Anda di halaman 1dari 4

Nepotisme yang selama ini hanya menjadi isu nasional, kini semakin mewabah, dan semakin

merajalela di negara-negara, seperti bangsa dan negara-negara yang dilanda berbagai krisis.
Ini termasuk industri bisnis seperti keuangan dan manufaktur, di mana operasi sehari-hari
untuk pemilik bisnis terpengaruh. Hal ini merupakan tantangan besar bagi ekonomi global
dalam menyikapi perdagangan yang bebas
Meskipun nepotisme masih lazim di masyarakat dan diakui sebagai salah satu jenis korupsi,
penting untuk dicatat bahwa persepsi ini mungkin telah mendistorsi persepsi publik tentang
nepotisme sebagai kekuatan yang merusak, yang nantinya dapat menghambat perkembangan
gerakan antikorupsi. Nepotisme adalah satu - satunya jenis nepotisme yang secara khusus
terkait dengan jenis konflik yang mungkin terjadi ketika orang - orang di kantor publik atau
di media terlibat (Hariyanto , 2012 ). Nepotisme juga dapat didefinisikan sebagai tindakan
ilegal apa pun yang merusak kemampuan suatu negara untuk mengatur dirinya sendiri dengan
cara yang adil bagi rakyatnya , pemerintahnya , dan sekutu rakyatnya. Sebuah pasal TAP
MPR yang membahas maraknya nepotisme misalnya TAP MPR XI/1998 dan TAP MPR
VIII/2001. Namun demikian, tidak ada UU yang aktif menentang nepotisme.
Jenis-jenis nepotisme :
1. Nepotisme diantara anggota keluarga, misalnya pemberian jabatan khusus di instansi
pemerintah yang berasal dari keluarga dekat,
2. Nepotisme College Tribalism, Misalnya pimpinan bisnis menyediakan tempat tinggal
bagi mereka yang berkuliah di perguruan tinggi atau yang memiliki profesi yang
sama.
3. Organizational Tribalism, Misalnya , setelah mencopot jabatan dari daerah ,
pengadilan mempekerjakan orang lain yang berasal dari organisasi yang sama.
4. Institutional Tribalism, Pemimpin kompi Pindah, misalnya, bekerja dengan mengutus
pegawai lain secara bergerombol ke lokasi baru.
5. Ethnical Tribalism, Seperti seorang pembisnis hanya menyediakan akomodasi untuk
orang yang memiliki suku atau kepercayaan yang sama.
Nepotisme disebabkan
1. Koneksi keluarga atau teman: nepotisem dapat terjadi ketika seseorang memiliki
koneksi atau hubungan dengan orang di dalam sebuah organisasi atau instansi, yang
membuat mereka meperoleh kesempatan posisi yang tidak pantas berdasarkan
kualifikasi mereka.
2. Rasa tidak percaya terhadap orang luar: beberapa orang mungkin merasa tidak
nyaman atau tidak percaya terhadap orang luar yang mereka tidak kenal dengan baik.
Sehingga mereka lebih mmemilih untuk memilih orang yang sudah mereka kenal,
untuk mengisi suatu posisi serta mendpatkan kesempatan tertentu.
3. Keinginan untuk mempertahankan kekuasaan: Nepotisme bisa menjadi cara seseorang
mempertahankan kekuasaan dan mengontrol sebuah organisasi atau instansi. Dengan
memilih orang-orang yang mereka kenal dan percayai, mereka dapat memastikan
bahwa kekuasaan dan pengaruh mereka dijaga.
4. Budaya dan tradisi: Terkadang, nepotisme menjadi sebuah budaya dan tradisi dalam
suatu masyarakat atau organisasi. Orang-orang mungkin merasa wajar atau bahkan
diharapkan untuk membantu keluarga atau teman mereka dengan memberikan mereka
kesempatan atau posisi yang lebih baik.
5. Kekurangan sistem dan regulasi yang kuat: Nepotisme dapat terjadi ketika sistem dan
regulasi yang mengatur seleksi karyawan atau pengambilan keputusan tidak kuat atau
tidak diterapkan dengan baik. Hal ini memberikan kesempatan bagi orang-orang yang
memiliki koneksi untuk memanfaatkan situasi dan memperoleh kesempatan atau
posisi yang lebih baik
Selain itu, praktik nekotisme sendiri kerap terjadi dalam memilih PNS Indonesia. Menurut
data KPNA dan reformasi birokrasi, lebih dari 1/3 pegawai negeri sipil di Indonesia adalah
anggota keluarga atau teman dekat pemerintah. Transparency International telah menerbitkan
penelitian tentang nepotisme di bagian lain Asia juga, jadi masalahnya tidak terbatas di
Indonesia saja. Berdasarkan riset yang telah dilakukan oleh Transparency International, hanya
satu dari lima orang di Asia yang menggunakan jaringan privat untuk mengakses layanan
yang lebih baik atau untuk mengatasi masalah yang muncul selama proses instalasi. Hampir
20 % responden mengatakan bahwa mereka telah menggunakan "orang dalam" pada tahun
sebelumnya untuk memperpanjang urusan mereka sendiri di dalam kelas.
Praktik nepotisme juga dapat diamati di lingkungan lain, seperti departemen kepolisian dan
kantor yang menangani dokumen identitas. Sekitar 19 % responden melaporkan menemukan
bukti persekongkolan di dua lokasi yang dipersoalkan. Meskipun persentase pengguna "
orang dalam" di rumah kumuh lebih tinggi dibandingkan dengan kantor pemerintah, namun
tidak ada perbedaan mencolok antara lokasi tersebut dengan tempat berkumpulnya
masyarakat lainnya. Nepotisme sendiri berpotensi menghambat pertumbuhan IPTEK ;
misalnya, kualifikasi yang tidak sesuai dapat menghambat pertumbuhan karena proyek yang
dijalankan mungkin tidak berhasil dilaksanakan dan mungkin tidak memberikan hasil terbaik.
Meskipun sangat disayangkan, hal ini dapat melemahkan kemampuan suatu organisasi atau
kelompok organisasi untuk memecahkan masalah melalui metode inovatif atau dengan
mengembangkan ide - ide baru.
Contoh dampak buruk dari nepotisme secara umum adalah sebagai berikut:
1. Dikriminasi kesempatan pengembagan diri atau karir seseorang
2. Munculnya konflik loyalitas dalam organisasi
3. Ketidakadilan terus menerus yang dirasakan oleh orang lain yang seharusnya
memiliki kesempatan untuk mengembangkan karir
4. Timbulnya pemikiran pragmatisme dalam masyarakat
Meskipun demikian, banyak negara, termasuk Indonesia, telah mengambil strategi untuk
mengatasi masalah ini dengan ditetapkannya undang-undang dan kebijakan yang secara
terbuka melakukan nepotisme dan memberikan penghargaan khusus untuk teman dekat atau
anggota keluarga. Tujuannya adalah untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil dan
kompetitif serta mendorong pertumbuhan dan inovasi IPTEK yang memajukan kemajuan
manusia di berbagai bidang. Dalam mengatasi kasus nepotisme yang berkaitan dengan
pendidikan kewarganegaraan, diperlukan kerja sama dari semua pihak, yaitu pemerintah,
lembaga pendidikan, masyarakat, dan individu yang terlibat. Hal ini dapat menghasilkan
lingkungan pendidikan yang sehat dan berkualitas, serta memberikan manfaat yang lebih
besar bagi masyarakat.
Untuk memerangi dan menghilangkan agenda nepotisme, kami mendorong terciptanya
program - program pendidikan nonformal berbasis sosialisasi yang menyasar masyarakat
luas, mulai dari siswa hingga guru tingkat atas. Sosialisasi tersebut di atas akan fokus pada
keluarga dan meminimalkan nepotisme yang terjadi. Sosialisasi dilakukan setiap tiga bulan
sekali. Mulai dari SMP, strategi sosialisasi diajarkan dengan menggunakan bobot ringan dan
dapat memberikan contoh - contoh permasalahan sederhana , seperti saat siswa kesulitan
memahami pelajaran ujian atau saat teman sekelas perlu diyakinkan bahwa sesuatu itu benar
atau salah. Dalam tingkat sekolah menengah pertama, latihan sosialisasi rutin dilakukan,
seperti kasus di mana seorang siswa harus memilih calon yang memiliki keterampilan dan
ketenangan daripada hanya karena saran guru. Kemudian di bab sosialisasi perguruan tinggi,
studi kasus masalah serius yang muncul terjadi ketika seseorang menjadi ketua organisasi dan
menyarankan agar seseorang yang tidak memenuhi syarat menjadi mentor bagi siswa
terdekat. keterampilan sosial melalui pemahaman bagaimana berpindah dari satu daerah ke
daerah lain yang lebih menantang penting untuk menciptakan karakter yang jelas, mudah
dipahami, dan mudah diidentifikasi. Oleh karena itu, diharapkan dengan melaksanakan
program pendidikan kewarganegaraan yang efektif seperti yang diuraikan di sini, anak - anak
muda dan masyarakat umum akan terbantu untuk memahami pentingnya tanggung jawab
sosial dan keterlibatan masyarakat, serta bagaimana untuk menghindari praktik nepotisme
dan berkontribusi pada pertumbuhan IPTEK. Contoh lain dalam Transparansi dan
pengangkatan dosen atau staf pengajar. Institusi pendidikan harus memiliki prosedur yang
jelas dalam pengangkatan dosen atau staf pengajar, serta melakukan seleksi secara obyektif
dan transparan. Hal ini dapat menghindarkan terjadinya penyalahgunaan
kekuasaan atau pemilihan
REFERENSI :
Data dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang
pegawai negeri sipil di Indonesia:
https://www.menpan.go.id/site/tentang-kami/profil/kementerian-pendayagunaan-
aparatur-negara-dan-reformasi-birokrasi
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/12/01/nepotisme-orang-dalam-paling-
banyak-terjadi-di-pengadilan
Erdianto, N. D. (2014). PRAKTEK NEPOTISME PEREKRUTAN TNI. Paradigma. Volume
2 Nomer 1 2014, 1-6.
Hariyanto. (2012). Praiayisme dan korupsi kolusi nepotisme (KKN): studi status gruop di
Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istemewa Yogyakarta.
Ismansyah. Sulistyo, P. A. (2010). Permasalahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
DEMOKRASI Vol. IX No. 1, 43-60.
Linanda, A. (2020). Praktik nepotisme sebagai perilaku koruptif dalam membangunn budaya
anti korupsi berdsarkan persepektif masyarakat kampung pelangi kelurahan Sidodadi
Kota Samarinda. Jurnal Ilmu Hukum Vol IV No.1.

Anda mungkin juga menyukai