Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teori atom merupakan fondasi logis kimia. Namun, kimia tidak berbasiskan

atom saja. Kimia pertama akan muncul ketika atom bergabung membentuk molekul.

Proses yang menjelaskan bagaimana karakter hubungan atom dengan atom, yakni

pembentukan ikatan kimia sangat berperan dalam perkembangan kimia. Untuk

memahami ikatan kimia dengan sebenarnya diperlukan dukungan mekanika kuantum.

Kini mekanika kuantum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kimia. Jadi

mekanika kuantum sangat diperlukan bagi yang ingin mempelajari betapa pentingnya

ikatan kimia (Takeuchi, 2006).

Ilmu kimia memiliki banyak bidang kajian yang mempelajari tentang fakta,

konsep, hukum serta teori yang banyak berhubuungan langsung dengan kehidupan

sehari. Materi ikatan kimia menjelaskan tentang bagaimana atom-atom membentuk

ikatan, baik dengan atom yang sama maupun dengan atom yang berbeda. Ikatan

kimia terjadi karena sekelompok atom menunjukkan satu kesatuan yang lebih stabil

karena memiliki tingkat energi lebih renda daripada tingkat energi atom-atom

penyususnnya dalam keadaan terpisah (Effendy, 2013 dalam Safitri dkk., 2018).

Dalam ikatan kimia, terdapat reaksi pembentukan kompleks dan bukan

kompleks. Senyawa kompleks atau senyawa koordinasi dibentuk dari gabungan

antara asam Lewis yang berupa logam atau ion logam dan basa Lewis yang berupa

molekul netral atau ion negatif. Dalam kajian kimia kompleks atau koordinasi, basa

Lewis tersebut dikenal dengan nama ligan yang terdiri dari berbagai jenis dan

kelompok (Saputro, 2015).


1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Maksud percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami senyawa yang

mempunyai ikatan ion dan kovalen serta mengetahui dan memahami senyawa

kompleks dan bukan kompleks.

1.2.2 Tujuan percobaan

1. Membedakan senyawa yang mempunyai ikatan elektrovalen dan ikatan

kovalen.

2. Membedakan reaksi pembentukan kompleks dan bukan kompleks.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan ini adalah pengamatan pada perbedaan antara ikatan ion

dan ikatan kovalen dengan mengamati endapan yang dihasilkan ketika mereaksikan

NaCl, CCl4 dan CHCl3 dengan AgNO3, mereaksikan HCl, CH3COOH dan C2H5OH

dengan Metil Orange (MO), dan pengamatan pada perbedaan antara senyawa

kompleks dan bukan kompleks dari perubahan warna yang dihasilkan ketika

mereaksikan CuSO4 dengan NH4OH, BaCl2 dan K4Fe(CN)6, dan mereaksikan FeCl3

dan K3Fe(CN)6 dengan KCNS.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Teori atom adalah dasar pemikiran dari ikatan kimia. Namun, teori afinitas

lebih disukai kimiawan abad 18 karena dianggap sebagai asal teori ikatan kimia

modern, walaupun afinitas kimia termasuk teori reaksi kimia. Dasar teori afinitas

adalah konsep “like attract like” yaang berarti sesama menarik sesama

(Takeuchi, 2006).

Konsep kimia yang melibatkan ikatan antara atom dan atau molekul cukup

abstrak dan jauh dari pengalaman sehari-hari yang dapat menjelaskan kesulitan

pemahaman. Kesulitan-kesulitan ini merupakan sumber kesalahpahaman yang

penting yang harus diminimalisasi sebanyak mungkin, mengingat pentingnya konsep

ikatan kimia agar berhasil mengatasi studi bidang kimia lainnya seperti reaksi

kimia, struktur bahan, senyawa organik, protein, polimer, dan lain-lain

(Perez, dkk. 2017).

Ikatan kimia adalah ikatan yang terjadi apabila atom-atom suatu unsur

bergabung. Ikatan tersebut digunakan untuk membentuk suatu molekul dari dua atom

atau lebih. Ikatan kimia terbagi atas 3 jenis, yaitu ikatan ion, ikatan kovalen, dan

ikatan hidrogen. Untuk mengetahui ikatan kimia dengan lebih dalam, atom harus

dikenal lebih dalam. Dari awal abad 20, pemahaman tentang struktur atom

bertambah mendalam dan hal ini mempercepat perkembangan teori ikatan kimia

(Takeuchi, 2006).

Pada awal abad tersebut, pemahaman ilmuwan mengenai strukrur atom

semakin mendalam yang mengakibatkan teori ikatan kimia semakin berkembang

pesat. Kimiawan Jerman Albrecht Kossel menganggap kestabilan gas mulia


disebabkan konfigurasi elektronnya yang penuh yakni konfigurasi elektron di kulit

terluarnya, kulit valensi, terisi penuh. Albrecht berusaha memperluas interpretasinya

ke atom lain. Atom selain gas mulia cenderung mendapakatan muatan listrik

(elektron) dari luar atau memberikan muatan listrik ke luar, tergantung apakah jumlah

elektron di kulit terluarnya lebih sedikit atau lebih banyak dari atom gas mulia yang

terdekat dengannya. Bila suatu atom kehilangan elektron, atom tersebut akan menjadi

kation yang memiliki jumlah elektron yang sama dengan gas mulia terdekat,

sementara bila atom mendapatkan elektron, atom tersebut akan menjadi anion yang

memiliki jumlah elektron yang sama dengan atom gas mulia terdekatnya. Albrecht

menyimpulkan bahwa gaya dorong pembentukan ikatan kimia adalah gaya

elektrostatik antara kation dan anion. Ikatan kimia yang dibentuk disebut dengan

ikatan ionik (Takeuchi, 2006).

Sekitar tahun 1916, dua kimiawan Amerika, Gilbert Newton Lewis

(18751946) dan Irving Langmuir (1881-1957), secara independen menjelaskan

mengenai teori yang belum sempat terjelaskan oleh teori-teori Kossel dengan

memperluasnya untuk molekul non polar. Titik krisual mereka adalah penggunaan

bersama elektron oleh dua atom sebagai cara untuk mendapatkan kulit terluar yang

diisi penuh elektron. Penggunaan bersama pasangan elektron oleh dua atom atau

ikatan kovalen adalah konsep baru pada waktu itu (Takeuchi, 2006).

Dalam ikatan kimia, dikenal sebutan senyawa kompleks. Senyawa kompleks

merupakan senyawa yang tersusun dari atom pusat dan ligan. Atom pusat bisa berupa

logam transisi, alkali atau alkali tanah. Ion atau molekul netral yang memiliki atom -

atom donor yang dikoordi nasikan dengan atom pusat disebut dengan ligan. Senyawa
kompleks terbentuk akibat terjadinya ikatan kovalen koordinasi antara ion logam

atom pusat dengan suatu ligan (Lestari, 2014).

Menurut teori koordinasi dari Warner (1892) mengenai senyawa kompleks

yang menyatakan bahwa ion positif pada ion pusat atau pembentuk kompleks pada

umumnya menempati posisi pusat dalam molekul senyawa kompleks, sedangkan

ligan-ligan yang biasa merupakan ion negatif atau netral menyusun lingkaran

koordinasi dalam molekul atau senyawa kompleks. Koordinasi luar dari senyawa

kompleks terdiri dari ion negatif dan positif serta ion-ion lingkaran luar dengan ion

logam berikatan secara ionik. Sementara itu antara ion pusat dengan ligan berikatan

secara non ionik, sehingga lingkaran koordinasi dalam akan sulit mengalami disosiasi

apabila senyawa ini dilarutkan dalam air (Sulistryarti, 2017).

Suatu senyawa kompleks dapat disintesis dengan mereaksikan ligan dengan

logam yang merupakan penerima pasangan elektron (atom pusat) . Berdasarkan

banyaknya elektron yang dapat didonorkan oleh ligan, ligan dapat dibagi menjadi 3

yaitu ligan monodentat, ligan bidentat dan ligan multidentat. Ligan monodentat dapat

mendonorkan 1 pasang elektron ke atom pusat, ligan bidentat dapat mendonorkan 2

pasang elektron ke atom pusat dan ligan multidentat dapat mendonorkan banyak

elektron ke atom pusat sehingga dapat membentuk suatu kelat (Binahja dkk, 2008).

Senyawa kompleks terbentuk karena ion sederhana berinteraksi dengan ion-

ion lain yag bermuatan atau molekul netral. Ion kompleks umumnya terdiri dari satu

atom pusat dengan sejumlah ligan-ligan yang diikat langsung oleh ion pusat. Jumlah

maksimum ligan yang dapat diikat langsung oleh ion pusat dinamakan bilangan

koordinasi ion pusat tersebut. Umumnya bilangan koordinasi ion logam (atom pusat)

adalah 2 kali muatan ionnya (Sulistryanti, 2017).


Ion kompleks biasanya ditulis dengan rumus sebagai berikut

(Sulistryanti, 2017) :

[Fe(CN)6]-3 = heksa siano ferat (III)

[Cu(NH3)4]2+ = tetra aminokuprat (II)

[Cu(CN)4]+ = tetra siano kuprat (I)

[Ag(CN)2]- = disiano argentat (I)

[CO(H2O)6]3+ = heksaakuo kobalt (III)

Cara pemberian nama ion kompleks terbagai menjadi 6 tahapan, sebagai

berikut (Sulistryanti, 2017) :

1. Dalam senyawa koordinasi seperti senyawa ionik sederhana lainnya, kation

disebut dahulu kemudian diikuti oleh anion.

2. Dalam ion kompleks, ligan disebut dahulu kemudian diikuti oleh nama ion pusat

(logam).

3. Nama pada ion bermuatan negatif diberi akhiran “o”, untuk (CN)- = siano;

(H2O) = akuo; (NH3) = amino; (NO) = nitroso, dan sebagainya.

4. Jumlah ligan sederhana yang terikat diberi nama mono, di, tri, tetra, dan

seterusnya, sedangkan ligan kompleks diberi nama bis, tris, tetraksi, dan

seterusnya.

5. Tingkat bilangan oksidasi ion pusat diberi tanda sesuai dengan bilangan Romawi,

misalnya [Cu(NH3)4]2+ = tetra tembaga (II)/

6. Bilangan ligan yang terikat ion pusat lebih dari satu, maka urutan pemberian

nama dimulai dengan menyebutkan :

a. Ligan negatif

b. Ligan netral

c. Ligan positif
Contoh : [Co(NH3)4(NO2)Br]+

Ion nitro-bromato tetra amino kobalt (III)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat Percobaan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah pipet tetes, tabung reaksi,

sikat tabung, labu semprot, rak tabung dan gelas piala.

3.2 Bahan Percobaan

Bahan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah NaCl, AgNO3, CHCl3,

KCNS, CH3COOH, C2H5OH, K3Fe(CN)6, HCl, M.O, BaCl2, CuSO4, K4Fe(CN)6,

NH4OH, FeCl3.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Pengendapan Garam Nitrat

Disiapkan 3 buah tahung reaksi. Masing-masing tabung reaksi diisi dengan

AgNO3. Diisi tabung (1) dengan NaCl, tabung (2) dengan C2H5OH, dan tabung (3)

dengan CHCl3, masing-masing sebanyak 3 tetes. Diamati dan dicatat perubahan yang

terjadi.

3.3.2 Reaksi dan Indikator Metil Orange (MO)

Disiapkan 3 buah tabung reaksi. Diisi tabung (1) dengan HCl, tabung (2)

dengan CH3COOH dan tabung (3) dengan C2H5OH, masing-masing sebanyak 3,5

mL. Dan ditetesi setiap tabung reaksi dengan indikator Metil Jingga (MO). Diamati

dan dicacat perubahan yang terjadi.


3.3.3 Pengendapan Garam Hidroksida

Disiapkan 2 buah tabung reaksi yang diisi dengan CuSO4 sebanyak 1 ml.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan praktikum di atas, dapat disimpulkan bahwa:

1. senyawa yang memiliki ikatan ion dan ikatan kovalen dapat dibedakan pada saat

dilarutkan dalam pelarutnya. Ikatan ion memiliki endapan ketika dilarutkan

dalam pelarutnya.

2. senyawa kompleks dan bukan kompleks juga dapat dibedakan pada saat

dilarutkan dalam pelarutnya. Pada kelarutan garam hidroksida, senyawa

kompleks berubah warna menjadi merah kecoklatan, sedangkan senyawa bukan

kompleks berwarna kuning (tetap).

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk Laboratorium

Sebelum melakukan praktikum perlu diadakan pembersihan secara berkala

dan penyusunannya dibuat serapi mungkin agar praktikan tertarik dan merasa nyaman

saat melakukan praktikum.

5.2.2 Saran untuk Asisten

Dipertahankan keramahan dan ketegasannya dalam membimbing kami

khususnya pada pembuatan laporan.


DAFTAR PUSTAKA

Binadja, A., Wardani, S., dan Nugroho, S., 2008, Keberkesanan Pembelajaran Kimia
Materi Ikatan Kimia Berevisi Sets pada Hasil Belajar Siswa, Jurnal Inovasi
Pendidikan Kimia, 2 (2): 256-262.
Lestari, Intan. 2014. Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Kompleks Logam Kadium
(II) dengan Ligan Kufperon, Universitas Jambi, 16 (1): 8
Perez, B.R.J., Perez, B.E.M., Calatayut, L.M., Lopera, G.R., Montensions, S.V.J., dan
Gil, T.E., 2017, Student’s Misconceptions on Chemical Bonding: A
Compereative Study Between High School and First Year UniversityStudents,
Asian Journal of Education and E. Learning (JSSN), 5 (1): 2.
Safitri, A. F., Widarti, H. R. Dan Sukarianingsih, D., 2018, Identifikasi Pemahaman
Konsep Ikatan Kimia, Jurnal Pembelajaran Kimia, 3 (1): 41
Saputro, A. N. C., 2015, Konsp Dasar Kimia Koordinasi, Yogyakarta : Deepublish.
Sulistryanti, H., 2017, Kimia Analisa Dasar untuk Analisis Kualitatif, Malang :
Tim UB Press.
Takeuchi, Y., 2006, Pengantar Kimia, Tokyo: Iwanami Publishing Company.
Lampiran 1. Bagan Kerja

1. Pengendapan Garam Nitrat

AgNO3 1 mL

- Dimasukkan kedalam 3 buah tabung reaksi

- Ditambahkan NaCl 3 tetes ke dalam tabung (1)

- Ditambahkan CCl4 3 tetes pada tabung (2)

- Ditambahkan CHCl3 3 tetes pada tabung reaksi (3)

- Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi

Hasil

Catatan : Dalam percobaan pengendapan garam nitrat, CCl4 diganti dengan C2H5OH

dengan perlakuan yang sama.

2. Reaksi dengan Indikator Metil Orange

HCL 2,5 mL CH3COOH 2,5 mL C2H5OH 2,5 mL

- Dimasukkan ke dalam 3 buah tabung reaksi

- Ditambahkan Metil jingga

- Diamati dan dicatat hasilnya

Hasil
3. Pengendapan Garam Hidroksida

3.1 Penambahan Amonium Hidroksida

CuSO4 1 mL
- Dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi

- Ditambahkan amonium hidroksida sampai tidak terjadi endapan

- Ditambahkan larutan BaCl2 3 tetes pada tabung (1)

- Ditambahkan K4Fe(CN)6 3 tetes pada tabung (2)

- Diamati dan Dicatat perubahan yang terjadi

Hasil \

3. 2 Tanpa Amonium Hidroksida


CuSO4 1 mL

- Dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi

- Ditambahkan larutan BaCl2 3 tetes pada tabung (1)

- Ditambahkan K4Fe(CN)6 3 tetes pada tabung ke (2)

- Diamati dan mencatat perubahan yang terjadi


Hasil

4. Reaksi dengan Kalium Tiosianat (KCNS)

FeCl3 1 mL K4Fe(CN)6 1 mL

Dimasukkan ke dalam Dimasukkan ke dalam


tabung reaksi (1) tabung reaksi (2)

- Ditambahkan KCNS 3 tetes

- Diamati perubahan yang terjadi

- Dicatat peubahan yang terjadi

Hasil

Anda mungkin juga menyukai