Anda di halaman 1dari 104

KUMPULAN BAHAN KULIAH:

ILMU PRODUKSI TERNAK PERAH

Penyusun:
Ketut Suriasih,
Wayan Subagiana,
Linda Dolok Saribu

LABORATORIUM ILMU TERNAK PERAH


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2015
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................ ii
PENGANTAR ............................................................................................. iii
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Asal Usul Ternak Sapi Perah ......................................................... 1
1.2. Karakteristik Usaha Ternak Perah ................................................. 1
1.3. Produk-Produk Ternak Perah......................................................... 3
II. BANGSA-BANGSA SAPI PERAH ....................................................... 8
2.1. ASAL-USUL BANGSA SAPI PERAH ........................................ 8
2.2. BANGSA SAPI PERAH SUBTROPIS ......................................... 8
2.3. BANGSA SAPI PERAH TROPIS ................................................ 12
2.4. BANGSA SAPI PERAH DI INDONESIA ................................... 13
III. PENILIKAN SAPI PERAH .................................................................. 15
3.1. PENDAHULUAN ......................................................................... 15
3.2. EXTERIOR SAPI PERAH ............................................................ 16
3.3. PENILAIAN TYPE ....................................................................... 17
3.4. PENILAIAN CACAT.................................................................... 23
IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR AMBING ........................ 26
4.1. PENDAHULUAN ......................................................................... 26
4.2. ANATOMI BAGIAN LUAR KELENJAR AMBING .................. 26
4.3. ANATOMI BAGIAN INTERNAL KELENJAR AMBING ........ 27
4.4. PENCURAHAN AIR SUSU ......................................................... 31
4.5. MENGELUARKAN AIR SUSU DARI AMBING....................... 33
4.6. KONTROL HORMONAL LAKTASI .......................................... 34
V. ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN PENCERNAAN ............... 35
5.1. ANATOMI SALURAN PENCERNAAN RUMINANSIA .......... 35
5.2. FUNGSI SALURAN PENCERNAAN RUMINANSIA ............... 38
VI.. KANDANG SAPI PERAH .................................................................. 42
6.1. PENETAPAN LOKASI KANDANG ........................................... 43
6.2. MACAM KANDANG ................................................................... 44
VII. AIR SUSU DAN PENANGANANNYA ............................................. 47
7.1. PENDAHULUAN ......................................................................... 47
ii
4.2. SIFAT KIMIAWI AIR SUSU ....................................................... 49
7.3. SIFAT FISIK AIR SUSU .............................................................. 53
7.4.FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP
KUANTITAS DAN KUALITAS AIR SUSU .............................. 56
7.5 HAL YANG PENTING DALAM KUALITAS PENANGANAN
AIR SUSU ..................................................................................... 62
VII. PEMULIAAN SAPI PERAH............................................................... 72
8.1. SISTEM PERKAWINAN ............................................................. 72
8.2. SELEKSI ....................................................................................... 73
8.3. SELEKSI SAPI BETINA .............................................................. 75
8.4. SELEKSI SAPI JANTAN ............................................................. 76
8.5. PENYIAPAN SAPI PENGGANTI ............................................... 77
IX. PENGEMBANGAN USAHA SAPI PERAH ....................................... 79
9.1. ADAPTASI SAPI PERAH DI INDONESIA ................................ 79
9.1.1. PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND ........................... 80
9.1.2. FAKTOR LINGKUNGAN DAN PRODUKSI SUSU ............... 80
9.2. PROSPEK PENGEMBANGAN SAPI PERAH............................ 83
9.2.1. PENDAHULUAN ...................................................................... 83
9.2.2. PERKEMBANGAN INDUSTRI SUSU DAN PRODUK ........ 84
TURUNANNYA ....................................................................... 84
9.2.3. PERKEMBANGAN USAHA PETYERNAKAN SAPI PERAH 89
9.2.4 PELUANG PENGEMBANGAN USAHA SAPI PERAH ......... 92
9.2.5. PERMASALAHAN YANG DIHADAPAI OLEH USAHA
SAPI PERAH RAKYAT .......................................................... 94
9.2.6. LANGKAH-0LANGKAH IMPLEMENTASI YANG
MENDESAK UNTUK DILAKUKAN ..................................... 96
9.2.7. PRIORITAS KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN DALAM
PERIODE 2014-2019 ................................................................ 97

iii
PENGANTAR

Peternakan sapi perah di Indonesia sebagian besar masih dimiliki oleh petani peternak
dan diusahakan secara sederhana. Kurangnya pengetahuan peternak dalam tatalaksana
pemeliharaan sapi perah, perawatan ternak, sanitasi kandang serta penanganan air susu,
menyebabkan air susu yang dihasilkan memiliki mutu yang masih rendah dan mudah rusak.
Hal ini menyebabkan susu yang dihasilkan oleh peternakan rakyat sering ditolak oleh
konsumen atau perusahaan pengolah susu serta KUD penampung air susu rakyat, sehingga
peternak menderita kerugian. Hal ini akan mendorong peternak untuk meningkatkan kualitas
susu yang dihasilkannya melalui kursus atau membaca buku.
Disamping menghasilkan susu peternakan sapi perah juga menghasilkan daging dari
jantan muda yang tidak diperuntukkan sebagai bibit, ataupun ternak betina dan jantan yang
diafkir. Bahkan juga menghasilkan ternak bibit untuk menggantikan induk yang diafkir.
Produksi daging ini cukup menjanjikan dan bersifat pleksibel karena dapat dijual setiap saat
sebagai daging sapi muda (Veal) atau ternak potong (steer) dan menghasilkan hampir 30%
dari total penghasilan usaha ternak perah.
Untuk meraih keberhasilan dalam usaha peternakan sapi perah/ternak perah lainnya
maka peternak semestinya memiliki pengetahuan dalam perencanaan usaha dibidang sapi
perah/ternak perah lainnya sehingga dapat membangun usaha yang efisien dan terencana dan
menguntungkan.
Kumpulan bahan kuliah produksi ternak perah ini mencakup aspek keunggulan ternak
perah, bangsa-bangsa sapi perah, anatomi dan fungsi biologis kelenjar ambing dan saluran
pencernaan ruminansia, perkandangan, cara penaganan air susu agar memiliki kualitas yang
tinggi dan aman untuk dikonsumsi, penilikan dan seleksi sapi perah untuk mempertahankan
sapi-sapi unggul dan mengafkir sapi-sapi yang kurang baik, serta prospek pengembangan
usaha sapi perah.
Kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan yang bermakna
dan sesuai dengan visi dan misi dari jurusan untuk mencetak lulusan yang berwawasan
kewirausahaan dan mandiri.

Denpasar, 4 Agustus 2015


Tim Pengajar

iv
I. PENDAHULUAN

1.1 Asal Mula Terbentuknya Jenis Ternak Perah


Tatkala manusia mulai membutuhkan susu sebagai bahan pangan, maka perhatian
orang mulai ditujukan untuk meningkatkan jumlah susu yang dihasilkan oleh hewan
menyusui (sapi,kerbau, kambing dan unta) yang dipeliharanya. Pada mulanya jenis-jenis
hewan ini hanya mampu menghasilkan susu sebatas cukup untuk memenuhi kebutuhan
anaknya yang baru lahir sampai tiba saatnya disapih. Karena adanya variasi alam, ada
beberapa hewan menyusui tersebut yang menghasilkan susu melebihi kebutuhannya. Hewan-
hewan yang demikian ini kemudian diternakkan dan diikuti dengan usaha merangsang
bekerjanya kelenjar susu secara maksimal melalui perbaikan tata-Iaksana pemeliharaan
(management), pemberian pakan (feeding), dan pemuliaan (breeding). Usaha-usaha tersebut
meliputi perkandangan, pemberian pakan yang rasional, pemerahan secara teratur,
pemeliharaan kesehatan, pengaturan perkawinan, persilangan, inseminasi buatan, transfer
embrio, dsb. Lambat laun orang mendapatkan sekelompok ternak yang mampu menghasilkan
susu lebih banyak dan lebih baik kualitasnya. Perbaikan manajemen, pakan, dan pemuliaan
tersebut dilakukan secara terus menerus selama puluhan bahkan ratusan tahun, sehingga
terciptalah jenis-jenis ternak perah yang unggul sekarang ini.
Dairy Herd Improvement Letter (Vol. 59 (4): July 1983) melaporkan kemajuan
produksi susu rata-rata sapi perah Holsteindi Amerika selama 10 tahun meningkat dari 6.743
kg/ ekor/laktasi menjadi 7.781 kg/ekor/laktasi. Bahkan sapi-sapi pergah unggul yang
tergolong dalarn klasifikasi Excellent berdasarkan penilaian Assofiasi Holstein di Amerika,
mencatat produksi susu tertinggi antara 38,00 kg - 69 O0 kg/ekor/hari dengan kadar lemak
susu antara 2,8 % - 4,91 %, _dan periode laktasi antara 305 - 365 hari, seperti tertera pada
Tabel 1 di bawah ini.

1.2. Karakteristik Jenis Usaha Ternak Perah


Keputusan seseorang atau badan hukum memilih jenis usaha ternak yang akan
dikelola, merupakan suatu hal yang perlu dipertimbangkan secara matang. Keputusan yang
telah ditetapkan akan memiliki konsekuensi akibat jangka panjang. Beberapa segi
positif/keuntungan dan segi negatif/kerugian dari jenis usaha ternak perah dibandingkan
dengan jenis-jenis usaha ternak lainkhususnya dan pertanian umumnya, antara lain adalah
a. Segi positif
1) Jenis usaha sapi perah merupakan bisnis yang stabil karena produksi susu total dari
tahun key tahun tidak,banyak berubah. Perubahan produksiv yang ada hanya berkisar
antara 1% - 2 %/ tahun sehingga peternak mudah memprediksi produk usaha yang
dijalankan untuk mendukung program pengembangan dan pemasarannya.

2) Seeker sapi perah mampu menghasilkan susu 5.000 liter/ tahun (bahkan lebih).
Jumlah produksi susu setara nilai gizinya dengan nilai gizi daging yang dihasilkan
dari seekor sapi potong jantan seberat 625 kg. Akan tetapi, sapi perah yang
bersangkutan masih dapat menghasilkan susu pada tahun-tahun berikutnya, sekaligus
juga menghasilkan anak.

1
3) Ada jaminan nenghasilan yang stabil sepanjang tahun. Peternak sapi perah dapat
memperoleh hasil penjualan produknya untuk waktu yang tetap pada jangka waktu
tertentu (harian, mingguan, atau bulanan) sepanjang tahun. Dibandingkan dengan
usaha sapi potong, maka jenis usaha ini hanya dapat mengandalkan pendapatannya
pada saat menjual pedet atau sapi yang siap potong.

4) Menyediakan lapangan kerja yang tetap bagi buruh/pekerja. Usaha ternak perah
memerlukan tenaga kerja yang selalu sama sepanjang tahun. Selain dapat
menyediakan lapangan kerja yang tetap bagi pekerjanya, juga memungkinkan untuk
mendapatkan tenaga kerja yang terampil. Dibandingkan dengan usaha pertanian panda
umumnya, banyak yang tergantung pada musim tanam dan panen. Tenaga kerja harus
dikurangi pada saat menunggu dan dan harus ditambah pada saat melakukan tanam
dan panen.

5) Makanan pokok sapi perah adalah hijauan dan dapat pula mengkonsumsi hijauan
limbah pertanian yang tidak laku dijual atau yang nilai ekonomisnya sangat rendah.
Melalui manipulasi pakan (misalnya fermentasi menggunakan starter mikroba),
hijauan limbah pertanian/perkebunan/ hortikultura dapat ditingkatkan kualitasnya. Sapi
potong dan unggas, bahan pakannya banyak berupa biji-bijian atau konsentrat, harus
berkompetisi dengan manusia yang juga membutuhkan bahan pangan berupa biji-
bijian tersebut.

6) Jenis usaha ternak perah selain menghasilkan prqduk berupa susu segar cair, juga
dapat menghasilkan produk-produk lain yang sangat bervariasi.

a. Segi negatif
1) Kebutuhan investasi relatif lebih tinggi. Investasi tersebut antara lain digunakan untuk
tanah, bangunan, peralatan, dan ternak perahnya sendiri.

2) Usaha sapi perah merupakan jenis usaha yang mengikat, berbeda dengan usaha
pertanian pada umumnya. Usaha sapi perah harus dilakukan secara teratur dan
kontinyu, terutama pelaksanaan pemerahan dan pemasaran produk susunya, Peternak
yang tertarik pada liburan atau keja pendek setiap hari, lebih baik tidak menerjunkan
diri kedalam usaha sapi perah.

3) Susu merupakan bahan -pangan yang sangat ideal bagi pertumbuhan dan
perkembangan bakteri. Oleh karena itu penanganannya selama dan pasca pernerahan
harus dilakukan dengan cepat dan ketat, bilamana perlu dituntut melakukan
pendinginan atau bahkan pasteurisasi/ steriliisasi.

Produk-Produk Usaha Peternakan Sapi Perah, Selain Susu Segar


Suatu usaha peternakan sapi perah dapat menghasilkan beberapa produk, selain susu
segiar (fresh milk) sebagai produk utamanya. Produk-produk tersebu adalah : (1) produk-
produk olahan asal susu, (2) sapi perah bibit, (3) sapi pedaging, (4) pupuk kompos, dan (5)
biogas.

2
1.3. Produk-produk Ternak Perah
1.3.1 Produk-Produk Olahan Asal Susu
Yang dimaksud dengan produk olahan asal susu adalah produk yang dibuat dari susu
atau produk-produk suatu perlakuan terhadap susu atau produk-produk yang dibuat dari hasil
sisa keduanya. Produk produk tersebut antara lain adalah :
a. Susu homogen (homogenized milk) Susu homogen adalah susu yang telah mengalami
homogenisasi. Proses homogenisasi bertujuan„ untuk menyeragamkan besarnya globula-
globula lemak susu. Di dalam susu yang belum dihomogenisasi, globula-globula lemak ini
besarnya tidak seragam, yaitu berkisar antara 2-20 mikrometer. Alat untuk
menyeragamkan globula-globula lernak tersebut disebut homogenizer.
b. Krim dan susu skim (cream and skim milk)
Krim adalah bagian susu yang banyak mengandung lemak atau disebut sebagai "kepala
susu”. Susu skim adalah susu yang banyak mengandung protein ("serum susu”), karena
sudah diambil krim atau lemaknya. Dikenal produk yang disebut Filled milk, yaitu susu
skim yang ditambah lemak nabati sebagai pengganti lemak susu yang sudah diambil.
Adapun susu gula minyak adalah susu skim yang ditambah gula dan minyak, biasa
diberikan pada bayi.
Krim dan susu skim dapat dipisahkan dengan alat yang disebut separator. Alat ini bekerja
berdasarkan gaya sentrifuge. Pemisahan krim dan susu skim dapat terjadi karena kedua
bahan tersebut mempunyai berat jenis yang berbeda. Krim mempunyai barat jenis rendah
karena banyak mengandung lemak sedangkan susu skim mempunyai berat jenis yang
tinggi karena banyak mengandung protein.
c. Susu pasteurisasi (pasteurized milk)
Produk olahan susu ini adalah susu yang telah mengalami proses pasteurisasi, yaitu
proses pemanasan yang dapat didefinisikan sebagai berikut: "pasteurisasi adalah proses
pemanasan setiap komponen (partikel) dalam susu pada suhu 62° C selama 30 menit}
atau pemanasan susu pada suhu 72° C selama 15 detik”. Meskipun demikian; definisi
tersebut tidak mengikat, artinya kombinasi suhu dan waktu merupakan perlakuan yang
dapat diatur. Apabila suhunya tinggi, waktunya adalah pendek dan sebaliknya makin
rendah suhunya, maka makin lama pula waktu yang diperlukan untuk pemanasan
d. Susu steril (sterilized milk)
Produk olahan susu ini dikenal pula dengan nama susu ultra, yaitu susu yang telah
mengalami proses sterilisasi. Proses ini juga termasuk proses pemanasan, namun suhu
yang digunakan lebih tinggi daripada suhu pasteurisasi, yaitu sekitar 104°- 140°C dengan
waktu kurang lebih 1-4 detik.

e. Susu bubuk (powder milk) .


"Susu bubuk adalah produk olahan susu melalui proses penguapan sebanyak mungkin
kandungan air susu dengan cara pemanasan sehingga airnya menguap dan hanya
tertinggal bahan keringnya. Meskipun demikian secara keseluruhan pembuatan susu
3
bubuk harus rnelaluil tahap-tahap proses tertentu (seperti: pemanasan, pengeringan, dan
penggilingan) agar mendapatkan hasil yang baik

f. Susu bubuk (powder milk) .


"Susu bubuk adalah produk olahan susu melalui proses penguapan sebanyak mungkin
kandungan air susu dengan cara pemanasan sehingga airnya menguap dan hanya
tertinggal bahan keringnya. Meskipun demikian secara keseluruhan pembuatan susu
bubuk harus rnelaluil tahap-tahap proses tertentu (seperti: pemanasan, pengeringan, dan
penggilingan) agar mendapatkan hasil yang baik

g. Susu kental (condensed milk)


Produk olahan ini diperoleh dengan cara mengurangi (menguapkan) kandungan air susu
sampai kadamya tinggal sekitar 40 %. Dengan kadar air yang rendah ini susu dapat
disimpan lama dalam keadaan baik. Pada susu kental ini biasa ditambahkan gula dan
coklat.
h. Keju (cheese)
Poduk olahan ini pada dasarnya adalah protein susu yang dijendalkan/dibekukan. Dalam
pembuatan keju, untuk memisahkan protein susu tidak dapat dikerjakan dengan separasi,
melainkan dengan cara menambahkan asam (misalnya asam laktat, asam klorida) atau
dengan menambahkan ensim protease (misalnya rennet, mucorrennin, dsb). Keju dapat
dibuat dari susu penuh (wholemilk) atau susu krim (cream milk). Bahan-bahan ini harus
bebas dari benda asing yang tidak dihendaki (seperti: debu, bulu, butir-butir darah merah,
dsb).
i. Mentega (butter)
Produk olahan ini adalah suatu massa yang kompak yang berasal dari krim/lemak susu
yang dibuat dengan proses semacam pengadukan (dengan cara diputar) di dalam tong
susu, yang disebut churning. Komponen terbanyak dalam mentega adalah lemak,
kemudian air dan gararn. Dasar pembuatan mentega adalah mengubah kedudukan globula
lemak susu yang semula berupa emulsi lemak dalam air menjadi emulsi air dalam lemak.
j. Es Krim (ice cream)
Es krim dibuatdari bahan-bahan utama yang terdiri atas Iemak susu, gula (bahan
pemanis), bahan padat bukan lemak, zat penstabil, dan kuining telur. Proses utama dalam
pembuatannya adalah pembekuan

k. Yoghurt
Produk hasil olahan ini merupakan hasil pemeraman susu yang mempunyai cita-rasa
spesifik, sebagai hasil fermentasi oleh bakteri-bakteri tertentu (Lactobacillus bulgaricus
dan Streptococcus fhermophillus). Dengan ferrnentasi maka rasa yoghurt akan menjadi
asam karena adanya perubahan laktosa menjadi asam laktat oleh bakteri-bakteri tersebut.
Apabila diinginkan rasa yang tidak terlalu asam, ke dalam yoghurt dapat ditarnbahkan zat
4
pemanis maupun flavor buatan dari buah-buahan. Tahap-tahap pernbuatan yoghurt
ada1ah pemanasan, pendinginan, dan pemefaman.
l. Kefir
Seperti halnya yoghurt, kefir juga merupakan produk hasil farmentasi susu, tetapi
menggunakan mikroba yang berbecla. Cara pernbuatannya adalah dengan memfermentasi
susu dengan kultur butir kefir (kefir grain) yang terdiri atas bakteri-bakteri asam laktat
dan khamir, yaitu Streptococcus lactis, S cremoris, Lactobacillus casei, L. acidophilus,
Candida kefir,
dan Kluyveromyces fragilis.

1.3.2 Sapi Perah Bibit


Sapi perah bibit yang dihasilkan olehusaha peternakan sapi perah selain ditujukan
untuk peremajaan (replacement), yaitu mengganti sapi-sapi induk yang sudah tua- atau sudah
tidak /kurang produktif, juga dapat ditujukan untuk meningkatkan populasi dan mutu genetik
sapi yang dipelihara. Selain itu tentu saja dapat pula dijual apabila peternak tdak merasa perlu
untuk meng ganti induk atau meningkatkan populasi ternaknya.
Pengembangan sapi perah di Indonesia, secara terencanasudah dimulai sejak Pelita
III-V (1979-1993). Selama kurun waktu tersebut, jumlah sapi perah yang diimpor dari
Australia, Selandia baru dan Amerika mencapai jumlah 125.000 ekor. Akan tetapi, ironisnya
sampai saat ini Indonesia belum mampu secara mandiri dalam pengadaan sapi perah bibit
yang unggul. Salah satu faktor penyebabnya adalah bahwa 95 % sapi perah impor
disebarluaskan dan dikelola oleh peternak sapi perah rakyat dengan pemilikan rata-rata 3
ekor/peternak, dikelola secara tradisional, merupakan usaha sampingan serta sumberdaya
manusia dan tingkat sosial ekonomi yang relatif rendah.
Untuk mengantisipasi agar Indonesia dapat secara mandiri menghasilkan sapi perah
bibit yangunggul, perlu peningkatan pembinaan peternakan sapi perah. rakyat secara
berkesinambungan, disertai penyediaan sarana dan prasarana pendukung agar mereka dapat
mencapai manajemen usaha yang profesional dan berorientasi bisnis. Pembinaan yang
berkesinambungan tersebut perlu dilakukan secara terpadu dengan melibatkan instansi-
instansi terkait, seperti: Perguruan Tinggi, Lembaga-Iembaga Penelitian, Perbankan, Industri
Pengolahan Susu (IPS), Koperasi, Dinas Peternakan/ Pertanian, dsb.

1.3.3.Sapi Pedaging (Dairy Beef)


Tujuan utama usaha peternakan sapi perah adalah sebagai penghasil susu. Namun di
negara-negara maju dengan semakin luasnya penggunaan Inseminasi Buatan (IB), maka
sebagian besar sapi perah jantan diarahkan sebagai penghasil daging. Bahkan lebih dari itu,
sapi perah betina, sapi dara, dan sapi pejantan afkir juga dimanfaatkan sebagai penghasil
daging. Selain itu, apabila negara mengalami kelebihan sapi perah atau kelebihan produksi
susu, peternak diminta untuk mengurangi populasi sapinya dengan memotong pedet jantan
rnaupun betina untuk digunakan sebagai penghasil daging. Di Amerika Serikat hampit 30 %
sapi potong berasal dari sapi perah. Bangsa-bangsa sapi perah yang potensial dan sangat
populer sebagai daify beef selain sapi perah FH, adalah sapi Brown Swiss dan Milking
Shorthorn. Beberapa macam dairy beef yang umum dimanfaatkan sebagai penghasil daging

5
adalah:

a. Deacow calves adalah pedet yang dipotong pada umur beberapa hari dan disebut pula
dengan istilah bob veal.

b. veal calves adalah pedet yang dipotong pada umur 6-8 minggu dengan berat badan
sekitar 200-250 pound.
c. Raising Feeder Calves adalah pedet yang dipotong pada umur 6-8 bulan dengan berat
badan sekitar 400-450 pound.
d. Finishing Dairy Steers adalah pedet yang dipotong setelah mencapai berat badan 1.000
pound atau lebih. Pemotongan pedet pada berat badan 1.000 pound atau lebih ini lebih
menguntungkan dari plada pemotongan sebagai vealers maupun feeders. Pemotongan
sebagai finishing dairy steers dilakukan pada waktu tingginya permintaan akan beef.
e. Dairy Bulls adalah sapi perah jantan dewasa yang dipotong sebagasi penghasil daging.
Pemotongan ini sudah lama dikenal di Eropa dan menghasilkan daging yang banyak
diminati masyarakat.
f. Dairy Heifers adalah sapi perah dara yang diafkir untuk dipotong atau dapat pula
dilanjutkan pemeliharaannya dan dipotong sebagai dairy beef. Akan tetapi rata-rafa
pertumbuhannya lebih lambat dan setiap kenaikan per pound berat badan
membutuhkan pakan yang lebih banyak daripada Steers maupun bulls.

1.3.4. Pupuk Kompos


Cara pemanfaatan Iimbah feses sapi perah selama ini lebih banyak digunakan sebagai
pupuk kandang, belum diproses hingga menjadi kompos. Salah satu produk kompos yang
banyak dikenal masyarakat saat ini adalah Fine Compost produksi Lembah hijau Multifarm
di Surakarta. Bahan dasar pembuatan kompos tersebut adalah limbah ternak sapi perah (feses
dam urin) yang ditambah dengan serbuk gergaji, abu sekam padi, dan limbah jerami
pembuatan jamur. Bahan-bahan tersebut selanjutnya didekomposisi rnenggunakan Starbio
serta ditambahkan kalsit untuk memperkaya kandungan unsur haranya. Feses dan urin sapi
dipilih sebagai bahan dasar pembuatan kompoos, mengingat limbah tersebut memiliki
kandungan nitrogen, potassium, dan kadar serat yang tinggi, di samping pada feses sapi tidak
dijurnpai masalah polusi logam berat dan antibiofik.
Proses pembuatan fine compost yang dilakukan adalah sbb:
Kotoran sapi dan serbuk gergaji (5 %) diambil dari kandang dan setelah ditiriskan selanjutnya
ditampung di dalam lokasi processing. Lokasi pemrosesan yang dimaksud adalah sebidang
tempat yang beralas tanah dan ternaungi agar tidak terkena sinar matahari maupun hujan
secara langsung. Pada bagian dasar bahan-bahan tersebut sebelumnya dikondisikan memiliki
kadar air sebesar 60 % agar proses dekomposisi berjalan secara sempuma. Di alas tumpukan
kotoran sapi dan serbuk gergaji tersebut selanjutnya ditaburkan stardec dengan dosis 0,25 %
dan abu pembakaran bahan organik setta kalsit (2 %) dengan dosis 10% dari berat bahan
baku yang dicampur/diaduk secara merata.Cara terbaik untuk mempercepat proses
dekomposisi adalah dengan meningkatkan frekuensi pembalikan/ pengadukan.
Setelah mencapai waktu lebih kurang satu minggu, tumpukan kemudian
diaduk/dibalik merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan
6
serta dipindahkan ke lokasi protessing kedua. Pada tahap ini diharapkzm akan terjadi
peningkatan temperatur mencapai 70° C selama. minimal dua minggu (untuk mematikan
pertumbuhan biji-biji gulma sehingga kompos yang dihasilkan akan terbfebas dari gulma).
Setelah berada selama tiga minggu dalam lokasi processing kedua dan dilakukan
pembalikan/ pengadukan setap tujuh hari sekali, tumpukan dipindahkan ke lokasi processing
ketiga dan dibiarkan selama seminggu. Satu minggu kemudian kompos diharapkan sudah
matang dengan menunjukkan warna coklat kehitaman dan bentekstur remah tak berbau.
Selanjutnya kompos yang telah matang tersebut diayak/ disaring untuk mendapatkan bentuk
yang seragam serta untuk memisahkan dari bahan-bahan yang tidak diharapkan (seperti: batu,
rafia, atau potongan-potongan kayu). Akhirnya Fine Compost yang sudah jadi ini dikemas
dan siap dipasarkan.

1.3.5. Biogas

Biogas adalah bahan iaakar yang dapat diperoleh dengan memproses limbah (sisa)
pertanian yang basah, kotoran hewan (termasuk di dalamnya sapi perah) dan manusia atau
campurannya, di dalam alat yang dinamakan penghasil gas bio. Bahan bakar berupa gas
(terutama gas methan) dari proses perombakan bahan organik ini mempunyai nilai kalori
yang cukup tinggi, yaitu mencapai kisaran 4.800 - 6.700 kcal/m dan belum banyak dimam
faatkan di Indonesia. Apabila bersedia memanfaatkan feses sapi perahnya untuk dijadikan gas
bio, peternak selain mendapatkan gas untuk bahan bakar, juga dapat membantu usaha-usaha
mempertahankan kelestarian tata lingkungan hidup. Selain itu diperoleh rnanfaat-manfaat
lain, seperti: pupuk yang berguna bagl tanaman dan kehidupan di dalam air (akua kultur),
mencegah lalat, bau tidak sedap, menjaga kesehatan lingkungan, menghemat waktu dan
tenaga untuk mencari kayu bakar, atau menghemat uang pembeli bahan bakar minyak.
Penelitian yang dilakukan oleh PTP-ITB menunjukkan bahwa gas bio yang dihasilkan
dari feses sapi mernpunyai komposisi gas sbb: (1) methan (65,7 %), (2) karbon dioksida (27,0
%), (3) nitrogen (2,3 %), (4) karbon monoksida (0,0 %), (5) oksigen 1,0 % (6) propan (0,7
%), (7) hydrogen sulfide (tak terukur), dan (8)7 total nilai kalori (6.513 kca1/ m).

7
II. BANGSA-BANGSA SAPI PERAH

2.1. ASAL-USUL SAPI PERAH


Menurut asal-usulnya sapi perah berasal dari Famili : Bovidae Genus : Bos Subgenus :
Taurinae.
Subgenus Taurinae terbagi atas :
1. Bos Taurus Typicus, ialah sapi yang tidak mempunyai punuk (kelas); termasuk dalam
golongan ini sapi modern di daerah iklim sedang.
2. Bos Taurus Indicus, ialah sapi yang mempunyai kelas, tersebar di daerah Asia dan
Afrika, terkenal dengan nama Sapi Zebu. Tanda lain yang membedakannya dari Bos
Taurus Typicus ialah telinganya jatuh, ekor membentuk cambuk, dan adanya lipatan-
lipatan kuluit di sebelah bawah leher dan perut.

Bos Taurus Typicus dapat dibagi lagi dalam 4 golongan, yaitu :


1. Bos Taurus Primigenius, ialah sapi yang berasal dari Eropa, Asia Barat, Afrika Utara.
golongan sapi inilah yang menghasilkan/menurunkan sapi perah terkenal seperti : Fries
Holland, Ayrshira, Milking Shorthorn, Dairy Red-Polled dan lain-lain. Sapi ini
digolongkan dalam sapi yang besar.
2. Bos Taurus Longifrens, ialah sapi yang berasal dari Eropa dan Inggris yang menurunkan
sapi perah terkenal yaitu Brown Swiss, Jersey, Guernsey. Sapi ini digolongkan sapi kecil.
3. Bos Taurus Frontalis, berasal dari Swedia, Skandinavia, golongan sapi ini kurang
diketahui keturunannya.
4. Bos Taurus Brachycephalus, golongan sapi ini menurunkan sapi French Canadian, Devon
dan lain-lain.
Sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorthorn (dari Inggris),
Friesian/Fries Holland (sering disebut sapi FH dari Belanda). Jersey (dari Selat Channel
antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark)
dan Droughtmaster (dari Australia). Menurut hasil survei, sapi perah yang cocok
dibudidayakan di Indonesia adalah sapi Frisien Holstein.

2.2. Bangsa sapi perah daerah subtropics

Ayrshire.

Bangsa sapi Ayrshire dikembangkan di daerah Ayr, yaitu di daerah bagian barat Skotlandia.
Wilayah tersebut dingin dan lembab, padang rumput relative tidak banyak tersedia. Dengan
demikian maka ternak terseleksi secara alamiah akan ketahanan dan kesanggupannya untuk
merumput (Blakely,1991). Pola warna bangsa sapi Ayrshire bervariasi dari merah dan putih
sampai warna mahagoni dan putih. Bangsa sapi ini lebih bersifat gugup atau terkejut bila
dibandingkan dengan bangsa-bangsa yang lain. Para peternak dahulu nampak masih berhati-
hati dalam usaha mereka dalam melakukan seleksi kearah tipe yang bagus. Hasil itu masih
nampak dalam gaya penampilan, simetri, perlekatan ambing yang nampak, disamping
kehalusan dan kebersihannya sebagai tipe perah

8
. Sapi Ayrshire hanya termasuk dalam peringkat sedang dari sudut daging serta pedet yang
dilahirkan. Rata-rata bobot badan sapi betina dewasa 1250 pound dan sapi jantan mencapai
1600-2300 pound. Produksi susu menurut DHIA (1965/1966) rata-rata 10312 pound dengan
kadar lemak 4% (Prihadi,1997).

Brown Swiss.

Bangsa sapi Brown Swiss banyak dikembangkan dilereng-lereng pegunungan di Swiss. Sapi
ini merumput di kaki-kaki gunung pada saat musim semi sampai lereng yang paling tinggi
saat musim panas. Keadaan alam seperti itu melahirkan hewan-hewan yang tangguh akan
kemampuan merumput yang bagus. Ukuran badannya yang besar serta lemak badannya yang
berwarna putih menjadikannya sapi yang disukai untuk produksi daging (Blakely,1991).

Warna sapi Brown Swiss bervariasi mulai dari coklat muda sampai coklat gelap, serta tercatat
sebagai sapi yang mudah dikendalikan dengan kecenderungan bersifat acuh. Sapi Brown
Swiss dikembangkan untuk tujuan produksi keju dan daging, serta produksi susunya dalam
jumlah besar dengan kandungan bahan padat dan lemak yang relative tinggi. Bobot badan
sapi betina dewasa 1200-1400 pound, sedang sapi jantan Brown Swiss 1600-2400 pound.
Produksi susu rata-rata mencapai 10860 pound dengan kadar lemak 4,1% dan warna lemak
susunya agak putih (Blakely,1991).

9
Guernsey.

Bangsa sapi Guernsey dikembangkan di pulau Guernsey di Inggris. Pulau tersebut terkenal
dengan padang rumputnya yang bagus, sehingga pada awal-awal seleksinya, sifat-sifat
kemampuan merumput bukan hal penting yang terlalu diperhatikan. Sapi perah Guernsey
berwarna coklat muda dengan totol-totol putih yang nampak jelas. Sapi tersebut sangat jinak,
tetapi karena lemak badannya yang berwarna kekuningan serta ukuran badan yang kecil
menyebabkan tidak disukai untuk produksi susu dengan warna kuning yang mencerminkan
kadar karoten yang cukup tinggi (karoten adalah pembentuk atau prekusor vitamin A).
disamping itu, kadar lemak susu serta kadar bahan padat susu yang tinggi. Bobot badan rata-
rata sapi betina dewasa 1100 pound dengan kisaran antar 800-1300 pound. Sedangkan bobot
sapi jantan dewasa dapat mencapai 1700 pound. Produksi susu sapi Guernsey menurut DHIA
(1965/1966) rata-rata 9179 pound dengan kadar lemaknya 4,7% (Prihadi,1997).

Jersey.

Sapi Jersey dikembangkan di pulau Jersey di Inggris yang terletak hanya sekitar 22 mil dari
pulau Guernsey. Seperti halnya pulau Guernsey, pulau Jersey juga mempunyai padang
rumput yang bagus sehingga seleksi ke arah kemampuan merumput tidak menjadi perhatian
pokok. Pulau itu hasil utamanya adalah mentega, dengan demikian sapi Jersey dikembangkan
untuk tujuan produksi lemak susu yang banyak, sifat yang sampai kini pun masih menjadi
perhatian. Dalam masa perkembangan bangsa ini, hanya sapi-sapi yang bagus sajalah yang
tetap dipelihara sehingga sapi Jersey ini masih terkenal karena keseragamannya
(Blakely,1991).

Susu yang berasal dari sapi yang berwarna coklat ini, warnanya kuning karena
kandungankarotennya tinggi serta persentase lemak dan bahan padatnya juag tinggi. Seperti
10
halnya sapi Guernsey, sapi Jersey tidak disukai untuk tujuan produksi daging serta pedet yang
akan dipotong. Bobot sapi betina dewasa antara 800-1100 pound. Produksi susu sapi Jersey
tidak begitu tinggi, menurut standar DHIA (1965/1966) rata-rata produksi sapi Jersey 8319
pound/tahun, tetapi kadar lemaknya sangat tinggi rata-rata 5,2% (Prihadi,1997).

Holstein – Friesien.

Bangsa sapi Holstein-Friesien adalah bangsa sapi perah yang paling menonjol di Amerika
Serikat, jumlahnya cukup banyak, meliputi antara 80 sampai 90% dari seluruh sapi perah
yang ada. Asalnya adalah Negeri Belanda yaitu di propinsi Nort Holand dan West Friesland,
kedua daerah yang memiliki padang rumput yang bagus. Bangsa sapi ini pada awalnya juga
tidak diseleksi kearah kemampuan atau ketangguhannya merumput. Produksi susunya banyak
dan dimanfaatkan untuk pembuatan keju sehingga seleksi kearah jumlah produksi susu sangat
dipentingkan (Blakely,1991).

Sapi yang berwarna hitam dan putih (ada juga Holstein yang berwarna merah dan putih)
sangat menonjol karena banyaknya jumlah produksi susu namun kadar lemaknya rendah.
Sifat seperti ini nampaknya lebih cocok dengan kondisi pemasaran pada saat sekarang.
Ukuran badan, kecepatan pertumbuhan serta karkasnya yang bagus menyebabkan sapi ini
sangat disukai pula untuk tujuan produksi daging serta pedet untuk dipotong. Standar bobot
badan sapi betina dewasa 1250 pound, pada umumnya sapi tersebut mencapai bobot 1300-
1600 pound. Standar bobot badan pejantan 1800 pound dan pada umumnya sapi pejantan
tersebut mencapai diatas 1 ton. Produksi susu bias mencapai 126874 pound dalam satu masa
laktasi, tetapi kadar lemak susunya relative rendah, yaitu antara 3,5%-3,7%. Warna lemaknya
kuning dengan butiran-butiran (globuli) lemaknya kecil, sehingga baik untuk dikonsumsi
susu segar (Blakely,1991).

11
2.3. BANGSA SAPI PERAH TROPIS

Sahiwal.

Bangsa sapi Sahiwal berasal dari daerah Punyab, distrik montgo mery, Pakistan, daerah
antara 29°5‟ -30°2‟ LU. Sapi perah Sahiwal mempunyai warna kelabu kemerah-merahan atau
kebanyakan merah warna sawo atau coklat. Sapi betina bobot badannya mencapai 450 kg
sedangkan yang jantan 500-600 kg. sapi ini tahan hidup di daerah asalnya dan dapat
berkembang di daerah-daerah yang curah hujannya tidak begitu tinggi. Produksi susu paling
tinggi yaitu antara 2500-3000 kg/tahun dengan kadar lemaknya 4,5%. Menurut Ware (1941)
berdasarkan catatan sapi perah Sahiwal yang terbaik dari 289 ekor dapat memproduksi antara
6000-13000 pound (2722-5897 liter) dengan kadar lemak 3,7% (Blakely,1991).

Red Sindhi.

Bangsa sapi Red Sindhi berasal dari daerah distrik Karachi, Hyderabad dan Kohistan. Sapi
Red Sindhi berwarna merah tua dan tubuhnya lebih kecil bila dibandingkan dengan sapi
Sahiwal, sapi betina dewasa rata-rata bobot badannya 300-350 kg, sedangkan jantannya 450-
500 kg. produksi susu Red Sindhi rata-rata 2000 kg/tahun, tetapi ada yang mencapai produksi
susu 3000 kg/tahu dengan kadar lemaknya sekitar 4,9% (Blakely,1991).

12
Gir.

Bangsa sapi Gir berasal dari daerah semenanjung Kathiawar dekat Bombay di India Barat
dengan curah hujan 20-25 inchi atau 50,8-63,5 cm. Daerah ini terletak antara 20°5‟ - 22°6‟
LU. Pada musim panas temperature udara mencapai 98°F (36,7°C) dan musim dingin
temperatu udara sampai 60°F (15,5°C) (Prihadi,1997). Warna sapi Gir pada umumnya putih
dengan sedikit bercak-bercak coklat atau hitam, tetapi ada juga yang kuning kemerahan. Sapi
ini tahan untuk bekerja baik di sawah maupun di tegal. Ukuran bobot sapi betina dewasa
sekitar 400 kg, sedangkan sapi jantan dewasa sekitar 600 kg. produksi susu rata-rata 2000
liter/tahun dengan kadar lemak 4,5-5% (Blakely,1991).

2.3 Bangsa sapi perah di Indonesia

Bangsa sapi perah di Indonesia dapat dikatakan tidak ada. Sapi perah di Indonesia berasal
dari sapi impor dan hasil dari persilangan sapi impor dengan sapi local. Pada tahun 1955 di
Indonesia terdapat sekitar 200000 ekor sapi perah dan hamper seluruhnya merupakan sapi FH
dan keturunannya (Prihadi,1997).

Produksi susu sapi FH di Indonesia tidak setinggi di tempat asalnya. Hal ini banyak
dipengaruhi oleh factor antara lain iklim, kualitas pakan, seleksi yang kurang ketat,
manajemen dan mungkin juga sapi yang dikirim ke Indonesia kualitas genetiknya tidak
sebaik yang diternakkan dinegeri asalnya. Sapi FH murni yang ada di Indonesia rata-rata
produksi susunya sekitar 10 liter per hari dengan calving interval 12-15 bulan dan lama
laktasi kurang lebih 10 bulan atau produksi susu rata-rata 2500-3000 liter per laktasi
(Prihadi,1997).

Hasil persilangan antara sapi lokal dengan sapi FH sering disebut sapi PFH (Peranakan
Friesian Holstein). Sapi ini banyak dipelihara rakyat terutama di daerah Boyolali, Solo,
Ungaran, Semarang, dan Jogjakarta. Juga dapat dijumpai didaerah Pujon, Batu, Malangdan
sekitarnya. Warna sapi PFH seperti sapi FH tetapi sering dijumpai warna yang menyimpang
misalnya warna bulu kipas ekor hitam, kuku berwarna hitam dan bentuk tubuhnya masih
memperlihatkan bentuk sapi local, kadang-kadang masih terlihat adanya gumba yang
meninggi (Prihadi,1997).

Australian Milking Zebu (AMZ)

13
Sapi ini merupakan hasil silang antara sapi Sahiwal, Red Sindhi, dan sapi Jersey. Sapi ini
mengandung darah sapi Zebu 20-40% dan Jersey 60-80%. Adapun kriteria dari sapi AMZ ini
adalah :

 Warna bulu dominan kuning emas sampai coklat kemerah-merahan.


 Produksi susu rata-rata 7 liter per hari dengan kisaran produksi susu 1.445-2.647 kg
per 330,5 hari. namun ada yang berproduksi hingga 4.858 kg per 330,5 hari atau 16
liter per hari.

DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J and D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan, edisi ke- 4. Gadjah Mada University Press.
Jogjakarta.

14
III. PENILIKAN SAPI PERAH

3.1 PENDAHULUAN
Produksi susu sapi perah yang tinggi akan dapat diperoleh apabila ketiga aspek utama dalam
peternakan ternak perah diperhatikan dengan baik. Ketiga aspek itu adalah tata laksana,
perkembangbiakan atau pemuliaan dan pakan; yang satu sama lainnya saling terkait dengan
erat.
Dalam aspek pemuliaan yang dimaksudkan adalah cara-cara seleksi/pemilihan bibit dan
sistem perkawinan untuk memperoleh ternak yang mulia/bermutu; artinya ternak yang
mempunyai sifat genetik (keturunan) dalam produksi susu yang tinggi, daya adaptasi yang
baik terhadap iklim dan tahan terhadap beberapa penyakit tertentu. Oleh karena itu perlu
dilakukan seleksi terhadap sapi induk maupun pejantan. Seleksi pada pejantan dapat
dilaksanakan dengan uji zuriat, sedangkan untuk induk maupun calon induk dapat dilakukan
seleksi individu yang disertai penyisihan pada tiap ekor yang berproduksi susu rendah.
Seleksi individu pada sapi perah dapat dilaksanakan dengan dasar penampilan umum dari
luar (eksterior), juga dengan dasar produksi susu, anak yang dilahirkan, atau berdasar, bobot
badan. Bahkan seleksi individu dapat didasarkan atas pemenang-pemenang lomba kontes
ternak dapat dipilih sebagai bibit sapi perah yang baik.
Pada pameran dan kontes sapi perah, pada umumnya penilaian sapi perah baik atau tidak
berdaserkan tipe (bentuk tubuh) dari sapi perah tersebut, jarang orang melakukan pada kontes
sapi perah diikuti serta kemampuan berproduksi dari sapi perah. Pada sapi perah terdapat
hubungan (korelasi) antara tipe dengan produksi susu adalah rendah, misalnya pada sapi Fries
Holland (FH) hubungan tersebut berkisar antara 0,15 - 0,25 oleh karena itu pada kontes sapi
perah penilaian terhadap produksi susu dari sapi perah peserta kontes diperlukan. Walaupun
demikian kontes sapi perah berdasarkan tipe juga penting untuk meningkatkan kegairahan
dalam cara beternak sapi perah, sebab kontes sapi perah atau ternak lainnya mempunyai
kebaikan-kebaikan sebagai berikut :
1) Meningkatkan kompetisi secara sehat antar peternak dalam beternak, guna menghasilkan
sapi perah yang baik untuk memenangkan lomba/kontes.
2) Merupakan tempat pertemuan antar peternak, sehingga dapat bertukar informasi,
pengalaman dan pikiran dalam menghasilkan sapi perah yang baik.
3) Sebagai tempat berpromosi bagi peternak yang berhasil menghasilkan sapi perah yang
baik, sehingga peternak lain tertarik membeli bibit pada peternak yang berhasil tersebut.
4) Dengan adanya kontes akan meningkatkan kualitas sapi perah karena peternak akan
berusaha beternak yang baik.
Perlu diingat bahwa sapi perah yang memiliki tipe yang baik juga akan menurunkan sifat-
sifat baik ini pada keturunannya, oleh karena heritabilitas dan sifat tipe sebesar 0,21 - 0,31.
Penilikan (Judging) biasanya dilakukan pada pameran, kontes sapi perah ataupun pada
peternakan untuk mencoba menempatkan pada “rangking” tipe yang terbaik. Telah diketahui
bahwa ternak yang memiliki tipe yang menarik harganyapun akan tinggi.
Salah satu sifat yang terpenting yang harus diketahui dan dipunyai seorang juri pada kontes
sapi perah adalah mengetahui, memahami serta mampu melaksanakan segala sesuatu yang
terkait dengan penilikan (judging). Bahkan dalam pikiran / angan-angannya telah ada
bayangan dari bentuk sapi perah yang indah bentuknya.
15
Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum penilikan sapi perah, agar nantinya para
mahasiswa Fakultas Peternakan tidak menemukan keraguan dalam menjadi juri atau
melaksanakan kontes ternak sapi perah.

3.2 EKSTERIOR SAPI PERAH


Eksterior atau penilaian tubuh ternak dari luar adalah suatu pengetahuan yang digunakan
untuk menentukan kebaikan / kejelekan dari suatu individu ternak yang hanya dapat
dipertimbangkan dari luar. Dengan demikian eksterior sapi perah adalah patokan bentuk
tubuh ternak sapi yang benar-benar dipertimbangkan diberi nilail penghargaan, kekuatan,
kemampuan dalam menghasilksn susu. Dengan kata lain penampilan sapi perah dari luar
benar-benar merupakan tipe ideal ternak perah.
Dalam penuntun ini diingatkan kembali secara ringkas tentang eksterior sapi perah/tipe ideal
sapi perah. Ciri khas dari suatu bangsa sapi penah merupakan hal yang perlu diperhatikan,
kalau perlu gambarlah ciri khas tersebut.

Penetapan Umur
Penetapan umur sapi perah, dapat didasarkan atas keadaan gigi seandainya tanggal
kelahirannya tidak diketahui. Sebagai patokan :

Gigi seri permanen nol diperkirakan umurnya kurang dari 1 tahun


Gigi seri permanen dua diperkirakan umurnya 1 tahun
Gigi seri permanen empat diperkirakan umurnya 2-3 tahun
Gigi seri permanen enam diperkirakan umurnya 3 ¼ - 3 ½ tahun
Gigi seri permanen delapan diperkirakan umurnya 4 ½ tahun

Keadaan gigi ini tergantung dari cepat atau lambatnya pertumbuhan sapi perah tersebut, kalau
sapi tersebut cepat pertumbuhannya maka pergantian gigi serinya dapat lebih awal (lebih
kurang maju ¼ tahun, demikian sebaliknya kalau lambat pertumbuhannya).
Sapi perah, sejak pedet diberi makan yang sederhana dan tidak diberi minum susu secara
penuh (tidak disusukan pada induk). Oleh karena itu pedet memperoleh pakan yang
kualitasnya kurang, maka pentumbuhannya terutama tulang-tulang pipa dan tulang ruas serta
rusuk terhambat dan menjadi memanjang (secara umum tubuhnya akan menjadi tinggi,
memanjang dan agak gepeng). Selanjutnya sapi muda ini lekas dikawinkan, dan pada
keadaan bunting kurang diberikan pakan penguat akan tetapi banyak diberikan hijauan,
mengakibatkan pertumbuhan pada lambung dan usus serta peredaran darah ke arah belakang
bertambah seirama dengan kebuntingan. Setelah beranak pemberian pakan ditingkatkan
kualitas maupun kuantitasnya hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia akan susu, tanpa
memperhatikan pertumbuhan sapi perah. Akhirnya peredanan darah ke bagian belakang
meningkat, kelenjar susu bertambah kemampuan produksinya selanjutnya bentuk tubuh sapi
perah menjadi tidak seimbang, yaitu 12: 24:18.
Kita akan melihat sapi perah : kepala sempit bagian bawah, sikap membentang, leher panjang
dan kurus, dada sempit dan tidak dalam. Dari samping didapatkan bentuk tubuh yang bersiku
tiga dengan garis dasar di atas (garis punggung) dan garis miring dan bagian leher ke arah
dada dan perut. Dari bagian depan juga berbentuk segitiga sama sisi, dengen puncak pada
16
punggung sedangkan dasarnya adalah perut. Dilihat dari atas juga menampakkan bentuk
segitiga, yaitu puncak pada titik gumba sedangkan dasarnya adalah pada pinggul.

Lebih lanjut perlu pula diperhatikan beberapa ukuran badan utamanya, misalnya tinggi
gumba, tinggi panggul, panjang badan, dalam dada, lebar dada, lingkar dada, lebar panggul
dan lebar pantat. Biasanya ukuran-ukuran badan ini dibandingkan dengan ukuran tinggi
gumba.

Panjang badan : 1 tinggi gumba


Dalam dada : tinggi gumba + 5 cm
Lebar dada : 1/3 tinggi gumba
Lebar pantat : 1/3 tinggi gumba + 5 cm
Lebar panggul : 1/3 tinggi gumba + 10 cm
Lingkar dada : 1,4 tinggi gumba
Selanjutnya ikuti laporan hasil praktikum I beserta keterangan yang diperlukan.

3.3 PENILAIAN TIFE

Sapi perah yang mempunyai tipe yang baik juga akan menurunkan sifat-sifat ini pada
keturunannya. Penilaian terhadap sapi tipe perah dapat dilaksanakan di peternakan, pada
kontes/lomba ternak, untuk mencoba menempatkan pada tempat teratas bagi sapi perah yang
bertipe perah baik. Umum telah mengetahui, bahwa sapi perah yang memiliki tipe perah yang
baik menarik akan bernilai tinggi.
Penilik atau seorang juri dalam kontes sapi perah harus mengetahui bagian-bagian penting
dari badan sapi perah lengkap dengan namanya. Dalam benaknya telah tergambar bentuk/tipe
sapi perah yang ideal dan indah. Bagian-bagian badan terse adalah :

1. Mulut 7. Leher 12. Lutut


2. Lubang hidung 8. Dada 13. Tumit
3. Rahang 9. Pundak 14. Sol
4. Tulang hidung 10. Tulang belakang 15. Lingkar dada
5. Dahi 11. Titik siku 16. Gelambir
17. Punggung 23. Pangkal ekor 29. Puting
18. Lingkar perut 24. Ekor 30. Persendian tarsus
19. Rusuk 25. Daerah lipat paha 31. Vena mamaria
20. Pinggang 26. Paha 32. Sumber susu
21. Panggul 27. Ambing bagian depan
22. tulang duduk 27. Ambing bagian depan

Disamping nama bagian-bagian badan tersebut di atas juga seorang juri harus mengetahui
beberapa ukuran-ukuran badan sapi perah serta cara melakukan pengukurannya. Sebagai
patokan adalah :
1. Tinggi pundak/gumba adalah jarak tertinggi dari pundak sampai ke tanah.
2. Tinggi punggung adalah jarak antara titik atas-ruas tulang punggung terakhir tegak lurus
ke tanah.
17
3. Tinggi panggul adalah jarak dari panggul sampai ke tanah melewati Tuber sacrale.
4. Panjang badan adalah jarak antara persendian kendali sampai bagian terbelakang tulang
duduk.
5. Dalam dada adalah jarak antara titik tertinggi pundak dengan tulang dada, diukur di
belakang siku.
6. Lebar dada adalah jarak kedua benjolan luar kedua siku.
7. Lingkar dada adalah lingkaran keliling dada yang diukur di belakang siku.
8. Lebar panggul adalah jarak antara kedua benjolan Tuber sacrale.
9. Panjang kelangkang adalah jarak antana benjolan depan pangkal kaki belakang sampai
benjolan tulang duduk.
Pada penilaian tipe sapi perah telah terdapat kesamaan dalam memberikan skor pada bangsa-
bangsa sapi perah murni. Penilaian skor untuk tipe didasarkan pada skor yang didapat untuk
tiap individu ternak.

Klasifikasi tipe tersebut adalah sebagai berikut :


Kriteria Skor

Excellent (ideal = istimewa) Sama / lebih dari 90

Very good (amat sangat baik) 85 – 90

Good plus (sangat baik) 80 – 85

Good (baik) 75 – 80

Fair (sedang) 70 – 75

Poor (jelek) Kurang dari 70

Penyebaran nilai skor untuk sapi perah betina adalah sebagai berikut :
Kriteria Skor

Keadaan umum (general appearance) 30

Sifat perah (dairy character) 20

Kapasitas badan (body capacity) 20

Keadaan ambing (mammary system) 30

Jumlah nilai/skor 100

Skor tersebut hanya diberikan pada sapi perah yang mempunyai tipe yang sempurna. Untuk
meningkatkan ketelitian dan lebih mendalami bagian-bagian tersebut diatas, maka keempat
butir sebaran tadi dirinci lagi menjadi :

1. Keadaan Umum (30):


Semua bagian-bagian badan harus diperhatikan dalam ai keadaan umur sapi perah.
18
a. Secara individu sapi perah itu menarik, bersifat 19amper1919, kuat, bagian-bagian
badan menjadi satu secara harmonis.
b. Ciri-ciri dari suatu bangsa, hendaknya mendapatkan perhatian khusus. Untuk FH
misalnya, besar badan sesuai dengan umur, kuat dan bersifat 19amper1919
(kebetinaan). Warna hitam dan putih yang jelas batas-batasnya, warna bulu ekor
putih. Warna yang tidak diperbolehkan ialah putih atau hitam seluruhnya, warna
(10) hitam pada bulu ekor, warna hitan pada perut, warna hitam mulai dari persendian
karpus/tarsus sampai ke kuku, juga warna campuran hitam dengan putih yang
menunjukkan warna lain daripada warna hitam dengan becak-becak putih. Pada
sapi FH dewasa yang sedang berproduksi bobot badannya sekurang-kurangnya
650 kg. Tanduk sapi FH mengarah ke muka dan melengkung ke dalam dengan
dasar yang kecil dan ujung yang runcing.
c. Kepala : besarnya sebanding dengan besar badan. Mulut besar, lebar dengan
lubang hidung yang besar. Rahang kuat; mata besar dan bercahaya, dahi lebar
sedikit agak legok, hidung lurus, telinga bentuknya medium dan tegak.
Sifat yang menarik, 19ampe khas dan suatu bangsa dan keadaan kepala apabila sempurna
skor 10 (a,b,c).
d. Tulang belikat, menempel kuat pada badan dan licin.
e. Punggung, kuat dan lurus (horizontal), pinggang lebar dan sama tinggi dengan
punggung.
f. Panggul (Rump), panjang, lebar dan 19amper sama tingginya dengan tuber coxae
(10) dan tuber ischii (tulang duduk), rata dan bebas dari benjolan, tulang pelvis (thurl)
tinggi dan lebar, pangkal ekor sama tinggi dengan punggung, bebas dan tonjolan
serta bentuk ekor ramping.

g. Kaki, mempunyai pertulangan yang kuat, persendian tarsus / carpus bundar,


bentuknya licin tanpa benjolan, phalanx, pendek dan kuat. Kaki bagian bawah dan
tarsus dan karpus pendek, kompak dan bundar, dengan tumit yang dalam dan sol
(10) yang rata.

h. Kaki depan, panjang sedang, lurus jarak antara kiri dan kanan cukup lebar, serta
letak kaki dalam sudut segi empat.
i. Kaki belakang, apabila dilihat dari samping 19amper tegak lurus dan persendian
tarsus sampai persendian antara metatarsus dan phalanx. Apabila kaki belakang
dilihat dari belakang akan tampak tegak lurus.

2. Sifat Perah (20)


Bentuk badan seperti baji/bentuk segitiga siku-siku serta bebas daii bjo1 an.
a. Leher, panjang, ramping dan kelibatan licin menjadi satu dengan pundak dan dada
serta gelambir dan kerongkongan bersih tanpa benjolan.
b. Pundak, untuk sapi perah harus tajam.
c. Tulang, lebar, pipih, melengkung, panjang, serta jarak antar tulang rusuk satu
(20) sama lainnya cukup lebar.
19
d. Daerah lipat paha, lengkungnya dalam dan bersih.
e. Paha, membengkok ke dalam dan rata, bila dilihat dari belakang jarak antara dua
paha cukup lebar, sehingga membuat ruangan yang luas untuk ambing dan
pertautan ambing bagian belakang.
f. Kulit, lepas dan mudah diraba, dengan turgor yang baik.

3. Kapasitas Badan (20)


Apabila dibandingkan dengan besar badan, secara 20amper2020 kapasitas badan lebih besar,
kuat dan kekar.
(10) a. Lingkar perut, besar dan dalam, tulang rusuk melengkung tinggi dan luas. Lebar
dan dalam perut makin ke belakang makin besar.
(10) b. Lingkar dada, besar dan delam, dengan tulang-tulang rusuk bagian depan
melengkung besar dan menjadi satu dengan pundak, dasar dada lebar dan sikunya
penuh.

4. Sistem Mammaria (Keadaan Ambin) (30)


Ambing tergantung kuat dengan keseimbangan yang cukup baik, ambing cukup besar serta
mengandung jaringan kelenjar yang apabila diraba terasa berbutir, lunak, lemas akan
menunjukkan kemampuan produksi susu yang tinggi dan lama berproduksinya.
(10) a. Ambing secara keseluruhan memiliki bentuk simetris, panjang, lebar dan
dalamnya cukup, serta tergantung kuat. Terdapat celah antara bagian kanan dan
kiri tetapi tidak ada batas yang jelas antara bagian depan dengan bagian belakang
ambing. Apabila diraba terasa lunak, dan akan mudah kempis bila sudah selesai
diperah, kuarter terletak berimbang dan simetris.
(6) b. Ambing bagian depan, panjangnya medium, lebarnya uniform dan tergantung
kuat.
(7) c. Ambing bagian belakang, tergantung tinggi, lebar dan sedikit bundar, lebarnya
uniform dari atas ke bawah dan tergantung kuat.
(5) d. Puting, besarnya sama, panjang dan diameternya medium, bentuknya silindris.
Letakputing simetris dalam segi empat dan jaraknya antara 20amper20 satu dengan
lainnya cukup lebar, bila dilihat dari samping dan belakang.
(2) e. Vena mammaria, besar, panjang, berkelok-kelok dan banyak cabangnya.

KARTU NILAI JENJANG SAPI PERAH BETINA


Nilai
Bagian Badan Nilai
tertinggi

(30) Keadaan Umum

10 a. Ciri khas sapi perah


b. Kepala

20
10 c. Belikat
d. Punggung
e. Panggul

10 f. Kaki kaki depan


kaki belakang

(20) Sifat Perah


Perhatikan bentuk baji.

a. Leher d. Lipat paha


b. Pundak e. Paha
c. Tulang rusuk f. Kulit

(20) Kapasitas Badan

10 a. Lingkar perut
b. Lingkar dada

(30) Sistem Mamaria

10 a. Ambing seluruhnya
6 b. Ambing bagian depan
7 c. Ambing bagian belakang
5 d. Puting
2 e. Vena mamaria

100

Penyebaran nilai/skor untuk sapi perah jantan adalah sebagai berikut :


1. Keadaan umum 45
2. Sifat perah 30
3. Kapasitas 25
Jumlah nilai / skor 100

Pemilihan pejantan sapi perah berbeda dergan sapi perah betina oleh karena pejantan tidak
mampu menunjukkan secara langsung kemampuan memproduksi susu.
Seringkali dikatakan, bahwa pejantan adalah setengah dari peternakan, pemilihan pejantan
yang mempunyai tipe yang buruk atau yang mempunyai nilai produksi yang rendah akan
mudah merusakkan peternakan. Pada sapi perah betina setelah setahun atau dua tahun dipilih
dapat diketahui apakah sapi betina dewasa itu baik atau tidak, karena telah menunjukkan
produksi susunya, keadaan demikian tidak terdapat pada sapi perah jantan. Peternak rata-rata
harus menseleksi seekor pejantan, pada umumnya berdasarkan pada sifat-sifat tipe pejantan
dan barangkali juga berdasarkan catatan produksi dari induknya dan performance bapaknya.

21
Untuk itu skor 100 tersebut diatas hanya diberikan kepada pejantan yang mempunai tipe
perah yang sempurna. Untuk meningkatkan ketelitian dan lebih mendalami bagian-bagian
tersebut di atas maka ketiga butir sebaran skor tadi diuraikan sebagai berikut :
1. KeadaanUmum (45)
Sifat individu yang menarik dengan kejantanannya adalah kekar dan kuat, sesuai besarnya,
bagian-bagian badannya secara harmonis menjadi satu. Semua bagian-bagian badan pejantan
harus diperhatikan dalam menilai keadaan umum.
a. Ciri-ciri khas dari suatu bangsa sebagaimana halnya pada sapi perah betina.
15 b. Kepala, bersih sesuai dengan besarnya badan, mulut besar, lubang bidung besar,
rahang kuat, mata besar dan beratnya, dahi lebar dan sedikit berlegok, tulang
hidung lurus dan telinga besarnya medium dan tegak.

c. Tulang belikat, licin dan melekat kuat pada badan.

d. Punggung, lurus dan kuat, pinggang lebar dan 22amper sama tingginya dengan
punggung.
15 e. Pangpul, penjang, lebar dan 22amper sama tingginya dari tuber coxae sampai
tuber ischii, keadaan bersih dan bebas dari benjolan, daerah pelvis tinggi dan
lebar.
f. Pangkal ekor, terletak sama tinggi dengan punggung dan bebas dari benjolan,
bentuk ekor adalah ramping.

g. Kaki, tulangnya datar dan kuat, tulang tumit kuat dan pendek, persendian tarsus
bersih, dan bebas dari benjolan.

h. Kaki depan, panjangnya medium, tegak dan jarak antara kaki kiri dan kanan
cukup lebar dan terletak dalam segi empat.
i. Kaki belakang, bila dilihat dari samping mulai dari persendian tarsus sampai
15 tulang tumit 22amper tegak lurus dan bila dilihat dari belakang lurus dan jarak
antara keduanya lebar.
2. Sifat Perah (30)
Bentuk badan seperti baji, tanpa adanya bagian-bagian yang lemah dan bebas dari benjolan.
a. Leher, panjang dan ramping dengan punuk yang medium besarnya dan bercampur
menjadi satu secara licin ke daham pundak, kerongkongan bersih demikian pula
gelambir dan dadanya.
b. Pundak, hendaknya tajam.
c. Tulang rusuk, jarak antar satu dengan lainnya cukup lebar, datar dan panjang.
d. Daerah lipat paha, melengkung dalam dan bebas dari benjolan.
e. Paha, melengkung ke dalam sampai datar, dan bila dilihat dari belakang jarak
antara kiri dan kanan lebar.
f. Kulit, lepas mudah diraba, dengan turgor baik.

3. Kapasitas Badan (25)


Relatif besar dibandingkan dengan besar badannya, kapasitas luas dan kuat.
22
1. Lingkar perut, menahan kuat sekali, panjang dan dalam, tulang-tulang rusuk
melengkung tinggi dan lebar, dalam dan lebarnya mengarah ke belakang makin
besar.
2. Lingkar dada, besar dan dalam dengan tulang-tulang rusuk bagian depan
melengkung dengan baik dan menjadi satu dengan pundak, bagian belakang
scapula penuh, penuh pada siku-sikunya dan dasar dadanya lebar.

KARTU NILAI JENJANG SAPI PERAH JANTAN


Nilai
Bagian Badan Nilai
tertinggi

(45) Keadaan Umum

15 a. Ciri khas sapi perah


b. Kepala

15 c. Belikat
d. Punggung
e. Panggul

10 f. Kaki kaki depan


kaki belakang

(30) Sifat Perah


Perhatikan bentuk baji.

a. Leher d. Lipat paha


b. Pundak e. Paha
c. Tulang rusuk f. Kulit

(25) Kapasitas Badan

10 c. Lingkar perut
d. Lingkar dada

100

3.4. PENILAIAN CACAT (DEFFECTS)

Dalam penilikan (judging) sapi perah betina dewasa harus teliti ada atau tidaknya cacad pada
tubuh ternak tersebut. Apabila cacad itu berat, maka ternak itu harus didiskualifi. Jadi ciri-ciri
tersebut harus pertama-tama dipertimbangkan. diantara bagian-bagian lainnya.
Suatu cacad sesungguhnya harus dibatasi sebagai suatu kesalahan yang besar, yang
merugikan performance yang produktif sangat penting apabila ditinjau dari sifat yang
23
herediter karena itu para juri dalam judging harus kritis dalam penilaiannya. Beberapa
pertimbangan yang sungguh-sungguh harus dilakukan untuk menentukan diskualifikasi, ini
berarti bahwa ternak itu tidak boleh menang dan tidak dipertunjukkan dalam kelompok.
Kelemahan dan cacad itu beragam dari yang ringan sampai berat ini adalah wewenang juri
(tanggung jawab) untuk menentukan derajat diskriminasi.
Penilaian cacad pada sapi perah betina adalah sebagai berikut :
1. Mata : sama sekali buta, didiskualifikasi; buta pada satu mata, sedikit didiskualifikasi;
mata juling, sedikit diskriminasi.
2. Muka, yang berputar (wry face) diskriminasi ringan sampai berat.
3. Telinga, yang berputar didiskriminasi ringan.
4. Rahang, yang pendek sekali, diskriminasi ringan sampai berat.
5. Pundak, yang berbentuk sayap (scapula tidak melekat kuat pada badan) diskriminasi
ringan sampai berat, tergantung derajadnya.
6. Titik pinggang lemah diskriminasi ringan.
7. Letak pangkal ekor, ke kiri atau ke kanan, didiskriminasi ringan sampai berat.
8. Kaki :
1. Pincang, yang permanen sehingga fungsi kaki terganggu diskualifikasi.
2. Lutut yang menonjol/menjendol, diskriminasi ringan sampai berat.
3. Arthritis (radang pada sendi-sendi), kaki belakang kejang, diskriminasi berat.
4. Persendian tarsus yang menjendol, diskriminasi ringan sampai berat.
9. Tak ada tanduk, tidak didiskriminasi.
10. Besar badan kurang, diskriminasi ringan sampai berat.
11. Ambing :
1. Satu atau lebih kuarternya mati (tak berfungsi) didiskualifikasi.
2. Air susu yang dihasilkan tidak normal (berdarah, pekat atau cair sekali); kemungkinan
didiskualifikasi ringan sampai berat.
3. Ambing pertautannya yang berantakan diskriminasi berat.
4. Pertautan ambing lemah, diskriminasi ringan sampai berat.
5. Satu atau kuarternya ringan, keras, puting susu yang tersumbat, diskriminasi ringan
sampai berat.
6. Bocor sedikit, diskriminasi ringan.
12. Pada sapi yang tidak berproduksi : apabila dipeloleh nilai skor sama, maka perlu dinilai
pada saat sapi sedang berproduksi.
13. Sapi dara yang freemartin, jika tidak membuktikan mau bunting didiskualifikasi, kondisi
yang gemuk sekali diskriminasi ringan sampai berat.
14. Luka kecil atau sementara, yang tidak mempengaruhi penggunaan sapi, diskriminasi
ringan.
15. Bukti adanya perbaikam, karena:
1. Operasi, yang menghilangkan sifat yang cacad dengan maksud supaya sapi terlihat
tipenya baik, didiskualifikasi.
2. Sapi dara yang tidak beranak dan memperlihatkan menghasilkan susu (misal karena
pemberian hormon) didiskriminasi berat.

24
Penilaian cacad pada sapi perah jantan (pejantan) pada umumnya sama dengan sapi betina,
kecuali mengenai keadaan testis. Sapi jantan dengan satu testis atau testisnya abnormal
didiskualifikasi.

CARA PENILAIAN

Penilaian dapat dilakukan dengan pengamatan, perabaan serta pengisian kartu nilai jenjang;
yang kesemuanya berdasarkan distribusi nilai/skor yang telah diuraikan di depan.
Pada tahapan pertama seorang juri dalam kontes, memperhatikan sapi perah yang akan dinilai
dari jarak kira-kira 2 meter. Selanjutnya memperhatikan dengan cermat keempat bagian
utama yang menunjukkan tipe perah; dari bagian samping, depan dan belakang. Pada
akhirnya menuliskan nilai pada kartu jenjang yang tersedia, untuk menetapkan klasifikasi tipe
perah.
Pengamatan dari depan meliputi, bentuk dan sifat-sifat dari kepala, lebar dan dalam serta
bentuk kaki.
Pengamatan dari samping meliputi keadaan umum dan simetrisnya bentuk badan, profil
kepala, panjang dan rampingnya leher, dalamnya tulang-tulang rusuk, depan dan belakang,
lingkar perut, kapasitas badan, komformasi pundak, ratanya punggung, termasuk panjang dan
tingginya pinggang dan panggul besarnya ambing, bentuk ambing, susunan ambing letak
kaki, dan lain-lain yang menunjang kompormasi badan.
Pengamatan dari belakang, meliputi terlihat tajamnya pundak, licinnya pundak dan titlrlc dari
pundak; melengkungnya tulang-tulang rusuk depan dan belakang, lebar dan tingginya
pinggang, lebar dan datarnya panggul, terutama lebarnya antara tuber coxae, daerah pelvis
dan jarak antara tulang duduk, letak kaki, terutama lebar jarak antara persendian tarsus dan
rampingnya paha.

Selanjutnya sapi perah diamati dari bagian sebelahnya. Rangkaian pekerjaan ini hendaknya
dapat diselesaikan dalam waktu relatif singkat, katakan satu menit yaitu 30 detik waktu sapi
dalam keadaan diam dan 30 detik lagi pada waktu sapi sedang jalan. Oleh karena itu para juri
hendaknya telah melatih diri agar dapat memanfaatkan waktu relatif singkat tersebut, untuk
mengamati segala-galanya.

25
IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR AMBING

4.1. PENDAHULUAN

Kelenjar ambing sebagai penciri dari semua makhluk mamalia merupakan modifikasi
kelenjar kulit, termasuk kelenjar eksokrin, yang berfungsi untuk mensekresi susu untuk
perawatan anaknya, setelah lahir. Kelenjar in tumbuh dan berkembang selama kebuntingan
dan mulai mensekresi susu setelah partus. Kelenjar ambing merupakan bagian integral dari
proses reproduksi, karena pertumbuhan dan perkembangannya atur oleh beberapa hormone
yang mengatur proses reproduksi.
Sapi perah memiliki kelenjar ambing yang paling besar diantara ternak mamalia, sebagai
hasil dari pengaturan system perkawinan dan seleksi beberapa generasi yang bertujuan
untuk menghasilkan susu dalam jumlah besar, melebihi kebutuhan anaknya. Untuk
menghasilkan susu dalam jumlah banyak dibutuhkan sel-sel sekretori dalam jumlah banyak
dan metabolism yang cepat, maka dalam bab ini akan diulas anatomi kelenjar ambing,
perkembangannya dalam berbagai tingkatan proses reproduksi dan hormone-hormon yang
merngatur proses tersebut.
4.2. Anatomi Bagian Luar Kelenjar Ambing

Amabing sapi perah merupakan gabungan dari empat kelenjar mama yang Yang disebut
kuarter, masing-masing terpisah satu sama lainnya. Kelenjar ambing bagian kanan dan kiri
terlihat terpisah dengan jelas, sedangkan pemisahan antara kelenjar ambing depan dan
belakang sangat jarang terlihat. Dilihat dari samping bagian bawah ambing semestinya
terlihat mendatar kearah depan, melekat dengan kuat pada bagian didnding perut. Pada
bagian belakang (rear) ambing harus tinggi dan lebar dan masing-masing kuarter terlihat
simestris. Keadaan ambing bagian luar ini berhubungan erat dengan produktifitas ternak
perah sepanjang hidupnya, dan digunakan sebagai criteria untuk menilai ternak/sapi perah
pada saat kontes dan scoring dalam mengklasifikasi bangsa2 sapi perah.
Ambing memiliki bobot hamper 12.5 sampai 30 kg atau lebih dalam keadaan kosong, tidak
mengandung susu, memiliki ruang yang cukup besar untuk menampung produksi susu dalam
jumlah besar, namun tidak terlalu besar, sehingga tetap dapat bertaut dengan kuat pada
dinding perut bagian bawah dan belakang. Berat ambing ini berhubungan erat dengan
produksi susu. Pada umumnya volume ambing bagian belakang lebih besar dari bagian
depan dan mensekresikan rata-rata 60% jumlah susu yang diprosuksi setiap hari.
Susu yang dihasilkan pada setiap klelenjar dikeluarkan melalui putting susu. Biasanya putting
susu depan lebih pensek dari putting belakang. Sapi dengan putting susu panjang biasanya
membutuhkan proses pemerahan lebih lama dibandingkan dengan sapi dengan putting susu
pendek. Cirri-ciri putting susu yang baik untuk proses pemerahan yang efisien adalah : (1)
ukurannya sedang, (2) letaknya bagus, (3) memiliki tekanan yang cukup pada otot spincter
disekitar lobang putting sehingga susu mudah keluar tetapi tidak bocor pada saat tidak
diperah.
Hampir 25-50% sapi perah memiliki putting susu berlebih yang berhubungan atau
tidak berhubungan dengan kelenjar susu dibagian dalam kelenjar ambing. Kelebihan putting
iniharus dihilangkan pada masa pedet untuk menjaga keindahan bentuk ambing dan
mencegah masuknya kuman penybab mastitis.
26
4.3. Bagian Internal Kel;enjar Ambing

Pada bagian dalam ambing tersusun dari beberapa system yaitu : (1) struktur penyokong, (2)
system pembuluh darah, (3) system pembuluh limpa, (4) system susunan saraf , (5) system
saluran susu untuk menyimpan dan mengalirkan susu dan (6) unit sekretori dari sel epithel
yang berbentuk bulat dan didalamnya berrongga yang disebut alveoli. Masing-masing ke
enam system tersebut memiliki peran yang berhubungan langsung atau tidak langsung
dengan sinthesa susu.

4.3.1. Struktur Penyokong.

Struktur pen yokong kelenjar ambing terdiri dari : kulit, ligamentum suspensorium lateral,
ligamentum suspen sorium medialis.
Kulit. Fungsi penyokong dari kulit sangatlah kecil, namun kulit melindungi bagian
dalam ambing dari keadaan luar (goresan, tekanan) dan dari mikroba pencemar. Jaringan ikat
yang sangat halus melekaktkan kulit dengan ambing dan ambing depan melekat pada dinding
perut dengan bantuan jaringan ikat yang kasar/tebal. Kalau ambing terlalu berat atau jaringan
ikat kenghubung yang tidak kuat menyebabkan terpisahnya ambing dari dinding perut.
Ligamentum Suspensorium Lateralis. Jaringan ikat suspensorium lateralis
merupakan penyokong utama kelenjar ambing Gambar 1. Pita jaringan ini berserabut, tidak
elastic, dan muncul mulai dari tendon tepat diatas dan posterior ambing . Jaringan ikat
suspensory lateral ini memanjang ke sepanjang bagian sisi ambing secara teratur
memasukkan lempengan jaringan ke dalam kelenjar sebagai penyokong untuk bagian dalam
ambing. Jaringan Ikat ini memanjang k e bagian tengah dari dasar ambing dan menyatu
dengan otot suspensorium medialis.

Ligamentum Suspensorium Medialis (Pita Jaringan Ikat Penyokong Medialis). Pita


jaringan ikat merupakan struktur penyokong utama ambing. Jaringan ikat ini tersusun dari
jaringan elastic yang muncul dari bagian tengah /median dari dinding perut memnjang
diantara dua bagian kanan dan kiri ambing, bertemu dan menyatu dengan jaringan ikat
penyokong lateralispada dasar ambing. Jadi masing2 setengah bagian kanan dan kiri ambing
di sokong dalam gendongan jaringan ikat. Sifat elastis jaringan ikat penyokong medialis
dibutuhkan untuk member keleluasaan pada ambing untuk memperbesar volumenya ketika
terisi oleh susu dengan cara memanjang kearah luar tubuh. Tekanan yang besar dan berulang-

27
ulang pada jaringan ikat penyokong medialis pada sapi yang berproduksi tinggi menyebabkan
perpanjangan permanen, sehingga ambing berubah bentuk menjadi pendulus. Keadaan
ambing seperti ini lebih mudah terpapar mastitis. Oleh krena itu pada saat seleksi pertautan
ambing yang kuat lebih disukai.

4.3.2. Sistem Pembuluh Darah

Darah segar yang mengandung oksigen mengalir dari jantungmelalui aorta dan
melalui suatu rangkaian pembuluh arteri darah dibawa ke ambing dari dua buah arteri
pudenda eksterna. Kedua arteri ini menembus diding perut melalui cicin inguinalis , satu
masuk ke ambing bagian kanan dan satu lagi masuk ke ambing bagian kiri. Begitu masuk ke
dalam ambing, pembuluh arteri ini berubah namanya menjadi arteri mamaria. Arteri mamaria
ini membentuk cabang yaitu arteri mamaria cranialis dan arteri mamaria caudalis. Arteri
mamaria cranialis menyuplai darah segar untuk ambing bagian depan dan caudalis untuk
ambing bagian belakang. Arteri 2 ini membentuk cabang beberapa kali menjadi pembuluh
darah kapiler yang membawa darah ke dalam sel-sel yang menusun kuarter ambing depan
dan belakang. Sebagian kecil darah segar dibawa ke ambing melalui pembuluh darah
perineal.

Darah kotor dari ambing dibawa kembali kejantung melalui pembuluh vena.
Pembuluh vena ini mulai dari vena kapiler berdampingan dengan pembuluh arteri kapiler.
Pembuluh vena kapiler ini kemudian menyatu membentuk pembuluh darah vena yang
mengalirkan darah kotor dari ambing. Pada bagian atas dari ambing, pembuluh vena ini
bertemu membentuk lingkaran vena. Pada titik inilah darah meninggalkan ambing melalui 2
rute. Rute 1 melalui vena pudenda eksterna sejajar dengan arteri pudenda eksterna menuju
vena cava lalu kejantung. Rute 2 terdiri dari 2 vena yang disebut vena sub-cutaneous
abdominal atau vena susu yang muncul pada sudut anterior (depan) dari ambing. Vena susu
in mengarah kedepan sepanjang garis ventral dinding perut bagian bawah dinding perut ,
tepat dibawah kulit. Vena ini menembus rongga dada pada sumur susu, bergabung dengan
vena cava anterior, masuk ke jantung,
Ketika sapi dalam posisi berdiri, maka dara kembali kenjantung melalui vena susu,
sedangkan apabila dalam posisi tidur/rebah maka darah kotor kembali ke jantung melalui ven
pudenda ekterna. Pada saat laktasi yanitu setelah partus (awal laktasi) aliran darah ke ambing
28
meningkat sampai 180%. Untuk membentuk 1 liter susu dibutuhkan aliran darah sebesar 500
l.
4.3.3. Sistem Limfatika.

Sistem limfatika terdiri dari cairan limfe, nodus limfatikus dan saluran limfe. Limfe
adalah cairan jaringan yang tidak berwarna yang dialirkan dari rongga di dalam jaringan oleh
saluran limfe. Cairan limfe berasal dari filtrat serum darah dan komposisinya sama dengan
komposisi darah namun cairan limfe tidak mengandung butir darah merah dan kadar
proteinnya hanya 50% dr kadar protein darah. Pada saat partus jumlah cairan limfe yang
keluar dari sel jaringan pada ambing lebih banyak dari jumlah yang dapat dialirkan dari
ambing ke pembuluh limfe. Akibatnya sebagian cairan limfe terakumulasi di ruang
intraseluler jaringan sehingga menimbulkan edema/pembengkakan. Inflamasi terjadi pada
hamper 18-25% sapi pada saat-saat menjelang partus. Berulangnya kasus edema ini memicu
terjadinya ambing pendulus dan meningkatkan terbentuknya jaringan ikat pada ambing.
Pembengkakan yang dahsyat biasanya terjadi pada sapi dara melahirkan pertama kali.
Nodus limfatikus dari ambing dan dan nodus yang lain tersebar di seluruh tubuih,
berperan penting dalam ketahanan terhadap penyakit. Nodus limfatikus membentuk butir
darah putih (limfosit) yang berperan dalam imunitas tubuh. Nodus limfatikus juga
menghilangkan bakteri dan benda asing lainnya. Kalau ada infeksi seperti mastitis maka
nodus limfatikus meningkatkan produksi limfositnya dan mengeluarkannya kedalam saluran
limfe dan selanjutnya dituangkan kedalam aliran darah di vena cava anterior. Selanjutnya
dibawa ke ambing untuk melawan infeksi.
4.3.4. Sistem saraf.

Lapisan dalam ambing ilengkapi dengan sistem saraf yang terdiri atas dua tipe syaraf,
yaitu serabut syarafafferent (sensoris) dan serabut syaraf efferent simfatis. Fungsi utama dari
serabut syaraf simpatis pada ambing adalah untuk mengontrol penyediaan darah pada ambing
dan menginnervasi otot-otot polos yang mengelilingi saluran-saluran susu dan otot-otot
spinkter dari puting susu. Rangsangan yang mengejutkan pada sapi menyebabkan sistem
simpatetik mengeluarkan hormon syaraf epineprin, yang mengecilkan pembuluh darah dan
sehingga mengurangi produksi susu.
4.3.5. Sistem Saluran Ambing

Sistem saluran susu pada ambing terdiri dari satu seri saluran mulai dari alveoli dan
berakhir pada streak kanal dari putting susu. Sistem saluran susu dan jaringan sekretori
kelenjar ambing ini dipegang oleh pita-pita jaringan ikat yang terdapat diseluruh kelenjar
ambing . Namun jaringan ikat yang terlalu banyak pada ambing (atau meaty udder) adalah
kurang baik. Ambing yang baik hendaknya sebagian besar terdiri dari jaringan sekretori dan
hanya sedikit jaringan ikat.
Putting Susu. Putting susu merupakan suatu strukruktur yang di tutupi oleh kulit yang
tidak mengandung kelenjar kulit. Pada Bagian bawah putting terdapat “streak canal” yaitu
suyat saluran yang bagian dalamnya dilapisi oleh sel-sel yang membentuk lipatan2 seperti
garis2 yang berfungsi untuk menutup saluran ini pada tenggang waktu antar pemerahan.
Putting berfungsi untuk mengeluarkan susu saat pemerahan. Panjang streak kanal antara 8-
12 mm. Sel2 pada streak kanal menghasilkan cairan seperrti lemak yang bersifat

29
bakteriostatik sehingga mencegah masuknya mikroba kedalam ambing yang menyebabkan
mastitis. Streak canal juga ditutup oleh otot sphincteryang mengatur mudah dan sulitnya
pemerahan . apabila oto sphincter keras dan erat maka susu sulit diperah/ pengeluaran susu
lama, apabila longgar maka pemerahan cepat tetapi resiko masuknya kuman penyakit besar.
Gland Cistern (kantong Kelenjar). Kantong kelenjar merupakan tempat
penyimapanan susu sementara dan dalam jumlah terbatas, setelah di keluarkan dari jaringan
sekretori. Kantong kelenjar mampu menyimpan susu sampai 1 pint. Besar kecilnya kantong
kelenjar tidak mempengaruhi jumlah produksi susu secARA SIGNIFIKAN.
Putting susu bertemu dengan kantong kelenjar pada dasar ambing. Antara kantong
kelenjar dan putting susu terdapat jaringan yang berlipat-lipat dan melingkar yang disebut
“circular fold”. Kadang -kadang pada saat sapi dara melahirkan jaringan melingkar ini
menutup saluran dan memisahkan kantong putting dengan kantong kelenjar sehingga susu
tida dapat dikeluarkan dari kantong kelenjar.
Saluran Susu
Dari kantong kelenjar akan muncul 12 – 50 percabangan berbentuk saluran susu yang
disebut “major Duct” atau saluran besar. Saluran besar ini bercabang dan bercabang lagi dan
akhirnya terbentuk saluran terakhir yang mengalirkan susu dari alveolus.
Saluran –saluran beasr dilapisi oleh 2 lapisan sel epitel, yang tak berfungsi mensekresi
susu. Jadi saluran yang lebih besar dari saluran terakhir hanya menyimpan susu sementara
dan mengalirkan susu dari alveolus.

Alveoli. Alveoli adalah suatu struktur berbentuk bulat berrongga yang tersusun dari
satu lapisan sel epitel, jaringan pembuluh darah kapiler (vean dan arteri), pembuluh limfe,
jaringan otot polos myoepithel. Sel -sel epithel yang melapisi permukaan bagian dalam
alveoli berfungsi mengambil nutrient dari darah dan mentransfernya/mengubahnya menjadi
susu, kemudian melepaskannya kedalam rongga(lumen) masing-masing alveolus.
Disamping itu pembuluh kapiler (venule) akan mengambil sisa-sisa metabolisme dari sel
alveolu. Setiap Alveous juga dibungkus oleh jaringan sel myo-epitel. Pada saat pemerahan
jaringan otot polos myo-epitelium berkontraksi , sebagai respon adanya hormone oksitosin ,
sehingga susu keluar dari lumen alveolus ke saluran susu dan selanjutnya ke kantong kelenjar
dan kantong puting
Pada periode laktasi alveoli tumbuh sempurna, dan sejumlah 150 – 225 alveoli
membentuk lobules, dan lobules berkumpul menjadi satu dibungkus oleh jaringan ikat
30
membentuk lobus. Lobus ini dapat dilihat oleh mata telanjang. Fase perkembangan ini
disebut perkembangan lobulo-alveolar.
Susu merupakan suatu larutan yang tidak biasa, karena disamping air, mengandung
nutrient yang hampir sempurna bagi manusia atau anak mamalia. Untuk memperoleh air susu
manusia tergantung kepada kelenjar mama. Secara biologis air susu merupakan hasil
pemerahan kelenjar mama yang dilakukan secara kontinyu, tanpa ditambah atau dikurangi
sesuatupun dari padanya.
Proses sintesa air susu oleh kelenjar mama perlu dipahami agar susu yang diproduksi
oleh kelenjar ambing dapat maksimal dan efisien. Sesungguhnya kelenjar ambing sapi perah
yang berproduksi tinggi tumbuh dan berkembang secara tidak normal, sebagai hasil dari
seleksi yang berlangsung selama puluhan tahun.
Produktivitas dan eksistensi induk sapi perah ditentukan oleh kelenjar ambingnya.
Potensi produksi susu ini bervariasi diantara bangsa-bangsa dan antar individu di dalam suatu
bangsa sapi perah. Tinggi rendahnya produksi susu ini sebagian dipengaruhi oleh variasi
genetis yang berhubungan dengan sekresi hormon yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan kelenjar ambing, sekresi susu dan pengeluaran air susu. Induk sapi yang
berproduksi tinggi, adalah sapi yang secara genetis memiliki kelenjar endokrin yang mampu
menghasilkan hormon yang mencukupi untuk pertumbuhan kelenjar ambing, sekresi susu dan
pelepasan air susu. Susu yang dihasilkan oleh seekor sapi pada dasarnya ditentukan oleh sifat
genetisnya, namun sebagian besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti: pakan, teknik
pemerahan dan cuaca).

4.4. Pencurahan air susu (milk let down)


Pelepasan susu ke dalam lumen alveolus terjadi tanpa menampakkan bagian dalam sel.
Komponen individual susu disimpan terpisah di dalam sel ambing. Karena itu, susu
sebenarnya belum terbentuk sampai komponen susu masuk ke lumen alveoler tempat
komponen-komponen ini bercampur. Butir lemak terbentuk di sebagian kecil sel. Kemudian,
ukurannya membesar dan bergerak perlahan ke lumen alveoler. Membran sel membungkus
butir lemak saat butir lemak menekan ke luar sel. Kemudian, butir lemak dijepit oleh
membran luar permukaan sel dan menjadi bebas di dalam alveolus. Sebaliknya, protein susu
dibungkus di dalam sel ambing seperti butiran asing di dalam vakuola. Lalu, protein susu
dilepaskan ke dalam lumen alveoli tanpa melepaskan penutup membran sel. Laktosa terdapat
dalam vakuola sekretori dan dilepaskan ke lumen alveoler bersama dengan protein. Sejumlah
air dialirkan ke susu melalui vakuola. Mekanisme yang menyebabkan sisa komponen kimia
susu memasuki lumen alveoli belum diketahui.
Refleks Pengeluaran-susu
Sejumlah kecil susu yang terdapat di dalam sisterne dan pembuluh besar ambing dapat
keluar setelah melewati daya tahan otot spinkter yang mengelilingi saluran keluar puting.
Akan tetapi, sebagian besar susu yang terdapat dalam ambing harus dipaksa keluar dari
alveoli dan pembuluh kecil susu dengan pengaktivan refleks neoro-hormonal yang disebut
pelepasan/pengeluaran susu (milk ejection) atau penurunan susu (milk let down).

31
Refleks pengeluaran susu meliputi aktivasi syaraf di kulit puting yang sensitif terhadap
sentuhan atau temperatur. Rangsangan syaraf melalui sumsum tulang belakang sampai ke
nuklei paraventrikuler dari hipotalamus dan kemudian berjalan ke pituitari posterior tempat
dilepaskannya oksitosin ke dalam aliran darah. Oksitosin menyebar di kapiler dan
menyebabkan kontraksi sel myo-epitelial yang mengelilingi alveoli dan pembuluh-pembuluh
lebih kecil. Aksi pemerahan ini meningkatkan tekanan intramamari dan memaksa susu
melalui pembuluh pergi ke sisterne puting dan ambing.
Kontraksi sel myo-epitelial terjadi dalam 20-60 detik setelah perangsangan puting.
Pelepasan kedua oksitosin dapat terjadi, tetapi lebih sukar dari pelepasan pertama, dan
biasanya respon tidak terjadi secara penuh. Setelah pelepasan oksitosin aliran susu berkurang
sesuai dengan waktu, tanpa memperhatikan jumlah susu dalam ambing. Hal ini mungkin
karena kelelahan sel myo-epitelial atau ketidakaktivan oksitosin. Fakta menunjukkan bahwa
waktu yang dibutuhkan untuk setengah aktivitas oksitosin di dalam darah sapi menghilang
hanya dalam 1-2 menit, dan level efektif berakhir dalam 6-8 menit. Karena itu, merupakan
hal yang penting mengeluarkan susu dengan cepat saat oksitosin menyebabkan kontraksi sel
myo-epitelial.
Ada bukti bahwa sebelum oksitosin dilepaskan, rangsangan syaraf berjalan langsung
dari puting melalui sumsum tulang belakang ke otot halus di pembuluh besar ambing. Otot-
otot halus ini kemudian berkontraksi. Keadaan ini menyebabkan pembuluh ambing
memendek dan membesar serta membantu mengalirkan susu melalui sistem pembuluh ke
arah sisterne. Sel myo-epitel berkontraksi sebagai respon terhadap rangsangan mekanis
langsung. Karena itu, pemijatan ambing sebelum pemerahan menyebabkan tambahan
sejumlah susu dari alveoli.
Rangsangan luar seperti pencucian ambing akan mengawali refleks pengeluaran-susu.
Rangsangan terkuat untuk melepaskan oksitosin adalah kehadiran pedet. Rangsangan lain
yang berhubungan dengan pemerahan adalah suara ribut, pemberian pakan, keberadaan
pemerah, dan koitus.
32
Refleks pengeluaran-susu dapat dihambat juga, apabila keadaan lingkungan yang tidak
menyenangkan saat pemerahan akan menyebabkan sistem syaraf simpatetik membebaskan
epineprin dari medula adrenal ke dalam darah. Epineprin adalah vasokonstriktor kuat yang
mampu mengurangi pasokan darah ke ambing dan karena itu menghalangi oksitosin sampai
ke sel myo-epitelial dalam jumlah yang cukup untuk menghasilkan kontraksi. Injeksi
oksitosin pada saat ini tidak efektif. Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa epineprin dapat
langsung menghambat sel myo-epitelial merespon oksitosin. Hambatan refleks juga terjadi
bila ambing berisi penuh susu. Pada kasus ini, aliran darah kapiler berkurang sangat banyak
sehingga oksitosin tidak bertahan lama di myo-epitelium.
Gangguan emosional yang terjadi sebelum pengaktivan refleks pengeluaran-susu dapat
mencegah pelepasan oksitosin dari pituitari posterior. Pada keadaan ini, injeksi oksitosin akan
menyebabkan sel myo-epitelial berkontraksi sehingga vasokonstriksi tidak terjadi. Ini adalah
contoh penghambatan refleks pada taraf sistem syaraf pusat. Tipe penghambatan tersebut
paling sering ditemui pada dara yang beranak pertama kali dan kemudian masuk ke masa
produksi. Injeksi oksitosin pada beberapa kali pemerahan dapat mengatasi hal ini. Hal
penting yang harus diingat adalah produksi seluruh laktasi berkurang karena pemerahan tak
lengkap.
4.5. Mengeluarkan Susu dari Ambing
Saluran susu sapi harus terbuka agar mendapat susu, dan tidak ada bukti bahwa otot spinkter
mengendur selama pemerahan. Karena itu, beberapa mekanisme eksternal harus digunakan
untuk mengalahkan daya tahan (ketahanan) otot ini.
1. Penyusuan
Selama menyusui, pedet menekan lidahnya ke sekitar puting dan ke arah langit-langit dan
menghasilkan tekanan negatif karena rahang terpisah atau penarikan ulang/lagi lidah.
Tekanan positif terjadi di sekitar puting saat pedet menelan. Siklus menelan dan menghisap
terjadi sebanyak 80-120 kali secara bergantian setiap menit. Berdasarkan percobaan, pedet
menghasilkan perbedaan tekanan di depan puting susu sebesar 535 mm Hg sedangkan
pemerahan mesin dan tangan hampir menghasilkan perbedaan tekanan sebesar 310 dan 352
mm Hg. Isapan pedet juga adalah metode tercepat untuk memindahkan susu dari ambing.
2. Pemerahan Tangan
Cara ini masih banyak dilakukan di berbagai negara. Pemerahan tangan pun masih
dilaksanakan di Amerika pada waktu dan kasus khusus, biasanya dihubungkan dengan
penyakit dan luka, yang mungkin pemerahan dengan tangan lebih baik dari mesin.
Pemerahan dengan tangan secara hati-hati menjepit puting di antara jari telunjuk dan ibu jari.
Kemudian, susu di dalam puting ditekan ke luar oleh tekanan jari-jari lain pada puting.
Berikutnya jari telunjuk dan ibu jari mengendor sehingga puting terisi kembali, dan siklus
diulang. Pemerahan tangan yang baik dapat mengeluarkan susu lebih banyak dari mesin
perah.

3. Pemerahan dengan Mesin


Mulai digunakan tahun 1895. Mesin perah mutakhir menggunakan cara tekanan negatif dan
atmosfir secara bergantian, disini diperlukan mangkok puting kamar ganda tempat puting
33
berada. Ruangan dimana puting ada terus menerus kosong untuk membuka lubang puting dan
menahan mangkok puting tetap pada puting.

4.6. Kontrol Hormonal Laktasi


Sekresi ambing dihasilkan hanya setelah pembentukan sistem lobuli-alveoler. Karena itu,
pada dara bunting sekresi tidak tampak sampai pertengahan kebuntingan. Berbagai enzim
yang diperlukan untuk sintesis susu terdapat dalam sel ambing yang dibentuk sebelum
beranak. Saat beranak, hormon menyebabkan peningkatan besar produksi susu. Sekresi yang
dibentuk sebelum beranak adalah kolostrum yang alami dan bukan susu murni.
Permulaan Laktasi. Selama kebuntingan, progesteron menghalangi sekresi α-laktalbumin
(salah satu protein susu). Halangan ini cukup untuk mencegah sintesis susu selama sebagian
besar periode kebuntingan dara. Juga, titer tinggi progesteron menghalangi mulainya laktasi
pada induk sapi saat periode kering. Progesteron tidak efektif menghalangi kerjasama
kebuntingan dan laktasi namun sebaliknya, laktasi segera dihalangi bila sapi laktasi menjadi
bunting. Segera sebelum beranak titer progesterone menurun, sedangkan estrogen, ACTH,
dan level prolaktin meningkat. Pemberian adrenal kortikoid atau estrogen mengawali laktasi
sapi perah.
Pemeliharaan Laktasi. Sesudah sapi beranak, produksi susu meningkat cepat dan mencapai
maksimum pada 2 sampai 6 minggu. Kemudian hasil susu secara beraturan menurun.
Batasan berikut akan digunakan untuk meguraikan laktasi. Milk secretion/sekresi
susu melibatkan sintesis intraseluler susu dan laju alir susu dari sitoplasma ke dalam lumen
alveoli. Milk removal/pengeluaran susu melibatkan pengeluaran pasif susu dari puting,
sisterne kelenjar, dan saluran utama serta pengeluaran aktif susu yang disebabkan oleh
kontraksi sel mio-epitel sekitar alveolus sebagai respon terhadap oksitosin. Laktasi terdiri dari
sekresi susu dan pengeluaran susu.

34
V. ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN PENCERNAAN

Sapi perah, merupakan ternak ruminansia memiliki lambung yang terdiri dari 4 bagian.
Perkembangan lambung dan atau intestin pada ternak ruminansia mengalami modifikasi,
karena mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan selulosa dan polisakarida tanaman.
Selulosa adalah struktur karbohidrat yang berperan sebagai kerangka pada semua tanaman
dan merupakan salah satu bahan organik yang ketersediaannya sangat berlimpah bagi
kehidupan temak herbivora. Hanya ternak ruminansia yang mampu mendegradasi sclulosa
tanaman menjadi suatu komponen yang be-rmanfaat untuk membentuk produk-produk, baik
untuk kepentingan pokok hidup maupun produksi. Kemampuan memanfaatkan selulosa
polisakarida tanaman tersebut dimungkinkan mengingat adanya beberapa bakteri dan fungi
dalam lambung yang mampu memproduksi enzim selulolitik yang dapat menghidrolisis
selulosa menjadi selubiosa dan glukosa. Ruminansia juga mampu memanfaatkan senyawa
nitrogen non-protein .

5.1. Anatomi Saluran Pencernaan


Pakan yang diambil oleh lidah, masuk rongga mulut, melalui esophagus kemudian
masuk ke dalam rumen, bercampur dengan cairan rumen dan difermentasi oleh mikroba
rumen. Sebagian pakan ini mengalami proses regurgitasi untuk mastikasi menjadi lebih halus,
lalu kembali ke rumen dan reticulum untuk fermentasi lebihlanjut.
Proses fermentasi pakan di dalam rumen dan reticulum menghasilkan asam-asam
lemak (VFA) yang kemudian diserap oleh darah. Sebagian lagi pakan berjalan ke omasum
dan abomasums untuk pencernaan lebih lanjut. Selanjutnya masuk ke dalam usus halus,
dicerna menjadi senyawa yang diabsorpsi oleh darah dan sisa metabolism di keluarkan
melalui feses.
Gambar 1 menunjukkan diagram sederhana saluran pencernaan sapi perah serta
pergerakan pakan di dalamntya.

Mulut,
Di dalam rongga mulut terdapat beberapa alat pencernaan yaitu lidah, gigi dan
kelenjar ludah. Sapi perah memiliki lidah yang panjang, dapat digerakkan untuk mengambil
pakan hijauan atau pakan lain dan meletakkannya diantara gigi dan gusi atas.
Sapi perah dewasa mempunyai gigi berjumlah 32 terdiri dari: 4 gigi seri kanan dan kiri, 3
geraham depan bawah kanan dan kiri dan 3 geraham depan atas kanan dan kiri, 3 geraham
belakang bawah kanan dan kiri serta 3 geraham belakang atas kanan dan kiri.
Alat bantu pencernaan ketiga adalah kelenjar yang mengeluarkan ludah/saliva. Pada
sapi kelenjar ludah ini disebut :
1. Kelenjar Parotid : terletak di depan teling
2. Kelenjar submaksilaris : ditemukan pada rahang bawah
3. Kelenjar ventral sublingual : dibawah lidah
4. Kelenjar ludah inferior molar
5. Buccal,
6. Kelenjar palatine : dibagian langit-langit mulut
7. faringeal
35
8. Dan kelenjar labial

Esofagus
Merupaka suatu saluran yang menghubungkan rongga mulut dengan rumen.
Panjangnya kira-kira 3.5 kaki atau 106.7 cm . pakan yang telah bercampur dengan saliva di
mulut bergerak melewati esophagus menuju rumen, dan sebaliknya pakan dalam rumen
bergerak keatas ke rongga mulut melalui esophagus untuk mastikasi ulang sebelum ditelan
kembali.

Retikulum
Retikulum merupakan lambung bagian terdepan (cranial) dan merupakan bagian
rumen dimana dinding retikulum mengandung membrane mukosa dan terdapat banyak
lekukan berbentuk kotak-kotak seperti sarang lebah atau jala sehingga retikulum juga sering
disebut sebagai perut jala atau honeycomb. Retikulum dan rumen dipisahkan oleh diding
pillar yang rendah, sehingga isi rumen sangat mudah tercampur dengan isi reticulum
sehingga kedua bagian lambung ini sering disebut retikulo-rumen. Pada bagian kanan
retikulum terdapat lubang untuk masuk ke omasum. Pada reticulum juga terdapat suatu
lekukan/cekungan yang menghubungkan esophagus dan omasum, yang disebut esophagial
groove atau sulcus oesophagii. Pada pedet masa menyusui dinding esophageal groove ini
memanjang keatas sehingga dari bentuk cekungan esophageal groove berubah menjadi
bentuk pipa saluran yang menyalurkan susu dari mulut melalui esophagus langsung ke
omasum, sehingga susu langsung ke omasum, abomasums, dicerna di usus halus dan diserap
oleh darah

Rumen
Lambung sapi/ternak ruminansia disebut rumen, merupakan suatu kantong yang
terdiri dari 4 bagian yang dipisahkan oleh pita otot yang disebut pilar. Masing-masing bagian
tersebut :
1. Rumen bagian atas (Dorsal sac)
2. Rumrn bagian bawah (Ventral sac)
3. 2 kantong bagian belakang (Posterior sacs)
Gerakan otot-otot pilar pada rumen menyebabkan isi rumen bergerak memutar sehingga
tercampur merata dengan cairan rumen. Pada permukaan dinding rumen bagian dalam
dilapisi membrane mukosa yang terdapat tonjolan-tonjolan otot halus yang disebut papilla
yang menyebabkan permukaan dinding rumen untuk absorpsi nutrient menjadi lebih luas.
Tonjolan ini berwarna hitam,lembut sehingga rumen juga disebut perut beludru
Rumen dan reticulum sapi mampu menyimpan pakan dalam jumlah besar karena
volumenya mencapai 50 galon (Bath et al., 1978)

Omasum
Omasum merupakan lambung ruminansia yang dinding bagian dalamnya dilapisi oleh
lamina pada permukaannya menambah luas permukaannya. Lamina ini terdiri atas lipatan-
lipatan (fold) sehingga nampak berlapis-lapis, tersusun seperti halaman-halaman buku,

36
sehingga omasum juga disebuti perut buku atau manyplies. Omasum dihubungkan dengan
retikulum oleh sebuah lubang yang dinamakan retikulo-omasal.

3 1
2
4

5
Lambung Ruminansia Dilihat dari sisi Sebelah Kanan
Keterangan :
1. Esofagus 4. Omasum
2. Retikulum 5. Abomasum
3. Rumen ' 6. Duodenum

Abomasum
Abomasum merupakan perut sejati dan merupakan bagian dari lambung ruminansia
yang mengeluarkan getah lambung. Bagian permukaan dinding abomasums dilapisi oleh
lipatan-lipatan mukosa, sehingga memperluas area untuk mensekresikan getah lambung dan
juga area penyerapan nutrient oleh darah. Pada pedet yang baru lahir, 80% volume perut
adalah abomasum, sedangkan pada ternak dewasa rumen berkembang sangan pesat sehingga
ukuran abomasums menjadi sangat kecil yaitu hanya 10% dari kapasitas lambung.

Usus Halus
Usus halus merupakan saluran pencernaan yang mengeluarkan enzyme-enzym untuk
proses pencernaan pakan yang masuk dari abomasum melalui pylorus dan duodenum.
Duodenum merupakan bagian atas dari usus halus. Usus halus adalah saluran pencernaan
yang kecil panjang dan berlipat-lipat, dengan diameter 5 cm dan panjang mencapai 4200 cm.
dinding bagian dalam usus halus ini penuh dengan vili yang membantu mencampurkan isi
pakan usus halus dengan enzyme pencernaan serta memperluas area penyerapan nutrient dari
hasil merabolisme,

37
Sekum
Sekum pada sapi perah kecil dan perannya tida signifikan

Usus Besar
Isi usus halus bergerak menuju sekum dan usus besar. Usus besar merupakan saluran
pencernaan dengan panjang kira-kira 1050 cm dan diameter 5-12,5 cm dan berakhir di anus.

5.2 FUNGSI SALURAN PENCERNAAN

Peran utama dari saluran pencernaan adalah untuk mengubah pakan yang dikonsumsi
oleh ternak menjadi senyawa kimia yang dapat diserap oleh darah di dalam saluran
pencernaan sebagai nutrient untuk membangun jaringan tubuh dan berproduksi. Saluran
pencernaan juga merupakan alat untuk membuang kotoran sisa-sisa metabolisme dan sisa-
sisa pakan yang tidak tercerna. Proses-proses teersebut merupakan proses pencernaan, yang
pada ruminansia terdiri dari : mastikasi, salvias, ruminasi, mencerna dan absorpsi

2.2.1. Mastikasi/mengunyah
Pakan yang masuk keroingga mulut dikunyah tidak begitu lumat, hanya untuk
mencampur pakan tsb dengan saliva dan membentuk bolus yang kemudian ditelan.
Pengunyahan pakan sampai halus dilakukan saat sapi istirahat dengan memuntahkan kembali
pakan dari rumen ke dalam rongga mulut . Mastikasi atau mengunyah bertujuan
menghaluskan/memperkecil ukuran pakan sehingga memperluas permukaan pakan yang akan
berinteraksi dengan mikroba rumen sehingga mempercepat proses fermentasi metabolism di
dalam rumen, meningkatkan metabolism oleh getah lambung di dalam abomasums dan usus
halus.
2.2.2. Salivasi
Kelenjar ludah yang ditemukan di dalam mulut akan mengeluarkan saliva dalam
jumlah banyak, terutama apabila sapi mengkonsumsi pakan yang mengandung banyak
hijauan. Saliva mempunyai dua fungsi yaitu: sebagai pelicin sehingga pakan mudah ditelan,
dan sebagai buffer . Pada sapi saliva besifat alkalin dengan pH sekitar 8,2 sehingga mampu
menetralkan asam-asam organic yang diproduksi oleh mikroba, sehingga pH rumen tetap
antara 6,5 – 7,5 dan sangat sesuai untuk pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Sifat saliva ini
juga mencegah terbentuknya buih yang mengarah ke pada terjadinya bloat di dalam rumen.
2.2.3. Pencernaan mikroba di Retikulo-Rumen
Pakan yang masuk ke dalam retikulo-rumen yang mengandung ratusan juta mikroba
(bakteri dan protozoa).Bakteri adalah tanaman bersel tunggal, sedangkan protozoa adalah
hewan bersel tunggal yang makan bakteri dan pakan. Mikroba tersebut mendegrdasi
karbohidrat kompleks dari pakan : selulosa dan hemiselulosa melalui prosess fermentasi
(mengeluarkan enzym2) menjadi senyawa asam lemak rantai pendek. Asam-asam lemak
ini kemudian diserap kedalam darah sebagai sumber energi atau sumber karbon untuk sintesa
senyawa-senyawa penting termasuk lemak susu.
Protein pakan di degradasi menjadi senyawa peptide, asam-asam amino, ammonia
dan amine. Senyawa tersebut digunakan oleh mikroba utk pertumbuhan dan membentuk sel
38
tubuhnya. Mikroba ini kemudian masuk ke dalam saluran usus halus, dicerna sebagi sumber
protein inangnya (sapi). Dengan demikian pada ternak ruminansia apapun bentuk protein
pakan, akan didegradasi oleh mikroba rumen menjadi protein mikroba terlebih dahulu
sebelum menjadi sumber protein bagi ternaknya.
Pakan yang belum terdegradasi oleh mikroba rumen, karena gerakan tulang iga,
diafragma, rumen dan reticulum, kembali ke mulut (regurgitasi/dimuntahkan) utk mastikasi
lebih lanjut, sebelum ditelan kembali kedalam rumen, agar dapat di fermentasi oleh mikroba
rumen. Proses mastikasi kembali ini disebut ruminasi.
Fermentasi Karbohidrat
Sebagian besar pakan ternak perah/sapi perah terdiri dari karbohidrat, terutama
selulosa dan pati. Kedua komponen pakan ini tersusun dari rangkaian glukosa, namun
terdapat perbedaan rangkaian glukosa pada pati dan pada selulosa. Perbedaan ini
menyebabkan ternak non ruminansia hanya dapat menghidrolisis unit glukosa pada pati,
namun ruminansia mampu menghidrolisis unit glukosa yang terdapat pada pati dan selulosa,
karena ruminansia mempunyai enzyme seluklase yang dihasilkan oleh mikroba rumen.
Karena itu ruminansia dapat memanfaatkan selulosa dan senyawa sejenis lainnya sebagai
sumber energy setelah proses fermentasi oleh mikroba rumen.
Karbohidrat dalam hal ini polisakarida (pektin, xylan, pentosan, selulosa,
polosakarida mikrobia, pati dan fruktosan) di dalam rumen akan dihidrolisis menjadi
monosakarida (asam uronat, silosa, arabinosa, glukosa dan fruktosa). Enzim-cnzim yang
berperanan adalah silanase, silobiasc, selulase, selobiase, maltase, on-amilase dan invertase.
Fermentasi karbohidrat akan menghasilkan produk primer berupa \/FA (Volatile Fatty Acid =
asam lemak atsiri = asam lemak mudah terbang), terutamaasetat (A = C2), propionat (P ==
C3), butirat‟ {B = C4) dan valerat (V). Disamping n-butirat dan n-valerat, terdapat pula
isobutirat dan isovalerat. Kadar asam lemak berantai cabang ini umumnya sedikit akan tetapi
pada pemberian pakan dengan kandungan protein yang tinggi akan meningkat. VFA terutama
yang berantai cabang, esensial bagi pertumbuhan mikroba rumen. Perbandingan VFA secara
umum di daiam rumen berkisar 5% valerat, 10% butirat, 20% propionat dan 65% asetat.
Produk hidrolisis utama dari karbohidrat adalah glukosa, yang selanjutnya glukosa tersebut
akan difermentasikan menjadi VFA.
Pakan yang banyak mengandung hijauan menghasilkan banyak asam asetat dengan
perbandingan 50-60% asetat, 18-25% propionate dan 12-20% asam butirat. (Bath et al, 1978).
Pakan yang mengandung banyak konsentrat, hijauan yang dicincang halus dan dibentuk
pellet, atau konsentrat yang dipanaskan dan berbentuk pellet akan meningkatkan produksi
asam propionate dan menurunkan asam asetat. Apabila produksi asam propionate meningkat
sedangkan VFA yang lain turun maka kadar lemak susu akan turun, dibarengi dengan
peningkatan bobot badan sapi. Hal ini cocok kalau yang diinginkan adalah penggemukan.
Metabolisme Protein
Protein pakan yang masuk kedalam rumen di cerna dengan beberapa cara. Beberapa
protein lolos dari prose fermentasi mikroba rumen masuk ke abomasums dan intestine,
dicerna menjadi senyawa peptide dan asam amino. Namun sebagian besar proteoin pakan
akan didegradasi oleh mikroba rumen menjadi senayawa peptide, asam amino dan ammonia
yang selanjutnya digunakan oleh mikroba rumen untuk pertumbuhan dan membangun protein
tubuhnya.
39
Protein yang lolos dari fermentasi rumen (undegradable protein) masuk kedalam
abomasum, dilarutkan oleh getah lambung (asam lambung) dihidrolisis menjadi asam-asam
amino dan diserap di dalam usus halus. Protein undegradable karena dilindungi/dibungkus
atau alami ada di dalam hijauan. Undegradable protein akan meningkatkan jumlah dan
kualitas protein yang disuplai ole pakan dan mikroba rumen. Hal ini sangat diperlukan pada
sapi-sapi yang berproduksi tinggi pada awal laktasi ketika kebutuhan protein tinggi.
Metabolisme Lemak
Semua lemak pakan (trigliserida, phospholipida dan galaktolipida) mengalami
hidrolisis oleh bakteri dan protozoa di dalam rumen. Beberapa lemak di cerna dimanfaatkan
untuk membangun sel mikroba. Sebagian mengalami proses hidrogenasi asam Iemak tidak
jenuh, sehingga lipida yang masuk ke usus kecil sebagian besar sudah dalam bentuk asam
lemak jenuh dan sedikit monogliserida.
Apabila lemak pakan dapt lolos dari fewrmentasi rumen akan mencapai abomasums
dan intestine, kemudian dicerna menjadi lemak polyunsaturated (lemak tidak jenuh) pada
susu dan daging.

Produk sampingan mikroba rumen


Mikroba rumen disamping menghasilkan produk dari fermentasi karbohidrat, protein
dan lemak pakan, juga mampu mensintesis vitamin B kompleks, vitamin K . Mikroba rumen
pada akhirnya akan bergerak menuju abomasums dan intestine dan dicerna menjadi sumber
protein.
Fungsi Omasum
Pakan yang telah difermentasi di retikulo-rumen melewati omasum menuju
abomasums dan intestine. Di dalam omasum terjadi pemerasan campuaran pakan dan
penyerapan VFA dan air. Gerakan lembaran mukosa omasum akan menghaluskan campuran
pakan dari retikulo-rumen dan memompanya kearah abomasums.
Pencernaan di Abomasum dan Intestin
Abomasum merupakan tempat pertama terjadinya pencernaan pakan secara kimiawi
karena adanya sekresi getah lambung. Mukosa abomasum terdiri atas sel-sel kelenjar yang
menghasilkan HCI, pepsin dan rennin. Karena itu disebut pula sebagai perut sejati (true
stomach) atau perut kelenjar (gland stomach). HCl akan mengaktivasi enzym pepsin, yang
menghidrolisis protein pakan menjadi senyawa peptida yaitu asam amino rantai pendek.
Enzym rennin sangat penting terutama pada masa pedet, karena akan menjendalkan susu
yang masuk ke abomasum. Proses ini sangat diperlukan sebelum susu dicerna dan diserap di
dalam usus halus.
Abomasum berfungsi untuk : 1) mengatur arus ingesta ke usus kecil yang dibantu oleh
adanya lipoatan-lipatan mukosa atau ridges yang membantu pergerakan material, 2)
permulaan dari enzymatic dan chemical digestive processes, 3) Keasaman pada abomasums
karena HCl memberi signal dan membantu otot spincter pada pylorus antara abomasums dan
intestin menjadi relax sehingga campuran pakan pada abomasum bergerak masuk kedalam
usus halus.
Pakan yang masuk kedalam perut bercampur dengan enym-enzym yang dikeluarkan ke
dalam intestine diantaranya enzyme proteolitik dari pancreas: trypsinogen, kemotripsin dan
40
karboksipeptidase, menghidrolisis protein menjadi asam amino dan senyawa peptide.
Pankreas juga mengeluarkan enzym lipase (Steapsin) dan amylase (amylopsin). Steapsin
menghidrolisis lemak menjadi asam-asam lemak dan gliserol, sedangkan amylopsin
menghidrolisis pati dan dextrin menjadi maltose (gula).
Kelenjar-kelenjar di dalam intestine mengeluarkan enzyme-enzym yang menghidrolisis
lebih lanjut senyawa peptide, gula dan lemak sehingga dapat diserap oleh darah. Garam
empedu yang dikeluarkan oleh hati mengaktivasi enzyme lipase dari pancreas, membantu
eemulsifikasi lemak, meningkatkan kelarutan asam-asam lemak untuk selanjutnya diabsorpsi,
berperan sebagai sumber alkalin untuk menjaga agar pH intestine tetap optimum bagi proses
pencernaan

Absorpsi Hasil Met\abolisme di Intestin


Sekresi cairan usus halus dan proses-proses pencernaan terjadi di bagian atas dari usus
halus, sedangkan absorpsi hasil-hasil metabolism terjadi pada bagian bawah/akhir dari usu
halus. Asam amino dan peptide dan glukosa sebagai hasil metabolism protein dan karbohidrat
diserap langsung ke dalam darah menuju ke jaringan jaringan tubuh untuk berlangsungnya
aktivita stubuh seperti: pertumbuhan, produksi susu dan reproduksi.
Asam –asam lemak dan lipida lainnya bergabung dengan garam empedu sehingga
mudah terlarut membentuk micelle masuk ke system limfatik melalui mukosa usus, ke
pembuluh darah vena di jantung anterior, kemudian bergabung dengan gliserol dari usus
halus di gunakan sebagai sumber energi atau disimpan dalam bentuk lemak tubuh
Isi usus besar mengalami proses pencernaan lebih lanjut, sewpewrti putrefaction
sehingga menghasilkan bau feses. Di usus besar terjadi penyerapan air sehingga sisa-sisa
metabolism tubuh, atau pakan yang tak termetabolis akan keluar melalui recktum dan anus

41
VI. KANDANG SAPI PERAH

Definisi kandang adalah tempat untuk hidup, tempat berproduksi dan tempat berlindung sapi
dari pengaruh luar yang tak diinginkan. Alasan utama untuk membuat kandang adalah untuk
mengatur/menyesuaikan dengan lingkungan dengan menyediakan naungan, insulsi, ventilasi
atau air conditioning untuk mendapatkan lingkungan yang nyaman bagi ternak.
Perkandangan adalah merupakan syarat yang penting bagi pemeliharaan ternak. Di Indonesia
sistem perkandangan ini belum banyak mendapat perhatian daripada peternak, disana sini
masih banyak keanekaragaman baik bentuk maupun besarnya kandang begitu pula letaknya
yang kurang sesuai dengan standar biologis dan iklim dimana ternak tersebut
dikembangbiakan serta masalah masalah yang menyangkut lingkungan hidup.

Dengan semakin berkembangnya permintaan akan hasil ternak dan untuk memperoleh
produksi yang optimum, pembuatan kandang harus mendapat perhatian yang lebih serius
dengan memperhatikan unsur-unsur efisiensi kerja, pertimbangan ekonomis dan masalah
yang menyangkut lingkungan.

Di dalam Undang-Undang Pokok Peternakan No. 6 tahun 1967 pasal 22 a. tertera ketentuan-
ketentuan tentang tempat dan perkandangan. Peraturan-peraturan mengenai kandang ini di
beberapa daerah oleh Pemerintah daerah telah diusahakan agar dalam soal ini jangan sampai
menyinggung perasaan dan ketentraman masyarakat. Sungguhpun demikian syarat-syarat
tersebut harus terkait dengan kemampuan rakyat dan agar peraturan-peraturan itu jangan
sampai menjadi penghalang produksi atau peningkatan reduksi. Dalam hubungan ini dan
dengan adanya berbagai macam kandang yang digunakan oleh peternak, maka perlu kiranya
dibuat suatu standar kandang yang memenuhi persyaratan bagi para peternak sapi perah,
maupun peternak unggas.

Kandang sapi perah yang efektif harus dirancang untuk memenuhi persyaratan kesehatan dan
kenyamanan ternak, enak dan nyaman untuk operator, efisien untuk tenaga kerja dan
pemakaian alat-alat dan disesuaikan dengan peraturan kesehatan ternak. Kambing sapi perah
dan kamar susu mempunyai arti yang lebih dibandingkan dengan tiap bangunan lain yang ada
di dalam peternakan, memerlukan suatu yang khusus dan spesifik dalam pengaturan
konstruksi. Kandang harus menyesesuaikan diri terhadap persyaratan kesehatan yang
mensyaratkan bangunan-bangunan tetap bersih dan dapat menghasilkan susu yang segar dan
sehat.

Kandang adalah suatu tempat di mana ternak dapat beristirahat dengan anak- anaknya tanpa
kehujanan dan kepanasan karena teriknya sinar matahari, oleh karena itu memerlukan
perhatian terhadap luas kandang, alas kandang, ventilasi, sinar matahari yang cukup, drainase
dan kenyamanan ternak.

Biaya atau pengeluaran untuk kandang atau pengaturan lingkungan ini hendaknya sesuai dan
seimbang dengan besarnya usaha dan tingkat keuntungan yang diperoleh.

42
Pengaturan lingkungan yang nyaman untuk ternak ini sebenarnya sebagai akibat dari panas
yang dihasilkan oleh ternak, dan panas ini harus dikeluarkan dari kandang agar kandang tetap
sejuk. Panas yang dikeluarkan oleh sapi tergantung dari berat badan, pakan yang dimakan,
kondisi lingkungan dan tingkat keaktifannya.

Seekor sapi yang beratnya 500 kg menghasilkan panas lebih kurang 3000 BTU dimana 1
BTU (British Thermal Unit) banyaknya panas yang dipakai utuk menaikan 1 lb air sebanyak
1° F (Fahrenheit) atau 841 kcal/jam.

Lingkungan yang nyaman untuk sapi perah adalah 5 - 21 °C (Comfort Zone) dan kelembaban
50 - 70%.

6.1. Persyaratan lokasi kandang

Bila anda hendak membuat perencanaan peternakan sapi perah yang baru (umpama dalam
bentuk sebuah ranch) maka lokasi kandang hendaknya mendapat perhatian utama.

Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan adalah :


1. Jalan
Hendaknya dekat dengan jalan dengan demikian menggampangkan transport, listrik,
telepon, surat menyurat, bis sekolah. Agar diperhatikan jangan sampai jalan membelah
peternakan.
2. Sumber air
Air hendaknya tetap tersedia sepanjang waktu (kecuali ada listrik dan pompa listrik maka
lokasi bisa agak jauh dari sumber air.
3. Topografi
Topografi hendaknya tinggi dan datar dan tidak ada tanah yang sangat miring. Dengan
tanah yang datar maka pembangunan akan lebih murah.
4. Drainase
Tanah hendaknya porous sedikit miring sehingga tanah mudah kering sehingga kesehatan
sapi depat lebih mudah dipertahankan.
5. Vegetasi
Adanya vegetasi untuk ruangan dan sebagai penahan angin. Jika tidak ada tanaman ini
bisa ditanam.
6. Kesuburan tanah
Tanah yang subur diperlukan untuk menanam tanaman pakan ternak atau pastura.
7. Pemandangan
Pemandangan yang indah terutama dilihat dari perumahan akan menimbulkan suasana
yang menyenangkan.

Syarat-syarat kandang sapi perah


 Terbuat dari bahan yang tahan lama, mudah didapat dan murah. Hal di atas
sebenarnya agak idealis, tetapi kondang hendaknya dibuat sesuai dengan besar dan

43
kecilnya usaha. Pada peternakan rakyat atau peternakan sedang atau besar akan
memerlukan biaya yang berbeda. Jadi di sini faktor modal menjadi penting.
 Mempunyai design yang fleksibel. Mudah diubah atau ditambah menurut
keperluan mendatang umpamanya untuk perluasan kandang dalam rangka perusahaan
yang makin berkembang. Konstruksi sedemikian rupa sehingga memudahkan pekerjaan.
Dengan demikian ongkos buruh menjadi murah. Tempat pakan dan minum, selokan, gang
hendaknya sedemikian rupa sehingga memudahkan pekerjaan dan mudah membersihkan
kandang. Terbuat sedemikian rupa sehingga sapi bisa terlindung dari hujan angin dan
terik matahari langsung ataupun salju.
 Drainase baik sehingga kandang mudah kering.
 Mempunyai ventilasi yang baik.
 Dengan ventilasi yang baik maka pertukaran udara menjadi leluasa sehingga baik,
temperatur ruangan maupun kelembabannya dapat diatur. Hal ini dapat dilakukan dengan
kandang terbuka, pintu-pintu dan jendela sedemikian rupa sehingga bisa dibuka,
diperlengkapi kipas angin dsb.
 Terang dan cukup penerangan. Keadaan kandang yang terang akan menjamin
kesehatan ternak dan pekerja. Mendapat sinar matahari langsung.
 Bersih. Kebersihan kandang akan menjamin kesehatan ternak dan pekerja.
 Mempunyai sistem pembuangan kotoran yang baik. Hendaknya pembuangan
kotoran sedemikian rupa sehingga efisien dengan mendapatkan kebersihan yang
optimum, tidak menimbulkan polusi bau don lalat.
 Menyediakan ruangan yang cukup tergantung dan banyak don besarnya sapi
 Tidak menyimpang dari aturan yang ditetapkan oleh yang berwenang.

6.2. Macam Kandang


Bentuk atau macam kandang sapi perah laktasi ada 2 macam yaitu:
1. Loose housing
2. Stall barns

Add.1 Loose housing:


sapi dipelihara dalam kelompok kecuali pada saat memerah. Ada beberapa type ini, tapi
semua memiliki fasilitas sebagai berikut:
1. Tempat istirahat
Berupa ruangan yang diberi alas yang cukup tebal dimana tiap hari kotoran dibersihkan
dan sekitar 5 - 6 kg alas (jerami) ditambahkan setiap hari.
2. Kandang pedet / induk bunting tua / induk melahirkan.
Kebanyakan peternak memakai individual pens selama 5 - 6 minggu dilanjutkan dengan
group pens. Kandang pedet hendaknya kering dan berventilasi baik.
3. Tempat pakan/minum
4. Tempat exercise
Berupa lapangan yang diperkeras/tidak yang luasnya 9-10 m² / ekor
5. Holding area

44
Tempat sapi yang akan diperah. Hendaknya diperkeras, gampang dibersihkan dan
berbentuk corong menuju tempat pemerahan.
6. Tempat pemerahan

Ada 2. Stall barns (Stanchion Barns)


 Kandang ini umum dipakai untuk peternakan skala kecil (keluarga) 10-20 ekor atau skala
sedang (sampai 100 ekor sapi).
 Terdiri dari sebaris atau 2 baris sapi yang biasanya ditambatkan pada tiang penyangga.
 Lantai terbuat dari semen, kadang-kadang diberi alas karet.

Rung yang diperlukan untuk seekor sapi pada kandang jenis ini adalah:
Size sapi Nama sapi Panjang kandang Lebar kandang (m)
(m)
Kecil Jersey 1.34 – 1.50 1.15 – 1.25
Medium Guernsey 1.50 – 1.60 1.20 – 1.30
Milking short horn
Red poll
Besar Fries Holland 1.60 – 1.70 1.60 – 1.35
Brown swiss

 Pada kandang type ini sapi bisa menghadap ke tengah (berhadap-hadapan) atau
menghadap keluar (bertolak belakang)
 Penelitian menunjukkan bahwa pada pemeliharaan sapi maka 60% dari pada waktu
dipakai untuk pekerjaan pada bagian belakang sapi seperti membersihkan kotoran
(selokan), membersihkan bagian belakang sapi, memerah, dll; 15% dari waktu dipakai
untuk pekerjaan pada bagian depan sapi, seperti pemberian pakan, membersihkan tempat
pakan, dan 25% dari waktu dipakai untuk pekerjaan kain dari kandang seperti
membersihkan kandang secara umum.
 Oleh karena waktu untuk mengerjakan pekerjaan di bagian balakang sapi adalah 4 kali
dan pekerjaan di bagian depan sapi, dari segi efisiensi waktu (menyangkut ongkos buruh)
maka lebih menguntungkan kalau letak sapi saling bertolak belakang.
 Ukuran-ukuran:
Keterangan Ukuran (M)
Tempat pakan T (depan) x T (belakang) x L 0.6 X 0.4 X 0.6
Selokan LXT 0.4 X 0.25
Gang tengah L 1.25

Keuntungan dan kerugian type kandang loose housing dibandingkan dengan stall barns
Keuntungan type loosing housing
 Biaya kandang lebih murah
 Sapi yang dipelihara lebih banyak
 Buruh lebih sedikit
 Kerusakan puting lebih sedikit
 Penyakit mastitis lebih sedikit
45
 Kesehatan sapi lebih baik
 Produksi susu lebih banyak

Kerugian type stall barns


 Memerlukan jerami (alas kandang) lebih banyak
 Sapi secara individu mendapat perhatian lebih sedikit
 Musim hujan kadang-kadang becek (berlumpur)
 Ongkos pembersihan lebih banyak
Menurut fungsinya ada lima (5) macam kandang:
1. Kandang pedet
2. Kandang sapi dara
3. Kandang sapi laktasi/sapi kering
4. Kandang pejantan
5. Kandang karantina

1. Holding area
2. Milking parlor
3. Milk room
4. Water tank
5. Calving stall
6. Calf pen
7. Service stanchion

46
VII. AIR SUSU DAN PENANGANANNYA

7.1. Pendahuluan
Berdasarkan Melk Codex Tahun 1914 yang diundangkan pada 10 Mei 1920,
disebutkan bahwa susu adalah ”susu sapi yang tidak ditambahkan atau dikurangi sesuatu dari
padanya, diperoleh dengan jalan memerah sapi yang sehat secara teratur, sempurna dan tidak
terputus-putus". Yang dimaksud memerah secara sempurna adalah mengikuti metode dan
petunjuk pemerahan sebagai mana lazimnya, agar susu dalam ambing dapat ke luar sampai
habis. Dari Melk Codex tersebut maka terhadap susu kerbau dan susu kambing, hendaklah
diberi sebutan ”susu kerbau” dan ”susu kambing”.
Susu beserta produk-produk olahan susu merupakan salah satu bahan kebutuhan
pokok bagi bangsa-bangsa di negara maju. Semakin tinggi tingkat kehidupan dan
kesejahteraan sesuatu bangsa, akan semakin besar pula tingkat konsumsi susu dan produk-
produk olahan asal susu. Suatu kenyataan bahwa bangsa-bangsa di negara belum berkembang
tidaklah mempergunakan susu sebagai bahan pangan mereka. Dikatakan pula bahwa para
pakar pangan dan gizi berpendapat "Pemeliharaan ternak perah adalah faktor yang terbesar
dalam sejarah perkermbangan umat manusia dari keadaan biadab” ("The keeping of dairy
animals was the greatest factor in the history of the development of man from a state of
barbarism”). Lebih Ianjut dikatakan bahwa bangsa yang paling sejahtera dan tinggi tingkatan
fisik maupun mentalnya, adalah bangsa dari negara negara yang menempatkan usaha ternak
perah sebagai tulang punggung pertaniannya.
Susu merupakan bahan makanan yang hampir sempurna dan merupakan makanan
alamiah bagi binatang menyusui yang baru lahir, mengingat susu merupakan satu-satunya
sumber makanan pemberi kehidupan segera sesudah kelahiran. Bayi mammalia tergantung
sepenuhnya pada susu induknya sebagai sumber makanan. Alat pencernaan bayi mamalia
tersebut belum berkembang, sehingga makanan yang diterimanya haruslah yang bergizi,
mudah dicerna, dan diserap. Makanan yang dimaksud tiada lain adalah susu.
Susu bukan saja penting artinya sebagai sumber protein dan energi bagi tubuh.
Keberadaan protein dalam bahan pangan tidak sekadar harus cukup tersedia, tetapi juga harus
terdiri atas asam-asam amino yang sempurna dan berimbang. Protein nabati tidaklah cukup
kualitasnya, sehingga harus ditambah dengan protein hewani. Di antara protein hewani asal
daging, susu dan telur, maka yang berasal dari susu adalah yang terbaik.
Demikian pula tentang kandungan vitaminnya, tiada bahan pangan yang begitu
banyak mengandung vitamin selain susu. Hal yang sama juga terhadap kandungan mineral,
seperti: fosfor, kalsium, kalium, klorin, natrium, iodin, sulfur, seng, fluorin, zat besi, dan
tembaga. Semuanya terdapat di daIam susu sebagai garam-garam mineral.
Dewasa ini baik di negara-negara yang sudah maju maupun di negara yang sedang
berkembang (termasuk Indonesia). Sapi perah merupakan sumber utama penghasil susu yang
mempunyai nilai gizi tinggi. Akhirnya yang dimaksud dengan air susu adalah air susu sapi.
Walaupun ada pula air susu yang dihasilkan oleh ternak lain misalnya : kerbau, kambing,
kuda, domba dan sebagainya akan tetapi penggunaannya di masyarakat tidaklah sepopuler air
susu sapi perah.
Secara kimia air susu merupakan suatu campuran komplek yang terdiri dari lemak,
protein, karbohidrat, mineral, vitamin dan lain-lain bahan yang larut di dalam air. Foley et al,
47
(1973) melaporkan susunan air susu normal sebagai berikut (Tabel 1) sedangkan Schmidt
(1971) melaporkan susunan air susu dari beragam mamalia (Tabel 2) yang berbeda-beda
dalam persentase tiap komponen penyusun air susunya.

Tabel. 1. Susunan Air Susu Sapi


Zat Penyusun Rataan (%) Kisaran (%)

Air 87,20 82,00 -89,00

Lemak 3,70 2,50-6,00

Kasein 2,80 2,30-4,00

Laktalbumin & laktoglobulin 0,70 0,40-0,80

Laktosa 4,90 3,50-6,00

Mineral 0,70 0,60-0,75

Tabel 2. Susunan Air Susu Beragam Mamalia


Jenis Bahan Protein Lemak Laktosa Mineral
Kering (%) (%) (%) (%) (%)

Manusia 12,6 1,1 4,5 6,8 0,20

Kerbau 21,5 5,9 10,4 4,3 0,80

Kambing 12,0 3,1 3,5 4,6 0,79

Domba 16,3 5,5 5,3 4,6 0,90

Sapi : 0,70

Ayshire 13,1 3,6 4,1 4,7 0,70

Brown Swiss 13,3 3,6 4,0 5,0 0,70

Guernsey 14,4 3,8 5,0 4,9 0,70

Holstein 12,2 3,1 3,5 4,9 0,70

Jersey 15,0 3,9 5,5 4,9 0,70

Zebu 14,7 3,9 4,0 5,1 0,80

Pada tabel 2 tersebut di atas, ternyata terdapat perbedaan persentase rata-rata zat
penyusun air susu antar bangsa sapi, misalnya pada persentase lemak, yang akhirnya
mengakibatkan keragaman dalam persentase bahan kering. Dapat dikatakan bahwa susunan
air susu tidak selalu sama akan tetapi selalu berubah, hal ini karena banyak faktor yang

48
mempengaruhinya. Perlu diingat bahwa keragaman komposisi berperan penting dalam
perdagangan, pengolahan dan untuk penelitian.

7.2. Sifat Kimiawi Air Susu


Air
Air yang terkandung dalam air susu berkisar antara 82-89% dengan rataan 87.20%,
perubahan persentase ini tergantung pada naik turunnya bahan kering yang terlarut di
dalamnya. Air berfungsi sebagai bahan pelarut zat-zat penyusun air susu bahan kering dalam
air susu, terdapat dalam bentuk larutan koloid yaitu, protein; emulsi yaitu lemak, dan sebagai
larutan biasa yaitu laktosa, albumin mineral dan vitamin. Dapatlah dikatakan bahwa air
penting sebagai bahan sebar dan bahan kering air susu serta. Dan air susu merupakan bahan
encer dengan bahan keringnya yang mudah dicerna.
Andaikata 1 kilogram air susu yang tersusun dari zat penyusun seperti Tabel 1.
diuapkan sampai habis, akan tertinggal 37 gram lemak, 28 gram kasein, 7 gram laktalbumin,
dan laktoglobulin, 49 gram laktosa serta 7 gram mineral.

Lemak
Lemak susu merupakan zat penyusun air susu yang terpenting terdapat sebanyak 3,7%
dengan kisaran 2,50 - 6,00 %, dalam bentuk emulsi. Dibawah mikroskop nampak sebagai
butiran-butiran kecil tersebar merata. Butiran lemak susu tersebut mempunyai ukuran
berkisar antara 0,5 - 20 mikron dengan rataan 3 mikron. Tiap tetes lemak diduga oleh para
akhli mengandung 100 juta butiran. Pada umumnya air susu yang kandungan lemaknya tinggi
mempunyai butiran lemak yang besar. Besarnya butiran ini sangat penting diperhatikan
dalam usaha memisahkan lemak dari air susu dalam mproses “churning”. Apabila butirannya
besar, lapisan krim lebih mudah terbentuk serta pemisahan lebih mudah dilakukan.
Tiap butiran lemak dikelilingi oleh suatu lapisan tipis yang terdiri dari fosfolipida dan
protein. Lapisan ini disebut selaput butiran lemak susu. Lapisan ini berfungsi melindungi
lemak susu serta mempertahankan kestabilannya dalam emulsi. Andaikata air susu dikocok
(pemutaran dengan cepat) maka lapisan itu akan koyak akhirnya lemak mengumpul
membentuk butiran mentega.
Secara kimia lemak susu terdiri dari campuran antara trigliserida yang terbentuk dari
tiga asam lemak dengan sebuah molekuigliserol. Dewasa ini dapat dipisahkan sebanyak 60
asam lemak dan lemak susu. Oleh karenanya banyak kemungkinan kombinasi dalam
trigliserida yang terbentuk, sehingga lemak susu dapat dianggap sebagai campuran komplek
dari beragam lemak serta proses pembentukan susu menjadi lambat.
Asam lemak susu yang dijumpai dalam lemak susu dapat dibedakan menjadi asamn
lemak yang mudah menguap (Volatil) dan sukar menguap (non volatil). Asam yang mudah
menguap antara lain; asam butirat, kaproat, kaprinat, kaprilat dan launat; asam lemak yang
tidak mudah menguap antara lain: asam-asam miristat, palmitat, stearat, oleat, linoleat,
arackhidonat. Asam butirat, kaproat, kaprilat dan kaprinat akan menghasilkan bau yang keras
dan apabila lemak susu telah dipindahkan dari air susu seperti pada hasil-hasil olahan susu,
asam-asam tersebut akan menyebabkan bau tengik.

49
Semua hasil olahan air susu kecuali skim milk tersusun dari lemak susu misalnya
mentega mengandung lemak susu 80%, keju Amerika 30 - 40 %, es krim berkisar antara 10-
18%. Lemak susu akan memberikan bentuk, tekstur, flavor yang khas.

Protein
Protein dalam air susu merupakan komponen organik yang sangat penting untuk
proses kehidupan, serta tersusun dari asam-asam amino. Ternak mampu mensintesa protein
didalam tubuhnya dari protein yang dimakan, beberapa asam amino dapat diubah menjadi
asam amino lain, kecuali asam-asam amino esensial yang harus tersedia di dalam pakan.
Protein susu dapat dikatakan sebagai sumber utama asam amino esensial yang mempunyai
nilai biologis tinggi.
Terdapat tiga macam protein utama air susu yaitu, kasein, laktalbumin dan
laktoglobulin, ketiga bahan tadi membentuk substansi koloidal di dalam air susu.

Kasein
Kasein merupakan 80 % dari jumlah protein di dalam air susu, dengan kadar
rataannya 2,80 % dan kisaran 2,30 - 4,00 %. Kasein merupakan asam amino yang
mengandung fosfor (P) serta garam-garam Ca sebagai Ca - kaseinat. Kasein terdiri dari alpha,
beta, gamma, dan kappa kasein. Kasein hanya terdapat di dalam air susu, yang dapat
diendapkan oleh asam (asam cuka dan HCI), enzim renin, pepsin, alkohol dan dengan
pemanasan ± 121 °C (250 T) selama satu jam. Seringkali kasein disebut sebagai bahan keju
dan penjendalan kasein oleh renin merupakan dasar dari pembuatan keju.
Apabila bahan keju ditambah dengan asam, misalnya asam cuka atau HCI, maka asam
akan mengambil muatan listrik bagian-bagian keju sehingga mereka tidak saling tolak-
menolak lagi, asam juga mengambil Ca dari bahan keju, maka tertinggallah kasein yang tidak
dapat larut (terlihat sebagai butiran kental di dalam air susu) dan dalam keadaan seperti ini
susu dikatakan pecah. Demikian pula halnya apabila air susu lama berada dalam suhu tinggi,
serta air susu yang telah asam mengakibatkan pengendapan kasein.
Apabila air susu dibubuhi alkohol pekat, mantel air disekitar bahan keju diambil oleh
alkohol akhirnya bahan keju saling melekat dan timbul endapan. Air susu yang sudah sedikit
asam ditambah dengan alkohol lemah (alkohol dilutus) juga akan mengendapkan bahan keju,
akan tetapi apabila air susu normal dibubuhi alkohol lemah tidak akan terjadi pengendapan.
Pada air susu normal, bahan keju mempunyai muatan listrik sehingga bagian-bagiannya
saling tolak-menolak demikian pula mantel air disekitarnya, sehingga dalam keadaan normal
bagian-bagian ini tidak akan saling melekat atau mengendap.
Kasein juga sering dimanfaatkan sebagai bahan untuk perekat (lem). plastik, kertas
maupun cat lain.

Laktalbumin
Laktalbumin termasuk protein sederhana mempunyai persamaan sifat kimia maupun
fisika dengan asam amino lain yang termasuk dalam protein sederhana yaitu beta
laktoglobulin, alpha laktalbumin dan albumin serum darah. Seperti halnya kasein, maka
laktalbumin juga berada dalam bentuk koloidal dalam air susu, akan tetapi terdapat perbedaan
yaitu laktalbumin mudah dijendalkan dengan pemanasan, tidak dapat diendapkan oleh asam
50
atau enzim renin, tidak mengandung fosfor (P) serta merupakan penyusun terkecil protein air
susu. Meskipun laktalbumin terdapat dalam jumlah yang kecil dalam air susu, akan tetapi
sangat penting karena dari segi nutrisi merupakan komplemen dan kasein. Oleh karena
sifatnya mudah menggumpal karena pemanasan, laktalbumin sangat penting dalam stabilisasi
hasil olahan air susu yang terkena panas pada saat pengolahan.
Dalam pengolahan air susul, apabila kasein dan lemaknya telah diambil, akan tersisa
cairan yang disebut whey. Laktalbumin dan laktoglobulin yang terbawa bersama-sama whey
berkisar antana 0,5 - 0,7 % dari semua protein yang terlarut dalam whey tersebut.

Laktoglobulin
Laktoglobulin terdapat dalam air susu sebanyak ± 0,1 % (termasuk euglobin dan
imunoglobin), jumlah ini akan banyak dalam kolostrum (susu jolong). Imunoglobulin
berguna sebagal antibodi, yang akan melindungi anak sapi yang baru lahir dari infeksi yang
disebabkan organisme patogen. Seperti halnya laktalbumin, laktoglobulin juga dapat
dijendalkan dengan pemanasan, tetapi tidak oleh asam maupun enzim renin.

Laktosa
Laktosa adalah karbohidrat utama dari air susu dalam bentuk alpha dan beta laktosa.
Kadarnya adalah 4.90 % dengan kisaran 3,50 - 6,00 % dan ditemukan dalam larutan biasa,
berpengaruh terhadap titik beku titik didih dan tekanan osmose dari air susu. Laktosa
merupakan gula kembar yang terdiri dari glukosa dan galaktosa, rasanya tidak semanis gula
biasa (sukrosa), rasa manis air susu ini berkurang oleh adanya mineral dan protein di
dalamnya. Dibandingkan dengan gula biasa ternyata rasa manis laktosa dalam air susu hanya
seperenam (1/6) kalinya, akan tetapi apabila laktosa berada dalam air maka rasa manisnya
seperempat (1/4) kali rasa manis gula biasa. Laktosa dalam air susu dapat berubah menjadi
asam laktat oleh karena adanya bakteri asam laktat yang mampu memfermentasikan laktosa
menjadi asam laktat. Cara fermentasi ini banyak digunakan dalam industri pengolahan susu.

Mineral
Air susu mengandung banyak mineral-mineral ini berasal dari pakan yang dimakan
ternak, akan tetapi tidak semua mineral di dalam pakan akan ditemukan dalam air susu.
Mineral dalam air susu ditemukan dalam perbandingan yang sangat sempurna sehingga amat
dibutuhkan ternak dan manusia. Kadar mineral dalam air susu adalah 0,70 % dengan kisaran
0,60 - 0,75 %, mineral itu antara lain adalah Ca; P, Na, K, Zn, Al, Mn, Mg, Cu, I, Fe, S.
Semua mineral ini terdapat dalam bentuk garam-garam chlorida, sulfat, fosfat dan juga
sebagai sitrat yang terikat pada asam sitrat serta ada pula yang terikat dalam bahan keju (Ca
dan P). Kadar mineral yang lebih tinggi (1,5 %) akan ditemukan dalam kolostrum (susu
jolong).
Air susu sebagai bahan pangan merupakan sumber mineral Ca dan P yang terbaik,
akan tetapi sangat miskin akan mineral Fe, Cu, dan I. Oleh karena mineral dalam air susu
ditemukan dalam larutan maka akan mempengaruhi titik beku, titik didih dan tekanan osmose
dari air susu.

51
Perlu ditambahkan bahwa dari 0,70 % mineral yang ada dalam air susu ternyata
0,12% Ca, 0,10% P, 0,15% K, 0,05% Na, 0,11% Cl, 0,01% Mg dan sisanya adalah mineral
lainnya.

Zat-Zat Lain
Air susu juga mengandung zat-zat lain yaitu enzym, fosfolipid, sterol, vitamin,
pigmen, dan NPN; walaupun jumlahnya sangat sedikit akan tetapi sangat penting bagi
kesehatan ternak maupun manusia yang minum air susu.
Enzim yang terdapat dalam air susu adalah peroksidase, reduktase, katalase, fosfatase,
aldolase, amilase, lipase, esterase, protcasc, xantin oksidase, karbonik anhidrase. Enzim-
enzim ini berasal dari sel-sel kelenjar ambing, sel-sel darah putih, kuman-kuman dalam air
susu dan substansi organik. Enzim mempunyai daya mengubah satu zat menjadi zat lain
tanpa ia sendiri mengalami perubahan (hanya sebagai katalisator). Enzim akan banyak
dijumpai dalam kolostrum, air susu yang memperoleh perlakuan tidak higienis (sudah lama
disimpan). Enzim terdiri dari protein atau bahan-bahan seperti protein akan terurai pada suhu
70 - 80°C (enzim dikatakan telah mati). Sebagai contoh, enzim lipase menghidrolisa lemak
menjadi gliserol dam asam-asam lemak bebas, reaksi berlangsung amat cepat dan akan
memghasilkan bau tengik pada air susu. Alkalin fosfatase menghildrolisa fosfat organik
dalam air susu. Baik enzim lipase maupun alkalin fosfatase, akan mati apabila air susu
dipasturisasi.
Fospolipid dalam air susu ± 030 % terutama adalah lesitin spingormielin, cephalin. Di
dalam proses pemisahan lemak susu kira-kira 50 % dari fosfolipid yang ada terbawa bersama
lemak susu, dan merupakan jumlah besar di dalam lemak susu serta merupakan penyebab
utama flavor yang diinginkan untuk mentega.
Sterol utama yang dijumpai di dalam air susu adalah cholesterol dalam jumlah yang
sangat keil yaitu 0,0 1 - 0,0 16%.
Semua vitamin yang diperlukan manusia ditemukan dalam air susu, vitamin tersebut
dapat digolongkan menjadi vitamin yang larut dalam air dan yang dapat larut dalam lemak.
Vitamin yang larut dalam lemak susu antara lain : vitamin A, provitamin A (canotena),
vitamin D, Vitamin E, vitamin K; semua vitamin tersebut tahan terhadap pemanasan. Vitamin
yang larut dalam air antara lain : thiamin, riboflavin, niasin, asam panthotenat, piridoksin,
biotin, inositol, cholin, vitamin B12 dan vitamin C; air susu bukanlah sumber vitamin C yang
baik.
Caroten (provitamin A) dan xanthophyl yang larut dalam lemak susu merupakan
pigmen yang menyebabkan lemak susu berwarna kuning; sedangkan riboflavin yang larut
dalam air merupakan pigmen hijau ke kuning-kuningan akan memberikan warna pada bahan
keju. Warna putih susu disebabkan karena substansi koloidal dan kasein, kalsium fusfat dan
butir-butir lemak yang memantulkan cahaya.
Zat non protein nitrogen (NPN) terdapat dalam air susu dalam jumlah sangat kecil.
Zat ini terbentuk sebagai hasil metabolisme nitrogen dalam tubuh serta dalam sintesa air susu
dan merupakan residu. Zat ini antara lain adalah urea, amonia, kreatin, metil guanidin, asam
urat, adenin, guanin, hipoxanthin, asam haurat, dan lain-lain. Dalam air susu juga dijumpai
adanya gas-gas yaitu CO2, O2, dan N2 juga beberapa ester dari asam fosfor.

52
7.3. SIFAT - SIFAT FISIK AIR SUSU
Air susu adalah suatu sistem yang kompleks, terdiri dari tiga fase yaitu: 1) fase
aqueous, yang terdiri dari air, albumin, globulin, laktosa, dan mineral yang larut sempurna
dalam air, serta membentuk larutan sejati, dalam fase ini juga ditemukan adanya bakteri,
leukosit dan sel-sel; 2) fase koloidal, termasuk didalamnya Ca-kaseinat, Ca-fosfat,
laktalbumin,dan laktalglobulin; 3) fase emulsi, dimana lemak susu ditemukan dalam bentuk
butiran dengan ukuran berkisar antara 0,10-10 mikron dengan rataan 3 mikron. Dalam sifat-
sifat fisik air susu akan dibicarakan antara lain :

Titik Beku
Titik beku air susu normal berkisar antara -0,530 sampai -0,560°C. Naik turunnya
titik beku air susu tergantung pada kadar mineral dan laktose, makin turun kadar mineral dan
laktosa dalam air susu maka titik bekunya akan naik. Titik beku ini tidak banyak dipengaruhi
koloid protein dan butiran lemak. Untuk menetapkan titik beku air susu digunakan kryoscope
yang memiliki kepekaan sampal 0,001 °C; penambahan 15% air ke dalam air susu akan
menaikkan titik beku 0,0055 °C.

Berat Jenis
Berat jenis (BJ) air susu banyak dipengaruhi oleh zat penyusunnya, penambahan
bahan kering tanpa lemak atau pengurangan lemak susu akan meningkatkan berat jenis air
susu, demikian sebaliknya apabila ada penambahan lemak susu akan menurunkan berat jenis
air susu.
Penetapan berat jenis air susu sering digunakan untuk mengetahui banyaknya bahan
kering. Bahan kering tanpa lemak yang terdapat di dalam air susu, bahkan dapat digunakan
untuk menduga banyaknya air yang ditambahkan ke dalam air susu. Untuk menetapkan berat
jenis air susu digunakan Laktometer yang dilengkapi thermometer terpateri atau digunakan
thermometer terpisah. Perubahan suhu lingkungan akan berpengaruh terhadap berat jenis air
susu, misalnya pada suhu lingkungnn yang dingin air susu makin berat, sedangkan pada suhu
panas air susu makin ringan. Untuk Indonesia berat jenis air susu ditetapkan pada suhu 27°C,
yakni berkisar antara 1.027 - 1,03 1. (Foley et al (1973)) melaporkan berat jenis susu pilihan
pada suhu 20 °C (Tabel 3).

Butiran Lemak Susu


Tiap bangsa sapi menghasilkan air susu yang berbeda baik dalam jumlah maupun
dalam zat penyusunnya. Demikian pula halnya dalam besa-butiran lemaknya. Ukuran butiran
lemak susu berbeda-beda, yang dipengaruhi oleh bangsa, antar individu dalam bangsa, serta
lama laktasi. Rataan ukuran butiran lemak susu untuk sapi Ayrshire dan Holstein 3,0 - 3,3
mikron, untuk sapi Guernsey dan Yersey rata-rata 4,0 mikron. Volume tiap butiran lemak
berkurang dari awal laktasi sampai akhir laktasi.

53
Tabel 3 Rataan Serta Kisaran Berat Jenis Susu Pilihan Pada Suhu 20°C
Susu Pilihan Rataan Kisaran

Lemak Susu 0,940 0,9315 – 0,945

Protein Susu 1,328 1,310 – 1,346

Laktosa 1,670 1,660 – 1,68

Mineral 4.000 33.980 – 4.020

Susu segar dengan %


lemak :

5% 1,029 1,027 – 1,031

4% 1,031 1,029 – 1,032

3% 1,032 1,030 – 1,033

Susu Skim 1,035 1,035 – 1,037

Warna
Warna air susu yang sehat adalah putih kebiruan sampai kekuningan atau oranye
terang. Warna ini tergantung pada jumlah bahan kering dalam air susu. Warna putih yang
khas ini disebabkan oleh refleksi sinar dan partikel koloidal susu atau dapat dikatakan air
susu tidak tembus cahaya.
Warna kuning pada air susu dan lemak susu disebabkan oleh adanya pigmen yang
larut dalam lemak susu, riboflavin merupakan pigmen yang larut dalam air mengakibatkan
warna kuning kehijauan pada whey. Jumlah pigmen riboflavin akan beragam antar bangsa
sapi perah misalnya untuk Jersey, Guernsey berbeda dengan Ayrshire dan Holstein.
Pigmen kuning susu (karotenoid) termasuk karotena atau provitamin A dan beberapa
karotenoid inaktif yaitu lycopene, xanthophyl, zeaxanthine. Karotena adalah pigmen kuning
utama dan lemak susu, yang apabila dimetabolisme dalam tubuh manusia membentuk 2
molekul vitamin A. Karotenoid disintesa hanya oleh tumbuhan oleh karenanya harus ada
dalam pakan ternak perah. Banyaknya karotena dalam air susu adalah beragam, keragaman
ini tergantung pada bangsa serta individu dalam bangsa itu. Sebagai contoh dapat
dikemukakan bangsa sapi Holstein memerlukan banyak karotena dalam pakannya untuk
membentuk vitamin A yang tidak berwarna. Bangsa lain yaitu Guernsey mensekresi karotena
ke dalam air susu dan menyimpannya dalam lemak sehingga air susu dan lemaknya berwarna
sangat kuning, malahan kadang-kadang sampai oranye. Dapat disimpulkan bahwa faktor
terpenting sebagai penyebab, warna kuning pada air susu adalah banyaknya karotena yang
tersedia dalam pakan ternak. Warna kuning akan menyolok apabila ternak dilepas pada
padang penggembalaan. Warna kuning pada air susu akan bertambah jelas dari bulan ke 3)
sampai bulan ke-10 dalam setiap masa laktasi, yang selalu diikuti oleh bertambahnya
persentase lemak dalam air susu (r = 0,52 ± 0,02). Juga terdapat kecenderungan bahwa
intensitas warna ini sedikit bertambah apabila umur sapi bertambah (r =0, 17 ± 0,02).
54
Bau dan Rasa
Air susu murni yang baru mempunyai rasa sedikit manis, spesifik berbau badan sapi,
sedikit manis dan tidak dapat dikatakan tidak enak. Rasa sedikit manis ini disebabkan oleh
adanya laktosa dan kadar Cl yang rendah. Bau lain yang sering pula terdapat, misalnya bau
kotoran kandang, pakan, akan tetapi bau yang demikian tidak dikehendaki dan air susu tidak
baik untuk dikonsumsi. Air susu murni mempunyai rasa sedikit manis, apabila terasa kecut,
pahit, asin dan sebagainya mungkin disebabkan karena penanganan setelah diperah tidak
baik.

pH dan Keasaman
pH air susu normal dalam suhu kamar adalah 6,5 - 6,8 akan tetapi kolostrum maupun
air susu yang berasal dari sapi yang menderita mastitis mencapai 7,3.
Apabila air susu dititrasi dengan alkali 3/10 N dengan indikator phenolpthalein maka
air susu akan memberikan reaksi sedikit asam. Air susu yang normal akan mengandung asam
laktat sebanyak 0.10 - 0,22.%. Keasaman susu normal beragam tergantung pada jumlah
bahan kering tanpa lemak, juga keasaman susu diakibat oleh adanya sitrat, fosfat, protein dan
CO2. Keasaman juga merupakan hasil penguraian laktosa air susu menjadi asam laktat oleh
fermentasi bakteri,
fermentasi
C12H22O11 ------------------------------> 4C3H603
bakteri

Dapat dikatakan makin lama air susu berada dalam suhu kamar makin cepat menjadi asam.
Viskositas air susu berkurang pada suhu tinggi, tetapi bertambah apabila suhu rendah.
Demikian pula air susu yang mengalami goncangan viskositasnya berkurang daripada air
susu didiamkan saja. Selanjutnya viskositas air susu banyak dipengaruhi adanya kasein,
butiran lemak dan derajat asam.

Kolostrum
Kolostrum (susu jolong) adalah air susu pertama kali yang dihasilkan sapi setelah
beranak, setelah lima hari dari saat beranak air susu sapi telah normal kembali, kadangkala
sesudah 10 - 15 hari setelah beranak baru menjadi normal kembali.
Pada umumnya sapi yang baru beranak pertama kali mengeluarkan kolostrum lebih
lama daripada sapi yang telah berulang kali beranak. Kolostrum sangat kental, berlendir dan
berwarna kuning kemerahan, warna kemerahan ini akan hilang tinggallah wama kuning yang
perlahan-lahan berubah menjadi agak muda yang akhirnya berwarna seperti air susu normal.
Susunan air susu jauh berbeda dengan susunan kolostrum, seperti tertera pada Tabel 4.
Dibandingkan dengan air susu normal, kolostrum lebih banyak mengandung vitamin
terutama vitamin A, riboflavin, asam askorbat, vitamin D, protein dan antibodi : globulin,
mineral (Fe, Ca, Mg, Cl, P) tetapi lebih sedikit mengandung laktosa dan kolostrum
menyebabkan mencret dan sebagai laksansia membantu pencemaan anak sapi. Telah
diketahui selama fetus berada dalam

55
kandungan di dalam saluran, pencernaannya tertimbun kotoran hitam (meconeum = tahi
gagak) yang merupakan media baik untuk perkembangbiakan bakteri. Untuk hal itu pedet
setelah lahir, selama tiga hari pertama harus memperoleh kolostrum.

Tabel 4. Rataan Komposisi Air Susu dan Kolostrum


Penyusun Kolostrum Air Susu Normal

Bahan kering 28,30 12,80

Lemak 0,15-12,00 4,00

Laktosa 2,5 4,8

Protein : 21,32 : 3,34 :

Kasein 4,76 2,80

Albumin 1,50 0,54

Globulin 15,06 -

Abu 1,58 0,72

Globulin yang ada dalam kolostrum, setelah diisap pedet masuk ke dalam alat pencernaannya
selanjutnya diserap darah diedarkan ke seluruh tubuh, dan akan membantu mencegah
kemungkinan terjadinya infeksi, globulin disini dikenal sebagai zat pelindung (antibodi).

7.4. FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KUANTITASDAN KUALITAS


AIR SUSU

Faktor Fisik
Bangsa dan Individu
Faktor genetik banyak berpengaruh terhadap kemampuan memproduksi air susu, lemak
maupun bahan kering tanpa lemak. Antar individu di dalam satu bangsa sapi perah terdapat
perbedaan besar dalam memproduksi susu, kadar lemak maupun bahan kering tanpa lemak
sehingga kualitas air susu berbeda pula. Untuk bangsa sapi perah Holstein, Brown Swiss,
Ayrshire, Guernsey dan Jersey, apabila produksi air susunya berkurang selalu diikuti
kenaikan kadar lemaknya. Kadar lemak air susu sapi Holstein berkisar antara 2,6 - 6,0 %
sedang sapi Jersey berkisar antara 3,3 - 8,4%.
Keragaman prosentase lemak dalam air susu paling besar sedangkan mineral paling kecil.
Diameter butiran lemak susu juga beragam, tetapi untuk sapi Guernsey diameter butiran
lemaknya paling besar, sedangkan Holstein dan Ayrshire terkecil. Secara umum dapat
dikatakan bahwa prosentase lemak susu yang tmggi dalam air susu akan memiliki diameter
butiran lemak yang besar, demikian sebaliknya.
Produksi air susu yang telah dibakukan ke 305 hari 2X. ME, untuk bangsa sapi perah Jersey
4020 kg, Guernsey 4370 kg, Ayrshire 5040 kg, Brown Swiss 5540 kg dan Holstein 6330 kg.

56
Masa Laktasi
Sekresi glandula mammae setelah sapi perah beranak dikenal sebagai kolostrum (susu jolong)
yang sangat berlainan dengan air susu normal, serta tidak umum untuk dikonsumsi. Pada
umumnya kolostrum akan berubah menjadi air susu normal 5 hari setelah beranak dan
kadang-kadang sesudah 10 - 15 hari.
Setelah periode kolostrum tersebut, produksi air susu berangsur naik 3-6 minggu atau sampai
bulan kedua, sedikit konstan sampai bulan ketiga kemudian berangsur menurun perlahan-
lahan sampai akhir masa laktasi. Pada sapi perah yang tidak bunting pada masa laktasi,
setelah mencapai puncak produksi rataan produksi bulanannya 94-96 % dan rataan produksi
air susu pada puncak. Produksi sapi perah yang tidak bunting dalam masa laktasi
memproduksi air susu lebih banyak daripada sapi perah yang bunting dalam masa laktasi.
Dalam bulan ke-1, 2 sampai ke-3 dari masa laktasi kadar lemak susu menurun, kemudian
meningkat lagi sampai akhir masa laktasi, demikian pula, halnya dengan kadar protein susu.

Umur dan Besar Badan


Umur sapi perah berpengaruh terhadap produksi air susu, sapi perah yang telah dewasa (umur
6 tahun) memproduksi susu 25 kali lebih banyak daripada waktu sapi perah tersebut berumur
2 tahun selanjutnya setelah berumur 8 tahun produksi susunya akan menurun perlahan-lahan.
Bertambahnya umur sapi perah atau bertambahnya jumlah laktasi berpengaruh terhadap
prosentase lemak dan bahan kering tanpa lemak dari laktasi pertama sampai laktasi kelima
terjadi penurunan prosentase lemak susu 02 % dan bahan kering 0,4 %.
Sapi perah dara sebaiknya dikawinkan pertama kali pada umur 24 bulan atau pada umur yang
lebih muda dengan harapan agar beranak pertama kali pada umur 30 bulan. Sapi perah yang
beranak pertama kali pada umur 30 bulan akan menghasilkan air susu lebih banyak daripada
sapi perah yang beranak pertama kali dibawah umur 30 bulan. Sapi perah yang baru pertama
kali beranak produksi susu yang lebih banyak masih dapat diharapkan pada masa laktasi
berikutnya, produksi susu terbanyak dan terbaik diharapkan pada laktasi ke 3,4,5, (sampai
umur 8 tahun) dan sudah umur tersebut produksi susu akan menurun perlahan-lahan.
Sapi perah yang banyak produksi susunya adalah sapi perah yang besar untuk bangsanya
sendiri sedang yang badannya kecil menghasilkan susu lebih sedikit, akan tetapi bakat
memproduksi susu banyak tidak harus menurun bersama dengan bakat berbadan besar. Sapi
yang berbadan kecil yang mempunyai bakat memproduksi susu banyak dalam bangsanya,
tidak akan mampu mengalahkan sapi yang besar badannya dengan bakat memproduksi susu
yang banyak. Hal ini disebabkan karena sapi yang besar badannya disamping memiliki bakat
memproduksi susu juga memiliki kemampuan dan kekuatan lebih besar dalam mencerna
pakan untuk membentuk air susu. Seekor sapi perah dengan besar badan dua kali dari sapi
yang lain, akan memproduksi susu 70% lebih banyak. Beberapa penelitian menyatakan
bahwa produksi susu sapi perah akan meningkat dari 100 - 870 lb untuk tiap kenaikan bobot
badan 100 lb (untuk sapi yang umurnya sama); pada sapi Hoisteim tiap kenaikan bobot badan
100 lb akan meningkatkan produksi susu 430 lbs andaikan bobot badan sapi konstan.
Kenaikan produksi susu terjadi sesuai dengan pertambahan umur sapi mencapai dewasa.
Pengaruh umur sapi perah terhadap produksi susu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1).
Pada masa laktasi pertama dan kedua, produksi susu banyak dipengaruhi oleh umur sapi pada
saat beranak; 2) sedangkan pada masa laktasi ketiga, produksi si tidak dipengaruhi oleh umur
57
sapi pada saat beranak, pada laktasi berikutnya terjadi hal sebaliknya yaitu makin tua umur
sapi pada waktu beranak produksi susunya makin sedikit.
Bobot badan maupun umur pada waktu beranak berpengaruh terhadap prosentase lemak
dalam air susu; kenaikan bobot badan 100 lbs akan meningkatkan produksi susu 70%
daripada produksi susu pada masa laktasi sebelumnya.

Berahi dan Kebuntingan


Telah diketahui bahwa produksi susu dan kadar lemaknya sangat beragam. Pada keadaan sapi
perah berahi produksi susu maupun kadar lemaknya menurun, susunannya juga berubah atau
dapat menyerupai kolostrum. Keadaan serupa itu bersifat sementara,dan kembali normal
setelah sapi perah tidak berahi lagi.
Sapi perah yang mengalami gangguan pada ovariumnya (Follicle cyst) serta yang tidak berahi
memproduksi susu lebih banyak daripada sapi perah yang normal.
Kebuntingan mempunyai pengaruh sedikit terhadap susunan maupun jumlah susu yang
dihasilkan. Sebagai teladan dikemukakan, seekor sapi perah yang dikawinkan 90 hari setelah
beranak memproduksi susu 750 - 800 lb lebih rendah daripada sapi perah yang dlkawinkan
240 hari setelah beranak. Hal ini disebabkan karena setelah umur kebuntingan 5 bulan
produksi susu sangat menurun dan pada umur kebuntingan 8 bulan produksi susu berkurang
sampai 20% dibanding dengan produksi susu sapi perah yang pada saat sapi tersebut tidak
bunting. Demikian pula umur kebuntingan pada bulan ke-4 sampai ke-5 akan meningkatkan
jumlah bahan kering tanpa lemak dalam susu, pada umur kebuntingan 7 bulan atau selama
laktasi prosentase protein lebih tinggi daripada sapi yang tidak bunting. Demikian pula kadar
lemak susu akan meningkat dengan meningkatnya umur kebuntingan dapatlah dikatakan
bahwa antara umur kebuntingan dengan produksi susu, lemak susu dan bahan kering tanpa
lemak terdapat hubungan.
Penurunan produksi susu pada sapi perah yang sedang bunting (8 bulan) mungkin disebabkan
karena energi yang ada pada sapi digunakan untuk tiga macam keperluan yaitu : untuk
keperluan hidup pokok, pertumbuhan/produksi, aktifitas fetus dalam kandungan; energi
tersebut setara dengan produksi susu 400 - 600 lb. Agar produksi susu dapat dipertahankan
normal, sapi perah diusahakan beranak sekali dalam satu tahun (12 bulan) dengan
mengawinkan 2 - 3 bulan setelah beranak dengan demikian didapatkan 10 bulan lama laktasi
dan ± 8 minggu lama kering.

Faktor Lingkungan
Pakan Ternak
Untuk produksi susu diperlukan pakan yang cukup baik dalam kuantitas maupun kualitasnya.
Andaikata sapi perah tidak diberi pakan tidak akan mampu produksi susu. Pakan akan
berpengaruh terhadap produksi susu, walaupun dengan pakan saja orang tidak akan mampu
meningkatkan produksi susu sapi yang memang tidak memiliki bakat memproduksi susu
banyak.
Kekurangan pakan berarti banyak tersedia energi, sehingga produksi susu akan turun selama
kekurangan terjadi. Pengaturan dalam pemberian pakan pada sapi perah menjelang laktasi
maupun akan diperah sangat penting, sebab energi banyak diperlukan untuk memproduksi
susu. Andaikata tidak dilakukan dengan sebaiknya, sapi perah yang berproduksi susu tinggi
58
bobot badannya akan turun dan berakibat produksi susunya pun menurun. Akhirnya sistem
yang ditempuh adalah pemberian pakan sepenuhnya, secepatnya setelah anaknya lahir dan
jumlah energi yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan hidup pokok serta produksi
susunya.
Defisiensi zat-zat esensial dalam pakan yang diperlukan sapi perah, mengakibatkan susunan
maupun produksi susu menurun. Kadar lemak susu sedikit dipengaruhi pakan. Pengaruh
terhadap kadar lemak ini bersifat sementara dan akan pulih kembali setelah dua minggu, akan
tetapi kadar piotein dan gula banyak dipengaruhi oleh pakan ternak. Beberapa bahan pakan
misalnya biji kapok, kedelai, kelapa dapat menaikkan kadar lemak secara temporer. Menurut
pengalaman di Indonesia dedak dan bekatul sebenarnya tidak begitu baik bagi pembentukan
susu, seperti yang diharapkan mengingat susunan zat yang begitu baik. Sebaliknya jagung
dengan zat penyusun yang sederhana ternyata lebih baik pengaruhnya terhadap produksi
susu, demikian pula halnya dengan bungkil kelapa, daun turi, daun ketela rambat.
Bahan pakan yang memiliki bau yang khas akan beralih ke bau susu yang dihasilkan,
misalnya silage, kool, sereh, lobak atau bahan pakan yang berbau busuk maupun yang berbau
tajam. Air minum juga mempengaruhi produksi susu, air hujan akan menurun produksi susu
sampai 10 % air yang berbau busuk dapat pula pindah baunya ke dalam susu.

Lama Masa Kering


Banyak peneliti menyatakan bahwa lama masa kering yang kurang dari 6 minggu
mengakibatkan produksi susu pada masa laktasi berikutnya lebih rendah, apabila
dibandingkan dengan pemberian masa kering 6 - 8 minggu. Sapi perah yang memperoleh
masa kering pendek, memproduksi susu 60 - 75 % dari produksi susu sapi perah yang
memperoleh lama masa kering 6 - 8 minggu. Terdapat kecenderungan bahwa makin lama
kering akan menurunkan produksi susu tahunan, serta memperpanjang selang beranak (13 -
14) bulan. Secara statistik pengaruh lama masa kering terhadap produksi susu selama laktasi
adalah sangat kecil. Pengaruh lama masa kering berhubungan dengan kondisi sapi perah pada
saat beranak yaitu apabila kondisi pada saat beranak baik, sapi perah memproduksi susu lebih
banyak, serta terdapat kenaikan kadar lemak selama tiga bulan pertama; apabila dibandingkan
dengan kondisi sapi yang kurus pada saat beranak. Sebagai kesimpulan dari banyak
penelitian pemberian masa kering pada sapi perah selama 6 - 8 minggu penting untuk
memperoleh produksi susu maksimum pada masa laktasi berikutnya,

Kondisi Pada Saat Beranak


Sapi kurus dan kondisi menurun pada saat beranak memproduksi susu lebih rendah daripada
sapi yang berkondisi baik pada saat tersebut. Pada sapi perah yang mampu berproduksi susu
tinggi akan tetap mengalami kondisi yang jelek dan berlanjut akan menghasilkan susu yang
lebih sedikit. Sapi perah dengan kondisi yang baik pada saat beranak memberikan hasil susu
25 % lebih banyak daripada sapi yang kondisinya jelek pada saat beranak. Pemberian pakan
yang memenuhi syarat baik kuantitas maupun kualitasnya akan mengurangi perbedaan ini.
Kondisi tubuh sapi pada saat beranak banyak berhubungan dengan lama masa kering serta
pemberian pakan pada masa tersebut. Pemberian pakan berupa bijian yang berlebih selama
masa kering akan meningkatkan poduksi serta lemak susu pada masa berikutnya. Terdapat
hubungan yang nyata antara pemasukan energi selama masa kering dengan produksi susu
59
permulaan laktasi berikutnya. Kebanyakan sapi perah akan kehilangan bobot badannya 100-
200 lb setelah beranak, bahkan ada yang sampai 400 lb. Kehilangan ini tidak semua dalam
bentuk lemak badan. Sapi perah dalam kondisi yang baik pada saat beranak memiliki
kelebihan energi yang diperlukan untuk mensintesa susu pada awal laktasi pada saat sapi
mengalami kesulitan menyediakan energi dan pakan untuk kebutuhan hidup pokok dan
keperluan produksi susu.
Beberapa peneilitian menunjukkan bahwa, tidak ada keuntungan yang jelas dari pengaruh
pemberian bijian selama masa kering terhadap produksi susu selama laktasi berikutnya. Sapi
perah dewasa serta sapi perah pengganti yang memperoleh bijian selama 21 hari sebelum
beranak akan memproduksi susu 79-119 lb lebih banyak (selama 45 hari setelah beranak)
daripada sapi perah yang tidak memperoleh bijian sampai setelah beranak. Sapi perah yang
kondisinya gemuk pada saat beranak memproduksi susu dengan kadar lemak yang lebih
tinggi daripada sapi kurus pada saat tersebut. Kenaikan kadar lemak ini terjadi selama 2- 3
bulan setelah beranak serta pemberian bijian sebelum beranak akan menaikkan persentase
lemak, bahan kering tanpa lemak pada awal laktasi.

Selang dan Frekuensi Pemerahan


Hal yang penting perlu diperhatikan adalah pengaruh selang pemerahan yang lebih dari dua
kali sehari terhadap produksi susu selama laktasi. Dalam Tabel 5 diungkapkan pengaruh
selang pemerahan terhadap produksi susu dan jumlah lemak (Schmidt dan Van Vleck, 1974).
Dari beberapa peneliti yang dilaporkan Schmidt (1971) ternyata bahwa terjadi penurunan
produksi susu 1,8 % apabila sapi diperah dengan selang 15 dan 9 jam; penurunan 3,4 %
terjadi apabila selang pemerahan 16 dan 8 jam, penurunan 0,3 % terjadi apabila selang
pemerahan 14 dan 10 jam, dibandingkan dengan produksi susu dengan selang pemerahan
yang sama. Ormiston et al (1967) melaporkan penurunan produksi sedikit lebih tinggi (3,5 %)
daripada pemerahan dengan selang yang sama.

Tabel 5 Pengaruh Selang Pemerahan Tak Sama Terhadap


Produksi Susu dan Lemak Susu
Selang Jumlah Lama Prod. Susu Prod. Sumber
Pemerahan Sapi Laktasi (lb) Lemak
(jam) (ekor) (hri) (lb)

12 – 12 35 305 13760 520 Schmidt


and
14 – 10 35 305 13716 536
Trimberger
16 – 8 35 305 13582 524 1963

12,5 – 11,5 82 206 10824 409 Ormiston


et al 1967
14,5 – 9,5 82 206 10584 398

Tidak kalah pentingnya adalah pengaruh frekuensi pemerahan dalam sehari terhadap roduksi
susu, pemerahan dapat dilakukan sebanyak 2,3,4 kali sehari. Dari hasil penelitian ternyata
sapi perah yang diperah 3 x sehari, poduksi susunya meningkat 20 dibandingkan dengan
60
frekuensi 2 kali sehari. Hal ini disebabkan karena sapi perah diperah lebih cepat akan
memerlukan pakan dan pengolahan yang lebih sempurna serta akan memiliki kemampuan
memproduksi susu tinggi. Disimpulkan bahwa kenaikan 5 - 10 % selama diperah 3 kali sehari
adalah hasil dari penurunan tekanan dalam ambing, sedang 10-15% selebihnya merupakan
pengaruh pemberian pakan dan tatalaksana yang baik. Pemerahan yang dilakukan 4 kali
sehari akan meningkatkan produksi susu sebanyak 5-10 % daripada pemerahan 2 kali sehari.
Pengaruh masase selama pemerahan berlangsung dapat meningkatkan produksi susu 1 - 15
%. Perlu diperhatikan apakah pemerahan yang lebih dari dua kali sehari memberikan
tambahan produksi susu yang mampu mengatasi semua biaya yang dikeluarkan serta
frekuensi pemerahan tidak berpengaruh terhadap prosentase lemak dalam air susu.

Pergantian Pemerah
Sapi perah yang berproduksi susu tinggi selalu dibawah pengaruh cekaman, sapi sangat
sensitif terhadap perubahan termasuk pergantian pemerah. Kesabaran kehalusan dalam
menghadapi sapi serta lingkungan yang sesuai mengakibatkan sapi menghasilkan susu yang
banyak.

Musim
Musim pada waktu sapi perah beranak akan berpengaruh terhadap produksi susu dan
susunannya, disamping pengaruh bangsa individu, lama laktasi, pakan dan sebagainya. Di
negara beriklim sedang, terjadi perubahan kadar lemak susu sesuai dengan perubahan musim,
misalnya kadar lemak meningkat pada musim gugur dan menurun pada musim semi dan
panas, kisaran naik turunnya kadar lemak disini 0,3 - 0,5 %. Beban kering tanpa lemak juga
mengalami perubahan yakni rendah pada musim semi dan panas, kisaran naik turunnya kadar
lemak disini 03-0,5%. Bahan kering tanpa lemak juga mengalami perubahan yakni rendah
pada musim semi dan panas.
Penyebab perubahan tersebut mungkin karena perubahan suhu kelembaban, bobot badan dan
keadaan pakan. Juga perubahan keadaan cuaca akan menurunkan produksi susu tetapi
meningkatkan kadar lemak susu. Di Indonesia, pada waktu hujan lebat dengar banyak petir
dapat menurunkan produksi susu, hari-hari panas dan berawan tebal menyebabkan air susu
mudah dan cepat menjadi asam daripada hari-hari yang terang.

Suhu Lingkungan
Pengaruh suhu dan kelembaban terhadap produksi susu dan susunannya telah banyak diteliti.
Pengaruh suhu lingkungan terhadap produksi susu dan susunannya tergantung pada bangsa
sapi perah, sapi Holstein dan bangsa sapi yang besar lainnya lebih toleran terhadap suhu
rendah tetapi bangsa yang kecil misalnya Jersey dan Biown Swiss lebih toleran tethadap suhu
tinggi. Suhu lingkungan yang rendah tidak begitu besar pengaruhnya terhadap produksi susu,
asalkan sapi perah diberi pakan ekstra untuk menutupi energi yang diperlukan untuk
mengatur suhu tubuh. Pada kelembaban relatif 60-80 % dengan kisaran suhu 40-70 °F
produksi susu tetap tidak berubah, oleh karena pada kisaran suhu tersebut sapi perah mampu
mengatur suhu tubuhnya tanpa mengubah produksi panas. Suhu normal ini beragam antar
bangsa sapi perah, pada sapi Jersey dan Brown Swiss suhu tersebut lebih beragam daripada
sapi Holstein.
61
Penurunan produksi susu selalu disebabkan oleh meningkatnya suhu lingkungan, pada suhu
lingkungan yang tinggi konsumsi pakan menurun tetapi konsumsi air bertambah. Pada suhu
lingkungan 105°F produksi susu dan konsumsi pakan adalah nol. Pada suhu kingkungan di
bawah 75 °F kadar lemak susu, bahan kering tanpa lemak akan meningkat, kadar laktosa
menurun pada suhu lingkungan tinggi.
Penurunan produksi susu terjadi pada sapi perah, apabila suhu lingkungan di atas 80°F untuk
Holstein, 85°F untuk Jersey dan Brown Swiss, 90°F untuk Brahman.

7.5. HAL YANG PENTING DALAM KUALITAS PENANGANAN AIR SUSU

Air susu adalah bahan pangan sehat, bergizi tinggi, karena mengandung semua zat yang
dibutuhkan badan, zat penyusunnya ditemukan dalam perbandingan yang sempurna serta
sangat mudah dicema maupun diserap darah. Karena air susu mengandung zat penyusun yang
bernilai tinggi dan berada dalam larutan, kuman yang jatuh ke dalam air susu akan
memperoleh media yang baik untuk berkembangbiak, akhirnya merusak keadaan baik air
susu.
Pada waktu air susu masih berada dalam ambing ternak yang sehat atau beberapa saat setelah
keluar air susu merupakan suatu bahan yang murni, higienis, bernilai gizi tinggi, mengandung
sedikit kuman yang berasal dari ambing atau boleh dikatakan air susu masih steril. Demikian
pula bau dan rasa tidak berubah dan tidak berbahaya untuk diminum. Setelah beberapa saat
berada dalam suhu kamar air susu sangat peka terhadap pencemaran kuman sehingga susunan
dan keadaan air susu akan berubah.
Untuk mempertahankan sifat-sifat baik tersebut, usaha yang dijalankan terutama ditujukan
kepada pencegahan setiap kemungkinan perusakan kualitas air susu, yang mungkin dilakukan
oleh kuman di dalam air susu ataupun yang akan masuk ke dalam air susu dalam
penanganannya.
Kualitas air susu yang mencapai konsumen terutama ditentukan oleh kebersihan dan
kesehatan peternak atau perusahaan air susu, dimana air susu itu dihasilkan. Akhirnya jenis
ternak, pakan dan kesehatan ternak amat penting dalam menentukan produksinya. Akan
tetapi tanpa mendapatkan perlakuan yang sehat pada waktu memperoleh, menangani serta
menyimpan air susu mentah mulai dari keluar dari ambing sampai ke tempat pengolahan dan
kemudian sampai ke tempat konsumen, hasil akhir dari susu yang baik dan sehat itu tidaklah
berarti banyak. Secara umum air susu yang berkualitas baik haruslah memenuhi beberapa
persyaratan :
1. Mempunyai susunan yang tidak nyimpang dari Melk Codex tahun 1914
2. Mempunyai rasa dan bau yang baik khas rasa susu.
3. Harus bersih, bebas dari zat berbahaya maupun toksik.
4. Bebas dari kuman patogen.
5. Mempunyai jumlah kuman yang relatif sedikit, Melk Codex tahun 1914, maksimum
jumlah kuman satu juta (1.000.000) per mililiter air susu mentah.
6. Daya simpan cukup baik, awet dan tetap segar.
Walaupun sampai saat kini tidak mampu memenuhi semua persyaratan di atas, akan tetapi
kita harus berusaha untuk mencapai suatu tingkatan yang menjamin suatu produk baik yang

62
ditinjau dari sudut kesehatan masyarakat. Masyarakat konsumen telah terdidik terhadap
kesehatan susu sehingga permintaan akan air susu berkualitas tinggi selalu meningkat.
Beberapa hal yang penting yang berhubungan dengan pengawasan kualitas air susu di
peternakan adalah :
1. Macam dari kandang
2. Keadaan kamar susu
3. Kesehatan sapi perah
4. Kesehatan pemeliharaan sapi perah
5. Persiapan sapi yang akan diperah
6. Persiapan pada pemerah
7. Macam ember susu
8. Pemindahan air susu
9. Penyaringan air susu
10. Cara pendinginan air susu
11. Cara pencucian alat-alat persusuan
12. Pengawasan terhadap lalat
Ke-12 hal tersebut di atas akan mempengaruhi jumlah kuman dalam air susu akan tetapi hal
yang utama berpengaruh adalah kesehatan sapi perah, macam ember, cara pemerahan, cara
pendinginan air susu, dan cara pencucian alat-alat persusuan.
Faktor yang mempengaruhi bau dan rasa (flavor) dari air susu adalah cara pemberian pakan,
macam bahan pakan yang diberikan, persiapan sapi yang akan diperah, ventilasi kandang,
pemindahan air susu dan kandang serta cara pencucian alat-alat persusuan.
Faktor yang berpengaruh terhadap kebersihan air susu adalah cara pemberian pakan,
persiapan sapi yang akan diperah, macam ember yang digunakan, serta cara penyaringan air
susu.
Keasaman air susu merupakan hasil fermentasi laktosa oleh kuman sehingga faktor yang
mempengaruhi jumlah kuman dalam air susu juga berpengaruh terhadap keasaman air susu.

Macam dari Kandang


Beberapa syarat diperlukan untuk menjamin kandang sapi tetap bersih adalah :
1) Lokasi kandang yag baik
2) Cukup sinar matahari
3) Cukup ruangan udara
4) Ventilasi yang baik
5) Lantai yang baik
6) Mempunyai dinding baik dan langit-langit terikat baik
7) Cara pembuangan kotoran yang baik.
Lokasi kandang sapi perah sebaiknya bebas dan tidak berdekatan dengan kadang ternak lain
atau dekat dengan kubangan lumpur. Ventilasi kandang yang tidak baik, tidak hanya
berpengaruh terhadap kualitas air susu tetapi juga terhadap kesehatan sapi dan tidak langsung
akan mempengaruhi kualitas air susu yang dihasilkan. Kandang sebaiknya mudah
dibersihkan dari kotoran kandang sebaiknya setiap saat dipindahkan ke suatu tempat yang
letaknya jauh dari kandang.

63
Kamar Susu
Setiap peternakan sapi perah harus memiliki kamar susu, oleh karena air susu harus
secepatnya dipindahkan ke kamar susu setelah pemerahan. Persyaratan untuk kamar susu
adalah sama dengan kandang, bahkan segi kebersihan dan mudah dibersihkan hendaklah
diutamakan. Kamar susu hendaknya tidak terlalu besar, akan tetapi cukup untuk menyimpan
air susu dan penanganannya serta untuk menyimpan alat-alat. Kamar susu dapat dibuat
tersendiri atau bahkan dapat dibangun melekat pada kandang, asalkan bau kandang jangan
sampai masuk ke dalamnya.

Pengawasan Terhadap Lalat


Lalat dapat mengganggu sapi perah, akibatnya sapi gelisah dan dapat menurunkan produksi
susu, disamping itu lalat juga sebagai pembawa kuman yang akan mencemari susu. Untuk
menghindari adanya lalat maka kebersihan kandang perlu dijaga, jangan menimbun kotoran
di dekat kandang, jendela kamar susu hendaknya diberi kawat kasa dan kamar susu dijaga
tetap bersih.

Kesehatan Sapi Perah


Sapi perah yang menderita penyakit menular dapat memindahkan penyakit ke manusia
melalui air susu. Oleh karena itu dengan tatalaksana yang baik sapi perah akan bebas dari
penyakit zoonosis (misalnya TBC, brucellosis, anthrax) dan mastitis. Agar sapi perah bebas
dari penyakit TBC, setiap tahun perlu diuji dengan tuberkulinasi test, sapi yang menunjukkan
reaksi positif harus dikeluarkan dari perusahaan dan dipotong. Untuk mencegah penyakit
brucellosis dan anthrax perlu dilakukan vaksinasi yang teratur. Untuk mencegah penyakit
mastitis sebaiknya pengobatan dilakukan pada waktu sapi perah sedang dalam masa kering.
Andaikan peternak membeli sapi perah, sapi perah yang dibeli hendaknya telah di test dan
dinyatakan bebas penyakit menular.

Kesehatan Pemelihara Sapi Perah


Penyakit pada manusia dapat menular kepada orang lainnya melalui air susu, oleh karena itu
para pemelihara sapi perah pemerah susu, maupun yang menangani air susu dan
membersihkan alat-alat hendaknya bebas dari penyakit.
Para pemilik, pemelihara, pemerah, dan yang menangani air susu harus bebas dan penyakit
TBC, typhus, dan orang-orang tersebut harus diperiksa kesehatannya setiap 6 bulan atau
setahun sekali.

Cara Pemberian Pakan


Beberapa macam pakan, misalnya silage, lobak, kobis, dan sebagainya menyebabkan bau
pada air susu. Untuk mencegah jangan sampai air susu berbau pakan, sebelum atau pada saat
sapi diperah jangan diberi pakan tersebut. Pakan yang berdebu sebaiknya jangan diberikan
pada sapi, karena debu juga mengandung kuman dan dapat mencemari air susu. Pemberian
pakan yang berbau 1 - 4 jam sebelum diperah akan menyebabkan air susu berbau. Demikian
64
juga orang yang baru habis makan petai, jengkol, tidak diperkenankan memerah sapi, karena
bau makanan tersebut dapat berpindah ke air susu.

Persiapan sapi yang akan diperah


Sapi perah hendaknya disikat setiap hari sebelum memerah ambingnya, demikian pula daerah
lipat paha disikat dan dibersihkan. Sesaat sebelum memerah, ambing sapi dilap dengan lap
yang bersih yang telah dibasahi dengan air panas. Penguntingan rambut di daerah lipat paha
akan menjamin sapi bersih dan kebersihan air susu. Pada sapi perah yang dibersihkan ambing
dan daerah lipat pahanya menghasilkan air susu dengan jumlah kuman 716 per-mililiter,
sedangkan sapi perah yang tidak dibersihkan ambing dan daerah lipat pahanya menghasilkan
air susu dengan jumlah kuman 7058 per-mililiter. Dengan demikian pembersihan ambing dan
daerah lipat paha akan menurunkan jumlah kuman sebanyak 6342 per-mililiter air susu.
Pembersihan dengan tangan saja tetap mengotori ambing dan air susu.

Persiapan pada pemerah


Pemerah hendaknya memakai pakaian yang bersih dan harus mencuci tangannya sebelum
melakukan pemerahan. Pakaian yang berwarna putih sebaiknya dipakai pemerah, sehingga
mudah diketahui apabila kotor, selain itu akan nampak harmonis dengan warna susu. Orang
yang menangani air susu sesudah disaring hendaknya jangan menggunakan sweater, karena
serat wool bulu baju akan jatuh ke dalam air susu.

Macam ember susu


Ember dengan mulut sempit adalah terbaik untuk memerah sapi. Hal ini ditunjukkan oleh
hasil penelitian yang menggunakan ember bermulut sempit untuk menampung air susu waktu
diperah (Tabel 6).
Tabel 6 Pengaruh Penggunaan Ember Bermulut Sempit Pada Pemerahan Terhadap
Jumlah Kuman Dalam Air Susu
Jumlah kuman per liter
Keadaan Sapi
Ember mulut lebar Ember mulut sempit

Sapi kotor, peralatan disterilisasi 86.212 24.439

Sapi kotor, ambing dan puting 6.166 2.886


dibersihkan, peralatan disterilisasi

Sapi bersih, ambing dan puting 4.947 2.677


dibersihkan, peralatan disterilisasi

Di dalam kenyataan penggunaan ember bermulut sempit tidaklah umum. Sebaliknya yang
bermulut lebar adalah umum digunakan. Penggunaan ember bermulut sempit memang pada
saat permulaannya agak sukar dilakukan, tetapi dengan membiasakan ternyata
penggunaannya menjadi mudah. Dari hasil penelitian yang diungkapkan dalam tabel 6,
ternyata penggunaan ember bermulut sempit, keadaan sapi bersih, serta ambing dan puting

65
bersih dan peralatan disterilisasi, menghasilkan air susu yang bersih dan jumlah kuman
sedikit.

Cara Pencucian Alat-Alat


Pencucian peralatan misalnya ember, milk can, botol dan lain-lainnya dengan menggunakan
air panas dan larutan khlor dapat melarutkan lemak susu dan menjadi bersih. Peralatan yang
tidak bersih untuk penanganan air susu mengakibatkan air susu banyak mengandung kuman.
Peralatan yang bersih dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut :
1. Rendamlah peralatan dalam air dingin, atau air hangat-hangat kuku untuk menghilangkan
bekas-bekas lemak yang masih menempel pada peralatan.
2. Cucilah dengan menggunakan air sabun hangat dan memakai sikat, janganlah
menggunakan lap karena dengan sikat akan bersih sedangkan dengan lap hanya
melicinkan saja.
3. Kemudian dibilas dengan air bersih. Selanjutnya direndam dalam air mendidih selama 2 -
3 menit, kadangkala juga digunakan uap panas selama 30 detik sampai satu menit
sehingga peralatan menjadi kering dan bersih.

Pengambilan air susu dan kandang


Air susu hasil pemerahan secepatnya dipindahkan dari kandang, setelah setiap sapi diperah
untuk menjaga agar air susu tidak berbau/sapi. Keadaan ini penting terutama pada kandang
yang ventilasinya kurang baik.

Penyaringan air susu


Air susu hasil pemerahan hendaknya disaring, tujuan penyaringan adalah untuk
menghilangkan kotoran yang jatuh ke dalam air susu. Saringan terbaik adalah terbuat dari
kapas, karena sangat efisien dan sekali pakai terus dibuang. Kain dapat pula untuk menyaring
akan tetapi mudah kotor dan merupakan sumber dari kuman, karena itu saringan yang
digunakan lebih dari satu kali harus dicuci bersih dan digodok.

Pendinginan air susu


Pendinginan air susu sesudah diperah akan menghambat perkembang biakan kuman. Pada
tabel 7, ternyata bahwa pendinginan air susu pada berbagai suhu dan lama penyimpanan
berbeda akan menpengaruhi jumlah kuman.
Air susu perlu didinginkan segera setelah diperah sekurang-kurangnya pada suhu 7 - 10°C
selama 2 sampai 3 jam, untuk mencegah berkembang biaknya kuman yang telah ada di dalam
air susu. Apabila air susu dijual dalam botol, cara praktis dan cepat untuk mendinginkan
adalah dengan menggunakan alat pendingin. Apabila tidak mempunyai alat pendingin,
pendinginan dapat dilakukan dengan es yaitu : air susu dimasukkan ke dalam milk can dan
milk can dimasukkan ke dalam bak yang berisi es. Dapat pula dilakukan dengan
menggunakan air dingin yang mengalir dengan suhu 5°C di daerah pegunungan.

66
Tabel 7. Pengaruh Suhu pada Perkembangbiakan Kuman Dalam Air Susu
Lama Penyimpanan Jumlah Kuman per ml
Suhu Air Susu (0°C)
(Jam) Air Susu

0 10 3.000

10 10 11.580

15,56 10,5 15.120

21,11 11 188.000

26,67 11 2.631.000

32,22 11,5 4.426.000

PENGAWASAN PRODUKSI SUSU

Pengawasan produksi susu tidak hanya terhadap pemeriksaan susu saja, melainkan juga
terhadap perusahaan peternakan sapi perah tempat air susu dihasilkan. Pengawasan terhadap
perusahaan meliputi pengawasan terhadap peralatan perusahaan (ember, milk can, kandang
dan sapi perah) serta pengawasan terhadap pemeliharaannya. Pemeriksaan air susu meliputi
dua hal, yaitu pemeriksaan terhadap keadaan air susu dan susunan air susu. Keadaan air susu
dikatakan menyingkir apabila air susu kotor mengandung banyak kuman yang tidak dijumpai
dalam air susu normal, bahkan air susu sudah mulai membusuk. Susunan air susu normal,
atau air susu tidak memenuhi persyaratan minimal.
Pemeriksaan terhadap air susu dapat dilakukan di peternakan, laboratorium atau bahkan di
perusahaan pengolah air susu, dengan menggunakan pedoman pemeriksaan air susu.
Pemeriksaan air susu dimaksudkan guna menjamin konsumen menerima kualitas air susu
yang baik dan memberikan peluang yang baik untuk perkembangan peternakan sapi perah.
Peraturan persusuan di Indonesia masih berdasarkan pedoman Melk Codex tahun 1914 yang
diundangkan pada tahun 1920. Dalam pedoman tersebut ternyata baik bagi para konsumen,
karena konsumen dijamin akan mendapatkan air susu yang berkualitas baik.
Peraturan Penilaian Kualitas Air Susu
Peraturan penilaian kualitas air susu di Indonesia masih berdasarkan Melk Codex tahun 1914
yang diundangkan pada tanggal 10 Mei 1920, peraturan tersebut berintikan :
1. Syarat minimal kualitas air susu yang baik
2. Cara pemeriksaan kualitas air susu dan susu olahan terhadap susunan dan higienenya
3. Pengawasan terhadap perusahaan susu.
Berdasarkan Melk Codex ini daerah Kotamadya, Kabupaten menyusun peraturan persusuan
baru yang berlaku bagi daerahnya masing-masing dan dikenal dengan Melkverordening.
Meskipun peraturan tersebut berbeda antar daerah satu dengan daerah lainnya masih terdapat
kesamaan yaitu :
1. Adanya peraturan untuk dapat mendirikan sebuah perusahaan.
2. Adanya pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan dan peralatannya.
3. Pengawasan terhadap kualitas air susu yang dijual.

67
Di dalam peraturan tersebut juga dicantumkan definisi-definisi, misalnya mengenai air susu,
perusahaan air susu, penjual air susu, syarat yang harus dipenuhi perusahaan (mengenai:
kamar susu, kandang, peralatan, pegawai, dan sebagainya).
Walaupun peraturan persusuan telah lama dikeluarkan dan pada saat ini sudah tentunya tidak
sesuai lagi, oleh karena kemajuan teknologi, maka daerah dapat melakukan perubahan-
perubahan yang dikuatkan oleh keputusan DPRD. Perubahan-perubahan tersebut sudah
tentunya berdasarkan hasil-hasil penelitian yang diungkapkan para ilmuwan, dan telah teruji
kebenarannya. Kualitas air susu nomal menurut Melk Codex tahun 1914 harus memenuhi
angka-angka minimal sebagai berikut :
Berat jenis (BJ) ……………………………………………………………. 1,0280
Kadar lemak 3,5 %
Kadar bahan kering tanpa lemak 8,0 %
Derajat asam 4,5 - 7°SH
Titik beku 0,520°C
Angka refreksi ……………………………………………………………….. 34
Kadar abu 0,7%
Angka katalase 0
Kadar laktosa 4,2 %
Kadar protein semu (N) 3
Kadar protein murni 2,7 %
Kadar bahan keju 2,1 %
Angka reduktase 2
Jumlah kuman per-cc maksimal 1 Juta
Berat jenis serum kapur khlor 1,0230
Angka polarisasi ………………………………………………………… 4,400C
Kahr khlor dalam 100 gr air susu 65 - 90 mg
Di dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan No.17 / Kp ts / DJP/Depan/83
tentang Syarat-syarat Tata Cara Pengawasan dan Pemeriksaan Kualitas Susu Produksi Dalam
Negeri, di dalam bab II pasal 7 ayat 11 disebutkan: susu murni yang beredar harus memenuhi
persyaratan kualitas sebagai berikut :
a. warna, bau, rasa, kekentalan tidak ada perubahan
b. berat jenis (pada suhu 27,5°C) sekurang-kurangnya ...................... 1,028.
c. kadar lemak sekurang-kurangnya ................................................... 2, 8 %
d. kadar bahan kering tanpa lemak sekurang-kurangnya .................... 8,0 %
e. derajat asam .................................................................................... 4,5 - 7°SH
f. waktu reduktase .............................................................................. 2-5 jam
g. uji didih ........................................................................................... negatif
h. uji alkohol 70 % .............................................................................. negatif
i. angka katalase setinggi-tingginya ................................................... 3 cc
j. angka refraksi .................................................................................. 34,0
k. kadar protein sekurang-kurangnya .................................................. 2,7 %
l. titik beku ................................................................ -0,520 -0,5660°C
m. jumlah kuman yang dapat dibiakkan setinggi-tingginya ............ 3 juta tiap cc

68
Pada ayat 2 disebutkan, susu tidak diperbolehkan mengandung kuman patogen dan benda
asing yang dapat mengotori susu. Demikian pula dicantumkan pengujian terhadap keadaan
susu dan susunan susu dalam pasal 11. Pengujian kualitas dilakukan di Laboratorium yaitu :
Pengujian terhadap keadaan susu meliputi :
a. Warna, bau, rasa, kekentalan dilakukan secara organoleptis
b. Kebersihan dilaksanakan dengan metode saringan yang menggunakan kertas saring
c. Keasaman dilaksanakan dengan uji didih, uji alkohol dan titrasi
d. Uji reduktase dilaksanakan dengan metiTen bini atau resgziirin
e. Uji katalase dlaksanakan dengan H2O2
f. Uji sedimentasi dilaksanakan dengan mempergunakan tabung Tromsdorf
g. Uji kuman dilaksanakan secara pemupukan dengan metode Koch
h. Pemanasan/pasteurisasi/sterilisasi dilaksanakan dengan uji fosfatase atau storch
i. Uji antibiotika/pestisida/hormon dan farmasetik lainnya dilaksanakan menurut metode
masing-masing pengujian.

Pengujian terhadap susunan meliputi :


a. Berat jenis dilaksanakan dengan menggunakan laktodensimeter yang tertera pada suhu
27,5 °C
b. Kadar lemak dilaksanakan dengan metode Gerber
c. Kadar protein dilaksanakan dengan metode Kyeldahl
d. Kadar bahan kering tanpa lemak diperhitungkan berdasarkan berat jenis dan kadar lemak
menurut rumus Fleishmann
e. Angka refraksi dilaksanakan dengan menggunakan refraktometer
f. Titik beku dilaksanakan dengan menggunakan kryoskop

Pengawasan Perusahaan Susu


Pada umumnya peraturan persusuan telah baik dalam melindungi konsumen untuk
mendapatkan kualitas susu yang baik yang dihasilkan perusahaan peternakan sapi perah.
Daerah-daerah telah melaksanakan pengawasan secara seksama terhadap perusahaan secara
keseluruhan, akan tetapi bobot penekanannya berbeda karena disesuaikan dengan kondisi
daerah yang bersangkutan. Hal ini terithat dalam Tabel. 8, untuk daerah Jawa Timur, Kodya
Semarang dan Kodya Yogyakarta.

Tabel 8. Nilai Maksimum Bagian-bagian Perusahaan Susu di Jawa Timur, Kodya


Yogyakarta dan Kodya Semarang

Bagian yang dinilai Jawa Timur Jogya Semarang

Kandang 40 20 20

Sapi Perah 12 8 6

Kamar Susu 20 8 8

Alat-alat Susu 24 11 10

69
Personalia 12 17 10

Kebersihan Waktu Pemerahan - 13 14

Penanganan Air Susu - 17 14

Pembersihan Alat-alat - 16 18

Keadaan Umum Perusahaan 17 - -

Jumlah 125 100 100

Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa urutan pemberian nilai maksimum yang
diberikan adalah kamar susu, sapi perah, para pekerja, kandang, peralatan. Kesemua
persyaratan terhadap hal-hal tersebut telah diumumkan di depan (13 butir).
Peraturan persusuan daerah jangan sampai terlalu memberatkan peternakan sapi perah rakyat,
sebaliknya mampu menunjang untuk perkembangannya.
Di dalam SK Dirjen Peternakan No. 17/Kpts/DJP/Deptan/23 juga dicantumkan tentang
pengawasan perusahaan antara lain :
1. Setiap sapi perah hendaknya diamati dan diuji kesehatannya, termasuk vaksinasi terhadap
beberapa penyakit, serta uji terhadap tuberculosis dan brucellosis.
2. Sapi perah yang nyata menderita atau diduga menderita salmonellosis, tuberculosis,
brucellosis, penyakit mulut dan kuku, mastitis, endomeiritis, luka pada ambing, air
susunya dilarang untuk dikonsumsi manusia.
3. Sapi perah yang sedang dalam pengobatan dengan antibiotika dan farmasetik lain,
dilarang dimanfaatkan susunya untuk konsumsi manusia, sampai selesai waktu henti obat
dari obat yang bersangkutan.
4. Setiap usaha peternakan sapi perah harus memenuhi persyaratan kandang
a. bersifat permanen/semi permanen, berlantai beton atau kayu yang tidak licin, lantai
miring ke arah saluran pembuangan dan mudah dibersihkan.
b. lantai kandang mempunyai ukuran 2 x 1,5 meter persegi untuk tiap ekor sapi dewasa,
tidak termasuk jalur jalan dan selokan.
c. ventilasi dan pertukaran udara segar masuk leluasa ke dalam kandang, sebaliknya
udara kotor mudah keluar kandang.
d. memenuhi persyaratan teknis, ekonomis dan biologis.
5. Limbah dan air buangan dari kandang harus ditampung pada tempat khusus.
6. Setiap usaha peternakan sapi perah harus menghindarkan sejauh mungkin timbulnya
gangguan pencemaran lingkungan berupa bau, serangga, tikus, dan lain-lain.
7. Setiap usaha peternakan sapi perah harus memiliki sumber air hersih, yang layak
digunakan sebagai air minum.
8. Alat yang digunakan untuk mewadahi, menampung dan mengangkut air susu harus
memenuhi persyaratan :
a. Kedap air
b. Terbuat dari bahan yang tidak berkarat
c. Tidak mengelupas bagian-bagiannya, tidak bereaksi dengan susu dan tidak mengubah
warna, bau, dan rasa susu
70
d. Setiap akan digunakan harus bersih dan dihapus hamakan.
9. Setiap pekerja pada usaha peternakan sapi perah, pengumpul, dan penampung susu yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan sapi perah dan penanganan susu harus
berbadan sehat dan bebas dari penyakit menular (dinyatakan dengan surat keterangan
dokter yang diperbaharui setiap tahun).

DAFTAR PUSTAKA

Adi Sudono. 1977. Pedoman Ilmu Kesehatan Air Susu. Direktorat Jendral Peternakan,
Deptan RI.

Adi Sudono. 1978. Tinjauan Undang-Undang Persusuan. Direktorat Jendral Peternakan,


Deptan RI.

Anonymous, - Petunjuk Pembinaan dan Pengembangan Persusuan. Direktorat Panca Usaha


Ternak Pusat Direktorat Bina Usaha Petani Ternak dan Pengolahan Hasil Peternakan. Dirjen
Peternakan, Deptan. RI.

Campbell, J. R and R T. Marshall, 1975. The Science of Providing Milk for Man McGraw-
Hill Book Company. New York St Louis San Fransisco.

Davis, RE 1962. Modern Dairy Cattle Management. Prentice Hall Inc. Englewood Cliff New
York.

Ensminger, M.E. 1971. Dariy Cattle Science. The Interstate Printers & Publisher Inc.
Danville Illinois.

Foley, RC., D.L. Bath, F.N. Dickinson, and H. A Tucker. 1973. Dairy Cattle: Principles,
Practices, Problems, Profits. Lea Febriger Philadelphia.

Judkins, H.F., and H.A Keener. 1.966. Milk Production and Processing. John Wiley & Sons
Inc New York London.

Schmidt, G. H. 1971. Biology of Lactatian. W. H. Freeman and Company San Fransisco.

Schmidt, G. H. , amd L. D. van Vleck. 1975. Principles of Dairy Science. W. H. Freeman and
Company. San Fransisco

71
VIII. PEMULIAAN SAPI PERAH

Telah diketahui bahwa untuk meningkatkan produksi susu pada sapi perah dapat
ditempuh dengan perbaikan dalam segi tatalaksana, cara pemberian pakan dan perbaikan
mutu genetik ternak. Sehingga dalam usaha untuk meningkatkan mutu genetik sapi perah
dalam menghasilkan produksi susu tinggi, perlu dilakukan pcmuliaan sapi perah yang
meliputi seleksi dan sistem perkawinan.

8.1. Sistem Perkawinan

Sistem perkawinan yang umum dilaksanakan dalam suatu usaha peternakan sapi
perah untuk meningkatkan mutu genetik sapi perah adalah :

a. Kawin silang (Cross breeding). Yang dimaksud adalah suatu perkawinan antara dua
ternak yang berbeda bangsanya, dengan tujuan :
a) menghasilkan ternak yang bukan untuk bibit sebagai contoh sapi jantan FH
dikawinkan dengan sapi Ongole, Hissar, Bali (hasil persilangan produksi susunya
lebih baik dari tetuanya).
b) menghasilkan sapi yang haru, misalnya tahan terhadap lingkungan tertentu, penyakit,
menguntungkan secara ekonomis. Sebagai contoh munculnya bangsa yang baru,
misalnya sapi Jamaica Hope, AMZ (Australian Milking Zebu), AFS (Australian
Friesien Sahiwal), AMS (Australian Milking Shorthorn), bahkan di India banyak
digunakan sapi perah Jersey, FH, Brown Swiss untuk memperbaiki sapi Red Sindhi,
Sahiwal, Hariana dan sebagainya.
b. Grading-up. Yang dimaksud adalah suatu perkawinan antara ternak jantan yang murni
bangsanya dengan ternak bangsa murni atau betina hasil persilangan, dan dilanjutkan
perkawinan pejantan murni tadi dengan hasil persilangannya yang betina dan generasi ke
generasi. Akhirnya setelah 5 atau 6 generasi ternak keturunannya memiliki darah masng-
masing 96,87% atau 98,44% sering kita berhadapan dengan ternak yang hampir murni
bangsanya, atau ternak yang berderajat tinggi (high grade). Sebagai contoh adalah sapi
perah Grati di Indonesia, sapi perah Israel yang dikenal dengan nama Israeli Holstein
Friesien.
c. Kawin dalam (Inbreeding). Yang dimaksud adalah perkawinan dari ternak yang masih
memiliki huhungan keluarga dekat akan tetapi masih dalam satu bangsa. Dalam sistem
perkawinan ini masih dibedakan antara :
c.1. Kawin tertutup (closed breeding), artinya perkawinan antara ternak jantan dan betina
yang masih mempunyai huhungan yang dekat sekali, msialnya antara saudara
kandung, adik dengan kakak, tetua denean anak, cucunya dan sebagainya.
c.2. Line breeding, artinya perkawinan antar keluarga yang dipusatkan kepada seekor
ternak yang amat disenangi.
Perkawinan inbreeding ini umumnya terjadi di peternakan yang hanya memiliki seekor
pejantan, atau yang hanya menggunakan satu macam semen dari sapi pejantan yang
unggul. Perkawinan semacarn ini akan mengakibatkan keturunannya berproduksi susu
rendah, sering terjadi gangguan reproduksi, penurunan vitalitas, penurunan pertumbuhan,
bahkan akan muncul faktor lethal.
72
d. Kawin luar (Out breeding), artinya perkawinan antara ternak yang sama sekali tidak
memiliki hubungan keluarga akan tetapi masih di dalam satu bangsa. Yang sama dan
hasilnya lebih baik.

8.2. Seleksi

Dalam usaha peternakan sapi perah yang diartikan seleksi adalah memilih ternak yang
memiliki sifat produksi susu tinggi untuk dijadikan bibit bagi generasi yang akan datang.
Dasar-dasar seleksi yang umum digunakan dalam peternakan sapi perah adalah :
1. Seleksi yang didasarkan atas tipe (eksterior) individu.
2. Seleksi yang didasarkan atas pemenang dalam lomba ternak.
3. Seleksi yang didasarkan atas silsilah individu (pedegree).
4. Seleksi yang didasarkan atas uji produksi.
5.
Seleksi didasarkan atas tipe. Seleksi cara ini sebenarnya kurang tepat, oleh karena ternak
yang memiliki tipe yang baik belum tentu akan menunjukkan suatu produksi susu yang
tinggi. Sehingga cara ini tidak selalu tepat dan kemajuan yang akan dicapai lambat.

Seleksi didasarkan atas pemenang dalam lomba ternak. Seleksi cara ini hampir sama
dengan yang berdasarkan tipe tiap individu. Hanya cara seleksi ini dilaksanakan pada waktu
diadakan lomba ternak, biasanya ternak yang menang/menjadi juara dipilih sebagai bibit.
Cara seleksi inipun banyak kelemahannya.

Seleksi yang didasarkan atas silsilah individu. Silsilah adalah suatu catatan ternak ang
didalamnya tertera tetuanya. Jadi dalam silsilah akan dapat dipelajari produksi tetua yang
betina serta kemampuan tetua jantan mewariskan sifat produksi susu tinggi. Dari silsilah ini
pula dapat terpilih ternak yang memiliki kemampuan produksi susu tinggi, yang kemudian
terpilih sebagai bibit. Perlu diingat cara seleksi ini hanya dapat dilakukan terhadap sapi perah
yang belum berproduksi susu atau yang hampir sama produksi susunya.

Seleksi yang didasarkan atas uji produksi. Cara seleksi ini dianggap yang paling tepat
diantara cara seleksi yang telah dikemukakan dan dapat pula digunakan untuk menentukan
ternak mana yang paling baik untuk dijadikan bibit. Pada cara seleksi ini dapat dilakukan dua
cara :
a. Uji produksi tiap ekor individu ternak (Individual Merit Testing)
b. Uji keturunan (Progeny Test) = Uji zuriat

Uji produksi tiap ekor individu ternak. Berdasarkan hasil uji produksi tiap ekor ternak,
dipilih ternak yang memiliki produksi susu tinggi untuk dijadikan bibit, dan yang berproduksi
susu rendah disisihkan (culling) dari peternakan. Untuk itu perlu semua pencatatan produksi
susu dibakukan ke produksi susu selama 305 hari, 2 kali pemerahan sehari, dan sapi sudah
dewasa atau dengan kode produksi susu 305 h. 2 x SD. Untuk mengetahui apakah seekor sapi
perah berproduksi susu tinggi atau rendah, maka perlu dilakukan penghitungan daya produksi
susu (MPPA = Most Probable Producing Ability). Untuk keperluan penghitungan tersebut

73
diperlukan, faktor umur waktu beranak, frekuensi pemerahan sehari, produksi susu dihitung
selama 305 hari.

Daya Rataan (rataan produksi


Produksi Produksi nr susu individu –
= + x
Susu Seekor Susu 1  (n  1)r rataan produksi
Sapi Perah Perusahaan susu perusahaan)

Setelah selesai menghitung daya produksi susu seluruh sapi yang ada di peternakan
dilakukan ranking, untuk semua sapi perah. Sapi perah yang memiliki daya produksi di atas
rataan produksi susu perusahaan sebanyak 50-55% digunakan sebagai bibit. Sedangkan yang
daya produksi susunya dibawah rataan produksi susu perusahaan sebanyak 20 - 25%
dikeluarkan/disisihkan.

Uji keturunan / Uji zuriat. Yang dimaksudkan adalah memilih ternak berdasarkan atas
penilaian produksi susu dan anak-anaknya yang betina. Uji ini selalu dilakukan pada ternak
jantan. Oleh karena ternak jantan memiliki jumlah keturunan jauh lebih banyak daripada
ternak betina. Disamping itu sapi perah jantan tidak menghasilkan susu, sehingga penilaian
terhadap sapi jantan didasarkan pada produksi susu anak-anaknya yang betina. Atau uji ini
dilakukan untuk mengetahui kemampuan seekor pejantan menurunkan sifat produksi susu
yang tinggi kepada anak-ahaknya dan kadar lemaknya (sering disebut transmitting ability).
Beberapa uji klasik yang dapat dilakukan dalam uji zuriat :

a. Equal Parent Index (EPI). Dari suatu perkawinan antara sapi jantan dengan betina, akan
dihasilkan anak yang akan mempunyai setengah sifat pejantan dan setengah sifat induk,
sifat ini diturunkan kemudian merupakan hasil gabungan dari sifat terkandung dalam
pasangan gen. Cara inipun untuk mengetahui kemampuan pejantan dengan melihat
produksi anaknya yang betina. Rumus EPI menjadi :
EPI = 2 A - Y EPI = indeks pejantan
A = produksi susu anak
Y = produksi susu induk
Contoh : Seekor Pejantan A dikawinkan dengan induk K yang berproduksi susu 2500
liter, menghasilkan anak dengan produksi susu 3500 liter.
Seekor Pejantan B dikawinkan dengan induk L yang berproduksi susu 2500
liter, menghasilkan anak dengan produksi susu 3000 liter.
Jawab : Indeks pejantan A = 2 x 35000 – 2500
= 4500
Indeks pejantan B = 2 x 3000 – 2500
= 3500
Dengan demikian ternyata indeks pejantan A lebih tinggi daripada indeks
pejantan B.
Cara ini dianggap terlalu klasik dan banyak hal yang masih berpengaruh tidak/belum
diperhitungkan. Untuk itu, agar EPI dapat digunakan untuk mengetahui/menduga
produksi susu anak yang akan diharapkan dari pejantan yang akan diseleksi, perlu
74
ditambahkan faktor lain yaitu rataan produksi susu sapi perah di suatu daerah/perusahaan
= Breed average (BA). Cara baru ini disebut Regression Index (RI). Dalam cara ini dapat
pula dimasukkan kadar lemak susu.
Contoh : Produksi susu Kadar lemak
EPI 5000 liter 3,70%
BA 4000 liter 3,55%
----------------------------------------------------------------------
Regression Index 4500 liter 3,625%
Rumus : RI = 1/2 (EP I + BA)

b. Daughter Dam Comparison Test. Cara ini dilakukan dengan membandingkan produksi
susu dan lemak dari anak pejantan muda yang akan diuji kemampuannya menurunkan
sifat produksi susu tinggi dengan induknya. Untuk kelancaran uji ini diperlukan 5 - 10
pasang induk anak, penilaian pejantan dengan perkawinan IB.
Contoh : Susu Lemak
Rataan produksi susu anak 5653 liter 3,72%
Rataan produksi susu induk 5325 liter 3,56%
---------------------------------
Beda. (+} 328 liter + 0,16%
Apabila produksi susu anak lebih tinggi dari produksi susu induk atau selisih produksi
susu anak dengan produksi susu induk positip dikatakan pejantan baik. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dari uji ini adalah : penggunaan induk boleh sembarang yang ada, anak
induk harus seragam umurnya, dan anak harus mendapat perawatan, pemeliharaan yang
sama. Sehingga untuk menilai seekor pejantan baik/tidak baru dapat diketahui setelah
pejantan berumur 4 1/2 - 5 tahun. Kelemahan dari cara uji ini adalah, memerlukan waktu
lama, biaya mahal, dan anak dan induk terdapat beda yang menyolok.
c. Daughter Herdmate Comparison Test.- Dengan cara ini penilaian seekor pejantan
dilakukan dengan membandingkan produksi susu rata-rata anak pejantan tersebut dengan
produksi rata-rata anak pejantan lain yang lahir dalam musim, tahun yang sama dengan
anak pejantan yang dinilai. Andaikan pejantan A akan dinilai, dikawinkan dengan betina
induk A, B, C, D, E. Sebagai pembanding pejantan 13 yang telah diketahui
keunggulannya dikawinkan dengan betina induk F,G, H, I, J. Kelahiran akan A1, B1, C1,
D1, E1 dan F1, G1, H1, I1, J1, harus dalam musim dan tahun yang sama, serta
memperoleh pemeliharaan yang sama. Selanjutnya dibandingkan produksi susunya,
rataan A1, B1, C1, D1, E1 dengan produksi susu rata-rata F1, G1, H1. I1. J1.

8.3. Pemilihan Sapi Betina

Apabila hendak memilih sapi betina untuk bibit, pada dasarnya dapat dengan
mengkombinasikan dasar-dasar seleksi yang telah diuraikan dengan memperhatikan beberapa
faktor lain yang dianggap penting, yaitu :
Bangsa sapi, Perlu dipehatikan ciri khas dari bangsa sapi yang akan dipilih, apakab FH
murni, keturunan (PFH), peranakan/persilangan FH misalnya Grati ataukah bangsa sapi perah
selain FH.

75
Umur sapi. Untuk menentukan umur, perlu dilihat gigi seri sapi tersebut. Sapi yang umurnya
lebih tua umurnya memproduksi susu lebih banyak daripada sapi yang muda umurnya. Untuk
sapi FH produksi susu maksimal tercapai pada umur 7 - 8 tahun. Setelah itu produksi susu
menurun dengan perlahan, pada umur 10 tahun produksi susu jelas terlihat penurunannya.

Silsilah. Sapi perah yang akan jadikan bibit perlu diketahui apakah sapi tersebut berasal dari
tetua yang berproduksi susu tinggi. Silsilah amat berguna dalam pemilihan sapi dara, maupun
dalam pemilihan bibit yang memiliki produksi hampir bersamaan.

Eksterior. Sapi perah yang hendak dijadikan bibit, harus mempunyai bentuk yang menarik
seperti baji, badan cukup besar dan sesuai dengan umur, mempunyai sifat yang baik. Kepala
cukup baik, hidung cukup besar, mata bercahaya, terang dan cukup lebar antara mata.
Punggung lurus, kaki membentuk segi empat panjang dan jarak kedua kaki cukup lebar.
Jumlah puting tidak boleh lebih dari 4 letaknya dalam segi empat yang simetris, puting tidak
boleh terlalu pendek karena menyulitkan pemerahan. Pembuluh darah balik (vena) harus
banyak dan berkelok dan menyolok, tempat dimana pembuluh darah tersebut masuk kedalam
tubuh disebut sumber susu. Sumber susu ini harus besar, banyak terdapat pada sapi perah
yang akan dijadikan bibit.

Produksi susu. Pemilihan bibit berdasarkan produksi susu adalah penting sekali. Apabila
sapi perah yang akan dijadikan bibit tidak memiliki catatan produksi susu, perlu diperhatikan
sudah berapa lama berproduksi susu sejak dia beranak yang terakhir. Sebab dalam bulan ke 1
dan 2 sesudah beranak produksi susu mencapai puncaknya kemudian menurun secara
perlahan sampai akhir laktasi. Disamping itu perlu diketahui sudah berapa kali beranak, sebab
produksi susu maksimum tercapai pada beranak yang ke 4 – 5 kali. Apabila pencatatan
produksi susu lengkap dapat dilakukan pemilihan berdasarkan daya produksi susu, sudah
tentunya semua catatan produksi susu telah dibakukan ke 305 h. 2 x. SD.

Kesehatan. Dalam memilih sapi betina bibit, juga harus memperhatikan kesehatan sapi, sapi
perah harus bebas dari penyakit menular, misalnya tbc, ngorok, mulut dan kuku, keguguran
menular dan sebagainya.

8.4. Pemilihan Pejantan

Untuk memilih seekor pejantan yang baik tidak semudah memilih sapi betina, bibit
yang dalam waktu satu atau dua tahun sesudah dibeli dapat diketahui. Untuk dapat menilai,
bahwa seekor pejantan betul-betul baik dalam menurunkan sifat produksi susu tinggi pada
keturunannya, maka haruslah anak-anak betina dari pejantan tersebut telah dewasa dan telah
menghasilkan susu. Dalam hal ini akan memerlukan waktu cukup lama yaitu 4 1/2 - 5 tahun.
Andaikan pejantan tersebut masih muda artinya belum memiliki keturunan, sebaiknya dipilih
dari anak yang jantan dari pejantan yang telah diketahui keunggulannya juga dapat dari
silsilahnya. Bahkan dapat pula dari informasi performans saudara-saudara betina yang berasal
dari satu pejantan. Atau secara umum dapat menggunakan dasar-dasar uji zuriat yang telah
dikemukakan.
Sapi perah jantan yang dipilih hendaknya memiliki eksterior sebagai berikut :
76
1. Besar badan sesuai dengan umur, kuat dan mempunyai sitat jantan yang baik.
2. Kepala harus lebar bila dibandingkan dengan sapi betina, leher harus besar.
3. Pinggang lebar dengan punggung kuat.
4. Dada lebar, jarak antar tulang rusuk lebar yang menunjukkan pejantan dapat bernafas
dengan baik.
5. Lingkar dada dan lingkar perut cukup besar.

8.5. PENYIAPAN SAPI PENGGANTI (REPLACEMENT STOCK)

Pentingnya Menyiapkan Replacement Stock Kelanjutan suatu usaha ternak sapi perah
sangat tergantung kepada keberhasilan pemeliharaan pedet (calves) dan sapi dara (heifers)
sebagai replacement stocks (ternak-ternak atau sapi-sapi pengganti). Sapi-sapi pengganti
diperlukan untuk mempertahankan atau menaikkan populasi sapi yang dipelihara, dan pada
gilirannya, mempertahankan atau menaikkan jumlah produksi susu. Dalam kaitan dengan
upaya mempertahankan tingkat produksi susu, pedet atau sapi dara diperlukan untuk
mengganti sapi-sapi yang diafkir karena tua, kegagalan atau gangguan reproduksi, gangguan
ambing, mati atau karena produksi susunya rendah. Sedangkan dalam kaitan dengan
pengembangan usaha, mereka diperlukan untuk menambah populasi sapi produktif dengan
potensi genetik yang lebih tinggi. Secara umum, setiap tahun sebanyak seperempat dari
jumlah sapi-sapi betina dewasa dikeluarkan dari kelompoknya dan hartus diganti dengan
sapi-sapi dara yang lebih baik agar, paling tidak, tingkat produksi susu yang ditargetkan dapat
dipertahankan. Biasanya, tigaperempat dari sapi-sapi yang diafkir ini dikeluarkan karena
alasan-lasanan selain produksi susu yang rendah.
Sesuai hukum-hukum genetika, 50% dari anak-anak sapi yang lahir dalam satu
kelompok ternak berpeluang berjenis kelamin betina dan 50% lainnya adalah jantan. Dari
sejak lahir hingga disapih (6 – 8 minggu pada peternakan maju; atau 3 – 4 bulan pada
peternakan tradisional) sebagian dari anak sapi yang lahir tadi MENGALAMI KEMATIAN.
Periode sebelum penyapihan anak sapi ditandai dengan angka kematian yang tinggi yaitu
sekitar 5% pada peternakan maju dan mencapai 20% pada peternakan tradisionil. Selain itu,
beberapa dari pedet yang berhasil mencapai umur penyapihan akan gagal mencapai tahap
produksi susu akibat kegagalan reproduksi, cacat atau masalah-masalah lain. Oleh sebab itu,
bila seperempat dari jumlah sapi dewasa diafkir setiap tahun maka untuk mempertahankan
populasi sapi yang produktif saja dan agar peternak leluasa melakukan seleksi maka 75% dari
pedet betina yang lahir dalam satu tahun harus dibesarkan sebagai replacement stocks.
Bila penyediaan sarana produksi memungkinkan, terutama pakan dan kandang, maka
pada umumnya adalah lebih menguntungkan bagi peternak untuk membesarkan sendiri sapi-
sapi pengganti dari pada membelinya dari peternak lain, dengan alasan :
1. Membesarkan sendiri sapi pengganti umumnya lebih murah dari pada membeli,
khususnya bila dikaitkan dengan optimalisasi pemanfaatan sarana produksi yang
telah ada dalam satu usaha ternak sapi perah.
2. Sapi dara yang dibesarkan sendiri biasanya lebih unggul dari pada yang dibeli dari
luar terutama bila dihubungkan dengan kemampuan produksi/reproduksi dan sifat-
sifat lain. Dengan memelihara pedet sendiri peternak akan lebih leluasa
mengadakan seleksi dan mengetahui riwayat hidup sapi-sapi yang dipeliharanya.
3. Memperkecil kemungkinan transfer penyakit dari luar.
77
Faktor lain yang juga menentukan adalah kapasitas genetik. Bila sapi-sapi yang sedang
dipelihara memiliki kemampuan genetik yang tinggi maka akan sulit mencari penggantinya
dari luar yang dapat menyamai, apalagi melebihi, kemampuannya. Sebaliknya, bila
kemampuan genetiknya rendah, maka akan lebih menguntungkan membeli sapi pengganti
dari luar yang keunggulan komparatifnya diketahui.
Bagi peternak sapi perah yang berlokasi di sekitar atau pinggiran kota- kota besar,
pilihan biasanya tak lain daripada membeli sapi-sapi pengganti dari luar, terutama akibat
ketebatasan lahan baik untuk lokasi kandang maupun untuk penyediaan pakan. Mereka
biasanya menjual pedet lepas sapih dan membeli sapi dara pengganti dari pasar atau peternak
lain.
Replacement dimaksudkan adalah penggantian sapi perah yang telah tua atau yang
tidak produktif lagi, sehingga kontinyuitas produksi dapat dipertahankan. Pergantian ini
biasanya hanya pada sapi betina saja, dan dilakukan setiap tahun; besarnya replacement
disuatu peternakan sapi perah berkisar antara 15 - 20% dari jumlah sapi perah betina yang
diternakkan, angka 20% dianggap angka paling baik.

78
IX. PENGEMBANGAN USAHA SAPI PERAH (PUSP)

9.1. Adap[tasi Sapi Perah di Indonesia

Produktivitas ternak ditentukan oleh mutu genetik yang dimiliki oleh ternak dan dipengaruhi
oleh faktor lingkungan dimana ternak itu berada serta kemungkinan adanya interaksi antara
keduanya. Peningkatan produksi susu khususnya sapi perah, dari segi pemuliaan ditujukan
kearah perbaikan mutu gen (Hardjosubroto,et al.,1979). Usaha yang telah dilakukan untuk
meningkatkan produksi susu sapi perah domestic antara lain dengan cara meningkatkan mutu
genetic sapi perah baik melalui seleksi induk maupun pejantannya. Menggunakan pejantan
impor yang memiliki mutu genetik tinggi merupakan salah satu alternative. Aplikasi IB dapat
mendukung perbaikan mutu genetik melalui pejantan impor secara cepat untuk penyebaran
semen pejantan tersebut. Ternak-ternak impor khususnya pejantan perlu dievaluasi secara
berkelanjutan agar dapat diketahui sejauh mana pengaruhnya terhadap mutu genetik sapi
perah yang ada di Indonesia. Evaluasi ini perlu dilakukan pada berbaga tingkat manajemen
peternakan sapi perah. Menurut Sudono (1983),variasi kemampuan berproduksi susu tersebut
30% dipengaruhi oleh sifat keturunan (genetis) dan 70% dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan. Lebih lanjut dikemukakan Sasimowski (1982) bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi susu antara lain karakteristik bangsa, karakteristik individu sapi,
umur, masa bunting,pakan, kesehatan, kondisi lingkungan, frekuensi dan metode pemerahan.
Holmes dan Wilson (1984),mengemukakan bahwa produksi susu meningkat secara cepat
setelah proses kelahiran. Produksi susu harian tertinggi dicapai dalam tiga sampai enam
minggu setelah sapi beranak dan setelah mencapai puncaknya produksi susu akan menurun
terus sampai akhir laktasi. Puncak produksi susu menurut Schmidt dan Van Vleck (1974)
adalah tergantung pada kondisi tubuh saat beranak dan pakan setelah beranak.

Produksi susu sapi perah di Indonesia tergolong rendah jika dibandingkan dengan
produksivitas sapi perah iklim sedang, kemampuan menghasilkan susunya berkisar 3000-
3900 liter perlaktasi,sedangkan di daerah iklim sedang mencapai lebih dari 6000 perlaktasi.
Menurut Wright dalam Srigandono (1972) sapi Holstein di daerah tropis akan
memperlihatkan penampilan produksi yang tidak berbeda jauh dengan negeri asalnya, bila
suhu lingkungan rata-rata 18.3 derajat C dengan kelembapan udara 55%.
Menurut Perwito (1987) mengatakan bahwa tidak selamanya curah hujan yang tinggi di suatu
daerah akan diikuti dengan tingginya produksi susu. Perkembangan kelenjar susu pada
umumnya terjadi pada permulaan masa dewasa kelamin atau pubertas. Sistem hormonal
berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan jaringan kelenjar susu, terutama
pada akhir masa kebuntingan. Selain itu juga,sistem hormonal ini berperan dalam sintesa dan
sekresi susu.
Kemampuan produksi seekor sapi betina merupakan hasil interaksi antara genetik dan
lingkungan. Penigkatan produksi susu menurut Thalib (1999) tidak hanya tergantung kepada
kualitas genetiknya secara indepensent tetapi yang lebih penting adalah seberapa besar
potensi genetic yang dibawanya dapat ditampilkan melalui manipulasi faktor
lingkungan seperti pakan.
9..1.1. Produksi Susu Sapi Fries Holland
79
Kemampuan sapi perah menghasilkan susu merupakan sifat yang menurun dan berbeda pada
setiap bangsa. Selain itu, setiap bangsa memiliki karakteristik berbeda dalam jumlah produksi
dan komposisi susu yang dihasilkan terutama kadar lemak (Blakely & Bade 1985, diacu
dalam Djaja et al. 2006). Produksi susu rata-rata per ekor ternak sapi perah berada pada
kisaran 9-12 liter perhari (Asmaki et al. 2008). Tidak dipungkiri ada sapi yang dapat
berproduksi mencapai 35 liter per hari. Banyak faktor yang mempengaruhi produksi susu
sapi. Faktor tersebut diantaranya adalah genetik induk sapi, pakan sapi dan konsentrat, dan
tatalaksana pemeliharaan. Ketiga faktor tersebut saling terkait, misalnya sapi yang secara
genetic berasal dari induk yang baik, belum tentu dapat mengekspresikan produksinya tanpa
didukung oleh dua faktor lainnya (Asmaki et al. 2008).

9.1.2. Faktor Lingkungan dan Produksi

Faktor lingkungan merupakan faktor pendukung agar ternak mampu berproduksi sesuai
dengan kemampuannya. Faktor lingkungan antara lain pakan, pengelolaan dan perkandangan,
pemberantasan dan pencegahan penyakit, serta faktor iklim baik iklim mikro maupun
makro (Purwanto 1999). Menurut Anderson et al. (1985) yang diacu dalam Rumentor (2003)
pengaruh lingkungan terhadap ternak dapat secara langsung maupun tidak langsung.
Pengaruh lingkungan secara langsung adalah terhadap tingkat produksi melalui metabolisme
basal, konsumsi pakan, gerak laju makanan, kebutuhan pemeliharaan, reproduksi
pertumbuhan dan produksi susu. Sedangkan pengaruh tidak langsung berhubungan dengan
kualitas dan ketersediaan makanan.
Secara umum faktor lingkungan dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor biologis dan non
biologis.
Faktor biologis adalah semua faktor yang berhubungan dengan proses biologi ternak seperti
pakan, air, penyakit, interaksi sosial dan sex. Faktor non biologis merupakan faktor yang
dapat perhatian utama dalam stress fisologis dan karakteristik ternak. Faktor non biologis
yang mempunyai peranan penting dalam produksi ternak yaitu suhu
udara,kelembaban udara, dan ketinggian tempat.

Pada umumnya sapi perah yang dipelihara di Indonesia adalah bangsa Holstein dan hasil
persilangannya dengan bangsa sapi local. Diantara bangsa-bangsa sapi perah,sapi Holstein
mempunyai kemampuan produksi susu yang tertinggi,akan tetapi paling rendah daya tahan
panasnya . Faktor lingkungan terutama iklim yang paling berpengaruhg terhadap
produktivitas sapi perah adalah suhu udara dan kelembapan udara. Di dataran tinggi ternak
memperbanyak konsumsi pakan sebagai upaya untuk mengatasi dinginnya suhu lingkungan.
Dengan demikian tingginya produksi susu di daerah dingin bukan hanya disebabkan suhu
udara yang rendah tetapi juga merupakan akibat banyaknya konsumsi pakan. Produksi susu
pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan produksi susu pada sore hari. Perbedaan ini
disebabkan karena selang waktu atara pemerahan sore ke pagi hari lebih lama (rata-rata
14jam) dibandingkan dengan pemerahan pagi ke sore yanhg hanya 10jam. Selang waktu yang
lama menyebabkan kelenjar susu mampu mensekresi susu lebih banyak.
80
Daerah termonetral bagi sapi Holstein adalah pada kisaran suhu -5 derajat C sampai 21
derajat C. di Indonesia, daerah yang sejuk dan kering yang cocok untuk sapi perah adalah
daerah pegunungan berketinggian sekarang-kurangnya 800 m dari permukaan laut. Usaha
sapi perah di daerah dataran rendah perlu ditunjang penerapan teknologi lingkungan untuk
mengoptimalkan produksi.
Suhu dan kelembapan udara daerah tropic menyebabkan cekaman (stres) pada ternak dengan
akibat suhu tubuh ternak meningkat dan konsumsi pakan menurun. Produksi susu maupun
kualitas air susu,kadar lemak dan bahan kering juga menurun. Kondisi nyaman bagi sapi
perah adalah suhu antara 10 derajat C dan 27 derajat C dengan kelembapan 20-90%, pada
suhu lingkungan di atas 35 derajat C maka mekanisme pengaturan panas tubuh ternak akan
rusak dan suhu rectal akan naik. Suhu udara dan ketnggian tempat berkolerasi tinggi dengan
variasi menurut tingkat keawanan,wilayah,musim,perbedaan siang dan malam dan topografi
dataran tinggi.

9.1.2.1 Suhu Udara


Suhu udara merupakan sebuah ukurandari intensitas panas dalam artian sebuah unit standar
dan biasanya ditunjukkan dalam satuan derajat Celsius (0C). Suhu udara merupakan rataan
suhu dari lingkungan baik yang berupa udara maupun air di sekitar tubuh ternak dalam
kaitannya dengan istilah umum untuk panas dalam arti fisiologis (Bligh & Johnson 1973,
diacu dalam Purwanto 1999). Suhu yang sesuai untuk sapi perah berkisar antara 15-22C
(Nurdin 2011), sedangkan menurut McIntyre 1971 diacu dalam Djaja et al. 2006 mengatakan
bahwa sapi perah asal Eropa berproduksi secara optimum jika dipelihara di suhu lingkungan
dalam kisaran 10-12C, apabila suhu lebih besar dari 21C sapi perah sulit beradaptasi dan
menunjukkan penurunan produksi susu.
Keadaan ini menyebabkan sapi perah FH di daerah tropis dengan suhu lingkungan rata-rata
23C mencapai produksi susu yangtidak sebaik di tempat asalnya (Willianson & Payne 1978,
diacu dalam Djaja et al. 2006).

9.1.2.2 Kelembaban Udara


Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara. Kelembaban udara biasanya
diekspresikan sebagai kelembaban relatif (Relative Humidity = RH). Kelembaban relatif
merupakan perbandingan fraksi mol uap air yang ada di dalam suatu volume udara tertentu
dengan fraksi mol uap air yang ada dalam udara jenuh pada tekanan udara yang sama. Pada
hewan ternak, kelembaban udara penting dalam mengimbangi laju kehilangan panas.
Menurut Yani dan Purwanto (2006) sapi FH menunjukkan penampilan produksi terbaik
apabila ditempatkan pada lingkungandengan kelembaban 55 persen. Kelembaban udara yang
rendah akan menyebabkan adanya iritasi pada kulit dan dehidrasi serta cenderung
menurunkan kandungan bahan kering hijauan sebagai pakan ternak sedangkan kelembaban
udara yang tinggi akan menyebabkan terjadinya rangsangan timbulnya penyakit pada ternak,
menurunkan kualitas makanan akibat kandungan nitrogen dan karbohidrat berkurang,
membatasi kehilangan panas dan terkadang membahayakan keseimbangan panas (Mc Dowell
1970, diacu dalam Sugih 1991).

81
9.1.2.3 Ketinggian Tempat
Tinjauan spesifik mengenai potensi unsur iklim ketinggian tempat dari atas permukaan laut
berpengaruh terhadap ternak sapi perah terutama terhadap produksi susu. Tinggi suatu tempat
di daerah tropis sangat penting bagi sapi-sapi perah yang berasal dari daerah beriklim sedang
atau keturunannya agar dapat mempertahankan produksi susunya yang tinggi. Menurut Yani
dan Purwanto (2006) usaha peternakan sapi FH di Indonesia pada umumnya dilakukan pada
daerah yang memiliki ketinggian lebih dari 800 mdpl, sedangkan menurut Sudono et al.
(1970) pada ketinggian ±1000 mdpl sapi-sapi FH dapat mempertahankan produksi susunya
yang tinggi. Daerah dengan ketinggian sedang sampai tinggi mempunyai iklim yang baik
bagi sapi, sehingga sapi masih dapat berproduksi secara optimum dan memadai. Dengan
demikian dapatlah dimengerti bahwa pelaksanaan perbaikan produksi susu yang paling
murah adalah dengan memanfaatkan daerah dengan ketinggian sedang sampai tinggi untuk
peternakan sapi perah di daerah tropis.
9.1.2..4 Temperature Humidity Index (THI)
Jenis sapi perah murni yang berasal dari daerah subtropis jika didatangkan ke daerah tropis
akan mendapatkan cekaman panas sehingga akan menimbulkan penimbunan panas yang
berlebih di dalam tubuh sapi tersebut. Cekaman panas yang terus berlangsung pada ternak
berdampak pada peningkatan konsumsi air minum, penurunan produksi susu, peningkatan
volume urine dan penurunan konsumsi pakan (Yani & Purwanto 2006). Sapi akan mulai
menderita cekaman panas apabila kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi suhu lingkungan
menyebabkan suhu lingkungan lebih tinggi daripada suhu daerah netral dari ternak tersebut.
Faktor lingkungan yang menyebabkan cekaman panas berpengaruh terhadap kehidupan dan
penampilan sapiperah terutama suhu lingkungan dan kelembaban udara (Thompson 1973,
diacu dalam Purwanto 1999). Kombinasi suhu dan kelembaban udara biasa dinyatakan dalam
bentuk Indeks suhu dan kelembaban udara atau THI (Temperature Humidity Index). THI
juga digunakan untuk mengetahui adanya cekaman panas karena keadaan lingkungan yang
tidak nyaman (discomfort). Hahn (1999) menentukan bahwa perhitungan THI untuk sapi FH
menggunakan persamaan : THI = 0.81 tdb + RH (tdb-14.4) + 46.4

Keterangan: :
THI = Index suhu dan kelembaban udara tdb = Rata-rata suhu bola kering (0C)
RH = Kelembaban relatif (dalam desimal)

Sapi perah FH akan merasa nyaman pada nilai THI di bawah 72. Jika nilai THI melebihi 72,
maka sapi perah FH akan mengalami stres ringan (72-79), stress sedang (80-89) dan stres
berat (90-99).

9.2. PROSPEK PENGEMBANGAN SAPI PERAH DI INDONESIA

SUmber Buku Litbang Pertanian: Haryono et al ( 2014)

82
9.2.1 PENDAHULUAN
Wawasan pembangunan peternakan sapi perah dipandang sebagai industri biologis yang
dikendalikan oleh manusia dengan 4 aspek (Soehadji, 2009) yaitu: (1) peternak sebagai
subjek pembangunan yang harus ditingkatkan pendapatan dan kesejahteraannya, (2) ternak
sebagai objek pembangunan yang harus ditingkatkan produksi dan produktivitasnya, (3)
lahan sebagai basis ekologi pendukung pakan dan budidaya yang harus diamankan, dan (4)
teknologi sebagai alat untuk mencapai sasaran pembangunan peternakan. Menurut
Subandriyo dan Adiarto (2009), ciri usaha peternakan sapi perah rakyat adalah: (1) skala
usaha kecil, motif produksi rumah tangga, (2) dilakukan sebagai usaha sambilan (3)
menggunakan teknologi sederhana, (4) bersifat padat karya dan berbasiskan pada anggota
keluarga, dan (5) kualitas produknya bervariasi.
Pengembangan usaha industri sapi perah di Indonesia mempunyai prospek strategis
untuk pembangunan sumber daya manusia (Bamualim, 2009). Lebih lanjut Bamualim (2009)
melaporkan bahwa pemerintah telah berupaya keras untuk meningkatkan produksi dan
produktivitas susu sapi, yang sebagian besar dari Peternakan Sapi Perah Rakyat (PSPR).
Ironisnya, 70 % kebutuhan susu yang pada tahun 2005 saja sudah mencapai 1,3 juta ton harus
diimpor dari manca negara karena produksi domestik baru mencapai 0,4 juta ton
(Kusmaningsih ,2008). Selanjutnya beliau menangkap suatu indikasi meningkatnya gairah
masyarakat Jawa Tengah (Jateng) untuk bangkit kembali melakukan budidaya sapi perah
sebagai dampak kenaikan harga susu internasional. Pada kesempatan yang sama beliau juga
menyatakan bahwa dari tahun 2002 hingga 2003 populasi sapi perah di Jawa Tengah
berkurang drastis (berkurang sekitar 8.000 ekor), dan kemudian sampai tahun 2006
meningkat lamban atau cenderung stagnan.
Perkembangan menarik yang dilaporkan DPKH Provinsi Jateng (2012) adalah
populasi sapi perah di Jateng sejak tahun 2007-2011 bertambah dari 115.158 ekor menjadi
149.931 ekor dan meningkatkan produksi susu sekitar 6.723.382 liter/tahun sehingga secara
global kenaikan ini tampak bermakna. Walaupun demikian, berdasarkan data tersebut
estimasi produksi susu sapi perah individual di Jawa Tengah ternyata sangat rendah
(bervariasi antara 5,83 – 6,62 liter/ekor/hari) bila dibandingkan dengan potensi produksinya
(>15 liter/ekor/hari).
Agribisnis sapi perah sebagai salah satu usahatani dengan produksi susu selama ini
berkembang dengan lamban. Hal ini disebabkan rendahnya keuntungan yang diperoleh para
peternak. Menurut Priyanti (2009) hasil analisis menunjukkan harga pokok produksi susu
atau titik impas di tingkat peternak sudah mencapai Rp. 2.200,-/liter jika produksi per ekor
adalah 13 liter/hari. Oleh sebab itu, untuk memacu perkembangan agribisnis sapi perah harus
dapat meningkatkan keuntungan yang diterima peternak. Untuk itu, diperlukan suatu tuntutan
bagi setiap peternak sapi perah agar diperoleh usaha agribisnis yang efisien dan ekonomis
sehingga dapat meningkatkan keuntungan (Djaja, 2009).
Kelembagaan peternak bedasarkan sifatnya, dapat dibedakan antara kelembagaan sosial
budaya dan kelembagaan yang bersifat ekonomi (Firman dan Tawaf, 2008). Kelembagaan
sosial budaya biasanya organisasinya tidak terstruktur dengan mapan sebagai contoh adalah
"gotong royong" dan arisan. Kelembagaan ekonomi yang berkembang di pedesaan antara lain
koperasi.
83
Mempertimbangkan informasi di atas dapat ditegaskan bahwa terdapat peluang untuk
meningkatkan produksi sapi perah yang seharusnya segera dapat diwujudkan. Meskipun
kualitas genetik sangat menentukan tingkat produksi ternak, tetapi dalam waktu yang relatif
sempit perbaikan pengelolaan pemeliharaan sapi perah termasuk pakan, reproduksi,
kebersihan ternak dan kandang, serta perlakuan terhadap hewan tampaknya akan lebih
mudah diterapkan.

9.2.2. PERKEMBANGAN INDUSTRI SUSU DAN PRODUK TURUNANNYA

Sejak jaman dahulu manusia telah menggunakan susu sebagai bahan pangan. Manusia
mengambil susu dari hewan yang memiliki kelenjar susu, seperti sapi, kuda dan domba.
Masyarakat Indonesia sendiri baru mengenal susu sapi dari para penjajah Hindia Belanda
pada abad ke 18. Tidak mengherankan apabila konsumsi susu sapi masyarakat Indonesia jauh
lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain.
Tren permintaan susu nasional diperkirakan akan terus meningkat. Kebutuhan susu
nasional terus naik lantaran pertumbuhan populasi dan makin membaiknya kesadaran
masyarakat akan pemenuhan gizi, khususnya protein hewani (Agrina, 2014). Selain itu,
bertambahnya pendapatan rumah tangga akan mendorong peningkatan konsumsi susu
masyarakat sebagai sumber protein hewani. Tren peningkatan konsumsi susu penduduk
Indonesia dapat diihat pada (Gambar 1). Walaupun sempat mengalami penurunan konsumsi
pada medio pertengahan tahun 1990-an yang dipicu oleh krisis ekonomi, secara berangsur-
angsur konsumsi susu kembali meningkat mengikuti tren awalnya.

Gambar 1. Konsumsi susu segar dan produk turunan susu penduduk Indonesia tahun 1961-
2011 (Sumber: FAOSTAT, data diolah)
Data Pusdatin (2013) juga menunjukkan adanya tren peningkatan konsumsi susu.
Pada tahun 2008 konsumsi susu per kapita per tahun penduduk Indonesia adalah 9,51 kg.
Angka konsumsi susu nasional menunjukkan peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2011
84
konsumsi susu penduduk Indonesia sempat mencapai angka 14,26 kg/kapita/tahun, tetapi
pada tahun berikutnya kembali menurun menjadi 11,01 kg/kapita/tahun. Konsumsi susu
Indonesia tersebut jauh di bawah negara lain. Malaysia, misalnya, tingkat konsumsi susu
segarnya telah mencapai 36,2 kg, sementara Thailand 22,2 kg/kapita/tahun dan Philipina 17,8
kg/kapita/tahun (REPUBLIKA, 2 Juni 2014).

Produk susu yang dikonsumsi masyarakat tidak terbatas pada susu segar, tetapi juga
produk susu yang telah diolah menjadi berbagai bentuk turunan. Kajian profil konsumsi susu
di Indonesia menunjukkan bahwa susu segar hanya memberikan kontribusi sebesar 17,9%
dari total konsumsi susu nasional, sisanya sebesar 82,1% merupakan konsumsi susu bubuk
(Tawaf , 2009). Sejalan dengan perkembangan teknologi, jenis susu yang dikonsumsi
masyarakat menjadi semakin beragam. Dalam lima tahun terakhir, susu dan produk turunan
yang paling banyak diminta adalah susu kental manis, disusul oleh susu cair pabrik dan susu
bayi (Tabel 1).
Tabel 1. Konsumsi Produk Turunan Susu Per Kapita di Indonesia, 2009-2012

Di
ferensiasi produk susu yang diminta masyarakat juga tergambar dari impor susu dan produk
turunannya yang semakin beragam (Gambar 2). Jika diperhatikan lebih mendalam,
masyarakat kita kurang menyukai untuk mengkonsumsi susu segar dibandingkan dengan susu
olahan. Secara konsisten, produk susu yang banyak diimpor dari waktu ke waktu adalah susu
bubuk. Volume produk susu yang diimpor untuk mencukupi kebutuhan masyarakat semakin
meningkat dari waktu ke waktu, misalnya, pada tahun 2006 ke 2010 terjadi peningkatan
kebutuhan sekitar 64,95%.

85
Impor susu dari beberapa negara dilakukan karena produksi dalam negeri tidak mencukupi
kebutuhan, walaupun berbagai upaya peningkatan produksi sudah dilaksanakan oleh
pemerintah.

Gap antara produksi dalam negeri dengan kebutuhan riil masyarakat dapat dilihat pada
(Gambar 3). Upaya yang dilaksanakan memang dapat meningkatkan produksi. Namun
demikian peningkatan produksi susu domestik tidak dapat mengejar laju peningkatan
permintaan susu yang dipenuhi dari impor. Kesenjangan kapasitas produksi dan permintaan
susu dan produk turunannya terus meningkat dari waktu ke waktu. Kusmaningsih (2008)
menyatakan bahwa pada tahun 2005 kebutuhan produk susu Indonesia mencapai 1,3 juta ton.
Dari jumlah kebutuhan susu Indonesia tersebut, 70% diantaranya harus diimpor dari manca
negara karena produksi domestik baru mencapai 0,4 juta ton. Soehadji (2009) menyatakan
bahwa setelah kenaikan produksi susu yang cepat pada periode 1979- 1984, sampai dengan

86
tahun 2007 dengan produk nasional 1,2 juta liter/hari kontribusi susu dalam negeri hanya
25% dari kebutuhan
Di tengah-tengah impor susu dan produk turunannya yang terus meningkat, sebenarnya sejak
akhir tahun 1980an, Indonesia juga telah mengekspor produk susu dan turunannya ke
berbagai negara (Gambar 4). Namun demikian volume dan nilai ekspor produk susu ini masih
jauh dari volume dan nilai impornya, sehingga pada hakekatnya Indonesia merupakan susu.
Sebagaimana halnya dengan komoditas lain, secara umum importasi susu dan produk
turunannya dimungkinkan oleh adanya disparitas harga susu di pasar internasional dan di
pasaran domestik.

Perkembangan harga susu Indonesia, New Zealand, dan Australia sebagai negara pengekspor
susu dan harga susu di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5. Hampir di sepanjang waktu,
harga susu Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan Australia dan Selandia Baru. Hanya
pada tahun 1998 harga susu Indonesia di bawah dua negara tersebut karena terjadinya
pelemahan rupiah yang ekstrim terhadap dolar sebagai akibat krisis ekonomi. Pada tahun
2008, disparitas harga susu Indonesia terhadap Australia (446,3 US$/ton vs 404,3 US$/ton)
dan Selandia Baru (446,3 US$/ton vs 444,9 US$/ton) merupakan yang paling rendah. Hal ini
dipicu oleh terjadinya krisis pangan dunia. Krisis pangan dunia pada tahun 2008 telah
menyebabkan tergoncangnya harga susu.

87
Walaupun fluktuasi harga susu yang tinggi tampaknya masih akan terjadi dalam beberapa
tahun ke depan akibat terjadinya perubahan iklim global, namun demikian terdapat
kecenderungan bahwa harga susu di pasar internasional terus mengalami peningkatan.

Komparasi antara nilai ekspor dan impor susu dan produk turunan Indonesia diperlihatkan
pada Gambar 6. Nilai importasi Indonesia atas produk susu dan turunannya yang terus
meningkat akan menguras devisa negara. Nilai impor susu dan produk turunannya sempat
turun pada tahun 2009 sehingga mencapai 946,4 juta US$. Pada tahun-tahun berikutnya
impor kembali naik. Pada tahun 2011 nilai impor mencapai 1.838 juta US$ dan sementara
ekspor hanya mencapai 123,5 juta US$. Dengan demikian nilai devisa Indonesia yang
terkuras untuk susu dan produk turunanya mencapai 1.714,6 juta US$.
Berdasarkan data dan informasi, kesenjangan antara produksi susu dan penyediaan dari tahun
ke tahun semakin melebar. Untuk memperkecil gap tersebut, diperlukan upaya untuk

88
meningkatkan produksi dalam negeri dengan cara meningkatkan produktivitas dan
menambah populasi sapi perah sebagai penghasil susu utama.

9.2.3. PERKEMBANGAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH

Perkembangan sapi perah di Indonesia tidak terlepas dari sejarah yang berawal dari
kebijakan pemerintah zaman Hindia Belanda. Seiring dengan berjalannya waktu, dunia
persusuan di Indonesia dibagi menjadi tiga tahap, yaitu Tahap I (periode sebelum tahun 1980)
disebut fase perkembangan sapi perah, Tahap II (periode 1980 – 1997) disebut periode
peningkatan populasi sapi perah, dan Tahap III (periode 1997 sampai sekarang) disebut
periode stagnasi.

Pada Tahap I, usaha peternakan sapi perah pada awalnya ditumbuhkan untuk memenuhi
kebutuhan orang Belanda di Indonesia. Pada mulanya usaha sapi perah diusahakan oleh
warga non pribumi dan diperkirakan baru tahun 1925 berdiri perusahaan sapi perah pertama
(Prawirokusuma,1979; Subandriyo dan Ardiarto, 2009). Sampai dengan tahun 1980an,
perkembangan peternakan sapi perah dirasakan masih cukup lambat karena usaha ini masih
bersifat sampingan oleh para peternak.

Pada tahap II, pemerintah melakukan upaya pengembangan secara intensif dan terencana
untuk meningkatkan produksi dalam negeri dengan 3 paket kebijakan, yaitu : (1) pemerintah
melakukan impor sapi perah secara besar-besaran pada awal tahun 1980-an, yang bertujuan
untuk merangsang peternak agar lebih meingkatkan produksi susu sapi perahnya, (2)
melakukan program Inseminasi Buatan (IB) untuk meningkatkan mutu genetik dan
meningkatkan populasi, dan (3) perbaikan manajemen melalui paket kredit (Menmuda,
Koperasi, PUSP, Banpres, PIR dan MEE).
Kebijakan tersebut diikuti keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri
(Perdagangan dan Koperasi, Perindustrian, dan Pertanian) pada tahun 1982, dan dimantapkan
dengan INPRES No. 2 tahun 1985 tentang Industri Pengolahan Susu (IPS) wajib menyerap
susu produksi peternakan sapi perah rakyat, terkenal dengan bukti serap susu (BUSEP).
Berbagai kebijakan tersebut di atas telah dinilai berhasil dengan indikator: (1) populasi sapi
perah meningkat dari 94.000 ekor menjadi 325.000 ekor, dengan jumlah impor 125.000 ekor,
(2) produksi susu meningkat dari 25.000 ton menjadi 382.000 ton, (3) rasio impor susu
dibanding produksi dalam negeri menurun dari 20:1 menjadi 2:1, (4) jumlah koperasi susu
meningkat dari 11 menjadi 201 buah, dan (5) IPS yang semula masih berupa
Pada tahun 1988 BUSEP dihapus, dan sejak itu peternak sapi perah menghadapi
banyak tantangan. Hal ini tercermin hingga 2007 kontribusi susu dalam negeri hanya 25
persen dengan produk nasional 1,2 jt liter/hari, setelah kenaikan produksi susu yang cepat
pada periode 1979-1984 (Soehadji, 2009). Sejak 1998, posisi tawar peternak terhadap IPS
sangat lemah, apalagi dalam menghadapi persaingan global. Selain itu, peningkatan populasi
sapi perah ditunjang oleh permintaan produk olahan susu yang semakin meningkat dari
masyarakat. Di samping itu, pemerintah mencoba melalukan proteksi terhadap peternak
rakyat dengan mengharuskan Industri Pengolahan Susu (IPS) untuk menyerap susu dari
peternak.
89
Pada tahap III, populasi sapi perah mengalami penurunan dan stagnasi. Hal tersebut
dipengaruhi oleh kejadian krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Di samping itu,
pemerintah mencabut perlindungan terhadap peternak rakyat dengan menghapus kebijakan
rasio susu impor dan susu lokal terhadap IPS (Inpres No.4/1998). Kebijakan ini sebagai
dampak adanya kebijakan global menuju perdagangan bebas hambatan (
Berdasarkan kebijakan tersebut, maka peternak harus mampu bersaing dengan produk susu
dari luar negeri, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Seiring dengan perkembangan
peternakan sapi perah di Indonesia, berbagai permasalahan persusuan pun semakin
bertambah pula, baik permasalahan dari sisi peternak, koperasi, maupun dari industri
pengolahan susu. Sejak dilakukan impor sapi perah secara besar-besaran dari Australia dan
Selandia Baru pada awal tahun 1980-an, ternyata produktivitas usaha ternak rakyat masih
tetap rendah dan seolah jalan di tempat, karena manajemen usaha ternak dan kualitas pakan
yang diberikan sangat tidak memadai.
Memperbaiki manajemen peternakan rakyat merupakan problema yang cukup
komplek, tidak hanya merubah sikap peternak tetapi juga bagaimana menyediakan stok bibit
yang baik dan bahan pakan yang berkualitas dalam jumlah yang memenuhi kebutuhan.
Dampaknya terlihat pada rendahnya kualitas susu yang ditunjukkan oleh tingginya
kandungan bakteri (TPC), rata-rata di atas 10 juta/cc. Padahal, yang direkomendasikan harus
di bawah 1 juta/cc. Di sisi lain, nilai (TS) masih di bawah rata-rata, yaitu di bawah 11,3%.
Dengan kata lain, permasalahan yang terjadi di tingkat peternak adalah tingkat kualitas susu
yang dihasilkan masih sangat rendah, belum sesuai dengan persyaratan SNI 01-3141-1998 (
Murti, 2009), baik dari sisi total bakteri (TPC) ataupun TS. Pengembangan industri sapi perah
di Indonesia dipandang mempunyai prospek strategis bagi pembangunan sumber daya
manusia (Bamualim, 2009) karena merupakan penghasil susu sebagai sumber protein hewani.
Wawasan pembangunan peternakan sapi perah dipandang sebagai industri biologis yang
dikendalikan oleh manusia dengan 4 aspek (Soehadji, 2009), yaitu: (1) peternak sebagai
subjek pembangunan yang harus ditingkatkan pendapatan dan kesejahteraannya, (2) ternak
sebagai objek pembangunan yang harus ditingkatkan produksi dan produktivitasnya, (3)
lahan sebagai basis ekologi pendukung pakan dan budidaya yang harus diamankan, dan (4)
teknologi sebagai alat untuk mencapai sasaran pembangunan peternakan.
Menyadari nilai strategis pengembangan usaha sapi perah, pemerintah berupaya keras
untuk meningkatkan produksi dan produktivitas susu sapi (Bamualim, 2009), yang sebagian
besar berasal dari Peternakan Sapi Perah Rakyat (PSPR). Menurut Subandriyo dan Adiarto
(2009), ciri usaha peternakan sapi perah rakyat adalah: (1) skala usaha kecil, motif produksi
rumah tangga, (2) dilakukan sebagai usaha sambilan, (3) menggunakan teknologi sederhana,
(4) bersifat padat karya dan berbasiskan anggota keluarga, dan (5) kualitas produknya
bervariasi. Perlu diketahui bahwa usaha peternakan sapi perah tidak secara merata menyebar
di Indonesia. Tabel 2 menampilkan sebaran populasi sapi perah di Indonesia berdasarkan
survei nasional tahun 2011 menurut kepulauan. Usaha sapi perah berpusat di Pulau Jawa
(99,21%).
Menurut provinsi, populasi sapi perah terbesar adalah Jawa Timur sekitar 296,3 ribu
ekor atau 49,61 persen dari total populasi sapi perah Indonesia. Provinsi lain yang memiliki
populasi sapi perah cukup besar adalah Jawa Tengah dan Jawa Barat masing-masing 149,9
ribu ekor atau 25,11 persen dan 140 ribu ekor atau 23,44 persen dari total populasi sapi perah
90
Indonesia. Sementara itu beberapa provinsi seperti Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah,
Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat tidak dijumpai sama sekali sapi
perah (PSPK, 2011).

Selama 2005–2009, trend pertumbuhan populasi sapi perah di Jawa Barat meningkat 5,72
persen, di Jawa Tengah meningkat 3,86 persen, dan di Jawa Timur meningkat 15,61 persen.
Sangat menarik bahwa walaupun Jawa Tengah pertumbuhan populasi sapi perahnya
terendah, tetapi pertumbuhan produksi susu segarnya mencapai 18 persen, jauh lebih tinggi
dibanding pertumbuhan di Jawa Barat dan Jawa Timur yang hanya tumbuh masing-masing
sebesar 4 persen dan 9 persen (Direktorat Ternak Budidaya Ruminansia, 2010).
Harga susu hasil usaha sapi perah merupakan daya tarik bagi peternak untuk meningkatkan
usahanya. Hal ini misalnya disampaikan oleh Kusmaningsih, (2008) bahwa terdapat indikasi
meningkatnya gairah masyarakat Jawa Tengah untuk bangkit kembali melakukan budidaya
sapi perah sebagai dampak kenaikan harga susu internasional. Dikemukakan oleh
Kusmaningsih (2008) bahwa dari tahun 2002 hingga 2003 populasi sapi perah di Jawa
Tengah berkurang drastis (berkurang sekitar 8.000 ekor), dan kemudian sampai tahun 2006
meningkat lamban atau cenderung stagnan.
Perkembangan yang menggembirakan dilaporkan oleh DPKH Provinsi Jateng (2012)
bahwa populasi sapi perah di Jawa Tengah selang kurun waktu 2007-2011 meningkat dari
115.158 ekor menjadi 149.931 ekor, sehingga meningkatkan produksi susu sebanyak
6.723.382 liter/tahun. Kenaikan produksi susu ini sehingga secara nasional tampak bermakna.
Namun demikian, estimasi produksi susu sapi perah individual di Jawa Tengah ternyata
sangat rendah (bervariasi antara 5,83 – 6,62 liter/ekor/hari) bila dibandingkan dengan potensi
produksinya (>15 liter/ekor/hari).
Gambar 7. Perkembangan populasi Sapi Perah di Indonesia (Sumber: Direktorat Ternak
Budidaya Ruminansia, 2010)
Menurut Agrina (2014), situasi populasi sapi perah di Indonesia dalam lima tahun
terakhir tidak menunjukkan perkembangan yang baik. Bahkan dalam dua tahun terakhir,
banyak peternak menjual sapi perahnya sebagai sapi potong. Penyebabnya antara lain harga
susu segar tak kunjung meningkat, sementara harga pakan makin mencekik. Di sisi lain,
harga daging sapi sangat menggiurkan, bahkan dipercaya termahal di dunia, karena pernah
mencapai Rp 140.000/kg. Sampai sekarangpun harga referensi yang pernah ditetapkan
pemerintah sebesar Rp 76.000/kg tidak tercapai. Harga daging sapi hingga saat ini relatif
stagnan pada kisaran Rp 85.000/kg. Seorang profesional budidaya sapi perah di Bandung,
91
memperkirakan, Indonesia kehilangan 40 persen dari populasi sapi laktasi dalam dua tahun
terakhir. Diperkirakan kontribusi produksi susu domestik terhadap pemenuhan kebutuhan
susu nasional tinggal 10 persen.
Mempertimbangkan informasi di atas dapat ditegaskan bahwa terdapat peluang untuk
meningkatkan produksi sapi perah yang seharusnya segera dapat diwujudkan. Meskipun
kualitas genetik sangat menentukan tingkat produksi ternak, tetapi dalam waktu yang relatif
sempit perbaikan pengelolaan pemeliharaan sapi perah termasuk pakan, reproduksi,
kebersihan ternak dan kandang, serta perlakuan terhadap hewan tampaknya akan lebih mudah
diterapkan.

9.2.4. PELUANG PENGEMBANGAN USAHA SAPI PERAH

Beberapa pertimbangan yang diyakini mendukung sangat besarnya peluang


pengembangan sapi perah di Indonesia di waktu yang akan datang antara lain:
1. Industri Pengolahan Susu (IPS) Tumbuh dan Berkembang Peluang pengembangan
peternakan sapi perah masih sangat terbuka, karena tingginya laju permintaan
masyarakat akan susu dan produk turunannya. Peluang ini ditangkap oleh beberapa
pabrikan yang berusaha mendapatkan nilai tambah dengan memproduksi susu olahan.
Misalnya adalah Ultra Jaya, industri sapi perah terintegrasi yang berbasis di Bandung,
Jawa Barat. Ultra Jaya sudah ancang-ancang membangun peternakan baru di daerah
Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Mereka mentargetkan Desember 2015,
produksi susu segar akan segera mengalir dari sapi laktasi yang jumlahnya 10 ribu ekor
lebih. Jeremy Hockin, manajer peternakan Ultra, menaksir Indonesia memerlukan
tambahan satu juta sapi perah agar mampu melayani kebutuhan susu domestik.
Kelompok usaha Great Giant Livestock dikabarkan juga akan membangun di Lampung
dengan menerapkan modifikasi teknologi yang sanggup mengakali kondisi agroklimat
yang kurang sesuai bagi pertumbuhan sapi perah.
Peternak sapi perah dapat menangkap peluang dengan mengembangkan skala usaha
dan meningkatkan produktivitas usahanya. Kalau tidak, maka masyarakat peternak
hanya akan menonton pasarnya diambil manfaatnya oleh industri susu yang terpaksa
mengimpor bahan baku susu bubuk dari luar negeri. Kondisi akan menjadi lebih parah,
ketika pasar bebas ASEAN dibuka pada 2015 sehingga para pelaku dari negara tetangga
yang lebih siap berpeluang untuk aktif meraup laba.
Peluang tersebut disadari pula oleh jajaran pemerintah daerah misalnya melalui
regulasi/kebijakan pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang memberikan insentif pada
swasta agar mendirikan Industri Pengolahan Susu (IPS). Kebijakan ini pada tahun 2014
telah terwujud dengan terbangunnya pabrik pengolahan susu di Semarang, Jawa Tengah
oleh PT Cimory (Cisarua Mountain Dairy) dengan total nilai investasi lebih dari Rp 20
miliar. Pabrik ini telah beroperasi dengan target produksi awal 2.000 liter/jam,
kemudian secara bertahap akan ditingkatkan menjadi 8.000 liter. Industri susu ini akan
mengandalkan bahan baku susu dari para peternak di sekitar pabrik dan diperkirakan
dapat menyerap susu segar sekitar 15.000–17.000 liter/hari. Susu berkualitas bagus
akan dibeli oleh perusahaan dengan harga sampai Rp 4.000-Rp 5.000/liter. Pada saat ini
harga jual susu di tingkat peternak hanya berkisar Rp 2.700– Rp 3.500/liter. Harga

92
peternak ini kurang menguntungkan karena tidak seimbang dengan biaya produksi,
terutama harga pakan konsentrat yang relatif mahal.
PT Indolakto di Boyolali juga telah berdiri sejak tahun 2013. Dengan kapasitas
tampung 120.000 liter/hari, siap menerima penjualan susu dengan harga Rp 4.000-Rp
4.500/liter). Disayangkan, pada awal tahun 2014 perusahaan pengolahan susu ini baru
dapat menyerap 10 persen dari kapasitas tampung pabrik. Hal ini disebabkan karena
peternak belum mau pindah dari langganan lama dan ada rasa ketakutan kalau
pembayarannya tidak lancar.
2. Daya dukung pakan memadai Ketersediaan hijauan pakan ternak pada tahun 2011 dapat
menampung 5.337.535 Satuan Ternak (ST) yang berasal dari limbah pertanian, rumput
langan, dan rumput unggul.
3. Dukungan Kultur sosial budaya masyarakat di sentra produksi Budaya masyarakat di
sentra produksi sangat mendukung. Masyarakat di beberapa kabupaten/kota di Jateng
(Boyolali, Banyumas, Wonosobo, Klaten, Semarang, Banyumas, Tegal, dan Salatiga)
secara turun temurun sudah terbiasa memelihara ternak sapi perah secara tradisional
4. Keuntungan finansial usaha ternak sapi perah Usaha ternak sapi perah memungkinkan
peternak untuk memperoleh pendapatan harian (menjual susu), bulanan (menjual
kotoran/pupuk organik), dan pendapatan tahunan (menjual anak sapinya), serta
menghasilkan energi untuk memasak/penerangan dari pembuatan biogas berbahan baku
kotoran ternak.
5. Peningkatan konsumsi produk susu akibat pendapatan masyarakat meningkat Peningkatan
kesejahteraan masyarakat berdampak pada peningkatan kesadaran pentingnya
pemenuhan gizi seimbang dan mengkonsumsi protein hewani, khususnya susu lebih
banyak.
6. Peluang peningkatan nilai tambah dari usaha pengolahan susu skala kecil/menengah
Diversifikasi usaha dan kesempatan berusaha melalui pengembangan industri susu skala
kecil/menengah sangat terbuka. Susu dapat dipasteurisasi untuk langsung dijual kepada
konsumsi dalam bentuk susu segar atau diolah menjadi berbagai produk pangan antara
lain yoghurt, keju, tahu, karamel, dan pie susu. Teknologi tepat guna yang tidak
membutuhkan modal besar dapat diterapkan sehingga industri olahan berbahan baku
susu dapat dilaksanakan oleh pengusaha skala kecil dan menengah.
7. Dukungan modal usaha dengan bunga murah dari perbankan Komitmen pemerintah untuk
mengembangkan usaha ternak sapi perah cukup tinggi. Selain regulasi, pemerintah juga
memberikan fasilitas berupa subsidi bunga perbankan agar peternak dapat
mengembangkan usahanya. Kredit perbankan bersubsidi bunga murah seperti misalnya
Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), dan Kredit
Usaha Perbibitan Sapi (KUPS).
8. Dukungan pengembangan usaha oleh CSR dari BUMN Peternak juga dapat
mengembangkan usahanya dengan mengakses dana CSR dari perusahaan swasta dan
BUMN. Pemerintah mendorong agar usaha besar swasta dan BUMN dapat
mengalokasikan sebagian keuntungannya untuk membantu para pengusaha skala kecil,
termasuk peternak sapi perah.
9. Bantuan langsung pada masyarakat (BLM) untuk peternak sapi perah Bantuan langsung
masyarakat dapat berasal dari pemerintah pusat melalui Ditjen Teknis, pemerintah
93
provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota. BLM bisa berwujud bantuan bibit ternak,
sarana prasarana, maupun layanan pendukung lainnya.
10. Program asuransi induk ternak sapi perah Sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah
mengembangkan asuransi induk ternak sapi perah. Asuransi ini dapat menggairahkan
peternak untuk mengembangkan usahanya. Peternak akan mendapat ganti rugi sebesar
Rp. 15.000.000,-/ekor jika ternak sapinya mati atau hilang. Polis yang harus dibayar
oleh peternak adalah sebesar Rp. 300.000,-/th/ekor.

9.2.5. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI OLEH USAHA SAPI PERAH RAKYAT

Beberapa kendala dalam pengembangan populasi dan produktivitas sapi perah di Indonesia
sudah lama diketahui. Kendala tersebut baru sebagian kecil yang dapat terselesaikan secara
nasional. Masalahnya, meskipun kajian akademis sudah banyak dilakukan namun belum
sepenuhnya dapat diterapkan dan menjangkau akar masalah karena kurangnya sinergisme dan
aksi nyata di dalam penyelesaian permasalahan. Kendala-kendala tersebut antara lain
menyangkut (ipmbogor49.wordpress.com):
1. Kondisi iklim yang kurang mendukung Iklim tropis yang cenderung panas menyebabkan
performa, produksi dan reproduksi sapi perah mengalami gangguan baik secara langsung
maupun secara tidak langsung karena menurunnya kualitas pakan dan berkembangnya
penyakit (McDowell, 1989),
2. Konsentrasi peternakan sapi perah di Pulau Jawa Usaha ternak sapi perah terkonsentrasi di
Pulau Jawa yang didiami oleh lebih dari 60 persen penduduk Indonesia (Atmadilaga,
1989). Kondisi ini menyebabkan kompetisi penggunaan lahan menjadi sangat tinggi,
sehingga tidak tersedia cukup lahan untuk menanam hijauan. Belum tersedia
kelembagaan yang membantu peternak dalam pengadaan hijauan secara efisien dan
berkesinambungan. Persyaratan kondisi lingkungan optimal yang dibutuhkan oleh sapi
perah (dataran tinggi dengan iklim sejuk) menjadi hambatan pengembangan usaha karena
lahan-lahan tersebut umumnya merupakan tempat favorit bagi kelompok masyarakat
kelas menengah-atas untuk menghabiskan waktu luang sambil menatap hamparan
lingkungan yang bersih dan tidak berbau.
3. Skala usaha ternak sapi perah yang rendah Skala usaha ternak sapi perah yang rendah (3–4
ekor) per peternak (Suryahadi ,2007) menyebabkan pendapatan rumah tangga dari sapi
perah belum dapat menjadi sebagai sumber pendapatan utama yang layak bagi peternak.
4. Keterbatasan modal dan penguasaan teknologi (Atmadilaga, 1989) menyebabkan peternak
kurang mampu mengembangkan usahanya dan berproduksi pada taraf optimum. Bahkan
pemberian pakan sesuai kebutuhan ternak sebagai minimum pun sering kali terpaksa
dilewatkan oleh peternak terutama untuk ternak-ternak yang tidak mendatangkan
(Suryahadi., 2007). Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa di tingkat peternak
kurang berjalan dengan baik. Sementara ketersediaan sistem permodalan di Indonesia
belum dapat dimanfaatkan karena kurang sesuai dengan skema dan kemampuan peternak.
5. Posisi tawar peternak sapi perah yang rendah Posisi tawar peternak diantara mata rantai
produksi dan pemasaran masih lemah. Posisi lemah para peternak dimulai dari
penyediaan lahan untuk hijauan, penyediaan pakan penguat, penyediaan input produksi,
penilaian hasil (kualitas dan kuantitas produksi), dan penentuan harga. Peternak seringkali

94
menanggung risiko usaha paling awal dan paling banyak, khususnya apabila terjadi
gejolak harga.
6. Keterbatasan akses informasi. Akses peternak terhadap informasi secara umum terbatas
yang belum berjalan pada tingkat peternak (McDowell, 1989). Peternak juga mempunyai
akses terbatas pada publikasi informasi baik pada tingkat koperasi, perguruan tinggi
maupun lembaga-lembaga lain yang dapat diakses oleh semua Data yang ada sebenarnya
cukup tersedia tetapi belum dapat dijadikan informasi yang berguna karena belum diolah
dan disampaikan kepada masyarakat peternak. Selain itu, seringkali perencanaan
pengembangan sapi perah di Indonesia diperoleh dengan menganalisis dan memodelkan
data statistik dari institusi resmi dengan asumsi kondisi normal. Padahal kenyataannya
perkembangan sapi perah dan produksi susu tidak pernah normal, cenderung bergejolak
sejalan dengan perkembangan harga susu. Oleh karena itu peternak seringkali
berproduksi pada kondisi jika harga susu kurang bergairah atau saat input jauh di luar
jangkauan peternak,
Masalah lainnya yang memerlukan perhatian adalah kualitas susu yang diproduksi oleh PSPR
pada umumnya dinilai rendah. Hal ini terefleksi dari keluhan PSPR bahwa Koperasi Unit
Desa (KUD) Susu dan Industri Pengolahan Susu (IPS) sering menolak atau memberikan
nilai rendah terhadap susu sapi perah hasil peternakan rakyat . Menggunakan alasan
tersebut dan terbatasnya volume produksi susu dalam negeri, akhirnya IPS mengimpor
bahan susu bubuk dari luar negeri untuk memenuhi target produksi pabriknya. Dalam
teori klasik yang sampai saat ini masih digunakan, Judkins dan Keener (1960)
menyebutkan bahwa kualitas susu sapi segar ditentukan oleh kandungan bahan padat
konsentrasi (contohnya lemak) derajad keasaman (pH), rendahnya kandungan
mikroorganisme, tanpa mikroorganisme dan tanpa endapan maupun materi dari luar .
Berhubung peternak tidak paham ”Bahasa Pengujian Susu” ini, maka seringkali timbul
kecurigaan bahwa nilai kualitas susu yang disetorkan peternak telah direkayasa oleh KUD
(KUD sebagai penampung pertama) sehingga harga beli susu sangat rendah (Rp 2.900 –
Rp 3.500/liter).
7. Dukungan pemerintah yang kurang memadai Dukungan pemerintah untuk pengembangan
sapi perah di Indonesia di pandang belum memadai. Pemerintah dinilai kurang
karena membiarkan peternak kecil menghadapi persaingan bebas serta menghadapi
industri sapi perah skala besar dan kompetitor lainnya. Kebijakan pemerintah pada tataran
nasional cenderung masih memberikan prioritas tinggi dan lebih berpihak pada konsumen
dan industri pengolahan susu. Sejak 1998, posisi tawar peternak terhadap IPS sangat
lemah apalagi dalam menghadai persaingan global. Salah satu kebijakan pemerintah yang
tidak berpihak adalah ditetapkannya tarif bea masuk rendah untuk produk olahan susu
seperti: susu fermentasi yoghurt, sampai 0 persen lebih rendah dari tarif bea masuk susu
bubuk sebagai bahan baku industri persusuan sebesar 5 persen. Tarif 5 persen ini dinilai
tidak sesuai dengan kesepakatan yang ditentukan oleh WTO, sehingga IPS tidak
bergairah untuk berkembang jadi penggerak peningkatan produksi susu nasional
(Soehadji, 2009). Lembaga koperasi yang mengelola persusuan dari peternak dan
mendistribusikan kepada IPS serta sebagai perwakilan peternak dalam memperjuangkan
aspirasi peternak, koperasi mempunyai peran cukup besar (Firman, 2007). Namun
demikian dalam banyak kasus lembaga koperasi susu ini masih lemah dan belum dapat
95
secara optimal mengatasi permasalahan yang dihadapi pada peternak dan persusuan di
Indonesia.
8. Kurangnya apresiasi terhadap multi fungsi usaha ternak sapi perah Apresiasi terhadap
fungsi-fungsi sapi perah dalam masyarakat dipandang kurang memadai. Sebagian besar
apresiasi hanya difokuskan pada aspek ekonomis semata. Fungsi lain, seperti penyedia
lapangan kerja, penyedia pengentasan kemiskinan, pengentasan gizi buruk, perbaikan
lingkungan, dan fungsi sosio-kultural lainnya belum banyak dipertimbangkan.

9.2.6. LANGKAH-LANGKAH IMPLEMENTATIF YANG MENDESAK UNTUK


DILAKUKAN

Faktor-faktor pemicu daya saing dalam pengembangan sapi perah di Indonesia terkait dengan
teknologi, produktivitas, struktur harga dan biaya input, struktur industri, serta jumlah susu
dan produk turunan yang diminta, baik susu domestik maupun impor. Faktor-faktor tersebut
dapat dikelompokkan menjadi:
(1) Faktor yang dapat dikendalikan oleh unit usaha, seperti strategi produk, teknologi,
pelatihan, biaya penelitian dan pengembangan,
(2) Faktor yang dapat dikendalikan oleh pemerintah: lingkungan bisnis (pajak, suku bunga,
nilai tukar uang), kebijakan perdagangan, kebijakan penelitian dan pengembangan,
pendidikan, pelatihan dan regulasi,
(3) Faktor semi terkendali: kebijakan harga input dan kuantitas permintaan domestik dan
impor, serta
(4) Faktor yang tidak dapat dikendalikan: lingkungan alam. Jika pemerintah mampu
memperbaiki faktor-faktor pemicu tersebut diatas, diharapkan komoditas susu lokal
dapat berkembang sebagai komoditas subsitusi susu impor
(epetani.pertanian.go.id/blog/pengembangan-usaha-sapi-perah-di-indonesia-1598).

Untuk memperbaiki performa industri sapi perah dalam negeri tidak mudah. Ada
semacam lingkaran setan yang mesti diurai (Agrina, 2014). Perbaikan tersebut menyangkut:
1. Aspek Pemeliharaan Kualitas genetik sapi milik perusahaan dengan milik peternak sapi
rakyat sebenarnya tidak jauh berbeda, yaitu umumnya berasal dari Australia. Bibit
sapinya pun bukan bibit kualitas terbaik yang boleh dilepas ke negara lain. Dengan
demikian permasalahan utamanya adalah pemeliharaan. Pemeliharaan yang baik akan
dapat meningkatkan produktivitas ternak.
2. Jaminan harga dan pembinaan untuk peningkatan nilai tambah Harga jual susu menjadi
faktor pemicu semangat peternak dalam mengelola usaha. Bila harga menguntungkan,
peternak akan terdorong untuk memberi pakan yang berkualitas. Sebaliknya apabila
tingkat harga hanya dapat mengimbangi ongkos produksi, peternak tidak akan
memberikan sapi dengan pakan yang mengandung bergizi baik. Bagi peternak yang
mampu menciptakan nilai tambah susu, tingkat harga jual susu tidak akan menjadi
masalah.
3. Pengembangan kelembagaan peternak sapi perah Harga jual susu segar diakui peternak
tidak mampu mengikuti lonjakan harga pakan. Akibatnya margin keuntungan yang
dikantongi peternak cenderung semakin tipis. Oleh karena itu dibutuhkan kelembagaan

96
peternak yang mampu mengorganisir para peternak sapi perah agar aktivitasnya menjadi
lebih efisien.
4. Peningkatan efisiensi pembinaan melalui pengembangan kandang koloni
Kandang koloni (kelompok) menjadi salah satu jalan keluar dan perlu dimasyarakatkan.
Dengan berkelompok, peternak akan terpacu untuk menaikkan kelas ketrampilannya agar
sejajar para koleganya. Biaya perawatan juga menjadi lebih irit karena dapat ditanggung
bersama, misalnya waktu inseminasi buatan atau pemeriksaan rutin oleh dokter hewan.
Contoh, koloni ternak sapi perah yang dikoordinasikan oleh Gabungan Kelompok Ternak
Sugih Mukti Mandiri di Kasomalang, Subang, Jawa Barat yang melaporkan bahwa
keuntungan tetap dapat diraih walaupun harga susu masih rendah.
5. Revitalisasi koperasi susu peternakan rakyat Koperasi penampung susu peternak rakyat
harus bersikap transparan dan adil dan mengapresiasi kualitas susu peternak. Untuk itu
koperasi harus mulai memisahkan kualitas susu yang dihasilkan anggotanya. Susu
berkualitas baik mendapat insentif harga yang memadai, sebaliknya yang berkualitas
buruk “dihukum” dengan harga yang lebih rendah. Kalau kualitas susu jauh di bawah
standar minimal, koperasi harus menolak susu tersebut. Koperasi sebagai tumpuan
ekonomi peternak, perlu membina peternak anggota yang kualitas susunya rendah.
Koperasi juga harus bersedia membina dan mendorong para peternak agar mereka dapat
meningkatkan ketrampilan pemeliharaan sapi. Aspek pembinaan yang penting dilakukan
meliputi pengetahuan tentang pakan yang baik, perawatan, maupun tata cara
membuntingkan sapi. Diharapkan melalui pembinaan produktivitas sapi perah rakyat
akan membaik sehingga pendapatan peternak juga menjadi lebih baik lagi.
6. Dukungan kebijakan pemerintah Pengembangan usaha peternakan sapi perah rakyat
memerlukan dukungan kebijakan pemerintah, khususnya menyangkut:
(1) peningkatan konsumsi serta kualitas susu untuk meningkatkan jumlah permintaan
susu,
(2) pembinaan kepada koperasi susu sehingga koperasi mampu memberdayakan para
pelaku usaha peternakan sapi perah domestik dalam menghadapi liberalisasi
perdagangan,
(3) revitalisasi pengembangan kemitraan usaha antara industri pengolahan susu (IPS)
dengan koperasi susu dan peternakan rakyat, dan
(4) perlindungan usaha peternakan sapi perah rakyat melalui pengetatan peraturan
karantina hewan untuk mengurangi impor produk susu dan turunannya.

9.2.7. PRIORITAS KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN DALAM PERIODE 2014-


2019

Periode tahun 2014-2019 merupakan periode pemerintahan presiden RI yang ke 7, dalam


penyampaian visi dan misinya waktu debat calon presiden disampaikan bahwa kedaulatan
pangan adalah salah satu prioritas yang akan segera dilaksanakan, dalam hal tersebut
tentunya termasuk komoditas susu, yang melibatkan masyarakat pertanian dari tingkat akar
rumput sampai lapisan masyakarat tingkat menengah ke atas, oleh sebab itu, prioritas
kebijakan pembangunan persusuan secara nasional yang perlu dilakukan adalah:
(1) mengimplementasikan gerakan minum susu yang dikemas setiap tahun pada “Peringatan
Hari Susu Nasional”, dimasukkan menjadi salah satu programnya Kementerian
97
Kesehatan dan Kementerian Pendidikan, agar anak-anak sekolah dan ibu-ibu rumah
tangga menyadari pentingnya meningkatkan konsumsi susu agar dapat mencerdaskan
kehidupan bangsa,
(2) menjadikan komoditas susu yang dapat menarik perhatian konsumen, diperlukan
diversifikasi olahan susu menjadi beraneka ragam jenis olahan, maka peran Kementerian
Perindustrian dan Perdagangan sangat diperlukan dalam mensukseskan “Gerakan
Minum Susu”,
(3) terjaminnya pasar susu dari peternak, diperlukan kerjasama tiga Kementerian yaitu:
Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan, dan Koperasi di bawah Menko Perekonomin,
agar Industri Pengolahan Susu (IPS) dapat memberikan harga susu yang wajar sesuai
dengan kualitasnya. Sebagai syarat mengimpor bahan baku susu oleh IPS jika produksi
susu dalam negeri belum mencukupi,
(4) untuk mencukupi kebutuhan bahan pakan yang berkualitas tinggi dan harga terjakau oleh
peternak, maka hasil limbah industri pengolahan sawit diprioritaskan untuk kebutuhan
peternak sapi perah, yang selama ini diekspor, sehingga perlu dukungan
kerjasama/kebijakan antara Kementerian BUMN, Pertanian serta Perindustrian dan
Perdagangan,
(5) agar peternak mempunyai posisi tawar yang tinggi untuk mejual susu sapinya,
memperjuangkan aspirasinya, dan memperoleh perlindungan/jaminan terhadap usaha
peternakannya, maka diperlukan wadah/organisasi yang kuat, seperti misalnya Asosiasi
Peternak Sapi Perah Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota,
(6) Dewan Persusuan Nasional yang didirikan beberapa tahun yang lalu, perlu dioptimalkan
perannya dalam melindungi dan memperjuangkan kepentingan peternak sapi perah,
diselaraskan dengan program pemerintah dan IPS,
(7) program asuransi sapi perah yang telah dicanangkan oleh pemerintah tahun 2013,
hendaknya dapat dipercepat implementasinya di lapangan oleh pemangku kepentingan
yang terkait agar peternak sapi perah dapat jaminan/perlindungan yang wajar dan dapat
meningkatkan skala usahanya,
(8) rendahnya realisasi penyaluran kredit perbankkan untuk mengembangkan skala usaha
peternakan sapi perah melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Ketahanan Pangan
dan Energi (KKPE), serta Kredit Usaha Pembibitan Sapi Perah (KUPS) dari plafon
anggaran yang telah disiapkan perlu ditinjau kembali oleh pemerintah dan perbankan,
(9) untuk meningkatkan kualitas SDM masyarakat peternak sapi perah diperlukan program
pelatihan, pendampingan dan studi banding oleh pemerintah, swasta dan BUMN,
(10) usaha peternakan sapi perah adalah multifungsi, menghasilkan susu untuk meningkatkan
konsumsi protein hewani dan bahan baku industri, menghasilkan kotoran yang dapat
diolah menjadi energi panas dan listrik (biogas), dan menghasilkan pupuk organik untuk
kesuburan lahan. Oleh sebab itu dapat disinergikan dengan sektor lainnya untuk
mewujudkan konsep bioindustri berkelanjutan di pedesaan, dan
(11) untuk merangsang dan meningkatkan gairah/motivasi usaha peternakan sapi perah,
pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada masyarakat peternakan sapi perah
yang berprestasi dalam mengembangkan usahanya.

PENUTUP
98
Sejarah pengembangan peternakan sapi perah di Indonesia telah dimulai lebih dari satu abad
yang lalu, yang merupakan tahap introduksi pada jaman penjajahan Belanda. Peternakan sapi
perah di Indonesia oleh warga pribumi diawali oleh para pekerja perusahaan sapi perah milik
Belanda, sebagai usaha rumah tangga. Dalam perkembangannya, usaha peternakan sapi
rakyat didukung oleh importasi sapi perah dalam bentuk hidup dan mani beku untuk
meningkatkan produksi maupun meningkatkan mutu genetik, membangun kelembagaan sapi
perah dalam bentuk koperasi dan non koperasi, serta dukungan kebijakan pemerintah
misalnya kebijakan ekualisasi berdasar SKB 3 Menteri (Menteri Perdagangan dan Koperasi,
Menteri Perindustrian, dan Menteri Pertanian) dimana impor bahan baku susu dipersyaratkan
dengan bukti serap (BUSEP) susu segar produksi dalam negeri. Untuk mendukung SKB,
telah diterbitkan INPRES 2 tahun 1985 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan
Persusuan Nasional.

Sangat disayangkan kebijakan ekualisasi tersebut dicabut pada awal tahun 1988 yang
berdampak pada sangat lemahnya posisi tawar peternak terhadap IPS, apalagi menghadapi
pesaingan global. Globalisasi yang diiringi dengan kebijakan yang tidak tepat telah menekan
pertumbuhan industri susu rakyat. Kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada peternak
misalnya adalah penetapan tarif bea masuk yang rendah (0%) untuk produksi olahan susu
fermentasi-yoghurt yang lebih rendah dari tarif bea masuk susu bubuk sebagai bahan baku
industri persusuan yang besarnya mencapai 5 persen.
Komitmen pemerintah untuk mengembangkan industri susu nasional cukup tinggi, yang
dapat dilihat ditetapkannya industri pengolahan susu sebagai salah satu industri prioritas oleh
Kementerian Perindustrian, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008
Tentang Kebijakan Industri Nasional. Peta panduan atau pengembangan klaster industri
pengolahan susu juga telah disusun dengan melibatkan semua pemangku kepentingan usaha
persusuan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 122/M-
IND/PER/10/2009. Kebijakan industri pengolahan susu tidak akan bermakna apabila tidak
ditunjang dengan pengembangan usaha peternakan sapi perah rakyat sebagai penyedia bahan
baku susu.
Dengan terbentuknya era pemerintahan baru pasca PILPRES 9 Juli 2014, diharapkan agar
pemerintah baru dapat menetapkan kebijakan yang dapat memberikan regulasi dan
perlindungan yang lebih baik bagi peternak rakyat dan kebijakan yang mendukung
pengembangan industri peternakan sapi perah di Indonesia. Perlu diingat bahwa usaha
peternakan sapi perah rakyat sangat strategis karena: (1) menyerap tenaga kerja dalam jumlah
besar, mulai dari pra produksi, produksi, panen, pasca panen/pengolahan hingga pemasaran,
(2) menghasilkan pangan bergizi/sumber protein hewani yang murah untuk meningkatkan
kualitas/kecerdasan bangsa Indonesia, (3) mampu memberikan pendapatan harian pada
peternak sapi perah, (4) limbah/kotorannya mampu menghasilkan energi alternatif terbarukan
(biogas) dan merupakan sumber pupuk organik penting, dan (5) budidaya sapi perah dapat
disinergikan dengan usahatani tanaman pangan, perkebunan dan industri, berupa
pemanfaatan limbah/hasil samping usahatani menjadi pakan murah dan berkualitas dan
meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani dengan memanfaatkan limbah kandang
sebagai sumber pupuk organik.

99
DAFTAR PUSTAKA
Agrina, 2014. Mengurai Lingkaran Setan Sapi Perah. Tabloit Agribisnis Dwi Mingguan.
Inspirasi Agribisnis Indonesia.
Bamualim, A.M., Kusmartono dan Kuswandi. 2009. Aspek Nutrisi Sapi Perah. Dalam (K.A.
Santosa, K. Diwiyanto, dan T. Toharmat, Editor), hlm: 165-208. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor.
Djaja. W, R.H Matondang dan Haryono, 2009. Aspek Manajemen Usaha Sapi Perah. Profil
Usaha Peternakan Sapi Perah Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.
DPKH Jateng (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah). 2012.
Statistik 2012: Peternakan. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa
Tengah. Ungaran.
Direktorat Jendral P2HP, 2011. Keragaan Database Kinerja Pengolahan & Pemasaran Hasil
Pertanian. Bekerjasama dengan PT Swastika Perdana.
Direktorat Ternak Budidaya Ruminansia, 2010
Epetanipet.go.id/blog/pengembangan-usaha-sapi-perah-di-Indonesia-1598
Firman, A., 2007. Manajemen Agribisnis Sapi Perah: Suatu Telaah Pustaka. Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.
Firman, A dan R. Tawaf. 2008. Manajemen Agribisnis Peternakan : Teori dan Contoh Kasus.
Universitas Padjadjaran. Press.
IMPBogor49, 2012. Pengembangan Sapi Perah Indonesia. Ipmbogor49.wordpress.com
Judkins, H.F. and Keener, H.A. 1960. Milk production and processing. John Willey & Sons,
Inc. New York.
Kusmaningsih, Susilowati Dan Diwiyanto, K. 2008. Prospek Dan Pengembangan Usaha Sapi
Perah Di Jawa Tengah Menyongsong MDG‟s 2015. Prosiding Hlm: 404-412.
Puslitbang Peternakan. Bogor.
Murti. T.W, H. Purnomo, dan S.Usmiati, 2009. Pasca Panen dan Teknologi Pengolahan Susu.
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.
PSPK, 2011. Rilis Hasil Awal 2011. Kementrian - BPS
Priyanti. A, S.Nurtini, dan A.Firman, 2009. Analisis Ekonomi dan Aspek Sosial Usaha Sapi
Perah. Profil Usaha Peternakan Sapi Perah Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Bogor.
Pusdatin. 2013. Statistik Pertanian 2013. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.
Kementerian Pertanian. 316 hal.
Soehadji, 2009. Sejarah Perkembangan Industri Persusuan. Direktorat Jendal Industri Agro
dan Kimia Departemen Perindustrian, Jakarta.
Subandriyo dan Ardiarto. 2009. Sejarah Perkembangan Sapi Perah. Profil Usaha Peternakan
Sapi Perah Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Tawaf. R, Tridjoko W. Murti dan R.A.Saptati. 2009. Kelembagaan dan Tata Niaga Susu.
Profil Usaha Peternakan Sapi Perah Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.
www.kampoengternak.or.id. Kampoeng Ternak Nusantara. Membangun Kewiusahawan
Sosial.
100

Anda mungkin juga menyukai