Anda di halaman 1dari 15

GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI

A. DEFINISI
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Pembuangan
dapat melalui urine atau bowel. (Tarwoto&Wartonah, 2006)

B. KLASIFIKASI ELIMINASI
1. Eliminasi Urine
a. Konsep dasar
BAK / MIKSI adalah suatu proses pengosongan kandung kencing.
Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK adalah
Suatu keadaan dimana terganggunya proses mekanisme tubuh untuk memenuhi kebutuhan
eliminasi BAK atau pengosongan kandung kencing secara normal.
Eliminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat
bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder, dan uretra.
Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urine. Ureter mengalirkan urine kebladder.
Dalam bladder ditampung sampai mencapai batas tertentu yang kemudian dikeluarkan melalui
uretra.
b. Refleks Miksi
Kandung kemih dipersarafi oleh saraf sakral 2 (S-2) dan sakral 3 (S-3). Saraf sensorik
dari kandung kemih dikirimkan ke medula spinalis bagian sakral 2 sampai dengan sakral 4
kemudian diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirimkan sinyal
kepada otot kandung kemih (destrusor) untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi
spinter interna relaksasi dan spinter eksterna yang dibawah kontrol kesadaran akan berperan.
Apakah mau miksi atau ditahan/ditunda. Pada saat miksi otot abdominal berkontraksi bersama
meningkatnya otot kandung kemih. Biasanya tidak lebih dari 10 ml urine tersisa dalam kandung
kemih yang disebut urine residu.
c. Pola eliminasi urine normal
Pola eliminasi urine sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja,
makan atau bangun tidur. Normalnya miksi dalam sehari sekitar 5 kali.
d. Karakteristik urine normal
Warna urine normal adalah kuning terang karena adanya pigmen urochrome. Namun
demikian, warna urine tergantung pada intake cairan, keadaan dehidrasi konsentrasinya menjadi
lebih pekat dan kecoklatan, penggunaan obat-obat tertentu seperti multivitamin dan preparat besi
maka urine akan berubah menjadi kemerahan sampai kehitaman.
Bau urine normal adalah bau khas amoniak yang merupakan hasil pemecahan urea oleh
bakteri. Pemberian pengobatan akan memengaruhi bau urine.
Jumlah urine yang dikeluarkan tergantung pada usia, intake cairan dan status kesehatan.
Pada orang dewasa sekitar 1.200 sampai 1.500 ml per hari atau 150 sampai 600 ml per sekali
miksi.
e. Faktor – faktor yang memengaruhi eliminasi urine
1) Pertumbuhan dan perkembangan
Usia dan berat badan dapat memengaruhi jumlah pengeluaran urine. Pada usia lanjut
volume bladder berkurang, demikian juga wanita hamil sehingga frekuensi berkemih juga akan
lebih sering.
2) Sosiokultural
Budaya masyarakat di mana sebagian masyarakat hanya dapat miksi pada tempat tertutup
dan sebaliknya ada masyarakat yang dapat miksi pada lokasi terbuka.

3) Psikologis
Pada keadaan cemas dan stres akan meningkatkan stimulasi berkemih.
4) Kebiasaan seseorang
Misalnya seseorang hanya bisa berkemih di toilet, sehingga ia tidak dapat berkemih
dengan menggunakan pot urine.
5) Tonus otot
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot bladder, otot abdomen, dan pelvis untuk
berkontraksi. Jika ada gangguan tonus, otot dorongan untuk berkemih juga akan berkurang.
6) Intake cairan dan makanan
Alkohol menghambat Anti Diuretik Hormon (ADH) untuk meningkatkan pembuangan
urine. Kopi, teh, coklat, cola (mengandung kafein) dapat meningkatkan pembuangan dan
ekskresi urine.
7) Kondisi penyakit
Pada pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi urine karena banyak cairan
yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ kemih menimbulkan retensi urine.
8) Pembedahan
Penggunaan anestesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi urine akan
menurun.
9) Pengobatan
Penggunaan diuretik meningkatkan output urine, antikolinergik, dan antihipertensi
menimbulkan retensi urine.
10) Pemeriksaan diagnostik
Intravenus pyelogram di mana pasien dibatasi intake sebelum prosedur untuk mengurangi
output urine. Cystocospy dapat menimbulkan edema lokal pada uretra, spasme pada spinter
bladder sehingga dapat menimbulkan urine.

f. Etiologi
Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK disebabkan oleh :
1) Obstruksi
2) Infeksi
3) Calculi
4) Pertumbuhan jaringan yang abnormal
5) Masalah sistemik

g. Masalah-masalah eliminasi urine


1) Retensi urine
Merupakan penumpukan urine dalam bladder dan ketidakmampuan bladder untuk
mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi bladder adalah urine yang terdapat dalam
bladder melebihi 400 ml. Normalnya adalah 250-400 ml.
2) Inkontinensia urine
Adalah ketidakmampuan otot spinter eksternal sementara atau menetap untuk
mengontrol ekskresi urine. Ada dua jenis inkontinensia : pertama, stres inkontinensia yaitu stres
yang terjadi pada saat tekanan intra-abdomen meningkat seperti pada saat batuk atau tertawa.
Kedua, urge inkontinensia yaitu inkontinensia yang terjadi saat klien terdesak ingin berkemih,
hal ini terjadi akibat infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme bladder.
3) Enurisis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) ntuyan uang diakibatkan
ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna. Biasanya terjadi pada anak-anak atau
pada orang jompo.
h. Tanda dan gejala
Tanda Gangguan Eliminasi urin
1) Retensi Urin
a) Ketidak nyamanan daerah pubis
b) Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih
c) Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
d) Meningkatnya keinginan berkemih dan resah
e) Ketidaksanggupan untuk berkemih
2) Inkontinensia urin
a) Pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di WC
b) pasien sering mengompol
i. Perubahan pola berkemih
1) Frekuensi : meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang meningkat, biasanya
terjadi pada cystitis, stres dan wanita hamil.
2) Urgency : perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak karena
kemampuan spinter untuk mengontrol berkurang.
3) Dysuria : rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi saluran kemih, trauma
dan striktur uretra.
4) Polyuria (diuresis) : produksi urine melebihi normal, tanpa peningkatan intake cairan misalnya
pada pasien DM.
5) Urinary suppression : keadaan di mana ginjal tidak memproduksi urine secara tiba-tiba. Anuria
(urine kurang dari 100 ml/24 jam), olyguria (urine berkisar 100-500 ml/jam).
j. Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Eliminasi Urine
1) Pengkajian
a) Riwayat Keperawatan
(1) Pola berkemih
(2) Gejala dari perubahan berkemih
(3) Faktor yang memengaruhi berkemih
b) Pemeriksaan fisik
(1) Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder, pembesaran ginjal, nyeri
tekan, tenderness, bising usus.
(2) Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan vagina.
(3) Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran skrotum.
c) Intake dan output cairan
(1) Kaji intake dan ouput cairan dalam sehari (24 jam)
(2) Kebiasaan minum dirumah
(3) Intake : cairan infus, oral, makanan, NGT
(4) Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan.
(5) Output urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sistostomi.
(6) Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.
d) Pemeriksaan diagnostik
(1) Pemeriksaan urine (urinalisis)
(a) Warna : (N : jernih)
(b) Penampilan : (N : jernih)
(c) Bau (N : beraroma)
(d) pH : (N : 4,5-8,0)
(e) Berat jenis (N : 1,005 – 1,030)
(f) Glukosa (N : negatif)
(g) Keton (N : negatif)
(2) Kultur urine (N: kuman patogen negatif)
2) Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan pola eliminasi urine : inkontinensia
(1) Definisi : kondisi di mana seseorang tidak mampu mengendalikan pengeluaran urine.
(2) Kemungkinan berhubungan dengan :
(a) Gangguan neuromuskuler
(b) Spasme bladder
(c) Trauma pelvic
(d) Infeksi saluran kemih
(e) Trauma medulla spinalis
(3) Kemungkinan data yang ditemukan :
(a) Inkontinensia
(b) Keinginan berkemih yang segera
(c) Sering ke toilet
(d) Menghindari minum
(e) Spasme bladder
(f) Setiap berkemih kurang gizi dari 100 ml atau lebih dari 550 ml.
(4) Tujuan yang diharapkan :
(a) Klien dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4 jam.
(b) Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urine.
(c) Klien berkemih dalam keadaan rileks
(5) Intervensi
Intervensi Rasional
1. Monitor keadaan bladder setiap 2 Rasional : membantu mencegah
jam distensi atau komplikasi
2. Tingkatkan aktivitas dengan Rasional : meningkatkan kekuatan
kolaborasi dokter/fisioterapi otot ginjal dan fungsi bladder.
3. Kolaborasi dalam bladder training Rasional : menguatkan otot dasar
pelvis
4. Hindari faktor pencetus Rasional : mengurangi /
inkontinensia urine seperti cemas menghindari inkontinensia
5. Kolaborasi dengan dokter dalam Rasional : mengatasi faktor
pengobatan dan kateterisasi penyebab

6. Jelaskan tentang : Rasional : meningkatkan


 Pengobatan pengetahuan dan diharapkan
 Kateter pasien lebih kooperatif.

 Penyebab
 Tindakan lainnya

b) Retensi urine
(1) Definisi : kondisi di mana seseorang tidak mampu mengosongkan bladder secara tuntas.
(2) Kemungkinan berhubungan dengan :
(a) Obstruksi mekanik
(b) Pembesaran prostat
(c) Trauma
(d) Pembedahan
(e) Kehamilan
(3) Kemungkinan data yang ditemukan :
(a) Tidak tuntasnya pengeluaran urine
(b) Distensi bladder
(c) Hipertropi prostat
(d) Kanker
(e) Infeksi saluran kemih
(f) Pembedahan besar abdomen
(4) Tujuan yang diharapkan :
(a) Pasien dapat mengontrol pengeluaran bladder setiap 4 jam
(b) Tanda dan gejala retensi urine tidak ada
(5) Intervensi
Intervensi Rasional
1. Monitor keadaan bladder setiap 2 Rasional : Menentukan masalah
jam
2. Ukur intake dan output cairan Rasional : memonitor
setiap 4 jam keseimbangan cairan
3. Berikan cairan 2.000 ml/hari Rasional : menjaga defisit cairan
dengan kolaborasi
4. Kurangi minum setelah jam 6 Rasional : mencegah nokturia
malam
5. Kaji dan monitor analisis urine Rasional : membantu memonitor
elektrolit dan berat badan keseimbangan cairan
6. Lakukan latihan pergerakan Rasional : meningkatkan fungsi
ginjal dan bladder
7. Lakukan relaksasi ketika duduk Rasional : relaksasi pikiran dapat
berkemih meningkatkan kemampuan
berkemih.
8. Ajarkan teknik latihan dengan Rasional : menguatkan otot pelvis
kolaborasi dokter/fisioterapi
9. Kolaborasi dalam pemasangan Rasional : mengeluarkan urine
kateter
2. Eliminasi Bowel
a. Konsep Dasar
1) Anatomi dan Fisiologis
a) Saluran gastrointestinal bagian atas
Makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dan kimiawi di mulut dan dilambung
dengan bantuan enzim, asam lambung. Selanjutnya makanan yang sudah dalam bentuk chyme
didorong ke usus halus.
b) Saluran gastrointestinal bagian bawah
Saluran gastrointestinal bawah meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri atas
duodenum, jejenum, dan ileum yang panjangnya kira-kira 6 meter dan diameter 2,5 cm. Usus
besar terdiri atas cecum, colon dan rectum yang kemudian bermuara pada anus. Panjang usus
besar sekitar 1,5 meter dan diameternya kira-kira 6 cm. Usus menerima zat makanan yang sudah
berbentuk chyme (setengah padat) dari lambung untuk mengabsorbsi air, nutrien dan elektrolit.
Usus sendiri mensekresi mucus, potassium, bikarbonat, dan enzim.
Chyme bergerak karena adanya peristaltik usus dan akan berkumpul menjadi feses di
usus besar. Dari makan sampai mencapai rektum normalnya diperlukan waktu 12 jam. Gerakan
kolon terbagi menjadi tiga bagian, yaitu haustral shuffing adalah gerakan mencampur chyme
untuk membantu absorpsi air, kontraksi haustral adalah gerakan untuk mendorong materi cair
dan semipadat sepanjang kolon, gerakan peristaltik adalah berupa gelombang, gerakan maju ke
anus.
2) Proses Defekasi
Defekasi adalah proses atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal
dari saluran pencernaan melalui anus.
Dalam proses defekasi terjadi dua macam refleks yaitu :

a) Refleks defekasi intrinsik


Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi distensi rektum,
yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan
peristaltik. Setelah feses tiba di anus, secara sistematis spinter interna relaksasi maka terjadilah
defekasi.
b) Relfeks defekasi parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum Feses yang masuk ke
rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid
dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi spinter internal, maka terjadilah
defekasi.
Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diafragma dan
kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Gas
yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak
adalah CO2, metana, H2, S2, O2 dan nitrogen.
Feses terdiri atas 75% air dan 25% materi padat. Feses normal berwarna coklat karena
pengaruh sterkobilin, mobilin dan aktivitas bakteri. Bau khas karena pengaruh dari
mikroorganisme. Konsistensi lembek namun berbentuk.
b. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Proses Defekasi
1) Usia
Pada usia bayi kontrol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut kontrol defekasi
menurun.
2) Diet
Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk ke dalam
tubuh juga memengaruhi proses defekasi.

3) Intake cairan
Intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena
absorpsi cairan yang meningkat.
4) Aktivitas
Tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma akan sangat membantu proses defekasi. Gerakan
peristaltik akan memudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon.
5) Fisiologis
Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltik, sehingga menyebabkan diare.
6) Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan diare dan konstipasi.
7) Gaya hidup
Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar
dan kebiasaan menahan buang air besar.
8) Prosedur diagnostik
Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostik biasanya dipuasakan atau dilakukan klisma
dahulu agar tidak dapat buang air besar kecuali setelah makan.
9) Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi.
10) Anastesi dan pembedahan
Anestesi umum dapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-kadang dapat
menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung selama 24-48 jam.
11) Nyeri
Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis, episiotomi
akan mengurangi keinginan untuk buang air besar.
12) Kerusakan sensorik dan motorik
Kerusakan spinal cord dan injuri kepala akan menimbulkan penurunan stimulus sensorik untuk
defekasi.

c. Masalah - masalah Umum yang terjadi eliminasi bowel


1) Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi
mengalami statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja
yang keluar jadi terlalu kering dan keras.
2) Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami
pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mula
dan muntah.
3) Inkontinensia usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan
dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini
juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk
mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
4) Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas
berlebihan dalam lambung atau usus.
5) Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai
akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan
saat defekasi dan lain-lain.

6) Fecal Impaction
Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang diakibatkan oleh
retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah
asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.

d. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Eliminasi Bowel

1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
1) Pola defekasi : frekuensi, pernah berubah.
2) Perilaku defekasi : penggunaan laksatif, cara mempertahankan pola.
3) Deskripsi feses : warna, bau, dan tekstur.
4) Diet : makanan yang mempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan, makanan yang
dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak.
5) Cairan : jumlah dan jenis minuman/hari
6) Aktivitas : kegiatan sehari-hari
7) Kegiatan yang spesifik.
8) Penggunaan medikasi : obat-obatan yang memengaruhi defekasi.
9) Stress : stress berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau bagaimana
menerima.
10) Pembedahan/penyakit menetap.
b. Pemeriksaan Fisik
 Abdomen : distensi, simetris, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut, tenderness.
 Rektum dan anus : tanda-tanda inflamasi, perubahan warna, lesi, fistula, hemorroid, adanya
massa, tenderness.
c. Keadaan Feses
Konsistensi, bentuk, bau, warna, jumlah, unsur abnormal dalam feses : lendir.
d. Pemeriksaan Diagnostik
 Anuskopi
 Proktosigmoidoskopi
 Rontgen dengan kontras

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


a. Gangguan eliminasi : konstipasi (aktual/risiko)
Definisi : kondisi dimana seseorang mengalami perubahan pola yang normal dalam berdefikasi
dengan karakteristik menurunnya frekuensi buang air besar dan feses yang keras.
Kemungkinan berhubungan dengan :
 Imobilisasi
 Menurunnya aktivitas fisik
 Ileus
 Stress
 Kurang privasi
 Menurunnya mobilitas intestinal
 Perubahan atau pembatasan diet
Kemungkinan data yang ditemukan :
 Menurunnya bising usus
 Mual
 Nyeri abdomen
 Adanya massa pada abdomen bagian kiri bawah
 Perubahan konsistensi feses, frekuensi buang air besar.
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :
 Anemia
 Hipotiroidisme
 Dialisa ginjal
 Pembedahan abdomen
 Paralisis
 Cedera spinal cord
 Imobilisasi yang lama
Tujuan yang diharapkan :
 Pasien kembali ke pola normal dari fungsi bowel
 Terjadi perubahan pola hidup untuk menurunkan faktor penyebab konstipasi.
Intervensi
1) Catat dan kaji kembali warna, konsistensi, jumlah dan waktu buang air besar.
Rasional : pengkajian dasar untuk mengetahui adanya masalah bowel.
2) Kaji dan catat pergerakan usus
Rasional : deteksi dini penyebab konstipasi
3) Jika terjadi fecal impaction :
 Lakukan pengeluaran manual
 Lakukan gliserin klisma
Rasional : membantu mengeluarkan feses
4) Konsultasi dengan dokter tentang :
 Pemberian laksatif
 Enema
 Pengobatan
Rasional : meningkatkan eliminasi
5) Berikan cairan adekuat
Rasional : membantu feses lebih lunak
6) Berikan makanan tinggi serat dan hindari makanan yang banyak mengandung gas dengan
konsultasi bagian gizi
Rasional : menurunkan konstipasi
7) Bantu klien dalam melakukan aktivitas pasif dan aktif
Rasional : meningkatkan pergerakan usus
8) Berikan pendidikan kesehatan tentang :
 Personal hygiene
 Kebiasaan diet
 Cairan dan makanan yang mengandung gas
 Aktivitas
 Kebiasaan buang air besar
Rasional : mengurangi / menghindari inkontinensia

b. Gangguan eliminasi : diare


Definisi : kondisi di mana terjadi perubahan kebiasaan buang air besar dengan karakteristik
feses cairan.
Kemungkinan berhubungan dengan :
 Inflamasi, iritasi dan malabsorbsi
 Pola makan yang salah
 Perubahan proses pencernaan
 Efek samping pengobatan
Kemungkinan data yang ditemukan :
 Feses berbentuk cair
 Meningkatnya frekuensi buang air besar
 Meningkatnya peristaltik usus
 Menurunnya nafsu makan
Kondisi klini kemungkina terjadi pada :
 Peradangan bowel

Anda mungkin juga menyukai