Anda di halaman 1dari 8

VARICELLA

Laporan pendahuluan
A. Definisi
Varicella adalah suatu penyakit infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang
menyerang kulit, mukosa dan selaput lendir, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf ditandai oleh adanya vesikel-vesikel,terutama berlokasi dibagian sentral tubuh.
Sinonimnya adalah Cacar air, chicken pox (Djuanda, Adhi, dkk, 2013)
Varicella merupakan virus Herpes zoster yang menyerang kulit dan mukosa dengan
gejala nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang
dipersarafi serat saraf spinal maupun ganglion saraf sensorik dan nervi kranialis. (Dwi
H.Danardono,2013)
Varicella (cacar air) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh varicella zoster,
penyakit ini dapat menjadi wabah dalam suatu wilayah karena sifat menularnya yang begitu
cepat.(Ernik Oktavia,Hartono,Husna Arifah UNY,2016)
B. Etiologi
VVZ (Varicella Zoster Virus) adalah herpes virus manusia, ia diklasifikasikan sebagai
herpes virus alfa karena sesamaannya prototype kelompok ini, yang adalah virus herpes
simpleks (HVS), virus ini adalah virus DNA helai ganda terselubung genom virus mengkode
lebih dari 70 protein, termasuk protein yang merupakan sasaran imunutas dan timidin kinase
virus, yang membuat virus sensitive terhadap hambatan oleh asiklofir dan dihubungkan
dengan agen anti virus (Djuanda,2014)
Varisela disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Virus ini termasuk dalam
kelompok Herpes Virus. Virus ini berkapsul dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti
virus disebut capsid yang berbentuk ikosahedral, terdiri dari protein dan DNA berantai
ganda. Berbentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta dan disusun dari 162 isomer.
Lapisan ini bersifat infeksius. VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah
penderita. Virus ini dapat diinokulasikan dengan menggunakan biakan dari fibroblas paru
embrio manusia kemudian dilihat dibawah mikroskop elektron. Di dalam sel yang terinfeksi
akan tampak adanya sel raksasa berinti banyak (multinucleated giant cell) dan adanya badan
inklusi eosinofilik jernih (intranuclear eosinophilic inclusion bodies) (Kurniawan, Martin.,
dkk, 2013).
Varisela disebabkan oleh Herpes virus varicella atau disebut juga virus varicella-zoster
(virus V-Z). Virus tersebut dapat pula menyebabkan herpes zoster. Kedua penyakit ini
mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Diperkirakan bahwa setelah ada kontak dengan
virus V-Z akan terjadi varisela; kemudian setelah penderita varisela tersebut sembuh,
mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan kemudian
virus V-Z diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan herpes zoster. Virus V-Z dapat
ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita verisela dapat dilihat dengan
mikroskop electron dan dapat diisolasi dengan menggunakan biakan yang terdiri dari
fibroblas paru embrio manusia (Richar E,Behrman,2013).
C. Klasifikasi
1. Varisela congenital
Varisela congenital adalah sindrom yang terdiri atas parut sikatrisial, atrofi
ekstremitas, serta kelainan mata dan susunan syaraf pusat. Sering terjadi ensefalitis
sehingga menyebabkan kerusakan neuropatiki. Risiko terjadinya varisela congenital
sangat rendah (2,2%), walaupun pada kehamilan trimester pertama ibu menderita
varisela. Varisela pada kehamilan paruh kedua jarang sekali menyebabkan kematian bayi
pada saat lahir. Sulit untuk mendiagnosis infeksi varisela intrauterin. Tidak diketahui
apakah pengobatan dengan antivirus pada ibu dapat mencegah kelainan fetus.
(Supariasa,2012)
2. Varisela neonatal
Varisela neonatal terjadi bila terjadi varisela maternal antara 5 hari sebelum
sampai 2 hari sesudah kelahiran. Kurang lebih 20% bayi yang terpajan akan menderita
varisela neonatal. Sebelum penggunaan varicella-zoster immune globulin (VZIG),
kematian varisela neonatal sekitar 30%. Namun neonatus dengan lesi pada saat lahir atau
dalam 5 hari pertama sejak lahir jarang menderita varisela berat karena mendapat
antibody dari ibunya. Neonatus dapat pula tertular dari anggota keluarga lainnya selain
ibunya. Neonatus yang lahir dalam masa risiko tinggi harus diberikan profilaksis VZIG
pada saat lahir atau saat awitan infeksi maternal bila timbul dalam 2 hari setelah lahir.
Varisela neonatal biasanya timbul dalam 5-10 hari walaupun telah diberikan VZIG. Bila
terjadi varisela progresif (ensefalitis, pneumonia, varisela, hepatitis, diatesis pendarahan)
harus diobati dengan asiklovir intravena. Bayi yang terpajan dengan varisela maternal
dalam 2 bulan sejak lahir harus diawasi. Tidak ada indikasi klinis untuk memberikan
antivirus pada varisela neonatal atau asiklovir profilaksis bila terpajan varisela maternal.
(Supariasa,2012)
D. Anatomi dan Fisiologi
1) Epidermis (Kutikula) Epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit, yang
memiliki struktur tipis dengan ketebalan sekitar 0,0/mm terdiri atas beberapa
lapisan, antara lain seperti berikut:
a) Struktur korneum yang disebut juga lapisan zat tanduk.
Letak lapisan ini berada paling luar dan merupakan kulit mati. Jaringan
epidermis ini disusun oleh 50 lapisan sel-sel mati dan akan mengalami p-
engelupasan secara perlahan-lahan digantikan dengan sel telur yang baru.
b) Stratum lusidum, yang berfungsi melakukan “pengecatan” terhadap kulit
dan rambut. Semakin banyak melanin yang dihasilkan dari sel-sel ini,
maka warna kulit akan menjadi semakin gelap.
c) Stratum granulosum, yang menghasilkan pigmen warna kulit yang disebut
malamin, lapisan ini terdiri atas sel-sel hidup dan terletak pada bagian
paling bawah dari jaringan epidermis.
d) Strartum germinativum, sering dikatakan sebagai sel hidup karena lapisan
ini merupakan lapisan aktif yang membelah. Sel-sel membelah kea rah
luar untuk membentuk sel-sel kulit terluar.Sel-sl yang baru terbentuk akan
mendorong sel-sel yang ada diatasnya selanjutnya sel ini juga akan
didirong dari bawah oleh sel yang lebih baru lagi. Pada saat yang sama
sel-sel lapisan paling luar mengelupas dan gugur.
2) Jaringan dermis memiliki struktur yang lebih rumit dari pada epidermis, yang
terdiri atas banyak lapisan. Jaringan inilebih tebal dari pada epidermis yaitu 2,5
mm. Dermis dibentuk oleh serabut-serabut khusus yang membuatnya lentur, yang
terdiri atas kolagen, yaitu suatu jenis protein yang membentuk sekitar 30% dari
protein tubuh. Lapisan dermis terdiri atas bagian-bagian berikut :
a) Akar rambut
Disekitar akar rambut terdapat otot polos penekak rambut. Dan ujung saraf
perasa nyeri. Udara dingin akan menbuat otot-otot ini berkontraksi dan
mengakibatkan rambut akan berdiri. Adanya serat-serat perasa
mengakibatkan rasa nyeri apabila rambutdicabut.
b) Pembuluh darah
Pembuluh darah banyak terdapat disekitar akar rambut. Melalui pembulu
darah ini akar-akar rambut mendapatkan makanan, sehingga rambut dapat
tumbuh.
c) Kelenjar minyak
Kelenjar ini terdapat diserkitar akar rambut. Kelenjar ini menjaga agar
rambut tidak kering.
d) Kelenjar keringat
Dapat menghasilkan keringat. Kelenjar keringat berbentuk botol dan
bermuara didalam folikel rambut. Bagian tubuh yang banyak terdapat
kelenjar keringat adalah bagian kepala,muka,sekitar hidung,dan lain-lain.
Kelenjar keringat tidak terdapat dalam kulit telapak tangan dan telapak
kaki.
e) Serabut saraf
Pada lapisan dermis terdapat putting peraba yang merupakan ujung akhir
saraf sensoris. Ujung-ujung saraf tersebut merupakan indera perasa
panas,dingin,nyeri dan sebagainya. Jaringan dermis dapat menghasilkan
zat teromon, yaitu zat yang memiliki bau khas pada seorang wanita
maupun laki-laki.
(Sutrisno,dkk.2014)
E. Pathofisiologi
Virus varisela-zoster masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran nafas atau
orofaring. Multiplikasi virus ditempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah
sedikit melalui darah dan limfe (viremia primer). Virus dimusnahkan oleh sel sistem
retikuloendotelial, yang merupakan tempat utama replikasi virus selama masa inkubasi.
Selama masa inkubasi virus dihambat sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh yang
terinfeksi, replikasi virus dapat mengalahkan pertahanan tubuh yang belum berkembang,
sehingga 2 minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang lebih banyak.
Viremia tersebut menyebabkan demam dan malese anorexia serta menyebarkan virus ke
seluruh tubuh, terutama ke kulit dan mukosa. Lesi kulit yang terjadi berupa makula, sebagian
besar berkembang menjadi papula, vesicula, pustula, dan krusta sesudah beberapa hari.
Vesicula biasanya terletak pada epidermis.(Boediardja,dkk.2014)
Respons imun pasien yang kemudian berkembang akan menghentikan viremia dan
menghambat berlanjutnya lesi pada kulit dan organ lain. Terjadinya komplikasi varisela
(pneumonia dan lain-lain) mencerminkan gagalnya respons imun tersebut menghentikan
replikasi serta penyebaran virus dan berlanjutnya infeksi. Keadaan ini terutama terjadi pada
pasien imunokompromais. Dalam 2-5 hari setelah gejala klinis varisela terlihat, antibody
(IgG, IgM, IgA) spesifik terhadap VVZ dapat dideteksi dan mencapai titer tertinggi pada
minggu kedua atau ketiga. Setelah itu titer IgG menurun perlahan, sedangkan IgM dan IgA
menurun lebih cepat dan tidak terdeteksi satu tahun setelah infeksi. Imunitas selular terhadap
VVZ juga berkembang selama infeksi dan menetap selama bertahun-tahun. Pada pasien
imunokompeten imunitas humoral terhadap VVZ berfungsi protektif terhadap varisela,
sehingga pajanan ulang tidak menyebabkan infeksi (kekebalan seumur hidup). Imunitas
selular lebih penting daripada imunitas humoral untuk penyembuhan varisela. Pada pasien
imunokompromais, oleh karena imunitas humoral dan selularnya terganggu, pajanan ulang
dapat menyebabkan rekurensi dan varisela menjadi lebih berat dan berlangsung lebih lama.
(Boediardja,dkk.2014)
F. Manifestasi klinis
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14-21 hari. Gejala klinis mulai dari gejala
prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malese dan nyeri kepala, kemudian
disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam
berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel
akan berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini
berlangsung timbul lagi vesikel-vesikel yang baru sehingga menimbulkan gambaran
polimorfi.
Penyebarannya terutama didaerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke
muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut dan saluran nafas
bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terjadi pembesaran kelenjar getah bening regional
(lymphadenopathy regional). Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal. Dibagi menjadi 2
stadium yaitu:
1. Stadium prodromal: 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala panas,
perasaan lemah (malaise), anoreksia. Kadang-kadang terdapa kelainan scarlatinaform
atau morbiliform.
2. Stadium erupsi: Dimulai dengan terjadinya papula merah, kecil yang berubah menjadi
vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai dasar eritematous. Permukaan
vesikel tidak memperlihatkan cekungan di tengah (unumbilicated). Isi versikel
berubah menjadi keruh dalam waktu 24 jam. Biasanya vesikel menjadi kering
sebelum isinya menjadi keruh. Dalam 3-4 hari erupsi tersebar; mula-mula di dada lalu
ke muka, bahu dan anggota gerak. Erupsi ini disertai perasaan gatal. Pada suatu saat
terdapat macam-macam stadium erupsi, ini merupakan tanda khas penyakit verisela.
Vesikel tidak hanya terdapat di kulit, melainkan juga di selaput lendir mulut. Bila
terdapat infeksi sekunder, maka akan terjadi limfadenopatia umum. Karena
kemungkinan mendapat varisela selama masa kanak-kanak sangat besar, maka
varisela jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1.000 kehamilan).
Diperkirakan 17% dari anak yang dilahirkan wanita yang mendapat verisela ketika
hamil akan menderita kelainan bawaan berupa bekas luka di kulit (cutaneous scars),
berat badan lahir rendah, hipoplasia tungkai, kelumpuhan dan atrofi tungkai, kenang,
retardasi mental, koriorenitis, atrofi kortikal, katarak atau kelainan pada mata lainnya.
Angka kematian tinggi, bila seorang wanita hamil mendapat varisela dalam 21 hari
sebelum ia melahirkan, maka 25% dari neonatus yang dilahirkan akan
memperlihatkan gejala varisela kongenital pada waktu dilahirkan sampai berumur 5
hai. Biasanya varisela yang timbul berlangsung ringan dan tidak mengakibatkan
kematian. Sedangkan bila seorang wanita hamil mendapat varisela dalam waktu 4-5
hari sebelum melahirkan, maka neonatusnya akan memperlihatkan gejala varisela
kongenital pada umur 5-10 hari. Di sini perjalanan penyakit varisela sering berat dan
menyebabkan kematian sebesar 25-30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan
kurun waktu fetus berkontak dengan varisela dan dialirkannya antibody itu melalui
plasenta kepada fetus. Seorang neonatus jarang mendapat varisela di bangsal
perinatologi dari seorang perawat atau petugas bangsal lainnya, tapi bila ini terjadi
maka perjalanan penyakit amat ringan dan terlihat gejala-gejala seperti pada anak
yang besar. (Tuty Rahayu,Alan R Tumbelaka,2016)
G. Komplikasi
Beberapa komplikasi dapat terjadi pada infeksi varisela, infeksi yang dapat terjadi
diantaranya adalah:
a) Infeksi sekunder dengan bakteri Infeksi bakteri sekunder biasanya terjadi akibat
stafilokokus. Stafilokokus dapat muncul sebagai impetigo, selulitis, fasiitis,
erisipelas furunkel, abses, scarlet fever, atau sepsis.
b) Varisela Pneumonia Varisela Pneumonia terutama terjadi pada penderita
immunokompromis, dan kehamilan. Ditandai dengan panas tinggi, Batuk, sesak
napas, takipneu, Ronki basah, sianosis, dan hemoptoe terjadi beberapa hari setelah
timbulnya ruam. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran noduler yang
radio-opak pada kedua paru.
c) Ensefalitis Komplikasi ini tersering karena adanya gangguan imunitas. Dijumpai
1 pada 1000 kasus varisela dan memberikan gejala ataksia serebelar, biasanya
timbul pada hari 3-8 setelah timbulnya ruam.
d) Neurologik - Acute postinfeksius cerebellar ataxia Ataxia sering muncul tiba-tiba,
selalu terjadi 2 - 3 minggu setelah timbulnya varicella. Keadaan ini dapat menetap
selama 2 bulan. Manisfestasinya berupa tidak dapat mempertahankan posisi
berdiri hingga tidak mampu untuk berdiri dan tidak adanya koordinasi dan
dysarthria. Insiden berkisar 1 : 4000 kasus varicella
e) Herpes zoster Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes
zoster, timbul beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer.
Varicella zoster virus menetap pada ganglion sensoris.
f) Reye syndrome Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty. Keadaan ini
berhubungan dengan penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan acetaminophen
(antipiretik) secara luas, kasus reye sindrom mulai jarang ditemukan. (Belda
Evina,Khairun Nisa Berawi,2016)
H. Pemeriksaan diagnostik
Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa test yaitu :
a. Tzanck smear
 Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsa’s, Wright’s,
toluidine blue ataupun Papanicolaou’s Dengan menggunakan mikroskop cahaya
akan dijumpai multinucleated giant cells.
 Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
 Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes
simpleks virus.
b. Direct fluorescent assay (DFA)
 Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta
pemeriksaan dengan DFA kurangsensitif.
 Hasil pemeriksaan cepat.
 Membutuhkan mikroskop fluorescence.
 Test ini dapat menemukan antigen virus varicellazoster.
 Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus.
c. Polymerase chain reaction (PCR)
 Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.
 Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar
vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai
preparat, danCSF.
 Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%.
 Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicellazoster
d. Biopsi kulit Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan
degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya
lymphocytic infiltrate. (Dumasari.2008)
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis dilakukan dengan :
 Farmakoterapi
1) Antivirus (Contoh:Asiklovir,Valasiklovir)
o Pemberian antivirus dapat mengurangi rasa sakit,keparahan dan waktu
penyembuhan akan lebih singkat.
o Antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48-72 jam setelah
erupsi dikulit muncul.
2) Antipirektik dan untuk menurunkan demam
o Parasetamol atau ibu profen. Tidak diberikan golongan salisilat (aspirin)
untuk menghindari terjadinya sindrom Reye.
3) Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salep
antibiotic untuk mencegak terjadinya infeksi sekunder.
4) Bila lesi masih dalam bentuk vesikel dapat diberikan bedak atau Losio pengurang
gatal (misalnya losio kalamin) (Boediardja,dkk.2014)
Daftar Pustaka
 Jurnal : Kulit dan kelainan RSUP prof.Dr. R. D kandou. Manado:Universitas
samratulangi:2013
 Jurnal : Stroke pasca infeksi virus Varicella zoster, M.FAZA AKROMA. 2016
 Djuanda Adhi,dkk. Varisella.Dalam :Ilmu penyakit kulit dan kelamin:edisi
keenam.Jakarta:Balai penerbit FKUI:2011
 https://www.scribd.com

Anda mungkin juga menyukai