Anda di halaman 1dari 7

Saya bertanya kepada teman-teman pengajar yang bersikap kritis kepada pemimpin di Universitas Indonesia, di

tengah sikap diam, ketidakpedulian, dan tekanan. Jawabnya: mereka bukan manusia sempurna, tetapi sebagai guru
akan terus mencoba mengajarkan yang baik kepada mahasiswa.
Perguruan tinggi diisi oleh kumpulan mahaguru yang mendidik mahasiswa, punya amanah besar mencerdaskan
manusia yang sekaligus berhati nurani tinggi. Tata kelola yang baik menjadi prasyarat komunitas akademik yang
sehat, yang memungkinkan dikembangkannya pengetahuan, bukan untuk kepentingan sendiri atau mendukung
status quo, melainkan untuk memajukan peradaban dan kemanusiaan.
Berdasarkan penelitian mengenai kecenderungan global pengelolaan pendidikan tinggi (Fielden, 2008), di negaranegara tempat tata kelola pendidikan tinggi berjalan baik, ada protokol atau petunjuk tata kelola yang wajib diikuti.
Protokol menjelaskan peran dan tanggung jawab dewan pengurus serta eksekutif, nilai-nilai dan kode etik, delegasi
kekuasaan, transparansi, serta manajemen risiko dan prosedur pengendalian kualitas (Henard, 2009).
Jacob and Rust (2010) melaporkan Lokakarya Internasional Reformasi Pendidikan Tinggi yang membahas tanggung
jawab institusi dan sosial dari pendidikan tinggi, pengelolaan anggaran sekaligus peningkatan akuntabilitas, serta
penetapan prinsip tata kelola yang baik. Tata kelola yang baik menyangkut koordinasi, alur informasi, transparansi
dan akuntabilitas. Tercakup di dalamnya partisipasi aktif dari komunitas dan pemangku kepentingan.
Psikologi hal buruk
Kita harus mengupayakan yang baik justru karena beberapa studi membuat kita mengerti mengenai psikologi hal
buruk. Transformasi karakteristik manusia dari baik menjadi buruk cepat terjadi apabila manusia ditempatkan
dalam situasi buruk dan tidak manusiawi (Zimbardo, 1973), mengalami tekanan sosial (Arendt, 1963), atau takut
pada tokoh otoritas dan memilih patuh meski harus menyakiti orang lain (Milgram, 1963, 1974).
Penelitian juga menunjukkan betapa besar peran dari pengamat. Pengamat yang tahu terjadinya kesalahan, tetapi
diam saja karena berbagai alasannya, pada akhirnya membiarkan, bahkan memfasilitasi hal-hal buruk untuk tetap
terjadi. Temuan di atas dapat menjelaskan bagaimana fakta buruk ditutupi, kebohongan, kecurangan, pemutarbalikan
fakta, kompetisi tidak sehat, dan penyelewengan kekuasaan terus terjadi serta dibiarkan.
Mengapa orang banyak diam, penjelasannya ada pada antisipasi risiko. Zimbardo menjelaskan, ada kebaikan yang
tidak berisiko (misalnya punya uang lalu memberi beasiswa). Ada pula yang berisiko, yang perlu perjuangan khusus
untuk melakukannya. Contohnya, kita melihat kebohongan dan penyelewengan di tempat kerja kita serta ingin
mengungkapkannya.
Yang belakangan sepertinya sangat langka di Indonesia. Risiko terberat mungkin justru sikap sinis dari lingkungan
sekitar: mau sok pahlawan? Memang kamu sendiri orang suci? Kok tega mengungkap persoalan internal ke luar?
Atau lebih parah lagi: terlempar dalam situasi konyol sebagai whistle blower kemudian dikriminalisasi. Maka, orang
lebih memilih diam atau, sekaligus saja, mendukung yang sedang berkuasa. Argumentasi pembenaran dapat
dikembangkan: mengkritik yang mengungkap ketidakberesan sebagai mencoreng nama institusi, mengklaim diri
obyektif dan netral (meski jelas menguntungkan status quo), atau merasa sudah bertindak benar sesuai dengan
undang-undang atau peraturan.
Mengupayakan yang baik
Bagaimana mengupayakan yang baik? Ya melalui tata kelola yang baik. Lembaga-lembaga yang ada sebenarnya
mikrokosmos Indonesia. Yang terjadi di dalamnya menjadi cermin apa yang berlangsung di negara kita. Sepertinya
banyak pemimpin merasa lembaga yang dia pimpin adalah milik-nya atau setidaknya punya privilese jauh lebih
besar dari pekerja biasa sehingga boleh melakukan apa pun untuk menguntungkan diri. Meski di Indonesia sedikit
pemimpin dapat diteladani, tentu ada pemimpin baik. Pada akhir tahun 2011, ada berita menyejukkan mengenai
beberapa pejabat publik yang berani mengundurkan diri, juga Pak Jokowi yang memberi teladan nyata bagaimana
menghargai dan memotivasi generasi muda untuk menjadi generasi pencipta.

Pemimpin itu guru, dan guru seyogianya menjalankan amanah sebagai guru. Kata Ki Hadjar Dewantara: Ing Ngarso
Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Di depan harus dapat memberikan teladan yang baik;
di tengah aktif bekerja sama (tidak cuma menyuruh-nyuruh); dan dari belakang mampu mengarahkan serta
memotivasi.
Universitas Indonesia juga mikrokosmos Indonesia. Sebagai barometer pendidikan tinggi, wajib memimpin dalam
menciptakan iklim yang mendukung terbentuknya kejujuran dan watak pengabdian (Fuad Hassan, 1981). Apabila
yang terjadi justru sebaliknya, harus belajar di mana lagi generasi muda tentang etika?
Inti persoalan bukan perbedaan interpretasi peraturan atau elite berebut kekuasaan. Di balik pembangunan fisik
besar-besaran yang sangat dikagumi kalangan luar, ada ketidakberesan tata kelola. Tidak ada transparansi,
akuntabilitas, dan pengawasan terkait dengan uang serta keputusan-keputusan penting pemimpin. Malah peraturan
pemerintah sengaja diinterpretasi secara tidak utuh untuk berkelit dari pertanggungjawaban. Lalu bagaimana bisa
bicara tentang kebenaran, kejujuran, dan keadilan dalam membangun pengetahuan? Pembelajaran apa yang
diperoleh mahasiswa apabila mahagurunya membiarkan kebohongan, tidak punya kepekaan sosial, serta tidak
menunjukkan satu kata dan perbuatan?
Pada akhirnya, meminjam frasa beberapa teman: kita boleh (dinilai) gagal dalam (banyak) hal, tetapi tidak boleh
gagal menjadi orang baik sesuai nilai-nilai yang kita perjuangkan. Selamat Tahun Baru, semoga tahun ini diisi lebih
banyak kerendahan hati sekaligus keberanian mengambil risiko untuk memperjuangkan kebaikan.
Dua tahun dalam kepresidenan kedua Susilo Bambang Yudhoyono, bangsa Indonesia seperti tenggelam dalam
lumpur rawa egoisme, kepicikan, dan keputusasaan. Sebelas tahun sesudah gerakan reformasi menuliskan
pemberantasan KKN di atas panji-panjinya, ternyata korupsi, kolusi, dan nepotisme merajalela seperti belum pernah
tersentuh.
Kelas politik memberikan tontonan yang memalukan dan mengkhawatirkan kepada masyarakat. Sejauh kita
layangkan pandangan, tak kelihatan sebuah visi, cita-cita luhur, bahkan sekadar keberanian dalam kepemimpinan.
Kok bisa begitu. Semua kelas politik kelihatan korup. Seakan-akan sesudah Pak Harto mundur, oknum-oknum kelas
dua dan kelas tiga merasa mendapat angin untuk akhirnya dengan bebas melayani diri sendirisuatu hal yang tak
mungkin terjadi di bawah Pak Harto.
Tak ada hari tanpa berita korupsi baru, tak ada proyek di mana kelas politik tidak mencari untung dengan akal kotor,
dan kasus yang satu belum tuntas sudah muncul kasus berikut. Mengikuti kasus baru di Kemennakertrans,
masyarakat curiga bahwa di kementerian-kementerian lain situasi juga tidak lebih baik. Bahwa kelas politik dengan
tanpa malu berusaha mengebiri lembaga-lembaga antikorupsi, semua memperkuat kesan bahwa kelas politik sudah
total korup sendiri.
Korupsi adalah kejahatan, pencurian, dan perampokan. Pertama, korupsi merupakan pengkhianatan terhadap citacita bangsa. Kelas politik yang dibayar rakyat untuk membawanya ke masa depan lebih baik malah memanfaatkan
kekuasaan mereka untuk melayani diri sendiri. Seakan- akan mereka memperlihatkan kepada kita bahwa masa
depan bangsa ada di tangan para bajingan.
Kedua, korupsi itulah yang mencegah bangsa kita membuka sayap dan terbang. Sebenarnya Indonesia dapat melejit
ke depan, tetapi, karena korupsi, potensi-potensi bangsa Indonesia tak bisa menjadi kenyataan (ambil saja contoh
infrastruktur perekonomian kita yang sangat ketinggalan: karena korupsi, infrastruktur itu tidak diperbaiki secara
sungguh-sungguh; jalan yang baru diperbaiki dalam setahun sudah rusak lagi).
Ketiga, korupsi adalah pencurian masa depan hampir 50 persen warga bangsa yang miskin atau hidup pas-pasan.
Kalau kadang-kadang kita melihat sebuah Ferrari, Bentley, atau Rolls-Royceitu hanya contoh mencolokkita tahu
bahwa kemungkinan besar orang-orang itulah yang mengisap darah orang-orang miskin dan lemah bangsa ini.
Demokrasi

Dalam situasi demikian, ada orang yang mempertanyakan demokrasi. Bahkan, semakin kedengaran suara-suara
bahwa sesudah reformasi Undang-Undang Dasar, yang diamendemen untuk menjamin substansi demokrasi dan
menegakkan hak-hak asasi manusia, tidak sah.
Akan tetapi, ini suara-suara masa lampau, nostagia kaum neofeodal yang selama Orde Baru bebas menguasai
negara ini. Neofeodalisme bukan jalan keluar. Kita jangan percaya lagi pada bisikan-bisikan bahwa seluruh reformasi
politik adalah kesesatan liberalismekita ingat lagu paduan suara Soeharto, Lee Kuan Yew, dan Mahathir Mohamad
dulu! Jangan terbujuk bisikan-bisikan bahwa amendemen-amendemen tahun 1999-2002 tidak sah, bahwa karena itu
pemerintah kita juga tidak sah dan karena itu sudah waktunya dihentikan.
Padahal, demokrasi dan hak-hak asasi manusia adalah hasil paling mengagumkanhasil satu-satunyadari
reformasi. Tak mungkin negara seluas dan semajemuk Indonesia dikuasai secara neofeodal. Negara kita akan tetap
bersatu kalau semua komponen memang mau bersatu, dan mereka mau bersatu apabila mereka tidak
dikesampingkan serta dihormati dalam identitas dan martabat mereka. Justru itulah yang terjadi dalam demokrasi
dan dijamin oleh hak-hak asasi manusia (dan karena itu negara-negara yang demokrasinya sudah stabil begitu
mantap dalam konsensus dasar demokratis).
Sekarang saja, di tempat-tempat jauh, terjadi pelanggaran hak-hak asasi manusia yang mengerikan, dengan
impunity. Apa kita mau situasi itu kembali? Kita tidak akan mengatasi korupsi dan ketidakpastian situasi dengan
tindakan paksaan dan kekerasan. Kalau kita punya sistem presidensial, kita harus hidup dengan presiden yang kita
pilih. Jangan main melanggar Undang-Undang Dasar yang sekarang berlaku.
Demokrasi kita masih harus berakar. Almarhum Nurcholish Madjid, sepuluh tahun lalu, memperingatkan kita bahwa
budaya demokratisbaru kalau budaya itu sudah tercapai demokrasi kita akan betul-betul mantapbaru akan
terbentuk di Indonesia sesudah 20 tahun. Meskipun demikian, kita hanya dapat belajar demokrasi dengan
melakukannya. Mulai dengan jalan kudeta hanya akan menempatkan kita menjadi republik pisang, seperti halnya
yang pernah di terjadi pada kebanyakan negara Amerika Latin.
Jangan mundur
Maka, suara-suara yang mau kembali ke zaman otoriter, yang meremehkan bukan hanya hak-hak asasi manusia,
melainkan juga manusia, yang mau memakai paksaan-paksaan, dengan tegas harus kita tolak. Menghadapi
jeleknya situasi sekarang, kitamasyarakat sipilharus membangun tekanan dan kritik sedemikian kuat terhadap
para pemimpin sehingga mereka terpaksa mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan.
Reformasi sebelas tahun lalu tidak percuma. Kita menikmati kebebasannya. Sekarang kita juga harus belajar
tanggung jawab yang menyertainya. Kita, masyarakat sipil, harus mengambil peran dengan mengkritik dan
menantang kelas politik kita. Kita juga tidak boleh lupa bahwa kebanyakan mereka pun mau keluar dari rawa
kekorupan. Sekarang, kita justru harus menyukseskan demokrasi kita. Kebanggaan bahwa di negara kita manusia
tidak seenaknya bisa ditindas, dibungkam, dan dibunuh seperti pada masa neofeodalisme dulu tidak boleh kita
biarkan dirusak. Masih ada masa depan.
Franz Magnis-Suseno SJ Rohaniwan dan Guru Besar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara
Kebanyakan insan akademis di perguruan tinggi secara sadar atau tidak sadar sudah tenggelam dalam bisnis
pendidikan.
Mengapa saya berani berkata demikian? Bisnis pendidikan merupakan bisnis yang sangat menjanjikan. Betapa
tidak, jumlah konsumen semakin meningkat setiap tahun (data Dirjen Dikti Kemendiknas memperlihatkan, dari
sekitar 5 juta mahasiswa aktif, hanya sekitar 1 juta orang yang tertampung di perguruan tinggi negeri) dengan daya
beli yang juga meningkat.

Maka dengan sedikit argumen justifikasi, modal investasi untuk bisnis ini dapat diturunkan sampai ke titik
mencengangkan, risiko kerugian bisnis dapat ditekan, dan titik impas pun dapat dicapai dalam kurun waktu luar biasa
singkat. Jangan tanya kualitas hasil, yang penting bagaimana membungkus pendidikan tinggi ini sebaik mungkin
agar terlihat sangat ilmiah dari kejauhan. Dari situs Dirjen Dikti jelas terlihat jumlah perguruan tinggi (PT) swasta
meningkat tajam dan bahkan mencapai 200 institusi baru per tahun.
Namun, seperti dipercaya semua fisikawan, energi bersifat kekal. Peningkatan kuantitas yang begitu pesat tanpa
diiringi penambahan investasi yang luar biasa pasti akan menghasilkan penurunan kualitas yang sangat dramatis.
Sudah banyak ahli pendidikan yang berteriak-teriak mengingatkan kita akan bahaya penurunan kualitas ini, tetapi
tampaknya sudah sulit menghentikan degradasi atau pembusukan akademis ini.
Akibat yang paling kentara adalah seperti yang diprihatinkan oleh Mendiknas baru-baru ini. proporsi mahasiswa
teknik hanya 11 persen dan mahasiswa pertanian serta sains masing-masing 3 persen saja.
Padahal, ketiga bidang ini motor utama industri yang diharapkan dapat menghasilkan devisa bagi negara. Namun,
tentu saja para pebisnis enggan masuk ke sektor tersebut karena modal untuk membangun laboratorium dan
perangkatnya tak sedikit. Jumlah konsumen pun tak sebanyak bidang lain. Jadilah PT swasta-PT swasta yang
mayoritas beraliran sosial-humaniora. Kalaupun masuk ke ranah sains-teknologi, mereka menggarap bidang-bidang
soft-science dan soft-engineering.
Pembusukan di PTN
Apakah pembusukan akademis ini tidak terjadi di PT negeri yang kualitas dan kuantitasnya dalam kendali
pemerintah? Tunggu dulu. Imbas dari PT swasta tentu saja sangat kuat ke PT negeri karena dosen dan pendiri PT
swasta kebanyakan adalah dosen PT negeri juga. Jelas pembusukan itu juga terjadi. PT negeri pun sudah lama
tenggelam dalam bisnis pendidikan dan mencapai titik kulminasi saat Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan
dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Sebenarnya saya tak ingin mendiskreditkan bisnis pendidikan jika bisnis ini dilakukan dengan etika dan etiket yang
benar serta tak melupakan hakikat PT. Kita semua sadar, PT-PT top di Amerika Serikat, Australia, Inggris, dan
Jepang juga melakukan bisnis pendidikan melalui apa yang dinamakan corporate university dengan etika dan etiket
yang sangat ditentukan nilai-nilai ekonomi. Bedanya, mereka tak melupakan hakikat suatu PT.
Tujuan PT adalah tempat mencari kebenaran, penjaga nilai-nilai moral, tempat pengembangan ilmu, dan lain-lain. Di
Indonesia, hakikat PT bahkan sudah didefinisikan secara sempurna dalam Tri Dharma PT. Hanya saja, pemahaman
Tri Dharma PT ini menjadi sumber masalah karena secara tidak sadar tergerus oleh bisnis pendidikan yang sudah
berjalan puluhan tahun.
Malangnya, kesalahan pemahaman Tri Dharma PT ini tecermin langsung dari poin-poin kum yang harus dikumpulkan
dosen untuk naik pangkat hingga jabatan guru besar. Ketiga darma dipilah dengan persentase tertentu, misalnya
pendidikan minimal 30 persen, penelitian minimal 25 persen, dan seterusnya.
Pemilahan jelas memperlihatkan ketidakpahaman arti Tri Dharma PT yang bersifat integral. Dampak kesalahan
pemahaman klasik Tri Dharma PT ini adalah, pertama, dosen mengajar di kelas, kemudian pada hari lain masuk
laboratorium meneliti bersama mahasiswanya, dan pada hari lain lagi bersama koleganya membawa berkarduskardus mi instan untuk bakti sosial, khitanan, atau imunisasi massal.
PT-PT top Amerika Serikat tidak memiliki konsep Tri Dharma PT, tetapi telah menjalankan konsep tersebut dengan
benar. Para insan akademis di sana melakukan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat yang integral.
Penelitian dilakukan untuk menunjang apa yang mereka ajarkan dan menjadi sarana utama untuk pengabdian
masyarakat. Dengan demikian, dosen fakultas kedokteran yang dalam penelitiannya menemukan vaksin antiflu
burung, misalnya, akan menguraikannya dalam topik kuliah dan pemanfaatan vaksin itu menjadi pengabdian yang
berguna bagi masyarakat.

Tenggelam dalam bisnis


Mengapa hal ini minim terjadi di negara kita? Penyebab utamanya adalah tenggelamnya para dosen dalam bisnis
pendidikan sehingga melupakan hakikat pendidikan tinggi. Parahnya lagi, saat seseorang direkrut menjadi dosen, dia
tidak mempunyai pemahaman sama sekali bahwa seorang dosen juga merupakan peneliti. Maka, yang terjadi
banyak dosen beranggapan bahwa penelitian adalah proyek bagi dosen dan banyak dosen meneliti di bidang yang
bukan kepakarannya asalkan mendatangkan uang dan poin kum.
Ada beberapa hal lain yang juga menyebabkan distorsi pemahaman Tri Dharma PT. Salah satunya adalah jargon
teknologi tepat guna yang sering melabeli persyaratan dana hibah penelitian. Saat ini, di Indonesia yang dianggap
teknologi tepat guna adalah teknologi yang sebenarnya sudah ada atau dapat dikembangkan oleh institusi lain.
Karena sifat intrinsik ini, penelitian yang mengarah ke teknologi tepat guna kebanyakan tidak dapat turut
mengembangkan ilmu yang diajarkan di PT, terutama ilmu yang bersifat frontier dan dapat menimbulkan disintegrasi
Tri Dharma PT.
Masyarakat berharap penelitian di PT dapat merambah ke tempat lain, di mana institusi seperti sekolah kejuruan,
akademi, industri, ataupun lembaga litbang pemerintah tidak mampu ke sana. Maka, agar PT tidak dicap sebagai
menara gading dengan produk-produk yang tidak langsung berguna bagi masyarakat, seyogianya kita mulai
menyusun grand design penelitian nasional yang dapat menyinergikan semua penelitian di republik ini.
Terry Mart Lektor pada Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia

Becikketitik,alaketara,yangbaikterlacak,yangburuktampak.PepatahJawaitukiniterjadidiberbagai
lini,baikdalamrumpunlembagaeksekutif,legislatif,maupunyudikatif.Jugalembagadiluarnegara,
terutamapartaipolitik.
Berbagaikasusmulaiterbongkardanmembuatbanyakkecurigaanyangsebelumnyahanyaterbatas
sebagaidesasdesusmeningkatmenjadidugaankuat.Masyarakatkinijugatelahmengetahuidengan
lebihbaikbahwaterlalubanyakhalyangsebelumnyadiiklankanolehPemerintahsebagaihasilkinerja,
ternyatahanyalahkamuflasedenganmengandalkankekuatanhyperrealityofmedia.
Dengankekuatanyangsamajuga,masyarakattelahdibuatsalahdalammenilaicaloncalonpemimpin,
baikdilevelpusatmaupundaerah.Setelahmerekabenarbenarmenjadipejabatpublik,terlihatsiapa
sesungguhnyamereka.
Dalamkonteksyangterakhirini,terdapatsebuahpepatahArabyangmengungkapkanbahwa
"bagaimanapunperangaiburukseseorangmeskipuniamenyangkatidaktampakolehmanusia,maka
akanterbongkarjuga"(DiwanZuhairbinAbiSalmahlm.6).
Janjipenyelenggaraannegarayangbersihternyatajugasebatasjanjidalamkampanyemenjelang
Pemilu.Kini,terbongkarberbagaikasusyangdidugaterjadidibanyakdepartemendankementerian,
mulaidariDepartemenAgama,PendidikanNasional,Perdagangan,sampaiKementerianNegara
PemudadanOlahRaga.KasusterakhirinididugamelibatkanMohammadNazaruddinyangsaatitu
masihmenjabatsebagaiBendaharaUmumPartaiDemokrat.
Namun,pihakyangbersangkutankemudianberusahamenghindarkandiridariproseshukum,bukan
hanyadengansecarafisik"menyembunyikandiri"dinegaralain,tetapisecarabersamaanjuga
menebarancamanakanmembongkardataketerlibatanpihakpihaktertentuyangjugaterlibatdalam
praktikpenyelewengankekuasaanyangterjadi.Danyanglebihnaiflagi,diantaranamayangdisebut
terlibatdalampraktikkorupsiadalahorangyangmenjadipemeraniklanantikorupsi.
Dilembagalegislatif,baikdidaerahmaupunpusat,kasusbongkarmembongkarinijugaseringterjadi.
Dalambeberapakasus,dimulaidengantertangkapnyasatuorangpejabat,kemudiandiseretpula

beberapanamapejabatlain.Penyelewenganmenjaditindakanberjamaahataukolektif.
KasusyangterakhiradalahkasuscekpelawatdalampemilihandeputigubernurBI,dimulaidari
pernyataanpengakuanAgusTjondro,salahseorangmantanAnggotaDPRRIdariPDIPerjuangan
kemudianmenyebabkanbeberapanamaanggotaDPRdanmantananggotaDPRdijatuhihukuman
penjarakarenapengadilanmemutuskanbahwamerekasecarasahdanmeyakinkanterlibatdalam
tindakanpenyelewengankekuasaanuntukkeuntungansendirimaupunoranglain.
DiMahkamahKonstitusi,sebuahlembagayangselamainidikenalbersih,ternyatajugaterjadi
penyelewengandenganmencuatnyakasuspemalsuansuratMKdalamhalhasilPemilu2009didaerah
pemilihanSulawesiSelatanI.
DansetelahketuaMKMahfudMDmenyebutSanusiArsyadketikamasihmenjabatsebagaihakimMK
terlibatdalampemalsuantersebut,yangbersangkutankemudianmengancamakanmembongkar
borokborokdankebobrokanyangterjadidilembagatersebut.
Ituadalahsekadarbeberapacontohkasuskarenasesungguhnyaterlalubanyakkasusyangterjadi.Dan
sesungguhnyadilembagaeksekutiflahterjadibanyakpenyelewengankekuasaanyangmerugikan
keuangannegara.
Hanyasajakarenaberbagaifaktor,penyelewengantersebutlebihberhasilditutupi,sehinggatidak
mencuatsecarasignifikandanmenjadiperhatianpublikluas.Sebaliknya,karenalembagaDPR
mendapatkansorotankuatdarimediamassa,makapenyelewengankekuasaanyangterjadidilembaga
legislatiflebihseringmenjadipemberitaaanbesar,walaupunsesungguhnyakalaudibandingdengan
penyelewengankekuasaandilembagaeksekutifjauhlebihkecil.
Ancamanuntukmembongkarkasustersebutsesungguhnyasangatbaikuntukmemulaisecaranyata
penyelenggaraannegarayangbaik.SikapMahfudMDyangmempersilakanSanusiArsyaduntuk
membongkarkasuskasuskebobrokanyangterjadidiMK,bahkanakanmembelikantraktorkalau
memangdiperlukan,patutdiacungijempoldanditiruolehlembagalembagalain.
Biasanya,parapemimpinlembagaberusahamenyembunyikanberbagaikebobrokanyangterjadidi
lembaganyakarenakhawatircitradanwibawalembagatersebutakanjatuh.
Merekatidakberpikirjangkapanjangkalaupenyelewenganitutidakdibuka,makapenyelewengan
yangsamamaupundalambentukyanglainnyaakankembaliterulang.Danpengulangantersebutakan
membuatlembagamenjadisemakinrusakdantidakdapatmenjalankantugasdanfungsilembaga
sebagaimanamestinya.
Jikaupayamembongkarketidakjujuraninibenarbenardilakukan,bukanhanyasekadargertakan,
sesungguhnyabisamenjadipelajaranbagiparapenyelenggaranegaraagardimasayangakandatang
merekatidaklagimelakukanpenyelewengankekuasaan.
Inijugamenjadipendidikanpolitikbagimasyarakatbahwamerekatidakbolehmudahmemercayai
iklanpolitikdimediamassadanimingimingyangbersifatjangkapendek.Sebab,tentutakakanada
iklanyangmenyatakankelemahanapalagikeburukansendiriyangpastijugaada.Punimingiming
jangkapendekitutelahterbuktimembuatmerekamenjadisemakinsengsara.
Kesadaranmasyarakatinisangatdiperlukanuntukmenghasilkanpenyelenggarayanglebihbaikdi
masadepan.Denganpenyelenggaranegarayanglebihbaik,makadapatdiharapkanperbaikannegara.
Sebab,denganketerlibatanbanyakpihakdiberbagailinidanstrukturstrukturnegara,takmungkin
mengharapkanpenegakhukummelakukantindakanresponsif.
Kalaumerekamelakukantindakanresponsif,makasangatpotensialmerekaakanibarat"menepukair

didulang,terpercikmukasendiri".Karenaitu,bolasekarangadapadarakyat.Apakahmerekaingin
perbaikanatautidak.
Danagarmerekabisadenganbaikmengalamiakselerasikesadaranpolitik,makaselaludibutuhkan
individuataukelompok,walaupunminoritasyangselalumelakukanpenyadarankepadamereka.
Denganbegitu,cepatataulambat,penyelenggaranegarayangbaikakanlahirdanperbaikanakan
terjadi.Semoga.Wallahualambialshawab.
MohammadNasih,PengajardiProgramPascasarjanaIlmuPolitikUIdanFISIPUMJ,PengurusDewan
PakarICMIPusat

Anda mungkin juga menyukai