Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan


1. Mampu memahami prinsip analisa alkali-acidimetri.
2. Mampu melakukan penentuan kadar asam lemak total suatu minyak atau
lemak.
1.2. Dasar Teori
1.2.1 Minyak dan lemak

Minyak dan lemak merupakan golongan ester yang banyak


terdapat di alam. Keduannya merupakan ester dari gliserol dan asam-
asam karboksilat. Asam lemak bersama-sama dengan gliserol,
merupakan penyusun utama nabati atau lemak dan merupakan bahan
baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Secara alami, asam lemak
bisa berbentuk bebas, karena terhidrolisis maupun terikat sebagai
gliserida.

Tabel 1.2.1.1. Perbedaan minyak dan lemak


No Minyak Lemak
1 Pada suhu kamar berwujud cair Pada suhu kamar berwujud
padat
2 Pada umumnya berasal dari Pada umumnya berasal
tumbuhan dari hewan
3 Mempunyai titik beku rendah Mempunyai titik beku
tinggi
4 Mengandung gliseril trioleta Mengandung gliseril
tristerat dan gliseril nitrat
Sumber : Ketaren, 1986
Minyak dibanding lemak, kandungan asam lemak tak jenuhnya
tinggi, sedangkan titik cair minyak lebih rendah dibanding dengan lemak.
Rumus struktur lemak / minyak secara umum adalah sebagai berikut:

Lemak yang terbentuk dari asam lemak yang sejenis (R1 = R2 = R3)
disebut asam lemak sederhana, sedangkan yang terbentuk dari asam
lemak yang tidak sejenis disebut lemak campuran.
Contoh

Nama
Rumus Rumus
No. Asam Sumber
Struktur Molekul
Lemak
1. Asam lemak
jenuh
-Laurat CH3(CH2)10COOH C11H23COOH
-Butirat CH3(CH2)12COOH C13H27COOH Lemak susu
Lemak hewani
-Palmitat CH3(CH2)14COOH C15H31COOH Lemak hewani
& nabati
-Stearat CH3(CH2)15COOH C17H35COOH
2. Asam lemak
tak jenuh
-Palmioleat CH3(CH2)CH=CH(CH2)7COOH C17H30COOH Lemak hewani
Lemak nabati
-Oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH C17H31COOH Minyak nabati
Minyak biji
-Linoleat CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7 C17H31COOH rami
Minyak nabati
-Linolenat CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2... C17H39COOH

-Arakidonat CH3(CH2)4(CH=CH–CH2 )4… C20H32COOH

Tabel 1.2.1.2. Rumus Struktur dan Rumus Molekul dari Beberapa


Asam Lemak.

Sumber : Penuntun Praktikum Kimia Analitik Klasik, 2016


1.2.2 Minyak goreng

Minyak goreng merupakan minyak yang digunakan sebagai


media untuk menggoreng. Minyak goreng kadang digunakan sebagai
nama lain untuk minyak pangan. Minyak goreng mengandung asam
lemak jenuh dan tidak jenuh. Minyak pangan sebagian besar berasal dari
tumbuhan. Minyak dapat berasal dari hewan seperti minyak ikan, tallow
(minyak dari sapi), dan lard (minyak dari babi). Minyak yang berasal dari
hewan berwujud padat pada suhu kamar. Kelebihan minyak yang berasal
dari hewan adalah lebih stabil terhadap pemanasan karena mengandung
asam lemak jenuh. Minyak dari tumbuhan dapat berasal dari kelapa
sawit, kedelai, kacang tanah, jagung, dan lain sebagainya. Minyak dari
tumbuhan kaya akan asam lemak tidak jenuh seperti linoleat, linolenat,
dan arakidonat (Anonim).
Umumnya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat mengolah
bahan makanan dengan cara menggoreng menggunakan minyak
goreng. Dalam proses memasak minyak goreng berfungsi sebagai
medium penghantar panas, penambah cita rasa dan penambah nilai gizi
bahan pangan (Ketaren, 1986).

1.2.3 Reaksi pada minyak dan lemak

Reaksi yang penting pada minyak dan lemak adalah berikut ini :
a. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi
asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis yang dapat
mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena
terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut.
Reaksi ini akan mengakibatkan ketengeikan hidrolisa yang
menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut.
Reaksi hidrolisa dari minyak atau lemak sebagai berikut:
O
H2COCR H2COH
O O
HCOCR + 3 HOH HCOH + 3 RCOH
O
H2COCR H2COH
Gliserida gliserol asam lemak

Persamaan reaksi diatas adalah reaksi hidrolisa dari minyak atau


lemak menurut Schwitzer (1957). Proses hidrolisa yang
disengaja dilakukan penambahan sejumlah basa. Proses ini
dikenal sebagai reaksi penyabunan.

b. Oksidasi
Oksidasi minyak terjadi bila terdapat kontak antara sejumlah
oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi
ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak atau lemak.
Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan
hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam
lemak disertai konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan
keton serta asam-asam lemak bebas.

c. Polimerisasi
Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng
terjadi karena reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak
jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai
gum yang mengendap di dasar penggorengan. Kerusakan
minyak akibat peemanasan pada suhu tinggi (200-2500C) akan
mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan menimbulkan
berbagai penyakit (Ketaren, 1986).
d. Hidrogenasi
Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan
hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai
katalisator, lalu didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan
cara penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis
atau keras, sebelum dihidrogenasi, minyak harus bebas dari
sabun dan kandungannya fospatida yang rendah.

1.2.5 Angka Penyabunan


Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang
diperlukan untuk menyabunkan minyak atau lemak secara sempurna
dalam 1 gram minyak atau lemak.
Apabila sejumlah contoh minyak atau lemak disabunkan dengan
larutan KOH berlebihan dalam alkohol maka KOH akan bereaksi dengan
trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan 1 molekul minyak
atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal ditentukan dengan titrasi
menggunakan asam, sehingga junlah alkali yang turut bereaksi dapat
ditentukan (diketahui).

Dalam penetapan bilangan penyabunan biasanya larutan alkali


yang dipergunakan adalah larutan KOH, yang diukur dengan hati – hati
ke dalam tabung dengan menggunakan buret atau pipet.
sebagian dipergunakan dalam penyabunan.
Total KOH
sebagian lagi yaitu meq yang tertinggal.
Campuran minyak atau lemak dengan larutan KOH dididihkan
pada pendinginan alir balik sampai terjadi penyabunan yang lengkap,
kemudian larutan KOH yang tersisa ditetapkan dengan jalan titrasi
dengan HCl 0,5 N. Bilangan penyabunan dapat ditetapkan dengan jalan
mengurangkan jumlah mol ekuivalen larutan alkali berakhohol yang
diperlukan, dikalikan dengan berat molekul dari larutan alkali tersebut,
dibagikan dengan berat contoh dalam gram. Berat molekul untuk
larutan KOH 56,1; sedangkan berat molekul larutan NaOH adalah 39,9.
Rumus penentuan bilangan (angka) penyabunan.
n KOH = n HCl
NKOH x VKOH = NHCl x VHCl
m KOH = n KOH x BM KOH
m KOH = NHCl x VHCl x BM KOH
𝑚 𝐾𝑂𝐻 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖
𝐴𝑃 =
𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
atau
𝑚 𝐾𝑂𝐻 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑚 𝐾𝑂𝐻 𝑠𝑖𝑠𝑎
𝐴𝑃 =
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑔𝑟𝑎𝑚)
𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝑉 𝐻𝐶𝑙 𝑡. 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 𝑥 𝐵𝑀 𝐾𝑂𝐻 − 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝑉 𝐻𝐶𝑙 𝑡. 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝐵𝑀 𝐾𝑂𝐻
𝐴𝑃 =
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐵𝑀 𝐾𝑂𝐻 (𝑉 𝐻𝐶𝑙 𝑡. 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑉 𝐻𝐶𝑙 𝑡. 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )
𝐴𝑃 =
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

1.2.6 Titrasi Asam Basa

Reaksi antara asam dan basa disebut juga dengan reaksi penetralan,
yaitu reaksi asam dan basa yang dapat dinyatakan dalam persamaan
reaksi sebagai berikut:

H+ + OH-  H2O

Untuk mengukur bahwa satu mol H+ sudah setara dengan satu mol
OH- dilakukan dengan titrasi. Titrasi asam basa yaitu proses penetapan
kadar suatu larutan asam dengan larutan standar basa, yang diketahui
normalitasnya atau sebaliknya. Bila diukur berapa ml larutan asam
tertentu diperlukan untuk menetralkan larutan basa (kadarnya atau
titrannya), maka pekerjaan itu disebut sabagai asidimetri sedangkan
penitaran sebaliknya, asam dengan basa yang titarnya diketahui disebut
alkalimetri. Reaksi yang terjadi :

KOH + HCl  KCl + H2O


(garam)

Pada titrasi asam basa dikenal beberapa istilah, antara lain;


1) Titik ekivalen adalah keadaan dimana asam dan basa tepat habis
bereaksi (1 mol asam [H+] = 1 mol basa [OH-])
2) Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana titrasi harus dihentikan
pada saat terjadi perubahan warna.
Setelah proses titrasi selesai, maka perhitungannya menggunakan
rumus :

V1 . N1 = V2 . N2

Keterangan : V1 = Volume Larutan asam


N1 = Normalitas asam
V2 = Volume larutan basa
N2 = Normalitas basa

1.2.7 Indikator PP
Indikator PP atau penolftalein merupakan asam diprotik dan tidak
berwarna. Indikator ini terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarnanya
kemudian dengan hilangnya proton ke dua menjadi ion dengan sistem
terkonjugat menghasilkan warna merah. Indikator PP memiliki rentang
pH 8,0 – 9,6 dengan perubahan warna dari tidak berwarna menjadi
merah.

1.2.8 Standar Minyak

Tabel 1.2.8.1. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI-3741-1995.


No. Kriteria Persyaratan
1 Bau dan rasa Normal
2 Warna Mudah jernih
3 Kadar air Max 0,3 %
4 Berat jenis 0,900 g/l
5 Asam lemak bebas Max 0,3 %
6 Bilangan peroksida Max 2 mg/kg
7 Bilangan iod 45-46
8 Bilangan penyabunan 196-206
9 Indeks bias 1,448-1,450
10 Cemaran logam Max 0,1 mg/kg, kecuali seng

Selain SNI ada juga penggolongan kelas mutu minyak goreng


berdasarkan rekomendasi APCC (2006) adalah sebagai berikut:
Grade I : Minyak yang sudah dimurnikan dan dihilangkan bau.
Grade II : Minyak yang sudah dimurnikan.
Grade III : Minyak tidak berwarna (bening) yang diperoleh dari
pengolahan cara basah.
Grade IV : Minyak industri no.1 diperoleh dengan cara ekstraksi.
Grade V : Minyak industry no.1 diperoleh dengan cara ekstraksi
menggunakan pelarut.

Tabel 1.2.8.2. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan APCC (2006)


No Karakteristik Standar Mutu I II III IV V
1 Asam lemak bebas (sebagai 0,10 0,10 1 6 10
Lauric, % max)

2 Kadar air dan kotoran tak 0,10 0,10 0,25 0,5 0,5
larut (% max)
3 Bahan yang tidak 0,5 0,5 0,5 0,8 1,0
tersabunkan (% max)
4 Warna pada linchi sell 7 2 4 11 30
(tidak >)
5 Nilai penyabunan 255 255 255 248 248
minimum
6 Bilangan iod 7,5-9,5 7,5-9,5 7,5-9,5 7,0- 7,0-
11,0 11,0
7 Sp gr pada 30oC 0,915- 0,915- 0,915- 0,915- 0,915-
0,920 0,920 0,920 0,920 0,910
8 Indeks bias pada 40o 1,4480- 1,4480- 1,4480- 1,4480- 1,4480-
1,4490 1,4490 1,4490 1,4490 1,4490
9 Bobot asam Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil
Sumber : Anonim, 2010
BAB II
METODOLOGI

2.1. Alat dan Bahan

2.1.1. Alat yang digunakan1


- Erlenmeyer 250 ml
- Spatula
- Pipet Volume 25 ml
- Neraca Digital
- Buret
- Statip dan Klem
- Bulp
- Desikator
- Hot Plate
- Gelas Kimia 100 ml
- Pipet Tetes
- Botol Semprot
- Kondensor Spiral

2.1.2. Bahan yang digunakan


- Sampel Minyak
- Larutan HCl 0,5 N
- Larutan KOH-Alkohol
- Indikator PP

2.2. Safety Alat dan Bahan


- Menggunakan jas lab dalam praktikum untuk keselamatan dan
kenyamanan praktikan.
- Menggunakan sarung tangan untuk menghindari kontak langsung dengan
bahan-bahan bersifat korosif, pekat, dan sebagainya.

1
Gambar alat dapat dilihat di lampiran.
- Menggunakan masker untuk menghindari gas-gas yang bersifat toxic dan
sejenisnya.

2.3. Prosedur Kerja

- Menimbang sampel minyak dengan teliti sebanyak 1,5 gram dalam


erlenmeyer 250 mL.
- Menambahkan 25 ml KOH yang dibuat dari 40 gram KOH dalam 1 Liter
alkohol.
- Menutup sampel dengan pendingin alir balik (kondensor) sekaligus
dididihkan dengan hotplate selama 20 menit.
- Mendinginkan campuran sampel dalam desikator
- Menambahkan beberapa tetes indikator PP ke dalam sampel.
- Menitrasi larutan KOH berlebih dengan larutan HCl 0,5 N
- Menitrasi larutan blanko dengan prosedur sama seperti di atas kecuali
tanpa sampel minyak.
- Melakukan percobaan di atas dengan sampel berbeda secara duplo.

3.3 Diagram Alir

Sampel minyak*

- Ditimbang 1,5 gram


- Ditambahkan dengan larutan KOH-Alkohol 25 ml
- Direfluks dengan kondensor selama 20 menit
- Ditetesi 3 tetes indikator PP
- Dititrasi dengan HCl 0,5 N

Hasil Pengamatan

* Dapat menggunakan sampel minyak baru maupun minyak jelantah. Perlakuan sama untuk
sampel minyak dan blanko.
BAB III
PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

3.1. Data Pengamatan

Tabel 3.1.1. Data Titrasi Sampel.


Massa Volume Indikator Volume HCl
No. Sampel
Sampel (g) KOH (ml) PP 0,5 N (ml)
1. Fortune I 1,5902 21,7
2. Fortune II 1,5437 21
25 3 tetes
3. Bimoli I 1,5740 20,5
4. Bimoli II 1,5325 20,2
Perubahan Warna Merah Muda – Tak Berwarna

Tabel 3.1.2. Data Titrasi Blanko


Volume Volume HCl
No. Indikator PP
KOH (ml) 0,5 N (ml)
1. 25 31,8
3 tetes
2. 25 31,7
Perubahan Warna Merah Muda – Tak Berwarna 31,75

3.2. Hasil Perhitungan2


No. Sampel Angka Penyabunan (mg/g)
1. Fortune I 177,27
2. Fortune II 195,33
3. Bimoli I 200,48
4. Bimoli II 211,40

2
Perhitungan dapat dilihat di lampiran.
3.3. Pembahasan
Percoabaan ini bertujuan untuk memahami prinsip alkalimetri dan asidimetri
serta dapat menentukan kadar asam lemak total pada minyak atau lemak. Dalam
penentuan asam lemak total ini digunakan prinsip asidimetri dan angka
penyabunan. Angka penyabunan yaitu jumlah milligram KOH yang diperlukan
untuk menyabunkan minyak atau lemak secara sempurna dalam 1 gram minyak
atau lemak. Angka penyabunan menunjukkan berat molekul lemak dan minyak
secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai karbon pendek
berarti mempunyai berat molekul kecil, akan mempunyai angka penyabunan
besar dan sebaliknya bila minyak mempunyai berat molekul yang besar, maka
angka penyabunannya relatif kecil. Sampel minyak yang digunakan dalam
percobaan ini adalah minyak dengan merek dagang Fortune dan Bimoli yang
dilakukan secara duplo.
Untuk menentukan kadar asam lemak total suatu minyak digunakan KOH
dalam alkohol untuk menyabunkan minyak atau lemak, sehingga KOH akan
bereaksi dengan gliserida dalam minyak. Massa KOH yang bereaksi ditentukan
dari selisih massa KOH mula-mula dan massa KOH berlebih yang dapat
diperoleh dari titrasi KOH tanpa sampel minyak (blanko) dan titrasi KOH
sampel minyak dengan larutan penitar HCl 0,5 N. Berdasarkan percobaan yang
dilakukan, untuk titrasi KOH tanpa sampel minyak (titrasi blanko) diperoleh
volume titrasi sebanyak 31,75 ml. Pada titrasi KOH dengan sampel minyak
diperoleh volume titrasi untuk sampel Fortune I dan II sebanyak 21,7 ml dan 21
ml. Sedangkan untuk volume titrasi sampel Bimoli I dan II sebanyak 20,5 ml
dan 20,2 ml. Indikator yang digunakan untuk titrasi dalam percobaan ini yaitu
indikator PP dan warna campuran berubah menjadi merah muda ketika ditetesi
3 tetes indikator PP kemudian campuran berubah menjadi tidak berwarna setelah
mencapai titik akhir titrasi. Karena titrasi sudah mencapai titik ekuivalen dimana
jumlah mol KOH sama dengan jumlah mol HCl, maka untuk menentukan massa
KOH yang bereaksi konsentrasi HCl dikalikan dengan Mr KOH dan dikalikan
dengan selisih volume HCl untuk titrasi blanko dan titrasi sampel. Setelah massa
KOH yang bereaksi diperoleh, massa tersebut digunakan untuk menentukan
angka penyabunan. Angka penyabunan dapat ditetapkan dengan membagi massa
KOH yang bereaksi dengan massa sampel minyak yang digunakan. Berdasarkan
penjelasan tersebut dapat dibuat persamaan sebagai berikut :

Massa KOH bereaksi = N HCl x BM KOH x (V.t.blanko –V.t.sampel) ml


𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐾𝑂𝐻 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖
𝐴𝑃 =
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘

Berdasarkan hasil perhitungan angka penyabunan, diperoleh angka


penyabunan untuk sampel Fortune I sebesar 177,27 mg/g dan sampel
Fortune II sebesar 195,33 mg/g. Sedangkan untuk sampel Bimoli I sebesar
200,48 mg/g dan sampel Bimoli II sebesar 211,40 mg/g. Angka penyabunan
yang diperoleh untuk sampel yang sama terjadi perbedaan dikarenakan
ketidaktelitian praktikan pada saat melakukan titrasi.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan diperoleh angka penyabunan untuk
minyak goreng Fortune sebesar 177,27–195,33 mg/g. Sedangkan untuk minyak
Bimoli sebesar 200,48–211,40 mg/g.

4.2. Saran
1. Menimbang minyak (sampel) secara teliti. Usahakan tidak terlalu banyak
berlebih.
2. Menggunakan sampel yang lebih bervariasi agar dapat dilihat perbedaan
angka penyabunan yang diperoleh.
3. Melakukan titrasi dengan teliti.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.http://indonargo.blogspot.com2010/11/agroindustri-pengolahan-minyak-
kelapa-2.html. (Diakses pada tanggal 26 Mei 2016).
Anonim.http://sisni.bsn.go.id/sni_main/sni/detail_sni. (Diakses pada tanggal 26 Mei
2016).
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas
Indonesia: Jakarta.
Tim Laboratorium Kimia Dasar. 2016. Penuntun Praktikum Analitik Klasik.
Samarinda: Politeknik Negeri Samarinda.
Underwood, A.L., dan Day, R.A. 1996. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima.
Jakarta: Erlangga.
LAMPIRAN

1. Perhitungan

Penentuan Angka Penyabunan

1) Fortune I
V HCl t.blanko = 31,75 ml
V HCl t.sampel = 21,7 ml
𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐵𝑀 𝐾𝑂𝐻 (𝑉 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑉 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )
𝐴𝑃 =
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
0,5 𝑁 𝑥 56,1 𝑚𝑔/𝑚𝑚𝑜𝑙 (31,75 𝑚𝑙 − 21,7 𝑚𝑙 )
𝐴𝑃 =
1,5902 𝑔
𝐴𝑃 = 177,27 𝑚𝑔/𝑔

2) Fortune II
V HCl t.blanko = 31,75 ml
V HCl t.sampel = 21 ml

𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐵𝑀 𝐾𝑂𝐻 (𝑉 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑉 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )


𝐴𝑃 =
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
0,5 𝑁 𝑥 56,1 𝑚𝑔/𝑚𝑚𝑜𝑙 (31,75 𝑚𝑙 − 21 𝑚𝑙 )
𝐴𝑃 =
1,5437 𝑔
𝐴𝑃 = 195,33 𝑚𝑔/𝑔

3) Bimoli I
V HCl t.blanko = 31,75 ml
V HCl t.sampel = 20,5 ml

𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐵𝑀 𝐾𝑂𝐻 (𝑉 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑉 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )


𝐴𝑃 =
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
0,5 𝑁 𝑥 56,1 𝑚𝑔/𝑚𝑚𝑜𝑙 (31,75 𝑚𝑙 − 20,5 𝑚𝑙 )
𝐴𝑃 =
1,5740 𝑔
𝐴𝑃 = 200,48 𝑚𝑔/𝑔
4) Bimoli II
V HCl t.blanko = 31,75 ml
V HCl t.sampel = 20,2 ml

𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐵𝑀 𝐾𝑂𝐻 (𝑉 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑉 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )


𝐴𝑃 =
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
0,5 𝑁 𝑥 56,1 𝑚𝑔/𝑚𝑚𝑜𝑙 (31,75 𝑚𝑙 − 20,2 𝑚𝑙 )
𝐴𝑃 =
1,5325 𝑔
𝐴𝑃 = 211,40 𝑚𝑔/𝑔

2. Gambar Alat

Bulp Desikator Hot Plate

Corong Erlenmeyer Pipet Volume

Pipet Tetes Gelas Kimia Spatula

Neraca Digital Buret Botol Semprot

Anda mungkin juga menyukai