Anda di halaman 1dari 3

Faktor Penyebab Maraknya Korupsi di Indonesia

Oleh Vanya Fahira Dharmawan, 1806207160

Meskipun Indonesia sudah memiliki dasar hukum yang mengatur mengenai


korupsi, peraturan-peraturan ini tidak membuat para koruptor jera. Mereka malah
menjadi-jadi dengan melakukan korupsi secara bersama-sama. Menurut Agus
Oloan, kasus korupsi makin merajalela di Indonesia dikarenakan beberapa faktor.

Faktor pertama, sanksi dan hukuman yang dijatuhkan kepada koruptor tidak
menimbulkan efek jera. “Hukum runcing ke atas tumpul ke bawah”, itulah istilah
yang tepat untuk menggambarkan hokum di negeri kita ini. Maka tidak heran
banyak sekali koruptor yang sudah mengambil uang rakyat-rakyat miskin namun
masih saja mendapat hukuman yang ringan atau dapat menikmati hidup yang enak
walaupun sudah berada di dalam bui.

Faktor kedua, mulai hilangnya budaya malu yang ada di dalam masyarakat
Indonesia. Budaya malu yang tidak ada, mengakibatkan masyarakat jadi permisif
dan bahkan cenderung mudah melupakan pejabat negara yang melakukan korupsi.
Masyarakat jadi pesimis karena para koruptor makin banyak, juga kesempatan
untuk sama-sama melakukan praktek korupsi tetap terbuka lebar.

Faktor ketiga, kurangnya pengalaman nilai etika dan moral oleh


penyelenggara negara. Pada point ini ditujukan oleh lembaga eksekutif, legislatif,
dan yudikatif di Indonesia. Dimana sebagai memimpin merekalah yang seharusnya
membimbing negara ini agar memiliki etika dan moral yang baik. Hal ini
dikarenakan karena kurangnya penerapan etika dan moral di masyarakat.

Faktor keempat, kurangnya ketegasan dalam mempimpin. Selain belum


memberikan penerapan yang baik bagi masyarakat, penyelenggara negara juga
dinilai kurang tegas dalam menyikapi kasus korupsi. Oleh karena itu, korupsi di
Indonesia masih merajalela.

Faktor kelima, proses hukum yang lambat karena kurangnya sinergi antar
lembaga-lembaga. Ketika para penjabat dimintai keterangan mengenai kasus
korupsi, belum tentu mereka mengatakan dengan jujur atau maksimal. Belum lagi
para penjabat yang mangkir saat dipanggil oleh KPK atau ada yang melarikan diri
ke luar negeri. Hal- hal ini yang menghambat kinerja KPK ataupun hakim dan jaksa
untuk menetapkan vonis pada koruptor.

Jadi, naluri seorang manusia memang tidak pernah merasa puas sehingga
ketika kita sudah berada di level atas, kita masih merasa kurang. Namun, rasa belum
kepuasan ini janganlah dijadikan sebagai alasan untuk merugikan orang lain
terutama mengambil hak milik orang lain. Gunakan naluri ini sebagai hal-hal yang
positif, misalnya tidak pernah merasa puas dalam belajar. Jika hal ini diterapkan di
Indonesia, tentu saja akan meningkatkan kesadaran agar tidak melakukan korupsi.
Daftar Pustaka

Prof. Bambang S.L., Ade Sholihat, dan tim revisi. 2017. Buku ajar MPKT A.
Depok: Universitas Indonesia.

Isra, Sardi. 2009. Kekuasaan dan Perilaku Korupsi. Jakarta : PT Kompas Media
Nusantara.

Salama, Nadiatus. 2010. Fenomena Korupsi di Indonesia. Jakarta : IAIN


Walisongo.

Anda mungkin juga menyukai