Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH PARASITOLOGI

“TREMATODA:

Disusun Oleh :

Asri Pratiwi

Azis Muslim fauzi

Dani Ramdani

Devi Julianti

Luffi Nurrudin

Luqman Nur Hakim

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS AL - GHIFARI

BANDUNG

2016
KATA PENGANTAR

Asallamualikum Wr. Wb

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena Ridho-Nya lah makalah
tentang Trematoda ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih, juga kami sampaikan kepada
dosen pembimbing kami yang telah memberi pengarahan yang baik kepada kami dalam menyusun
makalah ini.
Dalam menyusun makalah ini, kami bermaksud untuk memaparkan mengenai Trematoda
secara khusus untuk memenuhi tugas dari dosen pembimbing, sebagai salah satu syarat penilaian
mata kuliah Parasitologi. Harapan kami, makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan pembaca mengenai materi yang kami bahas. Kritik dan saran membangun juga sangat
kami harapkan.

Bandung, Januari 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 3
1.2 Indentifikasi Masalah ............................................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHSASAN............................................................................................................. 6
2.1 Trematoda.............................................................................................................................. 6
2.2 Morfologi Trematoda ............................................................................................................ 7
2.2.1 Hospes ............................................................................................................................ 8
2.3 Klasifikasi Trematoda Umum ............................................................................................. 25
2.3.1 Kelas Trematoda ........................................................................................................... 25
2.3.2 Ordo Prostomata ........................................................................................................... 26
2.3.3 Famili Schistosomatidae ............................................................................................... 26
2.3.4 Distomata. ..................................................................................................................... 26
BAB III KESIMPULAN............................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 34
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing. berdasarkan
taksonomi, helmintologi dibagi menjadi :

1. NEMATHELMINTHES (Cacing Gilik)

2. PLATYHELMINTHES (Cacing Pipih)

Cacing dewasa yang termasuk Platyhelminthes mempunyai badan pipih, tidak mempunyai
rongga badan dan biasanya bersifat hemafrodit.

Pltyhelminthes dibagi menjadi kelas Trematoda (cacing daun) dan kelas Cestoda (cacing
pita). cacing Trematoda berbentuk daun, badannya tidak bersegmen, mempunyai alat pencernaan.
cacing cestoda mempunyai badan yang berbentuk pita dan teridiri dari skoleks. leher dan badan
(starbila) yang bersegmen (proglotid) ; makanan diserap melalui kulit (kutikulum) badan.

Cacing daun yang dikenali merupakan jenis cacing yang tergolong dalam kelas Trematoda
filum Platyhelmintes. Cacing daun ini bersifat parasit. Pada umumnya cacing ini bersifat
hermafrodit, kecuali cacing schistosoma. Spesies yang menjadi parasit pada manusia merupakan
golongan subkelas Dignea, yang hidup sebagai endoparasit. Sebagian besar caciang trematoda
ditemukan di benua Asia dan Afrika, beberapa spesies yang ditemukan di Indonesia
seperti Fasciolopsis buski(Kalimantan), Echinostoma (Jawa dan
Sulawesi), Heterophydae (Jakarta),Schistosoma japonicum (Sulawesi Tengah). 2

Cacing ini menular melalui beberapa hospes antara yaitu kucing, anjing, kambing, sapi,
babi, tikus, burung, musang, harimau, dan manusia. Trematoda juga dibagi menurut tempat hidup,
yaitu trematoda hati/Liver flukes (Clonorcis sinensis, Opisthoracis felineus, Opisthoracis
Viverrini, dan Fasciola), Trematoda usus/Intestinal flukes (Fasciolopsis buski, Echinostomatidae,
dan Heterophyidae),Trematoda Paru/Lung fluks (Paragonimus westermani), dan Trematoda
Darah/Blood Flukes (Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni, dan Schistosoma
haematobium).

3
Cacing ini biasanya berbentuk pipih dorsoventral, simetri dan tidak mempunyai rongga
badan. Ukurannya bervariasi mulai dari 1 mm sampai 75 mm. Ciri khas cacing ini adalah terdapat
dua batil isap yaitu batil isap mulut dan batil isap perut ada juga spesies yang memiliki batil isap
genital. Trematoda memiliki saluran pencernaan berbentuk huruf Y terbalik dan pada umumnya
tidak memiliki alat pernapasan khusus karena hidup secara anaerob. Saluran ekskresi terdapat
simetris bilateral dan berakhir di bagian posterior. Susunan saraf dimulai dengan ganglion di
bagian dorsal esofagus, kemudian terdapat saraf yang memanjang di bagian dorsal, ventral dan
lateral badan. Cacing dewasa hidup di dalam tubuh hospes defenitif. Telur diletakan dalam saluran
hati, rongga usus, paru, pembulug darah atau di jaringan tempat cacing hidup dan telur biasanya
keluar bersama tinja, dahak atau urin. Kebanyakan sel telur yang terdapat dalam telur dan pada
beberapa spesies telur sudah mengandung mirasidium (M) yang mempunyai bulu getar. Telur
matang yang sudah mengandung mirasidium menetas dalam air. Proses pematangan spesies telur
trematoda yang mengandung sel telur berlangsung selamakurang lebih 2-3 minggu. Pada beberapa
spesies tramatoda, telur matang menetas bila ditelan hospes perantara (keong) dan keluarlah
mirasidium yang masuk dalam jaringan keong; atau telur langsung dapat menetas dan mirasidium
berenang di air. Untuk dapat melanjutkan perkembangannya mirasidium harus dapat menemukan
keong air (hospes perantara pertama (HP I) dalam waktu kurang dari 24 jam. Ketika berada dalam
keong air mirasidium berkembang menjadi sporokista (S) yaitu sebuah kantong yang mengandung
embrio, bentuknya berupa kantong yang sudah memilik mulut, faring, dan sekum. Sporokista ini
dapat mengandung sporokista lain atau redia (R). Dalam sporokista II atau redia (R), larva
berkembang menjadi serkaria (SK). Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes
perantara II yang berupa ikan, tumbuh – tumbuhan air, ketam, udang batu dan keong air lainnya
atau dapat menginfeksi hospes defenitif lainnya seperti pada Schistosoma. Dalm hospes perantara
II serkaria berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Hospes defenitif yang memakan
memakan hospes perantara II yang mengandung metaserkaria akan terinfeksi jika tidak dimasak
atau diolah dengan baik. CacingSchistosoma menginfeksi hopes defenitif dengan cara serkaria
menembus kulit, kemudian berubah menjadi skistosomula lalu berkembang menjadi cacing
dewasa dalam tubuh hospes. 2

Kelainan yang disebabkan oleh cacing daun tergantung dari lokalisasi cacing di dalam
tubuh hospes. Selain itu rangsangan setempat dan zat toksin yang dikeluarkan oleh cacing turut
berpengaruh. Reaksi sistemik terjadi karena tubuh menyerap toksin yang dikeluarkan oleh cacing

4
tersebut yang kemudian akan menimbulkan gejala alergi, demam, sakit kepala dan lain-lain.
Sementara cacing daun yang hidup dalam rongga usus biasanya tidak memberi gejala atau hanya
gejala gastrointestinal ringan seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Cacing daun yang hidup
di paru sepertiParagonimus, bisa menimbulkan gejala batuk, sesak napas dan batuk berdarah
(hemoptisis). Cacing yang hidup di saluran empedu hati seperti Clonorchis,
Opisthorchis dan Fasciola dapat menimbulkan rangsangan dan menyebabkan peradangan saluran
empedu sehingga menimbulkan gejala ikterus. Akibat lainnya adalah peradangan hati sehingga
terjadi hepatomegali. Jika dibiarkan berlarut – larut akan menyebabkan sirosis hati.
Cacing Schistosoma yang hidup di pembuluh darah, terutama telurnya menimbulkan kelainan
berupa peradangan, pseudo-abses dan akhirnya fibrosis jaringan alat yang diinfiltrasi oleh telur
cacing ini, seperti dinding usus, dinding kandung kemih, hati, jantung, otak dan alat lainnya.2

Dalam makalah ini Penulis akan menjelaskan klasifikasi dari Trematoda karena kurangnya
pengetahuan mengenai Trematoda baik dikalangan mahasiswa maupun dikalangan masyarakat.

1.2 Indentifikasi Masalah

1. Bagaimana kehidupan dari Trematoda?


2. Klasifikasi Trematoda berdasarkan organ tubuh yang menjadi inangnya?
3. Siklus hidup Trematoda?
4. Bagaimana proses pencegahan dari Trematoda?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui morfologi dari Trematoda.


2. Untuk mengetahui klasifikasi Trematoda berdasarkan organ tubuh yang menjadi inangnya.
3. Untuk mengetahui siklus hidup dari Trematoda.
4. Untuk mengetahui proses pencegahan dari Trematoda

5
BAB II
PEMBAHSASAN

2.1 Trematoda

Trematoda berasal dari bahasa yunani Trematodaes yang berarti punya lobang, bentuk
tubuh pipih dorso ventral sperti daun.Umumnya semua organ tubuh tak punya ronggat tubuh dan
mempunyai Sucker atau kait untuk menempel pada parasit ini di luar atau di organ dalam induk
semang. Saluran pencernaaan mempunyai mulut, pharink,usus bercabang cabang. Tapi
takpunyaanus. Sistem eksretori bercabang cabang, mempunyai flame cell yaitu kantong eksretori
yang punya lubang lubang di posterior. Hermaprodit, kecuali famili Schistosomatidae. Siklis hidup
ada secara langsung (Monogenea) dan tak langsung (Digenea).

Trematoda atau cacing daun yang berparasit pada hewan dapat dibagi menjadi tiga sub klas
yaitu Monogenea, Aspidogastrea, dan Digenea. Pada hewan jumlah jenis dan macam cacing daun
ini jauh lebih besar dari pada yang terdapat pada manusia, karena pada hewan sub-klas ini dapat
dijumpai.

Trematoda disebut sebagai cacing isap karena cacing ini memiliki alat pengisap. Alat
penghisap terdapat pada mulut di bagian anterior. Alat hisap (Sucker) ini untuk menempel pada
tubuh inangnya makanya disebut pula cacing hisap.

Pasa saat menempel cacing ini mengisap makanan berupa jaringan atau cairan tubuh
inangnya. Dengan demikian maka Trematoda merupakan hewan parasit karena merugikan dengan
hidup di tubuh organisme hidupdan mendapatkan makanan tersedia di tubuh inangnya. Trematoda
dewasa pada umumnya hidup di dalam hati,usus,paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah vertebrata,
ternak, ikan, manusia Trematoda. Trematoda berlindung di dalam inangnya dengan melapisi
permukaan tubuhnya dengan kutikula permukaaan tubuhnya tidak memiliki sila.

6
termatoda

2.2 Morfologi Trematoda

Pada umumnya bentuk badan cacing dewasa pipih dorsoventral dan simetri, bilateral, tidak
mempunyai rongga badan. Ukuran panjang cacing dewasa sangat beranekaragam dari 1 mm
sampai kurang lebih 75 mm. tanda khas lainnya adalah terdapatnya dua buah batil isap, yaitu batil
isap mulut dan batil isap perut. Beberapa spesies mempunyai batil isap genital. Saluran pencernaan
menyerupai huruf Y terbalik yang di mulai dengan mulut dan berakhir buntu pada sekum. Pada
umumnya trematoda tidak mempunyai alat pernapasan khusus, karena hidupnya secara anaerob.
Saluran ekskresi terdapat simetris bilateral dan berakhir di bagian posterior. Susnan saraf di mulai
dengan ganglion di bagian dorsal esofagus, kemudian terdapat saraf yang memanjang di bagian
dorsal, ventral dan lateral badan. Cacing ini bersifat hermafrodit dengan alat reproduksi yang
kompleks.

Cacing dewasa hidup di dalam tubuh hospes definitif. Telur diletakan di saluran hati,
rongga usus, paru, pembuluh darah, atau di jaringan tempat cacing hidup dan telur biasanya keluar
bersama tinja, dahak atau urine. Pada umumnya telur berisi sel telur, hanya pada beberapa spesies

7
telur sudah mengandung mirasidium (M) yang mempunyai bulu getar. Bila sudah mengandung
mirasisium telur,menetes di dalam air (telur matang). Pada spesies trematoda yang mengeluarkan
telur berisi sel telur, telur akan menjadi matang dalam waktu kurang lebih 2-3 minggu. Pada
beberapa spesies trematoda, telur matang menetes bila ditelan keong (hospes perantara) dan
keluarlah mirasidium yang masuk ke dalam jaringan keong, atau telur dapat langsung menetas dan
mirasidium berengang di air, dalam waktu 24 jam mirasidium harus sudah menemukan keong air
agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air di sini berfungsi sebagai hospes perantara
pertama (HP I). Dalam keong air tersebut mirasidium berkembang menjadi sebuah kantung yang
berisi embryo, disebut sporokista (S). Sporokista ini dapat mengandung sporookista lain atau redia
(R), bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai mulut, faring dan sekum. Di dalam
sporokista II atau redia (R), larva berkembang menjadi serkaria (SK).

Perkembangan larva dalam hospes perantara I terjadi sebagai berikut :

M S R SK : Misalnya Clonorchis Sinensis

M S1 S2 SK : Misalnya Schistosoma

M S R1 R2 SK : Misalnya Trematoda lainnya

Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II yang berupa ikan,
tumbuh-tumbuhan air, katam, udang batu dan keong air lainnya, atau dapat menginfeksi hospes
definitif secara langsung seperti pada Schistosoma. Dalam hospes perantara II serkaria berubah
menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Hospes definitif mendapat infeksi bila makan hospes
perantara II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik. Infeksi
cacing Schistosoma terjadi dengan cara serkaria menembus kulit hospes definitif, yang kemudian
berubah menjadi skistosomula, lalu berkembang menjadi cacing dewasa dalam tubuh hospes.

2.2.1 Hospes

Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitif cacing trematoda antara
lain kucing, anjing, kambing, sapi, babi, tikus, burung, musang, harimau, dan manusia.

8
Menurut tempat hidup cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka trematoda dapat dibagi dalam :

1. Trematoda hati (Liver flukes)


A. Clonorchis Sinensis (Opisthorchis sinensis)

Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Ordo : Opisthorchiida
Family : Opisthorchiidae
Genus : Clonorchis
Spesies : Clonorchis sinensis

Hospes :

Terdapat pada manusia, kucing, anjing, beruang kutub, dan babi, penyakitnya
disebut Klonorkiasis.

A. Morfologi dan Daur Hidup :

Telur :

 Bentuk seperti botol ukuran 25–30µm


 warna kuning kecoklatan
 Kulit halus tetapi sangat tebal
 Pd bagian ujung yg meluas terdapat tonjolan
 Berisi embrio yg bersilia (miracidium)
 Operculum mudah terlihat
 infektif untuk siput air

Cacing Dewasa :

 Ukuran 12 – 20 mm x 3 – 5 mm
 Ventral sucker < oral sucker
 Usus (sekum) panjang dan mencapai bag. Posterior tubuh
 Testis terletak diposterior tubuh & keduanya mempunyai lobus

9
 Ovarium kecil terletak ditengah (anterior dari testis)

Hidup di saluran empedu, kadang-kadang ditemukan di saluran pankreas. Ukuran cacing


dewasa 10-25 mm x 3-5 mm, bentuk pipih,lonjong menyerupai daun.

Telur berukuran kira-kira 30-16 mikron, bentuknya seperti bola lampu pijar dan berisi
mirasidium, ditemukan dalam saluran empedu.

Gambar 2. Telur cacing Clonorchis sinensis

B. Patologi

Perubahan patologi terutama terjadi pada sel epitel saluran empedu. Pengaruhnya terutama
bergantung pada jumlah cacing dan lamanya menginfeksi, untungnya jumlah cacing yang
menginfeksi biasanya sedikit. Pada daerah endemik jumlah cacing yang pernah ditemukan
sekitar 20-200 ekor cacing. Infeksi kronis pada saluran empedu menyebabkan terjadinya
penebalan epithel empedu sehingga dapat menyumbat saluran empedu. Pembentukan
kantong-kantong pada saluran empedu dalam hati dan jaringan parenchym hati dapat merusak
sel sekitarnya. Adanya infiltrasi telur cacing yang kemudian dikelilingi jaringan ikat
menyebabkan penurunan fungsi hati.

Gejala asites sering ditemukan pada kasus yang berat, tetapi apakah ada hubungannya
antara infeksi C. sinensis dengan asites ini masih belum dapat dipastikan. Gejala joundice
(penyakit kuning) dapat terjadi, tetapi persentasinya masih rendah, hal ini mungkin

10
disebabkan oleh obstruksi saluran empedu oleh telur cacing. Kejadian kanker hati sering
dilaporkan di Jepang, hal ini perlu penelitioan lebih jauh apakah ada hubungannya dengan
penyakit Clonorchiasis.

Cacing ini menyebabkan iritasi pd saluran empedu dan penebalan dinding saluran dan
Perubahan jaringan hati yang berupa radang sel hati, Gejala dibagi 3 stadium:

 stadium ringan tidak ada gejala


 stadium progresif ditandai dengan menurunnya nafsu makan,
diare, edema, dan pembesaran hati.
 stadium lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal terdiri
dari pembesaran hati, edema, dan kadang-kadang menimbulkan
keganasan dlm hati, dapat menyebabkan kematian
C. Pengobatan

Pengobatan untuk parasit ini adalah sama dengan trematoda lainnya, terutama melalui
penggunaan praziquantel sebagai obat pilihan pertama. Obat diberikan pada 5 mg / kg stat,
atau mingguan. Obat yang digunakan untuk mengobati infestasi
mencakup triclabendazole, praziquantel, bithionol ,Albendazole dan mebendazol.

B. Opisthorchis Felineus

Kelas : Trematoda

Ordo : Prosostomata

Famili : Opistorchoidae

Genus : Opistorchis

Hospes :

Terdapat pada kucing, anjing, dan manusia merupakan hospes penyakit ini, penyakitnya
disebut Opistorkiasis.

a) Morfologi dan Daur Hidup :

Ciri-ciri khusus :
11
 Ukuran : panjang 7-8 mm Lebar 2-3 mm
 Bentuk lebih panjang atau langsing.
 Kutikula tertutup duri.
 Oral sucker lebih terminal. asetabulum pada 1setengah bagian tubuh depan (1/4 dari
seluruh panjang tubuh)
 Besar oral sucker = besar ventral sucker.
 Sekum panjang tak bercabang
 Testis berlobi miring satu sama lain
 Kelenjar vitelin S pada tengah badan.

Hidup dalam saluran empedu dan saluran pankreas. Cacing dewasa berukuran 7-12 mm,
mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut. Bentuknya seperti lanset, pipih dorsoventral.
Telur jenis ini mirip denganC.Sinensis hanya bentuknya lebih langsing.

Infeksi terjadi dengan dengan makan ikan yang mengandung metaserkaria dan dimasak
kurang matang.

C. Opisthirchis Viverrini

Morfologi dan Daur Hidup :

Mirip dengan Opisthorchis Felineus. Infeksi terjadi dengan makan ikan mentah yang
mangandung mataserkaria.

D. Fasciola hepatica

Kingdom : Animalia

Phylum : Platyhelminthes

Kelas : Trematoda

Ordo : Echinostomida

12
Genus : Fasciola

Spesies : Fasciola Hepatica

a) Hospes :

Terdapat pada kambing dan Sapi, dan kadang-kadang parasit ini juga ditemukan pada
manusia. Penyakitnya disebut fascioliasis.

b) Morfologi dan Daur Hidup :

Cacing dewasa mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya kurang lebih 30x13mm.
bagian anterior berbentuk seperti kerucut dan pada puncak kerucut terdapat batil isap
mulut yang besarnya kurang lebih 1mm, sedangkan pada bagian dasar kerucut terdapat
batil isap perut yang besarnya kurang lebih 1,6mm. saluran pencernaan bercabang-cabang
sampai ke ujung distal sekum. Testis dan kelenjar vitelin juga bercabang-cabang.

Gambar 4. Cacing Fasciola hepatica dewasa

Telur cacing ini berukuran 140x90 mikron, dikeluarkan melalui selauran empedu ke dalam
tinja dalam keadaan belum matang. Telur menjadi matang dalam air setelah 9-15 hari dan
berisi mirasidium.

D. Patologi

Terjadi sejak larva masuk kesaluran empedu sampai menjadi dewasa. Parasit ini
dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding saluran.
Selain itu, dapat terjadi perubahan jaringan hati berupa radang sel hati. Pada
keadaan lebih lanjut dapat timbul sirosis hati disertai asites dan edema. Luasnya
organ yang mengalami kerusakan bergantung pada jumlah cacing yang terdapat
disaluran empedu dan lamanya infeksi gejala dari penyakit fasioliasis biasanya pada
stadium ringan tidak ditemukan gejala. Stadium progresif ditandai dengan
menurunnya nafsu makan, perut terasa penuh, diare dan pembesaran hati. Pada

13
stadium lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri dari perbesaran
hati, ikterus, asites, dan serosis hepatis.

E. Pengobatan dan pencegahan

Pengobatan yang dapat diberikan antara lain:

 Heksakloretan
 Heksaklorofan
 Rafoxamide
 Niklofolan
 Bromsalan yang disuntikkan di bawah kulit

Cara-cara pencegahan

 Tidak memakan sayuran mentah.


 Pemberantasan penyakit fasioliasis pada hewan ternak.
 Kandang harus dijaga tetap bersih, dan kandang sebaiknya tidak dekat
kolam atau selokan.
 Siput-siput disekitar kandang dimusnakan untuk memutus siklus
hidup Fasciola hepatica.

2. Trematoda Paru (Parangominus westermani)


a) Klasifikasi

Kingdom : Animali

Phylum : Platyhelminthes

Class : Trematoda

Ordo : Plagiorchiida

Family : Troglotrematidae

14
Genus : Paragonimus

Spesies : Paragonimus westermani

b) Hospes :

Manusia dan binatang yang memakan ketam atau udang batu, seperti kucing,
musang, anjing, harimau, serigala, dll.

c) Morfologi dan Daur Hidup :

Cacing dewasa hidup dalam kista di paru. Bentuknya bundar lonjong,menyerupai


biji kopi, dengan ukuran 8-12 x 4-6mm dan berwarna coklat tua. Batil isap mulut
hampir sama besar dengan batil isap perut. Testis berlobus terletak berdampingan
antara batil isap perut dan ekor. Ovarium terletak di belakang batil isap perut. Telur
berbentuk lonjong yang berukuran 80-118 mikron x 40-60 mikron dengan oper
kolum agak tertekan ke dalam.

d) Patologi
karena cacing dewasa berada dalam kista di paru, maka gejala dimulai dengan
adanya batuk kering yang lama kelamaan menjadi batuk darah. keadaan ini disebut
endemic hemoptysis. cacing dewasa dapat pula berimigrasi kealat-alat laindan
menimbulkan abses pada alat tersebut ( antara lain hati, limpa, otak, otot, dinding
usus ).
e) Pengobatan dan pencegahan
Prazikuantel dan bitionel merupakan obat pilhan.
Penyakit ini berhubungan erat dengan kebiasaan makan ketam dan pemakain
jamban yang tidak mencemari air sungai dan sawah dapat mengurangi transmisi
paragonimiasis.

3. Trematoda Usus
A. Fasciolidae

Hospes :

15
Kecuali manusia dan babi yang dapat menjadi hospes definitif cacing tersebut, hewan
lainnya seperti anjing dan kelinci juga dihinggapi. Penyakitnya disebut Fasiolopsiasis.

Morfologi dan Daur Hidup.

Cacing dewasa yang ditemukan pada manusia mempunyai ukuran panjang 2-7,5cm dan
lebar 0,8 – 2,0 cm. Bentuknya agak lonjong dan tebal. Biasanya kutikulum ditutupi duri-
duri kecil yang letaknya melintang duri-duri tersebut sering rusak karena cairan usus.
Batil isap kepala berukuran kira-kira seperempat ukuran batil isap perut. Saluran
pencernaan terdiri dari prefaring yang pendek, faring yang menggelembung, esofagus
yang pendek, serta sepasang sekum yang tiudak bercabang dengan dua indentasi yang
khas. Dua buah testis yang bercabang-cabang letaknya agak tandem di bagian posterior
cacing. Vitelaria letaknya lebih lateral dari sekum, meliputi badan cacing setinggi batil
isap perut sampai ke ujung badan.ovarium bentuknya agak bulat. Uterus berpangkal pada
ootip, berkelok-kelok ke arah anterior badan cacing, untuk bermuara pada atrium genital,
pada sisi anterior batil isap pertut.

Telur berbentuk agak lonjong, berdinding tipis transparan, dengan sebuag operkulum
yang nyaris terlihat pada sebuah kutubnya, berukuran panjang 130-140 mikron dan lebar
80-85 mikron. Setiap ekor cacing dapat mengeluarkan 15.000-48.000 butir telur sehari.

b. Echinostomatidae

Hospes :

Hospes jenis ini beraneka ragam yaitu manusia, tikus, anjing, burung, ikan, dll (Poliksen).
Penyakitnya disebut Ekinostomiasis.

Morfologi dan Daur Hidup :

Cacing trematoda dari keluarga Echinostomatidae, dapat dibedakan dari cacing-cacing


trematoda lain, dengan adanya ciri-ciri khas berupa duri-duri leher dengan jumlah antara

16
37 buah sampai kira-kira 51 buah. Letaknya dalam dua baris berupa tapal kuda,
melingkari bagian belakang serta samping batil isap kepala. Cacing tersebut berbentuk
lonjong berukuran panjang dari 2,5 mm hingga 13-15 mm dan lebarnya 0,4 – 0,7 mm
hingga 2,5 – 3,5 mm.

Testis berbentuk agak bulat, berlekuk-lekuk, letaknya tersusun tandem pada bagian
posterior cacing. Vitelaria letaknya sebelah lateral, meliputi duapertiga badan cacing dan
melanjut hingga bagian posterior cacing. Cacing dewasa hisup dalam usus halus,
mempunyai warna agak merah keabu-abuan. Telur mempunyai operkolum, besarnya
berkisar antara 103-137 x 59-75 mikron. Telur setelah tiga minggu dalam air , berisi
tempayak yang disebut mirasidium. Bila telur menetas , mirasidium keluar dan berenang
bebas untuk hinggap pada hospes perantara I yang berupa keong jenis kecil seperti
genusAnisus, Gyraulus,, Lymnaea dan sebagainya.

c. Heterophyidae

Hospes :

Cacing ini sangat banyak, umumnya mahkluk pemakan ikan ini seperti manusia, kucing,
anjing, rubah, dan jenis burung-burung tertentu. Nama penyakitny adalah Heterofiliasis.

Morfologi dan Daur Hidup :

Cacing dari keluarga Heterophyidae berukuran panjang antara `1-1,7 mm dan lebar antara
0,3-0,75 mm,kecuali genus Haplorcis yang jauh lebih kecil, yaitu panjang 0,41-0,51
mm dan lebar 0,24-o,3 mm di samping batil isap kelamin yang terdapat di sebelah kiri
belakang.

Morfologi dan Daur Hidup :

Cacing ini mempunyai 2 buah testis yang lonjong , ovarium kecil yang agak bulat
dan 14 bua folikel vitelin yang letaknya lateral. Bentuk uterus sangat berkelok-kelok,

17
letaknya diantara kedua sekum. Telur berwarna agak coklat muda,mempunyai
operkulum, berukuran 26,5-30 x 15-17 mikron, berisi mirasidium.

Mirasidium yang keluar dari telur, menghinggapi keong air tawar/payau , seperti
genus pirenella, Cerithidia, Semisulcospira, sebagai hospes perantara I dan ikan dari
genus Mugil, Tilapia, Aphanius, Achantogobius, Clarias dan lain-lain sebai hospes
perantara II. Dalam keong , mirasidium tumbuh menjadi sporokista, kemudian
menjadibanyak redia induk, berlanjut menjadi banyak redia anak untuk pada gilirannya
membentuk banyak serkaria. Serkaria ini menghinggapi ikan-ikan tersebut menjadi
metaserkaria.

4. Trematoda Darah
A. Schistosoma joponicum

Kelas : Trematoda

Subkelas : Digenea

Ordo : Strigeidida

Genus : Schistosoma

Spesies : Schistosoma joponicum

a) Hospes :
Hospesnya adalah manusia dan berbagai macam binatang seperti anjing, kucing, rusa,
tikus sawah (rattus), sapi, babi rusa dan lain-lain. Parasit ini pada manusia
menyebabkan oriental schistosomiasis, skistomiasis japonika, penyakit Ktayama atau
penyakit demam keong.
b) Morfologi dan Daur Hidup :

18
Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1,5cm dan betina kira-kira 1,9cm, hidupnya
di vena mesenterika superior. Telur ditemukan di dinding usus halus dan juga di alat-
alat dalam seperti hati,paru dan otak.

Gambar 1. Morfologi Schistosoma joponicum

Gambar 2. Telur Schistosoma joponicum

c) Patologi
Setelah parasit memasuki tubuh inang dan memproduksi telur, parasit
menggunakan system kekebalan inang (granuloma) untuk transportasi telur ke dalam
usus. Telur merangsang pembentukan granuloma disekitar mereka. Granuloma yang
terdiri dari sel motil membawa telur kedalam lumen usus. Ketika didalam lumen, sel
granuloma meninggalkan telur untuk dibuang dalam feses. Sayangnya sekitar 2/3 dari

19
telur tidak dikeluarkan, sebaliknya mereka berkembang diusus. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya fibrosis. Pada kasus yang kronis, Schistosoma joponicum
merupakan pathogen dari sebagian besar spesies schistosoma yang menghasilkan 3000
telur per hari diamana jumlah telur yang dikeluarkan ini sepuluh kali lebih besar dari
schistosoma mansoni.
Sebagai penyakit kronis, parasit ini dapat menyebabkan demam katayama,
fibrosis hati, sirosis hati, hipertensi hati portal, spinomegali dan ascites. Beberapa telur
mungkin masuk ke dalam paru-paru, system syaraf dan organ lain dimana mereka dapat
mempengaruhi kesehatan individu yang terinfeksi.
d) Pengobatan
Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan prazikuantel. Selain itu
dapat juga digunakan natrium antimony tartrat. Obat lainnya tidak memberikan hasil
yang memuaskan karena sebenarnya tidak ada obat khusus untuk parasit ini. Obat-obat
tersebut akan menyebabkan cacing dewasa terlepas dari pembuluh darah, sehingga
akan tersapu kedalam hati oleh sirkulasi portal.
e) Pencegahan
Kontrol infeksi Schistosoma joponicum memerlukan beberapa upaya
pencegahan penting yang terdiri dari pendidikan, menghilangkan penyakit dari orang
yang terinfeksi, pengendalian vektor dan memberikan vaksin pelindung.
Pendidikan dapat menjadi cara yang sangat efektif, tetapi sulit dengan
kurangnya sumber daya. Dilakukan juga untuk meminta orang untuk mengubah
kebiasaan, tradisi dan prilaku dapat menjadi tugas yang sulit.
Kotoran manusia harus dibuang secara hieginis. Kotoran manusia didalam air
bila dibertemu dengan hospes intermediet berupa siput Oncomelania merupakan
penyebab utama untuk kelangsungan hidup cacing Schistosoma. Maka sisa kotoran
manusia tidak boleh digunakan untuk nightsoiling (pemupukan tanaman dengan
kotoran manusia). Untuk menghindari infeksi, individu harus menghindari kontak
dengan air yang terkontaminasi oleh kotoran manusia maupun hewan.
Sesaat sebelum masuk kedaerah air yang berpotensi terinfeksi, salep
Cercaricial dapat dioleskan pada kulit. Barrier krim dengan basis dimenthicone
disarankan untuk perlindungan tinggi selama minimal 48 jam.

20
E. Schistosoma mansoni
a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Subkelas : Digenea
Ordo : Strigeidida
Genus : Schistosoma
Spesies : Schistosoma mansoni
a) Hospes :
Hospes definitif adalh manusi dan kera baboon di Afrika sebagai hospes reservoar.
Pada manusia cacing ini menyebabkan skistosomiasis usus.
b) Morfologi dan Daur Hidup :

Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1cm dan betina kira-kira 1,4cm. Pada badan
cacing jantan S. Mansoni terdapat tonjolan lebih kasar bila dibandingkan dengan S.
Haematobium dan S.japonicum. Badan S.japonicummempunyai tonjolan yang lebih
halus. Tempat hidupnya di vena, kolon dan rectum. Telur juga tersebar ke alat-alat lain
seperti hati, paru dan otak.

21
Morfologi dan telur Schistosoma mansoni

c) Patologi

Patologi yang berhubungan dengan infeksi dengan Schistosma mansoni dapat


dibagi menjadi dua bidang utama, yaitu schistosomiasis akut dan kronis. Schistomiasis
biasa disebut sebagai demam katayama. Hal ini terkait dengan timbulnya parasite
betina bertelur (sekitar 5 minggu setelah infeksi), dan pembentukan granuloma sekitar
telur terdapat di hati dan dinding usus ,menyerupai hepatosplenomegali
dan leukositosis dengan eosinofilia, mual, sakit
kepala, batuk, dalam kasus yang ekstrim diare disertai dengan darah, lendir dan bahan
nekrotik. Gejala kronis akan tampak beberapa tahun setelah infeksi. Gejalanya seperti
peradangan pada hati dan jarang ditemukan di organ lain (paru-paru).
d) Pengobatan
Natrium antimonium tartrat cukup efektif untuk pengobatan penyakit yang
diakibatkan oleh parasit ini. Stiboven dapat diberikan secara intramuskuler. Nitridiasol
juga efektif tetapi bukan sebagai obat pilihan. Obat lain yang cukup baik diberikan
peroral adalah oksamniquin dan nitrioquinolin.

22
e) Pencegahan
Pengendalian Schistosomiasis, dengan mengontrol setiap organisme yang
memungkinkan untuk menularkan cacing. Hal ini bertujuan untuk mencegah infeksi
baru, biasanya oleh gangguan siklus hidup parasit. Pencegahan dan pengendalian dapat
dicapai dengan sejumlah metode seperti berusaha untuk menghilangkan hospes
perantara, penghapusan parasit dari hospes definitif, pencegahan infeksi pada inang
definitif dan pencegahan infeksi pada hospes perantara.

F. Schistosoma haematobium
a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Subkelas : Digenea
Ordo : Strigeidida
Genus : Schistosoma
Spesies : Schistosoma haematobium
b) Hospes :

Hospes definitif adalah manusia. Cacing ini meyebabkan skistomiasis kandung kemih.
Baboon dan kera lain dilaporkan sebagai hospes reservoar.

c) Morfologi dan Daur Hidup :

Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1,3 cm danyang betina kira-kira 2,0cm.
Hidupnya di vena panggul kecil, terutama di vena kandung kemih. Telur ditemukan di
urin dan alat-alat dalam lainnya, juga di alat kelamin dan rectum.

23
Morfologi Schistosoma haemotobium

d) Patologi dan gejala klinis

Setelah kontak dengan kulit manusia, serkaria masuk kedalam pembuluh darah
kulit. Lebih kurang 5 hari setelah infeksi, cacing muda mulai menjangkau vena portae
dan hati. Kira-kira tiga minggu setelah infeksi pematangan cacing dimulai sejak
keluarnya dari vena portae. Setelah infeksi 10-12 minggu, cacing betina mulai
meletakan telur pada venule. Efek pathogen terdiri atas:
 Reaksi lokal dan umum terhadap metabolit cacing yang sedang tumbuh dan
matang
 Trauma dengan perdarahan akibat telur keluar dari venule.
 Pembentukan pseudoabses dan pseudotuberkel mengelilingi telur terbatas pada
jaringan perivaskuler
Penyakit ini seringkali tidak memperlihatkan tanda-tanda awal. Di beberapa tempat
tanda-tanda umum yang sering terliha tadalah adanya darah di dalam air kencing atau
kotoran. Pada wanita, tanda ini bisa juga disebabkan oleh adanya luka
pada alat kelaminnya. Di daerah di mana penyakit ini banyak terjadi, orangyang
memperlihatkan sekedar gejala-gejala yang tidak parah atau hanya sekedar sakit perut
saja, patut diperiksa.
e) Pengobatan

24
Obat yang biasa digunakan adalah Metrifonate, organoposforus cholinesterase
inhibitor. Dosisnya 5-15 mg/ kg berat badan diberikan dengan interval 2 minggu.

f) Pencegahan
Penyakit cacing dalam darah tidak ditularkan secara langsung dari satu ke orang
lain. Sebagian hidup cacing harus dihabiskan dengan hidup di dalam keong air jenis
tertentu. Program masyarakat dapat diadakan untuk membasmi keong-keong tersebut
pada lingkungan pemukiman agar mencegah penularan penyakit cacing pada manusia.

Cara menghindari penyebab penyakit ini antara lain:


 Menghindari kencing atau buang air besar di dalam air atau dekat sumber air.
 Hindari berenang di dalam air kotor.
 Gunakan perlindungan kaki saat memasuki air, misalnya menggunakan seoatu boot

2.3 Klasifikasi Trematoda Umum

Phylum Platyhelminthes terdiri atas tiga kelas, yaitu Turrbellaria, Trematoda, dan
Cestoidea. Yang dibicarakan dari kelas trematoda dan cestoidea.

2.3.1 Kelas Trematoda

Hanya bersifat parasit; stadium definitif ditutupi dengan integument tidak bersilia; epitel
bersilia terbatas pada larva yang menetas dari telur biasanya memiliki batil isap; biasanya
ditemukan saluran pencernaan makanan kecuali generasi sporokista Digenea.

Subkelas Digenea. Hampir semua spesies bersifat endoparasit; alat untuk melekat terdiri
atas satu atau lebih batil isap, salah satunya sirkumoral; porus eksretorius terbuka ke posterior
(tunggal pada stadium definitif, ganda pada stadium larva); perkembangannya kompleks, dengan
perubahan tiga atau lebih generasi, satu diantaranya pada tuan rumah yang melahirkan stadium
peralihan pada moluska; telur menetas, keluar larva yang memiliki silia.

25
2.3.2 Ordo Prostomata

Mulut pada / dekat ujung anterior badan, dikelilingi sebuah batil isap. Ordo ini merupakan
parasit bagi manusia.

Subordo Strigeata. Stadium definitif (dewasa) monecious / diecious, hidup dalam saluran
pencernaan makanan atau darah vertebrata; selalu didapat batil isap anterior; biasanya ditemukan
satu atau lebih acetabula ventral; cercaria dengan ekor bercabang dua; pada mirasidium terdapat
dua pasang “flam cells”.

Superfamili Schistosomatoidea (Stiles dan Hassall, 1926). Stadium definitif monecious


atau diecious, hidup dalam darah portal dari vertebrata; tidak memiliki otot pharyng; dengan /tanpa
asetabulum ventral; telur tidak beroperkulum cercaria apharyngeal, batil isap anterior posisinya
preoral;tidak ditemukan stadium metacercaria; cercaria memasuki tubuh tuan rumah definitif
dengan menembus kulit.

2.3.3 Famili Schistosomatidae

Spesies Schistosoma japonicium, S. mansoni, S. Haematobium dan S. mekongi.

Subordo Paramphistomata. Hermafrodit, ventral sucker berkembang dengan baik, posteroterminal


atau subterminal di samping organ reproduksi.

Superfamili Paramphistomatoidea. Stiles dan Goldberger, 1910. Acetabulum caudoterminal atau


subterminal; ditemukan oral sucker dan eosofagus; porus genitalis di daerah pre-equatorial testes
satu atau dua buah umumnya preovarial; vitellaria dilateral; telur beroperkulum; sepasang “flam
cell” pada mirasidium.

· Famili Paramphistomatidae.
· Spesies Watsonius watsoni.
· Famili Gastrodiscidae.
· Spesies Gasdiscoides hominis

2.3.4 Distomata.

26
Pemberian nama Distomata dipergunakan untuk memberikan gambaran secara diskritif, tidak
sebagai taksonomi.

Hermafrodit; ditemukan oral sucker dan ventral sucker; organ reproduksi seluruhnya atau sebagian
besar di sebelah posterior dari ventral sucker.

Sepasang “Flame Cell” ditemukan pada mirasidium; beribu spesies dalam kelompok ini yang
bertindak sebagai parasit pada hospes vertebrata; pada manusia terdiri atas tiga superfamili sebagai
berikut.

1. Superfamili Echinostamatoidea (Faust, 1929).

Trematoda dengan ukuran sedang; hidup dalam intestinum, sebagian kecil pada saluran empedu
vertebrata; ventral sucker berkembang baik, berdekatan dengan oral sucker; telur besar
beroperkulum, belum matang ketika keluar dari parasit; khas (pada famili Echinostomatidae)
dengan collar (seperti kerah baju) dari duri cervikal; mirasidium, memiliki dua bintik mata yang
terletak di tangah-tengah; berkembang menjadi redia; berkembang cercaria setelah redia dua
dengan ekor sederhana atau bergalur; menetas dalam jaringan molusca, beberapa invertebrate
lain,vertebrata atau tanaman.

· Famili Echinostomaatidae.
· Spesies Echinostoma ilocanum, E. Lindoense.
· Famili Fasciolidae.
· Spesies Fasciola hepatica, F. gigantic, Fasciolopsis buski

2. Superfamili Plagiorchioidea (Dolfus, 1930).

Trematoda dengan ukuran sedang dan kecil; pipih atau silindris; hidup di dalam saluran biler,
saluran pankreas, intestine atau paru-paru vertebrata. Mengeluarkan telur kecil / sedang,
operculum tebal, mengandug mirasidium sempurna ketika di keluarkan dari tubuh cacing.
Miracidia membentuk sporo kista; cercaria (memiliki / tidak styllet) dihasilkan dalam sporokista
generasi II atau redia, membentuk kista di dalam crustace, insek, moluska atau hospes perantara
lain atau dalam tumbuhan, untuk kemudian ditularkan ke dalam tuan rumah definitif.

27
· Famili Dicrocoliidae.

· Spesies Dicrocoelium dendriticum.

· Famili Troglotrematidae.

· Spesies Paragonimus westermani

3. Superfamili Opisthorchioidea (Vogel,1934 Faust, 1949).

Cacing berukuran kecil / sedang; seringkali spinose, perkembangan muskulatur tidak sempurna,
dengan atau tapa bintik mata pada stadium dewasa. Tidak memiliki kantung cirrus, testis di
belakang ovarium, tidak memiliki reseptakulum seminalis, metraterm dan duktus ejakolatoris
bersatu membentuk duktus genitalis komunis. Telur kecil, dinding tebal, memiliki operkulum,
mengandung mirasidium yang berkembang sempurna ketika keluar dari cacing, akan tetapi baru
menetas jika di telan tuan rumah yang sesuai. Cercaria berkembang dari redia sederhana, berbintik
mata, acetabulum rudimeter, tanpa stylet tetapi memiliki dua atau tiga baris pendek, duri pengait
di atas mulut. Cercaria ensitasi dalam ikan; dewasa pada saluran pencernaan makanan atau traktus
bilaris mamalia, burung, reptil atau ikan.

· Famili Opisthorchiidae.

· Spesies Opisthorchis felineus, O. viverini, Clonorchis sinensis.

· Famili Heteophydae.

· Spesies Heterophyes heterophyes, metagonimus yokogawi

2.3. Siklus Hidup Trematoda

Telur yang keluar dari tubuh cacing mungkin telah matang terdapat padaSchistosoma,Chlonorchis,
Metagonimus dan Opisthorchis.Pada Schistosoma telur langsung menetas di air,sedangkan
pada Chlonorchis dan Metagonimus, baru akan menetas jika masuk kedalam tubuh keong
air.Keadaan telur lainya yang perlu pematangan terlebih dulu di air, misalnya Fasciola,
Fasciolopsis dan Paragonimus.

28
Gambar 6. Siklus hidup Trematoda

Keluarnya telur dari hospes definitive dapat bersama tinja misalnyaFasciolopsis, Fasciola,
Clonorchis, Heterophyes, Schistosoma mansoni, S. japonicumatau bersama urin misalnya S.
haematobium atau dapat juga bersama sputum misalnya Paragonimus westermani. Telur yang
menetas di air, mengeluarkan larva stadium I yang disebut miracidium. Larva ini permukaan
tubuhnya ditumbuhi silia yang berguna untuk berenang mencari hospes perantara I (keong air
tawar). Larva ini harus sudah berada didalam tubuh hospes perantara I dalam 24 jam, jika belum
mendapatkannya, larva akan mati. Di dalam tuan rumah perantara I, larva segera melepaskan
silianya dan berubah menjadi semacam kantung memanjang yang disebut sporokista, kemudian
akan berumah menjadi redia. Redia memperbanyak diri dan berubah menjadi larva stadium IV
yang berekor dan disebut cercaria.Cercaria berenang meninggalkan hospes perantara I menuju
hospes perantaraII dari jenis keong air tawar lain,ikan,udang,kepiting atau tumbuhan air
tergantung spesies cacing.Didalam tubuh hospes perantara II cercaria akan berubah menjadi
metacercaria,berupa kista dengan dinding cukup kuat.Manusia terinfeksi jika memakan hospes
perantara II yang mengandung metacercaria.Pada Schistosoma, cercaria tidak menjadi
metacercaria,tetapi akan menembus kulit hospes definitive.

29
Perkembangan dalam tuan rumah perantara pertama banyak varisainya, secara singkat dapat
diuraikan perkembangannya yaitu :

1. Telur telah matang ketika keluar dari hospes, menetas saat kontak dengan air,keluar
miracidium mencari keong air, berubah menjadi sporokista generasi I, kemudian menjadi
sporokista generasi II, akhirnya menjadi cercaria, terjadi pada genus Schistosoma .

2. Telur belum matang, perlu pematangan di air menetas keluar miracidium, di dalam tuan
rumah perantara I berturut-turut menjadi sporokista, redia akhirnya menjadi cercaria, terjadi pada
genus Paragonimus. Untuk genus Fasciola danfasciolopsis, terjadi dua generasi redia.

3. Telur belum matang, pematangan di air, menetas, keluar miracidium, di dalam keong air
menjadi redia generasi I, generasi II, akhirnya menjadi cercaria, terjadi pada genus Echinostoma.

4. Telur telah matang ketika keluar dari hospes, baru menetas jika ditelan oleh keong air yang
sesuai. Kemudian berubah menjadi sporokista generasi I, redia dan akhirnya cercaria, terjadi pada
genus Clonorchis dan Metagonimus.

Stadium cercaria (berekor) adalah stadium ketika parasit tidak makan sehingga jika tidak
mendapatkan hospes akan mati. Manusia terinfeksi dengan cara metacercaria termakan bersama
tubuhan air pada Fasciola hepatica, Fasciolopsis buski, Watsonius watsoni, bersama ikan
pada Clonorchis sinensis, Heterophyes heterophyes, Metagonimus yokogawai atau bersama udang
pada Paragonimus westermani. Pada genus Schistosoma, manusia terinfeksi dengan cara cercaria
menembus kulit.

Menurut habitatnya, Trematoda di bagi ke dalam 4 kelompok yaitu :

1. Trematoda usus terdiri atas Fascilopsis buski, Metagonimus yokogawai, Echinostoma


ilocanum, Watsonius watsoni, Heterophyes heterophyes, Gastrodiscoides hominis.

2. Trematoda hati terdiri atas Fasciola hepatica, Opisthoschis felineus, Dicrocoelium


dendriticum, Opisthorchis viverini, Clonorchis sinensis.

3. Trematoda paru-paru yaitu Paragoniumus westermani

30
4. Trematoda darah yang terdiri atas Schistosoma haematobium, S. mansoni, S.
japonicum dan S. mekongi.

Pada umumnya epidemiologi trematoda terdapat pada daerah tropik dan oriental, kecuali untuk
genus Opisthorchis ditemukan antara lain di Jerman, daerah Rusia semenanjung Balkan. Ada
beberapa keadaan yang dapat membantu penyebaran trematoda, yaitu penggunaan air sungai untuk
mencuci, mandi dan keperluan lainnya, atau memakan keong air, tumbuhan air, ikan, ketam air
tawar mentah atau kurang matang, pembuangan tinja, urin atau sputum sembarangan serta hospes
reservoir yang dapat membantu penyebaran trematoda.

2.4. Gejala Klinis

Pada umumnya infeksi oleh trematoda tidak menimbulkan gejala yang berarti. Adapun gejala
klinis ini tergantung pada beberapa hal yaitu ukuran, jumlah dan stadium cacing, organ atau
jaringan yang terinfeksi, keadaan umum hospes.

Perubahan yang dapat terjadi pada tuan rumah defitinif berupa kelainan lokal atau sistemik, tapi
kebanyakan terjadi kedua-duanya. Terdapat tiga tahapan penyakit oleh trematoda, yaitu stadium
prepaten atau masa inkubasi biologis, yaitu waktu sejak masuknya stadium infektif pada hospes
sampai dapat menghasilkan telur atau sampai timbulknya gejala klinis. Selsnjutnya stadium akut,
tahapan ke tiga yaitu stadium kronis.

2.5. Pencegahan

Pencegahan penyakit oleh trematoda dapat di lakukan beberapa hal yaitu pengobatan penderita
sebagai sumber infeksi, desinfeksi dan sanitasi pembungan tinja, urine atau sputum, kampanye
antimolusca (pemberantasan keong air tawar). Serta pendidikan terutama menyangkut mandi serta
makan.

31
32
BAB III
KESIMPULAN

Cacing daun adalah cacing yang termasuk kelas trematoda filum platyhelminthesdan hidup
sebagai parasit pada umumnya hermatodit. Spesies ini merupakan parasityang terdapat dalam
tubuh manusia, termasuk subkelas digenea yang hidup sebagaiendoparasit.

Pada umumnya Trematoda atau cacing daun merupakan parasit dengan sifat hermafrodit yang
memiliki siklus hidup yang kompleks. Mulai dari telur, mirasidium. Serkaria. Redia, kemudian
menjadi cacing dewasa muda dan akhirnya menjadi cacing dewasa.berdasarkan tempat
hidupnyapun jenis cacing ini lebih bervariasi. Ada trematoda yang hidup di hati, Paru, usus bahkan
dalam darah. Proses penyebarannyapun sangatlah mudah dan sangat sederhana.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Natadisastra D. Parasitologi Kedokteran : Ditinjau dari Organ Tubuh


yang Diserang. Natadisastra D, Agoes Ridad, editor. Jakarta: Buku Kedokteran EGC,
2009. 105p.

2. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran edisi ke empat. Badan Penerbit FKUI. Jakarta: 2001.
Editor: Inge Sutanto, Is suhariah Ismid, Puji K Sjarifuddin, Saleha sungkar

3. Sandjaja Bernardus. Parasitologi Kedokteran Buku II Helmintologi Kedokteran. Herri


Pedo, editor. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007. 286-287p.

4. Prianto Juni, Darwanto, Tjahaya. Atlas Parasitologi Kedokteran. Hadidjaja Pinardi,


Gandahusada S, editor. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1995. 49p

5. Safar Rosdiana. 2010. Parasitologi Kedokteran Edisi Khusus. Bandung : Yrama Widya,
halaman 180-182

34

Anda mungkin juga menyukai