Anda di halaman 1dari 33

Teknik Pemeriksaan Radiologi Konvensional Saluran Cerna Bagian Atas

Pembimbing : dr. I Wayan Murna Y., Sp.Rad (K)

Penyaji : dr. Erwin Santoso Sugandi

DISAMPAIKAN DALAM RANGKA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

RSUPN DR. CIPTOMANGUNKUSUMO

JAKARTA 2015
BAB I

PENDAHULUAN

Saluran cerna atas mencakup rongga mulut. faring, esofagus, lambung, dan duodenum
yang dibatasi oleh ligamentum Treitz. Beberapa kelainan dapat terjadi pada organ tersebut,
mulai dari kelainan kongenital, infeksi, neoplasma, trauma, serta berbagai penyebab lainnya.
Menurut Gillen dan Mccoll, gejala dari gangguan saluran cerna bagian atas ini dapat
dikelompokkan menjadi gejala menyerupai GERD, gejala nyeri seperti ulkus, dan gejala
dismotilitas atau kembung.1 Meskipun gejalanya sederhana, hal ini dapat mengarah ke
berbagai macam diagnosis mulai dari gastritis hingga keganasan. Menurut data dari WHO
pada tahun 2012, daerah Asia Tenggara memiliki insidens keganasan esofagus dan lambung
mencapai 67.000 dan 91.000 kasus dengan angka kematian 62.000 dan 83.000 per tahun.2
Oleh karena itu, pemeriksaan radiologi saluran cerna merupakan sesuatu yang dapat
dilakukan pada pasien dengan keluhan-keluhan tersebut untuk membantu penegakkan
diagnosis sehingga penanganan yang diberikan juga akurat.

Dengan berkembangnya teknik pencitraan cross sectional dan endoskopi,


pemeriksaan radiologi dengan menggunakan floroskopi dan kontras barium sudah mulai
ditinggalkan. Namun pemeriksaan dengan flouroskopi ini tetap memiliki kelebihannya, yaitu
relatif murah, aman, dan lebih banyak tersedia dibandingkan dengan alat seperti CT scan dan
endoskopi. Hal ini membuat jumlah pemeriksaan saluran cerna menggunakan barium terus
meningkat. Disamping itu, pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi berbagai kelainan
morfologi maupun fisiologi yang terjadi pada saluran cerna, terutama karena menggunakan
alat flouroskopi yang akan menghasilkan gambar yang bergerak.3 Oleh karena itu, penting
untuk mengetahui mengenai indikasi, teknik persiapan, hingga teknik pemeriksaan dari
pencitraan saluran cerna atas ini.

Tujuan makalah ini adalah untuk membahas teknik-teknik radiologi konvensional


yang sering digunakan untuk memeriksa saluran pencernaan bagian atas. Termasuk di
antaranya adalah anatomi normal, bahan kontras yang digunakan, prosedur persiapan serta
pemeriksaannya.
BAB II

ANATOMI TRAKTUS GASTROINTESTINAL BAGIAN ATAS

Traktus gastrointestinal terdiri dari rongga mulut, orofaring, esofagus, gaster,


lambung, usus dua belas jari, usus halus, usus besar, hingga anus. Secara garis besar, traktur
gastrointestinal dibagi menjadi traktus gastrointestinal bagian atas dan bagian bawah. Traktus
gastrointestinal bagian atas dimulai dari rongga mulut hingga duodenum dan bagian bawah
dimulai dari jejunum hingga anus.4

2.1 Anatomi Faring

Faring merupakan organ yang tersusun atas otot skelet yang berada setinggi basis
kranium hingga batas bawah dari kartilago krikoid (Gambar 1).5 Faring terletak pada sisi
anterior dari vertebra cervical, otot prevertebral, dan jaringan lunak pada ruang retrofaring.
Pada sisi lateral, faring berhubungan dengan otot leher, tulang hyoid, kartilago tiroid, dan
selubung karotis. Faring terbagi menjadi nasofaring (epifaring), orofaring (mesofaring), dan
laringofaring (hipofaring).6

Gambar 1 Pembagian dari faring


Nasofaring adalah bagian yang berada pada superior dari palatum mole dan
berhubungan dengan lubang hidung melalui choana. Pada bagian superior, nasofaring
berhubungan dengan fornix faring. Pada bagian lateral dan posterior, nasofaring berbatasan
dengan m. consrictor pharingis superior dan fascia pharyngobascilaris. Pada bagian inferior,
nasofaring dibatasi oleh ismus faring, yaitu batas antara nasofaring dan orofaring yang
dibentuk oleh pangkal dari palatum mole dan dinding posterior faring.

Pada daerah nasofaring terdapat struktur yang penting berupa ostium dari tuba
eustachius yang berada pada posterolateral dari choana. Ostium ini dikelilingi oleh kartilago
yang membentuk penonjolan yang dikenal sebagai torus tubarius. Selain itu, terdapat organ
limfoid pada daerah posterior dan superior dari nasofaring yang dikenal dengan nama tonsil
tuba dan tonsil faringeal.

Daerah faring berikutnya adalah orofaring. Daerah orofaring merupakan daerah di


bawah palatum mole yang berhubungan dengan rongga mulut di bagian anterior. Orofaring
ini dibatasi oleh palatum mole pada bagian superior, arcus palatoglossal pada bagian lateral,
dan bagian posterior dari lidah pada bagian inferior serta epiglotis. Pada orofaring terdapat
dua buah arcus, yaitu arcus palatoglossal dan arcus palatopharyngeal. Arcus palatoglossal
terbentuk dari m. palatoglossus yang berjalan dari bagian anteroinferior dari palatum mole
hinggal bagian lateral dari lidah. Pada posterior dari arcis palatoglossal adalah arcus
palatopharyngeal yang merupakan m. palatopharyngeus yang berjalan dari palatum mole
hingga bagian lateral dari faring. Di antara kedua arcus ini terdapat fosa tonsillar yang
merupakan tempat dari tonsil palatina.

Bagian berikutnya adalah laryngofaring yang menghubungkan laring melalui inlet


laring yang disebut auditus. Pada sisi superior, laringofaring dibatasi oleg epiglotis dan
orofaring. Pada bagian inferior, lariongofaring ini dibatasi oleh permukaan dari kartilago
cricoid. Laringofaring akan menyempit pada level kartilago cricoid karena akan menyatu
dengan esofagus (gambar 2). Pada ketinggian ini, laringofaring dibarasi oleh lipatan
aryepiglotic pada bagian medial dan kartilago thyroid pada bagian lateral sehingga
membentuk sinus piriformis.6 Bagian faring yang terlibat dalam proses menelan adalah
orofaring dan laringofaring. Batas antara orofaring dan laringofaring ini adalah lipatan
faringoepiglotis.
Gambar 2. Struktur faring normal pada proyeksi frontal (A) dan lateral (B). Gambaran
radiografi kontras ganda tersebut menunjukkan kontur dari permukaan lidah (panah hitam),
fossa tonsilar (fossa tonsilar kanan ditunjuk oleh panah putih), valekula (valekula kiri dilabeli
huruf v), epiglotis (e), dinding lateral (panah terbuka) dari sinus piriformis (sinus piriformis
kanan dilabeli huruf p) , lipatan glossoepiglotis (kepala panah), palatum mole (s), dan dasar
lidah (T).5

2.2 Anatomi Esofagus

Esofagus merupakan organ berbentuk tabung syang menghubungkan faring dengan


lambung. Esofagus dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu esofagus servikal ,
mediastinal, dan abdominal (gambar 3). Esofagus servikal dimulai dari batas bawah kartilago
krikoid hingga setinggi insisura jugularis sternalis dengan panjang kira-kira 15 - 20 cm dari
insisivus. Esofagus mediastinal terbagi lagi menjadi bagian atas, tengah, dan bawah. Bagian
atas dari esofagus mediastinal terletak setinggi dari rongga toraks hingga karina dengan
panjang kira-kira 20 - 25 cm dari insisivus. Bagian tengah esofagus mediastinum terletak
setinggi karina hingga vena pulmonalis inferior dengan panjang kira-kira 25 - 30 cm dari
insisivus, dan bagian bawah setinggi vena pulmonalis inferior hingga gastroesohageal
junction. Kadang disebutkan adanya esofagus abdominal yang merupakan bagian pendek dari
esofagus mediastinal yang dimulai dari diafragma hingga gastroesohageal junction.7
a

Gambar 3. Diagram dari segmen esofagus. Tiap garis menunjukkan perbatasan dari esofagus.
Esofagus terdiri dari esofagus servikal (daerah ditunjukkan dengan panah hitam), esofagus
mediastinal (area yang ditunjukkan dengan panah putih menunjukkan bagian atas, tengah,
bawah), dan esofagus abdominal (a).7

Esofagus memiliki empat buah indentasi yang dapat terlihat pada potongan koronal.
Indentasi pertama terletak pada permulaan esofagus. Indentasi ini mengarah ke kiri dan
kembali ke daerah midline pada level vertebra T5. Indentasi yang kedua terbentuk ketika
esofagus disilang oleh aorta torakal desenden, sebelum esofagus mencapai diafragma.
Indentasi yang berikutnya adalah indentasi yang terbentuk oleh karena jantung dan hiaus
esofagus. Esofagus juga memiliki kelengkungan yang mengikuti kelengkungan
anterposterior dari vertebra cervical dan torakal (gambar 4).8
Gambar 4. Indentasi pada esofagus normal yang terjadi oleh karena arkus aorta (1), bronkus
principalis kiri (2), jantung (3), dan hiatus esofagus (4).9

Esofagus ini memiliki tiga buah daerah penyempitan, yaitu8 :

1. Sekitar 15 cm dari gigi insisivus, pada permulaan esofagus, yaitu di sphincter


crycopharyngeal. Daerah ini adalah daerah tersempit esofagus yang berada kira-kira
setinggi vertebra C6
2. Sekitar 23 cm dari gigi insisivus, yaiu ketika esofagus disilang oleh arkus aorta dan
bronkus principalis kiri
3. Sekitar 40 cm dari gigi insisivus, ketika esofagus memasuki diafragma. Pada bagian
tersebut terdapat Lower Esophageal Sphincter (LES)

2.3 Anatomi Lambung

Lambung merupakan organ intraperitoneal yang berbentuk huruf J dengan dinding


cekung yang menghadap ke medial pada sisi kanan. Bagian yang cekung ini disebut
kurvatura minior yang berjalan sepanjang kardia hingga orifisium pilorus. Pada bagian
superior, terdapat incisura cardiac gaster (cardiac notch) yang merupakan sudut yang
dibentukan antara sisi kiri dari esofagus abdominal dan fundus lambung. Pada sisi kiri
terdapat dinding yang disebut kurvatura mayor di mana sisi cembungnya menghadap ke
lateral. Kurvatura ini berjalan sepanjang insisura kardia, naik ke puncak fundus, kemudian
turun hingga ke orifisium pilorus. Panjang kurvatura mayor ini sekitar empat hingga lima kali
lebih panjang dari kurvatura minor.10

Lambung ini terbagi menjadi empat bagian (gambar 5). Bagian fundus berbentuk
seperti kubah yang berada di atas orifisium esofagus. Garis horizontal imajiner yang melalui
insisura kardia merupakan batas antara fundus dengan korpus. Korpus ini berjalan hingga ke
bagian bawah pada tingkat kurvatura mayor membelok ke arah pilorus. Batas dari korpus dan
pilorus ini adalah garis imajiner antara insisura angularis hingga indentasi pada kurvatura
mayor. Bagian terakhir dari lambung adalah antrum pilorus dan kanal pilorus yang dibatasi
oleh indentasi dari kurvatura mayor yang disebut sulkus intermedius.11

Gambar 5. Bagian dari lambung dan duodenum secara skematis.4

Lambung yang normal memiliki lipatan mukosa atau rugae yang akan terlihat saat
lambung tidak terlalu terdistensi. Rugae ini akan terlihat jelas pada daerah kurvatura mayor
dan korpus. Rugae ini akan menembal apabila terjadi proses seperti inflamasi atau tumor.
Apabila lambung terdistensi secara total, maka rugae ini akan menjadi rata dan tidak terlihat.
Namun sebaliknya, apabila lambung terdistensi total maka akan terlihat gambaran mukosa
yang disebut sebagai areae gastrica yang dapat terlihat secara baik pada pencitraan kontras
ganda. Gambaran ini berbentuk reticulonodular dan akan berubah apabila terjadi inflamasi
atau adanya neoplasia. Areae gastrica ini juga merupakan penanda bahwa pelapisan mukosa
gaster oleh barium sudah adekuat. Area gastrica akan tampak lebih membesar pada pasien
geriatri karena adanya penipisan dari mukosa (gambar 6). Pada beberapa pasien juga dapat
terlihat lipatan transversal pada antrum (gastric striae) yang merupakan penanda adanya
gastritis kronis. Pada pasien kurus, maka dinding posterior dari lambung dapat mengalami
penekanan oleh organ di posterior lambung seperti limpa dan pankreas.10

Gambar 6. Mukosa Lambung yang normal A. Gambaran lambung pada posisi pronasi dengan
kompresi dengan menggunakanbarium berdensitas tinggi menunjukkan lipatan mukosa
berupa filling defect yang bercabang-cabang. dapat terlihat pula gambaran reticular dari areae
gastricae. B. Gastric striae pada antrum distal. C. Impresi normal pada gaster yang terjadi
pada pasien kurus. Impresi yang superior disebabkan karena limpa dan impresi inferior
disebabkan karena pankreas.9

2.4 Anatomi Duodenum

Duodenum merupakan organ yang terletak sebagian besar pada retroperitoneal, dan
hanya bagian kranialnya yang terletak intraperitoneal. Duodenum terbagi menjadi empat
bagian dengan panjang total 20-25 cm (gambar 5). Bagian-bagian tersebut adalah12,13 :
1. Bagian pertama berjalan setelah pilorus hingga fleksura duodenal superior yang
panjangnya 5 cm dan berbentuk seperti bulbus. Bagian ini terhubung dengan
permukaan hepar bagian bawah melalui ligamentum hepatuduodenal yang berisi a.
hepatica propria, vena porta, dan duktus koledokus. Pada sisi anterior, segmen
duodenum ini berbatasan dengan lobus quadratus hepar (segmen IV) dan kandung
empedu. Pada sisi posterior, segmen duodenum ini berbatasan dengan duktus
koledokus, vena porta, dan a. gastroduodenal.
2. Bagian kedua duodenum bergerak ke bawah mulai dari fleksura duodenal superior
hingga fleksura duodenal inferior. Bagian ini panjangnya sekitar 8 - 10 cm dan
terdapat ampulla hepatopankreas (ampulla Vater). Duktus pankreatik minor terletak
sekitar 2 cm ke arah kranial dari ampula ini. Selain itu, bagian caput pancreas terdapat
pada bagian lengkungan (C loop) dari segmen ini. Pada sisi anterior, segmen
duodenum ini berhadapan dengan kolon transversal dan mesokolon. Pada bagian
posterior, segmen ini berbatasan dengan ginjal kanan dan vena cava inferior.
3. Bagian ketiga duodenum berbentuk hoorizontal dan bergerak hingga ke sebelah kiri
aorta abdominal dan vena cava inferior. Pada bagian anterior, segmen ini berbatasan
dengan a. mesenterika superior.
4. Bagian ke empat dari duodenum bergerak ke arah atas dan kiri menuju ligamentum
Treitz. Ligamentum Treitz ini sering digunakan sebagai batas antara saluran cerna
bagian atas dan bawah.

Mukosa pada duodenum akan tampak halus, dan pada pemeriksaan kontras ganda
akan tampak seperti beludru yang disebabkan karena adanya vili yang normal. Pada
beberapa pasien, akan ada variasi normal yang menyerupai gambaran patologis, misalnya
adanya filling defect angular di dekat bulbus duodenum yang merupakan karakteristik
dari mukosa gaster yang heterotopik. Ada pula gambaran menyerupai massa yang bulat
atau ovoid dengan cekungan yang berisi barium pada bagian tengahnya yang sebenarnya
merupakan varian normal dari lipatan mukosa pada fluksura duodenum superior dan
dikenal sebagai pseudolesi duodenum. Selain itu, dapat juga terlihat adanya cekungan-
cekungan kecil berisi barium pada mukosa bulbus duodenum yang tidak dikelilingi oleh
gambaran halo yang umumnya terdapat pada erosi. Cekungan ini merupakan variasi
normal dan bukan merupakan erosi (gambar 7). 9
Gambar 7. Gambaran normal dari mukosa duodenum. A Gambaran seperti beludru yang
halus pada mukosa bulbus duodenum. B. Gambaran filling defect yang angular karena
mukosa gaster yang heterotopic pada bulbus duodenum. C. Gambaran fluxura psudolesi
(panah) akibat lipatan dari area mukosa dari flksura duodenum superior. D. gambaran
cekungan punctata yang berisi barium pada bulbus duodenum yang tidak disertai halo
,merupakan gambaran normal9
BAB III

INDIKASI PEMERIKSAAN DAN PEMILIHAN AGEN KONTRAS

3. 1 Barium Swallow

Barium swallow merupakan pemeriksaan yang menilai organ faring dan


esofagus.Meskipun pemeriksaan barium swallow ini menggunakan kontras, namun seringkali
diambil pemeriksaan pendahuluan tanpa menggunakan kontras untuk mendapatkan informasi
pendahuluan seperti pada kasus penyempitan. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
memeriksa anatomi dan fungsi faring. Kelainan fungsional dari faring yang dapat dievaluasi
antara lain kesulitan menelan yang dapat disebabkan oleh penyakit neurologis, penyakit pada
otot untuk menelan, infeksi, dan pasca pemberian radioterapi.14 Untuk kelainan anatomi,
pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui adanya divertikel, fistula, inflamasi,
neoplasma, striktur, benda asing, dan pasien pasca operasi.15

Pemeriksaan pada esofagus meliputi foto polos dan foto dengan kontras (esofagram).
Penggunaan Kontras ini juga meliputi kontras tunggal dan kontras ganda. Menurut American
College of Radiology, indikasi untuk melakukan pemeriksaan esofagram pada orang dewasa
meliputi nyeri dada atipikal yang diduga tidak berkaitan dengan penyakit jantung dan paru,
pasien yang diduga mengalami reflux gastroesofageal, pasien disfagia, dan odinofagia. Selain
itu, pemeriksaan esofagram juga membantu untuk melakukan diagnosis atau evaluasi pada
pasien dengan gangguan motilitas, esofagitis, striktur esofagus, varises esofagus, suspek
perforasi esofagus, neoplasma, obstruksi esofagus, benda asing, dan penilaian pascaoperasi.16

Pada pasien bayi dan anak-anak, indikasi untuk melakukan esofagram adalah adanya
disfagia, odinofagia, nyeri dada non kardiak, pneumonia berulang atau inflamasi
trakeobronkial kronis. Selain itu, penggunaan esofagram juga membantu untuk memebantu
penegakkan diagnosis atau evaluasi pada pasien dengan kecurigaan gangguan motilitas,
striktur esofagus, varises esofagus, anomali pembuluh darah besar, obstruksi esofagus,
kompresi ekstrinsik dari esofagus, fistula trakeoesofageal, esofagitis, neoplasma, dan
penilaian pascaoperasi.17
3.2 Barium Meal

Pemeriksaan barium meal merupakan pemeriksaan yang memeriksa esofagus,


lambung, dan duodenum. Indikasi pemeriksaan ini meliputi kelainan pada esofagus, lambung
dan duodenum. Pemeriksaan ini terbagi menjadi pemeriksaan dengan kontras tunggal dan
kontras ganda. Untuk kelainan esofagus, indikasi pemeriksaan ini sama dengan indikasi pada
pemeriksaan barium meal. Menurut American College of Radiology, pemeriksaan untuk
lambung dan duodenum pada orang dewasa diindikasikan pada pasien dengan nyeri
abdomen, atau rasa tidak nyaman pada epigastrium, mual muntah, tanda-tanda perdarahan
saluran cerna atas, anemia, dan penurunan berat badan. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat
membantu penegakkan diagnosis serta evaluasi pada pasien gastritis atau duodenitis, ulkus
peptikum, hiatal hernia, varises, kecurigaan perforasi, neoplasma, obstruksi pada lambung,
serta penilaian pre dan pascaoperasi.16

Pada pasien anak-anak dan bayi, pemeriksaan ini diindikasikan pada pasien dengan
nyeri abdomen, atau rasa tidak nyaman pada epigastrium, mual muntah, tanda-tanda
perdarahan saluran cerna atas, penurunan berat badan atau kegagalan tumbuh kembang,
sindroma kongenital atau anoali yang berhubungan dengan malrotasi saluran cerna, massa
abdomen, penyakit pernafasan kronik atau berulang, dan keluhan lain yang menancam jiwa
seperti henti nafas yang memiliki diagnosis diferensial beragam seperti apneu, aspirasi,
kekerasan pada anak, dan lain-lain. Pemeriksaan ini juga membantu penegakan diagnosis
pada anomali malrotasi usus, hiatal hernia, refluks gastroesofageal, pasien gastritis atau
duodenitis, stenosis pilorus, obstruksi pada lambung atau duodenum, ulkus peptikum, laserasi
duodenal atau hematom intramural, hernia diafragma yang rekuren, dan neoplasma. 17

3.3 Agen Kontras

Agen kontras yang sering digunakan untuk pemeriksaan radiologi saluran cerna
adalah barium sulfat. Meskipun barium ini bersifat inert dan bukan merupakan media
pertumbuhan bakteri, namun beberapa zat aditif pada preparat yang tersedia umumnya
bersifat organik dan dapat menjadi media pertumbuhan bakteri. Apabila kemasannya telah
dibuka dan ciampurkan dengan air, larutan barium harus disimpan dalam lemari es apabila
ingin digunakan pada hari berikutnya. 18
Tingkat pelapisan barium pada organ-organ saluran cerna memiliki karakteristik yang
berbeda-beda pada tiap organnya. Hal ini dipengaruhi oleh pH, komposisi dan jenis dari
selaput mukosa. Kontras dengan partikel besar dirancang untuk pencitraan kontras ganda
sehingga kurang baik untuk dilarutkan dan digunakan pada pencitraan kontras tunggal. Hal
ini disebabkan karena barium berpartikel besar tersebut akan cepat membentuk sedimentasi
apabila diminum sehingga lumen yang nondependen hanya akan terlapisi oleh sedikit barium
dan membuat lesi-lesi pada dinding ang nondependen kurang tervisualisasi dengan baik. 18

Penggunaan kontras ini dapat digunakan secara bergantian dalam satu pemeriksaan
pasien. Larutan kontras yang lebih encer memiliki densitas rendah (50-100% w/v)
dibandingkan kontras yang lebih kental (200-250% w/v). Larutan kontras berdensitas rendah
digunakan untuk pemeriksaan kontras tunggal, sedangkan larutan kontras berdensitas tinggi
digunakan untuk pemeriksaan kontras ganda.f Selain itu, pada saat pemeriksaan untuk
memeriksa morfologi faring dan esofagus, penggunaan kontras yang lebih kental akan
memperlihatkan struktur morfologi yang lebih baik. Namun apabila dalam pemeriksaan
flouroskopi ditemukan adanya gangguan motilitas, maka dapat dilanjutkan dengan kontras
yang lebih encer. Penggunaan kontras yang lebih encer ini dapat memvisualisasi epiglotis
lebih jelas dibandingkan yang lebih padat serta dapat menilai adanya penetrasi barium ke
laring dibandingkan dengan barium yang lebih kental.5 Untuk membuat suatu larutan kontras
berdensitas tinggi, diperlukan 65-70 ml air yang dicampurkan dengan satu sendok takar
bubuk barium berdensitas tinggi. Bubuk barium ini cepat mengendap sehingga larutan barium
perlu diaduk hingga sesaat sebelum pemeriksaan.

Dalam pemeriksaan kontras ganda, diperlukan udara sebagai kontras negatif. Gas ini
dapat diberikan berupa tablet yang memproduksi gas, bubuk, atau cairan efervesen.
Kandungan yang terdapat pada agen ini adalah sodium bikarbonat dan asam seperti asam
tartarik atau asam sitrat yang dapat menghasilkan karbon dioksida. Kurang lebih 400 hingga
500 ml gas diperlukan untuk membuat distensi esofagus dan gaster yang cukup untuk
visualisasi yang baik. Cara untuk pemberiannya adalah dengan meminta pasien meminum
sedikit air terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan larutan efervesen, yang diikuti
segera dengan meminum larutan barium sebanyak 60 - 120 ml. Kombinasi air dan larutan
efervesen akan menghasilkan gas yang mendistensi esofagus, dan barium akan melapisi
mukosa esofagus tersebut.18
Bentuk kontras yang digunakan pada pemeriksaan faring ada beberapa macam, yaitu
kontras yang berbentuk larutan encer (viskositas rendah), larutan kental (viskositas tinggi),
hingga kontras berbentuk semi padat atau puding. Setiap kontras ini memiliki kelebihan dan
kekurangannya. Dari segi keamanan, kontras yang berbahan lebih padat akan lebih sedikit
untuk terjadi risiko aspirasi melalui laring karena faring memiliki kemampuan lebih baik
untuk memanipulasi kontras yang lebih padat ketimbang kontras cair. Oleh karena itu, dalam
menilai fungsi menelan faring, kontras semi padat lebih aman dibandingkan dengan kontras
bebentuk larutan kental, dan kontras berbentuk larutan yang kental lebih aman daripada yang
encer.5

Meskipun demikian, kontras yang encer memiliki kelebihan karena lebih cepat untuk
melewati faring dibandingkan kontras yang lebih padat. Kontras yang padat memiliki risiko
untuk tersengkut pada sinus piriformis, terutama pada pasien dengan kelemahan kontraksi
faring. Oleh karena itu, penggunaan kontras yang encer perlu dipertimbangkan apabila terjadi
kecurigaan adanya kelemahan dari kontraksi faring. Selain itu, penggunaan kontras yang cair
juga lebih mudah untuk mendeteksi fistula dibandingkan kontras yang kental.5

Kontras dalam jumlah yang sedikit (2 - 5 ml) lebih dapat dimanipulasi secara aman
oleh faring dibandingkan dengan kontras dalam jumlah yang lebih besar (8 - 10 ml). Pasien
perlu diminta untuk mencoba menelan kontas sejumlah satu teguk dahulu untuk memeriksa
apakah ada kesulitan dalam menelan. Apabila ditemukan kesulitan, maka jumlah kontras
yang nanti diberikan pada saat pemeriksaan akan dimulai dari jumlah yang sedikit terlebih
dahulu. Pemberian kontras dapat menggunakan gelas ukur kecil atau sendok teh. Pemberian
menggunakan sedotan sebaiknya dihindari terutama pada pasien yang memiliki gangguan
menelan.5

Agen kontras yang digunakan pada pemeriksaan organ esofagus, lambung dan
duodenum adalah agen kontras dengan densitas tinggi (250% w/v) dan densitas rendah (40-
50% w/v). Terdapat pula kontras yang terlarut dalam air yang umumnya hiperosmolar, seperti
gastrografin dan omnipaque oral. Penggunaan kontras yang larut dalam air ini kurang baik
dibandingkan barium dalam menunjukkan anatomi dari saluran cerna. Penggunaan barium
juga lebih baik dalam menunjukkan adanya fistula dari esofagus ke trakea. Namun apabila
terdapat perforasi, maka kontras ini akan akan diserap pada peritoneum atau mediastinum.
Hal ini lebih unggul dibandingkan barium yang akan menyebabkan reaksi granulomatosa
pada peritoneum atau mediastinum. Apabila barium keluar melalui perforasi di saluran cerna
atas, maka reaksi granulomatosa ini hanya memiliki efek klinis minimal. Namun apabila
barium ini keluar melalui kolon, maka barium akan bercampur dengan feses ke ruang
peritoneal dan dapat memicu terjadinya peritonitis.5
BAB IV

TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOLOGI KONVENSIONAL SALURAN CERNA


BAGIAN ATAS

4.1 Persiapan Pasien

Pasien yang akan melakukan pemeriksaan menggunakan kontras diharapkan untuk


menjaga mukosa faring untuk tetap kering karena barium berdensitas tinggi akan melekat
dengan baik pada mukosa yang kering. Hal ini dapat diusahakan dengan cara meminta pasien
untuk tidak makan atau minum sejak tengah malam pada hari sebelum pemeriksaan. Pada
hari pemeriksaan, apabila pasien sedang mengonsumsi obat yang rutin, maka pasien dapat
meminum obatnya dengan cara meminumnya dengan sedikit air saja. Penggunaan insulin
pada pasien insulin dependent diabets melitus harus disesuaikan pada hari sebelum dilakukan
pemeriksaan. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi pelapisan barium sepeti antasida perlu
dihindari. Pasien juga diminta untuk mengurangi aktivitas yang dapat merangsang produksi
dari saliva seperti merokok, mengunyah permen, atau pelega tenggorokan yang berbentuk
lozenges. Pada pasien yang tujuan pemeriksaannya adalah menilai fungsi dari faring masih
diperbolehkan untuk berkumur dengan air apabila mulutnya terasa kering. Pada saat
pemeriksaan, prostesis pada rongga mulut seperti gigi palsu tetap digunakan apabila tujuan
pemeriksaan untuk menilai fungsi menelan, karena apabila gigi palsu ini dicabut maka
pergerakan menelan dari pasien dapat terpengaruhi. 5

Pada pasien yang akan dilakukan pemeriksaan organ esofagus, maka persiapan yang
diperlukan adalah sama seperti pemeriksaan yang melibatkan faring, yaitu mencegah
aktivitas yang memicu sekresi saliva, menghindari minuman atau obat-obatan yang dapat
melapisi mukosa (air putih atau air gula masih diperbolehkan), dan mengindari pemberian
insulin pada saat sebelum pemeriksaan untuk pasien diabetes mellitus yang menggunakan
insulin. Namun apabila pasien direncanakan untuk melakukan pemeriksaan hingga meliputi
lambung dan duodenum, maka pasien diminta untuk puasa makanan dan minuman setelah
tengah malam pada hari sebelum dilakukan pemeriksaan. Hal ini dilakukan karena adanya
cairan atau makanan yang belum tercerna pada lambung dan duodenum akan mengganggu
proses pelapisan kontras serta membuat interpretasi adanya gangguan obstruksi atau motilitas
mendjadi lebih sulit. Namun pada penerapannya, kebanyakan pasien masih diperbolehkan
untuk meminum sedikit air apabila pasien tersebut sedang dalam pengobatan oral yang perlu
diminum pada saat sebelum pemeriksaan.19

4.2. Proteksi Radiasi

Pemeriksaan saluran cerna bagian atas akan menggunakan mesin flouroskopi yang
memiliki dosis radiasi yang besar. Oleh karena itu, seluruh pihak yang terlibat dalam proses
dilakukannya pencitraan ini harus berpegang pada prinsip dosis radiasi ALARA (As Low As
Reasonably Achievable) sehingga dosis radiasi yang diterima oleh pasien tetap aman namun
tidak mengurangi kualitas gambar untuk mencapai diagnosis yang akurat.16

Untuk mengurangi dosis radiasi terhadap pasien dan petugas ada beberapa cara yang
dapat dilakukan, antara lain20 :

1. Membatasi waktu pemeriksaan seminimal mungkin. Meskipun waktu pemeriksaan


bukan merupakan indikator yang tepat untuk dosis radiasi, namun semakin kecil
waktu pemeriksaan, maka semakin kecil dosis yang diterima. Menurut peraturan dari
Food and Drug Administation (FDA), setiap mesin flouroskopoi harus memiliki timer
yang memberi peringatan apabila dosis radiasi yang sudah dikeluarkan cukup besar
(umumnya setelah penggunaan selama 4,5 - 5 menit.
2. Menggunakan mode last image hold/ save grab di mana ketika radiasi dihentikan,
hasilnya akan terlihat pada layar sebagai gambar yang kontinu dan dapat disimpan
sehingga mengurangi kebutuhan untuk mengambil gambar ulang.
3. Menggunakan rasio gelombang (pulse rate) yang minimal. Sebagian besar prosedur
floroskopi tidak memerlukan paparan yang kontinu dan hanya memerlukan paparan
yang intermiten. Semakin rasio gelombang per detiknya maka semakin rendah dosis
radiasinya dan lama paparannya. Umumnya jumlah paparan ini bisa digunakan hingga
7,5 gelombang per detik. Namun hal ini tidak dapat digunakan untuk pencitraan yang
menilai fase menelan dimana diperkulan sedikitnya rasio gelombang sebesar 30 per
detik untuk memvisualisasi mekanisme menelan secara adekuat
4. Memperhatikan jarak antara pasien dengan penguat gambar (image intensifier).
Jarak antara pasien dengan penguat gambar ini harus sedekat mungkin untuk
mengurangi magnifikasi dan dosis radiasi. Selain itu, kolimasi juga perlu disesuaikan
sehingga area yang terkena radiasi hanyalah area yang berkaitan dengan pencitraan
yang diinginkan saja sehingga mengurangi paparan radiasi terhadap pasien.
5. Menggunakan alat proteksi radiasi untuk petugas yang mengambil gambar, seperti
apron timbal, tirai timbal, dan pelindung tiroid. Apabila petugas juga mengalami
paparan radiasi pada daerah tangan, maka ia dapat menggunakan sarung tangan
timbal. Selain itu, untuk petugas yang secara rutin mengalami paparan radiasi dari
flouroskopi, maka sebaiknya menggunakan kacamata timbal dan memonitor dosis
radiasi secara berkala.

4.3 Barium Swallow

4.3.1 Teknik Pemeriksaan Kontras Tunggal

Sebelum dilakukan pemeriksaan menggunakan kontras, dilakukan pengambilan foto


lateral untuk menyingkirkan adanya obstruksi saluran nafas. Setelah itu, barulah dilakukan
pemeriksaan pada faring dan esofagus dengan kontras tunggal atau ganda.

Posisi pasien yang pertama kali dilakukan pemeriksaan adalah posisi lateral secara
tegak untuk menilai masuknya barium ke dalam vestibula laring pada saat pasien menelan
atau bernafas. Posisi tegak dapat dilakukan dengan cara berdiri ataupun duduk dengan
menggunakan penyangga. Namun apabila pasien tidak bisa berdiri ataupun duduk, maka
posisi foto diusahakan selateral mungkin. Setelah didapatkan foto lateral, maka diambil pula
foto pada posisi frontal untuk menilai kesimetrisan dari kontraksi faring dan lekuk epiglotis.5

Apabila terjadi aspirasi barium yang mencapai karina, maka pemeriksaan umumnya
dihentikan, namun tetap diperlukan foto dari pasien pada saat menelan dengan proyeksi
lateral dan frontal. Perlu dipersiapkan alat suction untuk mengevakuasi barium apabila terjadi
aspirasi barium yang mencapai trakea bagian distal.5

Untuk pemeriksaan esofagus secara kontras tunggal, pasien diposisikan horizontal


secara RAO (gambar 8). Posisi ini bertujuan untuk mencegah superposisi antara esofagus dan
vertebra. Leher pasien menghadap ke kiri dan diberikan bantal yang datar. Apabila pasien
tidak bisa melakukan posisi ini, maka dapat dipilih alternatifnya posisi LPO.21
Gambar 8. Posisi pengambilan esofagus secara PA oblique. Pasien diposisikan secara RAO
dengan sudut 35-45 derajat. 21

Dalam pemeriksaan ini, pasien diminta untuk memegang gelas berisi barium encer
yang telah diberikan sedotan. Radiografer akan meminta pasien untuk meminum barium
tersebut secara cepat untuk mengisi dan mendistensi esofagus. Pada saat ini dilakukan
pengambilan gambar pada esofagus bagian proksimal, mid esofagus, dan esofagus distal
(gambar 9).21

Gambar 9. Pemeriksaan esofagus secara kontras tunggal dengan barium encer pada posisi
LPO (a), RPO (b), dan RAO pronasi (c dan d). 3
4.3.2 Teknik Pemeriksaan Kontras Ganda

Pemeriksaan radiologi kontras ganda merupakan pemeriksaan standar untuk organ


esofagus, lambung, dan duodenum. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk memeriksa
adanya inflamasi atau neoplasia pada saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan apabila pasien kooperatif.

Pemberian obat-obatan untuk menurunkan tonus saluran cerna seperti Buskopan dan
glukagon dapat mendistensi saluran cerna sehingga visualisasinya lebih baik, namun hal ini
bukan merupakan prosedur rutin dalam pemeriksaan. Pemberian buskopan dapat
menurunkan motilitas esofagus dan mendistensi esofagus, lambung, serta duodenum secara
lebih baik dibandingkan glukagon. Pemberian glukagon juga tidak dapat menurunkan
motilitas dari esofagus, tetapi dapat menurunkan tekanan spinkter esofagus bawah. Oleh
sebab itu, Buscopan lebih sering digunakan dibandingkan glukagon, kecuali pada negara
yang tidak tersedia obat Buscopan.19

Setelah pemberian agen penurun motilitas, maka selanjutnya dilakukan pemberian


efervesen. Efervesen ini dapat dicampur ke dalam barium ataupun diberikan sesaat sebelum
barium diminum. Pemberian efervesen ini tidak diberikan apabila dari anamnesa ditemukan
kecurigaan adanya obstruksi esofagus atau esofagitis yang parah. Pemberian efervesen pada
esofagitis akan mengakibatkan rasa nyeri pada pasien. Untuk menyingkirkan adanya
obstruksi, maka akan dilakukan pengambilan gambar esofagus terlebih dahulu. Apabila
kecurigaan ini sudah dapat disingkirkan maka efervesen dapat diberikan.19

Setelah diberikan efervesen, maka pasien diminta untuk meminum sedikit barium
terlebih dahulu untuk menilai toleransi pasien terhadap barium. Apabila pasien dapat
mentoleransi barium tersebut, maka pasien diminta untuk meminum barium tersebut secara
perlahan-lahan Pasien juga diminta untuk tidak bersendawa. Esofagus diperiksa pada saat
pasien meminum barium ini dengan posisi pasien berdiri tegak dan LPO untuk menghindari
superposisi antara esofagus dan vertebra.15

Pengambilan gambar esofagus ini harus mencakup esofagus proksimal (esofagus


servikal) hingga bagian esofagus yang distal (gambar 10). Pengambilan esofagus distal harus
menunggu bolus barium masuk ke lambung agar tidak menutupi mukosa esofagus distal.
Posisi standar yang sering digunakan untuk pengambilan gambar esofagus adalah posisi
anteroposterior atau poasteroanterior, posisi oblique seperti LPO atau RPO, dan posisi lateral
( tabel 1) . Setelah didapatkan gambaran esofagus, maka selanjutnya perlu dinilai adakah
refluks barium ke esofagus yang menunjukkan adanya refluks gastroesofageal.

Gambar 10. Esofagus normal pada kontras ganda. Pengambilan gambar sewaktu pada
esofagus bagian tengah (a) dan distal (b) ketika pasien meminum barium berdensitas tinggi.
Tampak kontur dan lekukan mukosa longitudinal esofagus tampak halus.19

4.4 Barium Meal

4.4.1 Teknik Pemeriksaan Kontras Tunggal

Pemeriksaan kontras tunggal dilakukan pada pasien yang tidak mampu menjalani
pemeriksaan kontras ganda, atau pada pasien yang hanya memerlukan informasi yang bisa
didapatkan cukup melalui pemeriksaan kontras tunggal saja. Apabila masalah yang dicari
adalah gangguan obstruksi atau perubahan anatomi, maka kontras yang digunakan adalah
barium. Namun apabila terdapat kecurigaan adanya perforasi, maka kontras yang digunakan
adalah kontras yang larut dalam air.7

Pasien akan diminta untuk meminum 60 ml barium berdensitas rendah (60% w/v)
untuk menilai esofagus terlebih dahulu hingga mencapai sfingter esofagus. Setelah
didapatkan gambar esofagus, maka diberikan penekanan pada daerah epigastrium dan
diambil gambar lambung untuk menilai lipatan mukosa lambung (gambar 11). Kompresi ini
bertujuan untuk membuat kontras di dalam lambung lebih tersebar sehingga tidak terjadi
penumpukkan kontras yang menyulitkan penilaian. 22

Sebelum lambung terisi oleh kontras dalam jumlah besar, gambaran dinding anterior
dari antrum lambung dan bulbus duodenal dapat dinilai dengan posisi pronasi dan RAO.
Posisi ini umumnya dapat memperlihatkan lekukan mukosa dari antrum pilorus dan bulbus
duodenum lebih baik dbandingkan ketika lambung terisi barium dalam jumlah besar. Apabila
lipatan mukosa lambung sulit dinilai, maka miringkan meja pemeriksaan sebesar 45 derajat
dan berikan kompresi lagi. Selanjutnya dilakukan penilaian pada fundus dan korpus bagian
superior. Fundus dan Korpus superior dari lambung terletak pada daerah yang tidak dapat
dikompresi karena terletak di bawah tulang iga sehingga untuk mengambil gambarnya
diperlukan posisi horizontal.22

Selanjutnya pengisian barium ke lambung diperlukan untuk memperlihatkan


keseluruhan kontur dari lambung melalui posisi yang dapat dilihat dari tabel 1. Apabila
terdapat penyempitan pada lambung atau penebalan dari lekukan mukosa lambung, maka
pasien dapat diberikan agen efervesen untuk mendistensi lambung, namun gambar yang
dihasilkan tidak sebaik pemeriksaan kontras ganda karena pada pemeriksaan ini tidak
menggunakan kontras kental yang dapat melapisi mukosa.15

Setelah pengambilan gambar fundus, maka selanjutnya diteruskan pengambilan


gambar daerah bulbus duodenum. Gambar duodenum diambil saat duodenum terisi oleh
barium dandiambil dengan kurang lebih empat posisi pasien. Apabila bulbus duodenum tidak
tervisualisasi dengan baik, maka pasien bisa diminta untuk menarik nafas yang dalam dan
menahan nafas agar duodenum terdorong ke bawah dan dapat tervisualisasi dengan lebih
baik. Sebagai alternatifnya, pasien dapat diposisikan telungkup dan diberikan tekanan dari
bawah tubuh pasien dengan menggunakan balon atau bantal yang agak keras (gambar 12).22
Gambar 11. Pemeriksaan kontras tunggal pada lambung dengan posisi pasien RPO. Ketika
organ lambung terisi barium, maka konturnya akan dapat tervisualisasi dengan baik, namun
lipatan mukosa akan sulit dilihat. Pada gambar di atas, tampak kontur pada kurvatura minor
distal (kepala panah), namun lipatan mukosa pada daerah antrum tidak tampak. Sebaliknya
apabila lambung hanya terisi sedikit barium, maka lipatan mukosa akan terlihat dengan baik,
namun konturnya tidak terlihat dengan baik seperti terlihat pada bagian dinding posterior
kurvatura mayor yang dapat dilihat lipatan mukosanya (panah pendek) namun tidak
konturnya tidak tergambarkan dengan baik (panah panjang). 19

Gambar 12. Gambaran kontras tunggal pada duodenum dengan pemberian kompresi pada
pasien dengan posisi RAO. Meskipun bulbus duodenum terisi barium, namun lipatan pada
pilorus dan bagian lateral dari bulbus dapat terlihat.19
Tabel 1. Gambaran radiologi yang diambil pada pemeriksaan saluran cerna atas dengan
kontras tunggal. 19

Posisi Pasien Permukaan atau bagian yang tampak


RAO motilitas esofagus menggunakan flouroskopi
RAO esogfagus yang terisi barium
alur dari mukosa yang kolaps
RAO bulbu duodenum sebelum terisi oleh barium
yang banyak
Pronasi antrum lambung sebelum terisi oleh barium
yang banyak
Pronasi lambung yang terisi barium, duodenum pars
superior dan descenden
Lateral kanan Fundus, regio retrogastrik, bulbus duodenum
RPO Kurvatura minor bagian atas
LPO duodenum pars superior dan descenden
Tegak Frontal Incisura angularis
Tegak LPO antrum, bulbus duodenum
Tegak RPO Bulbus duodenum en profile

4.4.2 Teknik Pemeriksaan Kontras Ganda

Pada tahap pemeriksaan barium meal kontras ganda maka pemeriksaan esofagus akan
sama seperti pemeriksaan barium swallow, lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan lambung dan
duodenum. Untuk pemeriksaan lambung, pasien akan diminta untuk berbaring di meja
pemeriksaan dan berguling ke arah kanan atau kiri secara perlahan-lahan hingga 360o agar
barium yang terdapat pada lambung terlapisi secara adekuat. Tanda dari pelapisan yang
adekuat adalah tampak adanya garis-garis yang uniform sepanjang kurvatura minor ataupun
tampak adanya areae gastricae (gambar 13 dan 14). Apabila belum didapatkan lapisan
barium yang adekuat, maka pasien diminta untuk bergguling sebanyak satu atau dua kali lagi.
Arah putaran pasien ini dapat disesuaikan tergantung daerah yang ingin dilapisi oleh barium.
Apabila pasien berguling ke kanan. maka daerah yang terlapisi adalah kurvatura minor, dan
apabila pasien berguling ke kiri maka daerah yang akan terlapisi adalah kurvatura mayor.
Dinding anterior dari lambung akan terlapisi apabila pasien berada pada posisi pronasi.
Setelah didapatkan pelapisan yang adekuat, maka akan diambil gambar sewaktu dari
lambung.15

Gambar 13. Lambung normal pada pemeriksaan kontras ganda posisi supine. Tampak korpus
lambung bagian distal (B), fundus (F), dan antrum (A). Kurvatura mayor (panah putih) dan
kurvatura minor (panah hitam) dilapisi oleh barium. Lekukan rugae pada dinding posterior
dari korpus gaster tampak berbentuk filling defect yang berbentuk memanjang dan sedikit
berkelok (kepala panah hitam). Sejumlah barium tampak mengisi daerah fundus dan
mempertegas kontur dari lambung (kepala panah putih).11
Gambar 14. Gambaran sewaktu dari lambung pada pemeriksaan kontras ganda dengan posisi
left posterior oblique. Tampak gambaran areae gastricae di bagian antrum berbentuk poligon
berukuran 2-3mm yang radiolusen pada daerah yang terlapisi dengan barium secara
adekuat.11

Pengambilan gambar lambung dimulai dari daerah antrum, sebelum barium masuk ke
duodenum. Pada posisi tegak, dapat diambil gambar yang baik untuk daerah fundus, kardiak,
dan kurvatura minor bagian atas. Posisi ini juga baik untuk menilai bulbus duodenal. Secara
umum, kelainan pada lambung dan duoednum ini ada yang terlihat lebih baik saat tidak
tergenang dengan barium, dan ada pula yang lebih baik terlihat saat tergendang dengan
barium. Kelainan yang tampak pada satu proyeksi dapat menjadi tidak tampak atau sulit
terlihat pada proyeksi yang lain.15

Untuk pemeriksaan duodenum, daerah dinding posterior baik dari bulbus duodenum
dapat tervisualisasi dengan baik pada posisi pasien left posterior oblique (LPO). Dinding
anterior dari bulbus duodenum dapat tervisualisasi dengan baik pada posisi right posterior
oblique (RPO) atau posisi right anterior oblique (gambar 15). Karena sebagian besar ulkus
duedenum terdapat pada dinding anterior dari bulbus, maka posisi RAO ini merupakan posisi
yang penting untuk dilakukan. Secara umum, posisi pemeriksaan pada kontras ganda untuk
pemeriksan ini dirangkum pada tabel 2.15
Gambar 15. Gambar duodenum dengan kontras ganda pada posisi lateral kiri dengan
beberapa posisi oblique.22

Tabel 2. Gambar yang diambil pada saat pemeriksaan kontras ganda untuk saluran cerna
atas15

 Setelah pemberian agen efervesen dan barium berdensitas tinggi


Posisi Pasien Permukaan atau bagian yang tampak
Esofagus
Tegak LPO esofagus (en face)
Tegak RPO esofagus pada pasien dengan disfagia saat
menelan makanan padat (en face)

Lambung
Supine korpus lambung distal, antrum lambung
proksimal (en face)
Lateral Kanan fundus lambung, korpus lambung bagian atas
(en face)
LPO antrum lambung distal (en face)
RPO kurvatura minor bagian atas (en face)
Tegak LPO kurvatura mayor bagian atas (en face)
Pronasi fundus lambung (en face)

Duodenum
LPO bulbus duodenum (en face)
Tegak LPO bulbus duodenum (en face)
Lateral kiri atau RAO bulbus duodenum (en face)
Pronasi bagian pars desenden duodenum (en face)
Supine / RPO bagian pars inferior dan pars ascenden
duodenum
Keterangan :
LPO : Left posterior oblique, RPO : Right posterior oblique, RAO : Right anterior oblique
BAB IV

RANGKUMAN

Teknik pencitraan saluran cerna bagian secara konvensional atas dapat dibagi
menjadi dua, yaitu barium swallow yang berguna untuk menilai organ faring dan esofagus
serta barium meal yang dapat memeriksa hingga lambung dan duodenum. Pemeriksaan ini
dapat dilakukan dengan kontras tunggal maupun ganda. Kedua pemeriksaan ini bertujuan
untuk memastikan ada atau tidaknya suatu penyakit, penyebab, dan persebaran dari
penyakitnya. Karena menggunakan flouroskopi, maka perlu diperhatikan mengenai proteksi
radiasi untuk mendapatkan gambar yang baik dengan dosis radiasi seminimal mungkin.
Persiapan pada pasien yang akan melakukan pemeriksaan ini bertujuan untuk
memaksimalkan pelapisan kontras pada mukosa dan menghindari kondisi yang dapat
membuat gambar yang dihasilkan menjadi kurang baik seperti mengonsumsi obat-obatan
untuk lambung dan makanan.

Pemeriksaan dengan menggunakan barium merupakan pemeriksaan radiografi


dengan kemampuan diagnosa yang cukup baik untuk menilai anatomi dan fungsi dari saluran
cerna bagian atas. Dengan persiapan yang baik serta pengetahuan anatomi yang baik, maka
pemeriksaan ini dapat mendeteksi berbagai kelainan pada saluran cerna bagian atas dengan
cukup sensitif. Pemeriksaan ini memiliki kelebihan antara lain harga yang lebih terjangkau,
tidak invasif, dan lebih banyak tersedia dibandingkan pemeriksaan CT scan dan endoskopi
sehingga masih relevan dan menjadi pilihan di Indonesia.
REFERENSI

1. Gillen D, Mccoll K. Symptoms and signs of upper gastrointestinal disease.


Medicine 2011; 39(2):, 67 - 71
2. World Health Organization- International Agency for Research on Cancer.
GLOBOCAN 2012 : Estimated cancer incidence, prevalence, and mortality in
2012 [diperbaharui Januari 2015 ; diakses 1 November 2015]. Tersedia di :
http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_cancer.aspx
3. Carucci LR. Pharynx and esophagus: barium studies and fluoroscopic
evaluation. Dalam : Hamm B, Ros PR, editor. Abdominal Imaging. Berlin.
Springer; 2013. Hal. 3-16.
4. Kapoor VK. Upper GI Tract Anatomy [diperbaharui 20 Agustus 2015; diakses
24 Oktober 2015]. Tersedia di : http://emedicine.medscape.com/article/
1899389-overview.
5. Rubesin SE. Pharynx: normal anatomy and examination techniques. Dalam :
Gore RM, Levine MS, editor. Textbook of Gastrointestinal Radiology. Edisi
ke 4. Philadelphia. Elsevier Saunders; 2015. Hal. 207-21.
6. Joshi AS. Pharynx Anatomy [diperbaharui 18 November 2013; diakses 1
November 2015]. Tersedia di : http://emedicine.medscape.com/article/
1949347-overview#a2
7. Halvorsen RA. Pharynx and esophagus: CT and MRI. Dalam : Hamm B, Ros
PR, editor. Abdominal Imaging. Berlin. Springer; 2013. Hal. 17-25.
8. Viswanatha B. Esophagus Anatomy [diperbaharui 20 Juli 2015; diakses 1
November 2015]. Tersedia di : http://emedicine.medscape.com/article/
1948973-overview#a1
9. Levine MS, Laufer I. Barium Studies of the Upper Gastrointestinal Tract.
Dalam : Gore RM, Levine MS, editor. Textbook of Gastrointestinal
Radiology. Edisi ke 4. Philadelphia. Elsevier Saunders; 2015. Hal. 269-78.
10. Kapoor VK. Stomach Anatomy [diperbaharui 17 November 2015; diakses 1
November 2015]. Tersedia di : http://emedicine.medscape.com/article/
1899301-overview#a2
11. Rubesin SE, Levine MS, Laufer I. Double-contrast upper gastrointestinal
radiography: a pattern approach for diseases of the stomach. Radiology. 2008;
246 (1): 33-48.
12. Aasen S, Lundin KEA. Stomach duodenum normal anatomy, function and
congenital anomalies. Dalam : Hamm B, Ros PR, editor. Abdominal Imaging.
Berlin. Springer; 2013. Hal. 367-82
13. Kapoor VK. Duodenal Anatomy [diperbaharui 17 November 2015; diakses 1
November 2015]. Tersedia di : http://emedicine.medscape.com/article/
1898874-overview#a2
14. Jones B. Abnormalities of pharyngeal function. Dalam : Gore RM, Levine
MS, editor. Textbook of Gastrointestinal Radiology. Edisi ke 4. Philadelphia.
Elsevier Saunders; 2015. Hal. 222-36.
15. Rubesin SE. Structural abnormalities of the pharynx. Dalam : Gore RM,
Levine MS, editor. Textbook of Gastrointestinal Radiology. Edisi ke 4.
Philadelphia. Elsevier Saunders; 2015. Hal. 237-65.
16. American College of Radiology. ACR practice parameter for the performance
of esophagrams and upper gastrointestinal examination in adults. [dokumen
internet]. Reston VA; 2014 [diunduh 12 Oktober 2015]. Tersedia di :
http://www.acr.org/Quality-Safety/Standards-Guidelines/Practice -Guidelinds-
by-Modality/Abdomen-Gastrointestinal.
17. American College of Radiology. ACR practice parameter for the performance
of esophagrams and upper gastrointestinal examination in infant and children.
[dokumen internet]. Reston VA; 2015 [diunduh 12 Oktober 2015]. Tersedia di
: http://www.acr.org/Quality-Safety/Standards-Guidelines/Practice -
Guidelinds-by-Modality/Abdomen-Gastrointestinal.
18. Skucas J. Imaging contrast agent and pharmacoradiology. Dalam : Gore RM,
Levine MS, editor. Textbook of Gastrointestinal Radiology. Edisi ke 4.
Philadelphia. Elsevier Saunders; 2015. Hal. 3-22.
19. Rubesin SE, Levine MS. Upper gastrointestinal tract : imaging technique.
Dalam : Hamm B, Ros PR, editor. Abdominal Imaging. Berlin. Springer;
2013. Hal. 261-81
20. Parry RA, Glaze SA, Archer BR, The AAPM/RSNA physics tutorial for
residents — fluoroscopy: patient radiation exposure index. Radiographics
2001; 21:1033-1045
21. Ahmad N. Positioning techniques for quality esophagrams [internet]. Orlando:
AuntMinnie : 2002 [diperbaharui Maret 2008; diunduh 30 Oktober 2015].
Tersedia di :http://cdn.auntminnie.com/user/documents/content_documents/X-
Ray_Patient_Positioning_Manual_080402.pdf
22. Ahmad N. Patient positioning tips for a premium UGI series [internet].
Orlando: AuntMinnie : 2002 [diperbaharui Maret 2008; diunduh 30 Oktober
2015]. Tersedia di :http://www.auntminnie.com/index.aspx?sec=sup&sub=
xra&pag=dis&ItemID=53089

Anda mungkin juga menyukai