Anda di halaman 1dari 69

BUKU PANDUAN

SKILL’S LAB
PROSTODONSIA II

MODUL: GIGI TIRUAN


LENGKAP & PROBLEMA
PASCA INSERSI

SEMESTER VI
TAHUN AKADEMIK 2014-2015

BLOK 3.6.12
NAMA : KLP

NIM :

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
1
BUKU PANDUAN SKILL’S LAB
PROSTODONSIA II

GIGI TIRUAN LENGKAP &


PROBLEMA PASCA INSERSI

BLOK 3.6.12

SEMESTER VI

TAHUN AKADEMIK 2014-2015

Penyusun :
 Kartika Andari Wulan, drg, SpPros

Edisi Cetakan : Edisi 2, Februari 2015


PSPDG FK UB

2
LEMBAR PENGESAHAN

Buku Panduan Skill’s Lab (BPSL) Prostodonsia 2 Blok 3.6.12 Modul Gigi Tiruan Lengkap
dan Problema Pasca Insersi ini telah disusun berdasarkan kurikulum dan standar
prosedur yang telah ditetapkan serta dinyatakan sah untuk digunakan dalam kegiatan
pembelajaran bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya

Malang, April 2015


KPS Pendidikan Dokter Gigi, Ketua DEU,

TTD TTD

Dr.M.Chair.Effendy, SU., spKGA Dr.Nur Permatasari, drg, MS


NIP. 19530618 197912 1 005 NIP. 19601005 199103 2 001

Dekan
Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya

TTD

Dr. Sri Andarani, dr, MKes


NIP. 19580414 198701 2 001

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-Nya Buku
Panduan Skill’s Lab (BPSL) Blok 12 TA. 2014/2015 dapat diselesaikan dengan baik.
Buku ini merupakan pedoman pembelajaran Skill’s Lab Prostodonsia 2 blok 3.6.12
semester 6 tahun ajaran 2014/2015 bagi mahasiswa program studi pendidikan dokter
gigi yang menjalani pembelajaran akademik.
Kompetensi utama yang diharapkan untuk tercapai adalah mahasiswa mampu
melakukan rehabilitasi oromaksilofasial melalui perawatan prostodonsia secara
profesional. Oleh karena itu, pembelajaran skill’s lab ini lebih menekankan pada
pembelajaran berbagai ketrampilan klinis yang digunakan dalam melakukan perawatan
gigi tiruan lepasan berikut tindakan penanganan problema pasca insersinya.
Semoga buku panduan ini bermanfaat bagi mahasiswa, instruktus skill’s lab
serta seluruh komponen terkait dalam proses kegiatan belajar mengajar di Program
Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

Malang, April 2015


Penanggung Jawab Mata Ajar Prostodonsia
Kartika Andari Wulan, drg, Sp.Pros
NIP. 1979011 20091 2 003

4
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Instruktur Skill’s Lab Prostodonsia 2
TataTertib Skill’s Lab Prostodonsia 2
Standar Kompetensi Skill’s Lab Prostodonsia 2
Sistem Penilaian
Topik Skill’s Lab Prostodonsia 2
Daftar Armamentarium
Modul : Gigi Tiruan Lengkap
1. Kontrol Infeksi Prostodonsia
2. Posisi Operator dan Pasien
3. Tahapan Klinis dan Laboratoris

5
DAFTAR INSTRUKTUR

PJMA PROSTODONSIA : Kartika Andari W, drg, spPros (CK)

PJSL PROSTODONSIA II : Fatima, drg, spPros (FT)

ANGGOTA :

1. Diwya Nugrahini H, drg, spPros (IP)


2. Wahyu Susilaningtyas, drg, spPros (WS)
3. Citra Insany Irgananda, drg, M.Med.Edu (CI)
4. Fidya, drg, Mked (F)
5. Nenny Prasetyaningrum, drg, Mked (NP)
6. Chandra Sari K, drg, SpKG (CC)
7. Tubagus A, drg (TB)
8. Yuanita Lely R, drg, MKes (YL)
9. Trining Widodorini, drg, MKes (TR)
10. Ratih Pusporini, drg (RP)

PENYUSUN :
Kartika Andari Wulan, drg, spPros

6
TATA TERTIB SKILLS LAB PROSTODONSIA
TATA TERTIB KEGIATAN HARIAN
Setiap mahasiswa diwajibkan mengikuti seluruh kegiatan skill’s lab
a
Prostodonsia
Sebelum skill’s lab dimulai, mahasiswa harus sudah mempelajari terlebih
b dahulu materi skill’s lab yang sudah ditentukan hari itu dan siap
melaksanakan pretest sebelum kegiatan SL.
Mahasiswa wajib mengenakan jas putih skill’s lab yang bersih dan
c terkancing rapi serta mengenakan “name tag” sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Bagi mahasiswa perempuan, rambut terikat rapi dan jilbab dimasukkan
dalam jas putih. Mahasiswa tidak diperbolehkan menggunakan
pakaian/celana/rok berbahan “jeans”, tidak diperbolehkan mengenakan
d
celana/rok yang panjangnya di atas lutut. Mahasiswa wajib mengenakan
sepatu tertutup (tidak sandal/sepatu sandal) dan tidak berbahan yang
mudah terbakar.
Mahasiswa yang datang terlambat lebih dari 15 menit tanpa alasan yang
e dapat dipertanggung jawabkan, maka tidak diperkenankan mengikuti
kegiatan skill’s lab dan melakukan pretest.
Mahasiswa yang berhalangan mengikuti kegiatan skill’s lab harus melapor
f pada PJ Skill’s Lab Prostodonsia dengan mengajukan bukti/alasan yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Mahasiswa harus hadir di ruang skill’s lab ±10 menit sebelum
kegiatan skill’s lab dimulai untuk mempersiapkan peralatan di meja
g masing-masing dan ±10 menit sebelum kegiatan skill’s lab berakhir,
mahasiswa harus menghentikan kegiatannya serta membersihkan dan
merapikan tempat kerjanya untuk digunakan kelompok mahasiswa lainnya
Selama kegiatan skill’s lab berlangsung, mahasiswa dilarang merokok,
makan, minum atau kegiatan serupa lainnya, mengganggu jalannya
h
skill’s lab atau bersenda gurau dengan teman, atau meninggalkan
ruangan tanpa seijin instruktur skill’s lab.
Mahasiswa wajib menandatangani bukti peminjaman peralatan/sarana
i skill’s lab. Peralatan/sarana skill’s lab yang digunakan menjadi tanggung
jawab mahasiswa sepenuhnya.

7
Apabila kemudian terjadi kerusakan atau kehilangan pada
peralatan/sarana skill’s lab, maka mahasiswa yang bersangkutan wajib
mengganti peralatan/sarana skill’s lab yang rusak/hilang tersebut sesuai
dengan kebijakan yang berlaku.
Hasil pekerjaan mahasiswa wajib disimpan dalam kotak kerja masing-
masing yang diberi nama-NIM dan kelompok kerjanya dan tidak
diperkenankan untuk membawa hasil pekerjaan ke luar ruangan
j skill’s lab tanpa sepengetahuan dan seijin instruktur. Kemudian
kotak kerja tersebut harus disimpan di dalam almari penyimpanan dan
hanya dapat didistribusikan kembali kepada mahasiswa dengan
sepengetahuan dan seijin instruktur skill’s lab.
Setiap kali instruktur selesai menilai tahapan pekerjaan, mahasiswa harus
segera meminta tanda tangan instruktur di buku nilai. Apabila tidak ada
k tanda tangan instruktur, maka dianggap tahapan pekerjaan pada tatap
muka tersebut belum terselesaikan dan tidak diperbolehkan melanjutkan
ke tahap berikutnya.
Mahasiswa tidak diperbolehkan untuk bertukar hari kerja dengan teman
nya tanpa sepengetahuan atau seijin PJ Skill’s Lab Prostodonsia (wajib
l
mengisi borang tukar jadwal) dan harus menyertakan alasan/bukti yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Selesai melaksanakan skill’s lab, semua peralatan/sarana dicuci bersih
m dan dikembalikan ke tempat semula, sampah dibuang pada tempatnya.
Tempat kerja ditinggalkan harus dalam keadaan bersih dan rapi.
Selama pelaksanaan skill’s lab, mahasiswa dilarang bekerja diluar
n ruangan skill’s lab (di taman atau pelataran Gedung Skill’s Lab) tanpa
sepengetahuan dan seijin instruktur.
Mahasiswa wajib bersikap profesional, disiplin, bertanggung jawab, saling
o menghargai dan menghormati instruktur, teman sejawat dan laboran
skill’s lab.
Segala bentuk kecurangan atau pelanggaran tata tertib, perbuatan yang
dianggap merugikan orang lain, sikap atau perilaku yang tidak profesional
p
dan tidak bertanggung jawab akan mendapatkan sanksi akademik sesuai
dengan kebijakan yang berlaku.
TATA TERTIB PRETEST SKILL’S LAB
Mahasiswa wajib mengikuti pretest sebelum melaksanakan kegiatan
a
skill’s lab.
Segala bentuk kecurangan dalam pelaksanaan pretest, akan mendapatkan
b
sanksi akademik sesuai dengan kebijakan yang berlaku.

8
TATA TERTIB UJIAN SKILL’S LAB
Setiap mahasiswa diwajibkan mengikuti ujian skill’s lab pada waktu yang
a
telah ditentukan.
Untuk dapat mengikuti ujian skill’s lab, kehadiran mahasiswa dalam
kegiatan skill’s lab minimal 12 kali tatap muka. Apabila tidak
b memenuhi persyaratan tersebut, maka mahasiswa tidak diperkenankan
mengikuti ujian skill’s lab dan harus menjalani program regular blok 11 di
semester yang akan datang.
Mahasiswa yang berhalangan mengikuti ujian harus melapor paling
lambat 2 (dua) hari sesudah hari ujian kepada PJSL Prostodonsia dengan
mengajukan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dan akan
c
dipertimbangkan untuk mendapat kesempatan mengikuti ujian susulan
pada waktu dan menurut cara yang ditetapkan oleh departemen
Prostodonsia.
Segala bentuk kecurangan selama ujian berlangsung maupun perbuatan
yang dianggap merugikan orang lain serta sikap atau perilaku yang tidak
d
profesional dan tidak bertanggung jawab akan mendapatkan sanksi
akademik sesuai dengan kebijakan yang berlaku.
KATEGORI PELANGGARAN TATA TERTIB DAN SANKSI AKADEMIK
Kategori Pelanggaran Ringan :
1. Keterlambatan datang tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan
2. Tidak membawa peralatan skill’s lab untuk tahapan yang akan
a
dikerjakan
3. Tidak mengenakan jas skill’s lab beserta atributnya sesuai tata tertib
4. Tidak mematuhi tata cara berbusana saat skill’s lab
5. Sanksi Teguran 1 dan Penugasan
Kategori Pelanggaran Sedang :
1. Mencontek pekerjaan temannya saat mengerjakan pretest dan ujian.
2. Tidak memelihara kebersihan dan kerapian tempat kerja dan
b
lingkungannya
3. Tidak dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya.
4. Sanksi Teguran 2 dan Penugasan
Kategori Pelanggaran Berat :
1. Mengerjakan tahapan kerja tidak pada head phantom dan model
c rahang
2. Meminta orang laian untuk mengerjakan tugas atau tahapan kerjanya
3. Mengerjakan pekerjaan orang lain yang bukan tugasnya

9
4. Bekerja di luar jam kerja kegiatan skill’s lab yang telah ditentukan
tanpa seijin instruktur
5. Membawa pulang pekerjaan tanpa sepengetahuan dan seijin
instruktur
6. Menukar hasil pekerjaannya dengan hasil pekerjaan orang lain
7. Merusak atau menghilangkan sarana atau peralatan milik PDG UB
8. Memalsukan tanda tangan instruktur skill’s lab pada buku nilai
9. Mengambil barang dalam bentuk apapun yang bukan miliknya (sarana
PDG UB ataupun barang milik orang lain) tanpa sepengetahuan dan
seijin pemiliknya
10. Bersikap tidak jujur, tidak sopan dan tidak hormat terhadap instruktur
SL & pegawai/laboran SL
11. Sanksi Dikeluarkan dari SL Prostodonsia
ASSESSMENT AFEKTIF/PROFESIONALISME
Penilaian afektif/profesionalisme mahasiswa dilakukan setiap tatap muka
a
Skill’s Lab oleh instruktur yang membimbing di hari kerja
Bagi mahasiswa yang melakukan pelanggaran tata tertib dan bersikap
tidak sesuai etika dan profesionalisme, maka jenis pelanggaran akan
b
dicatat pada log book afektif/profesionalisme. Sanksi akan diberikan
sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
Pada akhir blok, catatan pelanggaran profesionalisme akan menjadi
c pertimbangan departemen Prostodonsia dalam kelulusan mahasiswa
tersebut dari Skill’s Lab Prostodonsia.

10
STANDAR KOMPETENSI DOKTER GIGI (KKI)

KOMPETENSI UTAMA :
Pada akhir kegiatan skill’s lab ini, mahasiswa mampu melakukan tahapan klinis dan
laboratoris pembuatan gigi tiruan lepasan pada model rahang phantom sesuai dengan
prosedur operasional standar serta mampu menangani problema pasca insersi gigi
tiruan lepasan.

KOMPETENSI PENUNJANG :

1. Melakukan tahapan klinis dan laboratoris pembuatan gigi tiruan lengkap


2. Melakukan tahapan klinis dan laboratoris pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan
3. Melakukan tahapan klinis dan laboratoris problema pasca insersi gigi tiruan lepasan
4. Melakukan perencanaan perawatan dan pembuatan desain gigi tiruan lepasan

11
SISTEM PENILAIAN

Penyelenggaraan Pendidikan Dokter Gigi FKUB menerapkan kurikulum berbasis


kompetensi dengan berlandaskan pada keputusan KKI No. 23/KKI/XI/2006 mengenai
Standar Kompetensi Dokter Gigi. Kompetensi yang ditetapkan oleh KKI berisikan
kompetensi utama dan penunjang yang minimal harus dicapai oleh setiap lulusan
institusi pendidikan dokter gigi di Indonesia agar dapat memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara profesional dan berkualitas. Adapun aspek-aspek yang harus
dipenuhi untuk mencapai kompetensi meliputi :
1. KOGNITIF (kemampuan berpikir dalam memahami teori/ilmu pengetahuan)
2. PSIKOMOTORIK (ketrampilan dan kemampuan dalam mengaplikasikan
teori/ilmu pengetahuan yang dimiliki)
3. AFEKTIF (profesionalisme atau sikap dan perilaku selama proses pembelajaran)
mengacu pada ketetapan yang tersebut di atas, maka penilaian skill’s lab Prostodonsia
2 (Gigi Tiruan Lepasan dan Problema Pasca Insersi) meliputi:

A. PROSES PEMBELAJARAN :
BOBOT PROSENTASE 70 %
ELEMEN NILAI
PENILAIAN
KOMPETENSI BATAS LULUS
Borang Penilaian Kognitif (Pre Test) untuk
KOGNITIF 75
menilai persiapan dan pemahaman teori
Borang Penilaian Psikomotorik untuk
PSIKOMOTOR menilai ketrampilan tiap tahapan kerja 75
skill’s lab (proses dan hasil pekerjaan)
Borang Penilaian Profesionalisme/Afektif
AFEKTIF untuk menilai sikap dan perilaku selama Excellent/Good
proses pembelajaran

NILAI PROSES = NILAI KOGNITIF + PSIKOMOTOR + AFEKTIF


3

12
B. SKOR PENILAIAN
Penilaian elemen kompetensi skill’s lab dilakukan dengan memberikan skor dengan
skala sbb:
Skor 4 = Very Competent/Excellent (Range Nilai 80,01 – 100)
Skor 3 = Competent/Good (Range Nilai 70,01 – 80,00)
Skor 2 = Fairly (Range Nilai 60,01 – 70,00)
Skor 1 = Poor (Range Nilai 40,01 – 60,00)
Skor 0 = Failed (Range Nilai 00,00 – 40,00)

C.UJIAN SKILL’S LAB : BOBOT PROSENTASE 30 %


Ujian dilaksanakan pada akhir kegiatan skill’s lab dan apabila mahasiswa tidak
memenuhi nilai minimal kelulusan (min.75/B+) maka diberikan kesempatan untuk
mengikuti ujian perbaikan/ remidi skill’s lab.

NILAI AKHIR SKILL’S LAB :


NILAI PROSES (70 %) + NILAI UJIAN (30 %)

D. KRITERIA KELULUSAN
Menurut standar kompetensi drg KKI, seorang lulusan drg yang berkompeten adalah
seorang yang memiliki kemampuan berpikir dan analisa kasus yang baik (kognitif),
ketrampilan dalam menangani kasus dengan baik (psikomotorik) dan berperilaku
profesional (afektif). Oleh karena itu, untuk kelulusan dan pencapaian kompetensi
mahasiswa tercapai apabila nilai akhir minimal kelulusan skill’s lab Prostodonsia 2
adalah 75 (B+)

13
TOPIK SKILL’S LAB
GIGI TIRUAN LEPASAN DAN PROBLEMA PASCA INSERSI

14
DAFTAR ARMAMENTARIUM
1. Hand Instrument (2 kaca mulut no 3 dan 4, 1 pinset, 1 sonde lurus, 1 sonde half
moon, burnisher, ekskavator, spatula semen, semen stopper, periodontal probe,
plastis filling instrument)
2. Konektor bur jet dan mata Bur Diamond: Flat end tapered bur (kerucut ujung
datar), Flat end fissured bur, Round end tapered bur (kerucut ujung bulat),
Fissured bur, Tapered bur, Small Wheel bur, Fine Finishing Bur
3. Fraser dan Stone warna putih, merah muda, hijau, cokelat
4. Bowl (mangkuk karet), Spatula cetak dan gips (plastik/logam)
5. Sendok cetak untuk rahang bergigi dan tidak bergigi (S,M,L)
6. Pisau malam/wax; Pisau model/lecron; Pisau Gips
7. Lempeng Kaca tebal 5 mm (glass plate) dan spatula elastomer
8. Artikulator rata-rata
9. Occlusal Guide Plate (bentuk huruf M)
10. Penggaris, pensil , cutter, gunting kecil, kuas, kapi
11. Syringe (min. 2 buah) dan Chip Blower,
12. Sarung tangan dan masker; Lap putih ukuran 50x50 cm untuk alas kerja
13. Mikromotor Low speed dan handpiece (straight dan contra angle)
14. Matrix band dan retainer
15. Dappen glass dan alkohol
16. Bunsen burner dan spiritus
17. Tang Adams, Koil, 3 jari dan tang potong kawat
18. Karet gelang, batang korek api, tali rafia, isi staples ukuran besar, malam mainan
19. Kertas amplas, gergaji besi ukuran kecil, palu, plastik kiloan tipis (1 kilo @ 3 bh)
20. Alat press manual dan hidrolik
21. Mesin trimmer
22. Mesin poles gigi tiruan
23. Bahan cetak irreversibel hydrocolloid (alginat) dan elastomer
24. Dental stone (Gypsum Tipe II, III dan IV)
25. Bahan separasi (vaseline , Cold Mold Seal/CMS) dan articulating paper.
26. Wax (malam merah, malam perekat, malam biru/inlay wax, utility wax)
27. Gigi artifisial RA dan RB ( 1 set)
28. Kain kasa, petri dish berisi cotton pellet dan cotton roll
29. Model anatomi RA/RB dan head phantom

15
KONTROL INFEKSI PROSTODONSIA

Profesi dokter gigi dan teknisi lab gigi beresiko tinggi untuk terjadi infeksi
silang ketika menangani pasien dan hasil cetakan atau protesa pasien.
Potensi transmisi penyakit sangat mungkin terjadi karena sebagian besar mikroba
patogen manusia di isolasi dari sekresi rongga mulut. Oleh karena paparan berulang
dari mikroorganisme yang berada dalam darah dan saliva, maka insiden penyakit
menular banyak diderita oleh dokter gigi , antara lain Hepatitis B, HIV, Tuberculosis
dan infeksi virus Herpes Simplex.
Untuk mencegah transmisi infeksi atau penyakit di lingkungan klinik yaitu
antar dokter gigi – pasien – teknisi lab dan menghindari terjadinya diskriminasi pasien
maka perlu dilakukan tindakan Kontrol Infeksi melalui :
1. Standar Pencegahan Universal
a. Penggunaan masker, sarung tangan dan pelindung mata atau wajah.
b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah berkontak dengan pasien.
c. Baju klinik hanya digunakan di lingkungan klinik dan rutin dicuci.
d. Disinfeksi dan sterilisasi peralatan yang akan digunakan dengan cara direndam
dalam larutan disinfektan dan dibilas hingga bersih lalu dimasukkan wadah
tertutup untuk dilakukan sterilisasi steam pada suhu 121ºC selama 20-30 menit
atau 134ºC selama 2–10 menit. Akan tetapi, dapat mengakibatkan korosi pada
carbon steel, kerusakan pada alat yang berbahan dasar plastik dan karet,
terdapat noda bekas air panas pada instrumen dan wadah instrumen basah
selama proses sterilisasi. Untuk peralatan dispensing guns material cetak,
artikulator, facebows, occlusal guide plane, water bath, tooth shade guide,
pisau laboratorium, spatula yang terbuat dari karet, mesin trimmer, mesin
poles, vibrator didisinfeksi dengan cara pemolesan, penyemprotan atau
perendaman dalam larutan disinfektan.
e. Penggunaan rubber dam dan saliva ejector untuk mengurangi aerosolisasi.
f. Pembuangan material yang terkontaminasi
g. Preventif dengan imunisasi
2. Prostodonsia
Menurut American Dental Association (ADA), bila tidak memungkinkan untuk
dilakukan sterilisasi maka dapat dilakukan disinfeksi menggunakan cairan
glutaraldehyde, sodium hypochlorite, iodophor dan synthetic phenolic compounds
pada cetakan, protesa dan peranti lepasan, catatan gigit, galangan gigit, model
rahang, sendok cetak individual dan bite registrasi dengan cara perendaman atau
penyemprotan.
a. Disinfeksi dengan cara perendaman
The Federation Dentaire International (FDI) menyatakan bahwa semua cetakan
dan protesa pasien harus dibersihkan dan didisinfeksi sebelum dikirim ke
laboratorium. Berikut ini merupakan tahapan disinfeksi cetakan dengan cara
perendaman :
1.Setelah melakukan pencetakan, hasil cetakan harus dicuci di bawah air

16
mengalir untuk menghilangkan saliva dan darah.
2. Sisa air yang melekat pada cetakan dikeringkan dengan cara menggoyang
goyangkan sendok cetak.
3. Cetakan dimasukkan dalam wadah tertutup yang berisi larutan disinfeksi
selama 15 menit. Untuk material polyether dan hydrocolloid, perendaman
dibatasi selama 10 menit karena larutan disinfeksi mempengaruhi stabilitas
dimensi dan keakuratan hasil pencetakan.
4. Setelah direndam, cetakan dikeluarkan dari wadah disinfeksi dan dicuci
dengan air mengalir, lalu dikeringkan dengan cara menggoyang-goyangkan
cetakan.
5. Cetakan segera diisi dengan material gypsum.
b. Disinfeksi cetakan dengan cara penyemprotan
Cetakan disemprot dengan larutan disinfektan lalu dimasukkan dalam kantung
plastik yang tertutup rapat selama 15 menit kemudian dikeluarkan dari kantung
plastik dan dibilas hingga bersih lalu dilakukan pengisian dengan material
gypsum.

17
POSISI OPERATOR DAN PASIEN

Posisi operator terhadap lingkungan kerjanya, kemampuan beradaptasi dengan


peralatan yang akan digunakan agar efisiensi pekerjaan optimal disebut ergonomi.
Prinsip-prinsip ergonomi juga diaplikasikan saat melakukan prosedur preparasi gigi
untuk mengurangi stress dan kelelahan pada operator, perawat gigi dan pasien.
A. POSISI OPERATOR
1. Kursi operator diposisikan hingga tercapai sudut 90º
terhadap pinggul.
2. Kursi pasien direndahkan hingga ujung hidung pasien
berada di bawah pinggang operator. Sudut siku operator
90º saat melakukan preparasi.
3. Kaki operator berada di bawah sandaran kepala pasien.
Hindari untuk meletakkan kaki dibelakang kursi pasien
karena berakibat kursi pasien menjadi lebih tinggi dan
operator harus menaikkan sikunya untuk melakukan
preparasi.
B. POSISI PERALATAN TERHADAP OPERATOR

A B

Ket.Gbr. Posisi lampu kursi gigi saat operator melakukan :


(A) Preparasi gigi geligi rahang atas; (B) Preparasi gigi geligi rahang bawah

C. POSISI PASIEN
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika memposisikan pasien pada kursi gigi, yaitu:
1. Pasien duduk dengan nyaman dan seluruh tubuhnya disangga oleh kursi gigi.
2. Kepala pasien harus selalu berada di sandaran kepala kursi gigi dan sejajar
dengan punggung pasien.
3. Ketika pasien akan diposisikan pada kursi gigi, operator harus merendahkan
kursi, menegakkan sandaran dan lengan kursi untuk memudahkan pasien
memposisikan dirinya di kursi gigi.

18
4. Posisi UPRIGHT (Tegak Lurus) adalah posisi awal pasien duduk di kursi gigi dengan
sandaran kursi yang ditegakkan membentuk sudut 90º terhadap lantai.
5. Setelah memastikan pasien duduk dengan nyaman, posisi kursi gigi dapat
dirubah dan disesuaikan dengan posisi operator, daerah kerja dalam rongga
mulut pasien serta prosedur yang akan dilakukan.

Ket.Gbr. Posisi 45º adalah ketika sandaran


kursi gigi dan permukaan oklusal mandibula
pasien membentuk sudut 45º terhadap lantai.

Ket.Gbr. Posisi SEMI SUPINE adalah ketika


pasien hampir pada posisi berbaring, kepala-
lutut-kaki sejajar.

Ket.Gbr. Posisi SUPINE adalah ketika pasien


berbaring di posisi horisontal dan kursi gigi
sejajar dengan lantai. Posisi lutut dan kaki
pasien sedikit lebih tinggi dari kepala.

D. POSISI OPERATOR TERHADAP PASIEN


Berpanduan pada “Clock Position” yaitu pengaturan posisi sesuai arah jarum jam,
yang memudahkan untuk membedakan posisi pasien berdasarkan sisi tangan yang
dominan ( “right-handed” atau “left-handed” (kidal)).

Arah jam 8 – operator di depan pasien


Arah jam 9 – operator di samping kanan pasien
Arah jam 10 dan 11 – operator di dekat sudut sandaran
kepala pasien
Arah jam 12 – operator di belakang kepala pasien

19
GIGI TIRUAN LENGKAP (GTL) SEDERHANA

SASARAN PEMBELAJARAN TERMINAL : Mahasiswa mampu melakukan prosedur


klinis dan laboratoris pembuatan gigi tiruan lengkap sesuai dengan prinsip biomekanika
gigi tiruan lepasan dan penanganan problema pasca insersinya.

SASARAN PEMBELAJARAN PENUNJANG :


Pada pembuatan gigi tiruan lengkap, mahasiswa mampu melakukan tahapan klinis (K)
dan laboratoris (L) sebagai berikut:
1. History Taking, Penegakan Diagnosa dan Rencana Perawatan (Rekam Medik)
2. Mencetak anatomis rahang tidak bergigi penuh (K)
3. Membuat model studi/diagnostik RA & RB (L)
4. Membuat sendok cetak individu (custom/individual tray) RA & RB yang terbuat dari
resin akrilik (L)
5. Melakukan Border Molding RA & RB (K)
6. Mencetak fungsional/final RA & RB (K)
7. Membuat model kerja RA & RB (L)
8. Membuat Lempeng & Galengan gigit RA & RB (L)
9. Melakukan Penetapan Gigit/MMR (K)
10. Mounting model kerja pada artikulator (L)
11. Menyusun gigi artifisial anterior RA & RB (L)
12. Menyusun gigi artifisial posterior RA & RB (L)
13. Melakukan pasang coba (try in) model malam GTL RA & RB (K)
14. Konturing gingiva pada model malam GTL RA & RB (L)
15. Flasking model malam GTL RA & RB pada kuvet (L)
16. Melakukan buang malam model GTL RA & RB (L)
17. Packing dan curing resin akrilik heat cured untuk GTL RA & RB (L)
18. Deflasking dan Model kasar akrilik GTL RA & RB (L)
19. Remounting I & Selective Grinding I (L)
20. Pemolesan awal GTL akrilik & Pembuatan Remount Jig (L)
21. Pasang Coba (Try In) GTL akrilik RA & RB dan Intermaxillary Record (IMR) (K)
22. Remounting II & Selective Grinding II (L)
23. Pemolesan Final GTL akrilik (L)
24. Insersi, instruksi pemakaian & pemeliharaan (K)
25. Evaluasi & kontrol pasien (I s/d III) (K)

20
1. MENCETAK ANATOMIS RAHANG TIDAK BERGIGI

Tujuan utama mencetak adalah mereproduksi permukaan jaringan yang akan


menyangga gigi tiruan (denture-bearing tissues) sehingga didapatkan basis gigi tiruan
yang mampu beradaptasi secara akurat dengan jaringan penyangga dan mampu
menahan beban (tercapainya support, retensi dan stabilitas GT yang baik). Salah satu
faktor yang mendukung keberhasilan pembuatan GTL adalah keakuratan dimensi dan
detail kontur model studi & kerja yang didapat dari pencetakan.
Pada rahang atas, sendok cetak harus menutupi hingga pterygomaxillary
notches/hamular notch dan garis vibrasi palatum lunak (AH Line) serta meluas ke
vestibulum fasial sedangkan untuk rahang bawah, sendok cetak harus menutupi
permukaan retromolar pads, buccal shelf dan seluruh residual alveolar ridge serta
meluas ke vestibulum lingual. Bertujuan agar didapatkan perluasan basis dan sayap
gigi tiruan yang seluas mungkin sehingga distribusi beban yang diterima oleh gigi
tiruan dapat merata.

21
Gbr.1: Anatomical Landmark
RA dan RB

Teknik Mencetak:
1. Mukostatik
Bertujuan untuk mendapatkan cetakan jaringan saat jaringan dalam kondisi relaks
karena sebagian besar pemakaian gigi tiruan adalah saat jaringan berada dalam
kondisi tidak berfungsi (mastikasi). Oleh karena itu digunakan bahan cetak elastis
tipe irreversible hydrokolloid yaitu alginat yang memiliki karakteristik viskositas
minimal dan aplikasi tekanan pada mukosa saat mencetak minimal/negatif. Akan
tetapi, bila bahan alginat digunakan sebagai alternatif bahan cetak fungsional maka
akan mengurangi peran otot sebagai retensi gigi tiruan. Oleh karena itu, teknik dan
bahan mukostatik ini lebih sesuai digunakan untuk mencetak anatomis untuk
pembuatan model studi/diagnostik.
2. Mukokompresive
Teknik ini melakukan kompresi (tekanan) yang minimal/maksimal terhadap seluruh
jaringan penyangga gigi tiruan saat proses pencetakan berlangsung. Guna
mendapatkan kondisi yang sama ketika pemakaian gigi tiruan, maka saat
pencetakan mukokompresive, jaringan penyangga akan terkompresi serupa dengan
saat gigi tiruan berfungsi (mastikasi) dan permukaan gigi tiruan berada pada posisi
kontak yang paling maksimal terhadap jaringan. Bahan yang digunakan adalah tipe
elastis elastomeric (silicone/polivinilsiloksane) yang terdiri atas base dan katalyst.
3. Mukokompresive Selektif
Disebut juga selective-pressure impression. Teknik ini melakukan kompresi
(tekanan) terhadap daerah tertentu jaringan penyangga gigi tiruan dan
tanpa/minimal kompresi pada daerah yang lain saat proses pencetakan
berlangsung. Misalnya menekan pada daerah residual ridge RA akan tetapi pada
daerah garis median dan papilla insisiva diberikan kompresi minimal sehingga
daerah ini tidak berkontak dengan basis GT ketika berfungsi (mastikasi). Menurut
Boucher (1974), mukosa pada residual alveolar ridge lebih resilien dalam menahan
beban dibandingkan mukosa pada daerah garis median yang tipis. Teknik ini

22
umumnya digunakan pada kondisi mukosa residual ridge sehat. Pada kondisi
residual ridge yang flabby maupun flat (datar), bila tekanan berlebih diaplikasikan
pada area tersebut akan menimbulkan rasa sakit pada mukosa karena tipisnya
mukosa yang berada di atas ridge sehingga disarankan untuk menggunakan teknik
dengan minimal kompresi. Bahan cetak yang digunakan pada teknik ini merupakan
kombinasi dari bahan compound yang dicetakkan terlebih dulu pada daerah garis
median – papilla insisiva kemudian dilakukan pencetakan kembali dengan
menggunakan impression plaster
4. Closed atau Open Mouth Impression
Pada umumnya teknik mencetak open-mouth (mulut terbuka) lebih disukai karena
operator dapat memastikan apakah muscle trimming untuk berbagai pergerakan
otot telah dilakukan dengan baik. Teknik mencetak closed-mouth (mulut tertutup)
dilakukan dengan lempeng galangan gigit RA dan RB terpasang dalam rongga
mulut dan pencetakan menggunakan bahan elastis elastomer, dilakukan pada
kondisi mulut pasien tertutup dan pasien self muscle-trimming. Menurut MacMillan
(1947), teknik ini mampu mencetak tepi lingual rahang bawah dengan lebih detail
karena pergerakan lidah saat mulut pasien tertutup dan beroklusi akan lebih aktif
bila dibandingkan saat mulut pasien terbuka dan lidah dijulurkan ke depan.
Pergerakan aktif lidah akan memberikan beban horisontal pada GT, sehingga
dibutuhkan retensi dan stabilitas GT yang baik untuk mampu menahan beban
tersebut.

Skema Material Cetak:


(Craig et al, 2006)
MATERIAL
CETAK

NON ELASTIS
ELASTIS
(RIGID)

ELASTOMER CHEMICAL SET THERMOPLASTIC


HYDROCOLLOID
(HYDROPHOBIC) (IRREVERSIBLE) (REVERSIBLE)

ALGINATE POLYSULFIDE IMPRESSION


(IRREVERSIBLE) PLASTER
S COMPOUND

AGAR
(REVERSIBLE) POLYETHER ZnO - EUGENOL WAXES

SILICONES

CONDENSATION

ADDITION

23
Prosedur mencetak untuk GTL memperhatikan hal-hal berikut ini (Rahn et al,1993):
1. Preservasi Jaringan
Secara fisiologis dengan hilangnya stimulasi dari gigi asli maka akan berakibat
atrophy/resorpsi alveolar ridge. Proses tersebut bervariasi pada tiap individu dan
dapat dipercepat ataupun diperlambat oleh faktor lokal antara lain teknik mencetak
dan bahan cetak yang dipilih berpengaruh pada pembuatan GTLnya. Bila tekanan
berlebih digunakan saat mencetak maka basis GTL pun akan menekan jaringan
penyangganya saat pemakaian sehingga terjadi kerusakan pada jaringan lunak dan
resorpsi tulang yang berlebih.
2. Support/Penyangga
Semakin luas area jaringan penyangga yang tercetak maka semakin luas dan
merata distribusi beban pada GTL. Hal tersebut dapat membantu preservasi
jaringan, menambah stabilitas dan retensi GTL.
3. Stabilitas
Adaptasi yang baik terhadap mukosa yang tidak mengalami distorsi akan
menambah resistensi GTL terhadap pergerakan horisontal. Oleh karena dengan
berkurangnya dataran alveolar ridge atau bertambahnya flabby tissue maka
stabilitas GTL akan berkurang.
4. Estetik
Ketebalan tepi GTL area vestibulum harus disesuaikan dengan kebutuhan tiap-
tiap pasien, jangan sampai terlampau tebal karena akan mempengaruhi kontur
fasial/profil wajah pasien.
5. Retensi
Apabila ke-4 hal tersebut di atas tercapai maka akan didapatkan retensi GTL
yang baik. Selain itu terdapat hal-hal lain yang berpengaruh pada retensi GTL
antara lain :
a. Tekanan atmosfir. Tergantung pada peripheral seal GTL. Batas antara
mukosa bergerak dan tidak bergerak haruslah jelas dan tidak mengakibatkan
kerusakan pada mukosa bergerak akibat perluasan basis GTP yang berlebih
b. Adhesi. Perlekatan saliva terhadap GTL.
c. Kohesi. Perlekatan di antara molekul-molekul saliva
d. Mechanical Locks. Adanya undercut (mis. eksostosis) terbukti kurang dapat
ditoleransi oleh pasien sehingga dapat mengiritasi jaringan lunak terutama
saat prosedur pemasangan dan pelepasan GTL
e. Kontrol Otot dan Toleransi Pasien. Terkadang GTL terlihat melekat dengan
baik dalam rongga mulut pasien akan tetapi tidak disebabkan keakuratan
support tapi dikarenakan adaptasi otot bibir, lidah, pipi dan toleransi pasien
yang baik.

Alat dan Bahan : Masker & Sarung tangan; Alas kerja (koran dan kain lap putih);
Sendok cetak untuk rahang tidak bergigi; Mangkuk karet (Bowl) dan Spatula cetak;
Bahan cetak alginat dan air sesuai takaran pabrik; Vibrator.

24
Tahapan Kerja :
PERSIAPAN (Sebelum Kedatangan Penderita)
1. Siapkan alat yang telah disterilkan dan didisinfeksi oleh larutan desinfektan.
2. Siapkan bahan yang akan digunakan untuk mencetak anatomis rahang.
3. Posisi kerja operator dan pasien

Posisi Pasien dan Operator saat Mencetak RA dan RB


a. Atur posisi pasien pada kursi dental unit. Pasien duduk dalam posisi tegak dengan
sandaran kepala sejajar dengan tubuh pasien dan lap dada terpasang.
b. Atur ketinggian kursi dental unit. Posisikan kursi dental unit pasien supaya saat
mencetak RB, mulut pasien sejajar dengan bahu operator dan saat mencetak RA,
mulut pasien sejajar dengan siku operator.

A B C

Gbr 2: (A) & (B) Posisi pasien Salah ; (C) Posisi pasien Benar (Neil dkk, 1990)

c. Tentukan ukuran sendok cetak yang sesuai dengan besar lengkung RA dan RB
penderita dengan cara mencobakan ke pasien berbagai macam ukuran sendok
cetak yang akan digunakan.

Gbr 3: Teknik penempatan sendok cetak untuk mencetak RA (Neil dkk, 1990)

25
Gbr 4: Teknik penempatan sendok cetak untuk mencetak RB (Neil dkk, 1990)

PENCETAKAN ANATOMIS
a. Manipulasi material cetak dengan cara mencampur bubuk bahan cetak alginat
tersebut ke dalam mangkuk karet berisi air (takaran bubuk dan liquid sesuai
ketentuan pabrik) dan adonan tersebut diaduk sambil ditekan ke tepi mangkuk
karet (teknik vigourous eight - hand mixing) hingga homogen. Perhatikan working
time dan setting time bahan cetak (sesuai aturan pabrik). Pada bahan cetak alginat
tipe normal setting, umumnya memiliki working time 1-2 menit dan setting time 2-4
menit.
b. Posisi operator saat mencetak RA yaitu berdiri sedikit di belakang dan sisi kanan
penderita sehingga operator dapat mengontrol sendok cetak dan menempatkannya
tepat di bagian tengah rongga mulut dan tangkai sendok cetak segaris dengan
hidung pasien atau garis median wajah. Saat mencetak RB, operator berdiri di
depan dan sisi kanan penderita.

Gbr 5: (A) Posisi mencetak RB; (B) Posisi mencetak RA (Neil et al, 1990)

c. Letakkan adonan bahan cetak ke dalam sendok cetak yaitu untuk (RA) bahan cetak
diletakkan di bagian palatum/posterior dan diratakan ke bagian anterior sedangkan
untuk (RB) bahan cetak diletakkan di bagian anterior kemudian diratakan ke bagian
posterior.
d. Lakukan pencetakan pada RA dan RB pasien. Gunakan kaca mulut untuk meretraksi
bibir dan pipi pasien. Instruksi untuk pasien, yaitu:
RA: Bernafas melalui hidung dan menundukkan kepala (bila perlu, untuk
mengurangi refleks muntah (gag) terutama pada pasien yang disphagia).

26
Pada pasien dengan refleks muntah yang tinggi, instruksikan pasien untuk
menarik nafas panjang dan menahannya, lalu masukkan sendok cetak ke
rongga mulut pasien dan mintalah pasien untuk menghembuskan
nafas/bernafas melalui hidung.
RB: Mengangkat lidahnya dan menyentuhkan ujung lidah pada palatum sesaat
setelah sendok cetak dimasukkan dalam mulut. Kemudian pasien diminta
untuk menjulurkan lidahnya. Hal ini dilakukan agar didapatkan hasil cetakan
yang meluas di daerah lingual hingga ke retromylohyoid ridge dan
menentukan posisi frenulum lingualis pasien.

e. Setelah adonan mengeras, lepaskan sendok cetak dari mulut phantom/pasien. Cuci
bersih pada air mengalir untuk menghilangkan kotoran/saliva yang menempel dan
dilakukan disinfeksi menggunakan larutan desinfektan.

Gbr 6: Hasil cetakan anatomis


RA dan RB

f. Amati hasil cetakan anatomis, lihat porositas, robekan dan detail cetakan (terutama
pada denture-bearing area). Detail hasil cetakan haruslah akurat dan tidak robek.
Apabila kurang baik, ulang kembali tahapan tersebut di atas.

27
Gbr 7: Detail akurat anatomical landmark yang harus tercetak pada RA & RB
(Boucher;1997)

28
2. MEMBUAT MODEL KERJA DAN BASIS

Untuk mendapatkan model gips yang detail dan akurat, pengisian hasil cetakan
alginat (irreversible hydrocolloid) harus segera dilakukan tanpa ada penundaan waktu.
Oleh karena, karakteristik material cetak alginat dapat mengalami penyusutan
(shrinkage) akibat dehidrasi dan bila terjadi absorbsi air berlebih akan ekspansi
(mengembang) sehingga terjadi perubahan dimensi hasil cetakan yang akan
berpengaruh pada keakuratan model gips (Rudd et al, 1980). Model gips (cast) yang
baik harus memenuhi kualitas sebagai berikut (Rudd et al, 1980) :
a. Seluruh permukaan model gips berkontak dengan sendok cetak dan gigi tiruan,
detail akurat dan tidak terdapat rongga (porus) ataupun nodul (bintil).
b. Permukaan model haruslah keras, padat dan bersih dari penumpukan debris dari
mesin trimmer.
c. Area anatomis pada model harus melingkupi seluruh jaringan yang mendukung gigi
tiruan atau seluruh denture – bearing area (mis. pada model rahang bawah, meluas
hingga 3-4 mm dari retromolar pads).
d. Tepian model sedikitnya meluas 3-4 mm, begitu juga ketebalan daerah perifernya.
e. Dinding model tegak lurus arah vertikal atau sedikit meruncing (tapered) ke arah
luar tetapi tidak boleh ada undercut.
f. Basis model sebaiknya tidak kurang dari 15-16 mm dihitung dari bagian yang paling
tipis.
g. Ruang lidah pada model rahang bawah harus datar dan halus, daerah perifer
lingual tetap harus dipertahankan apabila dilakukan pemotongan menggunakan
mesin trimmer.

ALAT DAN BAHAN : Masker & Sarung tangan; Lap kerja dan koran untuk alas kerja;
Mangkuk karet (Bowl) dan Spatula Gipsum; Glass Lab; Kuas; Pisau Gips; Vibrator;
Mesin Trimmer ; Gypsum Tipe III (warna biru); Vaseline

Tahapan Kerja:
Untuk kegiatan skill’s lab ini, yang kita lakukan adalah membuat model gips yang
berfungsi sebagai model kerja (master cast), dimana pada tahapan selanjutnya
akan diproses untuk pembuatan gigi tiruan lengkap akrilik.
Pengisian Gipsum pada hasil cetakan
1. Manipulasi bubuk gipsum tipe III (warna biru) dengan air (sesuai takaran pabrik)
pada mangkuk karet lalu letakkan mangkuk karet tersebut di atas vibrator supaya
gelembung udara yang terperangkap terlepas sehingga mencegah hasil cetakan
menjadi porus.
2. Isi hasil cetakan dengan adonan gipsum tipe III sesegera mungkin setelah cetakan
dilepas dari rongga mulut phantom/pasien untuk menghindari penyusutan
(shrinkage) cetakan agar didapatkan model kerja yang detail dan akurat.

29
3. Pengisian gips pada RA diawali dari palatum mengarah ke residual ridge, sedangkan
pada RB diawali dari residual ridge anterior menuju posterior. Pengisian hasil
cetakan dilakukan secara bertahap dan tidak sekaligus, sambil memposisikan
sendok cetak miring/tilting ke depan dan belakang untuk mencegah
terperangkapnya gelembung udara pada undercut cetakan.
4. Tunggulah hingga mengeras (setting) selama ±30 menit. Kemudian hasil
pengecoran gips dibuka dan ditunjukkan ke instruktur. Periksa adanya rongga
(porus) atau nodul (bintil) pada model gips.

Gbr.8. Cetakan RA di cor dengan gipsum tipe III

Pembuatan Basis Model


1. Siapkan lempeng kaca (glass lab), gips keras tipe II, mangkuk karet, spatula dan air untuk
membuat basis model studi/kerja.
2. Ulasi terlebih dahulu permukaan lempeng kaca dengan vaseline secukupnya.
3. Manipulasi bubuk gips tipe III dan air (sesuai takaran) dalam mangkuk karet hingga homogen
lalu letakkan adonan gips pada lempeng kaca.
4. Letakkan model gips RA yang masih menempel pada sendok cetaknya di atas adonan gips
tipe III tersebut. Rapikan dan bentuk tepian gips menjadi basis model kerja (master cast)
dengan menggunakan spatula saat gips tipe III masih lunak.
Perlu diperhatikan! Adonan gips tipe III tidak boleh menutupi bagian tepi sendok cetak
agar saat mengeras (selama ±30 menit), model kerja mudah dilepas dari sendok cetaknya.

Gbr 9: Pembuatan basis


model studi RA dan RB

30
5. Lakukan hal yang sama pada model gips RB. Setelah mengeras (setting) selama ±30 menit,
perlahan-lahan lepaskan model gips dari sendok cetak dengan menggunakan pisau gips.
Periksa porositas dan detail model gips.

Gbr.10.Dimensi dan Kontur Model Kerja dan Studi menurut Morrow et al (1980)
(A) Rahang Atas; (B) Rahang Bawah

6. TRIMMING. Model kerja dirapikan dan dipotong kelebihan gipsumnya dengan


menggunakan mesin trimmer. Pastikan bahwa model studi dalam kondisi basah
agar debris dari pemotongan tidak melekat pada model studi dan alur bur
pemotong. Ketebalan basis model kerja ± 15 – 16 mm.
7. Basis model kerja dipotong/di trim sejajar dengan residual ridges. Basis model RB
dibentuk mengikuti kontur residual ridges dengan sudut-sudut yang tumpul, begitu
juga dengan basis model RA. Pada basis model rahang atas di bagian anterior
dibuat menyudut tepat pada garis median model sebagai panduan untuk posisi
garis median.

Gbr.11. Outline Basis Model Gips Prostodontik (Model Kerja & Studi)
(Loney RW, 2011)

31
3. PEMBUATAN OUTLINE MODEL KERJA

ALAT DAN BAHAN :


Model kerja RA dan RB; Pensil tinta/bolpoin marker; ATK (pensil, penggaris)

Tahapan kerja:
1. Buat outline tepi sayap dan basis gigi tiruan mengelilingi model kerja RA dan RB.
2. Beri tanda pada papilla insisiva (anterior) dan garis vibrasi (di palatum posterior)
3. Buat garis tengah (median line) yang mengelilingi model kerja RA dan
menghubungkan titik-titik frenulum labial atas, pertemuan rugae palatina sisi kiri
dan kanan, titik tengah antara kedua fovea palatina, dengan meletakkan penggaris
pada titik-titik tersebut dan menghubungkannya dengan pensil.
4. Buat garis tengah (median line) yang mengelilingi model kerja RB yang
menghubungkan titik-titik frenulum labial bawah, frenulum lingual dan titik tengah
bagian posterior model rahang bawah, dengan meletakkan penggaris pada titik-titik
tersebut dan menghubungkannya dengan pensil.
5. Buat garis puncak ridge pada RA dengan menghubungkan titik-titik kaninus atas,
lekukan/notch pterygomaxillaris dan pertemuan puncak ridge anterior dengan garis
median.
6. Buat garis puncak ridge pada RB dengan menghubungkan titik kaninus bawah, titik
retromolarpad dan pertemuan puncak ridge anterior dengan garis median.
Garis puncak ridge berguna sebagai pedoman saat penyusunan anasir gigi posterior
dengan menempatkan anasir gigi tepat pada puncak ridge sehingga tidak
mengganggu fungsi dan stabilitas gigi tiruan.
7. Garis median dan garis puncak ridge ditarik hingga ke bagian tepi model kerja.
Tunjukkan pada instruktur skill’s lab dan tebalkan garis-garis tersebut
menggunakan pensil tinta/bolpoin marker.

Gbr.12.
(Atas) Proyeksi Garis tengah dan garis puncak ridge
pada model kerja RA dan RB;
(Kiri) Proyeksi garis puncak ridge pada model kerja RB

32
4. PEMBUATAN LEMPENG DAN GALANGAN GIGIT

Pengertian lempeng gigit (base plate/record base/temporary base/trial base) adalah


suatu bentukan sementara yang mewakili bentukan basis gigi tiruan, digunakan untuk
pencatatan relasi maksilomandibular (penetapan gigit), penyusunan anasir gigi tiruan
ataupun pasang coba basis gigi tiruan dalam mulut. Material yang digunakan untuk
lempeng gigit adalah malam merah khusus untuk lempeng gigit (basis sementara) akan
tetapi pada kasus-kasus tertentu digunakan resin akrilik (autopolimerisasi atau heat-
cured), thermoplastic resin, ataupun shellac (basis permanen). Sedangkan galangan
gigit (occlusion rims/bite rims) merupakan suatu replika permukaan oklusal yang dibuat
pada basis sementara atau permanen gigi tiruan yang digunakan untuk pencatatan
relasi maksilomandibular dan penyusunan anasir gigi.
Tujuan pembuatan lempeng gigit menurut Keyworth (1929) adalah (1) bertindak
sebagai pembawa galangan gigit saat penetapan gigit, (2) untuk menahan susunan
anasir gigi tiruan pada tahapan pasang coba (try-in) dan (3) untuk mengevaluasi
keakuratan penetapan gigit.
Kriteria untuk lempeng gigit (Elder, 1955; Tucker, 1966) antara lain :
a. Lempeng gigit mampu beradaptasi dengan baik pada area basal seat sama seperti
gigi tiruan.
b. Lempeng gigit memiliki bentuk tepi yang sama dengan tepi gigi tiruan
c. Lempeng gigit cukup rigid agar mampu menahan daya kunyah
d. Stabilitas baik dan ketepatan permukaan (surface fit) lempeng gigit terhadap model
kerja baik
e. Dapat digunakan sebagai landasan untuk penyusunan anasir gigi tiruan
f. Mudah pembuatannya dan ekonomis
g. Tidak mengabrasi model kerja saat pemasangan dan pelepasannya
h. Lempeng gigit tidak mudah berubah bentuk

Alat dan bahan : Model kerja RA dan RB, pisau malam, pisau model, kapi, bunsen
burner dan pemantik api, kapi besar, kuas untuk mengulas CMS, mangkok karet,
spiritus, malam merah

Tahapan kerja:
Pada skill’s lab ini dilakukan pembuatan lempeng dan galangan gigit dari bahan malam
merah. Bila perlu, untuk menambah rigiditas dan stabilitas lempeng gigit, dapat
dibantu dengan penambahan kawat penguat berdiameter 0,5 – 0,6 mm. Pada RA,
kawat penguat ditempatkan di batas posterior atau distal fovea palatina sedangkan
pada RB ditempatkan pada sepanjang lengkung rahang regio anterior hingga molar
pertama. Kawat penguat disatukan dengan malam merah lempeng gigit. (penambahan
kawat tidak dilakukan dalam kegiatan SL ini).
A. Pembuatan Lempeng Gigit RA dan RB
1. Outline lempeng gigit pada model kerja mengikuti outline sayap dan basis GT

33
2. Sebelum lempeng gigit dibuat, rendam terlebih dahulu model kerja dalam
mangkuk karet berisi air (tidak terlalu lama supaya model gips tidak erosi)
atau ulasi model kerja tersebut dengan bahan separasi (CMS) supaya lempeng
gigit malam merah mudah dilepas dari model kerja.
3. Lunakkan selapis malam merah di atas nyala api bunsen burner, sesuaikan
dengan ukuran/luas permukaan anatomis pada model kerja RA dan RB.
4. Adaptasikan malam merah pada permukaan anatomis model kerja RA dan RB
kemudian lakukan pemotongan sesuai outline/anatomical landmark pada RA
dan RB. Khusus untuk RB, akan lebih mudah apabila pemotongan dilakukan
mulai dari sisi lingual, sejajar dengan garis tengah kemudian menyusuri tepian
anatomical landmark RB (meluas ke retromolar pad,buccal shelf hingga
mengisi retromylohyoid space di sisi lingual dan labial fold).
5. Rapikan tepian lempeng gigit. Permukaan tepi lempeng gigit harus halus
karena merupakan duplikat tepi gigi tiruan. Pastikan kerapatan permukaan
lempeng gigit harus fit dengan permukaan model kerja.

B. Pembuatan Galangan Gigit RA dan RB


1. Lunakkan selembar malam merah di atas nyala api bunsen burner dan gulung
lembaran malam merah tersebut hingga berbentuk silinder dengan panjang
kurang lebih 10 cm. Setiap gulungan malam merah harus melekat satu sama
lainnya dan padat.
2. Buat bentukan yang menyerupai tapal kuda dari gulungan malam tersebut.
3. Panaskan permukaan gulungan malam dan adaptasikan galangan gigit tersebut
pada permukaan lempeng gigit.
4. Isilah rongga kosong batas antara lempeng gigit dan galangan gigit dengan
malam merah yang dicairkan.
5. Pada RA, jarak antara titik tertinggi sayap labial hingga puncak insisal gigi
anterior RA sebesar 22 mm sehingga ketebalan galangan gigitan anterior
berkisar antara 10 – 12 mm. Ketebalan galangan gigit posterior RA sebesar 6 –
8 mm bila diukur dari tepi lempeng gigit hingga puncak ridge posterior. Lebar
galangan gigit RA berkisar 4 mm (area insisivus), 6 mm (area kaninus dan
premolar) dan 8 mm pada posterior.
6. Pada RB, ketebalan galangan gigit anterior dan posterior mencapai 18 mm bila
diukur dari titik tertinggi sayap labial/bukal hingga mencapai puncak ridge
anterior. Lebar galangan gigit RB berkisar 4 mm (area insisivus), 6 mm (area
kaninus dan premolar) dan 8 mm pada posterior.

34
Gbr.13.
(Atas) Lempeng dan Galangan
Gigit RA dan RB

(Kiri) Konstruksi Lempeng gigit


RA dengan retensi tambahan
(kawat pada posterior palatum)

5. PENETAPAN GIGIT/MAXILLOMANDIBULAR RELATION RECORD

Penetapan gigit adalah tindakan penentuan, pengukuran dna pencatatan hubungan


atau relasi mandibula terhadap maksila dalam dimensi vertikal (oklusi sentrik) dan
horisontal (relasi sentrik). Untuk rahang yang tidak bergigi, tahapan ini cukup sulit
dilakukan karena : (a) titik kontak oklusal yang menentukan dimensi vertikal hilang; (b)
ruang intermaksiler cenderung lebih sempit; (c) bila pasien lansia dan lama tidak
bergigi, membutuhkan latihan untuk membuka dan menutup mulut karena respon
proprioseptif hilang sehingga pasien sulit mengarahkan mandibula pada posisi
penutupan yang benar.
Tujuan dari penetapan gigit/MMR adalah (a) untuk mencapai keharmonisan dan
keserasian wajah pasien (estetik), (b) untuk mencapai fungsi gigi tiruan lengkap yang
optimal (mastikasi dan fonetik).
Sebelum penetapan gigit dilakukan, terlebih dahulu dilakukan:
a. Pemeriksaan sendi temporomandibular (dilakukan di pasien)
Bila pasien kehilangan gigi dalam waktu yang cukup lama dan tidak direhabilitasi
maka akan terjadi perubahan pada fossa glenoid, disk artikular, kondile akan
mengalami clicking atau krepitasi. Pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien
rileks dan kepala tegak lalu palpasi pada kondile (operator menempatkan jari
kelingkingnya pada lubang telinga kanan dan kiri) dan pasien diinstruksikan untuk
melakukan gerakan membuka dan menutup mulut secara perlahan dan berulang

35
kali. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat keserasian pergerakan kondile kanan
dan kiri saat membuka dan menutup mulut, melihat adanya deviasi dan
displacement dari mandibula. Apabila ditemukan ketidakserasian pergerakan
kondile, maka akan menyulitkan tahapan penetapan relasi sentris pasien.
b. Pemeriksaan relasi ridge atau relasi rahang (dilakukan di head phantom/pasien atau
di model studi yang terpasang di artikulator). Bertujuan untuk menentukan susunan
gigi anterior dan posterior dengan cara melihat relasi ridge RA terhadap RB dari
arah sagital dan transversal.
- Arah Transversal (dilihat dari depan) : untuk melihat relasi ridge posterior
≥ 80° atau normal apabila lengkung ridge RA lebih lebar dari lengkung ridge RB
(gigitan fissura luar RA atau gigitan fissura dalam RB). ≤ 80° apabila lengkung
ridge RA lebih sempit dari lengkung ridge RB atau puncak ridge RA posisinya
lebih ke dalam dari puncak ridge RB (gigitan fissura luar RB atau gigitan fissura
dalam RA)
- Arah Sagital (dilihat dari samping): untuk melihat relasi ridge anterior
Normal bila puncak ridge anterior RA lebih protrusif dari puncak ridge anterior
RB (susunan gigi normal). Progeni bila puncak ridge anterior RB lebih protrusif
dari puncak ridge anterior RA (susunan anasir gigi anterior dibuat cross bite
atau edge-to-edge)

Alat dan Bahan: Lap dan koran untuk alas kerja, Model kerja RA & RB; Pisau Malam,
Pisau Model, Bunsen Burner dan pemantik api, Kapi besar, Kaliper, Spidol dan plester,
Benang bol (warna putih) dan batang korek api, Plester dan Isi staples besar, Utility
wax (warna merah), Sticky wax (warna oranye) , Spiritus dan malam merah ½ lbr
Tahapan Kerja :
PERSIAPAN : Penyesuaian lempeng dan galangan gigit RA
a. Pemeriksaan dukungan bibir (lip support) dengan cara melihat dukungan galangan
gigit RA pada bibir atas dari arah depan dan samping. Anatomical landmark yang
diperhatikan adalah philtrum, sulcus nasolabialis dan commisura bibir. Apabila lip
support berkurang maka tampak philtrum datar, sulcus nasolabialis dalam dan
commisura bibir turun. Namun bila lip support berlebih, maka tampak philtrum
hilang (dapat sebagian atau seluruhnya), sulcus nasolabialis dangkal dan
commisura bibir distorsi ke lateral.
b. Pemeriksaan panjang galangan gigit terhadap bibir atas.
Pada pasien dengan bibir normal,bila tersenyum maka 2/3 panjang gigi anterior RA
terlihat dan panjang galangan gigit RA akan terlihat 2 mm di bawah bibir atas. Pada
pasien dengan bibir pendek, bila tersenyum maka gigi anterior RA dan prosesus
alveolaris terlihat lalu panjang galangan gigit RA akan terlihat 4 mm di bawah bibir
atas. Sedangkan pada pasien berbibir panjang,bila tersenyum maka gigi anterior
tidak terlihat dan galangan gigit RA panjangnya sama atau 2 mm di atas bibir atas
(galangan gigit lebih pendek).

36
PENETAPAN GIGIT/MMR
1. Menentukan kesejajaran bidang insisal/oklusal galangan gigit RA
terhadap bidang insisal/oklusal maksila pasien
- Posisikan pasien duduk rileks dan kepala tegak.
- Tentukan titik yang paling prominen pada ujung hidung dan dagu (teknik two
dot).
- Pasang benang putih pada tragus melewati ala nasi (bidang Camper) kemudian
insersikan galangan gigit RA ke dalam mulut pasien.
- Posisikan occlusal guide plate pada mulut hingga permukaannya berkontak
dengan permukaan insisal dan oklusal galangan gigit RA lalu fiksasi dengan jari
telunjuk dan jari tengah operator atau meminta pasien memfiksasi dengan ibu
jari kanannya.
- Lakukan observasi dan pemeriksaan kesejajaran galangan gigit atau bite plate
tersebut:
a. Dilihat dari anterior, bite plate sejajar dengan garis interpupillary
b. Dilihat dari sagital, bite plate sejajar dengan bidang camper
Apabila terjadi ketidak sejajaran,maka lakukan pengurangan atau penambahan
pada permukaan oklusal galangan gigit RB hingga tercapai kesejajaran bidang.

2. Menentukan Tinggi Gigit/Dimensi Vertikal Oklusi (DVO)


a. Sebelum DVO ditentukan, operator harus mengukur tinggi rest posisi/ Dimensi
Vertikal Rest (DVR) pasien terlebih dahulu, dengan cara:
- Posisikan pasien duduk relaks dan kepala dorsal fleksi (menengadahkan
kepala) lalu diinstruksikan untuk membuka dan menutup mulut berulang kali
hingga otot lemas.
- Ukur jarak kedua titik hidung – dagu dengan kaliper dan lakukan hingga
beberapa kali, lalu hitung rata-ratanya. Angka yang diperoleh merupakan
tinggi rest posisi pasien/ dimensi vertikal rest posisi.
b. Pengukuran dimensi vertikal oklusi (DVO) / tinggi gigit
- Lakukan penghitungan DVO pasien menggunakan rumus :
Tinggi rest posisi (DVR) – freeway space (2 s/d 4 mm) = DVO.
- Buatlah nukleus Walkhoff (bulatan dari malam merah yang dilunakkan) dan
lekatkan pada lempeng gigit RA di daerah palatum posterior.
- Posisikan pasien duduk dengan kepala tegak lalu insersikan lempeng dan
galangan gigit RA dan RB.
- Instruksikan pasien untuk membuka mulut lebar dan melakukan gerakan
menelan atau meletakkan ujung lidahnya pada nukleus walkhoff.
- Fiksasi lempeng dan galangan gigit RA dengan ibu jari dan telunjuk kiri
operator sedangkan lempeng dan galangan gigit RB difiksasi dengan ibu jari
dan telunjuk kanan.

37
- Instruksikan pasien untuk menutup mulut perlahan-lahan hingga seluruh
permukaan insisal dan oklusal galangan gigit RA dan RB saling berkontak
bidang merata. Apabila belum terjadi kontak bidang yang merata, maka
permukaan insisal/oklusal galangan gigit RB yang dirubah dan disesuaikan
dengan RA sehingga diperoleh kontak bidang yang merata.
- Ukur jarak antara kedua titik, lakukan penyesuaian pada galangan gigit RB
hingga mencapai DVO yang diinginkan.

3. Menentukan Letak Gigit


- Posisikan pasien duduk relaks dan dental unit direbahkan (semi supine),
kepala dorsal fleksi agar didapatkan posisi kondile yang antero-posterior
(relasi sentris).
- Insersikan lempeng dan galangan gigit RA dan RB lalu posisikan pasien pada
relasi sentris
- Buat keratan yang segaris di sisi anterior dan posterior galangan gigit RA
dan RB sebagai garis panduan.
- Pasien kembali diminta untuk membuka dan menutup mulut, periksa apakah
garis panduan pada anterior dan posterior galangan gigit RA dan RB tetap
segaris (checking bite).
- Buat garis senyum – garis kaninus dan garis median dengan cara membuat
keratan pada galangan gigit RA menggunakan pisau model.
- Keluarkan lempeng dan galangan gigit RA & RB dari mulut pasien lalu buat
keratan berbentuk huruf V pada permukaan oklusal posterior galangan gigit
RA dan RB (harus segaris) dan dikerok secukupnya untuk tempat utility wax.
- Insersikan kembali pada mulut pasien, periksa apakah garis panduan masih
segaris. Bila segaris, letakkan utility wax pada keratan V tersebut kemudian
pasien diminta menutup mulut perlahan sambil operator mengarahkan
pasien pada relasi sentrisnya. Bila sudah oklusi, fiksasi galangan gigit RA dan

38
RB dengan isi staples besar yang dipanasi dan dilekatkan pada sisi keratan
osterior tersebut.
- Keluarkan lempeng dan galangan gigit RA dan RB dalam keadaan terfiksasi
dan transfer garis median pasien pada model kerja.

7. MOUNTING MODEL RAHANG PADA ARTIKULATOR


Mounting adalah prosedur laboratoris pemasangan model studi/kerja rahang atas
dan rahang bawah pada artikulator atau instrumen yang serupa. Pada tahapan
pembuatan gigi tiruan, mounting dilakukan setelah penetapan gigit (jaw relation
record) yang hasilnya digunakan sebagai panduan untuk melekatkan model studi/kerja
pada artikulator.

Menurut the glossary of prosthodontics, artikulator merupakan alat mekanik yang


dapat merepresentasikan posisi TMJ dan bagian-bagian rahang, dimana pada alat
tersebut model rahang atas dan rahang bawah dilekatkan. Kegunaan artikulator antara
lain untuk keperluan diagnostik (melihat relasi rahang dan oklusi gigi geligi dan rahang)
dan rehabilitasi stomatognatik (pembuatan gigi tiruan).

Klasifikasi artikulator antara lain :


(1) Artikulator engsel sederhana (simple hinge artikulator) atau disebut juga
sebagai okludator, hanya mampu melakukan gerakan membuka dan menutup
rahang. Perlu diwaspadai bila menggunakan artikulator jenis ini, karena tingkat
kecermatan rendah dan resiko kesalahan oklusi cukup besar.
(2) Artikulator rata-rata (average value/fixed condyle/three-point/ free-
plane artikulator). Pada artikulator jenis ini sudut kondile 25°- 30° dan
kemiringan meja insisal 10° telah ditetapkan dan tidak dapat disesuaikan dengan
kondisi pasien, contoh : artikulator buatan Shofu, SMIC, Ash, Leon,
Detrey.Artikulator padan sebagian (semi adjustable artikulator). Pada jenis ini
penyesuaian inklinasi kondile dan sudut bennet menggunakan interocclusal record
dengan bantuan face-bow. Model dapat disesuaikan dengan sumbu engsel rahang
dan posisi meja insisal dapat diatur akan tetapi jarak antara kondile tidak dapat
disesuaikan. Artikulator jenis ini dibagi menjadi (a) artikulator arkon ( arcon
artikulator) dimana lereng kondile terletak di atas, dan (b) artikulator non-arkon
(non-arcon artikulator) dimana lereng kondile terletak di bawah. Contoh :
artikulator buatan Hanau, Dentatus, Dinar.
(3) Artikulator semi atau padan penuh (semi atau fully adjustable
artikulator). Sistem kerja artikulator ini sepenuhnya mengimitasi arah maupun
lengkung gerak kondile. Dibutuhkan keahlian operator yang cukup baik karena
pemakaiannya yang rumit dan sulit.

Alat dan Bahan : Lap & Koran untuk alas kerja; Model kerja RA & RB; Pisau Malam,
Pisau Model, Pisau gips , Bunsen burner & pemantik api, Artikulator Rata-Rata,

39
Mangkuk karet dan Spatula Gips, Kuas, Vaseline & Malam perekat (sticky wax) , Gips
tipe II (warna putih) ; Malam mainan, batang korek api, karet gelang, tali rafia;
Vibrator

Tahapan kerja :
1. Buatlah bentukan 3 (tiga) cekungan (index groove) atau sesuaikan dengan tonjolan
pada permukaan split cast plate (untuk artikulator handy IIA Shofu) pada dasar
model kerja RA dan RB dengan menggunakan bantuan pisau gips dan pisau malam.
Tujuannya adalah untuk menambah retensi model kerja dengan gips saat dipasang
dalam artikulator.
2. Model kerja difiksasi menggunakan batang korek api dan malam perekat (sticky
wax warna oranye) yang dilunakkan di atas nyala api bunsen burner.
3. Periksa terlebih dahulu kelengkapan artikulator yaitu sendi artikulator, pin vertical
(incisor guide pin), pin horizontal (incisor indicator), pasak pengunci artikulator
dengan gips (model locking pin RA dan RB), model plate, magnet.

4. Ulasi semua bagian artikulator (model locking pin, split cast plate) yang akan
berkontak dengan stone gipsum dan dasar model kerja menggunakan bahan
separasi (vaseline)
5. Sebelum pemasangan model studi/kerja pada artikulator, terlebih dahulu pasang
model plate RA dan RB pada split cast plate RA dan RB
6. Tentukan posisi model kerja pada artikulator dengan bantuan karet gelang atau
occlusal plane table. Perhatikan! garis median model harus sebidang garis
median pada artikulator dan bidang oklusi model sebidang dengan
horisontal artikulator (segitiga Bonwill). Periksa kesejajaran bidang oklusal
gigi geligi atau galangan gigit terhadap segitiga Bonwill dengan menggunakan karet
gelang.
7. Sebelum pemasangan model studi/kerja pada artikulator, terlebih dahulu pasang
model plate RA dan RB pada split cast plate RA dan RB
8. Siapkan adonan gips tipe II untuk memasang model dalam artikulator. Letakkan
adonan gips tipe II di bagian atas artikulator hingga menutupi split cast plate dan
model locking pin, tunggu hingga gips mengeras ± 30 menit, gunanya untuk
memfiksasi split cast plate dan model locking pin (Untuk artikulator handy IIA
Shofu) supaya tidak berubah posisi.

40
9. Letakkan adonan gips tipe II pada
model RA yang sudah diulasi vaselin.

10. Letakkan adonan gips tipe II pada model


plate RA hingga menutupi bagian-bagian
undercut model plate.

11. Katupkan bagian atas artikulator sehingga


menekan model kerja RA.
12. Rapikan kelebihan gips tipe II yang
melekat pada artikulator lalu tunggu
hingga gips mengeras

13. Perhatikan pin vertikal harus menempel pada incisor guide table dan pin
horisontal harus tetap berkontak pada pertemuan antara insial gigi insisif
pertama RA dan RB (sejajar garis median).

41
14. Apabila gips untuk model kerja RA dalam
artikulator telah mengeras, baliklah posisi
artikulator sehingga bagian bawah
artikulator menjadi bagian atas.

15. Lakukan tahapan pemasangan model dalam


artikulator RB (tahapan sama dengan
pemasangan model kerja dalam artikulator
RA).

16. Fiksasi artikulator menggunakan tali rafia yang diikatkan sekeliling artikulator
dengan erat agar tidak terjadi perubahan gigitan model kerja (mis. kesalahan letak
gigit) dan meminimalkan ekspansi gips.
17. Periksa apakah garis median model kerja yang telah dipasang dalam artikulator
telah sebidang dengan garis median artikulator, periksa posisi pin horisontal.
Tunjukkan pada instruktur dengan karet gelang tetap terpasang.

42
8. PENYUSUNAN GIGI ARTIFISIAL ANTERIOR

Penyusunan anasir gigi tiruan agar terlihat natural terutama dalam hal penampilan
(estetik) dan saat gigi tiruan berfungsi (mis. bicara, tertawa, pengunyahan) merupakan
penggabungan antara seni dan ilmu pengetahuan. Pada saat pembuatan rekam medis,
penting untuk mencatat seluruh fitur pada wajah pasien baik kondisi normal maupun
abnormal. Penyusunan anasir gigi tiruan untuk mencapai estetik yang diharapkan
umumnya tergantung pada komposisi, ukuran, bentuk dan warna dari ke enam gigi
anterior yang dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, kepribadian pasien, kosmetik dan
refleksi artistik. Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan ukuran dan bentuk gigi
anterior antara lain : (1) ukuran wajah; (2) jarak antara maksila mandibula (interarch
space) yang tersisa; (3) pengukuran jarak antara distal gigi kaninus sisi kiri hingga
distal gigi kaninus sisi kanan; (4) panjang bibir; (5) ukuran dan relasi rahang.
Sedangkan warna gigi dipengaruhi oleh : (1) usia; (2) kebiasaan; (3) kompleksi wajah
(complexion); (4) warna pupil mata. Pemilihan warna gigi tiruan dilakukan dengan
bantuan panduan warna (shade guide) dengan cara membasahi shade guide dengan
air terlebih dahulu kemudian memposisikannya sedikit di dalam rongga mulut pasien
yang terbuka dengan bantuan pencahayaan alami.

Alat dan Bahan : Lap & Koran untuk alas kerja, Model kerja RA & RB dalam
artikulator, Galangan gigit RA dan RB, Occlusal Plane Artikulator, Pisau Malam, Pisau
Model, Bunsen Burner dan pemantik api, Anasir gigi tiruan RA & RB, Malam Merah ½
lbr, Spiritus

Tahapan kerja:
1. Penyusunan gigi artifisial anterior :
 Perhatikan! Gigi harus terletak di puncak residual alveolar ridge dan bidang
labial galangan gigit merupakan bidang labial gigi.
 Perhatikan! Sumbu-sumbu masing-masing gigi dari aspek labial dan proksimal
dan relasi gigi-gigi anterior rahang atas dengan rahang bawah.
 Urutan penyusunan : dimulai dari RA 11 – 21- 12 – 22 – 13 - 23, berlanjut pada
RB 31 - 41- 32 – 42 – 33 - 43

a. Penyusunan gigi insisivus sentral RA:


1. Perhatikan! posisi garis median harus sejajar dengan median wajah.
2. Incisal edge paralel dan menyentuh bidang oklusi atau galangan gigit RB
nya (dicek dengan bite plane table artikulator).
3. Bila dilihat dari aspek labial : sumbu gigi 90° dengan bidang oklusal dan
bagian servikal gigi sedikit miring ke distal, sumbu gigi hampir paralel
dengan garis median.
4. Permukaan labial I1 diposisikan berada 5-9 mm lebih anterior dari bagian
tengah papilla oleh karena pola resorpsi residual alveolar ridge RA umumnya
mengarah ke atas dan ke belakang sehingga posisi anasir gigi anterior RA

43
diletakkan lebih ke anterior dan inferior residual alveolar ridge untuk mengisi
posisi gigi aslinya.
5. Apabila dilihat dari aspek proksimal : gigi deviasi 8° terhadap bidang vertikal
(protrusi) dan permukaan labial gigi sama dengan permukaan labial
galangan gigit.

Gbr. 18. Penempatan gigi


insisivus sentral RA

b. Penyusunan gigi insisivus lateral RA:


1. Incisal edge paralel dengan bidang oklusal tetapi permukaannya ± 0,5 mm
di atas bidang oklusi (sedikit mengambang)
2. Aspek labial terlihat deviasi 10° terhadap garis median, bagian servikal
sedikit miring ke arah palatal
3. Aspek proksimal ada deviasi 12° terhadap garis median.

c. Penyusunan gigi kaninus RA:


1. Incisal edge menyentuh bidang oklusi.
2. Aspek labial tampak sumbu gigi bervariasi pada bagian servikalnya, dari
tegak hingga sedikit miring ke arah distal. Sisi mesiolabial terlihat dari aspek
labial dengan cara memiringkan servikal gigi ke arah distal
3. Aspek proksimal tampak sumbu gigi tegak dengan 2/3 bagian servikal lebih
menonjol ke labial untuk memperlihatkan tonjolan kaninus.

Gbr. 19. Posisi inklinasi gigi anterior RA terhadap sumbu gigi (long axis)
dilihat dari aspek proksimal (Grant, 1993 & Boucher et al, 1997)

44
A

Gbr.20. (A) Inklinasi gigi anterior RA sesuai


dengan bentuk gigi artifisial; (B) Sumbu gigi,
incisal edge dan kesejajaran fasial untuk
keperluan estetik

Gbr.21. Penyusunan gigi


artifisial anterior RA dalam
artikulator

Sebelum menyusun gigi-gigi artifisial anterior rahang bawah, perhatikan dahulu:


- relasi gigi RA dan RB.
- overbite (vertical overlap) yaitu jarak antara insisal gigi anterior RA terhadap
insisal gigi anterior RB, ± 1 mm.
- overjet (horizontal overlap) yaitu jarak antara permukaan palatal gigi anterior RA
terhadap permukaan labial gigi anterior RB, ± 2 mm.
- permukaan labial gigi anterior RB tidak menyentuh permukaan lingual gigi
anterior RA saat relasi sentris untuk menghindari masalah yang timbul (mis.
kontak prematur yang dapat menyebabkan gigi tidak stabil) saat pergerakan
eksentris rahang yang dapat berakibat ketidakstabilan gigi tiruan.

45
d. penyusunan gigi insisivus sentral RB:
1. Incisal edge berada 1 mm di atas bidang oklusal.
2. Aspek labial terlihat sumbu gigi pararel dengan garis median.
3. Aspek proksimal terlihat sumbu gigi condong 5° ke lateral dan terletak di
puncak residual alveolar ridge.

e. penyusunan gigi insisivus lateral RB:


1. Incisal edge disesuaikan dengan incisal edge gigi 31 dan 41.
2. Aspek labial tampak sumbu gigi pararel dengan garis median.
3. Aspek proksimal tampak gigi tegak atau condong sedikit ke labial.

f. penyusunan gigi kaninus RB:


1. Incisal edge sejajar dengan gigi insisivus sentral dan lateral.
2. Aspek labial tampak sumbu gigi sedikit miring.
3. Aspek proksimal tampak sumbu gigi tegak atau condong ke lingual dan
bagian servikal sedikit menonjol.

A B

Gbr.22. (A) sumbu gigi, incisal edge dan kesejajaran fasial gigi anterior RB;
(B) inklinasi gigi anterior RB dilihat dari aspek proksimal

Gbr.23.
Penyusunan gigi anterior RB
dalam artikulator

46
Gbr.24. overjet dan overbite

9. PENYUSUNAN GIGI ARTIFISIAL POSTERIOR

Anasir gigi posterior RA dan RB disusun pada posisi oklusi sentrik. Penyusunan
berpedoman pada curve of Wilson sebagai kurva kompensasi transversal, curve of spee
sebagai kurva kompensasi sagital dan optimal intercuspidasi antara gigi geliginya.
Curve of Wilson merupakan garis kompensasi transversal yang menyentuh ujung cusp
dari gigi-gigi posterior. Curve of Spee merupakan garis kompensasi sagital

B
A

Gbr.25. (A) curve of Wilson; (B) curve of Spee

Alat dan bahan : Lap & Koran untuk alas kerja, Model kerja RA & RB dalam
artikulator, Galangan gigit RA dan RB, Occlusal Plane Artikulator, Pisau Malam, Pisau
Model, Bunsen Burner dan pemantik api, Anasir gigi tiruan RA & RB, Malam Merah ½
lbr, Spiritus.

Tahapan kerja :
 Perhatikan! Gigi harus terletak di puncak residual alveolar ridge dan bidang bukal
galangan gigit merupakan bidang bukal gigi.

47
 Perhatikan! Sumbu-sumbu masing-masing gigi dari aspek bukal dan proksimal
serta relasi gigi-gigi posterior rahang atas dengan rahang bawah.
 Urutan penyusunan gigi: pada rahang atas dimulai dari gigi premolar pertama
hingga molar kedua ( P1 – P2 – M1 – M2) sisi kanan kemudian berlanjut pada
sisi kirinya, sedangkan pada rahang bawah dimulai dari gigi molar pertama
kemudian molar kedua lalu berlanjut ke gigi premolar kedua dan pertama (M2 –
M1 – P2 – P1) pada sisi kanan dan kiri

a. Penyusunan gigi premolar pertama rahang atas:


Cusp bukal menyentuh bidang oklusi. Cusp palatinal berada ±0,5 mm di atas
bidang oklusi. Aspek bukal dan proksimal terlihat sumbu gigi tegak lurus.
b. Penyusunan gigi premolar kedua rahang atas:
Cusp bukal dan palatinal menyentuh bidang oklusi. Aspek bukal dan proksimal
terlihat sumbu gigi tegak lurus.
c. Penyusunan gigi molar pertama rahang atas:
Cusp mesio palatinal menyentuh bidang oklusi. Cusp mesio bukal ± 0,5 mm di atas
bidang oklusi. Cusp disto bukal ± 1 mm di atas bidang oklusi. Cusp disto palatinal ±
0,5 mm di atas bidang oklusi. Aspek bukal dan proksimal terlihat kemiringan sumbu
gigi 5° terhadap garis vertikal.
d. Penyusunan gigi molar kedua rahang atas:
Cusp mesio palatinal ± 1 mm di atas bidang oklusi. Cusp mesio bukal ± 1,5 mm di
atas bidang oklusi. Cusp disto bukal ± 2 mm di atas bidang oklusi. Cusp disto
palatinal ± 1,5 mm di atas bidang oklusi. Aspek bukal dan proksimal terlihat
kemiringan sumbu gigi 15° terhadap garis vertikal.
e. Catatan : cusp palatinal gigi premolar dan molar pertama dan kedua terletak pada
garis yang ditarik dari retromolar pad hingga ke distal gigi kaninus pada galangan
gigit rahang bawah. Garis tersebut merupakan tempat bersandarnya fissura gigi-
gigi posterior rahang bawah.

Gbr.27. Cek susunan gigi


artifisial posterior RA dengan
occlusal guide plane/table
atau dapat menggunakan
glass plate

Pada tahapan penyusunan gigi posterior rahang bawah perlu diperhatikan :


a. Aspek bukal : relasi molar kelas 1 yaitu cusp mesio bukal M1 RA terletak pada
fissura bukal (mesio bukal – developmental groove) M1 RB.
b. Aspek proksimal : cusp palatinal gigi RA terletak pada fissura gigi RB

48
c. Tinggi gigi RA akan semakin tinggi (mendekati puncak ridge) ke arah posterior
sedangkan pada RB mengikuti lengkung RA
d. Garis retromolar pad hingga ke distal gigi kaninus rahang bawah merupakan
tempat bersandarnya fissura gigi RB.
e. Penyusunan gigi-gigi posterior harus mengikuti garis anteroposterior curve/ curve
of spee/garis kompensasi sagital untuk tercapai stabilitas gigi tiruan; serta
mengikuti garis lateral curve/curve of wilson/garis kompensasi lateral untuk
mengikuti gerakan mandibula saat mengunyah (cusp palatinal menyentuh bidang
oklusi)

Gbr.28. penyusunan gigi artifisial posterior RB

Gbr. 29. Penyusunan gigi sejajar dengan garis puncak ridge

Periksa kembali susunan gigi artifisial dalam artikulator :


a. Oklusi sentrik : lihat overbite dan overjet pada gigi anterior dan teliti kontak antara
gigi posterior RA dan RB, terutama relasi molar RA & RB.
b. Gerakan protrusi mandibula : apabila mandibula digerakkan ke arah anterior maka
gigi anterior akan berada pada posisi edge to edge dan gigi-gigi posterior akan
berada pada posisi cusp to cusp. Pada artikulator free-plane, yang dilakukan adalah
menggerakkan lengan atas artikulator ke arah posterior agar tercapai gerakan
protrusi mandibula.
c. Artikulasi : periksa working side (sisi kerja) yang digunakan untuk mengunyah dan
non working/balancing side (sisi keseimbangan) untuk keseimbangan agar tidak
terjadi kontak prematur yang mengarah pada traumatik oklusi dan ketidak stabilan
GTL. Sesuaikan dengan oklusi dinamik ideal GTL yaitu bilateral balancing
occlusion/BBO.

49
Perlu diperhatikan! Untuk setiap gerakan dari lengan artikulator (pada posisi oklusi
sentrik, gerakan protrusi mandibula dan artikulasi), pin vertikal artikulator tetap
menyentuh incisal guide table (tidak boleh terangkat).

Untuk melihat kesejajaran susunan gigi artifisial, gunakan occlusal guide plate. Aspek
bukal gigi kaninus dan premolar serta mesial cusp bukal molar pertama harus
menyentuh occlusal guide plate sedangkan cusp distobukal molar pertama tidak
menyentuh (gbr.30 (A)). Untuk kesejajaran gigi posterior RA, ke empat cusp bukal gigi
molar 1 dan 2 menyentuh occlusal bite plate sedangkan gigi premolarnya tidak
menyentuh (gbr. 30 (B))

A B Gbr.30.
Periksa ulang (A)
kesejajaran aspek bukal
C-P-M1;
(B) kesejajaran aspek
bukal M menggunakan
glass plate

Menurut the Glossary of Prosthodontics (1999), oklusi adalah suatu tindakan atau
proses menutup mulut atau hubungan statis antara permukaan gigit dan kunyah pada
gigi RA dengan gigi RB.
Oklusi sentrik adalah oklusi gigi geligi RA dan RB saat mandibula pada posisi relasi
sentrik, disebut juga maksimal intercuspal position (maximal ICP).
Relasi sentrik adalah relasi paling anteroposterior (retruded) mandibula terhadap
maksila dimana kondile berada paling posterior dalam fossa glenoid dan pergerakan
lateral dapat dilakukan pada dimensi vertikal tertentu.

Perawatan GT Lepasan dan GTC, tidak boleh merubah pola oklusi dinamik yang dimiliki
pasien oleh karena akan berakibat terjadi kelainan jaringan periodontal gigi penyangga
dan sendi temporomandibula.

Klasifikasi Oklusi Dinamik


1. Bilateral Balanced Occlusion (BBO)
Merupakan pola oklusi fungsional yang ideal
a. Saat oklusi sentrik
Gigi posterior RA dan RB berkontak merata dan seimbang pada sisi kanan dan
kiri sesuai dengan relasi gigi tertentu (relasi molar). Untuk gigi anterior RA dan
RB berkontak ringan, overbite dan overjet normal.

50
b. Saat Protrusi
Gigi anterior RA dan RB dalam keadaan berkontak edge-to-edge dan minimal
terdapat satu kontak pada sisi kanan dan kiri gigi posterior RA dan RB.
c. Saat laterotrusion
Pada pergerakan ke lateral, terdapat kontak yang merata dan seimbang antara
gigi-gigi posterior RA dan RB di sisi kerja (working side) maupun di sisi
keseimbangan (balancing side)
2. Unilateral Balanced Occlusion (UBO)
a. Saat oklusi sentrik dan protrusi, kontak gigi geligi sama seperti pola oklusi BBO
b. Saat laterotrusion
Terjadi kontak tonjol (cusp to cusp) antara gigi posterior RA dan RB. Sedangkan
pada sisi keseimbangan tidak terdapat kontak antara cups palatinal gigi
posterior RA dengan cusp bukal gigi posterior RB.
3. Mutually Protected Occlusion (MPO)
a. Saat oklusi sentrik, kontak gigi geligi sama seperti pola oklusi BBO dan UBO
b. Saat Protrusi
Pada gigi anterior RA dan RB berkontak edge to edge tetapi gigi posterior RA
dan RB tidak berkontak. Kondisi ini terjadi karena adanya pola inklinasi kondile
dan seringkali dijumpai pada hampir seluruh individu manusia, dikenal sebagai
Christensen’s Phenomenon.
c. Saat Laterotrusion
Pada gigi posterior RA dan RB tidak ada kontak baik pada sisi kerja maupun sisi
keseimbangannya oleh karena terjadi blocking (hambatan) di daerah kaninus.

10. PEMBUATAN POST-DAM DAN KONTUR GINGIVA

Post-dam (postpalatal seal) adalah suatu area seal yang terletak pada tepi posterior
basis GT RA.Penentuan posterior palatal seal GT (post-dam) dilakukan di rongga mulut
pasien kemudian posisinya ditransfer ke model kerja. Operator menggunakan kaca
mulut atau burnisher untuk memeriksa lokasi pterygomaxillary (hamular) notch sisi kiri
dan kanan, fovea palatina (cekungan yang terletak di anterior palatum lunak dan
segaris dengan garis median) dan garis vibrasi. Untuk lebih memudahkan pemeriksaan
fovea palatina dan garis vibrasi, pasien diminta untuk menahan nafas lalu
menghembuskannya keras-keras melalui mulut (Valsava maneuver) atau meminta
pasien mengucapkan kata AH dengan penekanan sehingga palatum lunaknya
bervibrasi, oleh karena itu garis vibrasi seringkali disebut juga sebagai garis AH (AH
line). Garis vibrasi pada palatum lunak biasanya digunakan sebagai panduan ideal
batas basis GT di sisi posterior dan biasanya terletak di anterior fovea palatina.

Alat dan Bahan : Lap & Koran utk alas kerja, Model kerja RA & RB dalam artikulator,
Pisau Malam, Pisau Model, Bunsen Burner dan pemantik api, Mangkok karet , Chip
Blower, Malam Merah , Spiritus, Sikat gigi bekas, Kapas atau kasa & Air sabun

51
Tahapan pembuatan Post-Dam :
1. Menentukan posisi fovea palatina dan garis vibrasi pada posterior palatum keras
atau anterior palatum lunak.
2. Membuat outline garis vibrasi di daerah posterior palatum model kerja RA

3. Melakukan pengerokan pada daerah posterior palatal seal menggunakan pisau


model hingga terbentuk suatu cekungan (groove). Cekungan ini dinamakan post-
dam dan pada saat packing akrilik akan terisi oleh material akrilik sehingga pada
basis GT akrilik terbentuk suatu peninggian di daerah posterior yang dapat menjadi
seal untuk retensi GT.

52
Bentuk kontur gingiva pada permukaan poles GT Lepasan berperan penting dalam
menunjang retensi dan stabilitas GTL serta kenyamanan pasien terhadap GTL nya.
Ketebalan malam model disesuaikan dengan jaringan lunak pasien yang hilang akibat
resorpsi serta kontur wajah pasien dan dibuat tidak terlalu tipis. Permukaan malam
merah yang mengelilingi anasir gigi tiruan (art portion) pada permukaan poles harus
menduplikasi struktur jaringan di sekitar gigi asli agar secara estetik gigi tiruan tidak
terlihat artifisial (mis. dibuat tampak ada tonjolan akar terutama pada gigi kaninus RA).
Pada bagian teratas dari permukaan poles (anatomical portion) harus dibentuk
sedemikian rupa agar luas tepi hasil cetakan dapat dipertahankan. Pada sayap lingual
GT RB sebaiknya tipis kecuali tepi basis lingual GT yang harus dibuat tebal karena
posisinya berada dibawah lidah dan juga untuk meningkatkan seal gigi tiruan dengan
cara berkontak pada mucolingual fold.

Tahapan Kontur Gingiva:


1. Pada rahang atas :
a. Buatlah ketebalan malam model pada palatum ±2,5 mm sehingga ketika
dilakukan pemulasan dan pemolesan GT akrilik, basis GT di daerah palatum
akan menipis tetapi masih cukup tebal untuk menahan beban dan pasien
merasa nyaman.
b. Buatlah bentukan rugae dan raphe palatina pada daerah palatum
c. Buatlah ketebalan malam model pada daerah labial ±2 mm untuk memperbaiki
kontur fasial (lip support), yang hilang akibat pencabutan gigi-gigi anterior.
Sedangkan pada gigi-gigi posterior ketebalan malam model mencapai ±3 mm.
Tepi malam model dibuat landai/membulat.

2. Pada rahang bawah :


a. Permukaan labial tidak boleh terlalu menonjol agar tekanan yang diaplikasikan
bibir bawah terhadap gigi tiruan berkurang (stabilitas GT baik).
b. Pada permukaan bukal dibuat landai, ketebalan sayap pada daerah premolar
maksimal ±2 mm dan pada daerah molar lebih tebal dan melebar sesuai
dengan outline gigi tiruan hingga mencapai daerah retromolar pad.
c. Permukaan lingual diperluas ke area retromylohyoid dan sedikit konkaf agar
lidah memiliki ruang saat berada dalam posisi istirahat untuk kestabilan gigi
tiruan.

53
3. Membuat bentukan margin gingiva pada anasir gigi tiruan.
Pada permukaan labial dan bukal servikal anasir gigi tiruan RA dan RB ditambahkan
malam model kemudian dipotong oleh ujung pisau model yang diposisikan pada
sudut 45° terhadap permukaan gigi.

4. Membuat penanda triangular pada permukaan malam model sebagai panduan


panjang dan posisi akar gigi. Sebagai pengingat bawah untuk gigi kaninus RA
akarnya paling panjang, gigi insisivus lateral paling pendek dan panjang akar gigi
insisivus sentral lebih pendek dari gigi kaninus namun lebih panjang dari gigi

54
insisivus lateral. Malam model dikerok dari daerah penanda triangular untuk
membuat bentukan akar kemudian dibulatkan menggunakan ujung tumpul pisau
model dan pisau malam.

5. Pada daerah attached gingiva dibuat stippling dengan cara memukulkan sikat gigi
yang berbulu kaku pada daerah servikal gigi.
6. Gunakan nyala api bunsen burner dan chip blower untuk memanaskan permukaan
malam model, tetapi berhati-hatilah agar tidak terlalu panas (overheating) supaya
kontur gingiva tidak rusak. Malam model harus melekat dengan baik pada
permukaan model kerja dan tidak dapat dilepas.
7. Haluskan permukaan malam model menggunakan kapas ataupun kain yang
dibasahi dengan air sabun dan digosokkan ke permukaan malam model.

Gbr.31. Kontur akhir model malam gigi tiruan

55
11. FLASKING (MENANAM MODEL KE DALAM KUVET)

Flasking merupakan proses penanaman model kerja beserta malam model gigi
tiruan ke dalam kuvet untuk membuat cetakan (sectional mold) yang digunakan dalam
pembuatan basis gigi tiruan akrilik.

ALAT DAN BAHAN : Lap & Koran utk alas kerja, Model kerja RA & RB, Model malam
gigi tiruan RA & RB, Mangkuk karet & Spatula gips, Pisau gips, Kuvet Besar dan Press,
Gips tipe II & III, Kuas & Vaseline, Vibrator

Tahapan kerja :
1. Setelah kontur gingiva selesai, rendam model kerja dan artikulator dalam air selama
beberapa menit. Kemudian model kerja dilepas dari artikulator. Basis gips keras
(plaster mounting) pada artikulator jangan sampai rusak karena akan digunakan
kembali untuk mereposisi model kerja dalam artikulator (remounting) setelah gigi
tiruan selesai diproses.
2. Ulasi dasar model dengan bahan separasi (vaselin) secukupnya.
3. Kuvet bawah diisi dengan gipsum tipe II lalu model kerja diposisikan dalam kuvet
bawah dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Letakkan model kerja di posisi tengah kuvet dan untuk model rahang atas
bagian anteriornya lebih tinggi dibandingkan bagian posterior (tilting posterior)
sedangkan model rahang bawah horisontal tilting/sejajar. Jarak antara oklusal
gigi terhadap tutup kuvet atas ± 1 cm. Perhatikan jarak antara dinding kuvet
agar cukup untuk menempatkan gips tipe II.
b. Isi kuvet dengan gips tipe II setinggi tepi basis model kerja.
c. Haluskan permukaan gips dan hilangkan semua undercut supaya memudahkan
pelepasan ring kuvet atas dari kuvet bawah setelah dilakukan buang malam dan
curing resin akrilik.
d. Biarkan gips mengeras kemudian ulasi dengan bahan separasi (vaseline) pada
seluruh permukaannya tetapi tidak boleh mengenai anasir gigi.
e. Isi permukaan anasir gigi dan malam model yang telah dikontur dengan gips
tipe III setebal ± 5mm untuk memfiksasi gigi dan mempertahankan kontur gigi
tiruan. Permukaan oklusal gigi harus TAMPAK dan tidak tertutup gips tipe III.
Pada daerah palatum, dibuat cekungan berbentuk huruf V.
f. Setelah gips mulai mengeras, ulasi permukaan gips dengan vaseline kecuali
permukaan oklusal gigi.
g. Pasang kuvet atas dan isi dengan gips tipe II hingga menutupi permukaan
insisal gigi anterior dan ujung cusp gigi posterior, isi sampai kuvet penuh. Lalu
pasang tutup kuvet dan fiksasi dengan pres kecil.

56
57
12. PEMBUANGAN MALAM (BOILING OUT)

Pembuangan malam (Boiling Out) merupakan tahapan menghilangkan malam


dengan cara merebus kuvet yang berisi model malam gigi tiruan untuk mendapatkan
mould space. Mould space merupakan ruang yang akan diisi oleh material resin akrilik
heat cured saat proses packing.

Alat dan bahan: Kuvet berisi model malam dan model kerja GT, panci dan kompor,
air.

Tahapan Pembuangan Malam (Boiling Out) :


1. Siapkan sebuah panci berisi air mendidih, lalu masukkan kuvet beserta alat press
sebagai pemegang kuvet, ke dalam panci tersebut selama ± 4 - 6 menit atau
sampai diperkirakan malam model sudah meleleh (terlihat genangan minyak di
permukaan air akibat malam merah meleleh).
2. Angkat kuvet dan pres dari dalam panci lalu buka kuvet dan pisahkan kuvet bawah
dan atas.
3. Malam model yang telah melunak dibuang dan sisanya dibersihkan dengan cara
disiram air mendidih pada sisa malam tersebut.
4. Bersihkan dengan kuas/sikat berbulu halus dan air sabun hingga tidak ada sisa
malam model. Pastikan gigi-gigi artifisial yang berada di kontra model tidak
terlepas.

58
13. PACKING AKRILIK (PENGISIAN AKRILIK) DAN CURING AKRILIK

Tahapan polimerisasi resin akrilik meliputi :


a. Sandy-stage : terlihat seperti pasir basah
b. Stringy-stage : bila disentuh, melekat pada jari dan terlihat bentukan serabut-
serabut tipis
c. Dough-stage : bila disentuh, tidak melekat pada jari dan seperti adonan
d. Rubbery-stage: konsistnesi kenyal seperti karet
e. Hard/Stiff-stage : konsistensi keras

Alat dan bahan : Lap dan Koran utk alas kerja, Model kerja RA & RB dalam kuvet,
Pisau Malam, Pisau Model, Alat Press manual dan hidrolik, Resin Akrilik Heat Cured,
Mangkok porselen dan syringe, Semen spatula, Plastik/Cellophane sheet

Tahapan packing (pengisian) resin akrilik heat cured :


1. Sesudah kuvet dingin, letakkan 1-2 lembar tin foil/kertas timah menutupi daerah
torus palatinus atau bentukan tulang yang menonjol di daerah palatum keras.
2. Ulasi seluruh permukaan gips kecuali pada permukaan gigi artifisial, dengan sodium
alginate/CMS dan menggunakan kuas yang digerakkan merata ke satu arah agar
tidak menggumpal dan lapisan yang sudah terbentuk tidak terlepas kembali. Lalu
biarkan hingga mengering.
3. Siapkan monomer dan polimer akrilik sesuai ukuran yang telah ditetapkan.
Manipulasi resin akrilik ke dalam pot porselen yang tidak tembus cahaya sambil
sedikit digetarkan hingga seluruh monomer terserap oleh polimernya. Pada tahap

59
ini dianjurkan untuk memakai sarung tangan dan masker, bekerja pada ruangan
berventilasi karena monomer dapat menimbulkan reaksi alergi bila berkontak
dengan kulit atau membran mukosa
4. Aduk dengan menggunakan spatula logam hingga homogen lalu tutup bibir pot
porselen dan tunggu hingga mencapai dough-stage.
5. Ambil adonan akrilik dari pot lalu letakkan pada selembar plastik tipis/ cellophane
dan bentuk adonan akrilik tersebut menyerupai bola (pada RA) dan gulungan (pada
RB).
6. Letakkan adonan akrilik tersebut dalam kuvet (pengisian akrilik pada RA maupun
RB selalu diletakkan pada kuvet yang bergigi) kemudian diantara kuvet atas dan
kuvet bawah diberi selapis plastik kemudian kuvet ditutup dan dipres perlahan-
lahan dengan alat pres besar hingga akrilik mengalir keluar dari kuvet (pres
pertama/Trial press)
7. Buka kuvet dan lepaskan plastik. Lalu sisa akrilik yang berlebih dipotong
menggunakan pisau model sesuai outline gigi tiruan. Ulasi permukaan akrilik
dengan sedikit monomer.
8. Lakukan trial press kedua sama seperti cara trial press pertama. Buka kuvet dan
potong kelebihan akrilik sesuai outline gigi tiruan, ulasi dengan sedikit monomer
dan kuvet ditutup. Tahapan ini dilakukan berulang kali hingga tidak ada kelebihan
akrilik, kemudian lakukan pres terakhir tanpa memberi selapis plastik/cellophane
sheet.
9. Setelah dilakukan pres terakhir, kuvet atas dan bawah tidak boleh dibuka lalu
pindahkan kuvet pada pres kecil dan rendam dalam air dengan temperatur kamar
selama ± minimum 30 - 60 menit supaya terjadi polimerisasi awal. Perhatikan!
Semua bagian kuvet harus terendam dalam air min. 7-10 cm di atas kuvet.

Tahapan curing (polimerisasi) resin akrilik heat cured:


1. Sediakan panci berisi air dengan suhu kamar lalu masukkan kuvet berikut alat pres
ke dalam panci tersebut.
2. Lakukan proses perebusan akrilik secara bertahap yaitu menggunakan api kecil
pada suhu ±60°-74° C (135°F - 165°F) selama ± 120 menit lalu suhu ditingkatkan
hingga mencapai 100° C dan dibiarkan mendidih hingga ± 30-60 menit.
3. Kemudian matikan api dan biarkan sampai dingin. Proses pendinginan dapat
dipercepat dengan merendam kuvet dalam seember air dingin.

60
14. MELEPAS MODEL DARI KUVET (DEFLASKING)

Setelah pemrosesan resin akrilik gigi tiruan selesai dilakukan, kuvet bersama alat
pres yang telah dingin dapat dibuka dan dilepas.

Alat dan bahan: kuvet berisi GTL akrilik, pisau gips, gergaji besi

Tahapan kerja:
1. Lepaskan tutup kuvet dengan cara diungkit menggunakan bantuan pisau gips
2. Lepaskan kuvet atas dan bawah sehingga didapatkan model yang masih tertutup
oleh gips keras (model kasar akrilik)
3. Pisahkan model dan gigi tiruan akrilik dari gips keras dengan pisau atau gergaji
secara hati-hati agar model dan gigi tiruan akrilik tidak rusak. Bersihkan sisa gips
yang menempel.

Gbr.33
Model kasar
akrilik

15. REMOUNTING I – SELECTIVE GRINDING I DAN


PEMBUATAN REMOUNT JIG

Remounting adalah pemasangan kembali gigi tiruan ke posisi semula (mounting)


secara tepat dalam artikulator. Tahapan remounting dilakukan sesaat setelah
pemrosesan akrilik (remounting I) yaitu mengembalikan gigi tiruan kasar dan model
kerja ke posisi mounting. Tujuannya untuk melihat adanya kesalahan laboran selama
packing dan pemrosesan akrilik (mis. terjadi peninggian gigit bila proses press saat
packing akrilik kurang).

Alat dan bahan : Model kasar akrilik RA & RB, Pisau Gips & Pisau Model, Artikulator ,
Mangkuk karet & Spatula gips, Gips tipe II, Elastomer Putty, Sticky Wax & Batang
korek api, Gergaji besi ukuran kecil ,Glass Lab,Low speed bur dan mata bur poles
(macam-macam stone, rubber dan fraser), Articulating paper

61
Tahapan kerja remounting I :
1. Model kasar akrilik RA dan RB yang telah dibersihkan dari sisa gips yang menempel,
dipasang kembali pada artikulator sesuai dengan keadaan semula, dengan bantuan
3 cekungan (index groove) lalu fiksasi dengan malam perekat
2. Perhatikan oklusi sentrik dan posisi pin vertikal dan meja insisal (incisal table), ada
atau tidak peninggian gigitan.
3. Peninggian gigit yang terjadi harus dikoreksi dengan melakukan pengasahan
(selective grinding) hingga pin vertikal menyentuh meja insisal (incisal table).
Peninggian gigitan disebabkan:
a. Saat melakukan penekanan pada press kurang sempurna (mis. kuvet atas dan
kuvet bawah tidak menutup rapat) sehingga basis gigi tiruan akrilik menjadi
lebih tebal dan berakibat pada bertambahnya tinggi gigit.
b. Saat menanam model dalam kuvet, adonan gips terlalu lunak atau encer,
sehingga gips kurang padat. Berakibat pada saat penekanan kuvet selama
pengisian akrilik, gips ikut tertekan menjadi lebih padat, sehingga tinggi gigit
bertambah dan model dalam kuvet akan berubah posisinya.

Gangguan pada oklusi GT dapat disebabkan berbagai faktor antara lain akibat
kondisi sendi temporomandibula yang mengalami kelainan, penetapan gigit yang tidak
akurat, kesalahan saat transfer hasil penetapan gigit ke artikulator, kesalahan
penyusunan gigi, kuvet tidak tertutup rapat saat pemrosesan akrilik, tekanan yang
berlebih saat menutup kuvet dll. Permasalahan oklusi ini harus segera diatasi sebelum
GT dipasang ke pasien dengan cara melakukan selective grinding dalam artikulator.
Selective Grinding atau disebut juga occlusal reshaping/adjustment merupakan
tindakan yang sengaja dilakukan untuk mengubah bentuk permukaan oklusal gigi,
pada gigi tiruan menggunakan hukum BULL (Buccal Upper Lingual Lower). Tujuannya
adalah memperbaiki oklusi dan dimensi vertikal serta menghilangkan kontak prematur
gigi geligi. Pada tahapan pembuatan gigi tiruan lengkap, dilakukan tahapan selective
grinding I (SG I) setelah tahapan remounting I (model kasar akrilik dipasang kembali
dalam artikulator) kemudian dilakukan pemeriksaan oklusi sentrik dengan bantuan
articulating paper. Apabila terdapat kontak prematur (yang ditandai dengan spot paling
tebal pada oklusal gigi), maka dilakukan pengasahan pada gigi dengan cara
mengurangi bidang miring pada cusp bukal atau palatal/lingual rahang atas dan bawah
tanpa mengurangi tinggi cusp, serta memperdalam dan memperluas fossa.

Tahapan kerja Selective Grinding I :


1. Letakkan kertas artikulasi (articulating paper) berbentuk tapal kuda di antara
bidang oklusal.
2. Lakukan gerakan oklusi sentrik. Lihat kontak prematur dan kontak yang berat pada
seluruh permukaan oklusal gigi (cek ketebalan spot bidang oklusal).

62
3. Lakukan pengasahan (grinding) spot yang tebal dengan stone warna hijau atau
merah muda dengan cara (Hukum.BULL = Buccal Upper Lingual Lower):
a. Memperdalam fossa
b. Memperluas fossa, mengurangi bidang miring cusp lingual/palatal gigi RA,
mengurangi bidang miring cusp bukal gigi RB (bila kontak gigi hampir edge to
edge)
c. Memperluas fossa, mengurangi bidang miring cusp lingual/palatal gigi RA,
mengurangi bidang miring cusp bukal gigi RB (bila terjadi horizontal overlap)
d. Tinggi cusp tidak dikurangi

63
Remount Jig merupakan kunci gigit dari gips keras pada artikulator yang berguna
sebagai tempat kesandaran permukaan bidang oklusal gigi tiruan lepasan rahang atas.

Tahapan kerja pembuatan remount jig :


1. Lepaskan model kasar gigi tiruan rahang bawah dari dasar artikulator. Model kasar
akrilik RA tetap melekat pada artikulator.
2. Ulasi seluruh permukaan gigi tiruan rahang atas dan permukaan dasar artikulator
dengan bahan separasi (vaseline).
3. Letakkan adonan gips tipe II (warna putih) pada dasar artikulator (tempat
melekatnya gigi tiruan rahang bawah) tersebut setinggi permukaan bidang oklusal
gigi tiruan rahang atas.
4. Katupkan artikulator hingga pin vertikal menyentuh permukaan incisor guide table.
5. Adonan gips tipe II harus menutupi seluruh bidang palatal dan pada bidang
oklusal/insisal anasir gigi tiruan tertutup ± 2 mm untuk mendapatkan cetakan
permukaan oklusal gigi tiruan rahang atas.
6. Fiksasi dengan tali rafia dan tunggulah hingga gips mengeras (setting) ± 30 menit.
Kemudian artikulator dibuka.
7. Periksa jig pada artikulator, apakah permukaan palatum dan oklusal gigi tiruan
telah tercetak dengan baik. Bila tidak, ulangi tahapan di atas.

64
16. MELEPAS GTP AKRILIK DARI MODEL KASAR –
INTEROCCLUSAL RECORD

Alat dan bahan : model kasar akrilik; gergaji besi; mata bur pemotong, pemulas dan
pemoles akrilik, elastomer putty, glass lab, hands instrument, pisau model, pisau
malam, pisau gips

Tahapan pelepasan GT akrilik dari model kerja :


1. Lepaskan model kasar akrilik gigi tiruan dari artikulator.
2. Lepaskan gigi tiruan akrilik RA dan RB dari model kerja dengan cara memotong
model kerja menggunakan gergaji
3. Setelah terlepas dari model kerja, bersihkan dan rapikan gigi tiruan dari sisa-sisa
gips yang menempel dengan bantuan fraser dan stone (hijau lalu merah muda)

Interocclusal record merupakan catatan relasi antara permukaan oklusal gigi


tiruan rahang atas dan rahang bawah saat posisi mandibula terletak paling posterior
dan dalam keadaan relasi sentris, yang dibuat saat tahapan pasang coba ( try-in) gigi
tiruan. Material yang digunakan elastomer (putty) atau material elastomer khusus
untuk bite registration. Tujuannya untuk melihat apakah terjadi permasalahan oklusi
terutama pada oklusi eksentrik.

Tahapan kerja interocclusal record :


1. Posisikan pasien semi supine dan kepala dorsal fleksi, karena pada posisi ini kondile
pasien akan berada paling posterior (relasi sentris)
2. Insersikan gigi tiruan akrilik RA dan RB pada model rahang phantom.
3. Manipulasi bahan base-katalyst elastomer putty.
4. Letakkan elastomer putty (bentuk lonjong) pada kedua sisi posterior kanan dan kiri
GT akrilik RB (sepanjang P1 s/d M2). Instruksikan pasien untuk menutup mulut
secara perlahan dan menggigit putty elastomer.
Ketika pasien menutup mulut, operator memfiksasi GT akrilik RA dgn ibu jari &
telunjuk kiri dan RB dg ibu jari & telunjuk kanan, sambil melakukan gerakan ringan
mendorong mandibula ke posterior untuk tercapai relasi sentrik.
Perhatikan! Saat beroklusi, garis median GT Akrilik RA & RB harus segaris. Bila ada
deviasi, ulang kembali prosedur tersebut di atas.
5. Setelah mengeras, keluarkan interocclusal record dari rongga mulut.

65
17. REMOUNTING II – SELECTIVE GRINDING II

Alat dan bahan : Model kasar akrilik RA & RB, Pisau Gips & Pisau Model, Artikulator ,
Mangkuk karet & spatula gips, Gips tipe II, Putty hasil interocclusal record, Sticky Wax
& Batang korek api, Low speed bur dan mata bur poles (macam-macam stone, rubber
dan fraser), Articulating paper

Untuk tahap remounting II, gigi tiruan dipasang kembali dalam artikulator setelah
dilakukan interocclusal record dalam mulut pasien, dengan bantuan remounting jig.
Tujuannya untuk melihat adanya salah letak gigit dan tinggi gigit serta kontak dan
keseimbangan oklusi-artikulasi gigi tiruan sebelum gigi tiruan diinsersikan ke pasien.

Tahapan Remounting II :
1. Ulasi seluruh permukaan gigi tiruan akrilik RA dan RB menggunakan vaseline.
2. Kembalikan gigi tiruan akrilik RA ke posisi sesuai dengan kunci gigitan gisp
(remount jig).
3. Manipulasi bubuk gips tipe II dan air sesuai takaran pabrik lalu aplikasikan adonan
gips tersebut pada permukaan palatum gigi tiruan akrilik RA hingga memenuhi
ruangan dan split cast plate.
4. Katupkan artikulator dan fiksasi dengan tali rafia. Tunggulah hingga mengeras ± 30
menit. Hasilnya akan didapat gigi tiruan akrilik melekat pada bagian atas artikulator.
5. Setelah gips mengeras, buka kembali artikulator. Lalu lepaskan kunci gigitan gips
(remount jig) dari dasar artikulator.
6. Baliklah posisi artikulator (bagian atas menjadi di bawah), kemudian pasang
interocclusal record pada gigi tiruan akrilik RA dan RB. Pastikan terfiksasi dengan
baik dan tidak berubah posisi. Perlu diperhatikan, posisi gigi tiruan akrilik RA berada
di bawah, begitu juga sebaliknya untuk RB berada di atas.
7. Manipulasi bubuk gips tipe II dan air sesuai takaran pabrik lalu aplikasikan adonan
gips tersebut pada permukaan lingual gigi tiruan akrilik RB hingga memenuhi
seluruh ruang yang ada.
8. Katupkan artikulator dan fiksasi dengan tali rafia. Bersihkan sisa-sisa gips dan
rapikan kelebihan gips di daerah lingual gigi tiruan akrilik RB dan ruang lidah (harus
dalam kondisi halus dan datar).Tunggulah hingga mengeras ± 30 menit.

Selective grinding II (SG II) dilakukan setelah tahapan remounting II, dengan bantuan
remount jig). Pada tahap ini perlu diperhatikan adanya kesalahan letak gigit dan tinggi
gigit, adanya kontak prematur saat oklusi eksentrik (pada sisi kerja dan
keseimbangan).

Tahapan Selective Grinding II:


1. Letakkan kertas artikulasi (articulating paper) di antara bidang oklusal. Gunakan
kertas artikulasi yang berbentuk tapal kuda. Oklusi ideal GTL adalah Bilateral
Balanced Occlusion (BBO)

66
2. SG II : Lakukan gerakan oklusi eksentrik. Lihat ketebalan spot bidang oklusal.
Asahlah spot yang tebal dengan stone warna hijau atau merah muda, dengan
panduan HUKUM BULL untuk sisi kerja (Buccal Upper Lingual Lower) dan HUKUM
ANTI BULL untuk sisi keseimbangan (Lingual Upper Buccal Lower).
3. Pengasahan (grinding) pada sisi kerja (working side) dg cara:
a. Memperdalam fossa
b. Mengurangi bidang miring cusp bukal gigi RA (bila cusp bukal gigi RA & RB
berkontak, sedangkan cusp lingual tdk kontak)
c. Mengurangi bidang miring cusp lingual gigi RB (bila cusp bukal gigi RA & RB
tidak berkontak, sedangkan cusp lingual berkontak)
d. Menggurangi bidang miring mesial gigi RA dan bidang miring distal gigi RB (bila
terjadi kesalahan oklusi pada relasi mesiodistal yaitu posisi cusp bukal atau
lingual gigi RA lebih ke mesial dari posisi intercuspating nya)
e. Mengurangi bidang miring distal gigi RA dan bidang miring mesial gigi RB (bila
posisi cusp bukal atau lingual gigi RA lebih ke distal dari posisi intercuspating
nya)
f. Tinggi cusp tidak dikurangi

67
4. Pengasahan (grinding) pada sisi keseimbangan (balancing side) dg cara:
a. Mengurangi bidang miring cusp bukal gigi RB, cusp lingual tidak dikurangi (bila
kontak pada sisi keseimbangan berat shg sisi kerja tidak berkontak)
b. Mengurangi bidang miring cusp bukal gigi RA dan cusp lingual gigi RB pada sisi
kerja. Fosa sentral tidak dikurangi (bila sisi keseimbangan tidak berkontak)
c. Tinggi cusp tidak dikurangi

5. Bersihkan sisa-sisa pengasahan dan spot pada permukaan gigi menggunakan


contra angle-brush dan kryte

18. PEMOLESAN (POLISHING) & INSERSI GIGI TIRUAN

Alat dan bahan : Lap & Koran utk alas kerja, GTP Akrilik RA, Low speed bur dan mata
bur poles (macam-macam stone, rubber dan fraser), Mesin pemoles (cone & brush),
Bubuk pumice dan kryte, Dappen Glass, Mangkok karet, Hands Intrument

Tahapan Polishing GTP :


1. Poles gigi tiruan dengan cara:
a. cara basah : menggunakan kertas amplas, mesin pemoles (brush dan cone)
dengan bubuk pumice untuk menghaluskan dan kryte untuk mengkilapkan
b. cara kering : menggunakan kertas amplas, rubber hijau, abu-abu dan kuning
secara berurutan hingga permukaan gigi tiruan tampak halus dan mengkilap.
2. Hasil pemolesan akan didapatkan permukaan intaglio, poles dan oklusal GT halus
dan tampak mengkilap

Tahapan Insersi GT
1. Insersikan GT Akrilik pada rongga mulut pasien.
2. Lakukan pemeriksaan dan evaluasi:
a. retensi, stabilitas GT dan dukungan otot (bibir & wajah)
b. peripheral seal, oklusi sentrik & eksentrik
c. psikologis : adaptasi dan penerimaan pasien terhadap GT nya (kenyamanan
pasien, estetik, bicara, mastikasi)
3. Berikan instruksi pemakaian dan pemeliharaan GT Akrilik.

68
REFERENSI PUSTAKA

1. FJ Harty, R Ogston. Kamus Kedokteran Gigi. 1995. Terjemahan EGC.


2. Academy of Prosthodontics. The Glossary of Prosthodontics terms. Vol 93 No 1.
2005. The Journal of Prosthetic Dentistry.
3. AO Rahn, CM Heartwell. Textbook of Complete Dentures. 5th ed, 1993. Lea &
Febiger Pub, London.
4. Zarb GA, Bolender CL, Carlsson GE. Boucher’s Prosthodontic Treatment for
Edentulous patients. 11th ed, 1997.
5. Watt DM; MacGregor AR. Designing Complete Denture. WB Saunders.
6. MacEntee MI. Complete Dentures: A Clinical Pathway. 1999. Quintessences
7. Neill DJ; Nairn RI. Complete Denture Prosthetics. 3rd ed. 1990. Butterworth-
Heinemann
8. JA Hobkirk. A Colour Atlas of Complete Dentures. Wolfe.
9. Grant AA; Heath JR; McCord JF. Complete Prosthodontics: Problems, Diagnosis and
Management. 1994. Wolfe
10. Basker RM; Davenport JC. Prosthetic treatment of the edentulous patient. 4th ed.
2002. Blackwell.
11. Little JW; Falace DA; Miller CS; Rhodus NL. Dental Management of the medically
compromised patient. 7th ed, 2008. Mosby Elsevier.
12. Pedersen PH; Harald L. Textbook of Geriatric Dentistry. 2nd ed. 1996. Munksgaard.
13. Lamster IB. Improving Oral Health for the elderly: an Interdiscplinary Approach.
2008. Springer
14. WE McDevitt. Anatomi Fungsional dari Sistem Pengunyahan (Functional Anatomy of
the Masticatory System). 1992. Terjemahan EGC.
15. DM Watt, AR MacGregor. Membuat Desain Gigi Tiruan Lengkap (Designing
Complete Dentures). 1992. Terjemahan Hipokrates.
16. Ny. Itjiningsih WH, drg. Gigi Tiruan Lepas Lengkap. 1996. EGC
17. Muraoka H. A Colour Atlas of Complete Denture Fabrication: A Clinical Techniques
Using Interim Dentures. 1989. Quintessence.
18. Morrow RM; Rudd KD; Eissmann HF. Dental Laboratory Procedures:Complete
Dentures. Vol 1. 1980.
19. JP Okeson. Management of Temporomandibular Disorders & Occlusion. 2nd ed,
1989. MOSBY.
20. PE Dawson. Evaluation, Diagnosis & Treatment of Occlusal Problems. 1974. MOSBY.
21. Ramfjord, Ash. Occlusion. 3rd ed, 1983. SAUNDERS.
22. RE Jordan et al. Kraus’s Dental Anatomy & Occlusion. 2nd ed, 1992. MOSBY.
23. AP Howat; Capp NJ; Barret NVJ. A Colour Atlas of Occlusion & Malocclusion. 1991.
WOLFE.

69

Anda mungkin juga menyukai