Reye dimana hati affected oleh virus
Varicella zoster dan aspirin -> penumpukan amonia di tubuh
 pada beberapa situasi, Varicella Zoster Immune Globulin (VZIG), anti Varicella antibodi diberikan untuk
mengobati immunocompromised atau wanita hamil.
 Vaksin varicella untuk cegah cacar air dengan membantu tubuh memiliki kekebalan protektif terhadap
bentuk lemah virus
 Vaksin zoster dapat digunakan untuk mengurangi zoster (lebih umum pada orang dewasa)
12. Komplikasi
Jawab :
Infeksi bakteri sekunder pada lesi di kulit
o Hepar -> hepatitis
o Paru - paru -> pneumonia
o Otak atau selaput otak (meninges) -> encephalomeningitis
13. Tindakan preventif
Jawaban :
a. Imunisasi pasif
Menggunakan VZIG (Varicella zoster immunoglobulin). Pemberiannya dalam waktu 3 hari (kurang dari
96 jam) setelah terpajan VZV, pada anak-anak imunokompeten terbukti mencegah varicellla sedangkan
pada anak imunokompromais pemberian VZIG dapat meringankan gejala varicella. VZIG dapat diberikan
pada :
 Anak - anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah menderita varicella atau herpes zoster.
 Usia pubertas > 15 tahun yang belum pernah menderita varicella atau herpes zoster dan tidak
mempunyai antibodi terhadap VZV.
 Bayi yang baru lahir, dimana ibunya menderita varicella dalam kurun waktu 5 hari sebelum atau 48
jam setelah melahirkan.
 Bayi premature dan bayi usia 14 hari yang ibunya belum pernah menderita varicella atau herpes
zoster.
 Anak - anak yang menderita leukemia atau lymphoma yang belum pernah menderita varicella.
Dosis : 125 U / 10 kg BB.
Dosis minimum : 125 U dan dosis maximal : 625 U.
Pemberian secara IM tidak diberikan IV
Perlindungan yang didapat bersifat sementara.
b. Imunisasi aktif
Vaksinasinya menggunakan vaksin varicella virus (Oka strain) dan kekebalan yang didapat dapat
bertahan hingga 10 tahun. Digunakan di Amerika sejak tahun 1995. Daya proteksi melawan varicella
berkisar antara 71 - 100%.
 Vaksin efektif jika diberikan pada umur 1 tahun dan direkomendasikan diberikan pada usia 12-
18 bulan.
 Anak yang berusia 13 tahun yang tidak menderita varicella direkomendasikan diberikan dosis
tunggal dan anak lebih tua diberikan dalam 2 dosis dengan jarak 4 - 8 minggu.
Pemberian secara subcutan mempunyai beberapa efek samping : Kadang - kadang dapat timbul
demam ataupun reaksi lokal seperti ruam makulopapular atau vesikel, terjadi pada 3- 5% anak - anak dan
timbul 10 - 21 hari setelah pemberian pada lokasi penyuntikan. Vaksin varicella : Varivax, Tidak boleh
diberikan pada wanita hamil oleh karena dapat menyebabkan terjadinya kongenital varicella.

Anda mungkin juga menyukai