Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Kestabilan Senyawa Kompleks Ditinjau dari Efek Sterik


Kimia Anorganik II

Disusun oleh :

Sofia Madani/ 16030234005/ KA 2017


Rizki Amalia/ 17030234001/ KA 2017
Savira Ayu N/ 17030234015/ KA 2017
Nafisa Cahyani/ 17030234046/ KA 2017

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2018

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………...........1
1.3 Tujuan …………………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Senyawa Kompleks ………………………………….2
2.2 Pengertian Kestabilan Senyawa Kompleks ……………………...2
2.3 Tetapan Kestabilan Senyawa Kompleks ………………………...3
2.4 Efek Sterik ……………………………………………………….3
2.5 Aplikasi Efek Sterik ……………………………………………..5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………...7
3.2 Saran ..............................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………...8

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Senyawa kompleks merupakan senyawa yang memiliki warna
yang khas yang diakibatkan oleh adanya unsur yang dari golongan
transisi yang biasanya berperperan sebagai atom pusat dalam
senyawa kompleks. Atom pusat dalam senyawa kompleks bersifat
sebgai asam Lewis sedangkan ligan dalam senyawa kompleks
berperan sebagai basa Lewis. Ligan berikatan dengan atom pusat dengn
cara mengisi orbital kosong yang disediakan oleh atom pusat, atau
dengan kata lain ligan berfungsi sebagai penyedia elektron bagi
atom pusat.
Senyawa kompleks sudah sejak lama dimanfaatkan untuk
berbagai kepentingan. Beberapa penggunaan praktis senyawaan
koordinasi yang paling tua, adalah yang disebabkan oleh warnanya.
Berdasarkan kesenian dan praktek yang berasal dari zaman kuno, pada
ahli kimia dan ahli kesenian dan kerajinan merumuskan zat-zat
pewarna, kaca berwarna, dan glasir untuk keramik dari zat-zat yang
sekarang diuraikan menurut kimia koordinasi logam transisi.
Jumlah dan jenis aplikasi kimia koordinasi atau senyawa
kompleks sangat luas meliputi kehidupan rumah tangga, industri sampai
kesehatan. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai pengaruh ruang
pada kestabilan senyawa kompleks.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa makna dari kestabilan kompleks?
2. Bagaimana pengaruh efek sterik terhadap kestabilan kompleks?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui makna dari kestabilan senyawa kompleks
2. Untuk mengetahui pengaruh efek sterik terhadap kestabilan
kompleks

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Senyawa Kompleks


Salah satu keistimewaan logam transisi adalah dapat membentuk
senyawa kompleks, yaitu senyawa yang paling sedikit terdiri dari satu
ion kompleks (terdiri dari kation logam utama atau logam transisi
sebagai atom pusat yang berikatan dengan molekul dan anion yang
disebut sebagai ligan) yang berikatan dengan ion lainnya yang disebut
ion counter.
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu
ion logam pusat dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan
pasangan elektron bebasnya kepada ion logam pusat. Senyawa
kompleks merupakan senyawa yang terbentuk dari ion logam yang
berikatan dengan ligan secara kovalen koordinasi. Ikatan koordinasi
merupakan ikatan kovalen dimana ligan memberikan sepasang
elektronnya pada ion logam untuk berikatan. Ikatan ini terjadi ketika
ion logam menyediakan orbital kosong bagi pasangan elektron ligan
untuk berkoordinasi (Kartika, 2006).
Ligan adalah spesies yang memiliki atom-atom yang dapat
menyumbangkan sepasang elektron pada ion logam pusat pada tempat
tertentu dalam lengkung koordinasi. Sehingga, ligan merupakan basa
lewis dan ion logam adalah asam lewis.
2.2 Kestabilan Senyawa Koordinasi
Dikenal 2 macam kestabilan senyawa kompleks, yaitu kestabilan
termodinamika dan kestabilan kinetika. Kestabilan termodinamika
menunjuk pada perubahan energi bebas Gibs (∆G) yang terjadi dalam
perubahan dari reaktan menjadi produk, sedang kestabilan kinetika
menunjuk pada enetgi aktivasi (∆G) pada substitusi reaksi pertukaran
ligan.
Dalam pandangan secara kinetika, maka suatu senyawa dapat
dikatakan sebagai suatu senyawa yang labil, atau senyawa inert. Terkait

2
dengan senyawa kompleks, (Taube, 1950) telah mengklasifikasikan
senyawa kompleks menjadi kompleks labil dan kompleks inert
berdasarkan laju pertukaran ligan kompleks tersebut. Kompleks yang
labil mengalami pertukaran ligan dengan cepat. Sebaliknya pada
kompleks inert, pertukaran ligan berlangsung dengan sangat lambat
atau bahkan tidak berlangsung sama sekali (Vogel, 1990).
2.3 Tetapan Kestabilan Senyawa Koordinasi
Pembentukan kompleks dalam suatu larutan berlangsung melalui
sejumlah tahapan. Untuk setiap tahapan, tetapan stabilitasnya dapat
dituliskan dalam suatu persamaan. Misalkan pembentukan kompleks
MLn, terbentuk melalui sejumlah n tahapan. Tetapan stabilitas untuk
setiap tahapan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
[𝑀𝐿]
𝑀𝐿 + 𝐿 ↔ 𝑀𝐿 𝑘1 =
[𝑀][𝐿]
[𝑀𝐿2 ]
𝑀𝐿 + 𝐿 ↔ 𝑀𝐿2 𝑘2 = , 𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑟𝑢𝑠𝑛𝑦𝑎
[𝑀𝐿][𝐿]
[𝑀𝐿𝑛 ]
𝑀𝐿𝑛−1 + 𝐿 ↔ 𝑀𝐿𝑛 𝑘𝑛 =
[𝑀𝐿𝑛−1 ][𝐿]
Tetapan stabilitas K1, K2, …., Kn disebut sebagai tetapan stabilitas
berurutan (stepwise stability constants). Umumnya harga K1 > K2 > K3
> ….> Kn.
2.4 Faktor Efek Sterik
Efek sterik merupakan suatu efek yang didasarkan pada
kenyataan bahwa setiap atom dalam suatu molekul menempati suatu
ruang tertentu. Jika atom-atom saling berdekatan, maka akan timbul
pelepasan energi terkait yang disebabkan oleh saling tumpang-tindihnya
awan elektron (Pauli atau Pertukaran interaksi, atau repulsi Born), dan
hal ini dapat berpengaruh pada bentuk molekul tersebut (konformasi)
dan reaktivitasnya. Halangan sterik terjadi ketika gugus berukuran besar
pada suatu molekul mencegah reaksi kimia yang teramati dalam
molekul terkait dengan gugus yang lebih kecil.
Beberapa jenis efek sterik lain diantaranya:
a. Perlindungan Sterik

3
Terjadi ketika suatu gugus bermuatan pada suatu molekul
terlihat melemah atau dilindungi secara spasial oleh atom yang
kurang bermuatan (atau bermuatan lawan), termasuk ion lawan
dalam larutan.
b. Atraksi sterik
Terjadi ketika molekul memiliki bentuk atau geometri yang
dioptimalkan untuk berinteraksi satu sama lain. Dalam kasus ini,
molekul akan bereaksi satu sama lain paling sering dalam pengaturan
spesifik.
c. Penyeberangan rantai
Suatu rantai, cincin, atau kumpulan cincin tidak dapat berubah
dari satu konformasi ke konformasi lainnya apabila ia membutuhkan
suatu rantai (atau cincin - cincin tersebut adalah suatu rantai siklik)
untuk melewati dirinya sendiri atau rantai lain. Efek ini bertanggung
jawab atas bentuk yang teramati pada katenana dan simpul molekul.
d. Tolakan sterik
Tolakan sterik juga terlibat besar dalam menstabilkan koloid
oleh pelapisan permukaan dengan suatu polimer, serta dapat
menyebabkan pemendekan panjang ikatan, pelepasan perlindungan
sterik pada resonansi proton dan peningkatan frekuensi kompresional
dalam spektrum IR.
Adanya efek sterik dapat melemahkan ikatan logam dengan
ligan karena adanya gaya tolak menolak antar ligan yang terikat.
Efek sterik yang paling umum adalah efek yang menghambat
pembentukan kompleks yangdisebabkan oleh adanya suatu gugusan
besar yang melekat pada atau berada berdekatan dengan atom
penyumbang.

4
Efek sterik yang berbeda yang dihasilkan dari kekakuan ligan
fosfosit dibandingkan dengan ligand difosfil jenuh yang disamakan;
(a) ligan fosfen kaku, terkompleks dan terdisosiasi secara patologis;
(b) ligin diphosphine yang mudah dieksitasi dan terdisosiasi
sebagian. Sama dengan hasil kesetimbangan resonansi ( hanya satu
cincin yang ditunjukkan).
2.5 Aplikasi Efek Sterik
Dengan pengurutan penambahan substituen, efek sterik pada
posisi trans dapat digunakan untuk menghasilkan isomer yang
diinginkan dalam sistem yang rumit. Sebagai contoh, perhatikan
masalah sintesis dari tiga isomer geometri amminebromochloro-
(piridim) platinum (II). Dengan memanfaatkan pengetahuan tentang
efek trans, reaksi berikut disarankan dan dilakukan:

Selain posisi trans, penggunaan terbuat dari prinsip umum bahwa,


hal lain sama. ikatan logam halogen lebih labil daripada ikatan logam-
nitrogen. Dalam kasus ini "hal-hal lain yang setara" berarti bahwa pada
langkah 2 ion klorida yang dialirkan ke ion klorida lain akan diganti
lebih mudah daripada atom nitrogen yang mentransmisikan ion klorida.
Kelompok trans ke direktur trans paling berpengaruh lagi dilingkari.
Perhatikan bahwa hasil reaksi terakhir menunjukkan ion bromida
menjadi direktur trans yang lebih baik daripada klorida. Sintesis isomer
isomer kedua bera sama dengan pola yang sama:

5
Di sini juga, kelonggaran ikatan logam-klor menghasilkan
penggantian ion klorida dalam penggantian prefernsial piridina secara
pribadi pada tahap kedua dan pengaruh trans ion bromida menentukan
geometri akhir. Isomer ketiga dapat dibentuk sebagai berikut:

Dalam sintesis ini, posisi trans memprediksi pembentukan isomer


cis pada tahap pertama dan penggantian molekul amonia dialirkan ke
ion klorida (bukan satu trans ke piridin) pada tahap akhir. Kelemahan
inheren ikatan piatinum klorin langsung menjadi langkah kedua. Pada
langkah ketiga, lability inheren ini berlawanan dengan efek trans
labilizing trans. Oleh karena itu, fakta bahwa ion bromida yang masuk
menggantikan molekul amonia dan bukan ion klorida yang hanya dapat
diletakkan sebagai pengamatan empiris. Ini adalah contoh bagus dari
fakta bahwa efek trans memberi kita informasi kualitatif mengenai ligan
mana yang akan lebih labil (daripada jika tidak ada direktur trans)
namun tidak ada informasi tentang kemampuan ligan yang absolut
(Huheey,1993).

6
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Faktor sterik memiliki peran dalam menentukan kestabilan
senyawa koordinasi atau senyawa kompleks. Jika efek sterik rendah
maka akan dicapai suatu kestabilan senyawa kompleks yang akan
meningkat. Berbagai macam faktor yang menyebabkan adanya efek
sterik, begitupula dengan tegangan sterik dalam suatu molekul, semakin
besar tegangan dalam suatu molekul maka akan semakin besar energi
potensialnya, semakin rendah kestabilan molekul tersebut dan hal ini
otomatis menyebabkan bertambah besarnya kereaktifan molekul
tersebut.
3.2 Saran
Sebaiknya saat meninjau kestabilan senyawa kompleks melalui
efek sterik jika menginginkan kestabilan pada suatu senyawa kompleks
meningkat maka, efek sterik dibuat rendah begitupun juga jika
menginginkan ketidakstabilan pada suatu senyawa kompleks menurun
maka,efek sterik nya dapat dibuat tinggi.

7
Daftar Pustaka

Huheey, J. E., E. A. Keiter and R. L. Keiter. 1993. Inorganic


Chemistry:Principles of Structure and Reactivity. 4th edition.
Harpelcolling CollegePublisher. New York

Kartika, Bambang Sugiarto dan Dina. Teori Senyawa Koordinasi. Surabaya:


Unesa University Press, 2006.

Vogel. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Jilid 2. Jakarta:


Kalman Cedia Pusaka, 1990.

Anda mungkin juga menyukai