Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bisnis atau usaha sekarang ini menjadi pilihan banyak orang


untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Bisnis menjadi pilihan
banyak orang karena selain kita dapat menentukan keuntungan sendiri kita
juga tidak terikat oleh waktu. Para wirausahawan akan berlomba-lomba
mengelola bisnisnya agar semakin besar dan paling menonjol diantara
pesaing-pesaingnya.
Mengelola sebuah bisnis juga ada etika bisnis yang harus ditaati
oleh pengusaha. Tujuan etika bisnis yaitu agar dalam menjalankan bisnis
dapat dilakukan seadil mungkin sesuai dengan moral serta sesuai dengan
hukum yang berlaku.
Saat ini maraknya berita-berita mengenai pelanggaran etika
bisnis menimbulkan ketertarikan untuk menelusuri lebih lanjut faktor-faktor
yang mendorong suatu perusahaan melakukan kecurangan dalam etika
bisnis dan dampak yang diakibatkannya. Tidak hanya melihat dari sudut
pandang ekonomi saja namun etika bisnis juga melihat dari sudut pandang
moral dan sudut pandang hukum dalam menjalankan bisnis. Bisnis yang
baik (good business) bukan saja bisnis yang menguntungkan. Bisnis yang
baik adalah juga bisnis yang baik secara moral. Malah harus ditekankan, arti
moralnya merupakan salah satu arti terpenting bagi kata “baik”. ( Bertens,
2013)
Sekarang ini banyak sekali kejadian-kejadian dimana beberapa
bisnis masih mengabaikan aspek moral dan menyepelekan hukum yang
ada. Banyak perusahaan yang hanya memikirkan aspek ekonomi saja yaitu
mendapatkan laba atau keuntungan yang sebanyak-banyaknya,
menghindari terjadinya kerugian dan kekuatan bersaing yang menjadi tujuan
satu-satunya dalam menjalankan bisnis sehingga faktor moral atau etika
serta faktor hukum tidak lagi digunakan dan tidak lagi menjadi pertimbangan.
Akhir-akhir ini banyak terjadi kasus pelanggaran etika bisnis,
buktinya dalam satu bulan terakhir ini ada tiga produk yang izin edarnya

1
ditarik oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena tidak
sesuai dengan ketentuan. Dimulai dari Viostin dan Enzyplex pada tanggal 5
Februari 2018 lalu karena terbukti mengandung DNA babi, dan saat ini
produk Albothyl dari PT Pharos Indonesia pun dibatalkan izin edarnya per
tanggal 15 Februari 2018 setelah ada 38 laporan kasus terkait efek samping
serius yang timbul akibat penggunaan Albothyl oleh para ahli kesehatan
dalam dua tahun terakhir.
Dari contoh kasus tersebut kita menjadi tahu bahwa masih banyak
perusahaan yang menjalankan bisnis hanya berorientasi pada laba atau
keuntungan tanpa mementingkan aspek moral dan melanggar aturan hukum
yang berlaku.
Dengan adanya kasus-kasus tersebut penulis akan mengungkap
tentang pelanggaran-pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh PT
Pharos Indonesia dengan produknya yaitu Albothyl dan bagaimana
hukumannya.
Hal ini menarik untuk dikaji dan dieksplor sehingga dapat dijadikan sebagai
acuan bagi para pembacanya. Menginggat banyak pelanggaran etika bisnis
yang dilakukan oleh para pebisnis, sehingga makalah ini dapat dijadikan
sebagai pengetahuan sekaligus sebagai pelajaran berharga dengan melihat
sisi buruk suatu perusahaan agar dikemudian hari para pebisnis lainnya
tidak mengulangi kesalahan yang sama, mengelola bisnis tidak hanya
berorientasi pada laba semata namun juga memperhatikan nilai moral dan
patuh terhadap hukum.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa dampak yang diakibatkan dari penyalahgunaan kandungan obat


Albothyl produk PT Pharos?
2. Mengapa dapat terjadi peyalahgunaan kandungan obat Albothyl produk PT
Pharos?
3. Bagaimana PT Pharos menyelesaikan masalah tersebut?

2
1.3 Tujuan Studi Kasus

1. Untuk mengetahui dampak yang diakibatkan dari penyalahgunaan


kandungan obat Albothyl produk PT Pharos.
2. Untuk mengetahui mengapa dapat terjadi penyalahgunaan kandungan obat
Albothyl produk PT Pharos.
3. Untuk menjabarkan bagaimana PT Pharos menyelesaikan masalah tersebut.

1.4 Manfaat Studi Kasus

1. Teoritis
Dapat mengembangkan pengetahuan tentang pelanggaran atau kasus etika
bisnis penyalahgunaan kandungan obat Albothyl produk PT Pharos.

2. Praktis
Dapat memecahkan permasalahan tentang pelanggaran etika bisnis
penyalahgunaan kandungan obat Albothyl produk PT Pharos.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori

2.1 Hakikat Bisnis


Hakikat bisnis merupakan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan manusia
yaitu berupa produk dan jasa yang bermanfaat bagi masyarakat.
a. Pengertian Bisnis

Kata bisnis berasal dari bahasa inggris yaitu businiess → busy yang
berarti sibuk atau beragam kegaiatan. Secara umum kata bisnis juga diberi
makna sebagai “rangkaian aktivitas komersial”.

Bisnis dalam arti luas adalah suatu istilah umum yang


menggambarkan suatu aktivitas dan institusi yang memproduksi barang dan
jasa dalam kehidupan sehari-hari (Amirullah, 2005:2). Menurut Bukhori Alma
(1993:2), bisnis adalah sejumlah total usaha yang meliputi pertanian,
produksi, konstruksi, distribusi, transportasi, komunikasi, usaha jasa dan
pemerintah, yang bergerak dalam bidang membuat dan memasarkan barang
dan jasa kepada konsumen. Menurut Louis E. Boone (2007:5), bisnis
(bussines) terdiri dari seluruh aktivitas dan usaha untuk mencari keuntungan
dengan menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan bagi sistem
perekonomian, beberapa bisnis memproduksi barang berwujud sedangkan
yang lain memberikan jasa. Sedangkan perilaku merupakan tindakan
seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, bisnis merupakan
tindakan individu dan sekelompok orang yang menciptakan nilai melalui 12
penciptaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan
memperoleh keuntungan melalui transaksi.

Bisnis adalah keuntungan (Bertens, 2003) dengan demikian


keputusan bisnis merupakan suatu proses aktivitas dalam mengidentifikasi,
memilih dan menentukan informasi tersebut menjadi suatu rekomendasi
dalam pengambilan keputusan dengan tujuan komersial bisnis.

b. Tiga Aspek Pokok dari Bisnis

4
1. Sudut padang ekonomi

Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi dalam kegiatan ini


adalah tukar-menukar, jual-beli, memproduksi-memasarkan, bekerja-
mempekerjakan, dan interaksi manusiawi lainnya, dengan maksud
memperoleh untung. Mungkin bisnis dapat dilukiskan dengan kegiatan
ekonomis yang kurang lebih terstruktur atau terorganisasi untuk menghasilkan
untung. Dalam bisnis modern untung itu diekspresikan dalam bentuk uang,
tetapi hal itu tidak hakiki untuk bisnis. yang penting adalah kegiatan antar
manusia ini bertujuan mencari untung dan karena itu menjadi kegiatan
ekonomis.

Teori ekonomi menjelaskan bagaimana dalam sistem ekonomi


pasar bebas para pengusaha dengan memanfaatkan sumber daya yang
langka (tenaga kerja, bahan mentah, informasi/pengetahuan, modal)
menghasilkan barang dan jasa yang berguna untuk masyarakat.

Dipandang dari sudut ekonomis, good business atau bisnis


yang baik adalah bisnis yang membawa banyak untung. Orang bisnis akan
selalu membuat bisnis yang baik (dalam arti itu).

2.Sudut pandang moral

Dengan tetap mengakui peranan sentral dari sudut pandang


ekonomis dalam bisnis, perlu segera ditambahkan adanya sudut pandang
lain lagi yang tidak boleh diabaikan yaitu sudut pandang moral. Bisnis yang
baik atau good business bukan saja bisnis yang menguntungkan. Bisnis
yang baik juga adalah bisnis yang baik secara moral. Malah harus
ditekankan, arti moralnya merupakan salah satu arti terpenting bagi kata
“baik”. Perilaku yang baik juga dalam konteks bisnis merupakan perilaku
yang sesuai dengan norma-norma moral, sedangkan perilaku yang buruk
bertentangan dengan atau menyimpang dari norma-norma moral. Suatu
perbuatan dapat dinilai baik menurut arti terdalam justru kalau memenuhi
standar etis itu.

3.Sudut pandang hukum

5
Tidak bisa diragukan, bisnis terikat juga oleh hukum. “Hukum
dagang” atau “hukum bisnis” merupakan cabang penting dari ilmu hukum
modern. Dan dalam praktek hukum banyak masalah timbul dalam hubungan
dengan bisnis, pada taraf nasional maupun internasional. Seperti etika pula,
hukum merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang
harus dilakuakan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma hukum bahkan
lebih jelas dan pasti daripada etika, karena peraturan hukum dituliskan hitam
atas putih dan ada sanksi tertentu bila terjadi pelanggaran.
Terdapat kaitan erat antara hukum dan etika. Etika harus menjiwai
hukum. Baik dalam proses terbentuknya undang-undang maupun dalam
pelaksanaan peraturan hukum, etika atau moralitas memegang peranan
penting. Bisnis harus menaati hukum dan peraturan yang berlaku. “Bisnis
yang baik” antara lain berarti juga bisnis yang patuh pada hukum. Di
samping hukum, kita membutuhkan etika juga. Kita membutuhkan norma
moral yang menetapkan apa yang etis atau tidak etis untuk dilakukan.
Bahkan harus digarisbawahi, pada taraf normatif etika mendahului hukum.

4.Tolok ukur untuk tiga sudut pandang ini:


Bagaimana kita tahu bahwa bisnis itu baik menurut tiga sudut pandang tadi?
- Secara Ekonomis
Bisnis adalah baik, kalau menghasilkan laba. Hal itu akan tampak
dalam laporan akhir tahun, yang harus disusun menurut metode kontrol
finansial dan akuntansi yang sudah baku.
- Secara Moral
Sulit untuk menentukan baik buruknya bisnis dari sudut pandang
moral. Apa yang menjadi tolok ukur untuk menentukan baik buruknya suatu
perbuatan atau tingkah laku? Setidaknya dapat disebut tiga macam tolok
ukur: hati nurani, kaidah emas, dan penilaian masyarakat umum.
- Secara Hukum
Bisnis adalah baik jika diperbolehkan oleh sistem hukum.
Penyelundupan misalnya, adalah cara berdagang yang tidak baik, karena
dilarang oleh hukum. Contoh ini cukup menarik karena tergantung pada cara

6
diaturnya sistem ekonomi. Dalam sistem ekonomi pasar bebas yang
konsekuen, malah tidak mungkin terjadi penyelundupa. Jika kadang kala kita
ragu-ragu tentang boleh tidaknya suatu tindakan bisnis menurut segi hukum,
kita bisa mengajukan masalah ini ke pengadilan dan minta keputusan hakim.

Bertens (2013: 25) mengemukakan tiga ukuran moralitas dalam bisnis


yang dapat digunakan untuk mengukur sudut pandang moral dan prinsip
integritas moral, yaitu:

1. Hati nurani
Suatu perbuatan adalah baik, jika dilakukan sesuai dengan hati
nurani, dan suatu perbuatan lain adalah buruk, jika dilakukan bertentangan
dengan suara hati nurani. Dalam bertindak menghancurkan hati nurani, kita
menghancurkan integritas pribadi, karena kita menyimpang dari keyakinan
kita yang terdalam. Hati nurani mengikat kita dalam arti, kita harus
melakukan apa yang diperintahkan hati nurani dan tidak boleh melakukan
apa yang berlawanan dengan suara hati nurani. Setiap orang mempunyai
hati nurani, termasuk juga orang yang tidak beragama.
Hati nurani memang merupakan norma moral yang penting, namun
sifatnya subyektif sehingga tidak terbuka untuk orang lain.
2. Kaidah emas
Cara lebih obyektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral
adalah mengukurnya dengan Kaidah Emas yang berbunyi “Hendaklah
memperlakukan orang lain sebagaimana Anda sendiri ingin diperlakukan”.
Kaidah Emas dapat dirumuskan dengan cara positif maupun negatif. Bila
dirumuskan secara negatif kaidah emas berbunyi “Janganlah melakukan
terhadap orang lain, apa yang Anda sendiri tidak ingin akan dilakukan
terhadap diri Anda”.
3. Penilaian umum
Cara ketiga dan barangkali paling ampuh untuk menentukan baik
buruknya suatu perbuatan atau perilaku adalah menyerahkannya kepada
masyarakat umum untuk dinilai. Cara ini bisa disebut juga “audit sosial”.
Sebagaimana melalui “audit” dalam arti biasa sehat tidaknya keadaan
finansial suatu perusahaan dipastikan, demikian juga kualitas etis suatu
perbuatan ditentukan oleh penilaian masyarakat umum.

7
Dapat disimpulkan, supaya patut disebut good business, tingkah laku
bisnis harus memenuhi syarat-syarat dari semua sudut pandang tadi.
Memang benar bisnis yang secara ekonomis tidak baik (jadi, tidak membawa
untung) tidak pantas disebut bisnis yang baik. Tidak ada orang dengan serius
akan mempersoalkan hal itu. Terdapat lebih banyak keraguan tentang
perlunya sudut pandang kedua dan ketiga. Bisnis tidak pantas disebut good
business kalau tidak baik dari sudut etika dan hukum juga. Dalam hal ini
pentingnya aspek hukum lebih mudah diterima sekurang-kurangnya pada
aspek teoritis (walaupun dalam praktek barangkali sering dilanggar).

Prinsip bisnis :
 Prinsip dari suatu kegiatan bisnis adalah pertukaran
 Sedangkan segala sesuatu yang dipertukarkan tidak menjadi masalah, dapat
berupa benda bernyawa atau tidak bernyawa
 Jadi, pebisnis melakukan segala sesuatu terkait bisnis untuk meraih
keuntungan
 Dan sebagai manusia, pebisnis memiliki sifat yang tidak selalu puas, mencari
kebebasan berinisiatif dalam menggagas bisnis dalam upaya mencari profit
atau keuntungan sehingga akan terus menerus berusaha untuk mencari
keuntungan.

Sifat bisnis :

 Paham unitarian
Yaitu nilai-nilai moral yang bersifat universal harus tercermin dalam praktik dunia
bisnis.
 Paham separatis
Yaitu lingkungan fungsional dalam bidang ekonomi dan politik relatif bersifat
otonom dengan didasarkan oleh logika, prosedur dan aturan tersendiri yang
terpisah dari aturan kehidupan pribadi di keluarga dan masyarakat.
 Paham integrasi
Yaitu kegiatan bisnis tidak semata-mata memiliki logika pokok untuk
memaksimalkan keuntunga, tetapi juga merupakan bagian masyarakat dan

8
diawasi oleh tuntunan moral masyarakat. Dan masyarakat memiliki cara
mempengaruhi dunia bisnis melalui peraturan, hukum dan mekanisme pasar.

Prinsip-Prinsip Etika dan Perilaku Bisnis :

Menurut pendapat Michael Josephson dalam Pandji (2007:125), secara


universal, ada 10 prinsip etika yang mengarahkan perilaku, yaitu :
1. Kejujuran, yaitu penuh kepercayaan, tidak curang, dan tidak berbohong.
2. Integritas, yaitu memegang prinsip, melakukan kegiatan terhormat, tulus hati,
berani dan penuh pendirian, tidak bermuka dua, tidak berbuat jahat dan saling
percaya.
3. Memelihara janji, yaitu selalu menaati janji, patut dipercaya, penuh komitmen,
patuh.
4. Kesetiaan, yaitu hormat dan loyal kepada keluarga, teman, karyawan, dan
negara; jangan menggunakan atau memperlihatkan informasi yang diperoleh
dalam kerahasiaan; begitu juga dalam suatu konteks professional, jaga/lindungi
kemampuan untuk membuat keputusan professional yang bebas dan teliti,
hindari hal yang tidak pantas dan konflik kepentingan.
5. Kewajaran/Keadilan, yaitu berlaku adil dan berbudi luhur, bersedia untuk
mengakui kesalahan; dan memperlihatkan komitmen keadilan, persamaan
perlakuan individual dan toleran terhadap perbedaan, jangan bertindak
melampaui batas atau mengambil keuntungan yang tidak pantas dari kesalahan
atau kemalangan orang lain. Seema Gupta (2010:11) menyatakan bahwa
konsep keadilan secara tradisional telah berkaitan dengan hak dan kewajiban.
6. Suka membantu orang lain, yaitu saling membantu, barbaik hati, belas
kasihan, tolong menolong, kebersamaan, dan menghindari segala sesuatu yang
membahayakan orang lain.
7. Hormat kepada orang lain, yaitu menghormati martabat manusia, menghormati
kebebasan dan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi semua orang,
bersopan santun, jangan merendahkan diri seseorang, jangan memperlakukan
seseorang dan jangan merendahkan martabat orang lain.

9
8. Kewarganegaraan yang bertanggung jawab, yaitu selalu mentaati
hukum/aturan, penuh kesadaran sosial, menghormati proses demokrasi dalam
mengambil keputusan.
9. Mengejar keunggulan, yaitu mengejar keunggulan dalam hal baik dalam
pertemuan personal maupun pertanggungjawaban professional, tekun, dapat
dipercaya/diandalkan, rajin dan penuh komitmen, melakukan semua tugas
dengan yang terbaik berdasar kemampuan, mengmbangkan, dan
memperhahankan tingkat kompetensi yang tinggi.
10. Dapat dipertanggung jawabkan, yaitu memilki tanggung jawab, menerikan
tanggung jawab atas keputusan dan konsekuensinya, dan selalu mencari contoh.

Dalam Haurisa & Praptiningsih (2014: 1) mengemukakan lima prinsip dalam etika
bisnis secara umum:

1. Prinsip otonomi
Adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan
bertindak berdasarkan kesadaran dirinya sendiri tentang apa yang
dianggap baik untuk dilakukan. Dengan kata lain mereka diberi
kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya.
2. Prinsip kejujuran
Adalah sifat terbuka dan memenuhi syarat-syarat bisnis. Atau prisip
kejujuran merupakan suatu perilaku yang dilakukan sesuai dengan
kondisi yang sebenar-benarnya. Misalnya :
- Jujur dalam syarat-syarat perjanjian kontrak
- Jujur dalam penawaran barang/jasa dengan mutu dan harga
yang sebanding
- Jujur dalam hubungan kerja intern perusahaan.
3. Prinsip keadilan
Adalah bersikap sama secara objektif, rasional dan dapat
dipertanggungjawabkan. Prinsip keadilan merupakan sikap untuk
memperlakukan semua pihak dengan tidak membeda bedakan dari
berbagai aspek. Misalnya tiap orang dalam kegiatan bisnis, dalam relasi
eksternal atau internal perusahaan perlu diperlakukan sesuai dengan hak

10
masing-masing. Dahulukan yang datang pertama untuk diberikan
pelayanan.
4. Prinsip saling menguntungkan
Yaitu tidak ada pihak yang dirugikan dalam bisnis. Menanamkan
kesadaran dengan win-win solution dalam semua sikap dan tindakan
bisnis harus diusahakan agar semua pihak merasa diuntungkan.
5. Prinsip integritas moral
Yaitu memenuhi standar moralitas.
6. Tanggungjawab

2.2 Hakikat Etika Bisnis

Apa itu etika bisnis?

Etika atau ethics berasal dari bahasa Inggris yang mengandung


banyak pengertian. Dari segi etimologi, istilah etika berasal dari bahasa latin
ethius (dalam bahasa Yunani adalah ethos) yang dalam bentuk tunggal
memiliki banyak arti kebiasaan, ahklak, watak, sikap, cara berfikir. Perkataan
etika berasal dari bahasa yunani ethos yang berarti kebiasaan. Yang
dimaksud adalah kebiasaan baik atau kebiasaan buruk.
Dalam kepustakaan, umumnya, kata etika di artikan sebagai ilmu.
Makna etika dalam Kamus Buku Besar Bahasa Indonesia, misalnya, adalah
ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral atau akhlak (Bertens, 2005). Sedangkan secara
terminologis etika berarti pengetahuan yang membahas baik-buruk atau
benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti
kewajibankewajiban manusia (Haris, 2007).
Dalam bukunya Zubair (1995) etika secara terminologi sebagai
berikut: bahwa etika merupakan studi sismatis tentang tabiat konsep nilai,
baik, buruk, harus, benar, salah dan lain sebagainya dan prinsip-prinsip umum
yang membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja. Di sini etika
dapat dimaknai sebagai dasar morallitas seseorang dan di saat bersamaan
juga sebagai filsufnya dalam berprilaku (Zubair, 1995). Sedangkan kata ‘etika’

11
dalam kamus besar bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti:
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak).
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Pada dasarnya, etika berpengaruh terhadap para pelaku bisnis,
terutama dalam hal kepribadian, tindakan dan perilakunya. Etika ialah teori
tentang perilaku perbuatan manusia, dipandang dari nilai baik dan buruk,
sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. Etika lebih bersifat teori yang
membicarakan bagaimana seharusnya, sedangkan moral lebih bersifat praktik
yang membicarakan bagaimana adanya. Etika lebih kepada menyelidik,
memikirkan dan mempertimbangkan tentang yang baik dan buruk sedangkan
moral menyatakan ukuran yang baik tentang tindakan manusia dalam
kesatuan social tertentu (Kadir, 2010).
Etika sebagai praksis berarti nilai-nilai dan norma-norma moral
sejauh dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan, walaupun seharusnya
dipraktekkan. Dapat juga dikatakan etika sebagai praksis adalah apa yang
dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral. Kita
sering mendengar atau membaca kalimat-kalimat seperti ini; “Dalam dunia
modern etika bisnis mulai menipis.”, “Ada unsur tidak etis dalam akuisisi
internal”, “Semakin terasa urgensi membangun etika bisnis”, “Tegakkan etika
bisnis dengan Undang-Undang Anti Korupsi”, dan sebagainya. Perlu kita
perhatikan maksud kata “etika” atau “etis” dalam contoh-contoh ini. Orang
yang mengeluh bahwa etika bisnis mulai menipis, bermaksud bahwa pebisnis
sering menyimpang dari nilai dan norma moral yang benar, jadi ia menunjuk
kepada etika sebagai praksis.
Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai
refleksi kita berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa
yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Etika sebagai refleksi
berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksis etis sebagai
obyeknya. Etika sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku
orang. Etika dalam arti ini dapat dijalankan pada taraf populer maupun ilmiah.

12
Dalam surat kabar atau majalah berita hampir setiap hari dapat kita baca
komentar tentang peristiwa-peristiwa yang berkonotasi etis: perampokan,
pembunuhan, kasus korupsi dan masih banyak lagi. Dan setiap hari ada
banyak sekali orang yang membicarakan peristiwa-peristiwa itu. Mereka
semua melibatkan diri dalam etika sebagai refleksi pada taraf populer. Tetapi
etika sebagai refleksi bisa mencapai taraf ilmiah juga. Hal itu terjadi bila
refleksi dijalankan dengan kritis, metodis, dan sistematis, karena tiga ciri inilah
membuat pemikiran mencapai taraf ilmiah.
Etika sebagai ilmu mempunyai tradisi yang sudah lama. Tradisi
ini sama panjangnya dengan seluruh sejarah filsafat, karena etika dalam arti
ini merupakan suatu cabang filsafat. Karena itu etika sebagai ilmu sering
disebut juga filsafat moral atau etika filosofis. Etika adalah cabang filsafat
yang mempelajari baik buruknya perilaku manusia. Karena itu etika dalam
arti ini sering disebut juga “filsafat praktis”. Cabang-cabang filsafat lain
membicarakan masalah-masalah yang tampaknya lebih jauh dari kehidupan
konkret. Namun demikian pada kenyataannya etika filosofis pun tidak jarang
dijalankan pada taraf yang sangat abstrak, tanpa hubungan langsung
dengan realita sehari-hari.
Seperti etika terapan pada umumnya, etika bisnispun dapat
dijalankan pada tiga taraf: taraf makro, meso dan mikro. Tiga taraf ini
berkaitan dengan tiga kemungkinan yang berbeda untuk menjalankan
kegiatan ekonomi dan bisnis.
- Taraf makro, etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem
ekonomi sebagai keseluruhan. Jadi di sini masalah-masalah etika disoroti
pada skala besar. Misalnya masalah keadilan: bagaimana sebaiknya
kekayaan di bumi ini dibagi dengan adil? Beberapa contoh lain adalah:
aspek-aspek etis dari kapitalisme dan globalisasi; masalah keadilan sosial
dalam suatu masyarakat, terutama berkaitan dengan kaum buruh; masalah
utang negara-negara selatan terhadap negara-negara utara dan sebagainya.
- Taraf meso (madya atau menengah), etika bisnis menyelidiki masalah-
maslah etis di bidang organisasi. Organisasi disini terutama berarti
perusahaan, tapi juga bisa serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan
profesi dan lain-lain.

13
- Taraf mikro, yang difokuskan ialah individu dalam hubungan dengan
ekonomi atau bisnis. di sini dipelajari tanggung jawab etis dari karyawan dan
majikan, bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan
investor.
Dari beberapa definisi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa
etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah
laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai
buruk dengan memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat
dicerna akal pikiran, etika bisa memberikan gambaran mengenai prilaku
seseorang dalam menentukan sikap baik maupun buruk dalam aktifitas
kehidupan sehari-harinya. Maksud etika dalam penelitian ini adalah etika
yang berlaku dalam perdagangan.

Pembentuk Nilai Etika


Menurut Mamduh (2003:74) etika individu dipengaruhi atau dibentuk oleh
beberapa hal :
1. Keluarga

Keluarga merupakan tempat tumbuhnya seorang individu, karena


keluarga mempunyai pengaruh penting dalam pembentukan etika seorang
individu. Individu akan berperilaku mencontoh perilaku orang tuanya atau
keluarga dekat, atau berperilaku seperti yang disusruh oleh orang tuanya.
2. Pengaruh Faktor Situasional

Siatuasi akan menentukan etika individu. Sebagai contoh, jika


seseorang mencuri barangkali mempunyai alasan karena ia membutuhkan
uang tersebut karena anakanya sakit. Meskipun nampaknya jalan yang
diambil merupakan jalan pintas, tetapi situasi semacam itu membantu
memahami kenapa seseorang dapat melakukan tindakan yang tidak etis.
3. Nilai, Moral, dan Agama.

Seseorang yang memprioritaskan sukses pribadi dan pencapaian


tujuan keuangan tentunya mempunyai perilaku yang lain dibandingkan

14
mereka yang memprioritaskan untuk menolong orang lain. Keputusan dan
perilaku manajer seringkali dipengaruhi oleh kepercayaanya.
4. Pengalaman Hidup

Selama hidupnya, manusia mengalami banyak pengalaman baik


maupun yang jelek. Pengalaman tersebut merupakan proses yang normal
dalam kehidupan seseorang. Pengalaman tersebut akan membentuk etika
seseorang. Sebagai contoh, seseorang yang mencuri kemudian tidak
tertangkap barangkali akan terdorong mencuri kembali di masa mendatang.
Sebaliknya, jika ia tertangkap dan dihukum, dapat membuatnya jera untuk
melakukan pencurian lagi.
5. Pengaruh Teman

Teman sebaya terutama akan berpengaruh terhadap pembentukan


etika seseorang. Contoh yang paling baik adalah masa anak-anak. Jika
seorang anak berteman dengan anak yang nakal, maka ada kecenderungan
anak teresbut tertular nakal. Demikian juga dengan teman pernainan pada
waktu seorang individu menginjak remaja. Jika lingkungan mempunyai
standar etika yang tinggi, seorang individu akan cenderung mempunyai etika
yang tinggi juga.

Kritik atas etika bisnis:

1. Etika bisnis mendiskriminasi


Kritik pertama ini lebih menarik karena sumbernya daripada karena
isinya. Sumbernya adalah Peter Drucker, ahli ternama dalam bidang teori
manajemen. Ia mengemukakan kritik yang sangat tajam terhadap etika
bisnis dalam sebuah artikel yang diterbitkan dalam majalah The Public
Interest dan kemudian dalam bentuk lebih populer diulangi lagi dalam
majalah Forbes. Inti dari keberatan Drucker ialah bahwa etika bisnis
menjalankan semacam diskriminasi. Mengapa dunia bisnis harus
dibebankan secara khusus dengan etika? Hanya ada satu etika yang berlaku
untuk perbuatan semua orang, penguasa atau rakyat jelata, kaya atau
miskin, yang kuat dan yang lemah. Tetapi etika bisnis tidak setuju. Mereka
mengukur bisnis dengan standar etis lebih ketat daripada bidang-bidang lain.

15
Mereka berpendapat bahwa perbuatan yang tidak bersifat imoral atau ilegal
kalau dilakukan oleh orang bisnis. Mengapa bisnis dijadikan pengecualian?
Mengapa bisnis perlu diperlakukan sebagai suatu kasus tersendiri di bidang
etika? Dan Drucker menyimpulkan bahwa etika bisnis itu menunjukkan
adanya sisa-sisa dari sikap bermusuhan yang lama terhadap bisnis dan
kegiatan ekonomis.
2. Etika bisnis itu kontradiktif
Kritik lain tidak berasal dari satu orang, tetapi ditemukan dalam
kalangan populer yang cukup luas. Sebenarnya ini bukan kritik, melainkan
skepsis. Orang-orang ini menilai etika bisnis sebagai suatu usaha naif.
Dengan nada sinis mereka bertanya: masa mau memikirkan etika dalam
menjalankan bisnis! Etika bisnis mengandung suatu kontradiksi. Dunia bisnis
itu ibarat rimba raya dimana tidak ada tempat untuk etika. Kalau mau disebut
bidang yang sama sekali asingterhadap etika, tidak ada contoh lebih jelas
daripada justru bisnis. Etika dan bisnis itu bagaikan air dan minyak, yang
tidak meresap yang satu ke dalam yang lain. Kritikan ini lebih sulit untuk
dijawab.

3. Etika bisnis tidak praktis


Menurut Stark, etika bisnis adalah “too general, too theoretical, too
impractical”. Ia menilai kesenjangan kesenjangan besar menganga antara
etika bisnis akademis dan para profesional dibidang manajemen. Ia
mendengar pertanyaan sejauh mana kapitalisme bisa dibenarkan atau
apakah dari segi etika harus diberi preferensi kepada sosialisme, dan
memberi komentar: “apa yang mereka hasilkan itu sering kali lebih mirip
filsafat sosial yang muluk-muluk daripada advis etika yang berguna untuk
para profesional”.
Keberatan bahwa etika bisnis (sebagai ilmu) kurang praktis lebih
sering terdengar dan Stark bukan orang pertama yang menyinggung
masalah ini. Karena itu ada baiknya kita mencoba untuk menanggapi
keberatan itu sebagai berikut: pertama, Stark hanya memandang dan
mengutip artikel dan buku ilmiah tentang etika bisnis. Tentu saja sebagai
ilmu etika bisnis harus memiliki standar yang cukup ketat. Tetapi itu tidak
berarti bahwa bahan ini juga diberikan kepada mahasiswa.

16
4. Etikawan tidak bisa mengambil alih tanggungjawab
Kritikan lain lagi dilontarkan kepada etika terapaan pada umumnya
termasuk juga etika bisnis, di samping etika biomedis, etika jurnalistik, etika
profesi hukum, dan lain-lain. Kita disini membicarakannya dalam konteks etika
bisnis saja. Kritisi ini meragukan entah etika bisnis memiliki keahlian etis khusus,
yang tidak dimiliki oleh para pebisnis dan manajer itu sendiri. Setiap manusia
merupakan pelaku moral yang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.
Kita tidak membutuhkan etika bisnis mereka tegaskan yang datang mejelaskan
apa yang harus kita perbuat atau apa yang tidak boleh kita perbuat. Kita sendiri
harus mengambil keputusan di bidang moral. Tidak ada jalan lain.
Seluruh kritikan ini juga berdasarkan salah paham. Etika bisnis sama sekali
tidak bermaksud mangambil alih tanggung jawab etis dari para pebisnis, para
manajer atau pelaku moral lain di bidang bisnis. Etika bisnis atau cabang etika
terapan lainnya tidak berpretensi memiliki keahlian yang sama sifatnya seperti
banyak keahlian lain.

Secara konkret teori etika ini sering terfokuskan pada perbuatan.


Ditanyakan: “apa yang mengakibatkan perbuatan ini menjadi baik , sedangkan
perbuatan lain tanpa ragu-ragu kita tolak sebagai buruk atau malah buruk sekali?
Kita mencari fundamen rasional untuk penilaian kata itu. Tentu saja, kalau disini
kita berbicara tenntang “perbuatan yang baik”, yang kita maksudkan adalah baik
dari sudut moral, bukan dari sudut teknis atau sebagainya. Bisa saja menurut
segi teknisnya suatu perbuatan adalah baik sekali, walaupun dari segi moral
perbuatan itu justru buruk dan karena itu harus ditolak.

Disini akan dibahas secara singkat beberapa teori yang dewasa ini
paling penting dalam pemikiran moral khususnya dalam etika bisnis:

a. Utilitarianisme
“Utilitarianisme” berasal dari kata Latin utilis yang berarti
“bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika
membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu
dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi
utilitarianisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Menurut

17
suatu perumusan terkenal, dalam rangka pemikiran utilitarianisme
(utilitarianisme) kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan
adalah the greatest happiness of the greatest number, yang artinya
kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar.
Perbuatan yang sempat mengakibatkan paling banyak orang
merasa senang dan puas adalah perbuatan yaang terbaik. Mengapa
melestarikan lingkungan hidup misalnya, merupakan tanggung jawab
moral kita? Utilitarianisme menjawab: karena hal itu membawa manfaat
paling besar bagi umat manusia sebagai keseliruhan, termasuk juga
generasi-generasi sesudah kita. Kita tentu bisa meraih banyak manfaat
dengan menguras kekayaan alam melalui teknologi dan industri, hingga
sumber daya alam rusak atau habis sama sekali, tapi dengan demikian
kita merugikan anak cucu kita. Karena itu menurut utilitarianisme upaya
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menjadi
tanggung jawab moral kita.
Dengan maksud mencari jalan keluar dari kesulitan terakhir ini,
beberapa utilitarian telah mengusulkan untuk membedakan dua macam
utilitarianisme:

- Utilitarianisme perbuatan (act utilitarianism)


Di situ prinsip dasar utilitarianisme (manfaat terbesar bagi
jumlah orang terbesar) diterapkan pada perbuatan. Prinsip
dasar itu dipakai untuk menilai kualitas moral suatu perbuatan.
- Utilitarianisme aturan (rule utilitarianism)
Prinsip dasar utilitarianisme tidak harus diterapkan atas
perbuatan-perbuatan yang kita lakukan, melainkan atas
aturan-aturan moral yang kita terima bersama dalam
masyarakat sebagai pegangan bagi perilaku kita.

Kita dapat menyimpulkan bahwa utilitarianisme aturan membatasi diri


pada justifikasi aturan-aturan moral. Dengan demikian mereka memang
dapat menghindari beberapa kesulitan dari utilitarianisme perbuatan.
Karena itu utilitarianisme aturan ini merupakan suatu upaya teoritis yang
menarik.

18
b. Deontologi
Jika utilitarianisme menggantungkan moralitas perbuatan pada
konsekuensinya, maka deontologi melepaskan sama sekali moralitas dari
konsekuensi perbuatan. Istilah “deontologi” ini berasal dari kata Yunani
deon yang berarti kewajiban. Atas pertanyaan “mengapa perbuatan ini
adalah baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk”, deontologi
menjawab: “karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan
karena perbuatan kedua dilarang”. Yang menjadi dasar baik buruknya
perbuatan adalah kewajiban.
Yang memberi pendasaran filosofis kepada teori deontologi
adalah filsuf besar dari Jerman, Immanuel Kant (1724-1804). Mengapa
suatu perbuatan disebut baik? Menurut Kant, suatu perbuatan adalah
baik jika dilakukan karena harus dilakukan atau dengan kata lain jika
dilakukan karena kewajiban. Kant mengatakan juga: suatu perbuatan
adalah baik jika dilakukan berdasarkan “imperatif kategoris”. Imperatif
kategoris mewajibkan kita begitu saja, tak tergantung dari syarat apapun.
Misalnya barang yang kita pinjam harus dikembalikan. Keharusan ini
berlaku begitu saja tanpa syarat

c. Teori hak
Dalam pemikiran dewasa ini barangkali teori hak ini adalah
pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik
buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Sebetulnya teori hak merupakan
suatu aspek dari teori deontologi, karena hak berkaitan dengan
kewajiban. Malah bisa dikatakan, hak dan kewajiban bagaikan dua sisi
dari uang logam yang sama.
Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua
manusia itu sama. Karena itu teori hak sangat cocok dengan suasana
pemikiran demokratis. Sebagaimana halnya dalam pemikiran moral pada
umumnya, demikian juga dalam etika bisnis sekarang teori hak diberi
tempat yang penting. Dalam hal ini etika bisnis dalam bentuk
sekaranghanya melanjutkan perjuangan di bidang sosial-ekonomi yang
berlangsung pada masa sebelumnya. Perjuangan kaum buruh dalam
zaman industrialisasi seluruhnya dilatarbelakangi wawasan hak.

19
d. Teori keutamaan
Teori keutamaan memandang sikap atau akhlak seseorang.
Tidak ditanyakan: apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau
murah hari melainkan: apakah orang itu bersikap adil, jujur, murah hati
dan sebagainya.
Apa yang dimaksud dengan keutamaan? Keutamaan bisa
didefinisikan sebagai berikut: disposisi watak yang telah diperoleh
sesorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara
moral. Kebijaksanaan misalnya merupakan suatu keutamaan yang
membuat seseorang mengambil keputusan tepat dalam setiap situasi.
Keadilan adalah keutamaan lain yang membuat seseorang selalu
memberikan kepada sesama apa yang menjadi haknya. Kerendahan hati
adalah keutamaan yang membuat seseorang tidak menonjolkan diri,
sekalipun situasi mengizinkan. Suka bekerja keras adalah keutamaan
yang membuat seseorang mangatasi kecenderungan spontan untuk
bermalas-malasan.
Diantara keutamaan yang harus menandai pebisnis
perorangan bisa disebut: kejujuran, fairness, kepercayaan dan keuletan.
Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Jika mitra bisnis
ingin bertanya, pebisnis yang jujur selalu bersedia memberi keterangan.
Tetapi suasana keterbukaan itu tidak berarti si pebisnis harus membuka
segala kartunya. Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang
wajar kepada semua orang dan dengan “wajar” dimaksudkan apa yang
bisa disetujui oleh semua pihak yang terliibat dalam suatu transaksi.
Insider trading adalah contoh mengenai cara berbisnis yang tidak fair.
Dengan indiser trading dimaksudkan menjual atau membeli saham
berdasarkan informasi dari dalam yang tidak tersedia bagi umum.
Kepercayaan juga adalah keutamaan yang penting dalam
konteks bisnis. Kepercayaan harus ditempatkan dalam relasi timbal balik.
Pebisnis yang memiliki keutamaan ini boleh mangandaikan bahwa
mitranya mempunyai keutamaan yang sama.

20
Tanggung Jawab Perusahaan
Menurut Sandono, dkk (2004:353) prinsip-prinsip utama tanggung jawab sosial
yang berkembang di Amerika Serikat ialah:
1. Prinsip Charity, membawa ide bahwa anggota masyarakat yang lebih kaya
seharusnya menolong anggota masyarakat yang kurang bernasib baik seperti
orang cacat, orang tua dan orang sakit. Pada masa kini kita dapat melihat suatu
tren perubahan telah berlaku pada konsep ini apabila pihak koporat mulai
memberi perhatian dan sumbangan kepada charity berbanding dengan masa lalu
di mana ia dibuat oelh individu-individu tertentu.
2. Prinsip Stewardship adalah suatu konsep yang diambil dari ajaran yang
mengehendaki individu yang kaya, menganggap diri mereka sebagai pemegang
amanah terhadap harta benda mereka untuk kebajikan seluruh masyarakat. Ini
termasuk melaksanakan tanggung jawab sosial kepada masyarakat awam,
kepada lingkungan, pekerja, konsumen, dan investor.

Prinsip ini digunakan untuk mendorong perkembangan rasa tanggung jawab


pengusaha terhadap masyarakat.
Hal serupa dikemukakan Zimmere dalam Pandji (2007:128) ada beberapa
macam pertanggungjawaban perusahaan, yaitu :
1. Tanggung Jawab Terhadap Lingkungan
Perusahaan harus ramah lingkungan, artinya perusahaan harus
memperhatikan, melestarikan dan menjaga lingkungan, misalnya tidak
membuang limbah yang mencemari lingkungan, berusaha mendaur ulang limbah
yang merusak lingkungan, menjalin komunikasi dengan kelompok masyarakat
yang ada di lingkungan sekitar.
2. Tanggung Jawab Terhadap Karyawan.

Menurut Ronal J.Ebert dalam Pandji (2007:128) semua aktivitas


manajemen sumber daya manusia seperti perekrutan, pengupahan, pelatihan,
promosi, dan kompensasi, kesemuanya dlam rangka tanggung jawab
perusahaan terhadap karyawan. Menurut Zimmere dalam Pandji (2007:129)
tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan dapat dilakukan dengan cara :
- Dengarkan para karyawan dan hormati pendapat mereka.
- Minta input kepada karyawan.

21
- Berikan umpan balik baik negatif maupun positif.
- Ceritakan selalu kepada mereka tentang kepercayaan.
- Biarakan mereka mengetahui sebenar-benarnya apa yang mereka harapkan.
- Berilah hadiah kepada karyawan yang bekerja dengan baik.
- Percayalah kepada mereka.
3. Tanggung Jawab Terhadap Pelanggan

Menurut Sutrisno dan Suherman (2007:35) pelanggan adalah pembeli


atau pemakai produk yang harus dihormati, karena merekalah kelangsungan
hisup perusahaan dapat terjamin. Untuk itu tanggung jawab perusahaan kepada
pelanggan sangatlah penting. Tangung jawab sosial perusahaan terhadap
pelanggan menurut Ronal J. Ebert dalam Pandji (2007:129) ada dua kategori,
yaitu:
(1) Menyediakan barang dan jasa yang berkualitas,
(2) Memberikan harga produk dan jasa yang adil dan wajar

Tanggung jawab sosial perusahaan juga termasuk melindungi hak-hak


pelanggan. Menurutnya ada 4 hak pelanggan, yaitu :
(1) Hak untuk mendapatkan produk yang aman.
(2) Hak untuk mendapatkan informasi segala aspek produk.
(3) Hak untuk didengar.
(4) Hak untuk memilih apa-apa yang mereka akan beli.

Sedangkan menurut Zimmerer dalam Pandji (2007) hak-hak pelanggan yang


harus dilindungi meliputi lima :
(1) Hak keamanan, barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan harus
berkualitas dan memberikan rasa aman, demikian juga kemasannya.
(2) Hak untuk mengetahui, konsumen berhak untuk mengetahui barang dan jasa
yang mereka beli termasuk perusahaan yang mengahasilkan barang tersebut.
(3) Hak untuk didengar, komunikasi dua arah harus dibentuk, yaitu untuk
menyalurkan keluhan produk dan jasa dari konsumen dan untuk menyampaikan
berbagai informasi barang dan jasa dari perusahaan.

22
(4) Hak atas pendidikan, pelanggan berhak atas pendidikan. Misalnya pendidikan
tentang bagaimana menggunakan dan memelihara produk. Perusahaan harus
menyediakan program pendidikan agar mereka tahu informasi barang dan jasa
yang akan dibelinya.
(5) Hak untuk memilih. Hal terpenting dalam persaingan adalah memberi hak
untuk memilih barang dan jasa yang mereka perlukan. Tanggung jawab sosial
perusahaan adalah tidak mengganggu persaingan dan mengabaikan undang-
undang antitrust.
Hak-hak pelangganpun diatur dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor
8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, di mana hak konsumen adalah
:
a. Hak atas kenyamanan, kemanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/ atau jasa;
b. Hak untu memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/ jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/ atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian,
apabila barang dan/ atau jasa ang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangan-undangan
lainnya.
4. Tanggung jawab terhadap investor

Tanggung jawab perusahaan terhadap investor adalah menyediakan


pengembalian (return) investasi yang menarik di antaranya dengan

23
memamksimuman laba. Selain itu perusahaan juga bertanggung jawab untuk
melaporkan kinerja keuangannya kepada investor seakurat dan setepat mungkin.
5. Tanggung jawab terhadap masyarakat

Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap masyarakat sekitaranya.


Misalnya menyediakan pekerjaan dan menciptakan kesehatan dan menyediakan
berbagai kontribusi terhadap masyarakat yang berada dilokasi tersebut.

24
BAB III

ANALISIS KASUS

3.1 Profil singkat PT Pharos Indonesia

PT. Pharos Indonesia adalah perusahaan farmasi yang berstatus


PMA (Penanaman Modal Asing) yang didirikan pada tanggal 30
September 1971, oleh Drs. Eddie Lembong. Saat ini termasuk dalam lima
besar perusahaan industri farmasi di Indonesia dengan spesialisasi obat-
obat etchical dannon-etchical. PT. Pharos Indonesia banyak memegang
lisensi dari berbagai perusahaan farmasi yang menerapkan standar mutu
yang ketat dan benar sesuai standar bahkan merupakan perusahaan
farmasi pertama yang mendapatkan sertifikasi CPOB (Cara Penanganan
Obat yang Baik) dari pemerintah yang bernomor 001/CPOB/Tahun 1990.
Serta memiliki ISO 9001/2000.
Dalam perkembangannya PT. Pharos Indonesia memiliki beberapa anak
perusahaan antara lain:
1. PT. Prima Medika Laboratories
2. PT. Nutrindo Jaya Abadi
3. PT. Nutrisains
4. PT. Faratu
5. PT. Perintis Pelayanan Paripurna (Century Healthcare)
6. Dst

History PT. Pharos Indonesia

Berasal dari sebuah nama Mercusuar di Pulau Pharos, dekat teluk


Alexandria, Mesir. Mercusuar tersebut merupakan salah satu dari
keajaiban dunia purba.

Visi & Misi PT. Pharos Indonesia:


Visi:

25
Menjadi perusahaan farmasi dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia yang
berorientasi pada kepuasan pelanggan.
Misi:
Memuaskan seluruh pihak yang berkepentingan dengan perusahaan melalui:
1. Memperkuat portofolio produk di setiap spesialis yang dibutuhkan
2. Inovasi produk dan desain serta perbaikan yang berkesinambungan
3. Menyediakan produk bermutu dengan biaya rendah
4. Pelayanan prima kepada seluruh dokter spesialis di Indonesia untuk
produk etchical dan masyarakat umum untuk produk non-etchical
5. Pengembangan sumber daya manusia dengan culture positif yang kuat
berbasis kompetensi.

3.2 Ringkasan Kasus

PT Pharos Akan Tarik Produk Albothyl dari Pasaran


SHELA KUSUMANINGTYAS Kompas.com - 16/02/2018, 21:06 WIB

KOMPAS.com -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada


Kamis (15/2/2018) meminta masyarakat menghentikan pemakaian produk
Albothyl yang didistribusikan oleh PT Pharos, Indonesia. BPOM turut
menginstrusikan kepada PT Pharos Indonesia untuk menarik obat tersebut dari
pasaran. Albothyl dihentikan sementara izin edarnya hingga indikasi yang
diajukan disetujui oleh BPOM. Ini berarti, Albothyl dilarang dipakai sebagai
hemostatik dan antiseptik saat pembedahan; serta penggunaan pada kulit,
telinga, hidung, dan tenggorokan(THT), sariawan, dan gigi.
Keputusan tersebut diambil BPOM setelah mendapat 38 aduan dari
profesional kesehatan tentang efek samping penggunaan Albothyl. Baca juga :
Bukan untuk Sariawan, Apa Kegunaan Policresulen dalam Albothyl? Selama dua
tahun terakhir, masyarakat mengeluhkan timbulnya efek samping seperti
sariawan yang membesar dan berlubang, hingga timbulnya infeksi. Kandungan
policresulen dalam Albothyl menjadi pemicu munculnya efek samping tersebut.
Selain PT Pharos Indonesia, BPOM juga menyuruh industri farmasi lain untuk
menarik produk yang juga menggunakan policresulen dalam bentuk sediaan
cairan obat luar konsentrat dari peredaran.

26
Menanggapi berita tersebut, PT Pharos Indonesia selaku pemegang izin
edar Albothyl akan mengikuti instruksi dari BPOM. Melalui surat resmi yang
diterima Kompas.com, PT Pharos Indonesia menyatakan kesediaan untuk
menarik produk Albothyl dari pasaran. “Kami menghormati keputusan Badan
POM yang membekukan izin edar Albothyl hingga ada persetujuan perbaikan
indikasi,” tulis Ida Nurtika, Direktur Komunikasi PT Pharos Indonesia, pada Jumat
(16/2/2018) di Jakarta. PT Pharos Indonesia akan segera menarik produk
Albothyl dari seluruh wilayah Indonesia. Pihaknya juga akan terus berkoordinasi
dengan BPOM. Merek Albothyl sendiri, sebut Ida dalam suratnya, merupakan
lisensi dari Jerman yang telah dibeli oleh perusaahan Takeda, Jepang. Albothyl
telah diedarkan di Indonesia selama lebih dari 35 tahun.

BPOM Kaji Ulang Policresulen di Albothyl sebagai Obat Sariawan


Sunnaholomi Halakrispen, Siti Yona Hukmana • Kamis, 15 Feb 2018 14:54
WIB

Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengkaji ulang


penggunaan policresulen dengan kandungan 36 persen sebagai obat luar.
Cairan yang biasa digunakan untuk mengobati sariawan ini disebut lebih banyak
risikonya dibandingkan dengan manfaatnya.

Bahan policresulen 36 persen terdapat dalam produk Albothyl yang diproduksi


PT Pharos Indonesia. Produk ini kerap digunakan warga untuk mengobati
sariawan. Sejumlah produk lain juga menggunakan bahan policresulen 36
persen.
BPOM lantas menyurati PT Pharos mengenai kandungan policresulen itu. Dalam
surat yang viral di media sosial itu BPOM meminta PT Pharos untuk
mengevaluasi kembali produk tersebut.

"Indikasi yang tercantum pada informasi produk policresulen dalam bentuk


sediaan ovula dan gel sama dengan indikasi yang tercantum pada informasi
policresulen dalam bentuk cairan obat luar konsentrat 36 persen," demikian isi
surat itu.

27
Surat bernomor B-PW.03.02.343.3.01.18.0021 itu dilayangkan pada 3 Januari
2018 kepada PT Pharos Indonesia dan ditandatangani Deputi Bidang
Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, Nurma Hidayati.

Dalam surat tersebut, policresulen tak lagi direkomendasikan penggunaannya


untuk indikasi pada bedah, dermatologi, otolaringologi, stomatologi, dan
odontology.

"Terdapat laporan chemical burn pada mucosa oral terkait penggunaan


policresulen cairan obat luar konsentrat 36 persen oleh konsumen," tulis surat itu.
Kepala BPOM Penny K Lukito membenarkan BPOM telah mengirim surat ke PT
Pharos Indonesia terkait peredaran produk policresulen.
"Iya, benar," kata Penny melalui pesan di aplikasi WhatsApp saat dihubungi
Medcom.id, Kamis, 15 Februari 2018.
Ditemui di Jakarta Barat, Penny enggan berbicara lebih banyak. "Kami belum
bisa kasih informasi (lengkap). Masih didalami," kata dia.
Dihubungi terpisah, PT Pharos Indonesia menyatakan masih terus
mengumpulkan informasi dan data terkait produk Albothyl.
"Kami juga terus berkoordinasi dan berkomunikasi dengan BPOM. Kami akan
segera menyampaikan informasi resmi terkait hal ini kepada mayarakat," kata
Direktur Komunikasi PT Pharos Indonesia, Ida Nurtika.
Di media sosial Twitter, surat dari BPOM ini disambut baik warganet. Salah
satunya dari Choro dengan akun @cho_ro. "Akhirnya perjuangan keras empat
tahun temen-temen dokter gigi terbayar, Albothyl resmi tidak disarankan sebagai
obat oral atau sariawan oleh BPOM," demikian komentar dia.
Merujuk situs aladokter.com, policresulen adalah obat antiseptik dan desinfektan
kulit. Biasa digunakan untuk menghentikan perdarahan lokal, pembersihan dan
regenerasi jaringan luka, dan mengobati infeksi vagina akibat bakteri dan jamur.
Penggunaannya policresulen disarankan atas resep dokter. Alasannya,
policresulen memiliki efek samping seperti kesemutan pada vagina, kesulitan
bernafas, gatal-gatal, dan alergi.

28
3.3 Analisis kasus
Dari adanya kasus pelanggaran etika tentang penyalahgunaan
kandungan obat Albothyl yang dilakukan oleh PT Pharos Indonesia tersebut
memberikan dampak yang sangat merugikan bagi konsumen. Konsumen
dirugikan dengan adanya efek samping yang ditimbulkan saat pemakaian
obat cairan luar konsentrat. Albothyl dikenal dengan obat cairan luar
konsentrat yang mampu menyembuhkan sariawan. Namun dalam kasus
tersebut terdapat pengaduan dari konsumen bahwa saat pemakaian produk
itu sariawan bertambah parah dan makin membesar lubang sariawannya. Hal
ini tentu menjadi suatu masalah yang serius terkait keselamatan pasien.
Ahli profesional pun juga memiliki keluhan terhadap Albothyl terkait
penggunaan pada saat praktek kesehatan, para profesional kesehatan
tersebut menyarankan dan mengadu kepada BPOM bahwa Albothyl dilarang
dipakai sebagai hemostatik dan antiseptik saat pembedahan; serta
penggunaan pada kulit, telinga, hidung, dan tenggorokan(THT), sariawan, dan
gigi.
Dilihat dari sudut pandang ekonomi:
Bisnis yang baik adalah bisnis yang menghasilkan laba atau
keuntungan. Perusahaan memperoleh keuntungan besar dalam penjualan
obat Albothyl namun konsumen dirugikan. PT Pharos hanya membuat dan
mendistribusikan Albothyl untuk tujuan profit oriented saja tanpa
memperhatikan keselamatan konsumen.
Merujuk situs aladokter.com, policresulen adalah obat antiseptik dan
desinfektan kulit. Biasa digunakan untuk menghentikan pendarahan lokal,
pembersihan dan regenerasi jaringan luka, dan mengobati infeksi vagina
akibat bakteri dan jamur. Penggunaannya policresulen disarankan atas resep
dokter. Alasannya policresulen memiliki efek samping seperti kesemutan pada
vagina, kesulitan bernafas, gatal-gatal dan alergi. PT Pharos Indonesia
memproduksi Albothyl dengan kandungan policresulen sebesar 36 %. Dilihat
dari pengertian mengenai policresulen tersebut dapat kita cermati bahwa
policresulen adalah obat cairan luar yang penggunaannya disarankan oleh
dokter atau menggunakan resep dokter karena policresulen memiliki efek
samping yang sangat merugikan bagi pasien jika digunakan sembarangan
dan dalam jangka waktu yang lama.

29
Demi mendapatkan keuntungan yang besar PT Pharos Indonesia
mengabaikan etika dalam bisnis. Perusahaan tersebut menggunakan dosis
yang berlebihan pada policresulen yaitu sebesar 36 %. Jika konsumen
menggunakan obat Albothyl untuk kesehariannya misalnya untuk daerah
vagina dan sariawan maka akan menimbulkan efek samping seperti
kesemutan pada vagina dan sariawan yang tidak sembuh namun malah
semakin parah. Penggunaan policresulen juga harus menggunakan resep
dokter, jadi tidak diperbolehkan digunakan sembarangan.
PT Pharos Indonesia menggunakan policresulen sebagai salah satu
bahan baku pembuatan obat Albothyl karena ingin menekan biaya produksi
sehingga akan memperbesar laba atau keuntungan perusahaan. Jika
perusahaan tersebut menggunakan bahan baku yang lebih aman untuk
dikonsumsi tanpa mengabaikan aspek moral dalam berbisnis maka konsumen
tidak akan terkena efek samping yang ditimbulkan. Sebenarnya policresulen
tidak berbahaya jika digunakan dalam dosis yang rendah. Namun yang
menjadi masalah di sini adalah produsen Albothyl tersebut tidak memberikan
keterangan pemakaian Albothyl yang benar untuk sariawan sehingga
menimbulkan efek samping yang merugikan bagi konsumen.
Dilihat dari sudut pandang moral:
Yang menjadi tolok ukur untuk menentukan baik buruknya suatu
perbuatan adalah hati nurani, kaidah emas dan penilaian masyarakat umum.
Hati nurani yaitu suatu perbuatan adalah baik jika dilakukan sesuai dengan
hati nurani dan suatu perbuatan lain adalah buruk jika dilakukan bertentangan
dengan hati nurani. Dalam kasus tersebut PT. Pharos Indonesia menjalankan
bisnis tanpa hati nurani, pihak-pihak yang berkepentingan tersebut tanpa
menggunakan hati nurani memproduksi obat cairan luar yang mengandung
komposisi yang berbahaya yaitu policresulen dan memasarkannya kepada
masyarakat luas tanpa mempedulikan efek sampingnya.
Kaidah emas yaitu “hendaklah memperlakukan orang lain
sebagaimana Anda sendiri ingin diperlakukan”. Dari filosofi tersebut kita dapat
mengartikannya bahwa PT. Pharos memperlakukan konsumennya dengan
tidak hati-hati, pihak-pihak yang berkepentingan dalam perusahaan
membiarkan efek samping yang ditimbulkan dari obat cairan luar Albothyl.

30
Penilaian umum yaitu untuk menentukan baik buruknya suatu
perbuatan atau perilaku adalah menyerahkannya kepada masyarakat umum
untuk dinilai. Dalam kasus ini masyarakat dapat menilai produk dari PT.
Pharos ini, dilihat dari efek samping yang ditimbulkan masyarakat dapat
menilai bahwa obat cairan luar itu tidak layak untuk dikonsumsi.
Dilihat dari sudut pandang hukum:
Bisnis yang baik adalah jika diperbolehkan oleh sistem hukum.
Dalam kasus ini jika kita lihat dari efek samping yang ditimbulkan oleh obat
Albothyl secara hukum, Albothyl dilarang diedarkan dalam masyarakat karena
akan merugikan. BPOM selaku Badan Pengawas Obat dan Makanan menarik
izin edar Albothyl dari pasaran sebagai akibat dari pelanggaran yang
dilakukan PT. Pharos Indonesia.

PT. Pharos Indonesia telah mengabaikan prinsip kejujuran dalam


menjalankan bisnisnya. Perusahaan tidak transparan atau terbuka dan
memenuhi syarat-syarat bisnis serta mengabaikan kesehatan konsumennya.
Serta mengabaikan penggunaan kandungan berbahaya pada produknya.

3.4 Dampak dari kasus tersebut


Dampak yang paling besar dari kasus Albothyl ini dirasakan oleh konsumen.
Konsumen yang mengkonsumsi cairan luar Albothyl merasakan efek
samping seperti kesemutan pada vagina, sariawan yang semakin parah,
kesulitan bernafas, gatal-gatal dan alergi.
Dampak yang lain dirasakan oleh PT. Pharos selaku produsen adalah
mengalami kerugian besar akibat izin edar Albothyl ditarik dari pasaran oleh
BPOM.

3.5 Penyebab terjadinya penyalahgunaan obat Albothyl


PT. Pharos selaku produsen obat Albothyl melakukan kesalahan dengan
tidak memberikan keterangan lebih spesifik tentang tata cara penggunaan
cairan tersebut untuk sariawan.

Seperti dikutip dari Farmasrtika.com: “Sebenarnya, pemakaian Albothyl


untuk sariawan diperbolehkan dan tidak berbahaya, namun dipakainya

31
dengan cara diencerkan terlebih dahulu. Karena kandungan policresulen
hanya sedikit,” ujar Imawan dikutip dari Okezone, Kamis (15/2/2018).

Imawan menambahkan, pemakaian obat ini hanya untuk area intim wanita
lebih tepatnya. Karena kandungan policresulen bisa digunakan untuk
mengobati segala jenis penyakit kulit, kecuali bagi penderita kanker.

Dari keterangan tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa perusahaan yang


memproduksi obat tersebut yang tidak teliti dan hati-hati dalam memberikan
keterangan atau prosedur pemakaian sehingga konsumen yang memakai
cairan Albothyl salah penggunaan dan mengakibatkan efek samping yang
merugikan.

3.6 Penyelesaian kasus oleh PT. Pharos

PT. Pharos : Kami Akan Perbaiki Label Albothyl Untuk Sariawan

Farmasetika.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)


pada 3 Januari 2018 telah mengeluarkan surat Rekomendasi Hasil Rapat
Kajian Aspek Keamanan Pasca Pemasaran Policresulen dalam Bentuk
Sediaan Cairan Obat Luar Konsentrat 36% (Albothyl) yang dikeluarkan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) kepada produsennya
yakni PT. Pharos Indonesia.
Dalam hasil pemeriksaan pada 25 Juli 2017 tersebut diantaranya :

1. Tidak terdapat bukti ilmiah/studi yang mendukung indikasi policresulen


cairan obat luar 36% yang telah disetujui.
2. Policresulen cairan obat luar konsetrat 36% tidak lagi direkomendasikan
penggunaannya untuk indikasi pada bedah, dermatologi, otolaringologi,
stomatologi/sariawan, dan odontology.
Tindak lanjut dari hasil pemeriksaan tersebut salah satunya adalah risiko
policresulen dalam bentuk sediaan cairan obat luar konsentrat 36% lebih besar
daripada manfaatnya, sehingga policresulen dalam bentuk sediaan cairan obat

32
luar konsentrat 36% tidak boleh beredar lagi untuk indikasi pada bedah
dermatologi, otolaringologi, stomatologi/sariawan, dan odontology.

Menurut Manager PT Pharos Imawan, BPOM hanya memberikan tanda bagi


masyarakat supaya hati-hati saat memakai Albothyl ketika mengatasi sariawan.

“Sebenarnya, pemakaian Albothyl untuk sariawan diperbolehkan dan tidak


berbahaya, namun dipakainya dengan cara diencerkan terlebih dahulu. Karena
kandungan policresulen hanya sedikit,” ujar Imawan dikutip dari Okezone, Kamis
(15/2/2018).

Imawan menambahkan, pemakaian obat ini hanya untuk area intim wanita lebih
tepatnya. Karena kandungan policresulen bisa digunakan untuk mengobati
segala jenis penyakit kulit, kecuali bagi penderita kanker.

Albothyl bisa digunakan untuk obat luar saja untuk mengatasi kulit yang
mengalami kerusakan sel dan menyebabkan radang. Sebab, obat ini
diindikasikan untuk mengobati kerusakan sel atau sel yang mati.

Sejauh ini, tambah Imawan, untuk penarikan produk belum dilakukan oleh
pihaknya. BPOM RI telah mengirimkan surat kepada PT Pharos dan sedang
dikaji terlebih dulu.

“Kami akan perbaiki keterangan pemakaian obat untuk sariawan. Jawaban surat
dari BPOM sedang kita kaji sekarang,” tutupnya.

Dari adanya masalah yang timbul oleh produk yang dihasilkan PT. Pharos, atas
ketidaksengajaan atau ketidaktelitian perusahaan, maka perusahaan akan
memperbaiki keterangan pemakaian obat untuk sariawan agar masyarakat lebih
hati-hati dalam pemakaiannya dan tidak salah prosedur pemakaiannya.

33
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Banyaknya kasus pelanggaran etika bisnis membuat kita sadar


bahwa diluar sana masih banyak sekali produsen-produsen yang hanya
mementingkan keuntungan semata dan mengabaikan keselamatan
konsumennya. Mereka tidak mau dirugikan namun konsumen merasakan
kerugian lebih besar. Pemerintah sebagai pelindung masyarakat
sebaiknya lebih teliti dan ketat dalam pengawasan barang-barang atau
produk-produk yang masuk harus diuji dengan seleksi yang benar. Dan
untuk masyarakat harusnya lebih teliti dan seleksi dalam mengkonsumsi
suatu produk. Jika dirasa perusahaan yang memproduksi produk tersebut
melakukan pelanggaran etika bisnis segeralah melaporkan
pengaduannya kepada produsen atau pihak pengawas obat dan
makanan (BPOM) agar segera diproses penyelesaiannya dan supaya
tidak menimbulkan efek yang lebih besar lagi.

4.2 Saran

1. Karena dengan banyaknya kerugian yang ditimbulkan oleh produk itu


maka sebaiknya produk ditarik dari pasaran oleh badan yang berwenang
yaitu BPOM agar tidak menimbulkan dampak yang lebih besar lagi.
2. Pemerintah sebaiknya lebih ketat lagi dalam pengawasan produk-produk
yang beredar dalam masyarakat. Sebelum dipasarkan produk harusnya
diseleksi dengan benar sehingga nantinya tidak berdampak pada
kosumen. Terutama produk obat-obatan yang sangat rentan terhadap
keselamatan masyarakat luas.
3. Karena banyaknya perusahaan-perusahaan yang hanya mementingkan
keuntungan semata tanpa peduli terhadap konsumennya serta
mengabaikan aspek moral etika bisnis dalam menjalankan usahanya
sebaiknya pemerintah memberikan hukuman yang jera terhadap para
produsen yang nakal tersebut.

34
4. Untuk masyarakat sebaiknya lebih seleksi lagi dalam mengkonsumsi
suatu produk, jika terjadi efek samping yang ditimbulkan dari produk yang
dikonsumsi maka sebaiknya hentikan pemakaian produk tersebut dan
segera laporkan pengaduan kepada pihak pengawas produk yang
beredar dipasaran misalnya BPOM.

35
DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K.2013.Pengantar Etika Bisnis.Yogyakarta:Kanisius.

http://news.metrotvnews.com/peristiwa/ybJMjo4N-pt-pharos-segera-tarik-albothyl

https://www.academia.edu/people/search?utf8=%E2%9C%93&q=etika+bisnis

http://mycindyjuliyani.blogspot.com/2018/04/contoh-kasus-pelanggaran-etika-
bisnis.html

https://id.scribd.com/doc/147518669/Profile-Company-Pharos-Indonesia

http://news.metrotvnews.com/peristiwa/Obzv2rZb-bpom-kaji-ulang-policresulen-
di-albothyl-sebagai-obat-sariawan

https://sains.kompas.com/read/2018/02/16/210600023/pt-pharos-akan-tarik-
produk-albothyl-dari-pasaran

http://farmasetika.com/2018/02/15/pt-pharos-kami-akan-perbaiki-label-albothyl-
untuk-sariawan/

https://journal.febi.uinib.ac.id/index.php/jebi/article/view/64
https://www.academia.edu/10025610/JURNAL_ETIKA_BISNIS

36

Anda mungkin juga menyukai