PENDAHULUAN
Untuk menentukan kadar asam lemak bebas dari suatu minyak / lemak
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada
golongan Lipid, yaitu senyawa organic yang terdapat di alam serta tidak larut dalam
air, tetapi larut dalam pelarut organic non polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5),
kloroform (CHCl3), benzene, dan hidrokarbon lainnya. Lemak dan minyak dapat
larut dalam pelarut tersebut karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang
sama dengan pelarut tersebut.
Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol , yang
berarti “triester dan gliserol”. Jadi, lemak dan minyak merupakan senyawa ester.
1.2.1 Pembentukan lemak dan Minyak
Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol. Dalam
pembentukannya trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul
gliserol dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketigfa asam lemak tersebut
berbeda-beda) , yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu molekul air
(gambar 1.1).
Bila R1=R2=R3, maka trigliserida yang terbentuk disebut trgliserida
sederhana, sedangkan bila R1, R2, R3 berbeda maka disebut trigliserida campuran
1|Page
O O
O O
O O
(Gambar 1.1)
2|Page
Tabel 1.1 Asam Lemak Tak Jenuh
Nama Asam Struktur Sumber
Palmitoleat CH3(CH2)5CH = CH(CH2)7 CO2H Lemak nabati
dan hewani
Oleat CH3(CH2)7CH = CH(CH2)7 CO2H Lemak nabati
dan hewani
Lindeat CH3(CH2)4CH=CHCH2CH Minyak nabati
CH(CH2)7CO2H
Linolenat CH3CH2CH = CHCH2CH=
CHCH2=CH(CH2)7CO2H
3|Page
8. Lemak hewani adalah bahan utama pembuatan susu dan mentega
9. Mencegah timbulnya penyumbatan pembuluh darah yaitu pada lemak
esensial
4|Page
O O O O
B. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisis, lemak dan minyak akan diubah menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis ini mengakibatkan
kerusakan lemak dan minyak. Ini terjadi karena terdapat sejumlah air dalam
lemak dan minyak tersebut.
CH – O – C – R3 R3COOH CH2O
Trigliserida Asam Lemak Gliserol
C. Penyabunan
Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah basa kepada
trigliserida. Bila penyabunan telah lengkap, lapisan air yang mengandung
gliserol dipisahkan dan gliserol dipulihkan dengan penyabunan.
5|Page
D. Hidrogenasi
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai
karbon asam lemak pada lemak atau minyak. Setelah proses hidrogenasi
selesai minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan disaring.
Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis dan keras, tergantung pada
derajat kejenuhan.
E. Oksidasi
Oksidasi dapat bergantung bila terjadi kontak anatara sejumlah
oksigen dengan lemak atau minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan
mengakibatkan bau tengik pada lemak atau minyak.
6|Page
4. Besi p.p.m 10 10
1. Asam Kaprilat -
2. Asam Kaproat -
3. Asam Laurat -
6. Asam Oleat 39 – 45
7. Asam Linoleat 7 – 11
8. Asam palmitat 40 - 46
7|Page
minyak itu bermutu baik. Salah satu factor yang menentukan standar mutu
adalah asam lemak bebas ( FFA).
VNaOH ∙ VNaOH ∙ BMasam lemak
%FFA = × 100%
berat sampel ∙ 10000
8|Page
Indikator PP
Indikator PP atau Fenolftaelin merupakan asam dwiprotik dan tidak
berwarna. Indikator ini terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarna
kemudian dengan hilangnya proton kedua menjadi ion dengan system
terkonjugat menghasilkan warna merah. Indikator PP memiliki rentang pH 8 –
9,6 dengan perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah.
9|Page
BAB II
METODOLOGI
2.1.2 Bahan
1. Sampel minyak
2. Indikator PP
3. NaOH 0,1 N
4. Alkohol netral
5. Asam Oksalat ( H2C2O4 ) 0.1 N
10 | P a g e
2.2 PROSEDUR KERJA
2.2.1 Standarisasi NaOH
1. Memipet 10 mL larutan NaOH ke dalam erlenmenyer dan menambahkan
3 tetes indikator PP.
2. Kemudian mentitrasi dengan larutan asam oksalat 0.1 N hingga larutan
berubah menjadi bening.
3. Mencatat titik akhir titrasi.
4. Tentukan konsentrasi larutan NaOH
V1 . N1 = V2 . N2
5. Melakukan secara duplo.
11 | P a g e
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
12 | P a g e
Tabel 3.2.2 Penetapan Asam Lemak Bebas
Sampel Minyak %FFA Rata-rata
Minyak Baru 0,25 %
Minyak Jelantah baru 0,29 %
Minyak Jelantah lama 1,16 %
3.3 PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar asam lemak bebas dari
suatu minyak atau lemak . Asam lemak bebas adalah asam lemah yang terbentuk
akibat proses hidrolisis yang terjadi pada lemak sehingga menghasilkan gliserol dan
asam lemak bebas. Kadar air yang tinggi, baik yang terkandung pada minyak
ataupun pada bahan pangan yang akan diolah dengan minyak mengakibatkan
semakin banyak terbentuknya asam lemak bebas.
Apa yang mengakibatkan jika kadar asam lemak bebas dalam suatu minyak
tinggi ?
Kandungan asam lemak bebas yang berlebihan pada minyak
mengakibatkan mutu minyak tersebut menjadi buruk, begitu pula bahan makanan
yang kelak akan diolah bersama minyak tersebut. Dalam bahan pangan, asam lemak
dengan kadar lebih besar dari berat lemak akan mengakibatkan rasa yang tidak
diinginkan dankadang-kadang dapat meracuni tubuh.
Yang Pertama kali dilakukan yaitu menstandarisasi larutan NaOH 0,1N
dengan menggunakan H2C2O4 0,1 N sebagai larutan standar primernya (pentiter) dan
dengan menggunakan indikator PP sebagai petunjuk akhir titrasi.
Mengapa perlu dilakukan standarisasi larutan NaOH ? Standarisasi ini
bertujuan untuk mengetahui konsentrasi larutan NaOH. Dari hasil standarisasi ini
diperoleh konsentrasi NaOH sebasar 0,1047 N. Konsentrasi inilah yang nantinya
akan digunakan dalam perhitungan kadar asam lemak bebas. Setelah melakukan
standarisasi NaOH, selanjutnya dilakukan penentuan asam lemak bebas yang
terdapat dalam sampel minyak goreng. Mengapa perlu ditambahkan etanol netral
panas untuk melakukan penetapan kadar asam lemak bebas ?
Minyak goreng tidak larut dalam air sehingga dibutuhkan alkohol netral
panas untuk melarutkan minyak agar dapat bereaksi dengan basa alkani, karena
alkohol adalah pelarut untuk bahan organik. Selanjutnya, ditambahkan beberapa
13 | P a g e
tetes indikator PP sebagai penunjuk titik akhir titrasi. Kemudian, sampel dititrasi
dengan larutan NaOH 0,1047 N hingga larutan NaOH tepat habis bereaksi. Titrasi
dihentikan pada saat terjadi perubahan warna larutan.
Pada praktikum kali ini digunakan bahan baku berupa campuran minyak
minyak jelantah sekali pakai dan minyak jelantah berulang pakai dimana kedua jenis
minyak ini sama yaitu minyak jelantah dari kelapa sawit. Dalam penetapan kadar
asam lemak bebas ini dilakukan secara duplo.
Dimana data dari praktikum dapat dilihat pada tabel dibawah ini .
Dari praktikum diatas diketahui bahwa nilai % FFA dari sample minyak yang
digunakan adalah 0.56 % . Dari data diatas dapat pula kita simpulkan bahwa nilai kadar
sampel minyak yang digunakan memiliki mutu yang tidak baik karena didapatkan %FFA
nya >0,3 %.
Mengapa jika kadar FFA yang didapatkan >0,3 % ?
Hal ini akan mengakibatkan timbul rasa yang tidak diinginkan dan kadang
kadang dapat meracuni tubuh.
14 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
15 | P a g e
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Konsentrasi NaOH standard yang digunakan sebesar 0,1047 N
2. Kadar Asam Lemak Bebas pada minyak baru sebesar 0,25%
3. Kadar Asam Lemak Bebas pada minyak jelantah seakali pakai sebesar 0,29%
4. Kadar Asam Lemak Bebas pada minyak jelantah berulang pakai sebesar
1,16%
5. Kadar Asam Lemak Bebas dari minyak yang digunakan sebesar 0.56 %
6. Campuran minyak yang dianalisa tidak layak untuk digunakan.
4.2 SARAN
1. Untuk praktikum selanjutnya sebaiknya mencoba untuk menguji kadar asam
lemak bebas pada minyak hewani
16 | P a g e
LAMPIRAN
17 | P a g e
PERHITUNGAN
A. STANDARISASI NaOH
Diketahui :
1. V NaOH = 9,4 ml
2. V NaOH = 9,7 ml
Rata – rata = 19,1 ml : 2
= 9,55 ml
V H2C2O4 = 10 ml
NH2C2O4 = 0.1 N
V H2C2O4 x NH2C2O4
Normalitas NaOH = 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻
10 ml x 0.1 M
= 9,55
0.1047 N
=
1) Minyak baru
N NaOH = 0,1047 N
V NaOH = 2,165 ml
BM asam Lemak = 256
Berat sampel = 20. 2169 gr
18 | P a g e
2) Minyak Sekali Pakai
N NaOH = 0,1047
V NaOH = 3,1 ml
BM Asam Lemak = 256
Berat Sampel = 28,2418
19 | P a g e
GAMBAR ALAT
20 | P a g e
STATIF dan KLEM BULP
PIPET VOLUME
21 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
22 | P a g e
Alkali yang digunakan adalah basa kuat, seperti NaOH dan KOH
Bentuk pasta dan mudah larut dalam air
3. Sabun keras
Dibuat dari lemak netral yang padat atau minyak yang dikeraskan dengan proses
hidrogenasi
Alkali yang digunakan adala basa kuat, seperti NaOH dan KOH
Sukar larut dalam air (anonim, 2010)
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung
ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat
nonpolar, sedang ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya
rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar
larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk missel,
yakni kumpulan (50-150) molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok
dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air.
Kegunaan sabun ialah kemampuannya mengemulsi otoran berminyak sehingga
dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun.
Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat nonpolar, seperti
tetesan minyak. Ke dua, ujung anion molekul sabun yang tertarik pada air, ditolak
oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang mengembul dari tetesan minyak lain.
Karena tolak-menolak antara tetes-tetes sabun-minyak, maka minyak tidak dapat
saling bergabung, tetapi dapat tersuspensi. (Arifin Pararaja,2010)
Sifat – sifat Sabun antara lain:
1. Dapat mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan
2. Sabun bersifat basa
3. Sabun mudah tersuspensi dalam air dengan membentuk missel
4. Sabun dapat mengendap dalam air sadah dan meninggalkan suatu residu.
2RCO2-+ Ca2+ (RCO2)2 Ca
Tak Larut
5. Sabun dengan gugus karboksilatnya surfaktan “benzalkonium” klorida (N-Benzil
ammonium klorida) bersifat antibakteri.
23 | P a g e
Reaksi Penyabuna merupakan reaksi hidrolisis lemak/minyak dengan
menggunakan basa kuat seperti NaOH atau KOH sehingga menghasilkan gliserol dan
garam asam lemak atau sabun. Untuk menghasilkan sabun yang keras digunakan
NaOH, sedangkan untuk menghasilkan sabun yang lunak atau sabun cair digunakan
KOH. Perbedaan antara sabun keras dan lunak jika dilihat dari kelarutannya dalam air
yaitu sabun keras bersifat kurang larut dalam air jika dibandingkan dengan sabun
lunak. Berikut adalah bentuk dari reaksi penyabunan:
A.Menghasilkan Sabun Keras (Menggunakan NaOH)
24 | P a g e
air. Kandungan asam lemak tak jenuh seperti oleat, linoelat, dan linolenat yang terlalu
banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik
sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap
sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki
ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah
meleleh pada temperatur tinggi.
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus
dibatasi karena berbagai alasan, seperti: kelayakan ekonomi, spresifikasi prosuk, dan
lain-lain. Beberapa jenis minyak/lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan
sabun di antaranya:
A. Palm Oil (Minyak Kelapa Sawit)
Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan
karotenoid sehingga jika digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus
dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat 100% dari minyak kelapa sawit akan
bersifat keras dan sulit berbusa.
25 | P a g e
Air sadah adalah air yang banyak mengandung ion-ion kalsium dan magnesium.
Berdasarkan jenisnya dibagi menjadi dua yaitu air sadah sementara dan air sadah
tetap.
a. Air Sadah Sementara
Air sadah sementara adalah air yang mengandung ion bikarbonat (HCO3-) , atau
boleh jadi air tersebut mengandung senyawa kalsium bikarbonat (Ca(HCO3)2) dan
atau magnesium bikarbonat (Mg(HCO3)2). Air yang mengandung ion atau senyawa –
senyawa tersebut disebut air sadah sementara karena kesadahannya dapat dihilangkan
dengan pemanasan air. Reaksi yang terjadi adalah:
Ca(HCO3)2 (aq) CaCO3 (s) + H2O (l) + CO2
b. Air Sadah Tetap
Air sadah tetap adalah air sadah yang mengandung anion selain selain ion
bikarbonat, misalnya dapat berupa ion Cl-, NO3-, SO42-. Berarti senyawa yang terlarut
boleh jadi berupa kalsium florida (CaCl2), kalsium nitrat (Ca(NO3))2, kalsium sulfat
(CaSO4), magnesium klorida (MgCl2), magnesium nitrat (Mg(NO3))2, dan magnesium
sulfat (MgSO4). Air yang mengandung senyawa – senyawa tersebut disebut air sadah
tetap, karena kesadahannya tidak bisa dihilangkan hanya dengan cara pemanasan.
Untuk membebaskan air tersebut dari kesadahan, harus dilakukan dengan cara kimia,
yaitu dengan mereaksikan air tersebut dengan zat-zat tertentu. Pereaksi yang
digunakan adalah larutan karbonat, yaitu Na2CO3 (aq) atau K2CO3 (aq). Penambahan
larutan karbonat dimaksudkan untuk mengendapkan ion Ca2+ dan atau Mg2+.
Reaksinya adalah:
CaCl2 (aq) + Na2CO3 (aq) CaCO3 (s) + 2NaCl (aq)
Mg (NO3)2(aq) + K2CO3 (aq) MgCO3 (s) + 2 KNO3 (aq)
Dengan terbentuknya endapan CaCO3 atau MgCO3 berarti air tersebut telah
terbebas dari kesadahan (ion Ca2+ atau Mg 2+).
26 | P a g e
BAB II
METODOLOGI
2.1 ALAT DAN BAHAN
2.1.1 Alat
1. Cawan penguap
2. Gelas kimia
3. Batang pengaduk
4. Spatula
5. Bulp
6. Pipet ukur
7. Tabung reaksi
8. Rak tabung reaksi
9. Kaca arloji
10. Pipet volume
11. Botol semprot
12. Pipet tetes
13. Hot plate
2.1.2 Bahan
1. Sampel minyak
2. Etanol
3. NaOH
4. KOH
5. NaCl Jenuh
6. Sabun sunlight
7. Kerosin
8. Indikator PP
9. Aquadest
27 | P a g e
2.1 PROSEDUR KERJA
2.2.1 Pembuatan Sabun
1. Mengambil 5 ml minyak kelapa dan memasukkan kedalam cawan
penguapan
2. Menambahkan 5 ml etanol kedalam cawan penguapanyang telah berisi
minyak kelapa
3. Menambahkan 3 ml larutan NaOH 10 N sambil diaduk
4. Menutup cairan penguapan dengan kaca arloji
5. Memanaskan campuran dalam cawan penguapan
6. Menambahkan 20 ml larutan NaCl pekat kedalam cawan penguapan
7. Mengamati apa yang terjadi
8. Mencatat hasil pengamatan
2.1.2 Sifat Sabun pada Sabun Sunlight, Sabun KOH dan sabun NaOH.
1. Menambahkan 1 mL kerosin atau minyak tanah dalam 10 mL air dalam
tabung reaksi
2. Mengocok campuran dan mencatat pengamatan
3. Memasukkan sedikit sabun kedalam tabung reaksi yang berisi kerosin
4. Mengocok dan mencatat pengamatan yang dilakukan
5. Menambahkan sedikit campuran jika campuran tidak berubah dan
mengocok lagi
6. Mencatat pengaruh penambahan sabun pada campuran ini dan kerosin
7. Melarutkan sedikit sabun dalam air 10 mL air panas kedalam tabung reaksi
yang bersih
8. Menambahkan 8-10 tetes larutan Kalsium Sulfat
9. Mencatat pengaruh penambahan Kalsium Sulfatterhadap air sabun
10. Melarutkan sedikit sabun kedalam 5 mL etanol dalam tabung reaksi yang
bersih
11. Menguji sifatnya menggunakan 2 tetes indikator PP
28 | P a g e
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 DATA PENGAMATAN
Tabel 3.1.1 Pembuatan Sabun
No Prosedur kerja Hasil Pengamatan
NaOH KOH
1 Minyak + etanol Larutan tercampur, bau Larutan tercampur, bau
+ alkali dan etanol hilang etanol hilang
dipanaskan
2 Saat didinginkan Menjadi padat Tetap cair
3 Ditambahkan Tidak terjadi perubahan. Tidak terjadi perubahan.
NaCl jenuh Campuran tidak Campuran tidak
bercampur. Sabun tetap bercampur. Sabun tetap
memadat di bagian memadat di bagian
bawah dan larutan NaCl bawah dan larutan NaCl
diatasnya. Berwarna diatasnya. Berwarna
kuning pudar. kuning pudar.
29 | P a g e
CuSO4 1. Buih 1. Buih 1. Buih
2. larutan keruh 2. larutan keruh 2. larutan keruh
5 Sabun + Sabun tidak larut Sabun lama Sabun larut
etanol dalam etanol, kelamaan larut dalam etanol
larutan keruh dalam etanol
6 Larutan PH= 10 PH=10 PH=6
No.5 +
indikator pp
3.2 PEMBAHASAN
Pada praktikum pembuatan sabun kali ini, yaitu dengan tujuan dapat menunjukkan
reaksi penyabunan dan proses pembuatan sabun serta menunjukkan beberapa sifat
sabun berdasarkan percobaan yang dilakukan.
Proses pembuatan sabun, bahan yang digunakan yaitu minyak sebagai bahan baku
dan NaOH atau KOH sebagai alkali pembentuk sabun. Reaksi yang berlangsung saat
pembuatan sabun yaitu sebagai berukut:
P
Pada praktikum ini, alkali yang digunakan adalah NaOH dan KOH yaitu dengan
mereaksikan 5 ml minyak goreng kedalam cawan penguapan kemudian ditambahkan
5 ml etanol. Minyak kelapa berperan sebagai bahan baku dan etanol sebagai pelarut.
Ketika kedua bahan ini dicampurkan menjadi satu, hasilnya larutan tidak menyatu dan
berwarna kuning pucat serta terdapat gumpalan-gumpalan minyak. Hal tersebut
terjadi karena minyak goreng bersifat non polar sedangkan etanol bersifat polar, maka
dari itu masing-masing tidak bercampur karena perbedaan sifat. Lalu larutan (minyak
dan etanol) ditambahkan dengan 3 ml NaOH 10 M atau 3 ml KOH 10 M yang
berfungsi sebagai pereaksi dan pembuatan sabun. Untuk pereaksi NaOH sabun yang
dihasilkan berbentuk padat sedangkan KOH berbentuk Cair. Ketiga bahan tersebut
dicampurkan menjadi satu sambil diaduk agar tercampur rata kemudian dilakukan
30 | P a g e
proses pemanasan pada suhu 100 C. pemanasan pada suhu ini bertujuan untuk
menguapkan etanol. Etanol memiliki titik didih yaitu 78 0C dan pada suhu tersebut
etanol akan menguap. Setelah tidak tercium bau etanol lagi, proses pemanasan
dihentinkan dan larutan didinginkan.
Setelah proses pendinginan, dapat dilihat bahwa proses pembuatan sabun dengan
alkali NaOH menghasilkan sabun yang berbentuk padat, sedangkan yang
menggunakan KOH sabun yang dihasilkan berwujud cair. Setelah itu, kedua sabun
tersebut diambil sebagian dan ditambahkan NaCl jenuh yang digunakan sebagai agen
pengendap dari sabun yang telah terbentuk dan untuk melarutkan gliserol.
Penambahan NaCl berfungsi untuk menurunkan nilai kelarutan dari sabun sehingga
sabun mngendap. Berkurangnya kelarutan sabun ini karena penambahan ion sejenis
(common ion effect), yaitu Na+. pada pembuatan sabun padat yang menggunakan
NaOH sebagai pereaksi.
Dalam percobaan sifat sabun, memasukkan 1 ml kerosin atau minyak tanah
dicampur dengan 10 ml air, kerosin saat dicampur dengan air terbentuk 2 lapisan.
Lapisan atas adalah kerosin dan lapisan bawah adalah air. Hal ini disebabkan karena
kerosin merupakan senyawa non polar dan air bersifat polar sehingga kerosin tidak
menarik air yang disebut dengan hidrofobik. Lalu ditambahkan sabun agar kerosin
dan air dapat menyatu karena sabun memiliki sifat mudah tersuspensi dalam air
dengan membentuk missel. Untuk sabun padat, sabun cair dan sunlight menghasilkan
larutan yang putih keruh, sedikit busa, awalnya larutan tidak bercampur, namun
lama-kelamaan di kocok larutan bercampur menjadi satu dan terdapat busa. Setelah
itu, sabun ditambahkan 10 ml air panas menghasilkan larutan warna putih keruh,
berbusa. Ketika sabun ditambahkan CaSO4 terbentuk larutan atau lapisan yang
berwarna keruh namun, busa yang terbentuk semakin sedikit karena sabun tidak
bekerja, peristiwa tersebut ditandai dengan tidak munculnya busa, tetapi timbul dadih-
dadih sabun, yang ,merupakan garamnya. Hal ini terjadi karena ion Ca2+ dapat
bereaksi dengan sabun membentuk endapan. Sehingga fungsi sabun dalam mengikat
kotoran menjadi kurang atau bahkan tidak efektif.
Uji sifat sabun selanjutnya adalah sabun ditambahkan etanol, menghasilkan sabun
dapat larut dalam etanol untuk sabun cair dan sunlight, untuk sabun padat,
memerlukan waktu pengocokan yang lama untuk melarutkan sabun dalam etanol. Hal
tersebut disebabkan karena etanol merupakan perlarut yang baik setelah itu larutan
31 | P a g e
tersebut ditambahkan dengan indikator PP sebanyak 2 tetes, menghasilkan larutan
yang berwarna bening menjadi pink, hal ini menunjukkan bahwa sabun bersifat basa
karena indikator pp akan mengalami perubahan suasana basa apabila menunjukkan
warna pink pada larutan dengan trayek PH 8,4-10. Pada pengujian PH dengan
indikator universal. Sabun padat menunjukkan PH 10, Sabun Cair PH 10 sedangkan
sabun sunlight PH 6.
32 | P a g e
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan bahwa :
7. Pembuatan sabun dapat dilakukan dengan mereaksikan minyak menggunakan
NaOH atau KOH.
8. Sabun bersifat basa saat direaksikan dengan Indikator PP.
9. Sabun mudah tersuspensi dalam air dan membentuk missel dibuktikan saat
sabun dapat melarutkan kerosin dan air.
10. Sabun tidak dapat bereaksi dalam air sadah/ air yang mengandung mineral
dibuktikan dengan penambahan CaSO4 tidak membentuk busa dan larutan
keruh.
11. Sabun dapat mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan
pembilasan.
4.2 SARAN
Untuk praktikum selanjutnya sebaiknya pengujian pembuatan sabun menggunakan
minyak jelantah
33 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
34 | P a g e
LAMPIRAN
35 | P a g e
GAMBAR ALAT
BOTOL SEMPROT
36 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
37 | P a g e
Proses ekstraksi padat cair berlangsung 3 tahap:
1. Perubahan fase dari zat terlarut yang diambilpada saat pelarut meresap masuk
2. Terjadi proses difusi pada cairan dari dalam partikel padat menjadi keluar.
3. Perpindahan zat terlarut dari padatan ke zat terlarut.
Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri yang digunakan sebagai obat
alternative. Pengolahan minyak cengkeh dilakukan dengan cara ekstraksi. Minyak daun
cengkeh hasil penyulingan dari petani mempunyai kadar eugenol berkisar 70-80%,
sedangkan untuk industry dibutuhkan minyak dengan kadar eugenol paling rendah
90%.
Proses kimia pada isolasi eugenol dilakukan dengan mereaksikan minyak daun cengkeh
dengan basa kuat (NaOH) dengan pengadukan yang selanjutnya Na-eugenolat yang
terbentuk direaksikan dengan dengan HCL untuk memisahkan eugenolnya. Eugenol
yang dihasilkan adalah eugenol kasar yang tingkat kemurniannya masih rendah.
Tingkat kemurnian yang diisyaratkan dalam standar USP minimal 98% dengan warna
jernih kuning muda.
Eugenol (C10H12O2) merupakan turunan gualakol yang mendapatkan tambahan
rantai alil, dikenal dengan nama IUPAC 2-metoksi-4,2-propenil fenol). Ia dapat
dikelompokkan dalam keluarga alil benzene dari senyawa-senyawa fenol. Warnanya
bening hingga kuning pucat dan kental seperti minyak. Eugenol memiliki titik didih
256oC , titik leleh -9oC, densitas 1,06 g/cm3 , indeks bias 1,529-1,537 dan bobot
molekulnya 164,20 , dengan rumus bangun sebagai berikut:
OH
OCH
CH-CH=CH
Gambar 1.1 Rumus Bangun Eugenol
38 | P a g e
Sifat kimiawi dan efek farmakologi dari cengkeh adalah hangat, rasanya tajam, peluruh
kantuk, ariestik local menghilangkan kolik dan obat batuk. Kandungan kimia pada
cengkeh adalah karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B1, lemak, protein dan
eugenol.
c. Faktor – faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi menurut Miradi (2009)
adalah :
1. Ukuran partikel
Semakin kecil larutannya, maka demikian besar luas permukaan antara
padat dan cair, sehingga laju perpindahannya menjadi semakin besar, dengan
kata lain jarak untuk berdifusi yang dialami oleh zat terlarut dalam padatan
adalah kecil.
2. Zat terlarut
Larutan yang akan dipakai sebagai pelarutnya merupakan pelarut pilihan
yang terbaik viskositasnya harus cukup rendah agar dapat berspekulasi dengan
mudah. Biasanya zat terlarut murni akan dipakai awalnya, tetapi setelah
proses ekstraksi berakhir konsentrasi zat terlarut akan naik dan laju ekstraknya
akan turun, pertama karena gradien konsentrasi akan bderkurang dan kedua
karena zat terlarutnya menjadi lebih kental.
3. Temperatur
Dalam bayak hal, temperatur zat terlarut didalam zat pelarut akan naik
bersamaan dengan kenaikan temperatur untuk memberikan laju ekstraksi yang
lebih tinggi.
4. Pengadukan fluida
Pengadukan pada zat terlarut adalah penting karena akan menaikan proses
difusi, sehingga menaikkan perpindahan material dari permukaan ke zat
terlarut.
Ekstraksi padat cair cair (leaching) adalah proses pemecahan / pemisahan cairan
dari padatan dengan perantara suatu zat mpelarut. Proses ini dimaksudkan untuk
mengeluarkan zat terlarut dari suatu padatan atau memurnikan padatan dari cairan yang
membuat padatan terkontaminasi seperti pigmen. Metode yang digunakan untuk ekstraksi.
39 | P a g e
1.2.2 Minyak cengkeh
Minyak cengkeh adalah salah satu jenis dari minyak atsiri yang terdapat di
Indonesia, terutama di propinsi Jawa Tengah seperti Kabupaten Tegal, Banyumas, Solo,
dan sekitarnya. Minyak cengkeh banyak digunakan sebagai bahann utama rokok kretek
di Indonesia. Bunga cengkeh mengandung 20 % minyak sedangkan bagian gagang dan
daun mengandung 4 – 6 % minyak (Farida,2008). Ekstraksi minyak cengkeh dilakukan
pada bagian bunga, tangkai bunga dan daunnya. Minyal daun cengkeh hasil
penyulingan dari petani mempunyai kadar eugenol 70 – 80 %, sedangkan untuk industri
dibutuhkan eugenol paling rendah 90 % kadar eugenolnya. (Nurdin A,dkk,2001).
a. Sifat kimia dan fisika minyak daun cengkeh
1. Warna : kuning pucat
2. Bau : keras, pedas, dan aroma cengkeh
3. Berat jenis pada 15 oC : 1,03 -1,06
4. Indeks refraksi (20 oC) : 1,52 -1,54
5. Kadar eugenol : 78 – 93 %
6. Kelarutan dalam alkohol : 70 % (larut dalam 2 volume) (sipuk,2007)
b. Sifat kimia dan fisika minyak cengkeh dari tangkai/ bunga cengkeh
1. Warna : Kuning – cokelat
2. Bau : Aroma cengkeh
3. Berat jenis pada 25 oC : 1,048 – 1, 056
4. Putaran optik : 0 – 1 o 30
5. Indeks reflaksi : 1,5340 – 4,5386
6. Kandungan eugenol : 89 – 95 %
7. Kelarutan dalam alkohol : 70 % (larut dalam 2 volune) (Farida,2008)
c. Kegunaan Minyak Cengkeh
Minyak cengkeh digunakan sebagai aroma terapi dan untuk mengobati sakit
gigi (anonim,2010). Minyak cengkeh juga berkhasiat sebagai obat rematik, obat sakit
gigi, obat jamur dan pengusir serangga. Dimanfaatkan pula sebagai pengawet
makanan, bahan pencampur dalam industri rokok kretek, dan digunakan sebagai
bahan baku industri pangan, minyak wangi, obat – obatan, baham untuk membuat
vanilin sintesis, serta sebagai bahan peledak (Farida,2008)
40 | P a g e
1.2.3 Eugenol
Eugenol (C10H12O2) merupakan turunan guaiakol yang mendapat tambahan rantai
alil, dikenal dengan nama IUPAC 2-metoksi-4-(2-propenil) fenol. Warnanya bening
hingga kuning pucat, kental seperti minyak. Sumber alaminya dari minyak cengkeh.
Terdapat pada pala, kulit manis dan daun salam. Eugenol sedikit larut dalam air, namun
mudah larut pada pelarut organik.
a. Sifat fisika dari eugenol :
1. Berat jenis : 1,0651
2. Indeks bias : 1,5410 (20 oC)
3. Titik didih : 253 oC
4. Titik nyala : 110 oC
5. Kelarutan dalam alkohol : 1:5 atau 1:6
Akan ditentukan oleh banyaknya zat yang penyebabnya dalam padatan, sifat
padatan dan besarnya padatan. Biasanya proses ekstraksi padat cair (leaching)
berlangsung tiga tahap :
1. Perubahan fase dari zat terlarut yang diambil pada saat pelarut meresap masuk.
2. Terjadi proses difusi pada cairan dalam partikel padat menjadi keluar
3. Perpindahan zat terlarut dari padatan ke zat pelarut.
Ekstraksi cair – cair adalah proses pemindahan suatu komponen campuran cairan
dari suatu larutan ke cairan yang lain. Pada suatu campuran, dua campuran yang saling
larut salah satunya adalah sebagai zat terlarut dan yang lain adalah sebagai zat
pembawanya. Jika suatu campuran dimurnikan dengan bantuan cairan ketiga yang
disebut dengan zat pelarut dan zat pelarutnya tidak mudah larut atau larut sebagian.
Maka akan terbentuk 2 fase ekstrak dan lapisan yang kaya pelarut disebut sebagai fase
ekstrak, dan lapisan lain disebut denag fase rafinat. Setelah kondisi setimbang dicapai
pada analisis akan didapatkan bahwa fase ekstrak terdiri atas zat pelarut yang jenuh
dengan acuan terhadap kedua zat terlarut dan zat pelarut. Selain itu, bahwa dengan
dasar larutan bebas zat terlarut, fase ekstrak akan memiliki zat terlarut lebih banyak dan
pada fase rafinat. Proses pemisahan campuran cairang yang saling larut menggunakan
zat pelarut disebut dengan ekstraksi cair – cair, karena ekstraksi ini menyangkut
perpindahan massa dari suatu fase cair ke fase cair kedua yang tidak mudah larut.
41 | P a g e
Eugenol merupakan salah satu komponen kimia dalam minyak cengkeh yang
memberikan bau dan aroma khas pada minyak cengkeh, yaitu menurut ketaren(1985)
adalah 70-90% volume, menurut Guenther adalah 80-90% dan hasil penelitian Deyena
dan Horiguchi (1971) adalah 80,7% (Mudjijono,2010)
OCH3
OH CH2-CH = CH2
42 | P a g e
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat
2.2 Bahan
a. Minyak Cengkeh
b. n-Hexan
c. Asam Klorida (HCL) 4N
d. Natrium Hidroksida (NaOH) 20
1. Menimbang 20gr minyak cengkeh dan masukkan kedalam gelas kimia 250 ml.
2. Ditimbang 8gr NaOH dan larutkan kedalam 60 ml aquadest dalam beaker gelas
250 ml.
3. Memasukkan larutan NaOH kedalam minyak cengkeh
4. Mengaduk dengan menggunakan electric stirrer hingga campuran membentuk fase
gel (campuran homogen)± 2 𝑗𝑎𝑚.
5. Dimasukkan kedalam corong pisah dan diamkan selama 30 menit hingga terbentuk
2 lapisan.
43 | P a g e
6. Pisahkan lapisan atas dan bawah. Masukkan lapisan bawah (Na-Eugenolat)
kedalam gelaskimia.
7. Ditambahkan HCL 4N hingga pH 2-3 (diuji dengan menggunakan indicator
universal) dan diaduk, lalu masukkan kedalam corong pisah.
8. Ditambahkan N-Hexan sebanyak 30 ml, lalu kocok 5 menit dan diamkan hingga
terbentuk 2 lapisan.
9. Diambil lapisan bawah dan cuci dengan aquadest 50 ml sebanyak 2 kali.
10.Diambil bagian bawah dan masukkan kedalam gelas beker 250 ml.
11. Dipanaskan selama 45menit, tutup dengan alumunium foil dengan suhu 150oC
12.Didingikan dan ditimbang.
13. Dihitung rendemen, berat jenis, dan amati warna serta baunya.
44 | P a g e
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil praktikum didapatkan hasil pengamatan yang dapat dilihat melalui tabel
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Hasil pengamatan proses isolasi eugenol dari minyak cengkeh.
3. Larutan diaduk dengan stirrer selama Dari warna kecoklatan menjadi kuning teh,
2 jam tidak ada endapan
5. Fase bawah diambil lalu diasamkan Larutan bewarna coklat, tidak ada endapan
dengan HCL 4N hingga pH 3 (60ml) larutan terbentuk 2 lapisan larutan atas
coklat susu, larutan bawah coklat teh.
8. Diuapkan 90 menit (suhu 150oC) Bewarna coklat the dan berbau seperti
batang rokok.
45 | P a g e
Tabel 3.2 Hasil pengamatan produk dari isolasi eugenol.
No Parameter Hasil
3. Rendemen 72,27 %
3.2 Pembahasan
Isolasi eugenol dari minyak cengkeh bertujuan untuk mengisolasi eugenol yang
terdapat dalam minyak cengkeh. Metode yang digunakan yaitu metode kimia, yaitu
dengan mereaksikan minyak cengkeh dengan natrium hidroksida (NaOH) membentuk
Na-Eugenolat. Kemudian senyawa ini diasamkan dengan asam klorida (HCL) hingga pH
2-3. Terbentuk eugenol dengan hasil samping berupa natrium klorida (NaCl). Isolasi
eugenol dilakukan dengan cara ekstraksi dengan n-heksan.
Reaksi yang terjadi yaitu :
OH ONa OH
OCH3 OCH3 OCH3
+ HCl
46 | P a g e
Na+ yang berasal dari NaOH membentuk warna kuning yang lama kelamaan menjadi
coklat bening. Fungsi penambahan NaOH yaitu untuk membentuk garam Na-
Eugenolat, yaitu bentuk garam yang memiliki sifat polar dan larut dalam air sehingga
eugenol dalam bentuk Na-Eugenolat dapat dengan mudah terpisah dengan minyak
cengkeh lain yang bersifat non-polar. Lalu didiamkan 30 menit dalam corong pisah dan
terbentuk dua lapisan, yang mana lapisan atas bewarna kuning kental yang merupakan
fase organik dan lapisan bawah bewarna merah kecoklatan seperti teh yang merupakan
Na-Eugenolat yang larut dalam air (fase anorganik). Terjadi dua lapisan ini dikarenakan
adanya perbedaan antara kepolaran antara kedua senyawa dengan Na-Eugenolat yang
memiliki densitas lebih besar daripada fase organic, sehingga senyawa organik berada
dilapisan bawah, dan lapisan atas berupa pengotor yang dibuang.
Tahap selanjutnya melakukan hidrolisis menggunakan asam yaitu penambahan
HCL pada lapisan Na-Eugenolat yang bertujuan untuk mengubah Na-Eugenolat
menjadi eugenol kembali yaitu dengan mensubstitusikan gugus H+ pada Na-Eugenolat
sehingga eugenol dapat diperoleh kembali. Hasil yang didapat setelah ditambahkan
HCL sebanyak 60 ml adalah terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas bewarna coklat
susu dan lapisan bawah adalah garam NaCl yang berwarna coklat teh. Penambahan
HCL dilakukan sampai pH 2-3. Eugenol dalam kondisi asam akan dengan mudah
menarik H+ sehingga Na-Eugenolat dapat bereaksi dengan HCL membentuk eugenol
kembali. Eugenol diisolasi dengan cara ekstraksi cair-cair dalam corong pisah.
Ekstraksi cair-cair adalah sebuah metode pemisahan komponen dengan
memindahkannya dari suatu larutan kecairan lain dengan bantuan pelarut. Dalam
percobaan ini pelarut yang digunakan yaitu n-Heksan. N-Heksan akan melarutkan
eugenol dan memisahkannya dari natrium klorida dan zat lain. Terbentuk dua lapisan,
lapisan atas adalah fase organik (n-heksan) yang bewarna coklat dan lapisan bawah
yang merupakan pengotor yang bewarna kuning muda pucat.Lapisan atas dipisahkan
dan dicuci dengan aquadest untuk meminimalizir zat pengotor yang ada, lalu terbentuk
dua lapisan yaitu lapisan atas yang berupa eugenol bewarna coklat dan lapisan bawah
yang berupa pengotor yang bewarna kuning pucat. Lapisan atas diambil dan diuapkan
dengan suhu 250oC yang bertujuan untuk menguapkan zat pengotor yang kemungkinan
masih tertinggal seperti n-heksan, air dan zat lainnya.
Eugenol yang didapatkan bewarna kecoklatan dan berbau tajam. Terdapat
perbedaan terhadap warna eugenol yang dihasilkan dari referensi (seharusnya bewarna
47 | P a g e
bening atau kekuningan). Hal ini disebabkan selama isolasi berlangsung bukannya
proses reaksi tertutup sehingga kontak eugenol dengan udara terbuka sangatlah besar.
Hal ini menyebabkan eugenol teroksidasi oleh udara dan warnanya berubah menjadi
gelap. Kemudian, eugenol diuji kualitasnya (aroma dan densitas) untuk menguji
kemurnian eugenol. Setelah diuji diperoleh densitas sebesar 0,9744 gr/ml. Sedangkan
densitas eugenol secara teoritis adalah 1,06 gr/ml. Perbedaan densitas disini mungkin
karena eugenol yang diperoleh masih terdapat pengotor lain (kurang murni). Rendemen
yang diperoleh sebesar 72,27%.
Faktor-faktor yang menyebabkan jumlah rendemen yang diperoleh adalah
ekstraksi pelarut yang hanya dilakukan sekali, sehingga rendemen yang diperoleh tidak
maksimal. Karena kemungkinan masih ada senyawa eugenol yang tertinggal didalam
zat pengotor, selain faktor diatas sampel minyak yang digunakan juga kemungkinan
hanya mengandung sedikit eugenol sehingga ketika diisolasi hanya diperoleh sedikit
rendemen eugenol dengan kemurnian yang kurang maksimal.
48 | P a g e
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa minyak cengkeh
mengandung rendemen 72,27% dengan warna coklat tua dan berbau seperti rokok.
49 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
50 | P a g e
LAMPIRAN
51 | P a g e
Perhitungan:
Diketahui:
a. Berat Jenis
1. Massa piknometer kosong = 14,9114 gram
2. Massa piknometer + eugenol = 24,6535 gram
3. Massa sampel 29,6335 – 14,9114 = 9,7421 gram
b. Rendemen
1. Berat produk percobaan = 13,8779 gram
2. Berat sampel awal = 19,2017 gram
13,8779 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥 100% = 72,27%
19,2017 𝑔𝑟𝑎𝑚
52 | P a g e
GAMBAR ALAT
53 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
54 | P a g e
enzim. Hasil pemotongan oleh asam adalah dekstrin,
maltose dan glukosa, sementara enzim bekerja secara
spesifik sehingga hasil hidrolisis dapat dikendalikan
(Assegaf,2009)
1.2.2 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan polimer alam (bio polimer) adalah
polisakarida. Polisakarida terbentuk dari monomer – monomer
monosakarida yang bergabung melalui ikatan kovalen berupa ikatan
kovalen berupa ikatan glikosida dalam reaksi polimerisasi kondensasi.
55 | P a g e
fungsi berupa aldehida (-CHO-) atau keton (-CO-). Berdasarkan
gugus fungsi ini, monosakarida dapat dibedakan menjadi aldosa
dengan gugus –CHO- atauketosadengangugus –CO-.
Selanjutnya, berdasarkan gugus fungsingnya, monosakarida
juga dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah atom C dalam
molekulnya, yakni triosa (3 atom C), tetrosa (4 atom C), pentose (5
atom C), heksosa (6 atom C) dan seterusnya. Penggabungan
pengelompokkan berdasarkan jenis gugus fungsi gugus fungsi dan
jumlah atom C memberikan istilah aldotriosa/ ketotetrosa dan
seterusnya.
Dari struktur- struktur yang ada, terlihat aldose seperti glukosa selain
memiliki gugus aldehida, juga memiliki beberapa gugus –OH
sehingga dalamistilah modernnya, aldosa disebut juga polihidroksi
aldehida dimana glukosa adalah suatu pentahidroksialdehida.Dengan
cara sama, keton seperti fruktosa juga dinamakan polihidroksi keton
dimana fruktosa adalah pentahidroksiketon.
Terdapat macam-macam monosakarida yaitu:
1. Glukosa
56 | P a g e
Umumnya berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa,
yaitu gula yang terdapat dalam susu. Galaktosa mempunyai sifat
memutar bidang cahaya terpolarisasi kekanan.Pada proses
oksidasi oleh asam nitrat pekat dan dalam keadaan panas
galaktosa menghasilkan asam musat yang kurang larut dalam air
bila dibandingkan dengan asamsakarat yang dihasilkan oleh
oksidasi glukosa. Dapat diperoleh dari hidrolisis gula susu
(laktosa). Galaktosa dapat mereduksi larutan fehling dan
membentuk endapan merah bata.
3. Fruktosa
57 | P a g e
Maltosaadalahsuatudisakarida dan merupakan hasil dari
hidrolisis parsial tepung (amilum). Maltosa tersusun dari molekul α –
D – glukosa dan β – D – glukosa.
58 | P a g e
Jika kita perhatikan, strukturnya karbon anomerik ( karbon
karbonil dalam monosakarida) dari glukosa maupun fruktosa di
dalam air tidak digunakan untuk berikatan sehingga keduanya
tidak memiliki gugus hemiasetal. Akibatnya sukrosa dalam air
tidak berada dalam kesetimbangan dengan bentuk aldehid atau
keton sehingga sukrosa tidak dapat dioksidasi. Sukrosa
bukan merupakan gula pereduksi.
3. Laktosa
Laktosa adalah komponen utama yang terdapat pada air susu ibu
dan susu sapi. Laktosa tersusun atas molekul β – D – glukosa yang
dihubungkan oleh ikatan 1,4 - β.
59 | P a g e
Selulosa merupakan polisakarida yang banyak dijumpai
dalam dinding sel pelindung seperti batang, dahan, daun dari
tumbuh – tumbuhan. Selulosa merupakan polimer yang berantai
panjang dan tidak bercabang. Suatu molekul tunggal selulosa
merupakan polimer rantai lurus dari 1,4 – β – D – glukosa.
2. Pati / Amilum
Pati terbentuk lebih dari 500 molekul monosakarida.
Merupakan polimer dari glukosa. Jika dilarutkan dalam air
panas, pati dapat dipisahhkan menjadi dua fraksi utama, yaitu
amilosa dan amilopektin. Perbedaan terletak pada bentuk rantai
dan jumlah monomernya.
Amilosa adalah polimer linier dari α – D – glukosa yang
dihubungkan dengan ikatan 1,4 – α. Dalam satu molekul
amilosa, terdapat 250 satuan glukosa atau lebih. Amilosa
membentuk senyawa kompleks berwarna biru dengan iodium.
Warna ini merupakan uji untuk mengidentifikasi adanya pati.
Molekul amilopektin lebih besar dari amilosa. Strukturnya
bercabang. Hidrolisis lengkap pati akan menghasilkan D –
glukosa. Hidrolisis dengan enzim tertentu akanmenghasilkan
dextrin dan maltosa.
3. Glikogen
Glikogen merupakan polisakarida yang digunakan sebagai
tempat penyimpanan glukosa dalam tubuh hewan terutama pada
otot dan hati.Glikogen mengandung rantai glukosa yang terikat
1,4 µ dengan percabangan 1,6 µ dan mengandung amilopektin.
a. Amilosa dan Amilopektin
Pada hidrolisis amilosa hanya menghasilkan glukosa,
sedangkan hidrolisis parsialnya menghasilkan maltosa, dengan
iodine membentuk warna biru tua. Sedangkan amilopektin
mengandungl ebih dari 1000 glukosa pada tiap molekulnya.
b. Kitin
Merupakan polisakarida linier yang mengandung N–
asetat–D–gluko–samiri a terikat B. Hidrolisis kitin
60 | P a g e
menghasilkan 2–amino–2 dioksiglukosa, sedangkan gugus
asetalnya terlepas dalam proses hidrolisis kitin biasanya
terdapat pada serangga.
4. Uji Fehling
Larutan fehlings yang terdiri dari kupsi sulfat Na – K – dan
Natrium Hidroksida dengan gula reduksi dipanaskan akan
terbentuk endapan yang berwarna hijau kuning – orange atau
merah tergantung dari macam gula reduksinya. Hal ini didasarkan
kenyataan bahwa gula produksi mampu mereduksi Cu2+.
61 | P a g e
O O
62 | P a g e
BAB II
METODOLOGI
63 | P a g e
2.2 Prosedur Kerja
a. Hidrolisis Disakarida
1. Memasukkan larutan sukrosa 5% ke dalam gelaskimiasebanyak20 tetes
HCL pekat
2. Memanaskan di atas hot plate sampai mendidih sambil diaduk
3. Menetralkan dengan Natrium karbonat 5% ( menggunakan petunjuk
kertas lakmus biru )
4. Menguji hasil hidrolisis dengan larutan fehling A, fehling B dan
fehling A+B
b. Hidrolisis Polisakarida
1. Memasukkantepung kanji 0,1g yang telahdilarutkan sebanyak 100 ml dan
30 ml HCl pekat kedalam Erlenmeyer dan menambahkan 150 mg aquadest
2. Memanaskanlarutandi atas hot platesampaimendidihsambildiaduk
3. Mengambil 1 ml larutansetiap 5 menitdan memasukkan ke dalam
tabung reaksi
4. Menguji larutan tersebut dengan I2
5. Mencatat perubahan warna yang terjadi (setiap interval 5 menit )
6. Mencatat hasil hidrolisis sampai larutan bewarna kuning bening
64 | P a g e
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menetralkan dengan
3. Na2CO3menggunakan kertas lakmus Lakmus biru tetap berwarna biru
biru
4. Hasil hidrolisis + larutan fehling A Terbentuk warna biru muda dan endapan biru muda
Hasil hidrolisis + larutan fehling Warna larutan menjadi biru tua dan terdapat
6. endapan merah bata
A+B
65 | P a g e
Tabel 3.2 Hasil Pengamatan dan Waktu Hidrolisis Polisakarida
No. Interval waktu Pengamatan
66 | P a g e
27 5 menit ke-27 Warna orange muda
3.2 Pembahasan
Dalam percobaan uji karbohidrat bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat
karbohidrat dan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk menghidrolisis
polisakarida.
Hidrolisis Disakarida:
Proses hidrolisis disakarida yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui gugus
fungsi dari sukrosa dan menghasilkan monosakarida. Pada percobaan ini sampel yang
digunakan adalah larutan sukrosa 5% dan kemudia ditambahkan HCl pekat. Penambahan
HCl pekat berfungsi untuk menghidrolisis gugus aldehid. Pada proses ini rantai gugus
aldehid akan diputus oleh HCl. Pada dasarnya dalam karbohidrat terdapat dua gugus yaitu
aldehid dan keton. Umumnya yang bereaksi adalah aldehid karena karena rantai
gugusnya dapat diputus dengan penambahan HCl. Sedangkan gugus keton tidak bereaksi
karena rantainya sukar terputus. HCl juga berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat
reaksi, jika menghidrolisis disakarida hanya mengandalkan pemanasan maka akan
berlangsung lama dan disakarida merupakan senyawa organik, senyawa organik
membutuhkan waktu yang lama untuk bereaksi. Setelah penambahan HCl sampel
dipanaskan hingga mendidih agar membantu pemutusan pemutusan ikatan fruktosa dan
glukosa.
Kemudian campuran dinetralkan dengan Natrium Karbonat 5% yang merupakan
garam NaOH dan H2CO3. Penetralan perlu dilakukan karena fehling tidak bekerja secara
optimal pada suasa asam. Sehingga larutan fehling dapat direduksi oleh gula pereduksi
dari sampel.
Hasil hidrolisis diuji dengan fehling A yang bewarna biru, kemudian terbentuk
warna biru muda. Hal ini terjadi karena Cu2+ dari fehling A mengendap menjadi CuCO3,
sehingga Cu2+ tidak tereduksi menjadi ion C+. Kemudian ditambahkan fehling B tidak
terjadi perubahan spesifik hal ini dikarenakan fehling B berfungsi hanya untuk mencegah
Cu2+ mengendap menjadi CuCO3. Kemudian ditambahkan fehling A+B larutan berubah
menjadi biru tua dan terbentuk endapan merah bata. Hal ini menunjukkan bahwa fehling
yang memiliki ion CU2+ direduksi menjadi ion Cu+ yang kemudian diendapkan menjadi
67 | P a g e
merah bata (Cu2O), hal ini menunjukkan adanya gula pereduksi yang merupakan
monosakarida.
Hidrolisis Polisakarida:
Pada tahap ini dilakukan proses hidrolisis polisakarida yang bertujuan untuk
menunjukkan kadar amilum dalam tepung, sampel yang digunakan adalah tepung kanji.
Sebelum dipanaskan larutan ditambahkan HCl pekat. HCl pekat berfungsi untuk
menghidrolisis polisakarida menjadi monosakarida. HCl juga berfungsi sebagai katalis
untuk mempercepat reaksi. Dalam percobaan ini dilakukan pemanasan pada sampel,
tujuannya untuk membantu pembongkaran rantai aldehid menjadi asam karboksilat.
Penambahan iodin bertujuan untuk menunjukkan adanya amilum dalam tepung dan
sebagai menunjuk terhidrolisisnya polisakarida secara sempurna menjadi banyak
monosakarida, tepung akan beraksi positif dengan iodine dan akan membentuk warna
merah bata. Tahap-tahap perubahan warna pada tepung sampai larutan tepung kanji
berubah menjadi kuning bening.
Pada percobaan ini waktu yang diperlukan untuk menghidrolisis polisakarida
menjadi monosakarida yaitu 140 menit. Reaksi hidrolisis ini termasuk membutuhkan
waktu yang lama karena reaksi ini termasuk reaksi senyawa organic, senyawa organik
membutuhkan waktu yang lama untuk bereaksi dan untuk mempercepat reaksi maka
ditambahkan HCl sebagai katalis sekaligus sebagai penghidrolisis.
Pada percobaan ini saat larutan diuji dengan I2 pertama kali warna yang terbentuk
yaitu warna merah bata, hal ini terjadi karena golongan polisakarida akan membentuk
68 | P a g e
reaksi dengan larutan iodine dan memberikan warna spesifik bergantung pada jenis
karbohidratnya. Glikogen maupun dextrin dengan iodine akan bewarna merah coklat
(merah bata). Semakin lama, hasil uji dengan iodine mulai terbentuk warna orange bening
hingga tak terjadi perubahan warna lagi. Warna orange bening menandakan, polisakarida
telah menjadi monosakarida.
Reaksi yang terjadi pada uji iodin yaitu :
O O
Pada percobaan ini diketahui sifatnya yaitu polisakarida bereaksi dengan iod
memberikan warna iod sedangkan monosakarida tidak bereaksi dengan iod.
69 | P a g e
BAB V
PENUTUP
5.1.1 Kesimpulan
1. Sifat karbohidrat yaitu disakarida bukan merupakan gula pereduksi sehingga
harus dihidrolisis menjadi monosakarida yang merupakan gula pereduksi dan
monosakarida tidak dapat bereaksi dengan iod.
2. Waktu yang diperlukan untuk menghidrolisis karbohidrat yaitu selama 140
menit.
5.2 Saran
1. Praktikan harus lebih teliti dalam mengamati perubahan warna yang terjadi
dan interval waktu.
2. Praktikan harus lebih teliti dalam memperhatikan sampel saat sedang
dipanaskan apakah sudah mendidih atau belum.
70 | P a g e
Daftar Pustaka
https://www.google.co.id/amp/s/ikykyastri.wordpress.com/2011/12/19/uji-
karbohidrat/amp/UJI KARBOHIDRAT 15 Desember 2017 23:42 wita
http://www.jejaringkimia.web.id/2010/03/karbohidrat.html?m=1PenggolongandanId
entifikasiKarbohidrat 15 Desember 2017 11: 00 WITA
71 | P a g e
LAMPIRAN
GambarAlat :
Labu Ukur
Bulp Kertas Lakmus
Botol Semprot
72 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Untuk mensintesa senyawa etil etanoat dari asam etanoat (asam asetat) dan etanol
dengan reaksi esterifikasi.
R1 - C - O - R2
Pembuatan ester dapat diperoleh dari reaksi esterifikasi yaitu reaksi asam
karboksilat dan alkohol berdasarkan sifat kimia reaksi. Ester dihasilkan apabila asam
karboksilat di panaskan bersama alkohol dengan bantuan katalis asam. katalis ini
biasanya adalah H2SO4 pekat. terkadang juga digunakan HCl(g) kering, tetapi katalis
ini cenderung melibatkan ester-ester aromatik (yaitu ester yang mengandung sebuah
cincin benzena). Reaksi esterifikasi merupakan reaksi balik (reversible). Pada
umumnya dalam pembuatan ini dinyatakan dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
73 | P a g e
Jika membuat etil etanoat dari asam etanoat dan etanol, maka persamaan reaksinya
adalah
74 | P a g e
lain yaitu membuang salah satu produk dalam campuran reaksi (misalnya dengan
destilasi air secara azeotropik).
Dengan bertambahnya halangan sterik dan zat antara laju pembentukan ester akan
menurun. Rendamen esternya pun berkurang. Alasannya ialah karena esterfikasi itu
merupakan reaksi yang bersifat dapat balik dan spesies yang kurang terintangi
(pereaksi) akan lebih disukai. Jika suatu ester yang meruah (bulky) harus dibuat, maka
lebih baik digunakan jalur sintesis lain, seperti reaksi antara alkohol dengan suatu
anhidrida asam atau klorida asam, yang lebih reaktif daripada asam karboksilat dan
dapat breaksi secara tak dapat balik.
1.2.2 Refluks
Refluks adalah suatu metode dalam ilmu kimia untuk mensintesis suatu senyawa
,baik organik maupun anorganik. Umumnya digunakan untuk mensintesis senyawa-
senyawa yang mudah menguap atau volatil. Pada kondisi ini jika dilakukan
pemanasan biasa maka pelarut akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai
.Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada
suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya
dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi kedalam wadah
reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung.
1.2.3 Destilasi
Destilasi (penyulingan) adalah proses pemisahan komponen dari suatu campuran
yang berupa larutan cair-cair dimana karakteristik dari campuran tersebut adalah
mampu bercampur dan mudah menguap, selain itu komponen-komponen tersebut
mempunyai perbedaan tekanan uap dan hasil dari pemisahannya menjadi komponen-
komponennya atau kelompok-kelompok komponen. Karena adanya perbedaan
tekanan uap, maka dapat dikatakan pula proses penyulingan merupakan proses
pemisahan komponen-komponennya berdasarkan perbedaan titik didihnya.
Destilasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:
1. Destilasi biasa, umumnya dengan menaikkan suhu. Tekanan uapnya diatas cairan
atau tekanan atmosfer (titik didih normal)
2. Destilasi vakum, cairan diuapkan pada tekanan rendah, jauh dibawah titik didih
dan mudah terurai.
75 | P a g e
3. Destilasi bertingkat atau destilasi terfraksi yaitu proses yang komponen-
komponennya secara bertingkat diuapkan dan diembunkan.
4. Destilasi azeotrop yaitu destilasi dengan menguapkan zat cair tanpa perubahan
komposisi.
1.2.4 Etil asetat
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus empiris CH3COOC2H5.
Senyawa ini merupakan ester dari ethanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud
cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Etil asetat adalah Pelarut polar menengah
yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat dibuat
melalui reaksi esterifikasi Fischer dari asam asetat dan etanol. Reaksi esterifikasi
Fischer adalah reaksi pembentukan ester dengan cara merefluks asam karboksilat
bersama etanol dengan katalis asam. Reaksi esterifikasi merupakan reaksi reversible
yang sangat lambat, tetapi bila menggunakan katalis, kesetimbangan reaksi akan
tercapai lebih cepat. Asam yang dapat digunakan sebagai katalis adalah asamsulfat,
asam klorida, dan asam fosfat. Dari reaksi asam asetat dan etanol inilah akan
menghasilkan etil asetat.
Tabel 1.2.4.1 Sifat Fisika Etil Asetat
No Sifat fisik keterangan
76 | P a g e
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
1. 1 set alat refluks
2. 1 set alat destilasi
3. Corong pisah
4. Statif dan klem
5. Erlenmeyer 250 ml
6. Gelas kimia 250 ml
7. Thermometer 100℃
8. Pipet ukur 10 ml
9. Pipet ukur 25 ml
10. Pipet volume 25 ml
11. Bulp
12. Botol semprot
2.1.2 Bahan
1. CH3COOH
2. H2SO4
3. Etanol
4. Aquades
2.2 Prosedur Kerja
1. Dipipet 28 ml asam asetat (CH3COOH), 29 ml etanol (C2H50H),
dimasukkan ke dalam labu destilasi.
2. Ditambahkan asam sulfat (H2SO4) pekat sebanyak 1 ml 3 butir batu didih.
3. Direfluks selama kurang lebih 2 jam.
4. Setelah direfluks selanjutnya didinginkan larutan yang telah di refluks.
5. Selanjutnya, didestilasi larutan yang telah direfluks pada temperatur 77℃
6. Dilakukan uji (bau, warna, densitas dan rendamen).
77 | P a g e
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Esterifikasi
1) Pencampuran Bahan Bahan tercampur homogen,
5 Rendemen 85,79%
78 | P a g e
3.2 Pembahasan
Sintesa senyawa etil etanoat dilakukan dengan reaksi esterifikasi dimana
CH3COOH sebagai asam karboksilat direaksikan dengan C2H5OH sebagai alkohol
dengan bantuan katalis asam yaitu H2SO4 yang menghasilkan etil etanoat
(CH3COOC2H5) yang masih bercampur dengan air (H2O). Sintesa senyawa tersebut
memiliki persamaan reaksi sebagai berikut:
79 | P a g e
Pada proses refluks ini, dihasilkan produk etil etanoat yang masih bercampur
dengan air dan larutan tersebut tidak berwarna (bening). larutan lalu didinginkan
beberapa menit dan kemudian dilanjutkan dengan proses distilasi.
Proses destilasi ini dilakukan untuk memisahkan antara senyawa etil asetat yang
merupakan produk utama dengan air atau dengan kata lain untuk mendapatkan etil
asetat murni. Hal tersebut dilakukan pada suhu 78oC karena yang ingin diuapkan
adalah etil asetat sebagai produk utama dan air tidak ikut menguap. Sehingga air akan
tetap berada pada labu destilat dan etil etanoat akan etertampung pada labu
erlenmeyer. Setelah tidak ada lagi etil etanoat yang menetes, proses destilasi
dihentikan.
Berdasarkan hasil praktikum, berat etil etanoat yang diperoleh sebesar 36,4362 g
sedangkan berat residunya sebesar 12,0480 g. Selain itu, didapatkan densitas etil
asetat sebesar 0,8419 g/ml. Sedangkan menurut teori densitas dari etil asetat sebesar
0,897 g/ml. Hasil ini sangat bagus karena mendekati dengan teori referensi.
Sedangkan untuk rendemen yang dihasilkan adalah sebesar 85,79%.
Ketidaktepatan dan ketidakakuratan hasil percobaan dapat disebabkan beberapa
faktor seperti kurang telitinya dalam cara pengerjaan, baik pengukuran volume
larutan, penimbangan berat, maupun proses pengamatan dalam percobaan. Selain itu
juga dapat disebabkan faktor kesterilan alat kerja, di mana alat yang digunakan harus
bersih dan kering agar tidak terjadi kontaminasi dengan zat-zat sisa yang tertinggal
pada alat-alat yang digunakan. Sehingga, alat-alat yang kurang steril dapat
mempengaruhi hasil percobaan.
80 | P a g e
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Pembuatan etil asetat dapat dilakukan reaksi esterifikasi yang menggunakan
metode refluks dan destilasi bertingkat.
2. Bau etil asetat yang dihasilkan adalah seperti balon tiup
3. Warna dari etil etanoat yaitu cairan bening
4. Densitas yang diperoleh adalah sebesar 0.8419 g/ml dengan %kemurnian
sebesar 93.86%
5. Rendemen yang dihasilkan sebesar 85,79%.
4.2 Saran
1. Mengetahui dan memahami cara kerja sebelum melakukan praktikum
2. Dalam pemasangan alat harus dilakukan dengan benar. Karena saat proses
destilasi, jika pemasangan kondensor tidak rapat, maka etil asetat yang
menguap akan terlepas ke udara, sehingga hasil berupa etil asetat yang
didapatkan akan sedikit.
81 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Setyaningrum, Riski Woro. 2013. “Pembuatan Etil Asetat Melalui Reaksi Esterifikasi”
https://www.scribd.com/doc/143276015/ .
82 | P a g e
LAMPIRAN
29,4 gr
Mol CH3 COOH = = 0,4827 mol
60,9 gr/mol
22,91 gr
Mol C2 H5 OH = = 0,4980 mol
46 gr/mol
Berat Produk
% Rendamen = x 100%
Brat Teoritis
36,4362 gram
= x 100%
42,47 gram
= 85,79 %
m 8,4191 gram
Berat Jenis = = = 0,84191 gr/ml
v 10 ml
83 | P a g e
GAMBAR ALAT
84 | P a g e