Anda di halaman 1dari 48

JURNAL ILMIAH FARMASI

Vol. 1, No. 1 April 2016 ISSN……..

AKADEMI FARMASI JEMBER

Volume 2. No. 1 Juli 2017


ISSN 2503-4707

 Dewi rashati
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI AMILUM ZEA MAYS
(L) SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR SECARA GRANULASI
BASAH TERHADAP SIFAT FISIK TABLET PARASETAMOL

 Hadi Barru Hakam F.S


PENENTUAN KADAR POLIFENOL EKSTRAK TEH TUBRUK
KEMASAN DENGAN METODE REMASERASI
MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

 Kukuh Judy Handojo


TINGKAT KEPUASAN APOTEK DI WILAYAH LUMAJANG
TERHADAP DISTRIBUSI OBAT OLEH PEDAGANG BESAR
FARMASI

 Siti Nur Azizah


ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI SELULOLITIK
ASAL JERAMI PADI DI PERSAWAHAN BOGOR BARAT

 Yulianto Ade Prasetya


BIOENKAPSULASI YOGHURT LACTOBACILLUS
ACIDOPHILLUS SEBAGAI ANTIHIPERKOLESTROLEMIA

 Yulianto Ade Prasetya


IDENTIFIKASI GEN TEM ISOLAT KLINIK ESCHERICHIA
COLI PENGHASIL ESBLS DI RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT


AKADEMI FARMASI JEMBER
Alamat Redaksi: Kantor Akademi Farmasi Jember
Jl.Jl. Pangandaran
Jl. Pangandaran no. 42
No. 42 Jember 68125Antirogo Jember
E-mail: lppmakfarjember@gmail.com
Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR Vol. 2, No. 1 Juli 2017 ISSN2503-4707

JURNAL ILMIAH FARMASI


AKADEMI FARMASI JEMBER

Diterbitkan oleh Akademi Farmasi Jember sebagai terbitan berkala yang


menyajikan informasi hasil penelitian dibidang Farmasi.
Kajian ini bersifat ilmiah sebagai hasil pemikiran teoritik dan penelitian
empiric. Redaksi menerima karya ilmiah/hasil penelitian atau artikel dibidang
Farmasi.
Untuk itu Jurnal Ilmiah Farmasi mengundang para intelektual, praktisi,
mahasiswa serta siapa saja untuk bergabung dengan kami. Redaksi berhak
menyingkat dan memperbaiki format penulisan sejauh tidak mengubah tujuan isinya.
Dilarang mengutip, menerjemahkan atau memperbanyak kecuali dengan izin redaksi.

PELINDUNG
Dra. Sri Handayani P., Apt.

REDAKTUR
Rosida, M.Farm., Apt.
Indah Muflihatin, M.Kes.

PENYUNTING/EDITOR
Hadi Barru Hakam Fajar Siddiq, M.Si.
Tita Rudini Yassin, S.ST.

DESAIN GRAFIS
Abdul Kadir Jaelani
Helmi Tria Fata, S.E

SEKRETARIS
Tunjung Widowati, SAB.

Alamat Redaksi: Kantor Akademi Farmasi Jember


Jl. Jl. Pangandaran No. 42 Jember 68125
E-mail: lppmakfarjember@gmail.com
Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR Vol. 2, No. 1 Juli 2017 ISSN 2503-4707

JIF
JURNAL ILMIAH FARMASI

DAFTAR ISI

i
Daftar Isi .............................................................................................................................

1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Amilum Zea mays (L) Sebagai Bahan Penghancur Secara
Granulasi Basah Terhadap Sifat Fisik Tablet Parasetamol
Dewi Rashati, Amirul Fauziah……………………………….......................................... 1-6

2 Penentuan Kadar Polifenol Ekstrak Teh Tubruk Kemasan dengan Metode Remaserasi
Menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis
Hadi Barru Hakam Fajar Siddiq, Rizka Della Yunita Dewi, Jati
Riyuwani………………………………………………………………………………….. 7-14

3 Tingkat Kepuasan Apotek di Wilayah Lumajang Terhadap Distribusi Obat oleh Pedagang
Besar Farmasi
Kukuh Judy Handojo, Pradanu Satria Rakhmanta, Diyan Ajeng 15-18
R…………………………………………………………………………………………….
4 Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Selulolitik Asal Jerami Padi di Persawahan Bogor Barat
Siti Nur Azizah…………………………………………………………………………... 19-28

5 Bioenkapsulasi Yoghurt Lactobacillus acidophillus Sebagai Antihiperkolestrolemia


Yulianto Ade Prasetya, Khoirun Nisyak
.…………........................................................................................................................... 29-32

6 Identifikasi Gen TEM Isolat Klinik Escherichia coli Penghasil ESBLs di Rsud dr.
Soetomo Surabaya
Yulianto Ade Prasetya …………………………………………………………………… 33-38

i
Dewi: Pengaruh Variasi Konsentrasi Amilum 1

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI AMILUM Zea mays (L) SEBAGAI


BAHAN PENGHANCUR SECARA GRANULASI BASAH TERHADAP
SIFAT FISIK TABLET PARASETAMOL

Dewi rashati1*, Amirul Fauziah1


1
Akademi Farmasi Jember, Jember, Indonesia
Jl. Pangandaran no 42 Jember Indonesia
*Email: dewi.rashati@yahoo.com

ABSTRACT
This research is aims to determine the effect of variation concentration starch Zea
mays (L) as disintegration agent in wet granulation to physical characteristics paracetamo.
This research used eperimental method by one shot case study. Paracetamol as active
ingredient, starch zea mays (L)as desintegrant agent, PVPK30 as binding agent, avicel as
filler and Mg stearat as lubricants. The result of SPSS showed significant (p>0,05), that
means no difference in the three formulation. The first test is weight uniformity show that
from column A and B qualify weight requirement range, hardness test. Showed significant
(p>0,05) that means nodifference in the three formulation. Friability test showed significant
(p >0,05) the last is disintegration time test showed that significant (P>0,05) no difference
in the three formulation. The research of physic characteristic of the tablet showed that
hardness test and time test not qualif. Analysis SPSS showed (p>0,05) no difference in the
three formulation and amilum had no effect on physical test of paracetamol tablet.

Keywords :zea mays (L),paracetamol,physicial characteristic

PENDAHULUAN dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi


Parasetamol memiliki sifat massa lembab yang dapat digranulasi
kompaktibilitas dan fluiditas yang kurang (Reiza, 2010).
baik, sehingga menimbulkan kesulitan Bentuk sediaan parasetamol dipasaran
sewaktu pengempaan. Untuk obat dengan berupa tablet, tablet salut selaput, sirup,
sifat kompaktibilitas yang kurang baik suspense dan elixir, tablet memiliki
dalam dosis besar paling tepat jika kelebihan dibandingkan dengan bentuk
digunakan metode granulasi basah, karena sediaan yang lain. Kelebihan tablet
dengan metode granulasi basah tidak diantaranya adalah bentuk sediaan yang utuh
memerlukan banyak bahan tambahan yang dan menawarkan kemampuan terbaik dari
menyebabkan bobot terlalu besar (Mycek, semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan
2001). Sediaan tablet dapat dibuat melalui ukuran serta variabilitas kandungan yang
tiga macam metode, yaitu granulasi basah, paling rendah, sehingga banyak orang lebih
granulasi kering dan kempa langsung. memilih tablet dibandingkan sediaan oral
Pemilihan metode pembuatan sediaan tablet lainnya. Bahan penyusun tablet terdiri dari
ini biasanya disesuaikan dengan bahan aktif dan eksipien. Pemilihan eksipien
karakteristik zat aktif yang akan dibuat yang tepat adalah merupakan faktor penentu
tablet, apakah zat tersebut tahan terhadap untuk menyusun formulasi tablet pada saat
panas atau lembab, kestabilannya serta besar pengempaan. Selain itu, faktor lain yang
kecilnya dosis. Parasetamol yang tahan perlu diperhatikan ialah sifat campuran
terhadap panas dan kelembaban selama sebelum dicetak, apakah dapat dicampur
proses granulasi. Cocok dikempa dengan dengan baik. Bahan eksipien dalam tablet
metode granulasi basah. pertikel yang lebih diantaranya, bahan pengisi, bahan pengikat
besar dengan menambahkan cairan pengikat (binder), bahan penghancur (disintegrant),
2 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

bahan pelicin (lubricant) (Lachman et al, dengan cairan saluran pencernaan


1994). mengembang dan menyebabkan tablet
Bahan penghancur merupakan salah menjadi pecah dan hancur (Jufri, et al,
satu bahan tambahan yang penting dalam 2006).
pembuatan tablet. Bahan penghancur
berfungsi melawan aksi bahan pengikat dari METODOLOGI PENELITIAN
tablet dan melawan tekanan pada saat Rancangan Penelitian
penabletan. Bahan ini akan mengikat tablet Penelitian yang dilakukan adalah
bila bersentuhan dengan air atau cairan eksperimental – one shot case
saluran pencernaan. Tablet akan hancur study.Penelitian ini bertujuan untuk
menjadi granul selanjutnya pecah menjadi mengetahui hasil dari treatmen yang telah
partikel-partikel halus dan akhirnya obat diberikan. Dalam metode penelitian ini
akan larut (Gunsel et al, 1970). Amilum menggunakan 3 konsentrasi amilum, yaitu
adalah jenis polisakarida yang banyak 5%,10% dan 15%. Penelitian yang
terdapat di alam, yaitu sebagian besar dilakukan untuk menbandingkan hasil dari
tumbuhan terdapat pada umbi, daun, batang, uji yang telah di lakukan.
dan biji-bijian. Bahan penghancur yang di
pilih dalam pembuatan tablet pada penelitian Alat dan Bahan Penelitian
ini adalah amilum Zea mays. Amilum Zea Alat yang digunakan dalam penelitian
mays mengandung 28% amilosa dan 72% kali ini adalah mortir dan stamper, sendok
amilopektin, Amilum jagung berupa serbuk tanduk, mesin cetak (rotary single punch),
halus, memiliki luas permukaan yang besar. pencampur bergulir, alat uji kekerasan
Amilum alami bersifat adhesif sehingga sifat (hardness tester), timbangan analitik,
alirnya kurang baik (Ben, et al., 2007). disintegration tester, friability tester, oven
Konsentrasi amilum Zea mays sebagai listrik dan blender.
bahan penghancur biasa digunakan dalam Bahan yang digunakan dalam penelitian
konsentrasi 3-25 % tetapi biasanya yang ini adalah paracetamol, pvp, amilum Zea
digunakan 15%. Bahan penghancur mays (L), Mg stearat, avicel.
ditambahkan untuk memudahkan pecahnya
atau hancurnya tablet ketika terjadi kontak Metode Pembuatan Tablet
dengan cairan saluran pencernaan. Diantara Amilum Zea mays (5%, 10%, 15%),
beberapa bahan penghancur, amilum avicel dan paracetamol dicampur hingga
merupakan salah satu bahan penghancur homogeny kemudian dicampur dengan
yang paling sering digunakan karena murah mucilago PVP hingga dibuat massa lembab.
dan mudah didapat. Kemampuan amilum Massa diayak menggunakan ukuran 12 mesh
sebagai bahan penghancur dipengaruhi oleh dan dikeringkan dengan suhu 40-600C.
amilosa. Hal ini dikarenakan amilosa Granul yang sudah kering diayak dengan
mampu menyerap air sehingga ukuran 14 mesh dan ditambahkan
mempengaruhi proses pengembangan magnesium stearat. Granul dikempa dan
amilum. Sehingga, tablet yang kontak diuji sifat alir dan sifat fisiknya.
Dewi: Pengaruh Variasi Konsentrasi Amilum 3

Tabel 1. Formulasi tablet paracetamol


No Bahan Khasiat Formula I Formula II Formula III
% mg % mg % mg
1. Paracetamol Bahan Aktif 76,9 500 76,9 500 76,9 500
2. PVP Bahan Pengikat 4 26 4 26 4 26
3. Amilum Zea Bahan 5 32,5 10 65 15 97,5
mays (L) Penghancur
4. Mg stearate Bahan Pelicin 2 13 2 13 2 13
5. Avicel Bahan Pengisi 12,1 78,65 7,1 46,15 2,1 13,65
TOTAL 100 650 100 650 100 650

Uji sifat alir serbuk dibersihkan dari debu, kemudian timbang (b


Timbang 100 gram serbuk dimasukkan gram).
kedalam alat penguji yang berupa corong Uji Waktu hancur tablet
yang ditutup pada lubang keluarnya. Disaat 6 tablet dimasukkan ke dalam
penutup dibuka, alat pencatat waktu desintegration tester. Kemudian diletakkan
(stopwatch) dihidupkan, sampai semua di dalam beker berisi 1 liter air pada suhu
serbuk keluar dari corong. Begitu semua 37oC ± 2oC. Keranjang pada alat
serbuk habis keluar, stopwatch dimatikan. disintegration tester akan bergerak turun-
Waktu yang diperlukan untuk keluarnya naik. Catat waktu yang diperlukan sebagai
serbuk dicatat sebagai waktu alirnya. Sudut waktu hancur.
diam dihitung berdasarkan perbandingan
antara tinggi kerucut dengan diameter Analisis Data
lingkaran yang dibentuk. Dalam penelitian ini data hasil
penelitian evaluasi sifat fisik tablet
Uji Keseragaman bobot paracetamol dengan metode granulasi basah
Sebanyak 20 tablet ditimbang satu menggunakan bahan penghancur amilum
persatu pada timbangan analitik. Dihitung Zea mays (L) dianalisis secara statistic
bobot rata-rata tiap tablet. menggunakan kolmogorof smirnov anova
atau kruskal wallis dengan program SPSS
Uji Kekerasan tablet dan membandingkan data yang diperoleh
Dilakukan uji kekerasan tablet satu per- dengan literature.
satu sampai 10 tablet dengan hardness
tester. Angka yang ditunjukkan pada skala HASIL DAN PEMBAHASAN
ini menunjukkan kekerasan tablet yang Metode pembuatan tablet yang
diukur dengan satuan kg. digunakan dalam penelitian ini adalah
metode granulasi basah. Hal ini dilakukan
Uji Kerapuhan tablet karena paracetamol memiliki sifat alir yang
Bersihkan 20 tablet dari debu yang tidak baik. Massa granul dimasukkan dalam
melekat pada tablet, kemudian ditimbang (a oven pada suhu 30 - 50º karena paracetamol
gram). Lalu dimasukkan ke dalam alat stabil pada suhu tersebut (Anonim, 2011).
friability tester. Alat diputar selama 4 menit Granul diuji sifat alir terlebih dahulu untuk
dengan kecepatan 25 rpm (100 putaran). mengetahui pencetakan tablet yang
Setelah itu tablet dikeluarkan dari alat, digunakan.
4 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

Tabel 2. Hasil uji sifat alir


Uji laju alir
Replikasi Formula 1 (g/s) Formula 2 (g/s) Formula 3 (g/s)
1 8 7 14
2 9 7 14
3 8 7 16
Rata-rata 8 7 14
Sangat mudah
Kriteria Mudah mengalir Mudah mengalir
mengalir

Hasil pengujian sifat alir di dapatkan laju alir 14 g/s yang berarti memasuki
formula 1 memiliki laju alir 8 g/s, dan kategori sangat mudah mengalir yaitu
formula 2 selama 7 g/s, termasuk didalam melebihi rentang dari > 10 g/s,
kategori mudah mengalir dengan (Aulton,1996).
persyaratan 4-10 g/s. Formula 3 memiliki

Tabel 3. Hasil evaluasi sifat fisik tablet


Evaluasi Sifat Fisik Formula 1 Formula 2 Formula 3
Keseragaman Bobot 639,4 mg 639,4 mg 639,5 mg
Kekerasan 2,5 kg 1,9 kg 1,7 kg
Kerapuhan 1,9% 4,7% 21%
Waktu Hancur 1660 detik 2180 detik 240detik

Sifat granul yang mudah mengalir maka yaitu 2,31%, 1,42%, 1,48% telah memenuhi
granul dapat dicetak menggunakan mesin persyaratan CV karena < 6%.
pencetak tablet (Rotary single punch) dan Uji kekerasan adalah uji yang dilakukan
dicetak di uji fisik, uji fisik yang pertama untuk mengetahui seberapa kuat tablet
yaitu uji keseragaman bobot. Keseragaman terhadap berbagai guncangan mekanik pada
bobot merupakan suatu tolak ukur untuk saat pembuatan, pengemasan dan
memastikan bahwa tablet mengandung pendistribusian (Ansel, 1989). Dari data
sejumlah obat yang tepat. Bobot tablet dapat yang diperoleh dari pengujian kekerasan
diatur untuk mengontrol kualitas granul dan ketiga formulasi (F1, F2, F3) adalah 2,5 kg ,
berkaitan dengan dosis zat aktif. 1,9 kg , 1,7 kg. Dari hasil yang diperoleh
Penyimpangan dari bobot tablet akan dari ketiga formulasi tidak ada satupun yang
mempengaruhi takaran atau dosis dari bahan memenuhi persyaratan kekerasan yaitu 4-8
obat (Lachman et al, 1994). kg. Pada umumnya tablet dikatakan baik,
Dari hasil penelitian didapatkan hasil apabila mempunyai kekerasan antara 4-8 kg
uji keseragaman bobot dengan rata-rata (Parrot, 2008). Dari data SPSS
formula 1 adalah 639,4 mg, formula 2 menggunakan kruskal wallis didapatkan
adalah 639,4 mg dan formula 3 adalah nilai signifikansi 0,187 (p > 0,05) yang
639,75 mg. Dari ketiga formulsi tersebut berarti tidak ada perbedaan bermakna dari
memenuhi persyaratan keseragaman bobot ketiga formulasi. Variasi konsentrasi amilum
baik dari kolom A maupun dari kolom B Zea mays (L) tidak mempengaruhi
karena tidak ada 2 tablet yang menyimpang kekerasan tablet.
dari rentang bobot rata-rata dari kolom A Uji selanjutnya adalah uji kerapuhan.
dan tidak ada satupun yang bobot tablet Uji ini menggambarkan ketahanan tablet
yang menyimpang dari kolom B. Nilai CV melawan tekanan mekanik terutama
dari masing-masing formulasi (F1, F2, F3) guncangan dan pengikisan. Kerapuhan yang
Dewi: Pengaruh Variasi Konsentrasi Amilum 5

tinggi akan mempengaruhi kadar zat aktif avicel pada kedua formulasi juga berperan
yang ada pada tablet (Fudholi dan dalam meningkatkan waktu hancur karena
Hadisoewigny, 2013). Uji kerapuhan selain sebagai bahan pengisi avicel juga
dilakukan untuk mengukur ketahanan dapat digunakan sebagai disintegran tablet
permukaan tablet terhadap gesekan saat (Kibbe, 2000).
pengemasan dan pendistribusian. Dari data Dari uji fisik yang dilakukan dapat
hasil kerapuhan tablet diperoleh hasil % diketahui bahwa dari ketiga formulasi tablet
kerapuhan tablet antara tablet paracetamol paracetamol dengan konsentrasi bahan
dari ketiga formulasi yaitu (F1, F2, F3) penghancur yang berbeda yaitu 5%, 10%
didapatkan hasil yaitu 2%, 4,7% dan 21,1%. dan 15% tidak memenuhi persyaratan
Dari ketiga formulasi tidak ada yang kekerasan dan kerapuhan tablet. Variasi
memenuhi persyaratan karena % konsentrasi amilum Zea mays (L) sebagai
kerapuhannya diluar rentang 0,5-1% bahan penghancur tidak mempengaruhi uji
(Lachman et al,1994). Semakin tinggi fisik tablet paracetamol.
konsentrasi amilum % kerapuhan makin
tinggi Hal ini karena kerapuhan dipengaruhi KESIMPULAN
oleh kandungan air dari granul (Lachman et Berdasarkan hasil penelitian yang telah
al, 1994). Apabila tablet memiliki kekerasan dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan
kecil maka akan mudah rapuh. Dari hasil bahwa variasi konsentrasi amilum Zea mays
SPSS menggunakan one way anova (L) sebagai bahan penghancur secara
didapatkan hasil signifikansi 0,289 (p > granulasi basah terhadap sifat fisik tablet
0,05) yang dapat diartikan tidak ada paracetamol tidak berpengaruh terhadap
perbedaan dari ketiga formulasi. Variasi keseragaman bobot, kekerasan tablet,
konsentrasi amilum Zea mays (L) tidak kerapuhan tablet, dan waktu hancur tablet.
mempengaruhi kerapuhan.
Uji waktu hancur adalah uji yang SARAN
dilakukan untuk mengetahui berapa lama 1. Diperlukan adanya penelitian
obat melarut menjadi partikel yang lebih lanjutan tentang pengaruh variasi
kecil (Ansel, 1989). Uji waktu hancur bahan penghancur dengan metode
dilakukan didalam medium dapar phospat pencetakan yang berbeda.
dengan suhu 37 ± 20 C, karena disesuaikan 2. Diperlukan adanya penelitian
dengan suhu tubuh. Pada data yang telah lanjutan perbandingan potensi
diperoleh didapat hasil waktu hancur amilum Zea mays (L) dan amilum
formula 1adalah 660 detik, formula 2 adalah yang lain.
180 detik, formula 3 adalah 240 detik.
Waktu hancur pada formula 1 lebih lama UCAPAN TERIMA KASIH
dibandingkan dengan formula 2 dan formula Kami mengucapkan terima kasih yang
3 akan tetapi tablet paracetamol masih sebesar-besarnya kepada Akademi Farmasi
memenuhi syarat waktu hancur yaitu untuk Jember dan berbagai pihak yang telah
tablet yang tidak bersalut < 15 menit hal ini banyak membantu hingga selesainya
dikarenakan amilosa mampu menyerap air penelitian ini.
sehingga mempengaruhi proses
pengembangan amilum. Sehingga, tablet DAFTAR PUSTAKA
yang kontak dengan cairan saluran Anonim. (2011). AHFS Drug Information.
pencernaan mengembang dan menyebabkan Bethesda: American Society of Health
tablet menjadi pecah dan hancur (Jufri et al, System Pharmacists.
2006). Selain itu penggunaan bahan pengisi
6 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk


Sediaan Farmasi Edisi 4. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.

Aulton, ME. (1996). Pharmaceutics The


Science Of Dosage Form Design.
London Churchill Livingstone.

Ben, E.S., Zulianis dan A. Halim. (2007)


Studi Awal Pemisahan Amilosa dan
Amilopektin Pati Singkong dengan
Fraksi Butanol-Air.Jurnal Sains dan
Teknologi Farmasi,Vol.12,No.1

Fudholi, A dan Hadisoewignyo, L., (2013).


Sediaan Solida, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar.

Gunsel WC, Swartz, Kanig, (1970).


Tablets. In : Lachman L, Lieberman
HA and Kanig JL, ed.The Theory
and Practice of Industrial Pharmacy.
Philadelphia :Lea and Febiger, 1970'.

Jufri, Iskandarsyah, Animar J.A., dan Jenny.


(2006). Pengaruh Kandungan Pati
Singkong Terpregelatinasi Terhadap
Karakteristik Fisik Tablet Lepas
Terkontrol Teofilin. Majalah Ilmu
Kefarmasian, Vol.1.

Kibbie, A.H., Wade, A., weller, P.J. (2000).


Handbook Of Pharmaceutical
Excipients. Edisi III. Amer
Pharmaceutical Assn: USA.

Lachman, L., Lieberman, H., Kanig, J.L.


(1994). Teori dan Praktik Farmasi
Industri. Edisi III. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.

Mycek.,( 2001), Farmakologi, Edisi 2, Alih


bahasa Azwar Agus, Widya Medika.

Parrot, E (2008). Pharmaceutical


Technology Fundamental
Pharmaceutics. Burgess Publishing
Company. United States of America.

Reiza Z, (2010).Perbandingan Penggunaan


Metode Granulasi Basah Dan
Granulasi Kering Terhadap Stabilitas
Zat Aktif Tablet Parasetamol.skripsi
Universitas Muhammadiyah,Surakarta.
Hadi : Penentuan Kadar Polifenol 7

PENENTUAN KADAR POLIFENOL EKSTRAK TEH KEMASAN DENGAN


METODE REMASERASI MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI UV-
VIS

Hadi Barru Hakam Fajar Siddiq*, Jati Riyuwani, Rizka Della Yunita Dewi
Akademi Farmasi Jember
Jl. Pangandaran No. 42 Jember 58125
email: hakamfajar@gmail.com

ABSTRACT
The purpose of this research is determine the polyphenol content of various brand of
packaged tea. Sample were used five sample. Polyphenol compounds of packaged tea were
extracted using remaseration method with ethanol 70%. Qualitative test were used using
FeCl3 reagent and quantitative test polyphenol content were determined using UV-Vis
spectrophotometry method with Folin Ciocalteau reagent. Galic acid was used as
comparator in this research. The result of qualitative test is all sample of brewed tea
containing polyphenol. Polyphenol content sample A, B, C, D, and E with remaseration
method were respectively 0,541; 0,557; 0,474; 0,557; and 0,428%(b/b).

Keyword: packaged tea, polyphenol, remaseration, UV-Vis spectrophotometry

PENDAHULUAN dapat meningkatkan sistem imun (Dewi,


Teh merupakan minuman yang dapat 2008). Selain itu teh juga mengandung
diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. alkaloid golongan purin seperti kafein,
Seiring dengan perkembangan theofilin dan theobromin. Teh juga
perekonomian, kemajuan pendidikan mengandung tanin, asam fenolat, dan
masyarakat, arus informasi yang semakin katekin (Soraya dan Noni, 2007).
baik, dan perubahan gaya hidup membuat Komposisi kimia yang terdapat pada
pola konsumsi masyarakat berubah. daun teh segar (dalam % berat kering)
Termasuk konsumsi masyarakat terhadap kurang lebih adalah Serat kasar selulosa,
minuman teh. Bila dibandingkan dengan lignin (22%), protein dan asam amino
jenis minuman lain, teh ternyata lebih (23%), lemak (8%), polifenol (30%), kafein
banyak manfaatnya. Manfaat yang (4%), peptin (4%), dan tanin (7-15%)
dihasilkan dari minuman teh adalah (Arfiansyah, 2009). Penelitian yang
memberikan rasa segar, dapat memulihkan dilakukan Sulistyowati dkk (2010)
kesehatan badan dan terbukti tidak karbohidrat (glukosa) yang terkandung
menimbulkan dampak negatif. Senyawa dalam teh yang ada dipasaran adalah (8,8
yang banyak terkandung didalam teh salah mg/g). Sedangkan penelitian yang dilakukan
satunya adalah polifenol menurut jenisnya Nazaruddin dan paimin (1993) polifenol
polifenol terdiri dari tanin, lignin, melanin. yang terkandung dalam teh hitam adalah
Polifenol dapat digunakan sebagai antara (23-33%) untuk teh hijau sebanyak
antioksidan (Gramza dkk., 2005). Senyawa (20-35%) dan teh oolong (tidak kurang dari
antioksidan banyak ditemukan dalam 21% dan tidak lebih dari 34%).
tanaman obat. Polifenol berfungsi mencegah Dengan adanya berbagai produk pangan
radikal bebas, merusak DNA dan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan
menghentikan perkembangan sel-sel yang mulai banyak diminati oleh konsumen
akan berkembang menjadi sel kanker dan karena kesadaran akan pentingnya hidup
8 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

sehat semakin meningkat. Salah satu jenis pelarut folin ciocalteu, sodium karbonat,
pangan kesehatan yang banyak etanol 70%, kertas saring, dan akuades.
dikembangkan dan diteliti adalah pangan
kesehatan yang mengandung antioksidan. Lokasi Penelitian
Mengingat peranannya yang mampu Penelitian ini dilakukan di laboratorium
mencegah timbulnya berbagai jenis penyakit kimia Akademi Farmasi Jember dan
kronis maka perhatian banyak ditujukan laboratorium kimia fakultas farmasi
pada upaya pancarian zat-zat antioksidan Universitas Jember.
yang potensial terutama yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itu, Prosedur Penelitian
penelitian untuk menganalisis kandungan Ekstraksi teh Kemasan
polifenol dalam teh perlu dilakukan pada Tahapan metode remaserasi yaitu 10
produk-produk yang beredar di pasaran. gram teh direndam dengan 50 ml etanol 70%
Salah satu metode ekstraksi polifenol selama satu malam. Selanjutnya campuran
dari produk teh kemasan yang beredar di di saring, dan residu di tambahkan dengan
pasaran adalah metode remaserasi. Metode 50 ml etanol lagi selama semalam.
ini dipilih karena alat dan cara yang Perlakuan tersebut dilakukan berulang
digunakan sederhana. Selain itu metode sebanyak 6 kali penambahan etanol,
remaserasi dapat digunakan untuk zat yang sehingga jumlah etanol total sebesar 300 ml.
tahan dan tidak tahan pemanasan. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya diuapkan
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, pada suhu 60 °C. Ekstrak kental yang
dalam penelitian ini dilakukan analisis diperoleh ditimbang dan disimpan di dalam
polifenol teh tubruk kemasan dengan metode desikator sebelum digunakan untuk uji
remaserasi. Analisis nantinya dilakukan selanjutnya.
dengan metode spektrofotometri UV-Vis
secara kuantitatif. Pembuatan Larutan Standar
Larutan standar asam galat yang
METODOLOGI PENELITIAN digunakan adalah asam galat 100 ppm
Desain Penelitian sebagai larutan induk. Selanjutnya larutan
Penelitian ini dilakukan metode teknik dibuat berbagai variasi konsentrasi 2,5; 5;
simple random sampling Sampel yang 7,5; 10; 12,5; dan 15 ppm. Larutan tersebut
digunakan dalam penelitian ini adalah teh digunakan sebagai larutan baku untuk
kemasan jenis teh tubruk sebanyak 3 sampel pembuatan kurva standar pada pengukuran
dan 2 sampel teh celup. Penelitian ini dengan spektrofotometer sinar tampak
dilakukan dengan tujuan mengetahui kadar (visible).
polifenol pada teh kemasan untuk diuji
kadarnya. Uji Kualitatif Polifenol
Uji kualitatif polifenol ekstrak teh
Alat dan Bahan dilakukan dengan reagen FeCl3 3%.
Peralatan yang digunakan adalah gelas Sebanyak 0,1 mg masing-masing ekstrak
kimia, pipet volume, erlenmeyer, gelas ukur, sampel dilarutkan dengan 10 mL aquades.
corong pisah, statif dan klem, neraca Selanjutnya masing-masing ditambahkan
analitik, rotary evaporator, kuvet, dan larutan FeCl3 sebanyak 3 tetes (Samin,
spektrofotometer sinar tampak (visible). 2013). Sebagai pembanding digunakan
Bahan yang digunakan adalah teh larutan asam galat 5 ppm sebanyak 10 mL.
kemasan, asam galat, besi (III) klroda 3%,
Hadi : Penentuan Kadar Polifenol 9

Uji Kuantitatif Polifenol dalam sitoplasma akan terlarut dalam


Uji kuantitatif polifenol di awali dengan pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan
penentuan panjang gelombang optimum, sempurna karena dapat diatur lama
yaitu sebanyak 0,1 mL larutan asam galat 10 pemilihan rendaman yang digunakan
ppm (akuades sebagai blanko) dimasukkan (Voigt, 1994).
ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 0,1 Dalam penelitian ini simpilisia
mL pelarut folin-ciocalteu 10% dan 0,8 mL direndam pada 50 ml pelarut selama 6 x 24
larutan Na2CO3 7,5% kemudian dicampur jam dan setiap 1 x 24 jam dilakukan
merata dan didiamkan pada selama 30 penggantian pelarut. Penggantian setiap 1 x
menit. Selanjutnya larutan di ukur 24 jam karena pelarut yang telah jenuh
absorbansinya pada alat spektrofotometer tidak akan menarik komponen fitokimia
UV-Vis pada daerah panjang gelombang atau zat kimia yang ada dalam simpilisia.
400-800 nm. Panjang gelombang optimum Hal ini dilakukan untuk meminimalkan
didapatkan dari nilai absorbansi tertinggi. senyawa polifenol yang ada pada simpilisia
Tahap selanjutnya adalah pengukuran terambil semua. Setelah didapatkan ekstrak
absorbansi larutan standar asam galat dilakukan uji kualitatif dan uji kuantitatif.
berbagai variasi konsentrasi pada panjang Hasil Ektraksi polifenol sampel teh
gelombang optimum. Setelah didapatkan ditunjukkan pada gambar 1.
nilai absorbansi dari pengukuran larutan
standard, kemudian data absorbansi diolah
ke dalam software Microsoft exel untuk
dibuat kurva kalibrasi. Tahap terakhir adalah
pengukuran absorbansi ekstrak sampel teh
kemasan pada panjang gelombang optimum.
Kandungan polifenol sampel dihitung
berdasarkan nilai absorbansi sampel
dimasukkan ke dalam persamaan regresi Gambar 1 Hasil ekstraksi sampel teh
larutan standar asam galat. kemasan dengan metode remaserasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kualitatif Polifenol


Hasil Ektraksi Polifenol Teh Kemasan Uji kualititatif polifenol bertujuan
Pada penelitian ini proses ektraksi untuk mengetahui dan memastikan adanya
polifenol teh kemasan menggunakan senyawa polifenol didalam sampel yang
metode remaserasi. Metode remaserasi dianalisis. Reagen yang digunakan adalah
merupakan metode maserasi yang FeCl3, karena senyawa polifenol dapat
dilakukan berulang. Maserasi merupakan bereaksi dengan FeCl3 menjadi warna biru
pengekstraksian serbuk atau simpilisia kehitaman (Samin, 2013). Hal ini
dengan cara merendam dalam cairan disebabkan karena adanya pembentukan
penyari dengan beberapa kali pengocokan senyawa kompleks antara gugus fenol
atau pengadukan pada suhu kamar. Proses dengan Fe3+ yang terdapat pada pereaksi
ini sangat menguntungkan dalam isolasi FeCl3. Reaksi tersebut dianalogkan dengan
senyawa bahan alam karena dengan reaksi antara gugus fenol karena Fe
perendaman sampel tumbuhan akan terjadi merupakan senyawa logam(Wagner, 1996).
pemecahan dinding dan membran sel akibat
perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel,
sehingga metabolit sekunder yang ada
10 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

Gambar 2 Reaksi Fenol dengan FeCl3 (Wagner, 1996)

Hasil penelitian menunjukkan ekstrak diketahui bahwa ektrak teh kemasan


sampel teh A, B, C, D, dan E dengan metode mengandung polifenol, maka analisis
remaserasi seluruhnya mengandung dilanjutkan dengan analisis kuantitatif
polifenol sesuai pada tabel 1. Setelah menggunakan spektrofometri UV-Vis.

Tabel 1. Uji kualitatif polifenol menggunakan FeCl3


Hasil
Uraian Kesimpulan
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
Standar Asam Biru Biru Biru + ( Positif )
galat kehitaman kehitaman kehitaman
Sampel A Biru Biru Biru + ( Positif )
kehitaman kehitaman kehitaman
Sampel B Biru Biru Biru + ( Positif )
kehitaman kehitaman kehitaman
Sampel C Biru Biru Biru + ( Positif )
kehitaman kehitaman kehitaman
Sampel D Biru Biru Biru + ( Positif )
kehitaman kehitaman kehitaman
Sampel E Biru Biru Biru + ( Positif )
kehitaman kehitaman kehitaman

Analisis Kuantitatif Polifenol bereaksi dengan reagen folin ciocalteau


Analisis kuantitatif polifenol diawali membentuk warna biru yang dapat dideteksi
dengan reaksi antara sampel dan larutan dengan Spektrofotometer. Semakin besar
standar dengan reagen folin ciocalteau konsentrasi senyawa fenolik maka semakin
(1:10)dan Na2CO37,5%. Reagen folin banyak ion fenolat yang akan mereduksi
ciocalteau digunakan karena dapat bereaksi asam heteropoli (fosfomolibdat-
dengan senyawa fenolik dan membentuk fosfotungstat) sehingga warna biru yang
warna yang dapat diukur absorbansinya dihasilkan akan semakin pekat (Susanti dkk.,
(Kao, 2016). Pereaksi folin ciocalteau akan 2012).
mengoksidasi senyawa fenolat (garam Pengukuran absorbansi larutan standar
alkali). Senyawa fenolik bereaksi dengan dan sampel menggunakan alat
reagen folin ciocalteau hanya dalam suasana spektrofotometer UV-Vis dilakukan pada
basa agar terjadi pemisahan proton, dari panjang gelombang optimum yaitu 626 nm,
senyawa fenolik menjadi ion fenolat. Untuk seperti terlihat pada gambar 2. Panjang
membuat kondisi basa digunakan Na2CO3 gelombang ini didapatkan dari hasil
7,5%. Gugus hidrosil pada senyawa fenolik scanning panjang gelombang 400-800 nm
Hadi : Penentuan Kadar Polifenol 11

untuk mengetahui besarnya panjang analisis, selama tidak dipengaruhi oleh


gelombang yang digunakan larutan asam komponen pengganggu selama proses
galat standar untuk mencapai hasil yang analisis. Pengukuran panjang gelombang
paling baik. Pemilihan panjang gelombang optimum dilihat dari absorbansi yang
yang tepat akan meningkatkan kualitas hasil tertinggi (Andriyani, 2010).

Gambar 2. Scanning Panjang Gelombang Optimum

Panjang gelombang optimum yang gelombang optimum didapatkan dilanjutkan


diperoleh berbeda dengan hasil penelitian dengan pengukuran absorbansi standar asam
sebelumnya setelah dilakukan panjang galat seperti tabel 2 dengan pengolahan data
gelombang optimum yaitu 628 nm (wolfe et konsentrasi dan absorbansi larutan standar
al., 2003). Perbedaan tersebut dapat asam galat dapat dibuat kurva kalibrasi
dikarenakan kondisi alat dan kemurnian berdasarkan gambar 3.
asam galat yang berbeda. Setelah panjang

Tabel 2 Konsentrasi dan absorbansi asam galat standar pada panjang gelombang 626 nm
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
2,5 0,231
5,0 0,386
7,5 0,555
10 0,732
12,5 0,822
15 1,033

Gambar 3. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Asam Galat


12 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

Dalam penelitian yang telah dilakukan absorbansi sampel ke dalam persamaan


didapat kurva standar y = 0,062x + 0,077 R2 regresi linear dari kurva kalibrasi larutan
= 0,994. Nilai R2 menunjukkan koefisien standar, sedangkan perhitungan kadar
korelasi yang baik, karena mendekati 1. Jika dilakukan dengan mengubah nilai
nilai R2 sebesar 1 akan mempunyai arti konsentrasi polifenol dalam sampel (ppm)
kesesuaian yang sempurna, sebaliknya jika menjadi berat polifenol dalam sampel,
R2 sama dengan 0 maka tidak ada hubungan selanjutnya dibagi dengan nilai berat
linear antara X dan Y (Gujarati, 2006). Hal ekstrak. Hasil perhitungan konsentrasi dan
ini dapat digunakan dalam perhitungan kadar polifenol dalam sampel ditunjukan
konsentrasi sampel untuk mendapatkan pada tabel 3 dan gambar 4.
kadar polifenol dalam sampel.
Penentuan konsentrasi polifenol
dilakukan dengan memasukkan nilai

Tabel 3 Penentuan konsentrasi polifenol dengan metode remaserasi


Sampel Absorbansi Konsentrasi ( ppm )
A 0,916 13,532
B 0,941 13,935
C 0,811 11,839
D 0,941 13,935
E 0,740 10,694

Gambar 4. Kadar Polifenol Sampel Teh Kemasan dengan Metode Remaserasi

Berdasarkan hasil diatas dapat 1. Semua sampel teh kemasan yang


diketahui bahwa terdapat perbedaan kadar beredar di pasaran mengandung
polifenol dalam teh kemasan. Perbedaan polifenol
tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan 2. Kadar polifenol sampel teh A, B, C,
komposisi yang ada pada kemasan, cara D, dan E menggunakan metode
pembuatan, dan lama pengeringan daun teh remaserasi berturut-turut sebesar
pada masing-masing kemasan, sehingga 0,541; 0,557; 0,474; 0,557; dan
menyebabkan perbedaan kadar polifenol. 0,428%(b/b).

KESIMPULAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat 1. Perlu dilakukan analisis lanjutan
diambil kesimpulan sebagai berikut: untuk mengetahui jenis pelifenol
Hadi : Penentuan Kadar Polifenol 13

yang terkandung dalam teh Nazarudin., Paimin F.B., (1993).


kemasan. Pembudidayaan dan Pengolahan Teh.
Penebar Sawsadaya. Jakarta.
UCAPAN TERIMA KASIH
Samin A., Bialagi N., Yuzda K., 2013.
Ucapan terima kasih ditujukan kepada Penentuan Kandungan Fenolik Total
Akademi Farmasi Jember dan berbagai Dan Aktivitas AntioksidanDari Rambut
pihak yang telah banyak membantu hingga Jagung (Zea May L.) Yang Tumbuh Di
selesainya penelitian ini. Daerah Gorontalo.Laporan Penelitian.
Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas
DAFTAR PUSTAKA Matematika dan IPA Universitas
Negeri Gorontalo.
Andriyani D., Utami P.I., Dhani B.A., 2010.
Penetapan Kadar Tanin Daun Soraya., Noni, 2007. Sehat dan cantik berkat
Rambutan (Neplhelium Iappaceum L) teh hijau. Jakarta. Penebar Swadaya
Secara Spektrofotometri UV-Vis.
Journal Pharmacy. Vol. 7: 1-11. Sulistiyowati., Eddy., Salirawati., Antumi
Wiyarsi., (2010). Penetuan Kadar
Dewi. 2008. Pengaruh Pemberian Polifenol Berbagai Zat Gizi Pada Teh Bunga
Teh Hijau terhadap Sebukan Sel Sepatu. Laporan Penelitian. UNY.
Mononuklear Adenokarsinoma.
Mammae MencitC3H.Skripsi. Fakultas Susanti., Alfian. R., 2012. Pentapan Kadar
Kedokteran Universitas Diponegoro Fenolik Total Ekstrak Metanol Kelopak
Semarang. Bunga Rosella Merah (Hibiscus
sabdariffa Linn) Dengan Variasi
Gramza A.M., Stachowiak B., 2005. The Tempat tumbuh Secara
Antioxidant Potential of Carotenoid Spektrofotometri.Jurnal Ilmiah
Extract from Phaffia rhodozyma, Acta Kefarmasian Vol. 2, No. 1: 73-80.
Scientiarum Polonorum .Vol. 2, :171-
188. Voigt. (1994). Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi. (diterjemahakan oleh
Gujarati D., Sumarno Z., 2006. Noerono). Edisi V. Gajah mada
Ekonomitrika dasar. Jakarta. Erlangga. University Press.Yogyakarta.

Kao, A., 2006. Ethics, law and Wagner H., 1996. Plant rug Analysis. A Thin
professionalism: What physicians need layer Chromatography Atlas Second
to know.In Stern, D.T. ed. Meassuring Edition. Berlin. Springer-Verlag.
medical professionalism.Oxford
:Oxford University Press, pp. Wolfe, K., Wu, X., and Liu, R.H.,
2003.Antioxidant activity of apple
peels. Journal of Agriculture and Food
Chemistry.51: 609-614.
14 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

“Halaman Sengaja dikosongkan”


Kukuh : Tingkat Kepuasan Apotek 15

TINGKAT KEPUASAN APOTEK DI WILAYAH LUMAJANG


TERHADAP DISTRIBUSI OBAT OLEH PEDAGANG BESAR FARMASI

Kukuh Judy Handojo1*,Pradanu Satria Rakhmanta1,Diyan Ajeng R1


1
Akademi Farmasi Jember, Jember, Indonesia
Jl.Pangandaran no 42 Jember Indonesia
*E-mail :kukuh.handojo@gmail.com

ABSTRACT
PBF services in Lumajang region need to improve the quality of service, includingdelivery
time often exceeds the time that had been promised, complaints regarding medication errors
and difficulty getting accountability, the price has changed in a short time, and the service
was not constant. The purpose of this study was to determine the level of drug store
Lumajang region against drug distribution by PBF in tangible dimension (direct evidence),
reliablity (reliability), responsivines (responsiveness),assurance (assurance), empathy
(caring). Samples were selected in this research is all drug store in Lumajang totaling 30
pharmacies. The research design in this study is descriptive by using survey method.Based
on the data collection process,there were only 30 drug store that are willing to be
respondenden has qualified for data processing and it can be concluded that the level of
satisfaction Pharmacy Lumajang region on tangible dimension (direct evidence) of 86.24%,
expressed satisfaction,reliability dimension (reliability) by 80%, otherwise satisfactory,
dimensions responsiviness (responsiveness) of 75.84%, expressed quite satisfactory,
dimensions assurance (guarantee) amounting to 86.11%, declared satisfactory, the
dimensions of empathy (caring) amounted to 86.94%, otherwise satisfactory. Based on the
above data,it needs to be evaluated in five dimensions, from the evaluation it would appear
that satisfaction level of drug store in Lumajang to PBF service (drug distribution)reach
83,02% and including the satisfactory category .

Keywords: Level of satisfaction - Drugs distribution – PBF

PENDAHULUAN maka kepuasan pelanggan menjadi prioritas


Pedoman Good Distribution Practices utama dimana tingkat kepentingan dan
for Pharmaceutical Products diterbitkan harapan pelanggan serta pelaksanaan atau
oleh WHO pada tahun 2005 mengharuskan kinerja yang dilakukan perusahaan haruslah
suatu jaringan distribusi menyelenggara kan sesuai perusahaan harus memperhatikan hal
suatu sistem jaminan kualitas terhadap – hal yang dianggap penting oleh para
produk farmasi yang didistribusikan pelanggan, agar mereka puas (Yusnita,
sehingga produknya akan terjamin mutu, 2011). kepuasan adalah tingkat perasaan
khasiat, keamanan dan keabsaannya sampai seseorang setelah membandingkan kinerja
ke tangan konsumen.Industri farmasi atau (atau hasil) yang dirasakan dibandingkan
lebih dikenal sebagai Pedagang Besar dengan harapan (Kotler,1995).
Farmasi (PBF) harus memenuhi kebutuhan Apotek diwilayah Lumajang rata-rata
konsumen dengan cepat dan tepat, karena masih sering mengeluhkan mengenai
kecepatan dan ketepatan perbekalan farmasi kualitas distribusi obat oleh pedagang besar
merupakan faktor yang berpengaruh untuk farmasi. Dimana waktu pengiriman sering
menjamin kepuasan konsumen (Baharuddin melebihi dari waktu yang telah di janjikan.
dan Wahyuni, 2010). Selain itu, keluhan juga datang dari segi
Dalam persaingan yang semakin tajam kesalahan obat datang yang tidak sesuai
antara Pedagang Besar Farmasi saat ini, dengan surat pesanan dan harga yang
16 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

berubah dalam waktu yang terlalu singkat Instrumen


sehingga bukan hanya apotik yang dirugikan Instrumen yang digunakan dalam
namun konsumen juga merasa kurang penelitian ini adalah kuesioner, lembar
mendapatkan pelyanan yang baik karena pengumpulan data berisi rekap data dari
kejadian tersebut. Oleh karena itu, perlu sumber data dan hasil kuesioner.Uji validitas
dilakukan perbaikan layanan oleh PBF agar dan reliabilitas dilakukan untuk menguji
tingkat kepuasan apotik akan instrumen penelitian yaitu kuesioner,
meningkat.Tujuan penelitian ini adalah ingin interviewer, pedoman interview dan lembar
mengetahui tingkat kepuasan apotik pengumpul data. Pengujian validitas dan
terhadap layanan distribusi obat oleh PBF reliabilitas kuesioner dilakukan dengan cara
berdasarkan dimensi kepuasan. membagikan kuesioner pada apotik di
Jember sebanyak 30 unit yang dilakukan
METODE PENELITIAN sebelum bulan Juli 2016. Validitas dan
Penelitian ini merupakan penelitian reliabilitas diuji menggunakan Cronbach’s
deskriptif cross sectional dengan metode Alpha. Nilai validitas dapat dilihat pada
survey pada tenaga teknis kefarmasian di 30 Corrected Item-Total Correlation. Nilai
apotik wilayah Lumajang yang menangani reliabilitas dapat dilihat pada Cronbach’s
bagian pengadaan perbekalan farmasi.Waktu Alpha. Pengujian validitas rupa dan validitas
pengambilan data dilakukan pada bulan Juli isi pada lembar pengumpul data dengan
2016.Waktu penelitian sejak didapatkan ijin pengaturan tampilan instrumen dan
penelitian dari IAI cabang Lumajang. penggunaan bahasa agar mudah diisi oleh
peneliti.
Populasi,Sampel dan Teknik sampling
Populasi penelitian ini adalah seluruh Analisis Data
apotik yang beroperasi di wilayah Lumajang Data yang telah terkumpul dilakukan
dan mau menjadi responden.Teknik pemberian skor atau nilai kemudian di
sampling menggunakan total sampling yang prosentasekan menggunakan rumus
menjadikan populasi semua sampel yaitu P = n/N x 100%
sebanyak 30 apotik. Responden
n : skor rata-rata
diwawancarai dan diberi kuesioner terkait
P : Prosentase
dimensi kepuasaan dalam distribusi obat
N : Skor maksimal
oleh PBF.
Untuk menentukan kriteria kualitas
(Arikunto,2006)
Sumber Data
Sumber data penelitian ini diperoleh
HASIL DAN PEMBAHASAN
dari hasil kuesioner yang disebarkan pada
Sampel berjumlah 30 apotik dan
tenaga teknis kefarmasian bagian perbekalan
bersedia menjadi responden.Data hasil
farmasi di apotik.
kuesioner terhadap kepuasan pelayanan PBF
berdasarkan kelima dimensi kepuasan
Variabel
sebagai berikut:
Variabel dalam penelitian ini adalah
distribusi obat dan tingkat kepuasan meliputi
lima dimensi yaitu tangible (bukti
langsung), reliability (kehandalan),
responsiviness (kehandalan), Assurance
(jaminan), Emphaty (kepedulian)
Kukuh : Tingkat Kepuasan Apotek 17

Tabel 5.1 Persentase berdasarkan dimensi Tabel 5.3 Persentase berdasarkan dimensi
Tangible (Sarana fisik) Responsiviness (Ketanggapan)
No Kategori Frekuensi Persentase No Kategori Frekuensi Persentase
(Responden) (Responden)

1 Puas 22 73,33% 1 Puas 8 26,67%

2 Cukup puas 8 26,67% 2 Cukup puas 21 70%

3 Kurang puas 0 0% 3 Kurang puas 1 3,33%

4 Tidak puas 0 0% 4 Tidak puas 0 0%

Jumlah 30 100 % Jumlah 30 100 %

Pada penelitian ini 30 responden yang telah Pada dimensi ketanggapan dari 30
menjawab 2 pertanyaan tentang dimensi responden yang menjawab terdapat 8
sarana fisik, diperoleh 22 responden yang responden yang menyatakan puas dengan
menyatakan puas dengan persentase persentase sebesar 26,67%, 21 responden
73,33%, 8 responden yang menyatakan yang menyatakan cukup puas dengan
cukup puas dengan persentase 26,67%, serta persentase sebesar 70%, 1 responden yang
tidak ada responden yang menjawab kurang menyatakan kurang puas dengan persentase
puas dan tidak puas. 3,33%, dan tidak ada responden yang
menyatakan tidak puas.
Tabel 5.2 Persentase berdasarkan dimensi
Reliability (Kehandalan) Tabel 5.4 Persentase berdasarkan dimensi
No Kategori Frekuensi Persentase Assurance (Jaminan)
(Responden) No Kategori Frekuensi Persentase
(Responden)
1 Puas 14 46,67%
1 Puas 19 63,33%
2 Cukup puas 15 50%
2 Cukup puas 11 36,67%
3 Kurang puas 1 3,33%
3 Kurang puas 0 0%
4 Tidak puas 0 0%
4 Tidak puas 0 0%
Jumlah 30 100 %
Jumlah 30 100 %
Kemudian pada dimensi kehandalan terdapat
14 responden yang menyatakan puas dengan Sedangakan pada dimensi jaminan 19
persentase 46,67%, 15 responden yang responden yang menyatakan puas dengan
menyatakan cukup puas dengan persentase persentase 63,33%, 11 responden
50%, 1 responden yang menyatakan kurang menyatakan cukup puas dengan persentase
puas dengan persentase 3,33%, dantidak ada 36,67% dan tidak ada responden yang
responden yang menyatakan tidak puas. menyatakan kurang puas ataupun tidak puas.
18 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

Tabel 5.5 Persentase berdasarkan dimensi memperoleh prosentase 75,75%


Emphaty (Kepedulian) memberikan penilaian cukup memuaskan.
No Kategori Frekuensi Persentase
(Responden) SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini maka
1 Puas 20 66,67%
PBF perlu meningkatkan pelayanannya lebih
2 Cukup puas 10 33,33% baik dengan menggunakan teknologi
informasi yang akan memberikan informasi
3 Kurang puas 0 0% lebih akurat mengenai perbekalan farmasi
yang dibutuhkan serta penanganan keluhan
4 Tidak puas 0 0% lebih cepat direspon oleh pihak PBF.

Jumlah 30 100 %
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur
Untuk dimensi terakhir yaitu kepedulian
Penelitian Suatu Pendekatan
terdapat 20 responden yang menyatakan
Praktek, Jakarta:Penerbit : Rineka
puas dengan persentase 28 66,67%, 10
Cipta.
responden yang menyatakan cukup puas
dengan persentase sebesar 33,33%, dan tidak Baharuddin dan Wahyuni, 2010 Teori
ada responden yang menyatakan kurang Belajar dan Pembelajaran.
puas ataupun tidak puas. Yogyakarta:Ar-ruzz Media

Keterbatan Penelitian Kotler, P. (1995). Manajemen


Pada penelitian ini terdapat beberapa Pemasaran Analysis Perencanaan
keterbatasan penelitian yaitu tidak semua dan Implementasi,Salemba Empat,
variabel yang berpengaruh terhadap Jakarta
kepuasan diteliti.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
KESIMPULAN Indonesia Nomor 1010 / Menkes /
Berdasarkan hasil penelitian lima Per / XI /2008 Tentang Registrasi
dimensi kepuasaan terhadap distribusi obat Obat.
oleh PBF maka diperoleh hasil empat
kategori yaitu bukti langsung memperoleh
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1148 / Menkes /
prosentase 86,25%, kehandalan memperoleh
Per / VI /2011 Tentang Pedagang
prosentase 80%, jaminan memperoleh
Besar Farmasi.
prosentase 86,06%, dan kepedulian
memperoleh prosentase 87,25% sehingga Yusnita, E. (2011). Kepuasan Pasien
responden memberikan penilaian bahwa Terhadap Pelayanan Obat di Apotek
distribusi obat oleh PBF sudah memuaskan, Sejahtera,Jember
sedangkan untuk dimensi ketanggapan
Siti: Isolasi dan Karakterisasi Bakteri 19

ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI SELULOLITIK ASAL


JERAMI PADI DI PERSAWAHAN BOGOR BARAT

Siti Nur Azizah


Akademi Farmasi Jember
Jl. Pangandaran No.42 Jember 68125
Email: azizah.ariza@gmail.com

ABSTRAK
Kandungan selulosa pada jerami padi tergolong tinggi yaitu sekitar 35%. Sebagai
senyawa yang paling melimpah di dunia, selulosa dari jerami padi dapat digunakan sebagai
sumber penghasil bakteri selulolitik yang dapat menghasilkan enzim selulase sebagai katalis
yang bermanfaat dalam bidang industri, pertanian dan kesehatan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendapatkan isolat bakteri selulolitik asal jerami padi di Desa Kampung Jawa
Kelurahan Setigede Kecamatan Bogor Barat dengan cara isolasi dan karakterisasi isolat yang
didapat pada medium CMC agar. Hasil isolasi pada media CMC agar diperoleh sebanyak 5
isolat bakteri selulolitik yaitu isolat J1, J2, J3,J4 dan J5. Hasil skring aktivitas selulolik
secara semikuantitatif menggunakan metode congo red menunjukkan bahwa isolat J2
memiliki nilai IAE tertinggi yaitu 1,84. Hasil karakterisasi secara fisik yaitu makroskopis
dan mikroskopis serta karakterisasi secara biokimia sesuai petunjuk Bergey’s Manual of
systematic bacteriology menunjukkan bahwa isolat J2 memiliki kemiripan dengan Bacillus
sp.
Kata kunci: Bakteri selulolitik, jerami padi, karakterisasi bakteri

PENDAHULUAN tambahan obat-obatan. Selama ini jerami


Bakteri selulolitik merupakan bakteri padi dianggap tidak memiliki nilai ekonomi,
yang mampu menghasilkan selulase yang bahkan cenderung dianggap limbah yang
menghidrolisis selulosa menjadi produk menyebabkan lingkungan bau dan tidak
yang lebih sederhana yaitu glukosa. sehat. Pada umumnya jerami hanya dibakar
Beberapa genus bakteri yang memiliki atau ditinggal di lahan persawahan. Disisi
kemampuan selulolitik adalah lain pengolahan dengan cara membakar
Achromobacter, Angiococcus, Bacillus, jerami dapat meningkatkan konsentrasi gas
Cellulomonas, Cytophaga, Clostridium, rumah kaca (Litbang Deptan 2008). Bakteri
Cellivibrio, Flavobacterium, Pseudomonas, selulolitik yang memiliki aktivitas selulolitik
Poliangium, Sorangium, Sporocytophaga, tinggi dapat diisolasi dari jerami padi yang
Vibrio, Cellfalcicula (Rao 1994), memiliki kadar selolosa tinggi. Hal ini
Citrobacter, Serratia, Klebsiella, diduga karena bakteri indigenous lebih
Enterobacter, dan Aeromonas (Anand et al. mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan
2009). Bakteri selulolitik dijumpai pada yang sama. Oleh karena itu perlu dilakukan
habitat yang kaya akan selulosa, salah isolasi bakteri selulolitik dari jerami padi
satunya adalah jerami padi. yang berpotensi tinggi dalam proses
Jerami padi merupakan sumber bahan dekomposisi jerami padi.
organik yang mudah didapat dan memiliki Berdasarkan latar belakang tersebut
kandungan selulosa tinggi mencapai 35% tujuan praktikum ini adalah untuk
(Wati et al. 2007). Selulosa ini merupakan mengisolasi bakteri, melakukan karakterisasi
senyawa paling melimpah di dunia sebagai morfologi dan fisiologi serta untuk
sumber daya alam terbarukan sehingga dapat mengukur aktivitas enzim selulolitik bakteri.
dijadikan bahan baku potensial sebagai
makanan, bahan bakar, senyawa kimia dan
20 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

METODE PENELITIAN Indeks aktivitas selulase dapat


Pengambilan Sampel ditentukan dengan cara mengukur rasio
Sampel jerami padi yang telah diameter zona bening terhadap diameter
membusuk diambil dari sawah di Desa koloni. Isolat yang memiliki indeks aktivitas
Kampung Jawa Kelurahan Setigede enzim terbesar ditumbuhkan dalam media
Kecamatan Bogor Barat. Pada saat agar miring CMC untuk digunakan uji lebih
pengambilan sampel juga dilakukan lanjut.
pengukuran suhu dan pH sampel.
Karakteristik Bakteri Selulolitik Terpilih
Isolasi dan Pemurnian Bakteri Karakter makroskopis
Sebanyak 1gr sampel jerami dilarutkan Karakter makroskopis dilakukan
dalam 9 mL larutan gasfis (NaCl 0,85%) dengan cara mengamati morfologi koloni
lalu divortex sehingga diperoleh bakteri (bentuk koloni, elevasi, tepi dan
-1
pengenceran 10 . Pengenceran dilakukan struktur dalam koloni). Kemudian hasil
hingga 10-6. Pada pengenceran 10-5 dan 10-6 pengamatan disesuakan dengan petunjuk
diambil 0,1 mL dan diinokulasikan secara identifikasi menggunakan Bergey’s Manual
spread plate pada media Carboximethil of systematic bacteriology oleh Vos et al.
cellulase (CMC). Komposisi media CMC (2009)
per 100 mL mengandung 0,02 gr MgSO4. 7 Karakter mikroskopis
H2O; 0,075 gr KNO3; 1 gr CMC; 0,05 gr 1. Pengecatan Gram
K2HPO4; 0,002 gr FeSO4; 0,004 gr CaCl2; Pengecatan Gram dilakukan dengan
0,2 gr ekstrak yeast; 1,8 gr agar; 0,1 gr mengambil 1 ose isolat bakteri yang
glukosa. Kemudian diinkubasi pada suhu 30 berumur 24 jam, kemudian dilarutkan
o
C selama 48 jam. kedalam 5 ml aquades steril dan divortek.
Pemurnian bakteri dilakukan dengan Larutan tersebut kemudian diambil 100 µl
mengambil koloni yang tumbuh terpisah dan dan dipindahkan pada permukaan kaca objek
menunjukkan karakter morfologi yang kemudian difiksasi. Selanjutnya
berbeda. Isolat tersebut diinokulasikan pada ditambahkan sebanyak 1-2 tetes kristal
media CMC baru dengan metode streak violet selama 1 menit kemudian dicuci
kuadran. Lalu inkubasi dilakukan pada suhu dengan air mengalir dan di keringanginkan.
37 oC selama 48 jam. Amati adanya koloni Pewarna kedua adalah ditambahkan 1 tetes
tunggal yang menunjukkan bahwa bakteri iodine. Selama 1 menit kemudian dicuci
tersebut murni. dengan air mengalir. Pewarna ketiga adalah
etil alkohol 95% selama 30 detik dan dicuci
Aktivitas Selulolik Secara Semikuantitatif dengan air mengalir. Pewarna ketiga adalah
Pengujian aktivitas selulolitik dilakukan safranin selama 2 menit dan dicuci dengan
dengan metode Congo Red. Larutan Congo air mengalir, dikering anginkan, lalu diamati
Red (0,1% w/v) dituang pada kultur dan dengan mikroskop. Bakteri Gram Positif
dibiarkan selama 15 menit. Larutan berwarna ungu dan bakteri Gram negatif
kemudian dibuang dan dibilas dengan NaCl berwarna merah.
1 M selama 15 menit sebanyak dua kali 2. Pewarnaan Endospora
selanjutnya diamati. Isolat bakteri yang Bakteri yang menunjukkan Gram
mampu menguraikan CMC ditunjukkan positif dilanjutkan pewarnaan endospora
dengan terbentuknya zona bening disekitar dengan cara mengambil sebanyak 1 ose
koloni setelah diuji dengan metode Congo isolat bakteri 1 ose berumur 7 hari,
Red. kemudian dilarutkan kedalam 5 ml aquades
steril dan divortek. Larutan tersebut
Siti: Isolasi dan Karakterisasi Bakteri 21

kemudian diambil 100 µl dan dipindahkan dengan terbentukanya lapisan warna merah
pada permukaan kaca objek kemudian pada permukaan media.
difiksasi. Kaca objek tersebut kemudian
digenangi dengan malakit hijau 1-2 tetes Uji MR-VP
selama 10 menit dan di fiksasi hingga Sebanyak 1 ose bakteri berumur 24 jam
menguap. Selanjutnya dicuci dengan air diinokulasikan kedalam dua media cair MR-
mengalir, setelah kering ditambah safranin VP. Kultur diinkubasi pada suhu ruang
1-2 tetes selama 1 menit. Kemudian dicuci selama 24 jam. Setelah inkubasi selanjutnya
dengan air mengalir dan dikering anginkan, ditambahkan reagen MB (metil merah)
selanjutnya diamati dengan mikroskop. sebanyak 10 tetes pada media cair MR dan
ditambahkan reagen AB (alcohol-α-naftol
Uji Fisiologi Bakteri Selulolitik dan KOH 40%) 10 tetes pada media cair VP.
Uji fermentasi glukosa Reaksi positif diindikasikan adanya warna
Sebanyak 1 ose bakteri berumur 24 jam merah pada media cair MB. Serta reaksi
diinokulasikan kedalam tabung reaksi yang positif pada media cair VP ditandai dengan
berisi tabung durham dan media PRGB warna merah yang menandakan bakteri
(Phenol Red Glucose Broth) yang mampu menghasilkan 2,3 butadienol.
mengandung tripton, carbohidrat solution
dan phenol red. Kultur diinkubasi pada HASIL DAN PEMBAHASAN
suhu ruang selama 24 jam. Reaksi positif Isolasi dan Pemurnian Bakteri
ditandai dengan media menjadi kuning. Sebanyak 5 isolat bakteri selulolitik
berupa koloni tunggal dan memiliki
Uji sitrat morfologi berbeda telah berhasil diisolasi
Sebanyak 1 ose bakteri berumur 24 jam dari jerami yang berasal dari lahan
diinokulasikan kedalam media agar miring persawahan di Desa Kampung Jawa
Simmons citrate secara goresan. Kultur Kelurahan Setigede Kecamatan Bogor Barat
diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. (Gambar 1). Kelima isolat tersebut tumbuh
Reaksi positif diindikasikan dengan warna pada media CMC agar pada pengeceran 10-5
biru, sedangkan reaksi negatif media tetap dan bakteri sudah tidak tumbuh pada
berwarna hijau. pengeceran 10 -6 .

Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar)


Sebanyak 1 ose bakteri berumur 24 jam
dimedia CMC miring diinokulasikan
diinokulasikan pada media TSIA dengan
cara tusuk-gores (stab and streak). Kultur
diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam.
Gambar 1. Hasil isolasi bakteri selulolitik
Reaksi positif ditandai dengan media
pada media CMC agar : a)
berwarna gelap atau hitam.
pengenceran 10-5, dan b)
pengenceran 10-6
Uji indol
Sebanyak 1 ose bakteri berumur 24 jam
Jerami padi tersebut digunakan sebagai
diinokulasikan kedalam media yang
salah satu substrat dalam isolasi bakteri
mengandung triptopan 1%. Kemudian
selulolitik pada penelitian ini. Hal ini
selama 24 jam pada suhu 30 oC. Setelah
dikarenakan jerami merupakan bahan
inkubasi selanjutnya ditambahkan 0,5 mL
organik yang memiliki kandungan selulosa
reagen kovac’s. Reaksi positif ditandai
22 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

tinggi (38%). Saraswati et al (2010)


menyatakan bahwa bakteri selulolitik
banyak ditemukan pada limbah organik yang
mengandung selulosa.
Kelima isolat bakteri hasil isolasi
menunjukkan kemampuan tumbuhnya pada
media CMC plate. Sehingga isolat-isolat Gambar 3. isolat bakteri pada media CMC
tersebut disebut bakteri selulolitik karena 1% menggunakan metode
mampu memanfaatkan selulosa pada media Congo Red setelah inkubasi 24
CMC sebagai satu-satunya sumber karbon jam: a) zona bening, b) koloni
untuk pertumbuhannya. Selulosa pada media bakteri
CMC merupakan selulosa yang berbentuk
amorf, sedangkan selulosa pada jerami Zona bening tersebut menunjukkan
selain mengandung selulosa amorf juga adanya aktivitas hidrolitik oleh enzim
mengandung selulosa kristalin. Sehingga ektraseluler selulase yang diekskresikan oleh
diduga kelima isolat bakteri selulolitik ini isolat-isolat bakteri dengan diameter
juga mampu menghidrolisis selulosa amorf tertentu. Produk hidrolisis tersebut berupa
yang terdapat di jerami. gula sederhana monosakarida dan tidak
Setiap koloni tunggal dari 5 isolat hasil terjadi ikatan kompleks dengan Congo Red.
isolasi tersebut yang telah dibuat replika Menurut Anand et al (2009) Congo Red
yaitu untuk pewarnaan Congo Red pada uji akan berikatan secara spesifik dengan
aktivitas enzim selulase secara kuantitatif polisakarida yang memiliki ikatan β-1,4
dan untuk uji fisiologis ditunjukkan pada glikosida, pada penelitian ini polisakarida
Gambar 2. yang terkandung dalam media uji adalah
CMC. Sedangkan warna merah
menunjukkan sisa selulosa yang tidak
terhidrolisis sehingga terjadi pembentukan
selulosa Congo Red.
Berdasarkan indeks aktivitas enzim
selulase kelima isolat bakteri memiliki
indeks aktivitas selulolitik antara 0,15
Gmabar 2. Hasil replica plating: a) untuk uji
sampai 2,12 (Tabel 1). Isolat J2 merupakan
aktivitas selulolitik secara
salah satu isolat yang memiliki indeks
semikuantitatif, dan b) untuk uji
aktivitas selulase tinggi yaitu 1,84.
fisiologis
Perbedaan indeks aktivitas selulolitik
tersebut diduga karena selulase
Aktivitas Selulolik Secara Semikuantitatif
diekskresikan oleh masing-masing isolat
Secara umum adanya aktivitas
bakteri yang berbeda potensinya untuk
selulolitik pada kelima isolat bakteri asal
menguraikan substrat dalam media
jerami ini selain ditunjukkan dengan
pertumbuhan (Sudiana et al. 2001). Semakin
kemampuan tumbuh pada media CMC plate,
besar indeks selulase pada isolat maka
selain itu juga diindikasikan dengan
semakin besar pula aktivitas selulolitik yang
terbentuknya zona bening di sekitar koloni
dihasilkan (Apun et al. 2000). Sehingga
selama inkubasi 24 jam yang nampak
isolat J2 dipilih untuk uji lanjut karena
setelah di uji dengan Congo Red 0,1%
diduga merupakan isolat potensial yang
(Gambar 3).
Siti: Isolasi dan Karakterisasi Bakteri 23

memiliki indeks selulolitik tinggi dibanding


isolat 1, 3 dan 5.
Tabel 1. Indeks aktivitas enzim selulase isolat bakteri pada uji semikuantitatif
Rata-rata θ Indeks Aktivitas
No. Kode isolat Rata-rata θ koloni
zona bening Enzim Selulase
1. J1 0,85 0,4 1,12
2 J2 1,85 0,65 1,84
3. J3 0,95 0,82 0,15
4. J4 1,25 0,4 2,12
5. J5 0,85 0,55 0,55
Keterangan: Angka dicetak tebal merupakan isolat terpilih dengan IAE tinggi yang
diuji lebih lanjut.

Karakteristik Morfologi dan Fisiologi batang dengan ujung sel membulat. Isolat J2
Isolat J2 sebagai Bakteri Selulolitik mempunyai spora dengan bentuk batang
Terpilih pendek yang terlihat berwarna hijau
Karakteristik Morfologi Isolat J2 sedangkan sel vegetatifnya berwarna merah
Hasil karakterisasi morfologi secara (Gambar 5b).
makroskopis pada isolat J2 dilakukan
dengan mengamati single colony pada steak
kuadran yang ditunjukkan pada Gambar 4.
Isolat J2 memiliki warna koloni putih,
bentuk koloni yaitu tidak beraturan, elevasi
koloni mengalami pertumbuhan tipis dan
merata, tepi koloni seperti berfilamen dan
struktur dalam memiliki dapat meneruskan Gambar 5. a) pengecatan Gram; b)
cahaya meskipun benda dibawahnya tidak pengecatan endospora, 1)
tanpak jelas. spora berwarna hijau 2) sel
vegetatif berwarna merah.
Pembesaran 1000x
menggunakan mikroskop
cahaya Olympus CX21

Berdasarkan karakterisasi makroskopis


dan mikroskopisnya pada isolat J2 (Gambar
4 dan Gambar 5) yang dirujuk berdasarkan
Gambar 4. Karakterisasi morfologi isolat J2 identifikasi Bergey’s Manual of systematic
secara makroskopis di media bacteriology oleh Vos et al. (2009), isolat
CMC plate setelah inkubasi 48 J2 memilki kemiripan dengan Genus
jam: a) steak kuadran, dan b) Bacillus. Genus Bacillus memiliki
single colony karakterisasi antara lain koloni dengan
diameter 2-7 mm, warna koloni meliputi
Hasil karakterisasi morfologi krem, putih, namun ada yang memproduksi
mikroskopis isolat J2 dengan pengecatan pigmen berwarna hitam, coklat, orange,
Gram yang ditunjukkan pada Gambar 5a. merah muda dan kuning. Sedangkan warna
Berdasarkan Gambar 5 menunjukkan isolat koloni isolat J2 juga berwana putih. Bentuk
J2 memilki warna sel ungu, sel berbentuk koloni Bacillius umumnya tak beraturan
24 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

(irreguler) namun ada yang bulat (circular). Isolat J2 bakteri memiliki kemampuan
Hal ini juga terdapat pada isolat J2 yaitu mengubah sel vegetatif menjadi spora yang
memiliki bentuk koloni tak beraturan menjadi ciri dari morfologi sel bakteri.
(irreguler). Bentuk tepi koloni Bacillus Semua endospora pada sel isolat J2 terlihat
antara lain bergelombang (undulate), sudah lisis dari sel vegetatifnya sehingga
bergerigi (crenate) dan berfilamen disebut spora bebas yang terwarnai menjadi
(fimbriate). Isolat J2 juga memiliki bentuk hijau oleh pewarna Malacit green (Gambar
tepi koloni berfilamen (fimbriate). Struktur 5b). Pada saat pewarnaan endospora,
dalam Bacillus adalah kesat, granular, halus Malacit green akan mewarnai sel vegetatif
biasanya licin (smooth), dan tanpak lembab. bakteri. Sedangkan endospora memiliki sifat
Namun pada Isolat J2 dapat meneruskan sukar menyerap zat warna namun sekali
cahaya meskipun benda dibawahnya tidak diberi zat warna, pewarna tersebut sukar
tanpak jelas (translucent) .Elevasi atau dilunturkan. Sehingga selama pewarnaan
permukaan koloni pada Bacilus umumnya dengan Malacit green perlu pemanasan agar
memiliki pertumbuhan tipis biasanya merata mempermudah penetrasi Malacit green
(effuse), tebal namun merata (raised), dan kedalam dinding endospora. Sel vegetatif
membukit (convex) sedangkan pada isolat J2 akan terdekolorasi dengan air saat
pertumbuhannya tipis dan merata (effuse). pembilasan sehingga saat diwarnai dengan
Karakterisasi mikroskopis pada isolat safranin, sel vegetatif menjadi merah
J2 menggunakan pengecatan Gram karena sedangkan endospora tetap berwarna hijau.
teknik ini merupakan langkah awal Endospora merupakan bentuk dorman
identifikasi sel bakteri yang memisahkan dari sel vegetatif, sehingga
bakteri menjadi Gram Positif dan Gram
negatif berdasarkan komposisi dan struktur Karakteristik Fisiologi Isolat J2
kimiawi dinding selnya. Isolat J2 merupakan Hasil karakterisasi secara fisiologis
Gram positif kerena sel berwarna ungu. Hal menunjukkan bahwa isolat J2 bersifat positif
ini terkait dengan struktur dinding sel dalam uji produksi H2S pada media TSIA
bakteri Gram positif yang mengandung dan produksi 2,3 butanadiol pada media VP
hampir 90% peptidoglikan dan mengikat sedangkan uji lainnya menunjukkan hasil
penawarna utama yaitu Crystal violet. yang negatif (Gambar 6 dan Tabel 2).
Penambahan iodine meningkatkan afinitas
pewarna pada sel dengan membentuk
kompleks Crystal violet-iodine dalam sel
sehingga sel tetap berwarna ungu.
Selanjutnya dinding sel bakteri Gram positif
mengalami dehidrasi setelah penambahan
alkohol, pori-pori menciut, daya rembes
dinding sel dan membran menurun,
kompleks Crystal violet-iodine tidak dapat
keluar dari sel sehingga sel tetap ungu. Gambar 6. Hasil uji fisiologis isolat J2 pada
Sehingga walaupun sel ditambah pewarna berbagai media: a) Uji fermentasi glukosa (-
terakhir yaitu safranin, sel tidak terpengaruh ), b) Uji sitrat (-), c) Uji TSIA (+), d) Uji
yang menyebabkan sel tetap berwarna ungu indol (-), e) Uji MR (-) dan f) Uji VP (+)
(Pelczar dan Chan 2008; White 2007).
Siti: Isolasi dan Karakterisasi Bakteri 25

Pengujian karakterisasi secara fisiologi Uji sitrat negatif menunjukkan bahwa


pada bakteri akan menampakkan keragaman Isolat J2 tidak dapat menggunakan sitrat
yang sangat besar dalam hal tipe nutrisi yang sebagai satu-satunya sumber karbon dan
dijumpai diantara bakteri. Sehingga uji energi karena tidak memiliki enzim sitrat
fisiologis sangat penting dilakukan untuk permease. Hal ini ditunjukkan pada media
mengidentifikasi suatu bakteri (Madigan uji tidak mengalami perubahan warna biru
et al. 2009). Bakteri (Gambar 6b). Sitrat permease berperan
metabolismenya bersifat inaktif dan mampu dalam membawa sitrat dari luar ke dalam
bertahan dalam tekanan fisik dan sel. Sitrat yang berada di dalam sel akan
dikarenakan endospora memiliki struktur masuk kedalam siklus Krebs. Pada siklus
lebih kompleks dengan berbagai lapisan Krebs, sitrat akan diubah dengan bantuan
yang tidak dijumpai di sel vegetatif. Jika enzim sitrase menjadi asam oksaloasetat dan
memperoleh media atau lingkungan yang asam asetat. Selanjutnya asam oksaloasetat
cocok spora bebas akan berubah menjadi sel dan asam asetat diubah menjadi asam
vegetatif sehingga sel vegetatif dapat piruvat dan karbondioksida. Karbondioksida
tumbuh dan bahkan membentuk endospora bereaksi dengan air dan natrium yang
lagi (Madigan et al. 2009) selulolitik isolat terdapat pada media Simmon’s citrat agar
J2 secara fisiologis diuji melalui fermentasi sehingga membentuk natrium bikarbonat.
glukosa, sitrat negatif, TSIA, indol dan MR- Keberadaan natrium bikarbonat
VP. mengakibatkan media bersifat basa sehingga
Fermentasi glukosa negatif pada isolat merubah warna indikator bromthymoll blue
J2 artinya isolat tersebut tidak mampu dari hijau menjadi biru (Capuccino dan
memproduksi asam organik dan gas melalui Sherman 1983).
fermentasi glukosa (Gambar 6a). Menurut Uji TSIA menunjukkan hasil positif
Cappucino dan Sherman (1983) fermentasi artinya isolat J2 memiliki kemampuan untuk
glukosa bertujuan untuk mengetahui memecahkan dextrose, laktosa dan sukrosa
kemampuan isolat bakteri dalam yang terdapat pada media uji. Selain itu
menghidrolisis glukosa menghasilkan asam isolat J2 juga mampu menghasilkan H2S
organik (asam asetat, asam laktat, asam yang ditunjukkan dengan perubahan media
format dan asam suksinat) dan gas menjadi gelap (Gambar 6c). Reaksi ini
(karbondioksidan dan hidrogen). Adanya dibantu oleh enzim sistein desulferase yang
produksi asam organik menyebabkan pH dihasilkan oleh isolat J2 untuk mereduksi
media fermentasi menurun sehingga sulfur organik pada asam amino sistein
indikator Phenol red yang terdapat pada dalam media uji menjadi H2S (Cappuccino
media berubah warna dari merah menjadi & Sherman 1983).
kuning. Adanya gas CO2 ditunjukkan
dengan terbentuknya gelembung pada
tabung durgham.
26 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

Tabel 2. Karakter Fisiologi Isolat J2


No. Uji Hasil Keterangan
1. Pewarnaan Gram positif sel batang (bacillus) dengan ujung sel
Gram membulat (rounded end) dan berupa sel
tunggal
2 Pewarnaan Ada endospora Endopora terlepas dari sel vegetatifnya
endospora
3. H2S Positif Terjadi perubahan warna medium menjadi
gelap yaitu coklat hitam kemerahan
4. VP Positif Terbentuk lapisan merah dipermukaan,
namun warnanya lemah
5. MF Negatif Tidak terbentuk cincin merah
6. Sitrat Negatif Tidak mengalami perubahan warna biru
pada medium
7. Fermentasi Negatif Tidak mengalami perubahan warna
glukosa orange pada medium
Uji indol negatif menunjukkan bahwa media setelah diberi reagen α naphtol 5%
Isolat J2 tidak dapat mengoksidasi asam dan KOH 40%. KOH 40% akan mengubah
amino esensial yaitu triptopan sebagai acetylmethylcarbinol menjadi diacetyl.
sumber karbonnya untuk membentuk indol. Sedangkan α naphtol akan membuat diacetyl
Hal ini dikarenakan isolat J2 tidak menjadi warna merah (Goldman dan Green
mempunyai enzim triptopanase yang 2009).
mengubah triptopan menjadi indol, asam Isolat J2 berdasarkan karakteristik
piruvat, dan amonia. Sehingga saat fisiologis bersifat aerob karena tidak dapat
pengujian isolat J2 tidak membentuk cincin menghasilkan oksigen dan tidak dapat
merah dipermukaan media. Jika bakteri melakukan fermentasi gula dan asam.
mampu menghasilkan indol maka akan Namun isolat J2 masih hanya mampu
membentuk lapisan merah dipermukaan melakukan fermentasi dengan menghasil
media cair setelah ditambah reagen Kovac’s. 2,3 butanidol, namun hasil uji ini pun sangat
Warna merah terjadi karena terbentuknya lemah karena cincing yang terbentuk tidak
komplek antara indol dan p- begitu berwarna merah. Karakter ini juga
dimetilaminobenzaldehid dari Kovac’s memiliki kemiripan dengan genus Bacillus.
triptofan (Lay 1994). Menurut Madigan et al. (2009) ada dua
Uji MR negatif menunjukkan bahwa genus bakteri Gram positif yang
isolat J2 tidak dapat menghasilkan asam membentuk endospora yaitu Bacillius dan
campuran dari proses fermentasi glukosa Clostridium. Bacillius bersifat aerob atau
yang terkandung dalam media MR. Hal ini fakultatif aerob serta sedikit yang melakukan
ditunjukkan karena pada media uji tetap fermentasi. Sedangkan genus Clostridium
berwarna kuning atau tidak mengalami yang bersifat fermentatif.
perubahan warna menjadi merah setelah
penambahan reagen merah metil. PENUTUP
Uji VP menunjukkan hasil positif Kesimpulan
artinya isolat ini mampu melakukan Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
fermentasi butandiol yaitu 2,3-butanediol. terdapat bakteri selulotik pada jerami asal
Hal ini ditunjukkan dengan adanya lapisan persawahan Bogor Barat. Indikator
berwarna merah muda pada permukaan selulolitik ditunjukkan dengan adanya zona
Siti: Isolasi dan Karakterisasi Bakteri 27

bening disekitar koloni pada media CMC Madigan MT, Martinko JM, Dunlap PV dan
agar. Berdasarkan karakteristik makroskopis Clark DP. 2009. Biology of
dan mikroskopis isolat bakteri terpilih yaitu microorganisms. Twelfth edition. New
York: Pearson as Benjamin Cummings.
isolat J2 memiliki kemiripan dengan
Bacillus sp. Moat AG, Foster JW dan Spector MP. 2002.
Microbial Physiology Fourth edition.
Saran New York: Wiley-liss, Inc.
Untuk penelitian selanjutnya perlu
dilakukan pengujian kadar glukosa hasil Pelezar M J dan Chan ECS. 2008. Dasar-
hidrolisis jerami menggunakan isolat J2. Dasar Mikrobiologi. Terjemahan
Hadioemoto, R.S., Imas, T., Jitromo,
S.S., dan Angka, S.L. Elements of
DAFTAR PUSTAKA Microbiology. Jakarta: UI Press.

Anand, Vennison, Sankar, Prabhu, Vasan, Rao SNS. 1994. Mikroba Tanah dan
Raghuraman, Geoffrey, dan Vendan. Pertumbuhan Tanaman Edisi Kedua.
2009. Isolation and Characterization of Jakarta: UI-PRESS.
Bacteria from the Gut Of Bombyx Mori
that Degrade Cellulose, Xylan, Pectin Saraswati R, Santosa E dan Yuniarti E.
and Starch and Their Impact on 2010. Organisme Perombak Bahan
Digestion. J of Insect Science. 10(107): Organik. (online). http:
1-20. balittanahlitbang.deptan.go.id/pupuk10.
pdf. [2 Maret 2012].
Apun K, Jong BC dan Salleh MA. 2000.
Screening and Isolation of A Sastrohamidjojo H. 2005. Kimia Organik.
Cellulolytic and Amylolitic Bacillus Yogyakarta: Gajah Mada University
from Sago Pith Waste. J of Gen. Appl. Press.
Microbiol. 46: 263 -267.
Sudiana, Rahayu, Imaduddin, dan
Cappuccino JG. dan Sherman N. 1983. Rahmansyah. 2001. Cellulolitic
Microbiology: A Laboratory Manual. Bacteria of Soil of Gunung Halimun
California: Cummings Publishing Nasional Park. Berita Biologi. 5(6):
Company, Inc. 703-710.

Goldman E dan Green LH. 2009. Practical Wati LS, Kumari BS, Kundu S. 2007. Paddy
handbook of microbiology, second straw as substrat for ethanol production.
edition. New York: CRC Press. Indian J Microbiol. 47: 26-29.

Lay BW. 1994. Analisis mikroba di White D. 2007. The Physiology and
laboratorium. Jakarta: Raja Grafindo Biochemistry of Prokaryotes. New
Persada. York: Oxford University Press.

Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia Vos PD, Garrity GM, Jones D, Krieg NR,
Jilid 1. Terjemahan oleh Thenewidjaj, Ludwig W, Rainey FA, Schleifer KH
M. Principles of Biochemistry. Jakarta: dan Whitman WB. 2009. Bergey’s
Erlangga. Manual of systematic bacteriology:
second edition Volume Tree the
Litbang Deptan. 2008. Tinggalkan budaya Firmicutes. New York: Springer
membakar jerami. (om line) Dordrecht Heidelberg London.
http:www.litbang.deptan.go.id/berita/on
e/603. [15 Oktober 2013].
28 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

“Halaman Sengaja dikosongkan”


Yulianto: Bioenkapsulasi Yoghurt 29

BIOENKAPSULASI YOGHURT Lactobacillus acidophillus SEBAGAI


ANTIHIPERKOLESTROLEMIA

Yulianto Ade Prasetya* dan Khoirun Nisyak


Program Studi Teknologi Laboratorium Medik,
Jalan Raya By Pass Krian Km.33 Sidoarjo, 61263
STIKes RS Anwar Medika Sidoarjo.
*Email: yuliantoadeprasetya@gmail.com

ABSTRAK
Lactobacillus acidophillus dalam bentuk yoghurt mempunyai efek penurunan
terhadap hiperkolesterolemia namun dapat mengalami stress akibat asam lambung. Teknik
bioenkapsulasi mampu meningkatkan viabilitas dan perlindungan terhadap bakteri asam
laktat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahan bioenkapsulasi L.
acidophillus dari Whey Protein Isolate (WPI), kasein, gum arab, dan amilum yang terbaik
viabilitasnya terhadap asam lambung dan mengetahui dosis bioenkapsulasi yoghurt (single,
double atau triple dose) yang efektif sebagai terapi antihiperkolesterolemia. Viabilitas
bioenkapsulasi yoghurt terhadap asam lambung dilakukan secara in vitro dengan teknik
Total Plate Count (TPC) kemudian diujikan aktivitas antihiperkolesterolemia secara in vivo
terhadap tikus putih galur wistar. Hasil menunjukkan bahwa bahan dari amilum
menunjukkan hasil yang terbaik dalam peningkatan viabilitas sebelum dan sesudah diberi
perlakuan asam lambung yakni dari 3.0 x106 CFU/g menjadi 2.1 x 108 CFU/g. Dosis yang
efektif sebagai antihiperkolesterolemia pada tikus putih wistar yakni single dose dengan nilai
rataan kadar Low Density Lipoprotein (LDL) sebesar 15mg.dL-1.

Kata kunci: bioenkapsulasi, hiperkolesterolemia, Lactobacillus acidophillus, yoghurt

PENDAHULUAN
Hiperkolesterolemia merupakan faktor Yoghurt dengan kandungan bakteri
penyebab terjadinya jantung koroner dan asam laktat terbukti secara klinis mampu
stroke, dimana di Indonesia sebanyak 36 juta menurunkan resiko hipertensi, menyerap
(18% dari total keseluruhan populasi) bahan berbahaya dari saluran cerna,
menderita hiperkolesterolemia dan 80% dari mempunyai efek antagonis terhadap bakteri
total tersebut meninggal akibat serangan patogen dalam saluran cerna, dan
jantung (Misbach & Kalim, 2009). mempunyai efek penurunan resiko terhadap
Hiperkolesterolemia merupakan kondisi penyakit hiperkolesterolemia. Lactobacillus
dimana kadar Low Density Lipoprotein acidophillus merupakan bakteri asam laktat
(LDL) dalam darah meningkat dan dapat yang sering digunakan dalam produk
berkembang menjadi aterosklerosis pada yoghurt dan secara klinis mampu
pembuluh darah arteri berupa penyempitan memberikan efek menguntungkan bagi
pembuluh darah dan mengakibatkan kesehatan dan keseimbangan flora normal
hipertensi (Hardiningsih & Nurhidayat, saluran cerna (Burke et al, 2001). Viabilitas
2006). Hipertensi merupakan masalah bakteri ini selama transportasi menuju usus
kesehatan yang kompleks dan dapat dihambat dengan keberadaan asam lambung,
menimbulkan komplikasi yang serius garam empedu, dan kompetisi dengan
sehingga dapat meningkatkan biaya mikroflora normal usus. Bioenkepasuluasi
perawatan yang mahal. Namun, hal tersebut bakteri L. acidophilus dapat menjadi solusi
dapat dicegah dengan menyediakan untuk menghadapai permasalahan tersebut.
makanan fungsional berbasis susu yakni Bioenkapsulasi yakni pembentukan
Yoghurt (Kimoto et al, 2002). kapsul menyelubungi sel probiotik dengan
30 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

bahan enkapsulat tertentu yang bermanfaat menginokulasikan sebanyak 1 ml yoghurt ke


untuk meningkatkan viabilitas dan dalam 9 ml larutan pepton steril. Hasil
perlindungan dari kondisi yang ekstrim pengenceran kemudian dituangkan masing-
(Widodo, 2003). Gum arab, amilum, whey masing ke dalam MRS agar dan ratakan
protein isolate (WPI), dan kasein merupakan (metode pour plate). Inkubasi biakan selama
bahan prebiotik yang dapat berperan sebagai 24 jam pada suhu 370C. Lakukan
bahan bioenkapsulasi karena mempunyai perhitungan jumlah koloni dengan metode
kandungan Soluble Dietary Fibre (SDF) dan Total Plate Count (TPC).
Resistant Starch (RS) yang dapat digunakan
sebagai sumber nutrisi probiotik. Penelitian Pengujian Viabilitas Yoghurt terhadap
ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan asam lambung secara in vitro
viabilitas terbaik L.acidophillus dari bahan Inokulasikan yoghurt sebanyak 1 ml ke
bioenkapsulasi yang digunakan yakni gum dalam 9 ml larutan asam lambung (HCl
arab, WPI, amilum, dan kasein. Selain itu, 37%) steril dan inkubasi selama 1 jam pada
penelitian ini juga bertujuan untuk suhu 370C. Lakukan pengenceran bertingkat
mengetahui dosis yoghurt (single, double, sampai 10-7. Tuangkan hasil pengenceran
triple) yang efektif sebagai terapi dalam MRS agar, ratakan, dan inkubasi
hiperkolestrolemia. selama 24 jam pada suhu 370C. Lakukan
perhitungan jumlah koloni dengan metode
METODE PENELITIAN Total Plate Count (TPC).
Pembuatan Bioenkapsul L. acidophillus
Satu ose L. acidophillus yang tumbuh Pengujian bioenkapsulasi yoghurt
diinokulasikan ke dalam MRS Broth dan terhadap hiperkolesterolemia secara in
diinkubasi selama 18 jam suhu 37oC. Kultur vivo
yang tumbuh selama masa inkubasi tersebut Sebanyak dua puluh ekor tikus wistar
kemudian disentrifugasi selama 15 menit jantan yang berumur 2 bulan diberi pakan
dengan kecepatan 100.000 rpm dan diambil khusus untuk meningkatkan kadar Low
supernatannya. Supernatan yang didapat Density Lipoprotein (LDL) dalam darah
ditambahkan 0.5 ml susu skim 10%, 4.5 ml selama satu minggu. Tikus tersebut
gliserol 1 M, 1% sodium alginat, dan 0.5% kemudian dikelompokkan dalam empat
bahan bioenkapsulasi (gum arab, amilum, kelompok dan diberi dosis yoghurt secara
whey protein isolate, dan kasein) kemudian sonde selama dua minggu yakni kelompok I
diaduk sampai homogen, dan teteskan ke (kontrol), kelompok II (single dose: 0.16
dalam CaCl2.2H2O. Hasil tersebut ml), kelompok III (double dose: 0.32 ml),
didiamkan selama 30 menit kemudian dan kelompok III (triple dose: 0.48 ml).
disaring dan dicuci dengan aquadest. Setelah dua minggu, darah tikus wistar
Pembuatan Yoghurt diambil dan diukur kadar LDL dalam darah.
Bioenkapsulasi L.acidophillus yang
terbentuk diinokulasikan sebanyak 5% ke HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam susu sapi yang telah dipasteriusasi Bahan bioenkapsulasi yang digunakan
dan ditambahkan skim sebanyak 10% dari harus memiliki sifat pengelmusi yang unik
volume susu sapi kemudian diinkubasi dan pembentukan film yang mempengaruhi
selama 2 hari dalam suhu ruang. kemampuannya sebagai bahan enkapsulat.
Pada umumnya bahan penyalut tidak larut
Uji Viabilitas Bioenkapsulasi Yoghurt air digunakan untuk mengenkapsulasi bahan
Lakukan pengenceran bertingkat pada inti yang larut air atau sebaliknya. Bahan
yoghurt sampai 10-7dengan penyalut untuk bioenkapsulasi dengan
Yulianto: Bioenkapsulasi Yoghurt 31

teknik spray drying haruslah memiliki rasa


tawar, kelarutan tinggi, kemampuan
emulsifikasi, pembentukan film, dan sifat
pengeringan yang baik. Selain itu, bahan
penyalut dalam larutan konsentrasi tinggi
harus memiliki viskositas yang rendah
(Bertolini et al, 2001).

Tabel 1. Hasil Uji Viabilitas Bioenkapsulasi Gambar 1. Diagram Batang Hasil Rataan
Yoghurt pada L.acidophillus Kadar LDL
terhadap asam lambung Bio-yoghurt dapat mereduksi LDL
Bahan Jumlah koloni Jumlah koloni (Gambar 1) diduga karena asam laktat hasil
Enkapsu sebelum sesudah
metabolisme L.acidophillus mampu
lasi perlakuan perlakuan asam
asam mengikat kolesterol dalam usus sehingga
WPI 3.0x106 CFU/g 1.08x107 terhambat untuk termobilisasi dalam aliran
CFU/g darah. Menurut Rafter (2003), produk
Kasein 7.8x107 CFU/g 1.3x107 CFU/g bakteri fermentasi, khususnya asam lemak
Gum 3.0x108 CFU/g 5.0x107 CFU/g rantai pendek, dapat menghambat sintesis
Arab kolesterol dalam hati dan memobilisasi
Amilum 3.0x106 CFU/g 2.1x108 CFU/g kolesterol plasma ke hati. Berdasarkan
Kontrol 2.52x107 5.8x106 CFU/g
rataan kadar LDL setelah dilakukan terapi
CFU/g
(Gambar 1), terdapat pengaruh penurunan
Bahan amilum memiliki viabilitas yang yang paling signifikan pada single dose,
baik (Tabel 1) dimana viabilitas yaitu 16 mL/hari untuk seekor tikus selama
L.acidophillus sebelum dan sesudah diberi dua minggu pemberian bio-yoghurt.
perlakuan asam lambung menjadi meningkat Peningkatan dosis justru mengurangi
bila dibandingkan kontrol dan bahan penurunan LDL. Hal ini disebabkan karena
bioenkapsulasi lain yakni dari 3.0x106 semakin banyak dosis maka semakin besar
CFU/g menjadi 2.1x108 CFU/g. Amilum kompetisi antar probiotik untuk
merupakan oligosakarida yang mengandung mendapatkan nutrisi dari yoghurt. Kompetisi
SDF sebagai nutrisi probiotik dan sering ini menyebabkan pertumbuhan probiotik
digunakan untuk bahan enkapsulasi terhambat sehingga kurang efektif dalam
Penelitian Wahyudi (2008) menunjukan penurunan LDL. Pertumbuhan probiotik
bahwa biomassa B. bassiana yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,
dienkapsulasi natrium alginate dan amilum ketersediaan nutrisi dan jumlah koloni awal..
jagung tidak hanya stabil selama
penyimpanan suhu kamar, tetapi juga KESIMPULAN
memiliki viabilitas yang tinggi walaupun Bahan bioenkapuslasi dari amilum
setelah penyimpanan beberapa bulan. Bahan memiliki viabilitas tertinggi sebelum dan
enkapsulasi dikatan berhasil jika bahan yang sesudah perlakuan dengan asam lambung
dienkapsulasi memiliki viabiltas yang tinggi yakni 3.0x106 CFU/g menjadi 2.1x108
dan sifat fisiologis yang relatif sama dengan CFU/g. Pengaruh penurunan LDL paling
sebelum dienkapsulasi (Triana, 2005). signifikan pada single dose yakni 16 ml/hari
untuk seekor tikus.
32 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

DAFTAR PUSTAKA Teknologi dan Industri Pertanian,


Bertolini A.C., A.C. Siani dan C.R.F. 14:98-106
Grosso. 2001. Stability of
Monoterpenes Encapsulated in Gum
Arabic by Spray Drying. J. Agr.
Food. Chem. 49:780–785.

Burke V, Hodgson JM, Beilin LJ,


Giangiulioi N, Rogers P, Puddey IB.
2001. Dietary Protein And Soluble
Fiber Reduce Ambulatory Blood
Pressure In Treated Hypertensives.
Hypertension. 2001; 38: 821-6.

Hardiningsih dan Nurhidayat. 2006.


Pengaruh Pemberian Pakan
Hiperkolesterolemia Terhadap
Bobot Badan Tikus Putih Wistar
yang Diberi Bakteri Asam Laktat.
Biodiversitas. Vol.7. 127-130.

Kimoto, H., S. Ohmomo, T. Okamoto. 2002.


Cholesterol removal from media by
Lactococci. Journal Dairy Science
85:3182-3188.

Misbach, J. & Kalim, H. 2009. Kaitan


Penyakit Kardiovaskular,
Hiperkolesterolemia dan Pola
Hidup.
Http://medicastore.com/cardiovascul
ar/art193.html. [24 Agustus 2017].

Rafter, J. 2003. Probiotics and colon cancer.


Best Practice & Research: Clinical
Gastroenterology. 17(5): 849-859.

Triana, E., Yulianto, dan Nurhidayat, N.,


2005, Uji Viabilitas Lactobacillus
sp. Mar 8 Terenkapsulasi,
Biodiversitas, 7:114-117.

Wahyudi, P., 2008, Enkapsulasi Propagul


Jamur Entomopatogen Beauviera
bassiana Menggunakan Alginat dan
Pati Jagung sebagai Produk
Mikroinsektisida, Jurnal Ilmu
Kefarmasin Indonesia, 6:51-56

Widodo. 2003. Bioenkapsulasi Probiotik


(Lactobacillus cassei) dengan
Pollard dan Tepung Terigu Serta
Pengaruhnya Terhadap Viabilitas
dan Laju Pengasaman, Jurnal
Rosida: Penentuan Aktivitas Antioksidan 33

PENENTUAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KADAR FENOL TOTAL


PADA EKSTRAK KULIT BUAH PISANG (Musa acuminata Colla)

Rosida, Diyan Ajeng RA


Akademi Farmasi Jember
Email: rosidahari@gmail.com

ABSTRAK
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat oksidasi molekul lain.
Tubuh tidak mempunyai sistem pertahanan antioksidatif yang berlebihan, sehingga tubuh
membutuhkan antioksidan eksogen. Kekhawatiran terhadap efek samping antioksidan
sintetik menjadikan antioksidan alami menjadi alternatif yang dipilih. Flavonoid merupakan
senyawa fenolat (hidroksil fenolik) yang mampu bertindak sebagai antioksidan dan
umumnya terdapat pada tanaman. Salah satu limbah tanaman yang mempunyai kandungan
flavonoid adalah kulit buah pisang (Musa acuminata). Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menetapkan kadar flavonoid total dan melakukan pengujian aktivitas antioksidan kulit
buah pisang menggunakan diphenyl picryl hydrazil hydrate (DPPH) sebagai radikal bebas.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah remaserasi dengan pelarut etanol 96%. Penetapan
kadar flavonoid total menggunakan katekin sebagai standar dan pengujian DPPH
menggunakan metode spetrofotometri. Hasil penelitian menunjukkan kandungan flavonoid
total ekstrak etanol kulit buah pisang sebesar 0,79 ± 0,03 %b/b, aktivitas antioksidan
tertinggi dalam IC50 terhadap DPPH sebesar 70,41 mg/L.

Kata Kunci : kulit buah pisang, flavonoid total, aktivitas antioksidan, IC50

PENDAHULUAN antioksidan seperti fenolik, flavonoid yang


Kesehatan merupakan masalah yang lebih efektif dan lebih aman daripada
cukup serius. Banyak penyakit yang antioksidan sintetis, seperti butylated
disebabkan oleh radikal bebas, radikal bebas hydroxytoluene. Antioksidan asam fenolat,
dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, polifenol, flavonoid menghambat radikal
lipid sehingga menginisiasi terjadinya peroksida, hidroperoksida atau lipid peroxyl,
degeneratif dan kerusakan sel. menghambat mekanisme oksidatif, sehingga
Faktor lingkungan seperti polusi, mencegah penyakit degeneratif, selain itu
intensitas uv yang berlebih, suhu, bahan berguna sebagai anti tumor dan mempunyai
kimia dan kekurangan gizi dapat efek pencegahan pada kerusakan hati.
mengakibatkan tubuh terpapar radikal bebas. Flavonoid memiliki kemampuan anti-
Bila radikal bebas berlebihan akan inflamasi dan antioksidan yang terbukti
menciptakan ketidakseimbangan antara mampu menghambat proses stress oksidatif
molekul radikal bebas dan antioksidan pada penyakit kardiovaskular dan
endogen. Ketika jumlah radikal bebas neurodegeneratif.
melebihi kapasitas tubuh untuk Salah satu buah yang mempunyai
menetralisirnya, maka terbentuk stress kandungan flavonoid adalah pisang (Musa
oksidatif yang menyebabkan kerusakan acuminata). Buahnya banyak disukai untuk
struktur sel, jaringan dan organ (Leong dan di konsumsi secara langsung sebagai buah
Shui, 2001). atau diolah menjadi produk konsumsi.
Untuk meredam aktivitas radikal bebas Namun hal ini tidak diimbangi dengan
diperlukan antioksidan. Antioksidan adalah pengolahan limbah dari kulit buah pisang
molekul yang dapat mendonorkan yang sangat banyak jumlahnya. Limbah kulit
elektronnya kepada molekul radikal bebas, buah pisang mewakili sekitar 30% dari buah.
sehingga menghentikan reaksi radikal bebas. Hal ini merupakan masalah lingkungan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karena mengandung sejumlah besar nitrogen,
beberapa ekstrak tanaman memiliki senyawa fosfor dan kadar air yang tinggi sehingga
34 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

rentan terhadap perkembangan C. Prosedur Kerja


mikroorganisme (Gonzales et al, 2009). Pembuatan Serbuk Kulit Buah
Total jumlah senyawa fenol pada kulit Ditimbang 1 kg kulit buah pisang
pisang (Musa acuminat Colla) sekitar 0,90 matang dan dikeringkan dengan teknik
sampai 3,0 g/100g DW (Nguyen, Ketsa & freeze drying. Bahan yang telah dikeringkan
van Doorn, 2003 ; Someya, Yosiki & Okubo, kemudian ditimbang dan disimpan dalam
2002). Kulit pisang matang juga lemari es.
mengandung senyawa seperti anthosianin
delphinidin, cyaniding, dan catekolamin Pembuatan Ekstrak dan Larutan Uji
(Kanazawa & Sakakibara, 2000). Ditimbang 250 gram serbuk kulit buah
Berdasarkan penelitian kami sebelumnya pisang, kemudian diektraksi dengan etanol
bahwa pemberian ekstrak kulit buah pisang dengan cara remaserasi. Perendaman
secara topikal mampu mempercepat dilakukan selama 3 x 24 jam ekstraksi
perbaikan kondisi pasca luka bakar. Hal ini dilakukan 2-3 kali. Filtrat yang diperoleh
ditandai dengan penurunan konsentrasi lipid dipekatkan dengan rotavapor sehingga
peroksidase, peningkatan ekspresi VEGF dihasilkan ekstrak kental.
dan kolagen.
Berdasarkam potensi yang dimiliki kulit Uji Kualitatif Flavonoid
buah pisang sebagai antioksidan alami dan Uji kualitatif flavonoid pada ekstrak
mengandung banyak komponen yang kulit buah pisang menggunakan pembanding
senyawa bioaktif (flavonoid, fenol), maka katekin yang ditotolkan secara berurutan.
perlu dipelajari lebih lanjut kandungan Penotolan sebanyak 10 μl pada plat silica gel
flavonoid total dan pengukuran aktivitas 60 F254 (E. Merck). Penampak noda
antioksidan menggunakan DPPH secara menggunakan larutan FeCl3 10%.
spektrofotometri.
Penentuan Kadar Flavonoid Total
METODE PENELITIAN Total flavonoid menggunakan standar
A. Bahan dan Alat katekin dengan metode Sultana et al. (2008)
Bahan penelitian adalah kulit buah dengan beberapa modifikasi yaitu 1 ml
pisang (Musa acuminata Colla) yang larutan ekstrak air yang mengandung 0,01
diperoleh dari daerah Genteng, Banyuwangi g/ml bahan kering ditempatkan dalam labu
dan dideterminasi di Balai Konservasi ukur 10 ml. Kemudian ditambahkan 5 ml air.
Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi; Katekin Tambahkan 0,3 ml NaNO2 (5% b/v). Setelah
ex. Sigma; etanol teknis; plat silica gel 60 5 menit tambahkan 0,6 ml AlCl3 (10% b/v).
F254 ex. E. Merck; Difenilpikril Hidrazil Setelah 5 menit tambahkan 2 ml larutan
Hidrat (DPPH) ex. Sigma; Pelarut untuk NaOH 1 M. Terakhir tambahkan air sampai
Spektrofotometer ex. E.Merck; Freeze dryer 10 ml (garis tanda pada labu) Campuran
Heidolp; rotavapor Heidolph; dikocok dengan kuat, ukur absorbansi warna
Spektrofotometer Hitachi U1800. pink pada 510 nm. Kurva baku dibuat
menggunakan larutan standard katekin 10 –
B. Rancangan Penelitian 100 mg/L. Semua sampel dianalisis dalam
Penelitian ini adalah penelitian tiga replikasi dan hasil di rata-rata. Kadar
eksperimental laboratories in vitro yang flavonoid secara kuantitatif diukur dengan
bertujuan untuk mnetapkan kadar katekin menggunakan kurva standar katekin.
dan menguji aktivitas antiradical bebas
DPPH sebagai kapasitas antioksidan ekstrak Uji Aktivitas Antioksidan
etanol kulit buah pisang dari daerah Ekstrak kental kulit buah pisang hasil
Genteng-Banyuwangi. Sebagai variable evaporasi dilarutkan dengan etanol menjadi
tergantung adalah kadar katekin dan konsentrasi 160 mg/L, kemudian diencerkan
perendaman radikal bebas DPPH; variable menjadi empat variasi konsentrasi yaitu 80 ;
bebas adalah ekstrak etanol dalam berbagai 90,4 ; 104,3 dan 125,22 mg/L, tujuannya
konsentrasi. untuk menentukan aktivitas antioksidan
dengan membuat kurva IC50. Masing-
masing ekstrak sebanyak 1,8 mL direaksikan
Rosida: Penentuan Aktivitas Antioksidan 35

dengan DPPH 0,04 % sebanyak 0,5 mL. konsentrasi tadi. Aktivitas antioksidan dapat
Kemudian diinkubasi selama 30 menit, dihitung dengan rumus berikut ini:
kemudian diukur absorbansi sampel dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang
516,5 nm. Penentuan IC50 dibuat dari Berikut ini tabel mengenai klasifikasi
persamaan regresi antara persentase aktivitas aktivitas antioksidan menurut Blois.
radikal bebas DPPH pada ekstrak terhadap 5

Tabel 1. Klasifikasi Aktivitas Antioksidan (Blois, 1958)


Nilai IC50 Antioksidan
<50ppm Sangat kuat
50-100 ppm Kuat
100-150 ppm Sedang
151-200 ppm Lemah

HASIL DAN PEMBAHASAN katekin ditandai dengan penampakan noda


Uji kualitatif flavonoid pada ekstrak yang sama dengan standar katekin dan
kulit buah pisang menggunakan pembanding memiliki nilai Rf (waktu retensi) yang sama.
katekin yang ditotolkan secara berurutan. Hasil elusi dan adanya noda tampak dengan
Penotolan sebanyak 10 μl pada plat silica gel penampak noda larutan FeCl3, didapatkan Rf
60 F254 (E. Merck). Hasil positif mengandung sebesar 0,8 (tabel 2).

Tabel 2. Profil KLT ekstrak kulit buah pisang


Harga Rf
Eluen Penampak Noda Ekstrak kulit buah Standar Katekin
pisang
Kloroform :
Metanol : Air (6,5 Larutan FeCl3 10% 0,8 0,8
: 3,5 : 1)

Pada penelitian ini untuk mengetahui Analisis kadar katekin dilakukan


kadar flavonoid total mengunakan dengan menggunakan metode
standarisasi katekin yang terkandung pada spektrofotometer panjang gelombang
ekstrak kulit buah pisang. Menurut Schmid maksimum spektra katekin adalah 510 nm.
et al (2010), ekstrak etanol kulit Hasil pengamatan dan perhitungan standar
Parapiptadenia rigida yang mengandung Katekin diperoleh kurva baku dengan
katekin dengan konsentrasi 1 dan 10μM persamaan y = 0,011x + 0,007 ; dengan r =
menunjukkan peningkatan proliferasi 0,9975. Dari persamaan ini didapat kadar
fibroblast sedangkan katekin dengan Katekin pada Ekstrak Kulit Buah Pisang
konsentrasi 20 μM menunjukkan anti sebesar 0,79 ± 0,03 %b/b.
proliferasi.
36 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

Gambar 1. Kurva standar katekin dalam berbagai konsentrasi 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80
mg/L terhadap absorbansi

Uji aktivitas antioksidan secara Aktivitas antioksidan dari ekstrak


kuantitatif menggunakan metode DPPH dinyatakan dalam persen penghambatannya
dipilih karena ujinya sederhana, mudah, terhadap radikal DPPH. Persentase
cepat dan peka serta hanya memerlukan penghambatan ini didapatkan dari perbedaan
sedikit sampel (Hanani et al, 2005). serapan antara absorban DPPH dalam
Pengujian radikal bebas DPPH diawali metanol dengan absorban sampel yang
dengan penentuan panjang gelombang diukur dengan spektrofotometer UV-Vis
maksimum. Pembuatan spectra sinar tampak pada panjang gelombang 516,5 nm.
lautan DPPH pada rentang 400-600 nm. Selanjutnya persamaan regresi yang
Hasil penelitian menunjukkan kurva normal diperoleh dari grafik hubungan antara
(sigmoid) pada daerah puncak 516,5 nm. konsentrasi ekstrak kulit buah pisang dayak
Adanya aktivitas antioksidan dari sampel dengan persen penghambatan DPPH
mengakibatkan terjadinya perubahan warna digunakan untuk mencari nilai IC50.
pada larutan DPPH dalam metanol yang Besarnya aktivitas antioksidan ditandai
semula berwarna ungu pekat menjadi kuning dengan nilai IC50, yaitu konsentrasi larutan
pucat (Permana et al., 2003). sampel yang dibutuhkan untuk menghambat
Selanjutnya dilakukan pengukuran 50% radikal bebas DPPH (Andayani et al.,
waktu inkubasi ekstrak dengan larutan 2008).
DPPH. Waktu inkubasi mengunakan 0, 10, Uji aktivitas antioksidan atau hambatan
20 dan 30 menit. Hasil absorbansi terhadap radikal bebas menggunakan metode
menunjukkan bahwa absorbansi stabil mulai DPPH menunjukkan bahwa ekstrak kulit
menit 10 sampai menit ke 30. Pada buah pisang memiliki aktivitas antioksidan.
penelitian ini menggunakan waktu inkubasi Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar 2.
30 menit.
Rosida: Penentuan Aktivitas Antioksidan 37

Gambar 2. Hubungan konsentrasi ekstrak kulit buah pisang dengan persen penghambatan

Berdasarkan persamaan regresi linier flavonoid total 0,79 ± 0,03 %b/b dan
tersebut dapat ditentukan nilai IC50 ekstrak memiliki aktivitas antioksidan yang kuat
kulit buah pisang sebesar 70,41 mg/L. dengan nilai IC50 sebesar 70,41 mg/L.
Berdasarkan klasifikasi aktivitas antioksidan
menunjukkan bahwa nilai IC50 ekstrak kulit DAFTAR PUSTAKA
buah pisang memiliki antioksidan yang kuat Andayani, R., Y. Lisawati, Maimunah, 2008,
yaitu rentang 50 – 100 mg/L (Blois, 1958). Penentuan Aktivitas Antioksidan, Kadar
Aktivitas penghambatan radikal bebas Fenol Total dan Likopen pada Buah
DPPH ekstrak kulit buah pisang ditentukan Tomat (Solanum lycupersicum L).
oleh berbagai senyawa antioksidan yang Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi,
terdapat pada tumbuhan tersebut. Beberapa Vol 13, No.1
penelitian menunjukkan bahwa kulit pisang
kaya senyawa fitokimia. Senyawa fenolat Blois, M.S. 1958, Antioxidant
yang telah diketahui memiliki efek Determinations By the use of a stable
antioksidan yang sangat kuat. Total jumlah free Radical, Nature. Vol.181: 1999-
senyawa fenol pada kulit pisang (Musa 1200
acuminata Colla) sekitar 0,90 sampai 3,0
g/100g DW (Nguyen, Ketsa & van Doorn, Gonzales R.M., Lobo, G.M., Gonzales M.,
2003 ; Someya, Yosiki & Okubo, 2002). 2010, Antioxidant Activity in Banan
Kulit pisang matang juga mengandung Peel Extraction : Testing Extraction
senyawa seperti anthosianin delphinidin, Conditions and Related Bioactive
cyaniding, dan catekolamin (Kanazawa & Compounds, Food Chem, 199, 1030-
Sakakibara, 2000). Selain itu telah 1039
diidentifikasi pada kulit pisang caratenoids
seperti β-carotene, α-carotene dan xantophil Hanani, E., A. Mun’im, R. Sekarini. 2005,
(Subagio, Morita & Sawada, 1996), sterol Identifikasi senyaw antioksidan dalam
dan triterpens seperti β-sitosterol, spons Calispongia sp dari Kepulauan
stigmasterol, campesterol, cycloeucalenol, Seribu, Majalah Ilmu Kefarmasian Vol
cycloartenol dan 24 metylene cycloartenol II No.3 127-133
(Knapp & Nicholas, 1969).
Kanazawa, K., & Sakakibara, H., 2000, High
KESIMPULAN content of dopamine, a strong
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan antioxidant, in Cavendish banana, J
bahwa ekstrak etanol kulit buah pisang Agric and Food Chem, 48(3), 844–848
(Musa acuminata Colla) mengandung
38 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

Knapp, F. F., & Nicholas, H. J. 1969, Sterols


and triterpenes of banana peel, Schmidt CA,Murillo R, Bruhn T, Bringmann
Phytochem, 8(1), 207–214 G, Goettert M, Heinzmann B, Brecht V,
Laufer SA, Merfort I, 2010, Catechin
Leong L.P., Shui, G., 2002, An Investigation derivatives from Parapiptadenia rigida
of Antioxidant Capacity of Fruits in with in vitro woundhealing properties, J
Singapore Markets, Food Chemistry, Nat Prod, 73(12), 2035–204
76 : 69-75
Someya, S., Yoshiki, Y., & Okubo, K., 2002,
Nguyen, T. B. T., Ketsa, S., & van Doorn, W. Antioxidant Coumpounds from Bananas
G., 2003, Relationship between (Musa cavendish), Food Chem, 79(3),
browning and the activities of 351-354
polyphenol oxidase and phenylalanine
ammonia lyase in banana peel during Subagio, A., Morita, N., & Sawada, S., 1996,
low temperature storage, Postharvest Carotenoids and their fatty-acid esters
Biol and Tech, 24(3), 187-193 in banana peel, J Nutr Sci and Vitam,
42(6), 553–566
Permana, D., N. H. Lajis, F. AbasA.G.
Othman, R. Ahmad, M. Kitajama, H. Sultana, B., Anwar, F., Asi, M.R. and
TakayamaN. Aimi. 2003, Chatha, S.A.S. 2008, Antioxidant
Antioksidative Constituents of Hedotis potential of extracts from different agro
Diffusa Wild, Natural Product Sciences, wastes: stabilization of corn oil, Grasas
9 (1):7-9 y Aceites, 59 (3) : 205-217
Yulianto: Identifikasi Gen Tem Isolat 39

IDENTIFIKASI GEN TEM ISOLAT KLINIK Escherichia coli PENGHASIL


ESBLs DI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Yulianto Ade Prasetya


Program Studi Teknologi Laboratorium Medik,
Jalan Raya By Pass Krian Km.33 Sidoarjo, 61263
STIKes RS Anwar Medika Sidoarjo.
Email: yuliantoadeprasetya@gmail.com

ABSTRACT
Escherichia coli producing Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBLs) can turn off the
cephalosporin third and fourth generation and monobactam (aztreonam). E.coli producers
ESBLs who encoded by TEM genes can hydrolyzed ampicillin, cephalontin, and cephazolin.
The purpose of this research is to identify the existence of TEM genes from some space at
RSUD Dr. Sooetomo Surabaya which has never been previously reported. The kind of
research that used is observational descriptive with the approach genetic molecule. About
thirty isolate clinical E.coli ESBLs producers of urine patients in January and February
2014 done with amplification of PCR, electrophoresis, and the result visualized on agarose
gel 1.5%. The result was ten isolates (30%) positively containing TEM genes and most
common to find in the Interna Department.

Keywords: ESBLs, Escherichia coli, RSUD Dr. Soetomo Surabaya, TEM

PENDAHULUAN
Escherichia coli merupakan patogen beberapa negara berbeda-beda dan cukup
oppurtunistik yang telah menduduki tinggi yakni 77% di Thailand (Kiratisin et
insidensi tertinggi penyebab infeksi saluran al, 2008), 48% di Ghana (Oduro-Mensah et
kemih (Jan et al, 2009) dan saluran al, 2016), dan 1.2% di Selandia Baru
pencernaan (Russo & Johnson, 2003). (Hefferman et al, 2009), tetapi di Indonesia
Bakteri ini juga sering menunjukkan khususnya di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
peningkatan resistensi terhadap berbagai belum pernah dilaporkan sebelumnya.
antibiotik (Jan et al, 2009; Miranda et al, Identifikasi bakteri penghasil ESBLs secara
2004) dan bertanggungjawab terhadap fenotipik telah rutin dilakukan secara
wabah infeksi nosokomial, peningkatan Double Disk Synergy Test (DDST) dan
morbiditas dan mortalitas serta peningkatan perangkat Phoenix, namun secara genotipik
biaya kesehatan karena mampu belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan
memproduksi Extended Spectrum Beta untuk mendeteksi keberadaan gen TEM
Lactamases (ESBLs) (Colodner, 2013; penghasil ESBLs pada Escherichia coli yang
Chaudary, 2004). ESBLs merupakan enzim berasal dari urin pasien pada bulan Januari
yang dikode oleh gen (umumnya terdapat dan Februari 2014 Koleksi Laboratorium
dalam plasmid) yang mampu mendegradasi Mikrobiologi Klinik di RSUD Dr. Soetomo.
antibiotik golongan sefalosporin generasi
ketiga dan keempat, serta monobaktam METODE PENELITIAN
(aztreonam) (Kuntaman et al, 2011; Sharma Persiapan panen sel
et al, 2010). Isolat klinik E.coli yang digunakan
Bakteri penghasil ESBLs yang dikode berasal dari urin pasien yang merupakan
oleh gen TEM menyebabkan resistensi koleksi Laboratorium Mikrobiologi Klinik
terhadap ampisiliin, sefalontin, dan sefazolin RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada bulan
(Kiratisin et al, 2008). Prevalensi gen ini di Januari dan Februari 2014. Isolat klinik
40 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

E.coli diinokulasikan ke medium MHA serupa dimana E.coli penghasil ESBLs


(Mueller Hinton Agar) yang mengandung ditemukan sebesar 63% di Thailand
ampisilin 0.128 mg/ml dan diinkubasi (Kiratisin et al, 2008) dan 89% di Spanyol
selama 24 jam suhu 370C. Satu ose koloni (Sorlozano et al, 2007). Escherichia coli
yang tumbuh disuspensikan dengan 0.1 ml penghasil ESBLs menyebabkan pilihan
aquadest steril dalam mikrotube dan antibiotik menjadi semakin terbatas terutama
diinkubasi dalam hot plate suhu 100oC untuk individu usia lanjut dan
selama 5 menit. Sel kemudian disentrifugasi immunocompromised (Ferreira et al, 2011).
100 rpm selama 5 menit pada suhu ruang. Pada media Muller-Hinton Agar
Supernatan diambil sebanyak 15 µl dan ditambahkan antibiotik ampisilin untuk
digunakan sebagai DNA template untuk menstimultor gen penghasil ESBLs, dimana
amplifikasi. umumnya gen ini terdapat pada plasmid
terutama plasmid R (Pratiwi, 2008).
Amplifikasi gen TEM
Ruang Interna (Tabel 1) ditemukan
Sebanyak 5 µl template dicampur
paling banyak isolat klinik E.coli penghasil
dengan 25 µl campuran reaksi PCR (0.5 U
ESBLs yakni sebanyak 11 isolat dan
Taq Polymerase, 0.2 mM dNTP, 1.5 mM
berbeda dengan ruangan lain yang hanya
MgCl2, Buffer 1X, dan 1.25 µl primer).
ditemukan sebanyak 1 sampai 5 isolat. Hal
Primer spesifik:
ini dapat disebabkan perbedaan pengunaan
5’ATGAGTATTCAACATTTCCG3’ dan
antibiotik yang berbeda pada masing-masing
5’CTGACAGTTACCAATGCTTA3’.
ruang perawatan tersebut. Penggunaan
Kondisi PCR yang digunakan yaitu:
antibiotik sefalosporin generasi ketiga,
denaturasi awal pada suhu 94 0C selama 7
antibiotik golongan beta laktam, dan
menit kemudian diikuti dengan 35 siklus
floruquinolon di rumah sakit diduga menjadi
yang terdiri dari 96 0C selama 50 detik
salah satu faktor resiko munculnya bakteri
(denaturasi), 50 0C selama 40 detik
penghasil ESBLs. Selain itu, penggunaan
(annealing), dan 72 0C selama 1 menit
antibiotik yang kurang bijak pada komunitas
(ekstensi) dan diikuti dengan ekstensi akhir
juga turut menyumbangkan penyebab
pada suhu 72 0C selama 10 menit. Produk
penyebaran kuman ESBLs menjadi
hasil PCR divisualisasikan dalam 1.5 % gel
meningkat (Adelyap et al, 2011).
agarose kemudian dilakukan elektroforesis
Hasil amplifikasi PCR gen TEM
pada voltase 100 selama 60 menit. Pita DNA
(Gambar 1) dengan amplikon sebesar 867 bp
yang terbentuk diamati dengan bantuan UV
menunjukkan bahwa sebanyak 10 isolat
Transilluminator panjang gelombang 360
(30%) positif mengandung gen TEM.
nm.
Penelitian Severin et al (2010) di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya menunjukkan bahwa
HASIL DAN PEMBAHASAN
tidak ditemukan satupun isolat yang
Sampel urin yang mengandung E.coli
mengandung gen TEM. Distribusi ruangan
dipilih karena merupakan sampel yang
(Tabel 1) ditemukan gen TEM paling
paling banyak terkumpul dan positif
banyak ditemukan di Ruang Interna.
memproduksi ESBLs. Hal ini sesuai dengan
Penelitian di India juga menunjukkan hasil
penelitian di tahun 2005 dan tahun 2011
yang tidak terlalu jauh yakni sebanyak 38%
dimana sampel ini menduduki presentase
E.coli yang membawa gen TEM (Sharma et
tertinggi yang terkumpul yakni masing-
al, 2010), sedangkan di Thailand ditemukan
masing sebanyak 67.1% (Severin et al,
cukup tinggi yaitu sebesar 77% (Kiratisin et
2010) dan 26.5 % (Kuntaman et al, 2011).
al, 2008). Keberadaan gen TEM yang
Beberapa negara juga ditemukan hal yang
sebelumnya tidak ditemukan pada penelitian
Yulianto: Identifikasi Gen Tem Isolat 41

sebelumnya dapat disebabkan oleh Sebanyak dua puluh isolat E.coli


lingkungan luar (infeksi komunitas) dimana penghasil ESBLs yang tidak membawa gen
pasien yang terinfeksi E.coli penghasil TEM bukan berarti tidak memproduksi
ESBLs yang dikode gen TEM telah ESBLs. Ada 700 tipe ESBLs yang
menyebarkannya di lingkungan rumah sakit diklasifikan kedalam empat grup yakni Grup
(infeksi nosokomial). Hal ini didukung oleh 1, Grup 2 (2a-2f), Grup 3 dan Grup 4 (Bush
penelitian Karoglu et al (2007) yang berhasil & Jacoby, 2010), sehingga dimungkinan
mengisolasi 51 isolat E.coli dari sumber bakteri yang tidak membawa gen TEM,
mata air Turki, dimana 11% mengandung membawa gen lain seperti gen OXA, PER,
gen TEM. GES, CTX-M, atau SHV (Sana et al, 2010).
Oleh sebab itu, pemeriksaan pasien dengan
Tabel 1. Distribusi Keberadaan Gen TEM infeksi bakteri penghasil ESBLs tidak hanya
pada Isolat Klinis E.coli Penghasil dilakukan secara fenotipik tetapi secara
ESBLs di beberapa ruang RSUD genotipik penting untuk dilakukan. Tipe gen
Dr. Soetomo Surabaya
yang memproduksi ESBLs yang berbeda
Ruang Asal Jumlah Gen TEM
juga membutuhkan terapi antibiotik yang
Isolat Isolat (%)
Interna 13 6 berbeda pula.
Anak 4 -
IRJ 5 1 KESIMPULAN
Bedah 1 - Pemeriksaan secara genotipik terhadap
Paru 4 1 E.coli penghasil ESBLs menunjukkan
Jiwa 1 - bahwa sebanyak 30% (10/30) isolat positif
Kulit 1 1 membawa gen TEM, yang pada penelitian
Saraf 1 1 sebelumnya belum pernah ditemukan.
Ruang Interna ditemukan paling banyak
E.coli penghasil ESBLs tipe TEM yakni
sebanyak enam isolat.

DAFTAR PUSTAKA
Adelyap, M.A., Harbart, S., Vernaz, N.,
Kearney, M.P., Scott, M.G., Elhajji,
F.W.D., Aldiab, M.A and McElnay,
J.C. 2011. The impact of antibiotic use
on the incidence and resistance pattern
TOTAL 30 10 (30%)
of extended-spectrum beta-lactamase-
producing bacteria in primary and
Gambar 1. Hasil amplifikasi PCR E.coli dengan
secondary healthcare settings. British
amplikon sebesar 867 bp. N
Journal of Clinical Pharmacology.
merupakan kontrol negatif. M
DOI:10.1111/.1365-2125.
merupakan marker.
Bush, K. & Jacoby, G. A. 2010. Updated
Kuman ESBLs tipe TEM banyak ditemukan functional classification of β-
pada mikroflora normal usus, dimana hal ini lactamases. Antimicrob Agents
dilakukan oleh bakteri anaerob fakultatif Chemother. 54: 969-976.
sebagai strategi untuk mempertahankan diri
Chaudary, U. 2004. Review Article:
dari pemberian antibiotik golongan beta
Extended Spectrum beta lactamase-an
lactam yang diberikan secara per oral Emerging Threat to Clinical
(Heritage et al, 2001). Therapeutics.
http://www.ijmm.org/article.aspz/issn=
42 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

02550587;year=2004;volume=22;issue characterization and epidemiology of


=2;spage=75;epage=80;aulast=Chaudar extended-spectrum ß-lactamase
y [26 Juli 2017]. producing Escherichia coli and
Klebsiella pneumoniae isolates causing
Colodner, R. 2013. Extended-Spectrum health care-associated infection in
Beta-Lactamases: The End of Thailand, where the CTX-M family is
Cephalosporins; downloaded at endemic. Antimicrob Agents
http://www.ima.org.il/imaj/ar05may- Chemother.52:2818-2824.
13.pdf. [28 Juli 2017].
Kuntaman, K., Santoso, S., Wahjono, H.,
Ferreira, C.M., Ferreira, W. A., Almeida, Mertaningsih, N.M., Lestrasi, E.S.,
N.O., Gomes, F., Naveca, and Barbosa, Farida, H., Hapsari, R., Firmanti, S.C.,
M.G. 2011. Extended-Spectrum Beta- Noorhamdani, A.S., Santosaningsih, D.,
Lactamase-Producing Bacteria Isolated Purwono, P.B., and Kusumaningrum,
From Hematologic Patients In Manaus, D. 2011. The sensitivity pattern of
State Of Amazonas, Brazil. Brazilian extended spectrum beta lactamase-
Journal of Microbiology. 42: 1076- producing bacteria against six
1084. antibiotics that routinely used in clinical
setting. J. Indon Med Assoc. 61(12):
Hefferman, H.M., Woodhouse, R.E, Pope, 482-486.
C.E., and Blackmore, T.K. 2009.
Prevalence and types of extended- Miranda, P.R. Davide, M.G., and Peter, J.C.
spectrum beta lactamase among urinary 2004. Evolution of multi-resitance
Escherchia coli and Klebsiella spp. in plasmid in Australian clinical isolates
New Zealand. Int.J.Antimicrob Agents. of Escherichia coli. Microbiology. 150:
34(6): 544-549. 1539-1546.

Heritage, J., Ransom, N., Chamber, P.A., Oduruch-Mensah, D., Obeng-Nkrumah, N.,
and Wilcox, M.H. 2001. A comparison Bonney, E,Y., Oduro-Mensah, E.,
of culture a PCR to determine the Twum-Damsi, K., Osei, Y.D., and
prevalence of ampicillin-resistant Sackey, S.T. 2016. Genetic
bacteria in the faecal oral of general characterization of TEM-type ESBL-
practice patients. Journal of associated antibacterial resistance in
Antimicrobial Chemoteraphy. 48: 287- Enterobacteriaceae in a tertiary hospital
289. in Ghana. Annals of Clinical
Microbiology and Antimicrobials.
Jan, N., Sudhir, U., and Archana K. 2009. 15:29.
Plasmid profile analysis of multidrug
resistant E.coli isolated from UTI Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi.
patients of Nagpur City, India. Penerbit Erlangga. Jakarta
Romanian Biotechnological Letters. 14
(5): 4635-4640. Russo, T.A and Johnson, J.R. 2003. Medical
and economic impact of extraintestinal
Karoglu, S.A., Ozgumus, O.B., Sevim, E., infections due to Escherichia coli: focus
Koylaili, F., Sevim, A., and Yesilgil, P. on an increasingly important endemic
2007. Investigation of antibiotic problem. Microbes infect. 5: 449-456
resistance profil and TEM-type beta
lactamases gene carriage of ampicillin Sana, T., Rami, K., Racha, B., Fouad, D.,
resistant Esherichia coli strain isolated Marcel, A., Hasan, M., Sani, H., and
from drinking water. Annals of Mozer, H. 2011. Detection of genes
Mircrobiology. 57(2): 281-288. TEM, OXA, SHV, and CTX-M in 73
clinical isolates of Esherichia coli
Kiratisin, P., Apisarnthanarak, A., Laesripa, producers of extended spectrum beta
C., and Saifon, P. 2008. Molecular lactamases and determination of their
Yulianto: Identifikasi Gen Tem Isolat 43

suspectibility to antibiotics. iMedPub


Journal. 1(1):1-5.

Severin, J.A., Mertaningsih, N.M.,


Kuntaman, K., Lestari,E.S., Purwanta,
M., Toom, N.L., Duerink, D.O., Hadi,
U., Belkum, A., Verbrugh, H.A. and
Goessens, W.H. 2010. Molecular
characterization of extended-spectrum
-lactamases in clinical Escherichia
coli and Klebsiella pneuomniae isolates
from Surabaya, Indonesia. J.
Antimicrob Chemother. 65: 465-469

Sharma, J., Sharma, M and Ray, P. 2010.


Detection of TEM & SHV genes in
Eschericia coli & Klebsiella
pneuomoniae isolates in a tertiary care
hospital from India. Indian J Med Res.
132: 332-336.

Sorlozano, A., Guteirrez, J., Luna, J.D.,


Oteo, J., Liebena, J., Soto, M.J., and
Piedrola, G. 2007. High presence of
extended-spectrum -lactamases and
resistance to quinolones in clinical
isolates of Escherichia coli.
Microbiological Research. 162: 347-
354.
44 Jurnal Ilmiah Farmasi AKFAR, Vol.2 No. 1 Juli 2017

“Halaman Sengaja dikosongkan”

Anda mungkin juga menyukai