Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

KURING DAGING DAN​ CHICKEN NUGGET

Oleh:
Clarissa Dian (01034170016)
Eunike Jasmine (01034170050)
Friska Yolanda (01034170044)
Gianova, Stevany N. (01034170054)
Marceline Megan (01034170061)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG
2018
BAB III
METODE KERJA

3.1 Kuring Daging


3.1.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum kuring daging adalah plastik,
alat suntik, baskom, pisau, timbangan, ​refrigerator​, pH meter, indikator pH
universal. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging sapi
tanpa lemak, air, dan garam kuring.

3.1.2 Prosedur Kerja


3.1.2.1 Preparasi Daging
1. Daging ditimbang sebanyak 200 gram.
2. Bagian lemak daging dihilangkan.
3. Daging dipotong menjadi ukuran 4x4 cm.
4. 4-5 buah daging potong dimasukkan ke dalam kantung plastik.
3.1.2.2 Kuring Daging dengan Metode Pembaluran
1. Garam kuring dibalurkan pada permukaan daging secara merata.
2. Daging dimasukkan ke dalam kantung plastik lalu ditutup.
3. Daging disimpan pada suhu 2-4​o​C selama 24 jam.
4. Dilakukan pengamatan daging kuring pada jam ke-24, 48, dan 72.
3.1.2.3 Kuring Daging dengan Metode Penyuntikan
1. Garam kuring dilarutkan dengan air sebanyak 20 ml.
2. Daging dimasukkan ke dalam kantung plastik.
3. Larutan kuring disuntikan ke dalam daging secara merata.
4. Daging disimpan pada suhu 2-4​o​C selama 24 jam.
5. Pengamatan dilakukan pada jam ke-24, 48, dan 72.
3.1.2.4 Kuring Daging dengan Metode Pembaluran dan Penyuntikan
1. Garam dibagi menjadi 2 bagian.
2. Setengah bagian garam kuring dibalurkan pada permukaan daging.

1
3. Daging yang telah dibalur dimasukkan ke dalam kantung plastik.
4. Setengah bagian dari sisa garam kuring dilarutkan dengan air
sebanyak 20 mL.
5. Larutan kuring disuntikan ke dalam daging secara merata.
6. Daging disimpan pada suhu 2-4​o​C selama 24 jam.
7. Pengamatan dilakukan pada jam ke-24, 48, dan 72.

3.2 ​Chicken Nugget


3.2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ​chicken nugget adalah
timbangan, baskom, pisau, plastik, talenan, loyang, food processor,​ ​freezer​,
dan ​deep fat fryer.​ Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
daging ayam, tepung terigu, tepung tapioka, tepung maizena, air, es batu,
ISP, garam, pala, lada, ​garlic powder,​ MSG, dan tepung roti.
3.2.2 Prosedur Kerja
1. Daging ayam ditimbang sebanyak 300 gram lalu dicuci dan dipotong.
2. Bahan-bahan ditimbang sesuai formulasi.

3. Daging ayam digiling dan sedikit es batu digiling dengan ​food


processor.​
4. Daging dan bahan lainnya dicampurkan ke dalam​ food processor​.
5. ISP dan sisa es batu ditambahkan ke dalam ​food processor​.
6. Hasil adonan ditimbang.
7. Adonan dicetak dengan ketebalan kurang lebih 1,5 cm di dalam
freezer (​ minimal 30 menit).
8. Bahan-bahan untuk adonan​ batter d​ isiapkan.

2
9. Chicken nugget ​beku dicelupkan ke dalam adonan battering hingga
semua bagian permukaan tertutup ​batter.​
10. Chicken nugget ​yang telah dilapisi batter digulingkan pada tepung
roti.
11. Semua ​chicken nugget ​yang diperoleh ditimbang (sebanyak 5 buah).
12. Chicken nugget​ disimpan di dalam​ freezer ​selama 15 menit.
13. Chicken nugget digoreng dalam minyak panas dengan suhu
160-170​o​C selama 1,5 menit dengan metode ​deep fat frying.​
14. Suhu internal ​chicken nugget ​diamati, chicken nugget harus digoreng
lagi dalam minyak panas sampai kecoklatan jika suhu internal tidak
mencapai 75​o​C.
15. Produk chicken nugget yang dihasilkan ditimbang lalu dilakukan uji
organoleptik terhadap warna, tekstur, dan rasa.

3
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kuring Daging


4.1.1 Tujuan Kuring pada Daging
Kuring merupakan sebuah teknik yang dikembangkan untuk
mempertahankan mutu produk pangan yang mudah busuk, seperti daging.
Proses kuring daging dilakukan dengan penggaraman. Melalui
penggaraman warna merah cerah pada daging juga mulai terbentuk.
Berbagai jenis garam yang digunakan dapat mempengaruhi warna merah
yang terbentuk pada daging. Penggunaan potassium nitrat sebagai garam
mampu menghasilkan warna merah yang menarik. Selain untuk memberi
warna merah, garam juga berperan dalam mengontrol pertumbuhan
mikroba, dengan mempengaruhi nilai A​w​. Dengan penambahan garam,
maka nilai A​w akan menurun dan menghambat pertumbuhan mikroba
sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Kuring daging juga mampu
mengubah karakteristik tekstur, rasa, dan keamanan dari daging (Tarté,
2009).

4.1.2 Pengaruh Metode Kuring terhadap Daging Kuring yang Dihasilkan


Berdasarkan Grafik 4.1, 4.2 dan 4.3 dapat dilihat bahwa tekstur
daging yang keras diperoleh dari perlakuan kelompok 1 dan 2 (​dry
curing​/pembaluran) yang cenderung stabil pada jam ke-24 dan 48 namun
tidak stabil pada jam ke-72. Ketidakstabilan hasil pada jam ke-72 bisa
terjadi dikarenakan pengujian organoleptik yang dilakukan oleh orang
yang berbeda. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh
Gebarowski dan Marianski (2005) bahwa pada proses ​dry curing a​ tau
pembaluran, penetrasi garam berjalan lebih cepat dibandingkan dengan ​wet
curing ​yang pada percobaan ini dilakukan dengan proses pembaluran
sehingga tekstur daging menjadi keras. Hal ini terjadi dikarenakan pada

4
proses ​dry curing,​ garam yang dibalurkan di permukaan daging mulai
berpenetrasi ke dalam daging menggunakan air yang berada pada
permukaan daging dan pada waktu yang bersamaan air yang ada di dalam
daging mulai berjalan keluar. Pada akhirnya, ketika seluruh garam telah
masuk ke dalam daging dan tidak ada lagi air yang berjalan keluar maka
didapatkan sebuah titik kesetimbangan. Pada titik ini, garam yang terdapat
di dalam daging membengkak dikarenakan kemampuannya untuk
mengikat air di dalam daging. Kejadian ini berlawanan dengan metode ​wet
curing ​karena pada proses injeksi, garam kuring yang telah dilarutkan
dengan air disuntikkan ke dalam daging menyebabkan jumlah air yang ada
di dalam daging lebih banyak dibandingkan ​dry curing. Selain itu, karena
garam sudah disuntikkan langsung ke dalam jaringan daging, maka garam
tidak lagi perlu berpenetrasi ke dalam yang menyebabkan jumlah air keluar
lebih sedikit. Maka, garam yang sudah ada di dalam akan langsung
mengikat air yang ada pada daging menyebabkan jumlah air yang diikat
semakin banyak dan jumlah air yang keluar dari daging semakin sedikit.
Pada akhirnya, tekstur daging dengan sistem ​wet curing/i​ njeksi
akan menjadi lebih lunak dibandingkan dengan tekstur daging yang
dilakukan dengan pembaluran dikarenakan jumlah air yang diikat pada ​wet
curing ​lebih besar dibandingkan dengan ​dry curing.​ Jika disesuaikan
dengan tujuan dilakukannya kuring pada daging yang dinyatakan oleh
Tarté (2009), maka pada percobaan ini, tekstur daging kuring yang terbaik
ada pada metode pembaluran karena jumlah air yang terdapat pada daging
lebih sedikit sehingga jumlah A​w yang digunakan oleh mikroorganisme
untuk bertumbuh juga semakin mengecil menyebabkan produk daging
menjadi lebih tahan lama. Namun masih ada kemungkinan bahwa hasil
percobaan lain berbeda dengan hasil percobaan ini. Hal ini dikarenakan,
pada percobaan ini digunakan daging yang rendah lemak atau memiliki
lemak yang sedikit sehingga penetrasi garam ke dalam daging lebih cepat
terjadi sehingga proses ​dry curing ​menghasilkan tekstur daging yang

5
paling baik. Namun ketika digunakan daging yang memiliki lemak yang
banyak maka penetrasi garam pada proses ​dry curing t​ idak berjalan
maksimal sehingga proses ​wet curing ​atau kombinasi juga dapat
menghasilkan produk daging kuring yang lebih baik.

Grafik 4.1 ​Grafik hasil uji warna dan tekstur kuring selama 24 jam

Grafik 4.2 ​Grafik hasil uji warna dan tekstur kuring selama 48 jam

6
Grafik 4.3 ​Grafik hasil uji warna dan tekstur kuring selama 72 jam

Selain tekstur, warna pada daging kuring daging juga berfungsi


sebagai salah satu faktor penilaian dimana sesuai dengan tujuan
dilakukannya kuring, warna merah yang stabil merupakan warna yang
terbaik bagi daging kuring. Dari grafik 4.2 dan 4.3 dapat dilihat bahwa
perlakuan kelompok 4 (​wet curing/​penyuntikan) cenderung menghasilkan
warna merah cerah dan stabil. Menurut Gebarowski dan Marianski (2005),
hasil yang stabil ini bisa diperoleh dikarenakan daging kuring tersebut
tidak mengalami proses oksidasi sehingga warnanya cenderung cerah dan
stabil. Selain itu, berdasarkan grafik 4.1, 4.2 dan 4.3 diperoleh data bahwa
daging kuring dari kelompok 1,2,3,5, dan 6 yang menghasilkan warna
daging yang tidak stabil. Hal ini bisa terjadi dikarenakan adanya warna
merah pekat daging (nitrosomyoglobin) mengalami proses oksidasi dan
menjadi metmioglobin (pigmen cokelat).

7
Grafik 4.4 ​Grafik nilai pH kuring daging selama 24, 48, dan 72 jam

Terakhir, Berdasarkan Grafik 4.4 dapat dilihat bahwa secara


keseluruhan, rata-rata hasil menunjukkan bahwa semakin lama daging
kuring disimpan maka pH dari daging kuring tersebut mengalami
penuruan. Namun hasil ini tidak berlaku bagi perlakuan ke-6 dimana pada
jam ke-48 pH daging kuring meningkat sehingga hasil akhirnya cenderung
fluktuatif. Keadaan pH yang menurun ini pada dasarnya dinyatakan oleh
Sams (2001) bahwa selama proses pengikatan garam nitrit dengan
mioglobin, dihasilkan beberapa asam berupa asam nitrat dan asam nitrit.

4.1.3 Mekanisme Pembentukan Warna Merah Daging akibat Proses


Kuring
Salah satu tujuan dari kuring yaitu terbentuknya warna merah pada
daging. Warna merah pada daging diperoleh melalui penambahan nitrit
dengan konsentrasi tertentu. Nitrit akan membentuk nitrogen monoksida
melalui beberapa tahapan. Pembentukan nitrogen monoksida merupakan
hal yang terpenting dalam proses kuring, sebab nitrogen monoksida yang
bereaksi dengan mioglobin akan menghasilkan pigmen merah pada daging
kuring. Ion nitrit (NO₂​-​) akan bereaksi dengan H​+ ketika nitrit dalam
daging larut dalam air dan pada kondisi asam lemah sehingga terbentuk
HNO​2​. HNO​2 akan bereaksi dan menghasilkan N​2​O​3 dan terdisosiasi

8
menjadi NO dan NO​2​. Saat pemanasan akan terbentuk
nitrosyl-hemochrome yang berwarna merah muda ketika NO bereaksi
dengan pigmen daging dan menghasilkan NOMb (​Nitric Oxide
Myoglobin)​ (Tarté, 2009).

Gambar 4.1 ​Diagram pembentukan ​Nitrosyl-Hemochrome​ pada daging


Sumber : Brown (2008)

4.2 Chicken Nugget


4.2.1 Fungsi Penambahan Es Batu dalam Pembuatan ​Chicken Nugget
Dalam pembuatan ​chicken nugget, e​ s batu seringkali digunakan
sebagai bahan tambahan pada proses penggilingan bahan/adonan. Terbukti
pada percobaan pembuatan ​chicken nugget​, es batu ditambahkan pada
penggilingan daging dan penambahan ISP di ​food processor​. Menurut
Reny (2016), penambahan air es atau es batu digunakan untuk
mempertahankan suhu adonan agar tetap dingin. Linda (2017)
menambahkan bahwa suhu adonan yang dingin sebaiknya kurang dari
15℃. Pendinginan ini dilakukan untuk mencegah denaturasi protein
aktomiosin oleh panas yang dimana dapat dihasilkan dari gaya gesek
selama proses penggilingan. Selain itu, dikatakan oleh Amaliyah (2009)
bahwa es juga dapat berfungsi sebagai air (fase pendispersi) yang dapat
digunakan untuk membantu pembentukan adonan, membantu perbaikan
tekstur nugget, membuat adonan menjadi tidak kering dan juga bisa
berfungsi sebagai pengikat karena air es dengan suhu yang rendah dapat
membantu proses pembentukan gel sehingga tekstur adonan menjadi
kompak.

9
4.2.2 Fungsi Pembekuan Minimal 30 Menit dalam Pembuatan ​Chicken
Nugget
Dalam proses pembuatannya, nugget dibekukan terlebih dahulu
sebelum dicelupkan ke dalam batter. Dikatakan oleh Sams (2001) bahwa
sebelum dilakukan pembentukan pada ​chicken nugget, ​suhu adonan harus
dikurangi terlebih dahulu untuk membantu pembentukan produk.
Pendinginan ini harus dilakukan dengan waktu tertentu dan cukup lama
supaya adonan daging menjadi keras dan mudah dipotong/dibentuk. Jika
adonan daging yang diperoleh terlalu lunak, maka bentuk akhir ​nugget
yang diperoleh berantakan dan hancur.

4.2.3 Pengaruh Formula ​Batter yang berbeda terhadap Kelekatan dengan


Crust Chicken Nugget​ yang Dihasilkan
Batter d​ apat dibuat dari berbagai jenis tepung. Formula ​batter
sangat fleksibel, memungkinkan untuk pengembangan produk makanan.
Formula ​batter y​ ang berbeda akan berpengaruh terhadap kelekatan dengan
crust ​chicken nugget​. Tepung yang memiliki ​Water Binding Capacity
(WBC) tinggi seperti tepung berbasis protein akan menyebabkan
kemampuan ​coating pick-up ​meningkat. Selain itu, viskositas yang tinggi
juga dapat meningkatkan ​coating pick-up.​ Dengan meningkatnya ​coating
pick up berarti kelekatan dengan ​crust chicken nugget semakin baik pula.
Menurut Martínez et al. (2014), kandungan pati pre-gelatinisasi yang lebih
besar akan menyebabkan kapasitas penyerapan air lebih tinggi dan
viskositasnya pun meningkat sehingga menghasilkan nilai ​coating pick-up
yang lebih tinggi. Untuk mendapatkan ​batter dengan kualitas yang baik,
Primo-Martin et al., (2010) mengatakan bahwa dapat juga ditambahkan
gums ​dan ​hydrocolloids dalam formulasi karena memiliki kemampuan
untuk menyerap dan menahan air serta bertindak sebagai pengatur
viskositas.

10
4.2.4 Suhu Internal ​Chicken Nugget
Saat menggoreng ​chicken nugget,​ kita harus memperhatikan suhu
internalnya. Menurut Komansilan (2015), suhu internal ​chicken nugget
perlu mencapai 75°C dikarenakan pada suhu ini, daging akan mengalami
pembentukan gel dan ketika didinginkan akan membentuk padatan.
Pembentukan gel ini bisa terjadi dikarenakan adanya pemanasan pada
daging sehingga menyebabkan terjadinya konversi kolagen menjadi gelatin
menyebabkan jaringan ikat menjadi lunak dan serat-serat daging akan
mengeras. Mengerasnya serat-serat daging terjadi karena koagulasi dari
protein myofibril. Ditambahkan oleh Setyoadjie (2018), penggorengan
pada suhu tertentu dapat dilakukan untuk menghancurkan atau membunuh
mikroorganisme dan meningkatkan ​eating quality ​dari suatu bahan pangan.

4.2.5 Pengaruh Formulasi ​Batter terhadap Hasil Rendemen dan Uji


Organoleptik
Formulasi ​batter y​ ang berbeda akan mempengaruhi hasil akhir
produk ​chicken nugget ​seperti hasil rendemen dan sifat organoleptiknya.
Menurut Sunarsi ​et al​., (2011), persentase rendemen dipengaruhi oleh daya
ikat air dan sifat mengembang dari kandungan masing-masing tepung yang
digunakan. Berdasarkan grafik 4.5, dapat dilihat bahwa rendemen
pemasakan terbesar adalah ​chicken nugget yang formulasi ​battern​ ya hanya
150 gram tepung terigu sedangkan rendemen pemasakan terkecil adalah
chicken nugget ​yang formulasi ​batternya ​hanya 150 gram tepung maizena.
Hal ini disebabkan oleh tepung terigu merupakan tepung yang memiliki
kandungan protein lebih banyak daripada tepung maizena. Hal ini sesuai
dengan teori yang dikatakan Soeparno (2005) bahwa semakin tinggi
protein dalam suatu bahan maka bahan tersebut akan memiliki kemampuan
mengikat air yang lebih besar. Dengan kemampuan mengikat air yang
lebih besar, maka semakin sedikit air yang keluar dari bahan dan

11
persentase rendemennya pun akan semakin besar. Semakin tinggi
rendemennya, maka semakin baik produk ​chicken nugget t​ ersebut karena
jumlah air yang keluar semakin sedikit dan semakin rendah rendemennya
maka produk ​chicken nugget tersebut dapat dianggap kurang baik karena
jumlah air yang keluar semakin banyak. Oleh karena itu, biasanya tepung
maizena bukan digunakan sebagai bahan utama melainkan sebagai bahan
pelengkap bersama tepung yang lain.

Grafik 4.5 ​Hasil rendemen ​chicken nugget​ dengan formulasi ​batter y​ ang berbeda

Grafik 4.6​ Hasil uji organoleptik ​chicken nugget​ dengan formulasi ​batter y​ ang berbeda

12
Pada grafik 4.6, dapat dilihat pengaruh formula ​batter yang berbeda
terhadap sifat organoleptik ​chicken nugget y​ ang meliputi kelekatan,
kekompakkan, kekenyalan, dan rasa. Kelekatan ​chicken nugget
dipengaruhi oleh WBC formula ​batter yang digunakan. Semakin tinggi
nilai WBC maka semakin tinggi pula tingkat kelekatannya. Menurut
Syamsir (2012), pemilihan jenis protein yang ditambahkan juga serta
pelapisan tepung roti akan mempengaruhi kelekatan lapisan coating ke
bahan utama. Apabila tepung roti memiliki partikel yang halus maka daya
rekat dari adonan chicken nugget akan semakin kuat. Berdasarkan grafik
4.6, dapat dilihat bahwa formula ​batter B dan ​batter ​F memiliki kelekatan
antara daging dan tepung yang paling tinggi sedangkan formula ​batter C
dan formula ​batter ​E memiliki kelekatan antara daging dan tepung yang
paling rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan protein
yang berbeda antara tepung yang satu dengan yang lain serta komposisi
tepung yang digunakan berbeda sehingga tingkat kelekatannya pun
berbeda.
Berdasarkan percobaan, ​chicken nugget dengan formulasi C dan D
menghasilkan produk dengan nilai kekenyalan yang paling tinggi. Dengan
komposisi tepung terigu : tepung maizena sebesar 120 : 30 dan sebaliknya
akan menghasilkan ​chicken nugget dengan kekenyalan yang baik. Pada
komposisi tersebut, air terikat dengan baik sehingga hanya sedikit air yang
hilang. Menurut Komansilan (2015), kekenyalan dari ​chicken nugget
dipengaruhi oleh daya pengikatan air dimana tekstur dan kekenyalan yang
baik tercapai saat jumlah air yang hilang hanya sedikit saja. Struktur
miofibril, kandungan jaringan ikat, dan daya mengikat air oleh protein
berpengaruh terhadap kekenyalan dari daging. Selain itu, faktor seperti
antemortem yang meliputi genetik, umur, jenis kelamin serta stress ternak
dan faktor postmortem yang meliputi pembekuan, metode pengolahan,
pemasakan, penambahan bahan pengempuk juga mempengaruhi
kekenyalan daging.

13
Secara keseluruhan pembuatan ​chicken nugget dengan formulasi A
sampai F tidak menghasilkan rasa ​chicken nugget yang ​off flavor.​ Namun,
dengan formulasi C, c​hicken nugget ​yang dihasilkan memiliki cita rasa
yang paling rendah sedangkan dengan formulasi E menghasilkan cita rasa
yang paling tinggi sehingga rasa ​chicken nugget yang terbaik didapatkan
dari formulasi E.

14
BAB V
KESIMPULAN

Kuring daging merupakan sebuah teknik yang digunakan untuk


memberikan warna merah yang menarik pada daging dengan penambahan nitrit
yang bereaksi dengan mioglobin melalui beberapa tahapan, mengontrol
pertumbuhan mikroba dengan mempengaruhi nilai A​w​, mengubah karakteristik
tekstur, rasa, dan keamanan daging. Kuring dapat dilakukan melalui metode ​dry
curing (pembaluran), ​wet curing,​ dan kombinasi antara ​wet curing dan ​dry curing.​
Dengan metode ​wet curing serta metode kombinasi didapatkan hasil kuring
daging yang lebih baik daripada menggunakan metode ​dry curing​. Hal ini
disebabkan oleh penetrasi garam yang berjalan lebih cepat sehingga daging
menjadi keras apabila menggunakan metode ​dry curing.​
Dalam pembuatan ​chicken nugget terdapat penambahan es yang berfungsi
untuk menjaga suhu adonan, sebagai fase pendispersi, dan sebagai pengikat dalam
proses pembentukan gel. Selain penambahan es, ​chicken nugget juga dibekukan
guna proses pencetakan. Dalam proses penggorengan, suhu internal perlu
mencapai 75°C supaya daging mengalami pembentukan gel dan akan berbentuk
padat ketika didinginkan. Pemilihan ​batter ​untuk chicken nugget perlu
memperhatikan kemampuan tepung dalam mengikat air. Tepung yang memiliki
WBC tinggi akan meningkatkan ​coating pick-up​. Penggunaan tepung terigu
menghasilkan rendemen pemasakan terbesar sebab memiliki kemampuan
pengikatan air yang lebih baik. Dengan formula B dan F, maka akan dihasilkan
chicken nugget dengan kelekatan yang paling baik, sebab dengan formulasi
tersebut hanya sedikit air yang hilang. Dengan formulasi C dan D, ​chicken nugget
yang dihasilkan memiliki kekenyalan yang paling tinggi. Secara keseluruhan,
formulasi-formulasi tersebut tidak menyebabkan ​off flavor dari cita rasa ​chicken
nugget.​

15
DAFTAR PUSTAKA

Amaliyah, Nurul. ​Perbedaan Kualitan Nugget Kacang Merah (Phaseoulus


Vulgaris) Sebagai Alternatif Makanan Untuk Vegetarian.​ Master's thesis,
Universitas Negeri Semarang, 2009. Accessed January 30, 2019.
https://lib.unnes.ac.id/10804/1/6709.pdf.

Brown, Amy. ​Understanding Food: Principles & Preparation, Third Edition.​


Belmont: Thomson Learning, Inc. 2008. Diakses pada 30 Januari 2019.
https://books.google.co.id/books?id=edPzm5KSMmYC&pg=PA127&lpg=P
A127&dq=nitrosyl+hemochrome+adalah&source=bl&ots=2fWv7UhrpP&sig
=ACfU3U0wa5DI4gUYYCd8oR1UZvWZKarxLg&hl=en&sa=X&ved=2ah
UKEwiCnNfCwpjgAhWZTn0KHX9mCtoQ6AEwBXoECAMQAQ#v=onep
age&q&f=false.

Gebarowski, Miroslaw and Stanley Marianski. 2005. “Curing Methods,” Wedliny


domowe Online. Accesed February 1, 2019.
https://www.meatsandsausages.com/sausage-making/curing/methods.

Gebarowski, Miroslaw and Stanley Marianski. 2005. “Curing Methods,” Wedliny


domowe Online. Accesed February 1, 2019.
https://www.meatsandsausages.com/sausage-making/curing/nitrates.

Komansilan, Sylvia. ​Pengaruh Penggunaan Beberapa Jenis Filler Terhadap SIfat


Fisik Chicken Nugget Ayam Petelur Afkir. Jurnal Zootek Vol. 35 No. 1
(Januari 2015): 106-116. Accesed February 1, 2019.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/zootek/article/view/7107/6619.

Linda, Nur. ​Kadar Air, Kadar Serat Dan Vitamin C Chicken Nugget Pada Jenis
Dan Lebel Penambahan Pasta Tomat.​ Master's thesis, Universitas
Hasanuddin, 2017. Accessed January 31, 2019.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/24475/SKRIPSI.pdf
?sequence=1.

Martínez, M. M., Rosell, C. M., & Gómez, M. Modification of wheat flour


functionality and digestibility through different extrusion conditions.
Journal of Food Engineering(2014), 143, 74–79.

Primo-Martín, C., Sanz, T., Steringa, D. W., Salvador, A., Fiszman, S. M., & Van
Vliet, T. Performance of cellulose derivatives in deep-fried battered snacks:
Oil barrier and crispy properties. Food Hydrocolloids(2010), 24, 702–708.

Reny, Ayu Angga. ​Penentuan Formulasi Daging Ayam Dan Dangke Terbaik
Dalam Pembuatan Nugget Berdadarkan Nilai Thiobarbituric-Acid Dan

16
Kualitas Organoleptik.​ Master's thesis, Universitas Hasanuddin, 2016.
Accessed January 30, 2019.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/18843/SKRIPSI
AYU ANGGA RENY.docx?sequence=1.

Sams, Alan R. ​Poultry Meat Processing. CRC Press: Taylor & Francis Group.
2001.

Setyoadjie, Arbiyandani. "PENGARUH SUHU MESIN PEMASAKAN


TERHADAP PRODUK CHICKEN NUGGET DI PT. CHAROEN
POKPHAND INDONESIA FOOD DIVISION PLANT SALATIGA."
February 28, 2018. Accessed January 30, 2019.
repository.unika.ac.id/17512/1/15.I1.0033_Arbiyandani_Laporan_KP.pdf.

Soeparno. Ilmu dan Teknologi Daging. 2005. Yogyakarta : Gajah Mada


University Press.

Sunarsi, S., Marcellius, S. Wahyuni dan W. Ratnaningsih. Memanfaatkan


singkong menjadi tepung mocaf untuk pemberdayaan masyarakat Sumberejo.
2011. Dalam : Wijayava, R. dan A. Komariah. Prosiding Seminar Hasil
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Universitas Veteran Bangun
Nusantara, Sukoharjo. Hal. 306-310.

Syamsir. Mutu Produk Nugget dan Parameter. 2012.

Tarté, Rodrigo. ​Ingredients in Meat Products: Properties, Functionality, and


Applications.​ New York: Springer Science+Business Media, LLC. 2009.
Diakses pada 30 Januari 2019.
https://books.google.co.id/books?id=C-wrQaaXxj0C&pg=PA1&dq=meat+cu
ring&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjP-raFvJfgAhUM448KHRwPA9M4ChD
oAQg6MAM#v=onepage&q=meat%20curing&f=false.

17

Anda mungkin juga menyukai