Anda di halaman 1dari 84

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 TUJUAN PERCOBAAN

Untuk menentukan kadar asam lemak bebas dari suatu minyak / lemak

1.2 DASAR TEORI

Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada
golongan Lipid, yaitu senyawa organic yang terdapat di alam serta tidak larut dalam
air, tetapi larut dalam pelarut organic non polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5),
kloroform (CHCl3), benzene, dan hidrokarbon lainnya. Lemak dan minyak dapat
larut dalam pelarut tersebut karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang
sama dengan pelarut tersebut.
Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol , yang
berarti “triester dan gliserol”. Jadi, lemak dan minyak merupakan senyawa ester.
1.2.1 Pembentukan lemak dan Minyak
Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol. Dalam
pembentukannya trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul
gliserol dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketigfa asam lemak tersebut
berbeda-beda) , yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu molekul air
(gambar 1.1).
Bila R1=R2=R3, maka trigliserida yang terbentuk disebut trgliserida
sederhana, sedangkan bila R1, R2, R3 berbeda maka disebut trigliserida campuran

1|Page
O O

CH2OH R1COH CH2OCR1

O O

CHOH + R2COH CHOCR2 + 3H2O

O O

CH2OH R3COH CH2OCR


GliserolAsamLemak Trigliserida

(Gambar 1.1)

1.2.1 Asam Lemak


Asam lemak bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun
utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua
lipida pada makhluk hidup. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas
(karena lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai gliserida.
Asam lemak tidak lain adalah asam alkanoat atau asam karboksilat
berderajat tinggi (rantai C lebih tinggi dari G). Asam lemak dibedakan menjadi
asam lemak jenuh dan asam lemak tidaj jenuh. Asam lemak jenih hanya
memiliki ikatan tunggal diantaraatom-atom karbon penyusunnya, sementara
asam lemak tidaj jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan ganda diantara
atom-atom karbon penyusunnya.
Asam lemak merupakan asam lemah, dan dalam air terdisoisasi
sebagian. Semakin panjang rantai C penyusunnya, semakin mudah membeku
dan juga semakin sukar larut. Asam lemak jenih bersifat lebih stabil (tidak
mudak teroksidasi) daripada asam lemak tak jenuh.
Contoh Asam lemak yaitu :

2|Page
Tabel 1.1 Asam Lemak Tak Jenuh
Nama Asam Struktur Sumber
Palmitoleat CH3(CH2)5CH = CH(CH2)7 CO2H Lemak nabati
dan hewani
Oleat CH3(CH2)7CH = CH(CH2)7 CO2H Lemak nabati
dan hewani
Lindeat CH3(CH2)4CH=CHCH2CH Minyak nabati
CH(CH2)7CO2H
Linolenat CH3CH2CH = CHCH2CH=
CHCH2=CH(CH2)7CO2H

Tabel 1.2 Asam Lemak Jenuh


Nama Asam Struktur Sumber
Butirat CH3(CH2)2 CO2H Lemak Susu
Palmitat CH3(CH2)14 CO2H Lemak nabati dan
hewani
Stearat CH3(CH2)16 CO2H Lemak nabati dan
hewani

1.2.3 Kegunaan Lemak dan Minyak


1. Memberikan rasa gurih dan aroma yang spesifik
2. Sebagai salah satu penyusun dinding sel penyusun bahan-bahan
biomolekul
3. Sebagai sumber energi yang efektif dibandingkan dengan protein dan
karbohidrat
4. Karena titik didih minyak yang tinggi, maka minyak biasanya digunakan
untuk menggoreng makanan dimana bahan yang digoreng akan
kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya atau menjadi kering
5. Memberikan konsistensi empuk, halus dan berlapis-lapis dalam
pembuatan roti
6. Memberikan tekstur yuang lembut dan lunak dalam pembuat es krim
7. Minyak nabati adalah bahan utama pembuatan margarine

3|Page
8. Lemak hewani adalah bahan utama pembuatan susu dan mentega
9. Mencegah timbulnya penyumbatan pembuluh darah yaitu pada lemak
esensial

1.2.4 Sifat Fisika Lemak dan Minyak


1. Bau amis (fish flavor) yang disebabkan oleh terbentuknya
trimeti-amin dan lecitin
2. Bobot jenis dari lemak dan minyak biasanya ditentukan pada
temperature kamar
3. Indeks bias dari lemak dan minyak dipakai pada pengenalan unsure
kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak.
4. Minyak atau lemak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (coaster
oil), sedikit larut daalam alcohol dan larut sempurna dalam dietil eter,
karbon, disulfide dan pelarut halogen.
5. Titik didih asam lemak semakin meningkat dengan bertambah
panjangnya rantai karbon
6. Rasa pada lemak dan minyak selain terdapat secara alami, juga terjadi
karena asam-asam yang berantai sangat pendek sebagai hasil penguraian
pada kerusakan minyak atau lemak
7. Titik kekeruhan ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran lemak
atau minyak dengan pelarut lemak.
8. Titik lunak dari lemak atau minyak ditetapkan untuk mengidentifikasi
minyak atau lemak.
9. Shot melting point adalah temperature pada saat terjadi tetesan pertama
dari minyak atau lemak.
10. Slipping point digunakan untuk pengenalan minyak atau lemak alam
serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya
1.2.5 Sifat Kimia Lemak dan Minyak
A. Esterifikasi
Proses esrterifikasi bertujuan untk asam-asam Lemak Bebas dari
trigliserida, menjadi bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui
reaksi kimia yang disebut Interifikasi atau penukaran ester yang didasarkan
pada prinsip trans esterifikasi Fiedel-Craft.

4|Page
O O O O

R-C-OR1 +R2-C-OR3 → R -C- OR 3 + R2 -C- OR1

Ester Ester Ester Baru Ester Baru

B. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisis, lemak dan minyak akan diubah menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis ini mengakibatkan
kerusakan lemak dan minyak. Ini terjadi karena terdapat sejumlah air dalam
lemak dan minyak tersebut.

CH2 – O – C – R1 R1COOH CH2O

CH – O – C – R2 + 3H2O R2COOH + CH2O

CH – O – C – R3 R3COOH CH2O
Trigliserida Asam Lemak Gliserol

C. Penyabunan
Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah basa kepada
trigliserida. Bila penyabunan telah lengkap, lapisan air yang mengandung
gliserol dipisahkan dan gliserol dipulihkan dengan penyabunan.

CH2O2 C (CH2)16 CH3CH2OH

CHO2 C (CH2)16 CH3 + 3NaOH CH2OH + 3CH3 (CH2) +CO2- + Na+

CH2O2 C (CH2)16 CH3 CH2OH


Tristearin BasaGliserol Sodium Stearat

5|Page
D. Hidrogenasi
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai
karbon asam lemak pada lemak atau minyak. Setelah proses hidrogenasi
selesai minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan disaring.
Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis dan keras, tergantung pada
derajat kejenuhan.

E. Oksidasi
Oksidasi dapat bergantung bila terjadi kontak anatara sejumlah
oksigen dengan lemak atau minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan
mengakibatkan bau tengik pada lemak atau minyak.

1.2.6 Perbedaan Lemak dan Minyak


1. Minyak : pada suhu kamar berwujud cair
Lemak : pada suhu kamar berwujud padat
2. Minyak : berasal dari tumbuhan
Lemak : berasal dari hewan
3. Minyak : titik beku rendah
Lemak : titik beku tinggi
4. Minyak : mengandung gliseril trioleta
Lemak : mengandung gliseril tristearat dan gliseril trioleta

1.2.7 Ukuran Mutu Minyak


Standar mutu merupakan hala yang penting untuk menentukan
minyak bermutu baik. Beberapa factor yang menentuka mutu minyak yaitu,
kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas,
warna dan bilangan peroksida dan lain-lain.
No. Kandungan SPB Ordinary

1. Asam lemak bebas 1–2 3-5

2. Kadar air 0,1 0,1

3. Kotoran 0,002 0,01

6|Page
4. Besi p.p.m 10 10

5. Tembaga p.p.m 0,5 0,5

6. Bilangan Iod 53 ± 1,5 45 – 56

7. Karotene p.p.m 500 500 – 700

8. Tokoferol p.p.m 800 400 - 600

1.2.8 Komposisi Asam Lemak Bebas


No. Kandungan Minyak Kelapa sawit

1. Asam Kaprilat -

2. Asam Kaproat -

3. Asam Laurat -

4. Asam miristat 1,1 – 2,5

5. Asam stearat 3,6 – 4,7

6. Asam Oleat 39 – 45

7. Asam Linoleat 7 – 11

8. Asam palmitat 40 - 46

1.2.9 Penentuan Asam Lemak Bebas


Asam lemak bebas bermacam – macam dengan gliserol merupakan
penyusun utama minyak. Asam lemak ini mudah dijumpai dalam minyak
goreng maupun margarin dalam menentukan nilai gizinya. Asam lemak tidak
lain adalah asam alkanoat atau asam karboksilat berderajat tinggi rantai C
lebih tinggi dari G. Secara alami asam lemak bisa berbentuk bebas ( karena
lemak yang terhidrolisis ) maupun terikat sebagai gliserida. Asam lemak bebas
juga disebut juga Free FatAcid yang dapat dijadikan standar mutu suatu
minyak. Standar mutu adalah merupakan hal penting untuk menentukan

7|Page
minyak itu bermutu baik. Salah satu factor yang menentukan standar mutu
adalah asam lemak bebas ( FFA).
VNaOH ∙ VNaOH ∙ BMasam lemak
%FFA = × 100%
berat sampel ∙ 10000

Titrasi Asam Basa


Titrasi asam basa yaitu proses penetapan kadar suatu larutan asam
dengan larutan standar basa , yang diketahui normalitasnya atau penetapan
kadar suatu larutan basa dengan larutan standar asam yang telah diketahui
normalitasnya. Dalam titrasi asam basa dikenal dengan istilah ekuivalen dan
titik akhir titrasi.
1. Titik ekuivalen
Adalah keadaan dimana asam dan basa tepat habis bereaksi
2. Titik akhir titrasi
Adalah keadaan dimana proses titrasi harus dihentikan jarena telah
tercapainya titik ekuivalen yang ditandai dengan perubahan oleh indicator
Dalam titrasi, larutan yang di dalam buret disebut titran, yaitu larutan
standar yang telah diketahui kadarnya. Dan larutan yang akan dititrasi disebut
titrat, yaitu larutan yang ingin diketahui konsentrasinya.
Pada proses titrasi, digunakan indicator warna untuk menunjukkan
titik akhir titrasi. Penggunaan indicator tergantung pada senyawa yang akan
ditentukan konsentrasinya. Setela proses titrasi selesai, maka perhitungannya
menggunakan rumus :
V1 . N1 = V2 . N2
Keterangan :
V1 : Volume larutan titrat
N1 : Normalitas titrat
V2 : Volume titran
N2 : Normalitas larutan

8|Page
Indikator PP
Indikator PP atau Fenolftaelin merupakan asam dwiprotik dan tidak
berwarna. Indikator ini terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarna
kemudian dengan hilangnya proton kedua menjadi ion dengan system
terkonjugat menghasilkan warna merah. Indikator PP memiliki rentang pH 8 –
9,6 dengan perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah.

9|Page
BAB II

METODOLOGI

2.1 ALAT DAN BAHAN


2.1.1 Alat
1. Erlenmeyer as 250 ml
2. Buret
3. Statif dan klem
4. Corong
5. Pipet volume 50 ml
6. Pipet tetes
7. Pipet ukur 5 ml
8. Neraca digital
9. Bulp
10. Hot plate
11. Botol semprot
12. Gelas kimia

2.1.2 Bahan
1. Sampel minyak
2. Indikator PP
3. NaOH 0,1 N
4. Alkohol netral
5. Asam Oksalat ( H2C2O4 ) 0.1 N

10 | P a g e
2.2 PROSEDUR KERJA
2.2.1 Standarisasi NaOH
1. Memipet 10 mL larutan NaOH ke dalam erlenmenyer dan menambahkan
3 tetes indikator PP.
2. Kemudian mentitrasi dengan larutan asam oksalat 0.1 N hingga larutan
berubah menjadi bening.
3. Mencatat titik akhir titrasi.
4. Tentukan konsentrasi larutan NaOH
V1 . N1 = V2 . N2
5. Melakukan secara duplo.

2.2.2 Penentuan Asam Lemak Bebas


1. Menimbang sebanyak 28.2 ± 0.2 gram contoh dalam erlenmenyer.
2. Menambahkan 50 mL alkohol netral yang panas dan 3 tetes indikator PP.
3. Mentitrasi dengan larutan NaOH 0.1 N yang telah distandarisasi sampai
warna merah jambu tercapai dan tidak hilang selama 30 detik.
4. Mencatat titik akhir titrasi.

5. Melakukankan secara duplo


.

11 | P a g e
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 DATA PENGAMATAN


Tabel 3.1.1 Standarisasi NaOH
Sampel larutan NaOH Volume titrasi H2C2O4 Pengamatan
0,1N
Sampel 1 9.4 mL Warna berubah dari
Sampel 2 9.7 mL bening menjadi merah
muda

Tabel 3.1.2 Penetapan Asam Lemak Bebas


Sampel Volume Titrasi NaOH Massa Minyak Pengamatan
V1 V1 M1 M2
Sampel Ⅰ 2,6 ml 2,7 ml 28,2204 28,2135
gram gram Terbentuk 2 lapisan :
Sampel Ⅱ 2,9 ml 3,3 ml 28,2079 28,2758 1) Merah muda
gram gram 2) Warna kuning
Sampel Ⅲ 12,2 ml 12,4 ml 28,2416 28,2243 kecoklatan
gram gram

3.2 TABEL HASIL PERHITUNGAN


Tabel 3.2.1 Standarisasi NaOH
Sampel NaOH Volume Titrasi Rata-rata Konsentrasi
V1 V2 Standar
10 ml 9,4 ml 9,7 ml 9,55 ml 0,1047 N

12 | P a g e
Tabel 3.2.2 Penetapan Asam Lemak Bebas
Sampel Minyak %FFA Rata-rata
Minyak Baru 0,25 %
Minyak Jelantah baru 0,29 %
Minyak Jelantah lama 1,16 %

3.3 PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar asam lemak bebas dari
suatu minyak atau lemak . Asam lemak bebas adalah asam lemah yang terbentuk
akibat proses hidrolisis yang terjadi pada lemak sehingga menghasilkan gliserol dan
asam lemak bebas. Kadar air yang tinggi, baik yang terkandung pada minyak
ataupun pada bahan pangan yang akan diolah dengan minyak mengakibatkan
semakin banyak terbentuknya asam lemak bebas.
Apa yang mengakibatkan jika kadar asam lemak bebas dalam suatu minyak
tinggi ?
Kandungan asam lemak bebas yang berlebihan pada minyak
mengakibatkan mutu minyak tersebut menjadi buruk, begitu pula bahan makanan
yang kelak akan diolah bersama minyak tersebut. Dalam bahan pangan, asam lemak
dengan kadar lebih besar dari berat lemak akan mengakibatkan rasa yang tidak
diinginkan dankadang-kadang dapat meracuni tubuh.
Yang Pertama kali dilakukan yaitu menstandarisasi larutan NaOH 0,1N
dengan menggunakan H2C2O4 0,1 N sebagai larutan standar primernya (pentiter) dan
dengan menggunakan indikator PP sebagai petunjuk akhir titrasi.
Mengapa perlu dilakukan standarisasi larutan NaOH ? Standarisasi ini
bertujuan untuk mengetahui konsentrasi larutan NaOH. Dari hasil standarisasi ini
diperoleh konsentrasi NaOH sebasar 0,1047 N. Konsentrasi inilah yang nantinya
akan digunakan dalam perhitungan kadar asam lemak bebas. Setelah melakukan
standarisasi NaOH, selanjutnya dilakukan penentuan asam lemak bebas yang
terdapat dalam sampel minyak goreng. Mengapa perlu ditambahkan etanol netral
panas untuk melakukan penetapan kadar asam lemak bebas ?
Minyak goreng tidak larut dalam air sehingga dibutuhkan alkohol netral
panas untuk melarutkan minyak agar dapat bereaksi dengan basa alkani, karena
alkohol adalah pelarut untuk bahan organik. Selanjutnya, ditambahkan beberapa

13 | P a g e
tetes indikator PP sebagai penunjuk titik akhir titrasi. Kemudian, sampel dititrasi
dengan larutan NaOH 0,1047 N hingga larutan NaOH tepat habis bereaksi. Titrasi
dihentikan pada saat terjadi perubahan warna larutan.
Pada praktikum kali ini digunakan bahan baku berupa campuran minyak
minyak jelantah sekali pakai dan minyak jelantah berulang pakai dimana kedua jenis
minyak ini sama yaitu minyak jelantah dari kelapa sawit. Dalam penetapan kadar
asam lemak bebas ini dilakukan secara duplo.
Dimana data dari praktikum dapat dilihat pada tabel dibawah ini .

Tabel 3.1.2 Penetapan Asam Lemak Bebas


VOLUME
SAMPLE MASSA
NaOH PENGAMATAN
MINYAK MINYAK
(TITRASI)
I 28,21 gram 2,65 mL
Larutan menjadi
II 28,24 gram 3,1 mL
merah muda
III 28,23 gram 12,3 mL

Tabel 3.2.2 Penetapan Asam Lemak Bebas


SAMPLE MINYAK % FFA % FFA RATA RATA
I 0.25%
II 0.29% 0.56%
III 1,16%

Dari praktikum diatas diketahui bahwa nilai % FFA dari sample minyak yang
digunakan adalah 0.56 % . Dari data diatas dapat pula kita simpulkan bahwa nilai kadar
sampel minyak yang digunakan memiliki mutu yang tidak baik karena didapatkan %FFA
nya >0,3 %.
Mengapa jika kadar FFA yang didapatkan >0,3 % ?
Hal ini akan mengakibatkan timbul rasa yang tidak diinginkan dan kadang
kadang dapat meracuni tubuh.

14 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

 Djoelistee, B, 2010, Penenetuan Angka Penyabunan dan Asam Lemak Bebas


(FFA), http : //btagdlery.blogspot.com/2010/02/blog-spot 4540.html, 30 Desember
2013, 15.00 WITA
 Herlina, N ,Ginting , M.H.S, 2002, Lemak dan Minyak, http : //
repository.usu.ac.id/bitsmeam/123456789/1320/1/tkimia-Netti.pdf, 30 desember
2013, 13.50 WITA
 Muchtar,R,2013, Laporan Praktikum kimia Organik Penentuan Asam Lemak
Bebas, POLNES : Samarinda

15 | P a g e
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Konsentrasi NaOH standard yang digunakan sebesar 0,1047 N
2. Kadar Asam Lemak Bebas pada minyak baru sebesar 0,25%
3. Kadar Asam Lemak Bebas pada minyak jelantah seakali pakai sebesar 0,29%
4. Kadar Asam Lemak Bebas pada minyak jelantah berulang pakai sebesar
1,16%
5. Kadar Asam Lemak Bebas dari minyak yang digunakan sebesar 0.56 %
6. Campuran minyak yang dianalisa tidak layak untuk digunakan.

4.2 SARAN
1. Untuk praktikum selanjutnya sebaiknya mencoba untuk menguji kadar asam
lemak bebas pada minyak hewani

16 | P a g e
LAMPIRAN

17 | P a g e
PERHITUNGAN

A. STANDARISASI NaOH
Diketahui :

1. V NaOH = 9,4 ml
2. V NaOH = 9,7 ml
Rata – rata = 19,1 ml : 2
= 9,55 ml

V H2C2O4 = 10 ml
NH2C2O4 = 0.1 N

V H2C2O4 x NH2C2O4
Normalitas NaOH = 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻

10 ml x 0.1 M
= 9,55

0.1047 N
=

B. Penentuan Asam Lemak Bebas

1) Minyak baru
N NaOH = 0,1047 N
V NaOH = 2,165 ml
BM asam Lemak = 256
Berat sampel = 20. 2169 gr

𝑉 𝑁𝑎𝑂ℎ 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝐴𝐿𝐵


%FFA = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
𝑉2,65 𝑥 0,1097 𝑥 256
= 𝑥 100%
20,2169 𝑥 1000
7102,848
=20,2169 𝑥 28216,9 = 0,25%

18 | P a g e
2) Minyak Sekali Pakai
N NaOH = 0,1047
V NaOH = 3,1 ml
BM Asam Lemak = 256
Berat Sampel = 28,2418

𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝐴𝐿𝐵


% FFA = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
3,1 𝑀𝐿 𝑋 0,1047 𝑋 256
= 𝑥 100%
28,2418 𝑋 1000
8308,992
= 28241,8 = 0,29%

3) Minyak Berulang Kali Pakai


N NaOH = 0,1047 N
V NaOH =12,3 ml
Berat Sampel = 28, 2329
BM Asam Lemak = 256

𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝐴𝐿𝐵


% FFA = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
12,3 𝑚𝑙 𝑥 0,1047 𝑀 𝑥 256
= 𝑥 100%
28,2329 𝑥 1000
32967,936
= = 1,16%
28232,9

19 | P a g e
GAMBAR ALAT

BURET GELAS BEAKER

NERACA DIGITAL ERLENMEYER

NERACA DIGITAL PIPET TETES

20 | P a g e
STATIF dan KLEM BULP

BOTOL SEMPROT CORONG KACA

PIPET VOLUME

21 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 TUJUAN PERCOBAAN


1. Menunjukkan reaksi penyabunan dan proses pembuatan sabun di laboratorium.
2. Menunjukkan beberapa sifat sabung berdasarkan percobaan yang dilakukan.

1.2 DASAR TEORI


1.2.1 Sabun
Sabun adalah salah satu senyawa kimia yang pernah dikenal. Sabun sendiri tidak
pernah secara aktual ditemukan, namun berasal dari pengembangan campuran antara
senyawa alkali dan minyak/lemak. Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis,
yaitu bahan baku dan bahan pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah
minyak/lemak dan senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam pembuatan sabun
digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari
daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun
diantaranya natrium klorida, natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, dan pewarna.
Gliserida (lelehan lemak sapi atau lipida lain) dididihkan bersama-sama
dengan larutan lindi (dulu digunakan abu kayu karena mengandung K-Karbonat, tapi
sekarang NaOH), terjadi hidrolisis menjadi gliserol dan garam sodium dari asam
lemak, etelah sabun terbentuk ke dalamnya ditambahkan NaCl agar sabun mengendap
dan dapat dipisahkan dengan penyaringan. Gliserol, lindi, dan NaCl berlebih
dipisahkan dengan cara destilasi. Sabun yang masih kotor dimurnikan dengan cara
pengendapan berulang-ulang (represipitasi). Akhirnya ditambahkan zat aditif (batu
apung, parfum, dan zat pewarna).
Jenis- jenis sabun:
1. Sabun Cair :
 Dibuat dari minyak kelapa atau minyak goreng
 Alkali yang digunakan basa kuat, seperti KOH dan NaOH
 Bentuk cair dan tidak mengntal dalam waktu komar
2. Sabun lunak
 Dibuat dari minyak kelapa,minyak kelapa sawit, atau minyak tumbuhan yang
tidak jernih

22 | P a g e
 Alkali yang digunakan adalah basa kuat, seperti NaOH dan KOH
 Bentuk pasta dan mudah larut dalam air
3. Sabun keras
 Dibuat dari lemak netral yang padat atau minyak yang dikeraskan dengan proses
hidrogenasi
 Alkali yang digunakan adala basa kuat, seperti NaOH dan KOH
 Sukar larut dalam air (anonim, 2010)
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung
ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat
nonpolar, sedang ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya
rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar
larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk missel,
yakni kumpulan (50-150) molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok
dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air.
Kegunaan sabun ialah kemampuannya mengemulsi otoran berminyak sehingga
dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun.
Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat nonpolar, seperti
tetesan minyak. Ke dua, ujung anion molekul sabun yang tertarik pada air, ditolak
oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang mengembul dari tetesan minyak lain.
Karena tolak-menolak antara tetes-tetes sabun-minyak, maka minyak tidak dapat
saling bergabung, tetapi dapat tersuspensi. (Arifin Pararaja,2010)
Sifat – sifat Sabun antara lain:
1. Dapat mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan
2. Sabun bersifat basa
3. Sabun mudah tersuspensi dalam air dengan membentuk missel
4. Sabun dapat mengendap dalam air sadah dan meninggalkan suatu residu.
2RCO2-+ Ca2+ (RCO2)2 Ca
Tak Larut
5. Sabun dengan gugus karboksilatnya surfaktan “benzalkonium” klorida (N-Benzil
ammonium klorida) bersifat antibakteri.

1.2.2 Reaksi Penyabunan (Saponifikasi)

23 | P a g e
Reaksi Penyabuna merupakan reaksi hidrolisis lemak/minyak dengan
menggunakan basa kuat seperti NaOH atau KOH sehingga menghasilkan gliserol dan
garam asam lemak atau sabun. Untuk menghasilkan sabun yang keras digunakan
NaOH, sedangkan untuk menghasilkan sabun yang lunak atau sabun cair digunakan
KOH. Perbedaan antara sabun keras dan lunak jika dilihat dari kelarutannya dalam air
yaitu sabun keras bersifat kurang larut dalam air jika dibandingkan dengan sabun
lunak. Berikut adalah bentuk dari reaksi penyabunan:
A.Menghasilkan Sabun Keras (Menggunakan NaOH)

Gambar 1.1 Persamaan Reaksi Sabun

B.Menghasilkan sabun lunak/cair (Menggunakan KOH)


C17H35COOH + KOH C17H35COOK + H2O

1.2.3 Minyak dan Lemak


Minyak dan lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester
dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan
adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah
wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur
ruang (±280C), sedangkan lemak akan berwujud padat.
Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida.
Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki
asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan
panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan
rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam

24 | P a g e
air. Kandungan asam lemak tak jenuh seperti oleat, linoelat, dan linolenat yang terlalu
banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik
sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap
sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki
ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah
meleleh pada temperatur tinggi.
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus
dibatasi karena berbagai alasan, seperti: kelayakan ekonomi, spresifikasi prosuk, dan
lain-lain. Beberapa jenis minyak/lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan
sabun di antaranya:
A. Palm Oil (Minyak Kelapa Sawit)
Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan
karotenoid sehingga jika digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus
dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat 100% dari minyak kelapa sawit akan
bersifat keras dan sulit berbusa.

B. Coconut Oil (Minyak Kelapa)


Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri
pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui
ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan
asam lemak jenuh tinggi, terutama asam laurat sehingga minyak kelapa tahan
terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki
kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan koprat.
C. Castor Oil (Minyak Jarak)
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun
transparan.
D. Olive Oil (Minyak Zaitun)
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas
tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki
sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.
1.2.4 Air Sadah

25 | P a g e
Air sadah adalah air yang banyak mengandung ion-ion kalsium dan magnesium.
Berdasarkan jenisnya dibagi menjadi dua yaitu air sadah sementara dan air sadah
tetap.
a. Air Sadah Sementara
Air sadah sementara adalah air yang mengandung ion bikarbonat (HCO3-) , atau
boleh jadi air tersebut mengandung senyawa kalsium bikarbonat (Ca(HCO3)2) dan
atau magnesium bikarbonat (Mg(HCO3)2). Air yang mengandung ion atau senyawa –
senyawa tersebut disebut air sadah sementara karena kesadahannya dapat dihilangkan
dengan pemanasan air. Reaksi yang terjadi adalah:
Ca(HCO3)2 (aq) CaCO3 (s) + H2O (l) + CO2
b. Air Sadah Tetap
Air sadah tetap adalah air sadah yang mengandung anion selain selain ion
bikarbonat, misalnya dapat berupa ion Cl-, NO3-, SO42-. Berarti senyawa yang terlarut
boleh jadi berupa kalsium florida (CaCl2), kalsium nitrat (Ca(NO3))2, kalsium sulfat
(CaSO4), magnesium klorida (MgCl2), magnesium nitrat (Mg(NO3))2, dan magnesium
sulfat (MgSO4). Air yang mengandung senyawa – senyawa tersebut disebut air sadah
tetap, karena kesadahannya tidak bisa dihilangkan hanya dengan cara pemanasan.
Untuk membebaskan air tersebut dari kesadahan, harus dilakukan dengan cara kimia,
yaitu dengan mereaksikan air tersebut dengan zat-zat tertentu. Pereaksi yang
digunakan adalah larutan karbonat, yaitu Na2CO3 (aq) atau K2CO3 (aq). Penambahan
larutan karbonat dimaksudkan untuk mengendapkan ion Ca2+ dan atau Mg2+.
Reaksinya adalah:
CaCl2 (aq) + Na2CO3 (aq) CaCO3 (s) + 2NaCl (aq)
Mg (NO3)2(aq) + K2CO3 (aq) MgCO3 (s) + 2 KNO3 (aq)
Dengan terbentuknya endapan CaCO3 atau MgCO3 berarti air tersebut telah
terbebas dari kesadahan (ion Ca2+ atau Mg 2+).

26 | P a g e
BAB II
METODOLOGI
2.1 ALAT DAN BAHAN
2.1.1 Alat
1. Cawan penguap
2. Gelas kimia
3. Batang pengaduk
4. Spatula
5. Bulp
6. Pipet ukur
7. Tabung reaksi
8. Rak tabung reaksi
9. Kaca arloji
10. Pipet volume
11. Botol semprot
12. Pipet tetes
13. Hot plate
2.1.2 Bahan
1. Sampel minyak
2. Etanol
3. NaOH
4. KOH
5. NaCl Jenuh
6. Sabun sunlight
7. Kerosin
8. Indikator PP
9. Aquadest

27 | P a g e
2.1 PROSEDUR KERJA
2.2.1 Pembuatan Sabun
1. Mengambil 5 ml minyak kelapa dan memasukkan kedalam cawan
penguapan
2. Menambahkan 5 ml etanol kedalam cawan penguapanyang telah berisi
minyak kelapa
3. Menambahkan 3 ml larutan NaOH 10 N sambil diaduk
4. Menutup cairan penguapan dengan kaca arloji
5. Memanaskan campuran dalam cawan penguapan
6. Menambahkan 20 ml larutan NaCl pekat kedalam cawan penguapan
7. Mengamati apa yang terjadi
8. Mencatat hasil pengamatan
2.1.2 Sifat Sabun pada Sabun Sunlight, Sabun KOH dan sabun NaOH.
1. Menambahkan 1 mL kerosin atau minyak tanah dalam 10 mL air dalam
tabung reaksi
2. Mengocok campuran dan mencatat pengamatan
3. Memasukkan sedikit sabun kedalam tabung reaksi yang berisi kerosin
4. Mengocok dan mencatat pengamatan yang dilakukan
5. Menambahkan sedikit campuran jika campuran tidak berubah dan
mengocok lagi
6. Mencatat pengaruh penambahan sabun pada campuran ini dan kerosin
7. Melarutkan sedikit sabun dalam air 10 mL air panas kedalam tabung reaksi
yang bersih
8. Menambahkan 8-10 tetes larutan Kalsium Sulfat
9. Mencatat pengaruh penambahan Kalsium Sulfatterhadap air sabun
10. Melarutkan sedikit sabun kedalam 5 mL etanol dalam tabung reaksi yang
bersih
11. Menguji sifatnya menggunakan 2 tetes indikator PP

28 | P a g e
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 DATA PENGAMATAN
Tabel 3.1.1 Pembuatan Sabun
No Prosedur kerja Hasil Pengamatan
NaOH KOH
1 Minyak + etanol Larutan tercampur, bau Larutan tercampur, bau
+ alkali dan etanol hilang etanol hilang
dipanaskan
2 Saat didinginkan Menjadi padat Tetap cair
3 Ditambahkan Tidak terjadi perubahan. Tidak terjadi perubahan.
NaCl jenuh Campuran tidak Campuran tidak
bercampur. Sabun tetap bercampur. Sabun tetap
memadat di bagian memadat di bagian
bawah dan larutan NaCl bawah dan larutan NaCl
diatasnya. Berwarna diatasnya. Berwarna
kuning pudar. kuning pudar.

Tabel 3.1.2 Sifat Sabun


No Prosedur Hasil pengamatan
kerja
NaOH KOH Sunlight
1 Kerosin + Tidak tercampur Tidak tercampur Tidak tercampur
air
2 Larutan Terbentuk 3 Terbentuk 3 Terbentuk 3
No.1 + lapisan : lapisan : lapisan :
Sabun
1. Buih 1. Buih 1. Buih
2. larutan putih 2. larutan putih 2. larutan putih
susu susu susu
3. larutan keruh 3. larutan keruh 3. larutan keruh
sedikit sedikit sedikit
3 Sabun + air Terdapat buih Terdapat buih Terdapat buih
panas diatas dan diatas dan diatas dan
dibawahnya dibawahnya dibawahnya
larutan keruh larutan bening larutan keruh
4 Larutan Terbentuk 2 Terbentuk 2 Terbentuk 2
No.3 + lapisan, lapisan, lapisan,

29 | P a g e
CuSO4 1. Buih 1. Buih 1. Buih
2. larutan keruh 2. larutan keruh 2. larutan keruh
5 Sabun + Sabun tidak larut Sabun lama Sabun larut
etanol dalam etanol, kelamaan larut dalam etanol
larutan keruh dalam etanol
6 Larutan PH= 10 PH=10 PH=6
No.5 +
indikator pp

3.2 PEMBAHASAN
Pada praktikum pembuatan sabun kali ini, yaitu dengan tujuan dapat menunjukkan
reaksi penyabunan dan proses pembuatan sabun serta menunjukkan beberapa sifat
sabun berdasarkan percobaan yang dilakukan.
Proses pembuatan sabun, bahan yang digunakan yaitu minyak sebagai bahan baku
dan NaOH atau KOH sebagai alkali pembentuk sabun. Reaksi yang berlangsung saat
pembuatan sabun yaitu sebagai berukut:
P

Pada praktikum ini, alkali yang digunakan adalah NaOH dan KOH yaitu dengan
mereaksikan 5 ml minyak goreng kedalam cawan penguapan kemudian ditambahkan
5 ml etanol. Minyak kelapa berperan sebagai bahan baku dan etanol sebagai pelarut.
Ketika kedua bahan ini dicampurkan menjadi satu, hasilnya larutan tidak menyatu dan
berwarna kuning pucat serta terdapat gumpalan-gumpalan minyak. Hal tersebut
terjadi karena minyak goreng bersifat non polar sedangkan etanol bersifat polar, maka
dari itu masing-masing tidak bercampur karena perbedaan sifat. Lalu larutan (minyak
dan etanol) ditambahkan dengan 3 ml NaOH 10 M atau 3 ml KOH 10 M yang
berfungsi sebagai pereaksi dan pembuatan sabun. Untuk pereaksi NaOH sabun yang
dihasilkan berbentuk padat sedangkan KOH berbentuk Cair. Ketiga bahan tersebut
dicampurkan menjadi satu sambil diaduk agar tercampur rata kemudian dilakukan

30 | P a g e
proses pemanasan pada suhu 100 C. pemanasan pada suhu ini bertujuan untuk
menguapkan etanol. Etanol memiliki titik didih yaitu 78 0C dan pada suhu tersebut
etanol akan menguap. Setelah tidak tercium bau etanol lagi, proses pemanasan
dihentinkan dan larutan didinginkan.
Setelah proses pendinginan, dapat dilihat bahwa proses pembuatan sabun dengan
alkali NaOH menghasilkan sabun yang berbentuk padat, sedangkan yang
menggunakan KOH sabun yang dihasilkan berwujud cair. Setelah itu, kedua sabun
tersebut diambil sebagian dan ditambahkan NaCl jenuh yang digunakan sebagai agen
pengendap dari sabun yang telah terbentuk dan untuk melarutkan gliserol.
Penambahan NaCl berfungsi untuk menurunkan nilai kelarutan dari sabun sehingga
sabun mngendap. Berkurangnya kelarutan sabun ini karena penambahan ion sejenis
(common ion effect), yaitu Na+. pada pembuatan sabun padat yang menggunakan
NaOH sebagai pereaksi.
Dalam percobaan sifat sabun, memasukkan 1 ml kerosin atau minyak tanah
dicampur dengan 10 ml air, kerosin saat dicampur dengan air terbentuk 2 lapisan.
Lapisan atas adalah kerosin dan lapisan bawah adalah air. Hal ini disebabkan karena
kerosin merupakan senyawa non polar dan air bersifat polar sehingga kerosin tidak
menarik air yang disebut dengan hidrofobik. Lalu ditambahkan sabun agar kerosin
dan air dapat menyatu karena sabun memiliki sifat mudah tersuspensi dalam air
dengan membentuk missel. Untuk sabun padat, sabun cair dan sunlight menghasilkan
larutan yang putih keruh, sedikit busa, awalnya larutan tidak bercampur, namun
lama-kelamaan di kocok larutan bercampur menjadi satu dan terdapat busa. Setelah
itu, sabun ditambahkan 10 ml air panas menghasilkan larutan warna putih keruh,
berbusa. Ketika sabun ditambahkan CaSO4 terbentuk larutan atau lapisan yang
berwarna keruh namun, busa yang terbentuk semakin sedikit karena sabun tidak
bekerja, peristiwa tersebut ditandai dengan tidak munculnya busa, tetapi timbul dadih-
dadih sabun, yang ,merupakan garamnya. Hal ini terjadi karena ion Ca2+ dapat
bereaksi dengan sabun membentuk endapan. Sehingga fungsi sabun dalam mengikat
kotoran menjadi kurang atau bahkan tidak efektif.
Uji sifat sabun selanjutnya adalah sabun ditambahkan etanol, menghasilkan sabun
dapat larut dalam etanol untuk sabun cair dan sunlight, untuk sabun padat,
memerlukan waktu pengocokan yang lama untuk melarutkan sabun dalam etanol. Hal
tersebut disebabkan karena etanol merupakan perlarut yang baik setelah itu larutan

31 | P a g e
tersebut ditambahkan dengan indikator PP sebanyak 2 tetes, menghasilkan larutan
yang berwarna bening menjadi pink, hal ini menunjukkan bahwa sabun bersifat basa
karena indikator pp akan mengalami perubahan suasana basa apabila menunjukkan
warna pink pada larutan dengan trayek PH 8,4-10. Pada pengujian PH dengan
indikator universal. Sabun padat menunjukkan PH 10, Sabun Cair PH 10 sedangkan
sabun sunlight PH 6.

32 | P a g e
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan bahwa :
7. Pembuatan sabun dapat dilakukan dengan mereaksikan minyak menggunakan
NaOH atau KOH.
8. Sabun bersifat basa saat direaksikan dengan Indikator PP.
9. Sabun mudah tersuspensi dalam air dan membentuk missel dibuktikan saat
sabun dapat melarutkan kerosin dan air.
10. Sabun tidak dapat bereaksi dalam air sadah/ air yang mengandung mineral
dibuktikan dengan penambahan CaSO4 tidak membentuk busa dan larutan
keruh.
11. Sabun dapat mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan
pembilasan.
4.2 SARAN
Untuk praktikum selanjutnya sebaiknya pengujian pembuatan sabun menggunakan
minyak jelantah

33 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Pembuatan Sabun dan Sifatnya. www.yahoo.com.

Ifandy, Yohanes., B.A.W., 2010. Laporan Praktikum Proses Kimia Terapan


Pembuatan Sabun dan Sifatnya, Samarinda:Politeknik Teknik Kimia.

Rohman,S. 2009. Bahan Pembuatan Sabun. Majarimagazine.com.

Siregar, Rifai. 2015. “laporan praktikum kimia organik”


http://rifaisiregar.blogspot.co.id/2015/04/laporan-praktikum-kimia-
organik_41.html.

Tim penyusun praktikum, 2014, “PENUNTUN PRAKTIKUM DASAR PROSES


KIMIA”, Samarinda Politeknik Negeri Samarinda.

34 | P a g e
LAMPIRAN

35 | P a g e
GAMBAR ALAT

PIPET UKUR GELAS BEAKER SPATULA

KACA ARLOJI CAWAN PENGUAP RAK TABUNG REAKSI

BATANG PENGADUK BULP HOT PLATE

BOTOL SEMPROT

36 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


Untuk mengisolasi eugenol dari minyak cengkeh dengan cara reaksi penyabunan
dengan basa dan hidrolisis dengan asam.

1.2 Dasar Teori


Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu komponen, baik dalam bentuk padat atau
cair, dipindahkan dari suatu padatan atau cairan dengan menggunakan zat pelarut.
Proses ekstraksi dibagi menjadi bermacam-macam asal dan bahan yang akan dipisah.
1.2.1 Jenis Ekstraksi
a. Ekstraksi padat-cair
Ekstraksi padat cair dalah proses pemisahan cairan dari padatan dengan
menggunakan cairan sebagai bahan pelarutnya. Proses ini dimaksudkan untuk
mengeluarkan zat terlarut dari sebuah padatan atau memurnikan padatan dari cairan
yang membuat padatan terkontaminasi seperti pigmen.
b. Ekstraksi cair-cair
Pada ekstraksi ini, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan
dengan bantuan pelarut berupa cairan. Proses ini digunakan untuk memperoleh vitamin,
anti biotika, dan lain-lain.
Ekstraksi ini terdiri atas sedikitnya 2 tahap, yaitu :
a. Pencampuran secara efektif bahan ekstraksi dengan pelarut.
b. Pemisahan fasa kedua cair dengan sempurna.
Metode yang digunakan dalam proses ekstraksi ditentukan oleh banyaknya zat
yang larut penyebarannya dalam padatan, sifat padatan dan besarnya partikel. Jika zat
terlarut menyebar merata dalam padatan, material yang dekat permukaan akan pertama
larut, pelarut kemudian akan menangkap bagian pada lapisan luar sebelum mencapai
zat terlarut selanjutnya, dan proses akan menjadi lebih sulit dan laju ekstraksi menjadi
turun:

37 | P a g e
Proses ekstraksi padat cair berlangsung 3 tahap:

1. Perubahan fase dari zat terlarut yang diambilpada saat pelarut meresap masuk
2. Terjadi proses difusi pada cairan dari dalam partikel padat menjadi keluar.
3. Perpindahan zat terlarut dari padatan ke zat terlarut.
Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri yang digunakan sebagai obat
alternative. Pengolahan minyak cengkeh dilakukan dengan cara ekstraksi. Minyak daun
cengkeh hasil penyulingan dari petani mempunyai kadar eugenol berkisar 70-80%,
sedangkan untuk industry dibutuhkan minyak dengan kadar eugenol paling rendah
90%.
Proses kimia pada isolasi eugenol dilakukan dengan mereaksikan minyak daun cengkeh
dengan basa kuat (NaOH) dengan pengadukan yang selanjutnya Na-eugenolat yang
terbentuk direaksikan dengan dengan HCL untuk memisahkan eugenolnya. Eugenol
yang dihasilkan adalah eugenol kasar yang tingkat kemurniannya masih rendah.
Tingkat kemurnian yang diisyaratkan dalam standar USP minimal 98% dengan warna
jernih kuning muda.
Eugenol (C10H12O2) merupakan turunan gualakol yang mendapatkan tambahan
rantai alil, dikenal dengan nama IUPAC 2-metoksi-4,2-propenil fenol). Ia dapat
dikelompokkan dalam keluarga alil benzene dari senyawa-senyawa fenol. Warnanya
bening hingga kuning pucat dan kental seperti minyak. Eugenol memiliki titik didih
256oC , titik leleh -9oC, densitas 1,06 g/cm3 , indeks bias 1,529-1,537 dan bobot
molekulnya 164,20 , dengan rumus bangun sebagai berikut:

OH

OCH

CH-CH=CH
Gambar 1.1 Rumus Bangun Eugenol

38 | P a g e
Sifat kimiawi dan efek farmakologi dari cengkeh adalah hangat, rasanya tajam, peluruh
kantuk, ariestik local menghilangkan kolik dan obat batuk. Kandungan kimia pada
cengkeh adalah karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B1, lemak, protein dan
eugenol.
c. Faktor – faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi menurut Miradi (2009)
adalah :
1. Ukuran partikel
Semakin kecil larutannya, maka demikian besar luas permukaan antara
padat dan cair, sehingga laju perpindahannya menjadi semakin besar, dengan
kata lain jarak untuk berdifusi yang dialami oleh zat terlarut dalam padatan
adalah kecil.
2. Zat terlarut
Larutan yang akan dipakai sebagai pelarutnya merupakan pelarut pilihan
yang terbaik viskositasnya harus cukup rendah agar dapat berspekulasi dengan
mudah. Biasanya zat terlarut murni akan dipakai awalnya, tetapi setelah
proses ekstraksi berakhir konsentrasi zat terlarut akan naik dan laju ekstraknya
akan turun, pertama karena gradien konsentrasi akan bderkurang dan kedua
karena zat terlarutnya menjadi lebih kental.
3. Temperatur
Dalam bayak hal, temperatur zat terlarut didalam zat pelarut akan naik
bersamaan dengan kenaikan temperatur untuk memberikan laju ekstraksi yang
lebih tinggi.
4. Pengadukan fluida
Pengadukan pada zat terlarut adalah penting karena akan menaikan proses
difusi, sehingga menaikkan perpindahan material dari permukaan ke zat
terlarut.

Ekstraksi padat cair cair (leaching) adalah proses pemecahan / pemisahan cairan
dari padatan dengan perantara suatu zat mpelarut. Proses ini dimaksudkan untuk
mengeluarkan zat terlarut dari suatu padatan atau memurnikan padatan dari cairan yang
membuat padatan terkontaminasi seperti pigmen. Metode yang digunakan untuk ekstraksi.

39 | P a g e
1.2.2 Minyak cengkeh
Minyak cengkeh adalah salah satu jenis dari minyak atsiri yang terdapat di
Indonesia, terutama di propinsi Jawa Tengah seperti Kabupaten Tegal, Banyumas, Solo,
dan sekitarnya. Minyak cengkeh banyak digunakan sebagai bahann utama rokok kretek
di Indonesia. Bunga cengkeh mengandung 20 % minyak sedangkan bagian gagang dan
daun mengandung 4 – 6 % minyak (Farida,2008). Ekstraksi minyak cengkeh dilakukan
pada bagian bunga, tangkai bunga dan daunnya. Minyal daun cengkeh hasil
penyulingan dari petani mempunyai kadar eugenol 70 – 80 %, sedangkan untuk industri
dibutuhkan eugenol paling rendah 90 % kadar eugenolnya. (Nurdin A,dkk,2001).
a. Sifat kimia dan fisika minyak daun cengkeh
1. Warna : kuning pucat
2. Bau : keras, pedas, dan aroma cengkeh
3. Berat jenis pada 15 oC : 1,03 -1,06
4. Indeks refraksi (20 oC) : 1,52 -1,54
5. Kadar eugenol : 78 – 93 %
6. Kelarutan dalam alkohol : 70 % (larut dalam 2 volume) (sipuk,2007)
b. Sifat kimia dan fisika minyak cengkeh dari tangkai/ bunga cengkeh
1. Warna : Kuning – cokelat
2. Bau : Aroma cengkeh
3. Berat jenis pada 25 oC : 1,048 – 1, 056
4. Putaran optik : 0 – 1 o 30
5. Indeks reflaksi : 1,5340 – 4,5386
6. Kandungan eugenol : 89 – 95 %
7. Kelarutan dalam alkohol : 70 % (larut dalam 2 volune) (Farida,2008)
c. Kegunaan Minyak Cengkeh
Minyak cengkeh digunakan sebagai aroma terapi dan untuk mengobati sakit
gigi (anonim,2010). Minyak cengkeh juga berkhasiat sebagai obat rematik, obat sakit
gigi, obat jamur dan pengusir serangga. Dimanfaatkan pula sebagai pengawet
makanan, bahan pencampur dalam industri rokok kretek, dan digunakan sebagai
bahan baku industri pangan, minyak wangi, obat – obatan, baham untuk membuat
vanilin sintesis, serta sebagai bahan peledak (Farida,2008)

40 | P a g e
1.2.3 Eugenol
Eugenol (C10H12O2) merupakan turunan guaiakol yang mendapat tambahan rantai
alil, dikenal dengan nama IUPAC 2-metoksi-4-(2-propenil) fenol. Warnanya bening
hingga kuning pucat, kental seperti minyak. Sumber alaminya dari minyak cengkeh.
Terdapat pada pala, kulit manis dan daun salam. Eugenol sedikit larut dalam air, namun
mudah larut pada pelarut organik.
a. Sifat fisika dari eugenol :
1. Berat jenis : 1,0651
2. Indeks bias : 1,5410 (20 oC)
3. Titik didih : 253 oC
4. Titik nyala : 110 oC
5. Kelarutan dalam alkohol : 1:5 atau 1:6

Akan ditentukan oleh banyaknya zat yang penyebabnya dalam padatan, sifat
padatan dan besarnya padatan. Biasanya proses ekstraksi padat cair (leaching)
berlangsung tiga tahap :

1. Perubahan fase dari zat terlarut yang diambil pada saat pelarut meresap masuk.
2. Terjadi proses difusi pada cairan dalam partikel padat menjadi keluar
3. Perpindahan zat terlarut dari padatan ke zat pelarut.

Ekstraksi cair – cair adalah proses pemindahan suatu komponen campuran cairan
dari suatu larutan ke cairan yang lain. Pada suatu campuran, dua campuran yang saling
larut salah satunya adalah sebagai zat terlarut dan yang lain adalah sebagai zat
pembawanya. Jika suatu campuran dimurnikan dengan bantuan cairan ketiga yang
disebut dengan zat pelarut dan zat pelarutnya tidak mudah larut atau larut sebagian.
Maka akan terbentuk 2 fase ekstrak dan lapisan yang kaya pelarut disebut sebagai fase
ekstrak, dan lapisan lain disebut denag fase rafinat. Setelah kondisi setimbang dicapai
pada analisis akan didapatkan bahwa fase ekstrak terdiri atas zat pelarut yang jenuh
dengan acuan terhadap kedua zat terlarut dan zat pelarut. Selain itu, bahwa dengan
dasar larutan bebas zat terlarut, fase ekstrak akan memiliki zat terlarut lebih banyak dan
pada fase rafinat. Proses pemisahan campuran cairang yang saling larut menggunakan
zat pelarut disebut dengan ekstraksi cair – cair, karena ekstraksi ini menyangkut
perpindahan massa dari suatu fase cair ke fase cair kedua yang tidak mudah larut.

41 | P a g e
Eugenol merupakan salah satu komponen kimia dalam minyak cengkeh yang
memberikan bau dan aroma khas pada minyak cengkeh, yaitu menurut ketaren(1985)
adalah 70-90% volume, menurut Guenther adalah 80-90% dan hasil penelitian Deyena
dan Horiguchi (1971) adalah 80,7% (Mudjijono,2010)

OCH3

OH CH2-CH = CH2

Gambar 1.2 Struktur Eugenol

1.2.4 Reaksi Penyabunan


Pada proses isolasi eugenol terjadi reaksi penyabunan dimana melibatkan suatu
asam lemah dengan basa kuat (dalam hal ini adalah NaOH) dimana menghasilkan suatu
garam (dalam hal ini adalah Na-Eugenolat) yang sifatnya adalah basa. Berikut adalah
reaksi penggaraman diatas.

Gambar 1.3 Reaksi Penyabunan

42 | P a g e
BAB II
METODOLOGI

2.1 Alat

a. Gelas Ukur 100 ml


b. Gelas Kimia 50, 250 ml
c. Magnetic Stirrer
d. Hot Plate
e. Corong Pisah
f. Pipet Volume 5 ml, 25 ml
g. Bulp
h. Klem dan Statif
i. Botol Semprot
j. Indikator Universal

2.2 Bahan

a. Minyak Cengkeh
b. n-Hexan
c. Asam Klorida (HCL) 4N
d. Natrium Hidroksida (NaOH) 20

2.3 Prosedur Kerja

1. Menimbang 20gr minyak cengkeh dan masukkan kedalam gelas kimia 250 ml.
2. Ditimbang 8gr NaOH dan larutkan kedalam 60 ml aquadest dalam beaker gelas
250 ml.
3. Memasukkan larutan NaOH kedalam minyak cengkeh
4. Mengaduk dengan menggunakan electric stirrer hingga campuran membentuk fase
gel (campuran homogen)± 2 𝑗𝑎𝑚.
5. Dimasukkan kedalam corong pisah dan diamkan selama 30 menit hingga terbentuk
2 lapisan.

43 | P a g e
6. Pisahkan lapisan atas dan bawah. Masukkan lapisan bawah (Na-Eugenolat)
kedalam gelaskimia.
7. Ditambahkan HCL 4N hingga pH 2-3 (diuji dengan menggunakan indicator
universal) dan diaduk, lalu masukkan kedalam corong pisah.
8. Ditambahkan N-Hexan sebanyak 30 ml, lalu kocok 5 menit dan diamkan hingga
terbentuk 2 lapisan.
9. Diambil lapisan bawah dan cuci dengan aquadest 50 ml sebanyak 2 kali.
10.Diambil bagian bawah dan masukkan kedalam gelas beker 250 ml.
11. Dipanaskan selama 45menit, tutup dengan alumunium foil dengan suhu 150oC
12.Didingikan dan ditimbang.
13. Dihitung rendemen, berat jenis, dan amati warna serta baunya.

44 | P a g e
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan

Dari hasil praktikum didapatkan hasil pengamatan yang dapat dilihat melalui tabel
sebagai berikut:

Tabel 3.1 Hasil pengamatan proses isolasi eugenol dari minyak cengkeh.

Proses Isolasi Eugenol dari Minyak


No Hasil Pengamatan
Cengkeh

1. Minyak Cengkeh Coklat Tua

2. Minyak cengkeh + NaOH Bewarna kuning cerah, lama kelamaan


menjadi coklat tua

3. Larutan diaduk dengan stirrer selama Dari warna kecoklatan menjadi kuning teh,
2 jam tidak ada endapan

4. Didiamkan 30menit Terbentuk 2 lapisan

1 . Fase atas, bewarna kuning seperti minyak


kental dan berbusa.

2 . Fase bawah, warnanya merah kecoklatan


seperti teh

5. Fase bawah diambil lalu diasamkan Larutan bewarna coklat, tidak ada endapan
dengan HCL 4N hingga pH 3 (60ml) larutan terbentuk 2 lapisan larutan atas
coklat susu, larutan bawah coklat teh.

6. Diekstraksi dengan N-Heksan 30 ml Terbentuk 2 fraksi


1 . Fraksi atas: coklat teh
2 . Fraksi bawah : kuning
muda pucat

7. Pencucian dengan aquadest 50ml Terbentuk 2 fraksi


sebanyak 2 kali
1 . Fraksi atas: coklat teh

2 . Fraksi bawah: kuning


pucat

8. Diuapkan 90 menit (suhu 150oC) Bewarna coklat the dan berbau seperti
batang rokok.

45 | P a g e
Tabel 3.2 Hasil pengamatan produk dari isolasi eugenol.

No Parameter Hasil

1. Berat Eugenol Hasil Praktek 13,8779 gram

2. Berat Jenis 0,9744 gr/ml

3. Rendemen 72,27 %

4. Warna Kecoklatan seperti teh

Menyengat seperti batang


5. Bau
rokok

3.2 Pembahasan

Isolasi eugenol dari minyak cengkeh bertujuan untuk mengisolasi eugenol yang
terdapat dalam minyak cengkeh. Metode yang digunakan yaitu metode kimia, yaitu
dengan mereaksikan minyak cengkeh dengan natrium hidroksida (NaOH) membentuk
Na-Eugenolat. Kemudian senyawa ini diasamkan dengan asam klorida (HCL) hingga pH
2-3. Terbentuk eugenol dengan hasil samping berupa natrium klorida (NaCl). Isolasi
eugenol dilakukan dengan cara ekstraksi dengan n-heksan.
Reaksi yang terjadi yaitu :

OH ONa OH
OCH3 OCH3 OCH3
+ HCl

+ NaOH + H2O + NaCl

H2C – CH = CH2 H2C – CH = CH2 H2C – CH = CH2

Untuk mengisolasi eugenol dilakukan dengan beberapa tahap, seperti penyabunan,


hidrolisis dengan asam, ekstraksi dan pemanasan. Proses penyabunan yaitu
mereaksikan minyak cengkeh yang bewarna coklat tua dengan natrium hidroksida.
Eugenol dari minyak cengkeh dapat diisolasi dengan penambahan larutan encer basa
kuat pada praktikum ini digunakan basa NaOH, reaksi penggantian gugus H+ dengan

46 | P a g e
Na+ yang berasal dari NaOH membentuk warna kuning yang lama kelamaan menjadi
coklat bening. Fungsi penambahan NaOH yaitu untuk membentuk garam Na-
Eugenolat, yaitu bentuk garam yang memiliki sifat polar dan larut dalam air sehingga
eugenol dalam bentuk Na-Eugenolat dapat dengan mudah terpisah dengan minyak
cengkeh lain yang bersifat non-polar. Lalu didiamkan 30 menit dalam corong pisah dan
terbentuk dua lapisan, yang mana lapisan atas bewarna kuning kental yang merupakan
fase organik dan lapisan bawah bewarna merah kecoklatan seperti teh yang merupakan
Na-Eugenolat yang larut dalam air (fase anorganik). Terjadi dua lapisan ini dikarenakan
adanya perbedaan antara kepolaran antara kedua senyawa dengan Na-Eugenolat yang
memiliki densitas lebih besar daripada fase organic, sehingga senyawa organik berada
dilapisan bawah, dan lapisan atas berupa pengotor yang dibuang.
Tahap selanjutnya melakukan hidrolisis menggunakan asam yaitu penambahan
HCL pada lapisan Na-Eugenolat yang bertujuan untuk mengubah Na-Eugenolat
menjadi eugenol kembali yaitu dengan mensubstitusikan gugus H+ pada Na-Eugenolat
sehingga eugenol dapat diperoleh kembali. Hasil yang didapat setelah ditambahkan
HCL sebanyak 60 ml adalah terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas bewarna coklat
susu dan lapisan bawah adalah garam NaCl yang berwarna coklat teh. Penambahan
HCL dilakukan sampai pH 2-3. Eugenol dalam kondisi asam akan dengan mudah
menarik H+ sehingga Na-Eugenolat dapat bereaksi dengan HCL membentuk eugenol
kembali. Eugenol diisolasi dengan cara ekstraksi cair-cair dalam corong pisah.
Ekstraksi cair-cair adalah sebuah metode pemisahan komponen dengan
memindahkannya dari suatu larutan kecairan lain dengan bantuan pelarut. Dalam
percobaan ini pelarut yang digunakan yaitu n-Heksan. N-Heksan akan melarutkan
eugenol dan memisahkannya dari natrium klorida dan zat lain. Terbentuk dua lapisan,
lapisan atas adalah fase organik (n-heksan) yang bewarna coklat dan lapisan bawah
yang merupakan pengotor yang bewarna kuning muda pucat.Lapisan atas dipisahkan
dan dicuci dengan aquadest untuk meminimalizir zat pengotor yang ada, lalu terbentuk
dua lapisan yaitu lapisan atas yang berupa eugenol bewarna coklat dan lapisan bawah
yang berupa pengotor yang bewarna kuning pucat. Lapisan atas diambil dan diuapkan
dengan suhu 250oC yang bertujuan untuk menguapkan zat pengotor yang kemungkinan
masih tertinggal seperti n-heksan, air dan zat lainnya.
Eugenol yang didapatkan bewarna kecoklatan dan berbau tajam. Terdapat
perbedaan terhadap warna eugenol yang dihasilkan dari referensi (seharusnya bewarna

47 | P a g e
bening atau kekuningan). Hal ini disebabkan selama isolasi berlangsung bukannya
proses reaksi tertutup sehingga kontak eugenol dengan udara terbuka sangatlah besar.
Hal ini menyebabkan eugenol teroksidasi oleh udara dan warnanya berubah menjadi
gelap. Kemudian, eugenol diuji kualitasnya (aroma dan densitas) untuk menguji
kemurnian eugenol. Setelah diuji diperoleh densitas sebesar 0,9744 gr/ml. Sedangkan
densitas eugenol secara teoritis adalah 1,06 gr/ml. Perbedaan densitas disini mungkin
karena eugenol yang diperoleh masih terdapat pengotor lain (kurang murni). Rendemen
yang diperoleh sebesar 72,27%.
Faktor-faktor yang menyebabkan jumlah rendemen yang diperoleh adalah
ekstraksi pelarut yang hanya dilakukan sekali, sehingga rendemen yang diperoleh tidak
maksimal. Karena kemungkinan masih ada senyawa eugenol yang tertinggal didalam
zat pengotor, selain faktor diatas sampel minyak yang digunakan juga kemungkinan
hanya mengandung sedikit eugenol sehingga ketika diisolasi hanya diperoleh sedikit
rendemen eugenol dengan kemurnian yang kurang maksimal.

48 | P a g e
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa minyak cengkeh
mengandung rendemen 72,27% dengan warna coklat tua dan berbau seperti rokok.

49 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Cengkeh.http://Wikipedia.org/wiki/cengkeh.


Diakses 27 Desember 2014 pukul10.57
http://www.academia.edu/11079122/Isolasi_Eugenol
Ketaren, 1985.http://www.mipa.unej.ac.id. Diakses28 Desember 2014 pukul10.45
Laboratorium Kimia Dasar. 2010. PenuntunPraktikum Proses Kimia Terapan.
Samarinda
:Politeknik Negeri Samarinda
Miradi,E.2009.Ekstraksi.http://elvinmiradi.com/topik/faktor+factor+yang+mempengaru
hi
+lajureaksi.html. Diakses 27 Desember 2014 pukul10.56
Mudjijono.2009 .Ekstraksicair-cairkontinyupemurnianeugenoldariminyakdauncengkeh
(online).http://mudjijonos2sain.wordpress.com/ekstraksi-cair-cair-kontinyu-untuk
pemurnian-eugenol-dari-minyak-daun-cengkeh/. Diakses 27 Desember 2014 pukul
10.51
Nurdin. 2001. Isolasi Eugenol Dari Minyak Cengkeh Skala Pilot
Plant.http://Iptek.net.id/.
Diakses 28 Desember 2014 pukul 17.03
Sipuk. 2010. Minyakcengkeh. http://bi.go.id/sipuk/id/.Diakses 28 Desember 2014 pukul
10.54

50 | P a g e
LAMPIRAN

51 | P a g e
Perhitungan:

Diketahui:

a. Berat Jenis
1. Massa piknometer kosong = 14,9114 gram
2. Massa piknometer + eugenol = 24,6535 gram
3. Massa sampel 29,6335 – 14,9114 = 9,7421 gram

𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 9,7421 𝑔𝑟𝑎𝑚


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = = = 0,9744 𝑔/𝑚𝑙
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 10 𝑚𝑙

b. Rendemen
1. Berat produk percobaan = 13,8779 gram
2. Berat sampel awal = 19,2017 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛


𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙

13,8779 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥 100% = 72,27%
19,2017 𝑔𝑟𝑎𝑚

52 | P a g e
GAMBAR ALAT

Statif Klem Hot Plate Bulp

Pipet Volume Gelas Kimia Gelas


ukur

Corong Pisah Botol Semprot Magnetic stirer

53 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


Untuk mengetahui sifat – sifat karbohidrat dan menentukan waktu yang
dibutuhkan untuk menghidrolisis karbohidrat.

1.2 Dasar Teori


1.2.1 Hidrolisis
Hidrolisis merupakan reaksi kimia dimana H2O (molekul dari air)
akan diurai/dipecah kedalam bentuk kation H+ (hidrogen) serta anion OH–
(hidroksida) melalui proses kimiawi. Proses tersebut umumnya dipakai
dalam memecah suatu polimer tertentu, khususnya polimer dimana
terbuat melalui proses bertahap polimerisasi atau yang dikenal dengan
istilah step_growth_polimerization. Istilah hidrolisis sendiri berasal dari
kata Yunani yaitu hydro yang berarti air serta lysis dengan
arti pemisahan.
1.2.1.1 Jenis Jenis Hidrolisis
1. Hidrolisis Pati
Hidrolisis adalah proses dekomposisi kimia
dengan menggunakan air untuk memisahkan ikatan
kimia dari substansinya. Hidrolisis pati merupakan
proses pemecahan molekul amilum menjadi bagian-
bagian penyusunnya yang lebih sederhana seperti
dekstrin,isomaltosa,maltose,dan glukosa (Rindit et
al,1998).
2. Hidrolisis dengan Asam
Metode kimiawi dilakukan dengan cara
hidrolisis pati menggunakan asam-asam organik ,yang
sering digunakan yaitu H2SO4, HCl, dan HNO3.
Pemotongan rantai pati oleh asam lebih tidak teratur
dibandingkan dengan hasil pemotongan rantai pati oleh

54 | P a g e
enzim. Hasil pemotongan oleh asam adalah dekstrin,
maltose dan glukosa, sementara enzim bekerja secara
spesifik sehingga hasil hidrolisis dapat dikendalikan
(Assegaf,2009)
1.2.2 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan polimer alam (bio polimer) adalah
polisakarida. Polisakarida terbentuk dari monomer – monomer
monosakarida yang bergabung melalui ikatan kovalen berupa ikatan
kovalen berupa ikatan glikosida dalam reaksi polimerisasi kondensasi.

Monosakarida + monosakarida + …. polisakarida + H 2O

Dalam kehidupan sehari-hari, karbohidrat dapat kita jumpai pada


nasi, tepung, gandum dan sebagainya.Karbohidrat adalah suatu hidrat/air
dan karbon Cn(H2O)n yaitu senyawa yang terdiri dari unsur C, H dan O
dengan beratmolekul yang tinggi.Argumentasi yang baru menyatakn
bahwa karbohidrat adalah suatu polihidrat alcohol dengan gugus aldehid
atau keton.
Karbohidrat dapat digolongkan dal 3 kelompok besar yaitu
monosakarida, oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida adalah
jenis karbohidrat yang tidak dapat dipecahkan lagi menjadi unit yang
lebih kecil( n=1 ). Oligosakaridaadalahkelipatandarimonosakarida
( n=2,3,4 ), sedangkan polisakarida adalah karbohidrat yang memiliki n
lebih dari 4.
Karbohidrat yang tergolong dalam monosakarida disebut juga gula
sederhanaya itu diosa, treosa, heksosa (glukosa).Yang termasuk
oligosakarida yaitu di atau tri, tetrasakarida.Sedangkan kelompok
polisakarida adalah amilum glikogen, dextrin dan sebagainya.
a. Monosakarida
Monosakarida merupakan bentuk paling sederhana dari
karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis lagi. Rumus umumnya adalah
(CH2O)n, dimana n adalah bilangan positif umumnya kurang
dari 10. Monosakarida merupakan senyawa karbonil dengan gugus

55 | P a g e
fungsi berupa aldehida (-CHO-) atau keton (-CO-). Berdasarkan
gugus fungsi ini, monosakarida dapat dibedakan menjadi aldosa
dengan gugus –CHO- atauketosadengangugus –CO-.
Selanjutnya, berdasarkan gugus fungsingnya, monosakarida
juga dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah atom C dalam
molekulnya, yakni triosa (3 atom C), tetrosa (4 atom C), pentose (5
atom C), heksosa (6 atom C) dan seterusnya. Penggabungan
pengelompokkan berdasarkan jenis gugus fungsi gugus fungsi dan
jumlah atom C memberikan istilah aldotriosa/ ketotetrosa dan
seterusnya.
Dari struktur- struktur yang ada, terlihat aldose seperti glukosa selain
memiliki gugus aldehida, juga memiliki beberapa gugus –OH
sehingga dalamistilah modernnya, aldosa disebut juga polihidroksi
aldehida dimana glukosa adalah suatu pentahidroksialdehida.Dengan
cara sama, keton seperti fruktosa juga dinamakan polihidroksi keton
dimana fruktosa adalah pentahidroksiketon.
Terdapat macam-macam monosakarida yaitu:
1. Glukosa

Gambar 1.2.2.1 Struktur Glukosa

Glukosa dapat diperoleh dari hidrolisis sukrosa (gula tebu)


atau pati (amilum).Di alam glukosa terdapat dalam buah-buahan
dan madu lebah.Dalam alam glukosa dihasilkan dari reaksi
antara karbondioksida dan air dengan bantuan sinar matahari
dan klorofil dalam daun.Glukosa mempunyai sifat mereduksi
larutan fehling dan membuat larutan merah bata.
2. Galaktosa

56 | P a g e
Umumnya berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa,
yaitu gula yang terdapat dalam susu. Galaktosa mempunyai sifat
memutar bidang cahaya terpolarisasi kekanan.Pada proses
oksidasi oleh asam nitrat pekat dan dalam keadaan panas
galaktosa menghasilkan asam musat yang kurang larut dalam air
bila dibandingkan dengan asamsakarat yang dihasilkan oleh
oksidasi glukosa. Dapat diperoleh dari hidrolisis gula susu
(laktosa). Galaktosa dapat mereduksi larutan fehling dan
membentuk endapan merah bata.
3. Fruktosa

Gambar 1.2.2.2 Struktur Fruktosa

Fruktosa adalah suatu ketoheksosa yang mempunyai sifat


memutar cahaya terpolarisasi kekiri dan karenanya disebut jugal
evulosa.Fruktosa mempunyai rasa lebih manis daripada gula
tebu atau sukrosa.Disebut juga sebagai gula buah, diperoleh dari
hidrolisis sukrosa; dan dapat mereduksi larutan fehling dan
membentuk endapan merah bata.
b. Disakarida
Disakaridaadalahkarbohidrat yang tersusun dari 2 molekul
monosakarida, yang dihubungkan oleh ikatan glikosida. Ikatan
glikosida terbentuk antara atom C1 suatu monosakarida dengan atom
O dari OH monosakarida lain. Hidrolisis 1 mol disakarida akan
menghasilkan 2 mol monosakarida. Berikut ini beberapa disakarida
yang banyakterdapat di alam.
Macam-macam disakarida :
1. Maltosa

57 | P a g e
Maltosaadalahsuatudisakarida dan merupakan hasil dari
hidrolisis parsial tepung (amilum). Maltosa tersusun dari molekul α –
D – glukosa dan β – D – glukosa.

Gambar 1.2.2.3 Struktur Maltosa

Dari struktur maltosa, terlihat bahwa gugus -O- sebagai


penghubung antar unit yaitu menghubungkan C1 dari α – D –
glukosa dengan C4 dari β – D – glukosa. Konfigurasi ikatan
glikosida pada maltosa selalu α karena maltosa terhidrolisis oleh
α – glukosidase. Satu molekul maltosa terhidrolisis
menjadi dua molekul glukosa.
2. Sukrosa
Sukrosa terdapat dalam gula tebu dan gula bit. Dalam
kehidupan sehari – hari sukrosa dikenal dengan gula pasir.
Sukrosa tersususn oleh molekul glukosa dan fruktosa yang
dihubungkan oleh ikatan 1,2 – α.

Gambar 1.2.2.4 Struktur Sukrosa

Sukrosa terhidrolisis oleh enzim invertase menghasilkan α


– D – glukosa dan β – D – fruktosa. Campuran gula ini disebut
gula inversi, lebih manis daripada sukrosa.

58 | P a g e
Jika kita perhatikan, strukturnya karbon anomerik ( karbon
karbonil dalam monosakarida) dari glukosa maupun fruktosa di
dalam air tidak digunakan untuk berikatan sehingga keduanya
tidak memiliki gugus hemiasetal. Akibatnya sukrosa dalam air
tidak berada dalam kesetimbangan dengan bentuk aldehid atau
keton sehingga sukrosa tidak dapat dioksidasi. Sukrosa
bukan merupakan gula pereduksi.
3. Laktosa
Laktosa adalah komponen utama yang terdapat pada air susu ibu
dan susu sapi. Laktosa tersusun atas molekul β – D – glukosa yang
dihubungkan oleh ikatan 1,4 - β.

Gambar 1.2.2.5 Struktur Laktosa

Hidrolisis dari laktosa dengan bantuan enzim galaktase


yang dihasilkan dari pencernaan, akan memberikan jumlah
ekivalen yang sama dari α – D – glukosa dan β – D – glukosa.
Apabila enzim ini kurang atau terganggu, bayi tidak dapat
mencernakan susu.
c. Polisakarida
Polisakarida merupakan polimer monosakarida, mengandung
banyak satuan monosakarida yang dihubungkan oleh ikatan
glikosida. Polisakarida terpenting, yaitu amilum, glikogen dan
selulosa adalah polimer dari D – glukosa. Polisakarida sukar larut
dalam air dan tidak mereduksi pereaksi fehling, benedict, dan tollens.
Berikut beberapa polisakarida terpenting:
1. Selulosa

59 | P a g e
Selulosa merupakan polisakarida yang banyak dijumpai
dalam dinding sel pelindung seperti batang, dahan, daun dari
tumbuh – tumbuhan. Selulosa merupakan polimer yang berantai
panjang dan tidak bercabang. Suatu molekul tunggal selulosa
merupakan polimer rantai lurus dari 1,4 – β – D – glukosa.
2. Pati / Amilum
Pati terbentuk lebih dari 500 molekul monosakarida.
Merupakan polimer dari glukosa. Jika dilarutkan dalam air
panas, pati dapat dipisahhkan menjadi dua fraksi utama, yaitu
amilosa dan amilopektin. Perbedaan terletak pada bentuk rantai
dan jumlah monomernya.
Amilosa adalah polimer linier dari α – D – glukosa yang
dihubungkan dengan ikatan 1,4 – α. Dalam satu molekul
amilosa, terdapat 250 satuan glukosa atau lebih. Amilosa
membentuk senyawa kompleks berwarna biru dengan iodium.
Warna ini merupakan uji untuk mengidentifikasi adanya pati.
Molekul amilopektin lebih besar dari amilosa. Strukturnya
bercabang. Hidrolisis lengkap pati akan menghasilkan D –
glukosa. Hidrolisis dengan enzim tertentu akanmenghasilkan
dextrin dan maltosa.
3. Glikogen
Glikogen merupakan polisakarida yang digunakan sebagai
tempat penyimpanan glukosa dalam tubuh hewan terutama pada
otot dan hati.Glikogen mengandung rantai glukosa yang terikat
1,4 µ dengan percabangan 1,6 µ dan mengandung amilopektin.
a. Amilosa dan Amilopektin
Pada hidrolisis amilosa hanya menghasilkan glukosa,
sedangkan hidrolisis parsialnya menghasilkan maltosa, dengan
iodine membentuk warna biru tua. Sedangkan amilopektin
mengandungl ebih dari 1000 glukosa pada tiap molekulnya.
b. Kitin
Merupakan polisakarida linier yang mengandung N–
asetat–D–gluko–samiri a terikat B. Hidrolisis kitin

60 | P a g e
menghasilkan 2–amino–2 dioksiglukosa, sedangkan gugus
asetalnya terlepas dalam proses hidrolisis kitin biasanya
terdapat pada serangga.

1.2.3 Macam – Macam Cara Pengujian Karbohidrat :


1. Uji Molisch
Karbohidrat oleh asam sulfat pekat akan dihidrolisis menjadi
monosakarida dan selanjutnya monosakarida mengalami dehidrasi
oleh asam sulfat menjadi surpural atau hidroksi metalfural. Furfural
dengan alfa neftol akan berkondensasi membentuk senyawa
kompleks berwarna ungu, kemudian warna ungu yang berbentuk
cincin pada batas antara larutan karbohidrat dengan asam sulfat.
2. Uji Seliwanoff
Uji Seliwanoff adalah sebuah uji kimia yang membedakan
gula aldosa dan ketosa. Peristiwa dehidrasi monosakarida ketosa
menjadi surfural lebih cepat dibandingkan dehidrasi monosakarida
aldosa. Aldosa bereaksi negatif pada uji ini dan membentuk
senyawa kompleks berwarna merah.
3. Uji Benedict
Gula reduksi dengan larutan Benedict akan terjadi reaksi
redoks dan dihasilkan endapan berwarna merah koprooksida.
O O

R–C–H + CuO Cu2 + R – C – OH


Gambar 1.2.3.1 Reaksi Uji Benedict

4. Uji Fehling
Larutan fehlings yang terdiri dari kupsi sulfat Na – K – dan
Natrium Hidroksida dengan gula reduksi dipanaskan akan
terbentuk endapan yang berwarna hijau kuning – orange atau
merah tergantung dari macam gula reduksinya. Hal ini didasarkan
kenyataan bahwa gula produksi mampu mereduksi Cu2+.

61 | P a g e
O O

Cu2+ (aq) + R – C – H (aq) R – C – OH (aq) + Cu2O (s)


Endapan merah bata
Gambar 1.2.3.2 Reaksi Uji Fehling
5. Uji Tollens
Dengan menggunakan produksi tollens, gula produksi
identifikasi dengan adanya endapan berbentuk cermin perak
didalam larutan. Hal iini terjadi karena gula produksi dapat
mereduksi Ag+ dalam pereaksi tollens (Ag(NH3)2+) menjadi
endapan perak menurut reaksi berikut.
O O

Ag(NH3)2+ (aq) + R – C – H(aq) R – C – OH (aq) + Ag(s) + NH3 (g)


Gambar 1.2.3.3 Reaksi Uji Tolens
6. Uji Iodin
Karbohidrat golongan polisakarida akan membentuk reaksi
dengan larutan iodin dan memberikan warna spesifik bergantung
pada jenis karbohidratnya. Amilosa dengan iodin akan berwarna
merah violet. Glokogen maupun dextrin dengan iodin akan
berwarna merah cokelat.
O O

R–C–H + I2 + HCl R – C – OH + HI + 2H2O


Gambar 1.2.3.4 Reaksi Uji Iodin

62 | P a g e
BAB II
METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat Yang Digunakan :
1. Gelas Kimia
2. Tabung Reaksi
3. Pipet Tetes
4. Pipet Volume
5. Pipet Ukur
6. Batang Pengaduk
7. Stopwatch
8. Spatula
9. Hot Plate
10. Erlenmeyer
11. Bulp
12. Neraca Digital
13. Labu Ukur
14. Kertas Lakmus
15.Botol Aquadest
2.1.2 Bahan Yang Digunakan :
1. Tepung Kanji
2. HCl 4 N
3. Larutan I2
4. Aquadest
5. Sukrosa 5%
6. Natrium Karbonat 5%
7. Fehling A
8. Fehling B

63 | P a g e
2.2 Prosedur Kerja
a. Hidrolisis Disakarida
1. Memasukkan larutan sukrosa 5% ke dalam gelaskimiasebanyak20 tetes
HCL pekat
2. Memanaskan di atas hot plate sampai mendidih sambil diaduk
3. Menetralkan dengan Natrium karbonat 5% ( menggunakan petunjuk
kertas lakmus biru )
4. Menguji hasil hidrolisis dengan larutan fehling A, fehling B dan
fehling A+B
b. Hidrolisis Polisakarida
1. Memasukkantepung kanji 0,1g yang telahdilarutkan sebanyak 100 ml dan
30 ml HCl pekat kedalam Erlenmeyer dan menambahkan 150 mg aquadest
2. Memanaskanlarutandi atas hot platesampaimendidihsambildiaduk
3. Mengambil 1 ml larutansetiap 5 menitdan memasukkan ke dalam
tabung reaksi
4. Menguji larutan tersebut dengan I2
5. Mencatat perubahan warna yang terjadi (setiap interval 5 menit )
6. Mencatat hasil hidrolisis sampai larutan bewarna kuning bening

64 | P a g e
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan


Dari hasil praktikum didapatkan hasil pengamatan yang dapat dilihat melalui
tabel sebagai berikut:
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Hidrolisis Disakarida

No. Prosedur Pengamatan

Menambahkan Larutan sukrosa 5% Larutan bening


1.
10ml dan 20 tetes HCL pekat

2. Memanaskan larutan Larutan bening

Menetralkan dengan
3. Na2CO3menggunakan kertas lakmus Lakmus biru tetap berwarna biru

biru

4. Hasil hidrolisis + larutan fehling A Terbentuk warna biru muda dan endapan biru muda

5. Hasil hidrolisis + larutan fehling B Warna larutan berubah menjadi kekuningan

Hasil hidrolisis + larutan fehling Warna larutan menjadi biru tua dan terdapat
6. endapan merah bata
A+B

65 | P a g e
Tabel 3.2 Hasil Pengamatan dan Waktu Hidrolisis Polisakarida
No. Interval waktu Pengamatan

1. 5 menitke-1 Warna merah bata (keunguan)

2. 5 menitke-2 Warna merah bata

3. 5 menitke-3 Warna kuning kehitaman

4. 5 menitke-4 Warna merah kecoklatan

5. 5 menitke-5 Warna orange coklat

6. 5 menit ke-6 Warna orange

7. 5 menit ke-7 Warna orange

8. 5 menit ke-8 Warna orange muda

9. 5 menit ke-9 Warna orange coklat

10. 5 menit ke-10 Warna orange

11. 5 menit ke-11 Warna orange coklat

12. 5 menit ke-12 Warna orange coklat

13. 5 menit ke-13 Warna orange coklat

14. 5 menit ke-14 Warna orange coklat

15. 5 menit ke-15 Warna orange

16. 5 menit ke-16 Warna orange

17. 5 menit ke-17 Warna orange

18. 5 menit ke-18 Warna orange muda

19. 5 menit ke-119 Warna orange muda

20. 5 menit ke-20 Warna orange coklat

21. 5 menit ke-21 Warna orange coklat

22. 5 menit ke-22 Warna orange

23. 5 menit ke-23 Warna orange

24. 5 menit ke-24 Warna orange muda

25. 5 menit ke-25 Warna orange muda

26. 5 menit ke-26 Warna orange muda

66 | P a g e
27 5 menit ke-27 Warna orange muda

28. 5 menit ke-28 Warna orange bening

3.2 Pembahasan
Dalam percobaan uji karbohidrat bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat
karbohidrat dan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk menghidrolisis
polisakarida.
Hidrolisis Disakarida:
Proses hidrolisis disakarida yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui gugus
fungsi dari sukrosa dan menghasilkan monosakarida. Pada percobaan ini sampel yang
digunakan adalah larutan sukrosa 5% dan kemudia ditambahkan HCl pekat. Penambahan
HCl pekat berfungsi untuk menghidrolisis gugus aldehid. Pada proses ini rantai gugus
aldehid akan diputus oleh HCl. Pada dasarnya dalam karbohidrat terdapat dua gugus yaitu
aldehid dan keton. Umumnya yang bereaksi adalah aldehid karena karena rantai
gugusnya dapat diputus dengan penambahan HCl. Sedangkan gugus keton tidak bereaksi
karena rantainya sukar terputus. HCl juga berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat
reaksi, jika menghidrolisis disakarida hanya mengandalkan pemanasan maka akan
berlangsung lama dan disakarida merupakan senyawa organik, senyawa organik
membutuhkan waktu yang lama untuk bereaksi. Setelah penambahan HCl sampel
dipanaskan hingga mendidih agar membantu pemutusan pemutusan ikatan fruktosa dan
glukosa.
Kemudian campuran dinetralkan dengan Natrium Karbonat 5% yang merupakan
garam NaOH dan H2CO3. Penetralan perlu dilakukan karena fehling tidak bekerja secara
optimal pada suasa asam. Sehingga larutan fehling dapat direduksi oleh gula pereduksi
dari sampel.
Hasil hidrolisis diuji dengan fehling A yang bewarna biru, kemudian terbentuk
warna biru muda. Hal ini terjadi karena Cu2+ dari fehling A mengendap menjadi CuCO3,
sehingga Cu2+ tidak tereduksi menjadi ion C+. Kemudian ditambahkan fehling B tidak
terjadi perubahan spesifik hal ini dikarenakan fehling B berfungsi hanya untuk mencegah
Cu2+ mengendap menjadi CuCO3. Kemudian ditambahkan fehling A+B larutan berubah
menjadi biru tua dan terbentuk endapan merah bata. Hal ini menunjukkan bahwa fehling
yang memiliki ion CU2+ direduksi menjadi ion Cu+ yang kemudian diendapkan menjadi

67 | P a g e
merah bata (Cu2O), hal ini menunjukkan adanya gula pereduksi yang merupakan
monosakarida.

Reaksi dapat ditulis sebagai berikut :

Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat diketahui sifat-sifat disakarida yaitu


dapat dipecah menjadi 2 monosakarida dan terbentuk dari 2 monosakarida, dapat larut
dalam air , dapat direduksi dan dapat dihidrolisis dengan asam.

Hidrolisis Polisakarida:
Pada tahap ini dilakukan proses hidrolisis polisakarida yang bertujuan untuk
menunjukkan kadar amilum dalam tepung, sampel yang digunakan adalah tepung kanji.
Sebelum dipanaskan larutan ditambahkan HCl pekat. HCl pekat berfungsi untuk
menghidrolisis polisakarida menjadi monosakarida. HCl juga berfungsi sebagai katalis
untuk mempercepat reaksi. Dalam percobaan ini dilakukan pemanasan pada sampel,
tujuannya untuk membantu pembongkaran rantai aldehid menjadi asam karboksilat.
Penambahan iodin bertujuan untuk menunjukkan adanya amilum dalam tepung dan
sebagai menunjuk terhidrolisisnya polisakarida secara sempurna menjadi banyak
monosakarida, tepung akan beraksi positif dengan iodine dan akan membentuk warna
merah bata. Tahap-tahap perubahan warna pada tepung sampai larutan tepung kanji
berubah menjadi kuning bening.
Pada percobaan ini waktu yang diperlukan untuk menghidrolisis polisakarida
menjadi monosakarida yaitu 140 menit. Reaksi hidrolisis ini termasuk membutuhkan
waktu yang lama karena reaksi ini termasuk reaksi senyawa organic, senyawa organik
membutuhkan waktu yang lama untuk bereaksi dan untuk mempercepat reaksi maka
ditambahkan HCl sebagai katalis sekaligus sebagai penghidrolisis.
Pada percobaan ini saat larutan diuji dengan I2 pertama kali warna yang terbentuk
yaitu warna merah bata, hal ini terjadi karena golongan polisakarida akan membentuk

68 | P a g e
reaksi dengan larutan iodine dan memberikan warna spesifik bergantung pada jenis
karbohidratnya. Glikogen maupun dextrin dengan iodine akan bewarna merah coklat
(merah bata). Semakin lama, hasil uji dengan iodine mulai terbentuk warna orange bening
hingga tak terjadi perubahan warna lagi. Warna orange bening menandakan, polisakarida
telah menjadi monosakarida.
Reaksi yang terjadi pada uji iodin yaitu :
O O

R–C–H + I2 + HCl R – C – OH + HI + 2H2O

Pada percobaan ini diketahui sifatnya yaitu polisakarida bereaksi dengan iod
memberikan warna iod sedangkan monosakarida tidak bereaksi dengan iod.

69 | P a g e
BAB V
PENUTUP

5.1.1 Kesimpulan
1. Sifat karbohidrat yaitu disakarida bukan merupakan gula pereduksi sehingga
harus dihidrolisis menjadi monosakarida yang merupakan gula pereduksi dan
monosakarida tidak dapat bereaksi dengan iod.
2. Waktu yang diperlukan untuk menghidrolisis karbohidrat yaitu selama 140
menit.
5.2 Saran
1. Praktikan harus lebih teliti dalam mengamati perubahan warna yang terjadi
dan interval waktu.
2. Praktikan harus lebih teliti dalam memperhatikan sampel saat sedang
dipanaskan apakah sudah mendidih atau belum.

70 | P a g e
Daftar Pustaka

https://www.google.co.id/amp/s/ikykyastri.wordpress.com/2011/12/19/uji-
karbohidrat/amp/UJI KARBOHIDRAT 15 Desember 2017 23:42 wita

http://www.jejaringkimia.web.id/2010/03/karbohidrat.html?m=1PenggolongandanId
entifikasiKarbohidrat 15 Desember 2017 11: 00 WITA

http://kamuslemak.com/cari3.php?kunci=68 karbohidrat lemak dan protein 02


Desember 2010 14 :36 WITA

Kendari, Fazza. 2010. “Hidrolisis Karbohidrat”.


https://duniainikecil.wordpress.com/2010/12/06/hidrolisis-karbohidrat-by-
fazza_kendari (diakses 6 Januari 2018 00:15 WITA)

Laboratorium Kimia Dasar, 2017, “PenuntunPraktikum KIMIA ORGANIK”,


Samarinda : Politeknik Negeri Samarinda

71 | P a g e
LAMPIRAN

GambarAlat :

Gelas Kimia Tabung Reaksi Pipet Tetes

Pipet Volume Pipet Ukur Batang Pengaduk

Stopwatch Spatula Erlenmeyer

Labu Ukur
Bulp Kertas Lakmus

Hot Plate Neraca Digital

Botol Semprot

72 | P a g e
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Untuk mensintesa senyawa etil etanoat dari asam etanoat (asam asetat) dan etanol
dengan reaksi esterifikasi.

1.2 Dasar teori


1.2.1 Ester
Ester salah satu dari kelas-kelas senyawa organik yang sangat berguna dan dapat
diubah menjadi aneka ragam senyawa lain, misalnya amida dan poliester. Ester lazim
dijumpai di alam. Ester juga dapat digunakan dalam industri untuk berbagai macam
produk, seperti dialkil flatat sebagai platiziser (menjadi plastik tidak rapuh), dacrok,
pelarut dan sebagainya.
Ester adalah senwaya turunan asam karboksilat yang diperoleh dari pergantian –
OH pada gugus –COOH oleh gugus –OR2. Dengan rumus umum ester adalah:
O

R1 - C - O - R2
Pembuatan ester dapat diperoleh dari reaksi esterifikasi yaitu reaksi asam
karboksilat dan alkohol berdasarkan sifat kimia reaksi. Ester dihasilkan apabila asam
karboksilat di panaskan bersama alkohol dengan bantuan katalis asam. katalis ini
biasanya adalah H2SO4 pekat. terkadang juga digunakan HCl(g) kering, tetapi katalis
ini cenderung melibatkan ester-ester aromatik (yaitu ester yang mengandung sebuah
cincin benzena). Reaksi esterifikasi merupakan reaksi balik (reversible). Pada
umumnya dalam pembuatan ini dinyatakan dengan persamaan reaksi sebagai berikut:

Gambar 1.1 Reaksi Esterifikasi

73 | P a g e
Jika membuat etil etanoat dari asam etanoat dan etanol, maka persamaan reaksinya
adalah

Gambar 1.2 Sintesa etil etanoat


Laju esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung terutama pada halangan sterik
dalam alkohol dan asam karboksilatnya. Kuat asam dari asam karboksilatnya hanya
memainkan permainan kecil dalam pembentukan ester. Untuk alasan sterik, untuk
reaktivitas alkohol untuk reaksi esterifkasi adalah metanol > alkohol 1° > alkohol
2° > alkohol 3° .
Seperti banyak reaksi aldehid dan keton, esterifikasi asam karboksilat berlangsung
melalui serangkaian tahap protonasi dan deprotonasi. Oksigen karbonil diprotonasi,
alkohol nukleofilik menyerang karbon positif, dan eliminasi air akan menghasilkan
ester yang dimaksud. Inilah mekanisme reaksi esterifikasi :

Gambar 1.3 Mekanisme Reaksi Esterifikasi

Reaksi esterifikasi bersifat reversibel. Untuk memperoleh rendamen tinggi dari


ester, kesetimbangan harus digeser ke arah sisi ester. Satu titik untuk mencapainya
adalah menggunakan salah satu zat pereaksi yang murah secara berlebihan. Teknik

74 | P a g e
lain yaitu membuang salah satu produk dalam campuran reaksi (misalnya dengan
destilasi air secara azeotropik).
Dengan bertambahnya halangan sterik dan zat antara laju pembentukan ester akan
menurun. Rendamen esternya pun berkurang. Alasannya ialah karena esterfikasi itu
merupakan reaksi yang bersifat dapat balik dan spesies yang kurang terintangi
(pereaksi) akan lebih disukai. Jika suatu ester yang meruah (bulky) harus dibuat, maka
lebih baik digunakan jalur sintesis lain, seperti reaksi antara alkohol dengan suatu
anhidrida asam atau klorida asam, yang lebih reaktif daripada asam karboksilat dan
dapat breaksi secara tak dapat balik.

1.2.2 Refluks
Refluks adalah suatu metode dalam ilmu kimia untuk mensintesis suatu senyawa
,baik organik maupun anorganik. Umumnya digunakan untuk mensintesis senyawa-
senyawa yang mudah menguap atau volatil. Pada kondisi ini jika dilakukan
pemanasan biasa maka pelarut akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai
.Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada
suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya
dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi kedalam wadah
reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung.

1.2.3 Destilasi
Destilasi (penyulingan) adalah proses pemisahan komponen dari suatu campuran
yang berupa larutan cair-cair dimana karakteristik dari campuran tersebut adalah
mampu bercampur dan mudah menguap, selain itu komponen-komponen tersebut
mempunyai perbedaan tekanan uap dan hasil dari pemisahannya menjadi komponen-
komponennya atau kelompok-kelompok komponen. Karena adanya perbedaan
tekanan uap, maka dapat dikatakan pula proses penyulingan merupakan proses
pemisahan komponen-komponennya berdasarkan perbedaan titik didihnya.
Destilasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:
1. Destilasi biasa, umumnya dengan menaikkan suhu. Tekanan uapnya diatas cairan
atau tekanan atmosfer (titik didih normal)
2. Destilasi vakum, cairan diuapkan pada tekanan rendah, jauh dibawah titik didih
dan mudah terurai.

75 | P a g e
3. Destilasi bertingkat atau destilasi terfraksi yaitu proses yang komponen-
komponennya secara bertingkat diuapkan dan diembunkan.
4. Destilasi azeotrop yaitu destilasi dengan menguapkan zat cair tanpa perubahan
komposisi.
1.2.4 Etil asetat
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus empiris CH3COOC2H5.
Senyawa ini merupakan ester dari ethanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud
cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Etil asetat adalah Pelarut polar menengah
yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat dibuat
melalui reaksi esterifikasi Fischer dari asam asetat dan etanol. Reaksi esterifikasi
Fischer adalah reaksi pembentukan ester dengan cara merefluks asam karboksilat
bersama etanol dengan katalis asam. Reaksi esterifikasi merupakan reaksi reversible
yang sangat lambat, tetapi bila menggunakan katalis, kesetimbangan reaksi akan
tercapai lebih cepat. Asam yang dapat digunakan sebagai katalis adalah asamsulfat,
asam klorida, dan asam fosfat. Dari reaksi asam asetat dan etanol inilah akan
menghasilkan etil asetat.
Tabel 1.2.4.1 Sifat Fisika Etil Asetat
No Sifat fisik keterangan

1 Berat molekul 88,12 g/mol

2 Wujud Cairan Bening

3 Densitas 0,897 g/ml

4 Titik leleh -83,6oC

5 Titik didih 77 ,2oC

6 Titik nyala -4oC

76 | P a g e
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
1. 1 set alat refluks
2. 1 set alat destilasi
3. Corong pisah
4. Statif dan klem
5. Erlenmeyer 250 ml
6. Gelas kimia 250 ml
7. Thermometer 100℃
8. Pipet ukur 10 ml
9. Pipet ukur 25 ml
10. Pipet volume 25 ml
11. Bulp
12. Botol semprot

2.1.2 Bahan
1. CH3COOH
2. H2SO4
3. Etanol
4. Aquades
2.2 Prosedur Kerja
1. Dipipet 28 ml asam asetat (CH3COOH), 29 ml etanol (C2H50H),
dimasukkan ke dalam labu destilasi.
2. Ditambahkan asam sulfat (H2SO4) pekat sebanyak 1 ml 3 butir batu didih.
3. Direfluks selama kurang lebih 2 jam.
4. Setelah direfluks selanjutnya didinginkan larutan yang telah di refluks.
5. Selanjutnya, didestilasi larutan yang telah direfluks pada temperatur 77℃
6. Dilakukan uji (bau, warna, densitas dan rendamen).

77 | P a g e
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan dan Hasil

Tabel 3.1 Data Pengamatan

No Prosedur kerja Hasil

Proses Esterifikasi
1) Pencampuran Bahan Bahan tercampur homogen,

1 larutan tidak berwarna


Terbentuk Produk etil etanoat
2) Proses Refluks
yang masih tercampur dengan air

Proses Destilasi Dihasilkan Produk etil etanoal


2 yang bening dan terpisah dari H2O

Tabel 3.2 Data Hasil


No Parameter Hasil

1. Berat etil etanoat 36,4362 g

2 Berat Air 12,0480 g

3 Warna etil etanoat Bening

4 Bau etil etanoat Seperti balon tiup

5 Rendemen 85,79%

6 Densitas 0,8419 g/ml

78 | P a g e
3.2 Pembahasan
Sintesa senyawa etil etanoat dilakukan dengan reaksi esterifikasi dimana
CH3COOH sebagai asam karboksilat direaksikan dengan C2H5OH sebagai alkohol
dengan bantuan katalis asam yaitu H2SO4 yang menghasilkan etil etanoat
(CH3COOC2H5) yang masih bercampur dengan air (H2O). Sintesa senyawa tersebut
memiliki persamaan reaksi sebagai berikut:

Metode ini menggunakan alat refluks yang bertujuan untuk menghomogenkan


larutan. Selain itu refluks juga berfungsi untuk memutuskan ikatan rangkap dari
karbon karbonil dengan oksigen (C–O) sehingga akan memudahkan gugus OH untuk
menyerang karbon karbonil. Dengan kata lain produk etil asetat yang diinginkan dapat
diperoleh dalam jumlah besar. Proses refluks ini dilakukan dalam keadaan tertutup
agar saat bereaksi tidak ada produk yang menguap.
Pada proses refluks ini ditambahakan H2SO4 sebagai katalisator yang berfungsi
untuk mempercepat reaksi esterifikasi yang berjalan lambat. Karena asam sulfat pekat
mampu mengikat air (higroskopis), maka untuk reaksi esterifikasi setimbang yang
menghasilkan air, asam sulfat pekat dapat menggeser arah reaksi ke kanan (ke arah
produk), sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih banyak.
Selain itu, Batu didih juga ditambahkan untuk meratakan panas pada proses refluks
sehingga panas menjadi homogen pada seluruh bagian larutan. Pori-pori dalam batu
didih akan membantu penangkapan udara pada larutan dan melepaskannya
kepermukaan larutan (ini akan menyebabkan timbulnya gelembung-gelembung kecil
pada batu didih). Tanpa batu didih, maka larutan yang dipanaskan akan menjadi
superheated pada bagian tertentu, lalu akan mengeluarkan uap panas yang bisa
menimbulkan letupan/ledakan.

79 | P a g e
Pada proses refluks ini, dihasilkan produk etil etanoat yang masih bercampur
dengan air dan larutan tersebut tidak berwarna (bening). larutan lalu didinginkan
beberapa menit dan kemudian dilanjutkan dengan proses distilasi.
Proses destilasi ini dilakukan untuk memisahkan antara senyawa etil asetat yang
merupakan produk utama dengan air atau dengan kata lain untuk mendapatkan etil
asetat murni. Hal tersebut dilakukan pada suhu 78oC karena yang ingin diuapkan
adalah etil asetat sebagai produk utama dan air tidak ikut menguap. Sehingga air akan
tetap berada pada labu destilat dan etil etanoat akan etertampung pada labu
erlenmeyer. Setelah tidak ada lagi etil etanoat yang menetes, proses destilasi
dihentikan.
Berdasarkan hasil praktikum, berat etil etanoat yang diperoleh sebesar 36,4362 g
sedangkan berat residunya sebesar 12,0480 g. Selain itu, didapatkan densitas etil
asetat sebesar 0,8419 g/ml. Sedangkan menurut teori densitas dari etil asetat sebesar
0,897 g/ml. Hasil ini sangat bagus karena mendekati dengan teori referensi.
Sedangkan untuk rendemen yang dihasilkan adalah sebesar 85,79%.
Ketidaktepatan dan ketidakakuratan hasil percobaan dapat disebabkan beberapa
faktor seperti kurang telitinya dalam cara pengerjaan, baik pengukuran volume
larutan, penimbangan berat, maupun proses pengamatan dalam percobaan. Selain itu
juga dapat disebabkan faktor kesterilan alat kerja, di mana alat yang digunakan harus
bersih dan kering agar tidak terjadi kontaminasi dengan zat-zat sisa yang tertinggal
pada alat-alat yang digunakan. Sehingga, alat-alat yang kurang steril dapat
mempengaruhi hasil percobaan.

80 | P a g e
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Pembuatan etil asetat dapat dilakukan reaksi esterifikasi yang menggunakan
metode refluks dan destilasi bertingkat.
2. Bau etil asetat yang dihasilkan adalah seperti balon tiup
3. Warna dari etil etanoat yaitu cairan bening
4. Densitas yang diperoleh adalah sebesar 0.8419 g/ml dengan %kemurnian
sebesar 93.86%
5. Rendemen yang dihasilkan sebesar 85,79%.
4.2 Saran
1. Mengetahui dan memahami cara kerja sebelum melakukan praktikum
2. Dalam pemasangan alat harus dilakukan dengan benar. Karena saat proses
destilasi, jika pemasangan kondensor tidak rapat, maka etil asetat yang
menguap akan terlepas ke udara, sehingga hasil berupa etil asetat yang
didapatkan akan sedikit.

81 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Setyaningrum, Riski Woro. 2013. “Pembuatan Etil Asetat Melalui Reaksi Esterifikasi”
https://www.scribd.com/doc/143276015/ .

Mangindi, Alfahru. 2015. “Laporan praktikum kimia organik II Percobaan II


pembuatan etil asetat (etil etanoat)”
http://pahrutendo94.blogspot.co.id/2016/04/laporan-praktikumpembuatan- etil-
asetat.html

Reza, Gusti. “pengertian destilasi dan macam-macam”


http://gustireza2906.blogspot.com/2013/10/pengertian-destilasi-dan-macam-
macam.html. (diakses 17 Desember 2014)

Tim Penyusun Praktikum, 2014 “PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK”.


Samarinda, Politeknik Negeri Samarinda.

82 | P a g e
LAMPIRAN

 Massa CH3 COOH = 28 ml x 1,05 gr/ml


= 29,4 gr

29,4 gr
Mol CH3 COOH = = 0,4827 mol
60,9 gr/mol

 Massa C2 H5 OH = 29 ml x 0,789 gr/ml


= 22,91 gr

22,91 gr
Mol C2 H5 OH = = 0,4980 mol
46 gr/mol

CH3C2OH + CH3COOH CH3COOCH2CH3 + H2O


m 0,4980 mol 0,4827 mol - -
b 0,4827 mol 0,4827 mol 0,4827 mol 0,4827 mol
s 0,0153 mol - 0,4827 mol 0,4827 mol

 Massa Etil Etanoat = Mr x mol


= 88 gr/mol x 0,4827 mol
= 42,47 gr

Berat Produk
 % Rendamen = x 100%
Brat Teoritis
36,4362 gram
= x 100%
42,47 gram

= 85,79 %

m 8,4191 gram
 Berat Jenis = = = 0,84191 gr/ml
v 10 ml

83 | P a g e
GAMBAR ALAT

84 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai