Neuropati Diabetik
Neuropati Diabetik
NEUROPATI DIABETIK
Pembimbing :
dr. Mukhdiar Kasim, SpS
Disusun Oleh :
Annisha Kartika (110.2010.029)
LATAR BELAKANG
Manifestasi neuropati diabetik bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala
dan hanya bisa terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan
nyeri yang hebat. Bisa juga keluhan dalam bentuk neuropati local atau sistemik,
yang semua itu bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi.
A. Diffuse
1. Distal symmetric sensorimotor polyneuropathy
2. Autonomic neuropathy (neuropati Saraf otonom)
a. Sudomotor
b. Cardiovascular
c. Gastrointestinal
d. Genitourinary
3. Symmetric proximal lower limb motor neuropathy (amyotrophy)
B. Focal
1. Cranial neuropathy
2. Radiculopathy / plexopathy
3. Entrapment neuropathy
4. Asymmetric lower limb motor neuropathy (amyotrophy)
A. Difus
1. Symmetric Polyneuropathy
Bentuk ini paling banyak dijumpai dengan gejala-gejala yang sifatnya simetris
dan berlangsung kronis. Pada permulaan biasanya gangguan pada serabut-serabut
halus (small fiber) ditemukan gejala sensibilitas, dapat berupa parestesi, rasa tebal,
rasa nyeri, rasa panas seperti terbakar dan rasa keram pada bagian distal tungkai.
Hipalgesia/analgesia dapat berupa sarung tangan atau kaos kaki dan kondisi
seperti ini memudahkan terjadinya trauma / ulkus pada kaki.
Degenerasi serabut-serabut kasar (large fiber) menyebabkan gangguan
proprioseptif seperti berkurangnya rasa vibrasi / gangguan rasa posisi dapat pula
ditemukan, kadang-kadang ataksi dapat dijumpai dan bentuk ini mirip dengan
tabes dorsalis, dikenal dengan Diabetic Pseudotabes. Lebih jauh bisa pula timbul
kelainan motorik seperti atrofi, refleks tendo menurun sampai menghilang pada
bagian distal dari ekstremitas. Selanjutnya dapat terjadi autonomic neuropathy
dengan gejala impotensi pada pria dan hypotonic neurogenic bladder.
Kadang-kadang bisa dijumpai rasa nyeri didaerah belakang tubuh / trunkus
dan menyebar pada abdomen dan toraks tanpa kelemahan otot. Keadaan ini
disebut sebagai truncal neuropathy. Keadaan ini sering terdapat pada diabetes
yang lama dan umur lanjut. Ada anggapan bahwa rasa nyeri ini mempunyai sifat
“self limited”
b. Sistem pencernaan
- Gangguan pengecap : daya pengecap berkurang dapat diukur dengan
Elektrogustometer
- Kelemahan peristaltik, gejala dapat berupa : disfagia, panas di ulu hati,
muntah-muntah dan pengosongan lambung yang terlambat yang dikenal
dengan gastroparesis.
- Disamping itu bisa pula terjadi diare yang intermitten
(diabetic - Diarrhea)
c. Sistem urogenitalia
- Disfungsi Bladder : berupa Hypotonic neurogenic bladder dengan
gejala disuria, retensio urine; insidens 14 - 82% dari penderita diabetes.
- Disfungsi seksual : Impotensia, insidens sekitar 35 - 75%. Gejala dini
dapat berupa gangguan ereksi yang berjalan pelan dan gangguan
ejakulasi.Pada impotensia diabetik biasanya kadar prolaktin,
gonadotropin testoteron normal sehingga pemberian testoteron tidak
ada pengaruhnya.
3. Simetric proximal lower limb motor neuropathy (amyotrophy) atau disebut juga
sebagai proximal neuropathy.
Menurut Asbury, proximal neuropati merupakan variasi diabetik radikulopati,
yakni kelemahan pada otot dari pelvic girdle yang terjadi secara pelan-pelan
dalam beberapa hari atau minggu. Gejala awal berupa timbulnya rasa nyeri
seakan-akan ditusuk pisau di daerah lumbosakral dan meluas ke paha secara
simetris bilateral. Lebih jauh bisa timbul kelemahan otot femoral sampai atrofi
sehingga penderita kalau jalan sering jatuh.
Bisa pula gejala-gejala timbul asimetri yang dikenal dengan asimetrik / “focal
peripheral neuropathy”. Adanya atrofi ini menyebabkan keadaan ini disebut pula
sebagai “diabetic amyotrophy” oleh karena ada anggapan bahwa lesi terdapat
pada kornu anterior. Ada pula yang menyebut sebagai femoral neuropathy atau
sacral plexopathy.
Biasanya proximal neuropathy dijumpai pada penderita diabetes yang berumur 50
tahun ke atas, dimana terdapat penurunan berat badan yang menyolok dan
gangguan metabolik yang hebat. Otot yang sering diserang ialah kuadriceps
femoris, ileopsoas dan abduktur paha. Laki-laki lebih banyak dijumpai daripada
perempuan dan dijumpai pada penderita dengan kontrol gula yang jelek.
Prognosa baik bila gangguan metabolik dikoreksi pada waktunya
B. Fokal
1.Cranial Neuropathy
Keterlibatan saraf kranial paling sering ialah nervus okulomotorius menyusul
nervus abducens dan nervus fasialis, kadang-kdang dapat pula mengenai nervus
throchlearis dan N.akustis. Kadang-kadang dapat terjadi lebih dari pada satu
urat saraf yang dikenal sebagai poli-mononeuropati. Gejala-gejala biasanya
berupa nyeri bola mata, diplopia dan ptosis. Biasanya penyebab ialah oklusi
vasanervosum. Prognosis biasanya baik, perbaikan nyata dalam 6 sampai 8
minggu.
2. Radiculopathy
Bisa berupa brachial dan lumbar plexopathy. Nyeri radikuler dan anestesia
mengikuti dermatom. Biasa dijumpai pada penderita diabetes yang umur tua.
3. Compression Neuropathy.
Carpal tunnel syndrome, ulnar nerve entrapment dan gejala-gejala yang mirip
dengan herniasi diskus sering ditemukan. Oleh karena mengenai satu urat saraf
maka disebut pula sebagai mononeuropati diabetik. Gejala utama ialah rasa
nyeri sepanjang persarafan yang terkena dan paresis. Mononeuropathy, urat
saraf yang paling sering terkena ialah N.iskhiadikus, N.medianus dan N.ulnaris.
a. Grade 1 (Neuropraksia)
Kerusakan yang paling ringan, terjadi blok fokal hantaran saraf, gangguan umumnya
secara fisiologis, struktur saraf baik. Karena tidak terputusnya kontinuitas
aksoplasmik sehingga tidak terjadi degenerasi wallerian. Pemulihan komplit terjadi
dalam waktu 1 – 2 bulan.
b. Grade II (aksonometsis)
Kerusakan pada akson tetapi membrana basalis (Schwann cell tube), perineurium dan
epineurium masih utuh. Terjadi degenerasi wallerian di distal sampai lesi, diikutu
dengan regenerasi aksonal yang berlangsung 1 inch per bulan. Regenerasi bisa tidak
sempurna seperti pada orang tua.
c. Grade III
Seperti pada grade II ditambah dengan terputusnya membrana basalis (Schwann cell
tube). Regenerasi terjadi tetapi banyak akson akan terblok oleh skar endoneurial.
Pemulihan tidak sempurna.
d. Grade IV
Obliterasi endoneurium dan perineurium dengan skar menyebabkan kontinuitas saraf
berbagai derajat tetapi hambatan regenerasi komplit.
e. Grade V
Saraf terputus total, sehingga memerlukan operasi untuk penyembuhan.
f. Grade VI
Kombinasi dari grade II-IV dan hanya bisa didiagnosa dengan pembedahan.
V. PATOFISIOLOGI NEUROPATI DIABETIK
1. Teori metabolik
Hiperglikemi menyebabkan peningkatan glukosa ekstraseluler neuron, penting untuk
saturasi jalur glikolitik normal. Glukosa ekstrasel dilangsir ke dalam jalur polyol dan
dirubah menjadi sorbitol dan fruktosa oleh enzim aldose reduktase dan sorbitol
dehidrogenase. Penimbunan sorbitol dan fruktosa menimbulkan penurunan
mioinositol (myo-inositol depletion) dan menurunkan aktifitas Na+/ K+ membrane,
menggagalkan transport aksonal, kerusakan struktural sarafnya (edema paranodal,
atrofi akson dan degenerasi serabut saraf) yang menyebabkan perambatan potensi aksi
abnormal.
2. Teori vaskuler
Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan
kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas
oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat
kerusakan endotel vaskular dan menetralisir NO, yang berefek menghalangi
vasodilatasi mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat
melalui penebalan membrana basalis, trombosis pada atreriol intraneural, peningkatan
agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit; berkurangnya aliran
darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular; stasis aksonal, pembengkakan dan
demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian neuropati yang didasari oleh
kelainan vaskular masih bisa dicegah dengan modifikasi faktor resiko kardiovaskular,
yaitu kadar trigliserida yang tinggi, indeks massa tubuh, merokok dan hipertensi.
3. Teori autoimun
Suatu penelitian menunjukkan bahwa 22% dari 120 penyandang DM tipe 1 memiliki
complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25 % DM tipe 2 memperlihatkan
hasil yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa antibodi tersebut berperan paa
patogenesis neuropati diabetik. Bukti lain yang menyokong peran antibodi dalam
mekanisme patogenik neuropati diabetik adalah adanya antineural antibodies pada
serum sebagian penyandang DM. Autoantibodi yang beredar ini secara langsung
dapat merusak struktur saraf motorik dan sensorik yang bisa dideteksi dengan
imunofloresens indirek. Disamping itu adanya penumpukan antibodi dan komplemen
pada berbagai komponen saraf suralis memperlihatkan kemungkinan peran prses
imun pada patogenesis neuropati diabetik.
Proses patologi
Secara morfologik kelainan sel saraf pada neuropati diabetik ini terdapat pada
sel-sel Schwann selain mielin dan akson. Kelainan yang terjadi terutama tergantung
pada derajat dan lamanya mengidap DM. Perubahan patologis dasar dalam
hubungannya dengan patofisiologi neuropati meliputi :
a. Demielinisasi Segmental
Segmen – segmen internodal saraf perifer mengalami demielinisasi, sedang
akson masih dalam keadaan utuh. Meskipun demielinisasi telah terjadi secara luas,
namun seringkali aksonnya tidak mengalami perubahan degeneratif.
Seringkali setelah mengalami demielinisasi, serabut saraf menunjukkan
adanya proses regenerasi berupa remielinisasi, jumlah sel Schwan akan bertambah
banyak. Jika proses patologis tersebut berlangsung secara kronis dengan proses
demielinisasi dan remielinisasi yang berulang-ulang, akan terjadi proliferasi yang
konsentrik dari sel Schwan, sehingga terbentuk satu struktur seperti lapisan bawang
merah yang disebut onion bulb, yang dengan palpasi akan teraba benjolan-benjolan
pada saraf.
Perbaikan fungsi cepat karena tidak terjadi kerusakan akson.
b. Degenerasi aksonal
Degenerasi pada bagian distal akson saraf perifer dan beberapa tempat ujung
akson sentral kolumna posterior medulla spinalis. Penyebab degenerasi aksonal
berupa gangguan nutrisi, metabolik atau toksik sehingga mengakibatkan gangguan
metabolisme badan sel, transpor aksonal serta fungsi-fungsi lainnya. Bagian ujung
distal akson yang pertama mengalami degenerasi dan apabila proses terus berlanjut
degenerasi akan berjalan ke arah proksimal. Proses ini menimbulkan suatu keadaan
yang dikenal sebagai dying back neuropathy.
c. Degenerasi Wallerian
Suatu trauma mekanik, khemis, termis ataupun iskemik lokal yang menyebabkan
terputusnya satu serabut saraf secara mekanik, akan diikuti oleh suatu proses
degenerasi aksonal di sebelah distal tempat terjadinya perlukaan, yang kemudian
diikuti terputusnya mielin secara sekunder. Proses tersebut dikenal sebagai degenerasi
Wallerian. Kelainan mulai timbul antara 12-36 jam setelah terjadi perlukaan saraf.
Perubahan awal didapatkan pada akson yang terletak di dalam atau di sekitar nodus
ranvier sepanjang saraf disebelah distal dari tempat perlukaan. Perubahan yang sama
juga terjadi pada akson disekeliling nodus Ranvier tepat disebelah proksimal dari
tempat perlukaan. Sel schwann pada bagian ini akan mengalami proliferasi hebat.
Makrofag endoneuron akan membantu sel Schwann dalam menghancurkan mielin
yang rusak
VI. DIAGNOSIS NEUROPATI DIABETIK
Pendekatan Diagnostik neuropati Diabetik.
Diagnosa didasarkan pada adanya gejala neuropati pada seorang penderita diabetes
dimana semua penyebab lain dari neuropati selain diabetes dapat disingkirkan.
Sampai saat ini belum ada test klinis spesifik yang dapat memastikan neuropati
diabetik.
Kriteria Diagnosa neuropati Diabetik :
Minimal didapat kelainan melalui pemeriksaan di bawah ini :
1.Gejala klinis
2.Pemeriksaan klinis
3.Pemeriksaan Elektrodiagnostik
4.Test sensoris kuantitatif (suhu dan vibrasi)
5.Test fungsi otonom
1. Gejala Klinis
Berdasarkan anamnese :
a. Sensorik : rasa baal, rasa panas, rasa terbakar, rasa kesemutan, rasa kesetrum,
Alodonia, gambaran seperti sarung tangan/kos kaki
b. Keluhan motorik : tungkai / lengan kurang kuat, sering jatuh, sulit naik tangga,
sulit bangkit dari kursi, sulit buka stoples dll.
c. Keluhan otonom :
- gangguan berkeringat
- gangguan/disfungsi seksual : gangguan ereksi, sulit orgasme
- diarrhea
- sulit adaptasi dalam gelap dan terang
- keluhan hipotensi ortostatik
2. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan pada neuropati diabetik yaitu pemeriksaan fisik, dimana diperiksa
tekanna darah, denyut jantung, kekuatan otot, refleks, dan raba halus. Pemeriksaan
kaki yang komprehensif
a. Inspeksi: ulserasi pada kaki dan Charcot Joint
b. Pemeriksaan Neurologik :
- Pemeriksaan motorik didapat kelemahan tipe LMN
- Pemeriksaan sensorik didapat gambaran kos kaki/sarung tangan untuk rasa
nyeri/suhu
- Gangguan vibrasi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Periksa laboratorium untuk mengetahui apakah gula darah dan HbA1c pada diabetes
tidak terkontrol dengan baik atau yang belum diketahui.
4. Pemeriksaan Imaging
CT mielogram adalah suatu pemeriksaan alternative untuk menyingkirkan lesi
kompresi dan keadaan patologis lain di kanalis spinalis pada
radikulopleksopati lumbosakral dan neuropati torakoabdominal.
MRI digunakan untuk menyingkirkan aneurisma intracranial, lesi kompresi
dan infark pada kelumpuhan n. okulomotorius
5. Pemeriksaan elektrodiagnostik
ENMG (Elektroneuromiografi) : meliputi kecepatan hantar saraf motorik/sensorik
(KHSM/KHSS) kelainan hantar saraf menggambarkan kehilangan serabut saraf yang
bermielin yang berdiameter besar.
6. Tes Sensoris kuantitatif : untuk vibrasi dan suhu dikenal dengan Quantitative
Sensoric testing (QST).
QST adalah tehnik untuk mengukur intensitas rangsangan yang diperlukan untuk
memberi persepsi sensorik khas dimana sifat fisik serta intensitas diketahui secara
tepat.
b. Eye
Dark-adapted pupil size after total parasimpathetic testing
c. Sudomotor
- Thermoregulatory sweat test (semikuantitatif) : Penderita dibedaki dengan bedak
indikator yang menjadi ungu bila basah
- Potensial kulit : Potensial kulit dapat direkam dengan alat EMG terutama dari
telapak tangan dan telapak kaki
- Sweat imprint quantitation : Rangsangan kulit dengan pilocarpin, diperhatikan
tetesan keringat baik diameter maupun distribusinya.
- Quantitative Sudomotor Axon reflex test (QSART) : Mengukur respons keringat
setelah dirangsang dengan transcutaneus iontoforesis dari asetil kholin.
Jaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah trauma
berulang pada neuropati kompresi.
Terapi Medikamentosa
Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya bersifat simtomatis, dilakukan dengan
memberikan obat yang bekerja sesuai mekanisme yang mendasari keluhan nyeri
tersebut. Pendekatan nonfarmakologis termasuk edukasi sangat diperlukan, mengingat
perbaikan total sulit bisa dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Asbury, A.K. and Bird, S.J : Disorders of Peripheral nerve, in : Diseases of Nervous
System, Clinical Neurobiology 2nd , W.B. Saunders Philadelphia 1992.
Beers, M.H. and Berkow, R. : Endocrine and metabolic Disorders in : The Merck
manual 17th ed. (centennial Ed). Merck research lab. 1999.
Greene, D.A; Stevens, M.J. and feldman, E.L : Diabetic neuropathy : Scope of
Syndrome : in Symposium Diabetic Neuropathy : progress in Diagnosis and
Treatment. The American Journal of Medicine, vol. 107, 1999
W. Sudoyo, Aru et all. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid ke III. Interna
Publishing. Jakarta : 2009