Anda di halaman 1dari 2

Syarat sah Perjanjian

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320 telah ditetapkan syarat sah
suatu perjanjian, yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri (kata sepakat)
Subekti (1985:17) menguraikan bahwa kedua pihak yang mengadakan perjanjian
harus sepakat, setuju, atau seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dalam perjanjian
yang dibuat.
Pasal 1321 KUHPerdata memberikan penegasan bahwa sebuah perjanjian tidak
memenuhi syarat kesepakatan apabila kesepakatan tersebut diberikan karena
kekhilafan, paksaan, atau penipuan.
Terpenuhi atau tidaknya syarat kesepakatan ini semata-mata ditentukan oleh para
pihak atau subjek perjanjian. Dengan demikian, syarat kesepakatan ini disebut juga
dengan syarat subjektif.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (kecakapan)


Setiap orang dianggap cakap atau mampu untuk membuat perjanjian, kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang. Hal ini tercantum dalam Pasal 1329 KUHPerdata
yang berbunyi “Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan,
terkecuali ia oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap.”
Golongan orang yang oleh undang-undang dianggap tidak cakap untuk membuat
perjanjian yaitu
1. Orang yang belum dewasa atau anak dibawah umur (minderjerig).
2. Orang yang ditempatkan di bawah pengapuan (curatele).
Golongan di atas hanya bisa membuat perjanjian ketika melalui perwakilan, yaitu orang
tua atau wali atau orang dewasa lain yang berhak mewakilinya.
Dalam Pasal 47 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa
usia dewasa adalah minimal berumur 18 tahun atau belum berumur 18 tahun, tetapi
telah menikah.
Terpenuhi atau tidaknya syarat kesepakatan ini semata-mata ditentukan oleh para
pihak atau subjek perjanjian. Dengan demikian, syarat kesepakatan ini disebut juga
dengan syarat subjektif.

3. Hal tertentu
Yang dimaksud dengan hal tertentu dalam Pasal 1320 KUHPerdata adalah apa
yang menjadi kewajiban dari debitur dan apa yang menjadi hak dari kreditur atau
sebaliknya. Hal tertentu sebagai objek perjanjian dapat diartikan sebagai keseluruhan
hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian (C. asser-Rutten dalam Budiono, 2009:
107).
Tuntutan dari undang-undang adalah objek perjanjian haruslah tertentu.
Setidaknya objek perjanjian dapat ditentukan tentang hak dan kewajibannya, isi pokok
perjanjian yang menyangkut harga dan barangnya. Tujuan dari suatu perjanjian adalah
untuk terbentuknya, berubahnya, atau berakhirnyasuatu perikatan. Perjanjian tersebut
mewajibkan kepada para pihak untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak
berbuat sesuatu (prestasi). Oleh karena itu, kewajiban tersebut haruslah dapat
ditentukan. Hal ini sekaligus berarti adanya objek perjanjian yang dapat ditentukan.
Terpenuhi atau tidaknya syarat hal tertentu, semata-mata ditentukan oleh isi atau
objek perjanjian. Dengan demikian, syarat kesepakatan ini disebut juga dengan syarat
objektif.

4. Sebab yang halal


Sebab yang dimaksud adalah isi perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak
mengadakan perjanjian, yaitu mempunyai dasar yang sah dan patut atau pantas. Halal
adalah tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Terpenuhi atau tidaknya syarat sebab yang halal, semata-mata ditentukan oleh
isi atau objek perjanjian. Dengan demikian, syarat kesepakatan ini disebut juga dengan
syarat objektif.

Akibat hukum syarat tidak terpenuhi


Kesepakatan merupakan salah satu syarat subjektif dianggap tidak ada apabila perjanjian
tersebut mengandung unsur paksaan, penipuan, atau kekeliruan. Apabila perjanjian yang dibuat
mengandung salah satu unsur dan apabila yang membuat belum dewasa, maka akibatnya hukum
terhadap perjanjian adalah perjanjian yang dapat dimintai pembatalan. Dengan kata lain,
perjanjian dapat dibatalkan dan menjadi tidak berlaku sejak saat dibatalkan. Apabila salah satu
pihak menghendki untuk dibatalkan maka perjanjian itu tidak mengikat lagi. Namun, apabila
salah satu tidak meminta perjanjian tersebut dibatalkan maka perjanjian tersebut dianggap sah
dan tetap dilaksanakan.
Apabila perjanjian tidak memuat syarat objektif karena tidak adanya objek perjanjian yang
jelas atau perjanjian tersebut dianggap tidak benar oleh hukum, kesusilaan, dan ketertiban
umum maka akibatnya prjanjian tersebut batal demi hukum.

Anda mungkin juga menyukai