Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Senyawa kompleks adalah senyawa yang mengandung paling tidak satu ion

kompleks. Ion kompleks terdiri dari satu atom pusat (central metal cation) berupa

logam transisi ataupun logam pada golongan utama, yang mengikat anion atau

molekul netral yang disebut ligan (ligands). Agar senyawa kompleks dapat

bermuatan netral, maka ion kompleks dari senyawa tersebut, akan bergabung dengan

ion lain yang disebut counter ion. Jika ion kompleks bermuatan positif, maka

counter ion pasti akan bermuatan negatif dan sebaliknya (Himawan, 2012).

Ion kompleks dideskripsikan sebagai ion logam dan beberapa jenis ligan

yang terikat olehnya. Struktur dari ion kompleks tergantung dari 3 karakteristik, yaitu

bilangan koordinasi, geometri dan banyaknya atom penyumbang setiap ligan

(Himawan, 2012) :

1. Bilangan koordinasi

Bilangan koordinasi adalah jumlah dari ligan-ligan yang terikat langsung

oleh atom pusat. Bilangan koordinasi dari Co3+ dalam senyawa [Co(NH3)6]3+

adalah 6, karena enam atom ligan (N dari NH 3) terikat oleh atom pusat yaitu

Co3+. Umumnya, bilangan koordinasi yang paling sering muncul adalah 6, tetapi

terkadang bilangan koordinasi 2 dan 4 juga dapat muncul dan tidak menutup

kemungkinan bilangan yang lebih besar pun bisa muncul.

2. Geometri

Bentuk (geometri) dari ion kompleks tergantung pada bilangan koordinasi

dan ion logam itu sendiri. Tabel 1. memperlihatkan bahwa geometri ion
kompleks tergantung pada bilangan koordinasinya 2, 4, dan 6, dengan beberapa

contohnya. Sebuah ion kompleks yang mana ion logamnya memiliki bilangan

koordinasi 2, seperti [Ag(NH3)2]+, memiliki bentuk yang linier.

Tabel 1. Bilangan Koordinasi dan Bentuk dari beberapa ion kompleks

3. Atom penyumbang (donor atom)

Ligan-ligan dari ion kompleks merupakan anion ataupun molekul netral

yang menyumbang satu atau lebih atomnya untuk berikatan dengan ion logam

sebagai atom pusat dengan ikatan kovalen.

Etielendiamin (IUPAC: 1,2-diaminoethane), atau disingkat dengan en,

merupakan ligan khelat yang cukup banyak dikenal mudah membentuk senyawa

kompleks dengan logam transisi, misalnya [Co(en)3]3+. Senyawa kompleks

etilendiamin relatif mudah disintesis, yaitu dengan mereaksikan larutan logam dan

larutan en pada berbagai rasio. Banyaknya ligan en yang digunakan dalam reaksi

tersebut berpengaruh terhadap senyawa yang dihasilkan. Selain itu, keberadaan asam

akan mempengaruhi kestabilan spesi en di dalam larutan sehingga en dapat relatif

mudah terlepas atau bahkan sulit berikatan dengan ion logam pusat

(Khunur dkk., 2012).


Senyawa kompleks dapat digunakan dalam analisis kualitatif sebagai

pengembangan prosedur analisis logam berat. Logam-logam tersebut contohnya

logam cadmium dapat diubah menjadi suatu senyawa kompleks dan diikuti ekstraksi

dalam pelarut organik yang sesuai, sehingga konsentrasi logam dapat dianalisis

secara spektrofotometri. Sebagai contoh, campuran ion logam bervalensi dua, tiga,

dan empat dipisahkan melalui pembentukan senyawa kompleks dengan kupferon,

kompleks kupferon dari logam bervalensi dua dapat diekstraksi dengan pelarut

organik contohnya etanol dan eter, dan valensi tiga dan empat apat diekstraksi dari

pelarut air (Lestari dkk., 2014).

Sintesis senyawa kompleks melibatkan reaksi antara larutan yang

mengandung molekul atau ion negatif sebagai ligan. Beberapa molekul organik

seperti kupferon, 8-hidroksikuinolin (oksin), benzoilaseton dan lain-lain, dapat

berfungsi sebagai ligan dalam pembentukan kompleks dengan logam transisi. Salah

satu metode penentuan komposisi kompleks adalah dengan variasi kontinu atau

sering disebut metode Job. Ikatan antara inti dan ligan bersifat kovalen. Faktor Ph

dapat mempengaruhi pembentukan khelat logam yang kuat. Berbagai logam

membentuk kompleks pada pH tertentu (Lestari dkk., 2014).

Teori medan kristal (Bahasa Inggris: Crystal Field Theory), disingkat CFT,

adalah sebuah model yang menjelaskan struktur elektronik dari senyawa logam

transisi yang semuanya dikategorikan sebagai kom-pleks koordinasi. CFT berhasil

menjelaskan beberapa sifat-sifat magnetik, warna, entalpi hidrasi, dan struktur spinel

senyawa kompleks dari logam transisi, namun ia tidak ditujukan untuk menjelaskan

ikatan kimia (Himawan, 2012).


Gambar 1. Pemisahan Orbital d (splitting)

Diagram energi dari orbital menunjukkan bahwa semua orbital d memiliki

energi yang lebih tinggi dalam bentuk kompleks dibandingkan dalam bentuk keadaan

bebas. Ini disebabkan gaya tolak menolak dari ligan yang saling berdekatan. Tetapi,

akan terjadi pemisahan energi orbital, antara 2 orbital d yang memiliki energi yang

lebih tinggi dengan dengan 3 orbital lainnya. Orbital yang lebih tinggi dinamakan

orbital eg, dan orbital yang lebih rendah dinamakan orbital t2g. Pemisahan energi

dalam orbital ini disebut efek medan Kristal, dan perbedaan energi antara eg dan t2g

disebut energi pemisahan. Energi pemisahan ini di-pengaruhi oleh ligan. Semakin

kuat ligan, maka energi pemisahan semakin besar dan sebaliknya. Besarnya energi

pemisahan ini yang nantinya akan mempengaruhi warna dan sifat magnetik dari

kompleks (Himawan, 2012).

Gambar 2. Seri Spektrokimia


DAFTAR PUSTAKA

Himawan, A.A., 2012, Senyawa Kompleks. Teknik Kimia UNDIP.

Khunur, M.M., Sri W., Danar P., Darjito, Rachmat T.T., dan Yuniar P.P., 2012, Diktat
Praktikum Kimia Anorganik, Jurusan Kimia Universitas Brawijaya.

Lestari, I., Afrida, dan Aulia S., 2014, Sintesis dan Karakteristik Senyawa Kompleks
Logam Kadmium (II) dengan Ligan Kufperon, Jurnal Penelitian
Universitas Jambi Seri Sains, 16 (1): 1-8, ISSN: 0852-8349.

Anda mungkin juga menyukai