Nama Anggota : Asina Hutapea, Jimmy Christian, Regen Hontong, Septhian Tofler
Sijabat
Semester : 6 (enam)
Mata Kuliah : Persiapan PKM II
Dosen Pengampu : Mulyadi, D.Min. dan David Sihite M.A.
Tugas : Presentasi Kelompok 8
Model Kepemimpinan Transformasional
Pendahuluan
Penggalan kalimat dari sebuah lagu, “bukalah pintunya, lihat di dalamnya, gereja
adalah orangnya”, memberikan informasi bahwa gereja, yang di dalamnya terdapat
banyak orang, memiliki banyak pandangan yang berasal dari orang-orang tersebut.
Banyaknya pandangan tersebut memberikan baik hal positif dan negatif bagi gereja. Hal
positif yang dapat diambil dari beragamnya pandangan tersebut adalah gereja dapat
memiliki banyak pilihan ide saat akan bergerak melakukan programnya, atau
menyelesaikan sebuah masalah di dalam sebuah gereja dan contoh lainnya. Sementara
dampak negatif dari beragamnya pandangan tersebut ialah dengan dipilihnya sebuah
ide, ada kemungkinan beberapa anggota jemaat tidak akan bergerak karena tidak sesuai
dengan apa yang dianggapnya baik dan efektif untuk dilakukan. Contoh lainnya gereja
tidak bergerak menjalankan program karena kesulitan memilih ide yang akan
digunakan.
Selain itu Kevin G Ford juga memberikan gambaran beberapa aspek yang dapat
menjadi indikator sebagai sebuah dorongan bagi kita untuk mengadakan tranformasi
dalam sebuah gereja, ada tiga aspek yang diterangkan oleh Ford, yaitu. Pertama harus
fokus pada permasalahan, kedua harus bisa melihat sisi yang terkecil, dan ketiga harus
bisa mengadakan teknis yang sesuai untuk menyelesaikan permasalahan. Ketiga hal
inilah ynag dia nilai sebagai dasar bagi kita untuk melakukan sebuah transformasi di
dalam gereja (Ford 2008, 19).
Kami melihat ketiga hal ini sebagai sesuatu yang sangat penting untuk
membantu kita dalam mengadakan sebuah pembaharuan dalam gereja. Sebagai seorang
, pelayan sekaligus pemimpin gereja, sudah menjadi salah satu tugas kita untuk
memberikan pembaharuan dalam gereja. Tiga aspek dari Ford ini sangat relevan untuk
dilakukan oleh pemimpin gereja, yaitu seorang pemimpin gereja harus bisa melihat
permasalahan gereja tersebut, sehingga dia tau solusi apa yang kemudian harus dia
berikan terhadap permasalahan gereja tersebut.
Kevin G Ford juga menekankan bahwa kita harus mampu memberikan solusi
terhadap permasalahan yang dihadapi gereja, bukan malah meruba gereja tersebut
secara menyeluruh. Dalam artian kita tidak harus merubah gereja tersebut secara
menyeluruh, tetapi kita cukup menyelesaikan atau mengubah apa yang kurang dalam
gereja tersebut, dengan kata lain kita memberikan solusi terhadap permasalahan yang
sedang dihadapi gereja (Ford 2008, 20).
Dennis Tourish dalam bukunya yang berjudul The Dark Side of Transformational
Leadership memaparkan pendapatnya mengenai kekurangan atau kelemahan dari
Model Kepemimpinan Transformasional. Dennis menjabarkannya dalam 5 sifat
kepemimpinan transformasional yaitu, Charismatic Leadership, A Compelling Vision,
Intellectual Stimulation, Individual Consideration, dan Promotion of a Common Culture.
(Tourish 2013, 30). Ia menyatakan kelima sifat tersebut merupakan kelemahan dari
gaya kepemimpinan transformasional jika dilakukan secara berlebihan.
Pada masa Paulus yang dituliskan dalam 1 Korintus 14:26 bahwa ketika jemaat
berkumpul, satu sama lain membawa karisma, yang menunjukkan mereka saling
melengkapi. Memang pada saat itu jemaat masih sedikit, berbeda dengan keadaan
sekarang yang banyak sehingga membutuhkan sosok pemimpin. Akan tetapi hal ini
tidak bertentangan. Seperti halnya simbol tubuh, mata pasti membutuhkan kaki, dan
lain sebagainya. Pemimpin gereja memiliki peranan penting dengan terus
mengingatkan jemaat mengenai peranan mereka. Dengan begitu dapat menjaga
keutuhan jati diri jemaat yang selalu ingin mendekat kepada Kristus (Hendriks 2002,
80-83).
Dalam kehidupan berjemaat, gaya kepemimpinan transformatif merupakan
sebuah gaya yang amat baik bagi sebuah jemaat yang sedang dalam kondisi statis. Hal
tersebut dikarenakan sosok pemimpin yang transformatif bisa memberikan solusi-
solusi yang menarik dan sifatnya membuat sebuah jemaat berkembang. Akan tetapi
pemimpin dalam jemaat atau pendeta juga harus mampu berkoordinasi dengan baik
dengan jemaat sebagai pengikut. Akan tetapi dalam posisi yang demikian, jemaat juga
tidak bisa sepenuhya mengikuti tanpa berperan aktif dalam memberi masukan. Hal
tersebut akan membuahkan kepemimpinan transformatif yang berlebihan layaknya
yang dikemukakan oleh Tourish. Maka demikian, baik jemaat maupun pendeta harus
menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi dan mengisi.
Daftar Acuan
Ford, Kevin G. 2008. Transforming church: Bringing out the good to get to great.
Colorado Springs, CO: David C. Cook.
Hendriks, Jan. 2002. Jemaat vital dan menarik: Membangun jemaat dengan metode lima
faktor. Yogyakarta: Kanisius.
Tourish, Dennis. 2013. The dark side of transformational leadership: A critical
perspective. New York: Routledge.