BUDIDAYA TEBU
Edisi Revisi
PT PERKEBUNAN NUSANTARA X
SURABAYA
2017
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
KATA PENGANTAR
Oleh karenanya, buku ini disusun dengan maksud memberikan informasi dan
ulasan tentang budidaya tebu secara komprehensif sehingga nantinya dapat
memberikan pemahaman dan persepsi yang sebangun antar seluruh pihak terkait
yang pada gilirannya menghasilkan aksi menuju tujuan yang sama yakni
swasembada gula secara berkelanjutan. Buku ini merupakan edisi revisi dari buku
yang dicetak pertama pada tahun 2015 dan tentunya masih mengandung
berbagai kekurangan, karenanya akan selalu di-update sesuai dengan
perkembangan yang lebih konkrit di lapangan.
Akhirnya kami menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak
dapat kami sebutkan satu per satu dan sekaligus permohonan maaf serta tak lupa
adanya kritik dan saran guna perbaikan - perbaikan ke depan.
ii
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
TIM PENYUSUN
iii
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
DAFTAR ISI
iv
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
v
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Grafik trend produktivitas gula, tebu dan rendemen industri gula di
Indonesia selama kurun waktu 1918 -
1940.…………………………………………........................................ 2
Gambar 1.2. Grafik trend produktivitas gula, tebu dan rendemen industri gula di
Indonesia selama kurun waktu 2002 - 2014………………………….. 3
Gambar 1.3. Grafik trend harga pokok produksi (HPP) gula selama 4 musim
tanam.................................................................................................. 4
Gambar 2.1. Skema analisa parameter produktivitas tanaman tebu……………… 8
Gambar 2.2. Standar parameter populasi batang tebu (batang/meter row) di
lahan sawah dan lahan kering………………………………………….. 9
Gambar 2.3. Standar parameter tinggi dan jumlah ruas batang tebu di lahan
sawah dan lahan kering…………………………………………………. 10
Gambar 2.4. Ilustrasi jumlah leng per hektar…………………………………………. 12
Gambar 2.5. Ilustrasi jumlah meter panjang row per hektar……………………….. 12
Gambar 2.6. Korelasi dosis K2O dengan diameter batang…………………………. 14
Gambar 2.7. Penampang daun tebu………………………………………………….. 14
Gambar 2.8. Grafik hubungan antara amplitudo temperatur maksimum dan
minimum dengan rendemen
efektif………………………………………………………....................... 15
Gambar 3.1. Operasional cane planter………………………………………………... 20
Gambar 3.2. Ilustrasi persentase serangan noda daun……………………………... 29
Gambar 3.3. Cara menghitung persentase serangan noda daun…………………. 29
Gambar 4.1. Trend penurunan protas gula (ton/ha) dari tahun 1918 - 2014……... 32
Gambar 4.2. Contoh penurunan BO dan N tanah mencapai 50% selama 22
tahun (0,2%/tahun)………………………………………………………. 33
Gambar 4.3. Sebaran petak kebun kecil yang yang dapat di-regrouping…………. 35
Gambar 4.4. GPS Geodetic untuk pengukuran kebun yang lebih presisi………… 36
Gambar 4.5. Tahapan penyiapan lahan secara mekanisasi di lahan sawah……... 39
Gambar 4.6. Tahapan penyiapan lahan secara mekanisasi di lahan kering……… 40
Gambar 4.7. Pengaruh subsoiler terhadap kekerasan tanah dan jelajah akar
tebu……………………………………………………………………….. 42
Gambar 4.8. Contoh implemen dan operasional Disc Plow 4/28” di lahan……….. 43
Gambar 4.9. Chisel plow….......………………………………...……………………… 43
Gambar 4.10. Contoh Disc Harrow 28/32” (28 piringan dengan ukuran diameter
32 inchi)…………………………………………………………………… 44
Gambar 4.11. Alat perataan permukaan tanah Land Planner panjang 9 m………... 45
Gambar 4.12. Implemen furrower (kiri) dan cane planter (kanan)............................ 46
Gambar 4.13. Profil hasil pengukuran relief meter……………………………………. 46
Gambar 4.14. Penetrograph untuk mengukur kekerasan profil tanah..……………. 47
Gambar 4.15. Hasil pengukuran kekerasan tanah…………………….……………… 47
Gambar 4.16. Trend peningkatan protas gula (ton/ha) Negara Colombia selama
35 tahun…………………………………………………………………… 52
Gambar 4.17. Pola kerja operasional traktor…………………………………………... 53
Gambar 4.18. Grafik BEP pemilikan pada tarif rental Rp. 800.000,-/ha……………. 56
Gambar 4.19. Grafik BEP pemilikan pada tarif rental Rp. 1.00.000,-
/ha…………………………………………………………………………. 57
Gambar 5.1. Grafik hubungan penyerapan unsur hara dan air dengan umur
vi
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
tanaman…………………………………………………………………… 62
Gambar 5.2. Grafik koefisien tanaman tebu (nilai Kc)………………………………. 64
Gambar 5.3. Irigasi permukaan pada tanaman Plant Cane dan Ratoon Cane…... 66
Gambar 5.4. Traveller sprinkler irrigation……………………………………………... 67
Gambar 5.5. Pengukuran pF di HGU Sumberlumbu, PG Pesantren Baru, Kediri
yang tergolong tanah ringan berpasir. Kondisi segar pF = 1,75 (kiri);
kondisi layu/mengering pF= 2,4 (kanan)………………………... 68
Gambar 5.6. Kurva pF ~ kadar air (% volume)………………………………………. 69
Gambar 5.7. Pekerjaan pembuatan saluran drainasemenggunakan PC
Excavator di lahan delta (Wetland) sebelum pekerjaan Land
Preparation……………………………………………………………...... 69
Gambar 5.8. Ilustrasi penggunaan piezometer dan penurunan muka air tanah…. 70
Gambar 5.9. Operasional komponen traveller big gun sprinkler irrigation………… 73
Gambar 5.10. Nomograf standar kehilangan karena gesekan di lengkungan dan
katup………………………………………………………………………. 74
Gambar 5.11. Layout rencana saluran drainase kebun………………………………. 75
Gambar 6.1. Pola komposisi varietas kaitannya dengan trend rendemen selama
giling……………………………………………………………………….. 77
Gambar 6.2. Letak geografi (posisi lintang) berkaitan dengan potensi rendemen
tebu……………………………………………………..………………… 79
Gambar 6.3. Trend rendemen industri gula Indonesia (Jawa) dalam kurun waktu
tahun 1930 - 1940…………………………………………..……………. 80
Gambar 7.1. Skema sistem pemeliharaan tanaman PC (Plant Cane)…………….. 88
Gambar 7.2. Skema sistem pemeliharaan tanaman RC (Ratoon Cane)………….. 89
Gambar 7.3. (a) Implemen fertilizer applicator standar (FA tyne), (b) Implemen
fertilizer applicator with disc coulter (FA stool splitter)…..…………… 91
Gambar 7.4. Nomograf analisis tanah………………………………………………… 94
Gambar 7.5. Sistem perakaran tebu…………………………………………………... 94
Gambar 7.6. Implemen terra tyne 96
Gambar 7.7. Penggemburan tanah dengan terra tyne……………………………… 96
Gambar 7.8. Implemen subsoiler……………………………………………………… 97
Gambar 7.9. Hasil penggemburan tanah dengan subsoiler………………………… 97
Gambar 7.10. Penggemburan inter row menggunakan rotary dengan tenaga
penggerak hand tractor………………………………………………… 97
Gambar 7.11. Alat penggemburan sapi : pisau sontop kecil (4 cm x 30 cm), pisau
sontop besar (6 cm x 30 cm)…………………………………………… 98
Gambar 7.12. Penggemburan tanah dengan sontop sapi……………………………. 98
Gambar 7.13. (a). Aplikasi herbisida pre emergence mengunakan boom sprayer.
(b). Implemen disc weeder untuk pengendalian gulma di interrrow
secara mekanis…..………………………………………………….…… 100
Gambar 7.14. Alat klentek mekanis……………………………………………………... 107
Gambar 7.15. Konsep trash management untuk budidaya tebu yang ramah
lingkungan dan berkelanjutan…………………………………………... 108
Gambar 7.16. Skema penataan trash di kebun (tampak depan)…………………. 109
Gambar 7.17. Skema penataan trash di kebun (tampak atas)………………………. 110
Gambar 7.18. (a).Pencacahan trash sisa tebangan secara mekanis dengan
Rotary Mulcher/Trash Shredder, (b). Penataan trash secara
mekanis dengan Hay Rake/Wheel Trash Rake………………….…… 110
Gambar 7.19. Implemen Fertilizer Applicator with Terra Tyne.................................. 113
vii
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
viii
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
DAFTAR TABEL
ix
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
x
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
1
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 1.1. Grafik trend produktivitas gula, tebu dan rendemen industri gula di Indonesia
selama kurun waktu 1918 - 1940.
2
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 1.2. Grafik trend produktivitas gula, tebu dan rendemen industri gula di Indonesia
selama kurun waktu 2002 - 2014.
Di sisi lain, budidaya tebu di lahan kering dengan kondisi topografi makro
rata-rata berlereng memungkinkan drainase berjalan baik atau tidak lagi menjadi
problem dan sebaliknya merupakan peluang untuk menggali potensi rendemen.
Dengan demikian, maka Reynoso bukanlah satu-satunya cara atau sebuah
dogma yang harus diterapkan begitu saja namun harus ada penyesuaian atau
modifikasi di lapangan dengan tetap memperhatikan kebutuhan hakiki tanaman
tebu di tengah kondisi lingkungan tumbuh yang sudah sangat berubah.
Dalam era global seperti sekarang ini berarti pengusahaan tebu menghadapi
tantangan dari 2 arah yakni ancaman masuknya gula impor dengan harga lebih
murah sekaligus penurunan produktivitas ke level yang lebih rendah. Menemukan
inti persoalan rendahnya produktivitas merupakan langkah pertama yang harus
diselesaikan guna memutuskan langkah yang tepat. Oleh karena itu, dipandang
perlu terlebih dulu mereview bagaimana karakteristik pertumbuhan tanaman tebu.
3
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 1.3. Grafik trend harga pokok produksi (HPP) gula selama 4 musim tanam.
Grafik pada gambar 1.3. di atas menunjukkan pola tipikal harga pokok
produksi (HPP) per kilogram gula milik petani tebu rakyat (MPTR). Pada awal
musim tanam (tanaman Plant Cane atau disingkat PC), HPP masih tinggi karena
dilakukan penyiapan lahan dan pengadaan benih, kemudian menurun mencapai
titik terendah pada Ratoon I dan sesudah itu meningkat lagi disebabkan kualitas
batang semakin mengecil dan sistem perakaran yang semakin tidak efektif.
Jumlah keprasan yang bisa ditolerir umumnya sampai 4 kali, namun pada
kenyataannya sangat bervariasi tergantung dari beberapa faktor, antara lain :
a. Varietas tertentu lebih cepat mengalami degradasi sehingga lebih perlu segera
diganti.
b. Tingkat kesuburan tanah terutama kandungan bahan organik dimana pada
kondisi bahan organik rendah cenderung lebih pendek siklusnya. Contoh di
HGU Jengkol, PG Pesantren Baru, Kediri hanya 1 kali kepras kemudian
dilanjutkan dengan menanam rabuk/pupuk hijau.
c. Adanya serangan hama/penyakit diatasi dengan cara memutus siklus atau
dibongkar lebih awal.
d. Faktor lain - lain (batas waktu sewa, batas ketentuan glebagan).
4
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
b. Penanaman tebu ke areal pengembangan lebih jauh (60 km s.d. 200 km)
menambah biaya angkutan hasil panen, di sisi lain kondisi tingkat kesuburan
lahannya rata-rata merupakan lahan marginal (Suitable 3 atau S3), sehingga
memerlukan upaya tambahan untuk memulihkan kesuburannya.
c. Luas dan penyebaran kebun/petak yang ada kecil-kecil dan tersebar cukup
jauh, sehingga meningkatkan mobilitas sarana maupun supervisi petugas
lapangan.
d. Sumber daya manusia (SDM) petani di lahan baru (pengembangan)
memerlukan pendekatan dan pembinaan lebih spesifik dan intensif mengingat
heterogenitas latar belakang budaya dan perbedaan kebijakan di masing-masig
Pemerintah Daerah.
e. Dan lain-lain.
5
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
6
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
a. Fase Perkecambahan
- Tujuan pokok : prosentase (%) perkecambahan tinggi dan
merata/serempak.
- Waktu : umur 1 - 1,5 bulan.
- Tolok ukur : prosentase (%) perkecambahan dan serempak.
- Faktor kunci sukses : kemurnian varietas, lengas tanah, oksigen (O2),
nitrogen (N), P2O5, temperatur, lebih cepat dibanding
berkabohidrat tinggi.
- Perlakuan budidaya : pemilihan varietas, seleksi dan sortasi benih, jumlah
benih per hektar, jarak tanam, tebal tanah penutup
benih, potongan benih maksimal @ 3 mata
(mengeliminir pengaruh apical dominance), pemberian
air/kurangi laju penguapan serta seed-soil contact.
b. Fase Pertunasan
- Tujuan pokok : prosentase (%) perkecambahan tinggi dan
merata/serempak.
- Waktu : umur 1,5 – 4 bulan.
- Tolok ukur : 4 – 6 tunas per mata tumbuh atau 75.000 - 80.000
batang produktif per hektar.
- Faktor kunci sukses : varietas, air, sinar matahari, aerasi atau oksigen (O2),
P2O5, nitrogen (N) dan temperatur.
- Perlakuan budidaya : pemilihan varietas, tebal tanah penutup benih, jarak
tanam disesuaikan, pengendalian gulma dan
penggemburan.
d. Fase Kemasakan
- Tujuan pokok : potensi kandungan gula yang tinggi.
- Waktu : umur 8,5 - 12 bulan.
- Tolok Ukur : berat batang/meter 0,6 - 0,8 kg/m, jumlah ruas/batang
7
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
8
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
- Demikian pula ketidaklancaran pasok tebu jelas akan menyebakan banyak idle
capacity dan rol gilingan tidak dapat mencapai tingkat pressing optimal sesuai
setelan gilingan (pada kadar sabut yang direncanakan), sehingga banyak nira
tidak dapat terperah (tertinggal di ampas) dan pada gilirannya akan
meningkatkan losses.
- Demikian pula pencapaian luas areal juga tidak berdiri sendiri, namun
tergantung kepada hasil analisa usaha tani dengan indikator sisa hasil usaha
(SHU). Tinggi rendahnya SHU didapat dari margin antara harga gula dan harga
pokok produksi (HPP) atau biasa disebut juga sebagai BPP (biaya pokok
produksi, dan HPP merupakan total cost dibagi protas gula milik petani. Maka,
upaya meningkatkan protas gula perlu didukung oleh semua pihak terkait
(penangkar benih, distributor pupuk, provider mekanisasi, Pabrik Gula, lembaga
riset, serta dinas terkait).
Standar populasi (batang/m row) lahan sawah Standar populasi (batang/m row) lahan kering
Gambar 2.2. Standar parameter populasi batang tebu (batang/meter row) di lahan sawah
dan lahan kering.
9
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Standar parameter tinggi & jumlah ruas Standar parameter tinggi & jumlah ruas
batang tebu lahan sawah batang tebu lahan kering
Gambar 2.3. Standar parameter tinggi dan jumlah ruas batang tebu di lahan sawah dan
lahan kering.
27% S 25% T
TS+(3xS)+(3x78%S)+(3x58%S)+(3x32%S)+ TT+(3xT)+(3x75%T)+(3x58%T)+(3x33%T)+
9
(3x27%S) (3x25%T)
14% S 17% T
TS+(3xS)+(3x78%S)+(3x58%S)+(3x32%S)+ TT+(3xT)+(3x75%T)+(3x58%T)+(3x33%T)+
10
(3x27%S)+(3x14%S) (3x25%T)+(3x17%T)
7% S 5% T
TS+(3xS)+(3x78%S)+(3x58%S)+(3x32%S)+ TT+(3xT)+(3x75%T)+(3x58%T)+(3x33%T)+
11
(3x27%S)+(3x14%S)+(3x7%S) (3x26%T)+(3x17%T)+(3x5%T)
0% S 3% T
TS+(3xS)+(3x78%S)+(3x58%S)+(3x32%S)+ TT+(3xT)+(3x75%T)+(3x58%T)+(3x33%T)+
12
(3x27%S)+(3x14%S)+(3x7%S)+(3x0%S) (3x25%T)+(3x17%T)+(3x5%T)+(3x3%T)
10
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Catatan :
- Satu bulan terbentuk 3 ruas.
- Dalam kondisi kekeringan dapat terjadi stagnasi mengakibatkan internode lebih pendek dari
yang diperkirakan.
- Jika pada umur 6 bulan dilakukan pemberian pupuk nitrogen ekstra dan diairi, maka akan
terjadi pertumbuhan vegetatif di atas yang diperkirakan.
2.4. Exercise
1. Berkaitan dengan kondisi lingkungan tumbuh, khususnya pengaruh cuaca,
sebuah kebun memiliki histori sebagai berikut :
- Bulan tanam : Mei A
- Tipe lahan : lahan kering (rainfed)
- Jumlah bulan kering : 6 bulan (Mei – Juni – Juli – Agt – Sep - Okt)
Berapa persen kemungkinan resiko penurunan produksi tebunya?
Penyelesaian :
- Setelah mencapai umur ± 3,5 bulan pada bulan Agustus dimana fase
pertunasan berakhir dengan pencapaian populasi batang mencapai
maksimum dan kemudian akan berlanjut ke fase pemanjangan dan
pembesaran diameter batang.
- Pada saat inilah kebutuhan air dan hara mulai meningkat secara
signifikan dan di sisi lain kondisi tanah semakin kering setelah 3 bulan
tidak ada hujan.
- Pertambahan jumlah ruas terus berjalan mengikuti umur tanaman,
hanya saja panjang setiap ruas (internode) mengalami stagnasi
pertumbuhan, sehingga lebih pendek 30% s.d. 50% dibanding kondisi
normal sesuai standar ± 20 cm.
- Apabila pertambahan ruas rata-rata 3 ruas/bulan, maka besarnya
resiko penurunan tinggi batang selama 3 bulan pertama fase
pemanjangan batang (Δ panjang) adalah :
Δ panjang = 3 bulan x 3 ruas x (15 cm - 50 % x 15 cm) = 67,5cm =
0,675 m.
- Jika pengurangan diameter batang diabaikan dan berat batang/meter
diasumsikan 0,5 kg/m dan populasi batang jadi (millable stalks)
sebanyak 70.000 batang, maka perkiraan penurunan produksi tebu (Δ
produksi tebu) adalah :
Δ produksi tebu = 0,675 m x 0,5 kg/m x 1 ton/1.000 kg x 70.000
batang/ha = 23,6 ton/ha.
- Jika diasumsikan pada kondisi normal tercapai produksi tebu sesuai
standar (PS) sebesar :
Panjang total = tinggi batang s.d. umur 4 bulan + pertambahan
selama 8 bulan = (1 m + 8 bulan x 3 ruas x 0,079 m) = 2,896 m.
11
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
a. Faktor leng dapat dinyatakan dalam ∑ leng/ha atau ∑ meter panjang
row/ha, secara visual digambarkan sebagai berikut :
125 - (GK+GM+GK)
∑ leng/ha = --------------------------- x 10
PKP
1 leng = 8 m
PKP = pusat ke pusat = jarak tanam (m)
GK = lebar atas got keliling (m)
GM = lebar atas got mujur (m)
10.000–5%x10.000
∑ meter panjang row/ha = ---------------------------
PKP
PKP = pusat ke pusat = jarak tanam (m)
12
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
3. Pada taksasi yang dilakukan pada suatu kebun tebu berumur 4 bulan di
lahan kering diperoleh data tinggi batang = 100 cm dan panjang ruas
(internode) = 20 cm. Berapakah perkiraan tinggi batang pada umur 12
bulan?
Penyelesaian :
a. Tinggi batang umur 4 bulan TT = 100 cm.
b. Panjang ruas umur 4 bulan T = 20 cm.
c. Data TT dan T dimasukkan ke dalam tabel perhitungan berikut ini :
Jadi, perkiraan tinggi batang tebu umur tebu 12 bulan yaitu ± 288 cm.
Penyelesaian :
a. Hasil percobaan Borden (Hawai) dengan berbagai dosis penambahan
K2O pengaruhnya terhadap diameter batang sebagai berikut :
13
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
+2
Hasil analisa +1
5. Pada fase kemasakan, salah satu faktor kunci suksesnya adalah juga
hara makro K2O, adakah hasil riset yang mendukung hal ini?
Penyelesaian :
a. Menurut Pawirosemadi (2011), kandungan gula pada tanaman tebu
yang kahat kalium biasanya rendah, demikian pula rendemennya.
b. Hasil percobaan Borden (Hawai) dengan berbagai dosis penambahan
K2O pengaruhnya terhadap HK dan rendemen ditunjukkan pada tabel
2.4.
14
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
6. Perbedaan temperatur siang dan malam atau antara suhu maksimum dan
minimum biasa disebut amplitudo (∆T) dimana pada fase kemasakan
sesuai Bab 4 mengenai ideal range of mean temperature for ripening
phase 120C (minimum) dan 320C (maksimum), adakah data empiris yang
mendukung hubungan ini?
Penyelesaian :
Berdasarkan data yang diperoleh dari stasiun perekam cuaca otomatis
(Automatic Weather Station/AWS) Puslit Gula PTPN X di Jengkol, Kediri,
terdapat hubungan antara amplitudo temperatur maksimum dan minimum
(∆T) dengan rendemen efektif (RE) salah satu PG di Kediri per periode
mulai awal bulan Juni s.d. akhir Agustus 2015. Rerata kenaikan ∆T
berbanding lurus dengan kenaikan rendemen efektif. Hal ini menunjukkan
bahwa ∆T berpengaruh terhadap fase kemasakan tebu (pembentukan
sukrosa).
15
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Benih yang tersedia tepat waktu sesuai jumlah, mutu (murni dan sehat) serta
memenuhi kriteria benih bina adalah salah kunci sukses yang sangat strategis dan
menjadi lintasan kritis dalam sistem penanaman tebu. Beberapa alasan penting
antara lain :
- Penanaman tanaman baru atau Plant Cane (PC) boleh dikatakan sebagai suatu
“investasi” yang akan berdampak hingga beberapa tahun ke depan dimana
setelah PC ditebang akan dirawat sebagai tanaman keprasan atau Ratoon
Cane (RC) .
- Setelah lahan dibuka dan diolah serta saprodi disiapkan, apabila benih tidak
siap maka semua sumberdaya dan tenaga yang telah dikerahkan akan sia-sia
dan berpotensi menimbulkan kerugian materil maupun resiko kekurangan
bahan baku giling tahun depan. Menyiapkan benih dalam budidaya tebu adalah
spesifik dan berjenjang dengan tata waktu yang sudah direncanakan
sedemkian rupa.
Demikian pula penanaman merupakan momen yang sangat strategis untuk
mulai menata pola tanam secara block system yang memungkinkan penanaman
tebu secara serempak hamparan dalam rangka mendukung pola tebang dengan
hasil yang optimal atau dengan kata lain berupaya menyeimbangkan pola tanam
dengan pola giling. Maka penyiapan benih perlu mendapat perhatian serius dan
perlu dimatangkan serta disinkronkan dengan para pihak yang terlibat secara
komprehensif. Teknis tentang proses penyiapan benih secara detail sebagaimana
terdapat dalam buku “Pedoman Pembangunan Kebun Benih tebu” yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian tahun
2014.
16
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
b. Selama kebun benih diselenggarakan agar tetap dijaga kualitas sesuai standar
pengelolaan kebun benih sesuai pedoman sertifikasi yang diterbitkan oleh P3GI
tahun 2009.
17
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
c. Kelayakan benih
Tujuan pokok upaya mengusahakan benih yang layak adalah :
- Tersedianya benih yang murni, bermutu baik dan sehat.
- Dapat dihindari timbulnya penyakit sistemik yang menyebar dalam waktu
cepat.
18
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
- Tergilingnya tebu muda (umur < 12 bulan) karena kekurangan jumlah tebu
yang ditanam awal sehingga tidak dapat mencapai sasaran rendemen yang
diharapkan.
- Timbulnya konflik sosial akibat rebutan jatah tebang atau banyak tebu
“pariwisata” ke Pabrik Gula lain karena jumlah tebu tua dan masak di wilayah
binaan jauh melebihi kapasitas giling yang tersedia.
b. Mekanis :
- Homogenitas masa tanam dan mutu pekerjaan.
- Pembuatan lubang tanam menggunakan cane planter dan dengan alat yang
sama juga sekaligus dilakukan pekerjaan memotong – menjatuhkan benih –
menutup serta aplikasi pupuk dasar (one pass through system). Kapasitas
rata-rata cane planter berkisar antara 1,5 – 2 ha/hari.
- Guna mengoptimalkan sistem ini agar diperhatkan :
Benih sudah harus disiapkan sesuai kapasitas alat.
Check & recheck mutu benih sejak di kebun benih sebelum ditebang.
Pupuk juga harus siap sesuai kapasitas cane planter.
19
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Jika salah satu tidak dipenuhi, misalnya pupuk belum datang, maka akan
berdampak tambahan pekerjaan/biaya pemupukan tersendiri.
3.3. Exercise
1. Bagaimana merencanakan sistem penyiapan benih agar dapat dipenuhi
sesuai varietas, kualitas serta dalam jumlah yang cukup untuk masing-
masing jenjang?
Data tersedia sebagai berikut :
- Kapasitas giling (inclusif jam berhenti) = 3.000 Ton Cane per Day
(TCD).
- Lama hari giling = 160 hari.
- Komposisi katagori PC : RC = 30 % : 70 %.
- Komposisi varietas (berdasarkan ton tebu digiling) direncanakan 40 %
Masak Awal (MA) : 20 % Masak Tengah (MT) : 40 % Masak Lambat
(ML).
- Produktivitas tebu rata-rata ± 100 ton/ha.
Penyelesaian :
- Start dengan melihat rencana jangka panjang scope Pabrik Gula mulai
dari jumlah kebutuhan bahan baku giling yang direncanakan (ton).
Kemudian di-breakdown berapa PC dan RC serta komposisi varietas
MA, MT dan ML yang ideal untuk PG tersebut (ton). Selanjutnya
dengan memasukkan estimasi protas tebu (ton/ha) didapat luas
katagori PC dan RC masing-masing varietas. Berapa luas KBD yang
harus ditanam terinci luas per varietas?
- Kaidah alokasi BBT yang akan digiling :
20
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Langkah I :
Breakdown kebutuhan jumlah tebu per bulan per varietas masing-masing
kategori (dalam satuan %) sebagai berikut :
14 15 13 13 15 15 15 15 15 15 15 160
2 Pola Giling
a. PC
- MA 2 2 3 3 10
- MT 1 1 1 1 1 5
- ML 2 2 2 2 2 2 3 15
Jumlah PC 2 2 3 4 3 3 3 3 2 2 3 30
b. RC
- MA 8.0 8.0 8.0 6.0 30
- MT 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0 15
- ML 1.0 2.0 2.0 2.0 6.0 6.0 6.0 25
Jumlah RC 8 8 8 9 4 5 5 5 6 6 6 70
a+bJml PC + RC
- MA 10 10 11 9 40
- MT 4 4 4 4 4 20
- ML 3 4 4 4 8 8 9 40
Jml PC + RC 10 10 11 13 7 8 8 8 8 8 9 100
Langkah II :
Breakdown kebutuhan jumlah tebu per bulan per varietas masing-masing
kategori (dalam satuan ton) sebagai berikut :
21
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
14 15 13 13 15 15 15 15 15 15 15 160
2 Pola Giling
a. PC
- MA 2 2 3 3 10
- MT 1 1 1 1 1 5
- ML 2 2 2 2 2 2 3 15
Jumlah PC 2 2 3 4 3 3 3 3 2 2 3 30
b. RC
- MA 8.0 8.0 8.0 6.0 30
- MT 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0 15
- ML 1.0 2.0 2.0 2.0 6.0 6.0 6.0 25
Jumlah RC 8 8 8 9 4 5 5 5 6 6 6 70
a+bJml PC + RC
- MA 10 10 11 9 40
- MT 4 4 4 4 4 20
- ML 3 4 4 4 8 8 9 40
Jml PC + RC 10 10 11 13 7 8 8 8 8 8 9 100
14 15 13 13 15 15 15 15 15 15 15 160
Pola Giling
PC = 25%
- MA 8400 9000 10636 9000 37,036
- MT 3000 6429 5625 5625 5625 26,304
- ML 12857 11250 11250 11250 11250 11250 15000 84,107
Jumlah PC 8400 9000 10636 12000 19286 16875 16875 16875 11250 11250 15000 147,447
RC = 75%
- MA 33600 36000 28364 18000 115,964
- MT 9000 19286 16875 16875 16875 78,911
- ML 6429 11250 11250 11250 33750 33750 30000 137,679
Jumlah RC 33600 36000 28364 27000 25714 28125 28125 28125 33750 33750 30000 332,553
Jml PC + RC
- MA 42000 45000 39000 27000 153,000
- MT 12000 25714 22500 22500 22500 105,214
- ML 19286 22500 22500 22500 45000 45000 45000 221,786
Jml PC + RC Tersedia 42000 45000 39000 39000 45000 45000 45000 45000 45000 45000 45000 480,000
Langkah III :
Breakdown kebutuhan luas tebu ditanam per bulan per varietas masing-
masing katagori (dalam satuan ton). Protas diasumsikan.
- Analisa sisi positif dan negatif adanya prinsip Pola Tanam = Pola Giling
Manfaat Kendala
- Memastikan kepastian dan Extra effort para petugas lapang
kontinyuitas pasok BBT sesuai guna memastikan BBT secara lebih
kapasitas giling harian, periode/1 detail hingga ke sumbernya di lokasi
musim giling dengan kualitas kebun masing-masing.
sesuai dengan persyaratan
22
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
a. Penundaan penebangan kebun benih akan berdampak pada umur
benih melebihi batas toleransi (7 bulan) dan beresiko tidak layak tanam.
Selain itu, secara aspek legal tidak dapat memperoleh surat sertifikasi
kelayakan benih dari lembaga resmi.
b. Benih yang tua harus dipindahbukukan menjadi tebu giling sesuai
persyaratan tebu giling, antara lain diklentek dan memenuhi standar
kemasakan atau biasa dikenal dengan FK (Faktor Kemasakan) sekitar
25%.
Penyelesaian :
Dari evaluasi yang ada penggunaan benih yang ditanam menggunakan
cane planter 30 - 50% lebih banyak dibanding dengan cara tanam manual.
Penyelesaian :
- Diperkirakan pada suatu titik akan terjadi ketimpangan neraca hara
dalam tanah yang mungkin disebabkan pola serapan unsur yang sama
berkenaan dengan vairetas yang selalu sama.
- Jika hal ini berlangsung secara terus-menerus maka pada gilirannya
akan menurunkan produktivitas baik tebu maupun rendemen.
- Upaya yang dapat dilakukan adalah :
23
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
5. Selaras dengan prinsip Pola Tanam = Pola Giling, agar dapat diyakinkan
secara rasional dan menambah keyakinan para petani maka hubungan ini
perlu ditinjau secara ilmiah. Berkaitan dengan upaya tersebut maka :
- Buatlah simulasi berbagai masa tanam (Mei s.d. Desember) !
- Simulasi dikaitkan dengan ketersedian beberapa input utama (hara
makro N, P, K dan H2O (air).
- Kriteria masa tanam optimal : apabila sebagian besar atau hampir
seluruh input yang diperlukan untuk mencapai output (produktivitas)
yang maksimal tersedia secara optimal. Kapan masa tanam optimal
bagi tanaman tebu agar ketika dipanen nantinya dapat menghasilkan
produktivitas (ton gula/ha) pada level yang tinggi.
Penyelesaian
- Posisi masa tanam Mei s.d. Agustus hubungannya dengan
ketersediaan hara dan air sebagaimana gambar di bawah ini :
24
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Sisi negatif
Defisit air (CH < ETP) hanya pada periode awal selama 3 – 5 bulan
saja (fase perkecambahan dan pertunasan).
25
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
26
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Kesimpulan :
Berdasarkan analisa di atas dimana jumlah sisi posisitf yang lebih banyak
dan sisi negatif lebih sedikit, maka bulan Mei s.d. Agustus adalah masa
tanam optimal bagi tanaman tebu giling.
Penyelesaian
- Siapkan gambar atau peta kebun yang memuat data mengenai luas,
jumlah juring, faktor juring, waktu tanam dan varietas yang ditanam.
27
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
a. Penyakit beresiko mematikan sebagian atau seluruh rumpun, misalnya
: luka api, mozaik, blendok yang tingkat serangannya dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
∑ rumpun sakit/terserang
Intensitas (%) = ----------------------------------------------- X 100%
∑ rumpun seluruhnya dalam juring
28
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
29
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
d. Pengamatan hama
- Untuk mengamati tingkat serangan penggerek batang dengan
mengamati sampel batang dalam juring (± 2 m dari tepi kebun).
Sampel batang dalam juring terpilih diklentek untuk diamati jumlah
ruas keseluruhan dan jumlah ruas terserang, kemudian dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
Penyelesaian :
No. KulturJaringan Konvensional
1 Tingkat multiplikasi lebih Tingkat perbanyakan lebih sedikit
cepat dan banyak (1 pucuk (1 batang : 8 - 12 mata).
: 1.000 planlet).
2 Bibit sehat dan murni. Berpeluang membawa penyakit.
3 Pemulihan potensi Potensi varietas dapat turun.
varietas.
Penyelesaian :
a. Menyediakan benih yang dapat memenuhi luasan kebun tebu giling
dalam jumlah yang lebih banyak dan harga benih yang lebih murah.
b. Agar dapat merencanakan luas areal kebun dan perbandingan
komposisi varietas tebu yang akan ditanam.
c. Sebagai saran untuk perbanyakan dan penangkaran varietas unggul
baru.
30
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
10. Apa pengaruh melakukan pengadaan benih bagal dari sumber benih
yang berada relatif jauh dari kebun yang akan ditanami dan bagaimana
upaya yang perlu dilakukan agar tidak menimbulkan persoalan yang
besar?
Penyelesaian :
a. Pengaruh yang ditimbulkan :
- Belum tentu lokasi kebun tanam memiliki tipologi yang sama dengan
lokasi sumber benih.
- Menambah biaya transportasi yang cukup signifikan.
- Terjadinya proses fisiologis dalam material benih selama proses
pengiriman yang beresiko dapat menurunkan viabilitas benih.
b. Tindakan yang perlu diambil :
- Segera disiapkan lahan siap tanam dan tenaga atau sarana
penunjang lainnya.
31
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 4.1. Trend penurunan protas gula (ton/ha) dari tahun 1918 - 2014.
32
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Data bahan organik (BO) tersebut dapat menjadi indikator bahwa mayoritas
kondisi tanah memang kualitasnya amat rendah hingga rendah, sehingga perlu
upaya perbaikan yang signifikan dan berkelanjutan guna mendongkrak trend
produktivitas. Jika didasarkan dengan kriteria BO dari kesesuaian lahan P3GI
seperti pada tabel 4.2. di bawah ini, maka sebagian besar dapat dikatagorikan S3
dimana kandungan BO antara 1 - 2%.
33
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
34
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 4.3. Sebaran petak kebun kecil yang yang dapat di-regrouping.
35
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
36
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Tabel 4.4. Kesesuaian iklim untuk budidaya tebu di daerah tropis (Singh, 2013).
No. Factors Ideal range
1 Climatic Location Tropical
2 Annual Rainfall (mm) 1.100 to1.500 mm
3 0
Mean Temperature ( C) :
a. For Growth phase 30 (Min) to 34 (Max)
b. For Ripening phase 12 (Min) to 32 (Max)
4 Humidity (%) :
a. Growth phase 80 to 85
b. Ripening Phase 45 to 65
5 Sunshine (hrs) 10 to 12
6 LandTopography Flat
Dengan kriteria ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam menyusun tata
waktu tanam dan ketepatan penempatan varietas yang lebih presisi. Dengan unsur-
unsur iklim yang dapat termonitor secara kontinyu berfungsi sebagai alat untuk
mengevaluasi apakah praktek budidaya dengan berbagai kombinasi perlakuan yang
diterapkan membawa pengaruh (efek) yang sesuai dengan standar parameter yang
diharapkan. Jika terjadi ketidaksesuaian akan segera dapat dilakukan penyesuaian
perlakuaan budidaya.
37
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
4.2. Mekanisasi
Dari perkembangan areal komoditas perkebunan yang sudah mencapai ± 24
juta hektar dan khususnya arel tebu seluas 472.676 hektar, tentu menuntut
kebutuhan jumlah tenaga kerja yang mencukupi mulai dari pembukaan tanah
sampai dengan panen. Masalah ini ke depan akan semakin terasa pengaruhnya
sehingga diperlukan peran mekanisasi untuk kegiatan sebagai berikut :
a. Penyiapan lahan (land preparation)
b. Pemeliharaan tanaman (cultivation) dibahas pada Bab 7
c. Tebang Muat dan Angkut (TMA) dibahas pada Bab 8
Maksud dan tujuan dilakukannya mekanisasi dalam budidaya tebu adalah :
38
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
drainase untuk segera menurunkan muka air tanah atau surface water level
(SWL). Analisa perhitungan drainase di Bab V tentang pengairan dan
pengaturan drainase. Secara skematis tahapan penyiapan lahan sawah
ditampilkan pada gambar 4.5. sebagai berikut :
39
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
40
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
41
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 4.7. Pengaruh subsoiler terhadap kekerasan tanah dan jelajah akar tebu.
42
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 4.8. Contoh implemen dan operasional Disc Plow 4/28” di lahan.
Kapasitas kerja berkisar antara 0,6 - 0,7 Ha/jam (lebar kerja ± 1,5 m, sudut
searah gerak maju/disc angle 350 - 550 dan sudut kemiringan piring terhadap
bidang vertikal/tilt angle 150 - 250) serta kedalaman olah ± 30 cm tergantung
jenis dan kondisi tanah, serta ukuran luas dan geometri kebun.
Traktor yang digunakan antara 90 s.d. 150 HP tergantung jenis, kondisi
tanah, kedalaman olah serta lebar kerja implemen yang digunakan.
Gambar 4.10. Contoh Disc Harrow 28/32” (28 piringan dengan ukuran diameter 32 inchi).
Kapasitas kerja berkisar antara 1 s.d. 1,3 ha/jam tergantung jenis dan kondisi
tanah, serta ukuran luas dan geometri kebun.
Traktor yang digunakan antara 150 s.d. 200 HP tergantung jenis, kondisi
tanah, kedalaman olah serta lebar kerja implemen yang digunakan.
44
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
9,0 m
45
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
46
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
47
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
48
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
KLT (ha/jam)
KLE = --------------------- Pour rate = 0,15 x s x T x E
Efisiensi (%)
49
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Tabel 4.9. Parameter draft dan range yang diharapkan untuk implemen menurut
ASABE Standard D497.5 (ASABE Standards, 2006) dalam Gary Roberson (NC
State University) : Machinery Management
50
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
4.3. Exercise
1. Mengambil pelajaran dari kegiatan benchmarking ke industri gula di luar
negeri yang berhasil, hal-hal apa yang telah dilakukan dalam upaya
menjaga tingkat kesuburan tanah tetap berada pada level yang tinggi.
Penyelesaian
a. Perlunya peran pemerintah dalam bentuk regulasi dalam pengelolaan
lingkungan hidup secara berkesinambungan. Beberapa contoh berikut
dapat diadopsi, diadaptasikan dan selanjutnya diimplementasikan di
Indonesia :
Mendorong lebih kencang untuk gerakan stop pembakaran sampah
sisa tebangan (crop residue) sebagai bagian dari gerakan zero waste.
Salah satu benchmark yang telah berhasil melakukan upaya
semacam ini adalah Colombia dimana korelasinya dengan hasil
produktivitas gula yang dicapai selama lebih dari 30 tahun
menunjukkan trend yang terus meningkat seperti digambarkan pada
grafik di bawah ini.
51
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 4.16. Trend peningkatan protas gula (ton/ha) Negara Colombia selama 35 tahun.
Penyelesaian :
a. Mengumpulkan data curah hujan dan hari hujan serta hari libur resmi
yang berpotensi terjadinya stop kerja traktor.
b. Menghitung hari tersedia untuk kerja traktor atau biasa disebut
Opportunity Days (OD).
c. Perkiraan jumlah hari tidak beroperasi sesudah hujan.
52
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Tabel 4.10. Perhitungan Opportunity Tabel 4.11. Hubungan curah hujan dan
Days (OD). hari tidak beroperasi traktor.
CH ∑ HH Libur
Bulan OD Curah ∑ hari traktor tak beroperasi
(mm) hari (hari) resmi
Jan 235 31 11 6 14 Hujan
(mm/hari) liat
Peb 273 28 12 5 11 pasir lempung
berpasir
Mar 388 31 15 5 11 0 -3 0 0 0 - 0,5
Apr 94 30 5 5 20
3 - 10 0 0 1 - 1,5
Mei 51 31 3 8 20
Jun 0 30 5 25 10 -30 0 - 0,5 0,5 - 1 1,5 - 2
Jul 0 31 6 25 > 30 1 1,5 - 2 2-3
Agt 37 31 3 6 22 Kondisi saluran drainase baik.
Sep 33 30 1 5 24 Nilai dapat berubah sesuai kondisi topografi.
Perlu diantisipasi cekungan di tengah kebun
Okt 141 31 8 5 18 yang dapat menghambat laju aliran air.
Nop 165 30 9 5 16
Des 310 31 13 6 12
Jml 1727 365 80 67 218
Penyelesaian :
a. Regrouping lahan minimal 10 Ha.
b. Memilih pola kerja yang sedikit kehilangan waktu efektifnya.
Pola “Headland Pattern from Pola “Continuous Turn
Back Furrow” (bekuk Strips at Each End”
penjalin)
53
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
4. Sering terjadi ketika lahan yang akan diolah secara mekanis kondisi
tanahnya mengeras dan jika terus dipaksakan maka berakibat hasilnya
berupa bongkahan tanah besar-besar. Bagaimana mengatasi hal ini dan
termasuk antisipasi yang akan datang?
Penyelesaian :
a. Mengukur secara sampling rata-rata diameter setiap perlakuan
pekerjaan mulai awal dan dibandingkan dengan standar sebagai bahan
negosiasi guna perbaikan oleh pihak provider.
b. Pengukuran menggunakan metode penilaian kualitas hasil pengolahan
dengan ayakan dan diklasifikasi berdasarkan kelas fraksi bongkahan.
c. Misalkan sesudah dilakukan bajak 1 x dan harrow 1x dihasilkan
diameter rata-rata bongkahan 17,8 mm. Salah satu cara untuk
memperkecil ukuran bongkahan adalah dengan menambah perlakuan
harrow s.d. 2 x sehingga diperoleh diameter rata-rata bongkahan tanah
menjadi 10,4 mm seperti contoh analisa perhitungan pada tabel di bawah
ini.
5. Berapakah jarak tanam yang optimal agar dapat dikelola secara mekanisasi
mulai dari penyiapan lahan s.d. TMA dan berapa jumlah meter panjang row
per ha?
Penyelesaian :
a. Minimal jarak tanam 1,35 m atau 1,50 m atau 1,65 m atau double row
60/120 cm, dan lain-lain.
b. Jumlah meter panjang row per ha dapat dilihat di exercise Bab VIII
mengenai TMA.
54
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
a. Diupayakan melalui pemuliaan varietas.
b. Menempatkan varietas sesuai dengan spesifikasinya secara tertib dan
disiplin serta dinamis sesuai perubahan faktor lingkungan.
Penyelesaian :
a. Prinsip memecahkan soal ini adalah menghitung BEP pemilikan.
Jika rangkaian pekerjaan terdiri dari 5 perlakuan (bajak 1 x – harrow 2 x –
cane planter – boom sprayer – terra tyne – FA tyne – subsoiler) volume
pekerjaan dari luasan 60 Ha = 60 Ha x 8 perlakuan = 480 ha.
b. BEP (Break Even Point) pemilikan jatuh pada luasan 597 Ha yang
merupakan perpotongan antara garis BPO dengan tarif rental atau dapat
diperoleh dari persamaan sebagai berikut :
Tabel 4.13. Perhitungan BEP traktor termasuk Disc Plough (harga rental Rp.
800.000,-/ha).
55
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 4.18. Grafik BEP pemilikan traktor dan disc plough pada tarif rental Rp.
800.000,-/ha.
Tabel 4.14. Perhitungan BEP traktor termasuk Disc Plough (harga rental Rp.
1.000.000,-/ha).
56
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 4.19. Grafik BEP pemilikan traktor dan disc plough pada tarif rental Rp.
1.00.000,-/ha.
8. Bagaimana memastikan bahwa tidak terjadi over lapping areal dan apa saja
dampaknya?
Penyelesaian :
a. Menggunakan teknologi GIS yang didikung dengan alat ukur GPS yang
lebih presisi (Total Station atau GPS Geodethic).
57
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Manfaat Kendala
Bisa mendeteksi kemungkinan GPS yang digunakan saat ini
adanya over lapping. merupakan GPS tipe navigator dengan
error bisa mencapai ± 5 meter dalam
peta bisa terlihat adanya overlapping.
b. Cross check penjumlahan luas seluruh kebun dalam satu
desa/kecamatan/ kabupaten dengan tidak melebihi luas baku.
Penyelesaian :
a. Tindakan preventif dengan cara penambahan bahan organik secara
kontinyu setiap tahun sehabis panen guna memperbaiki sifat fisika tanah.
b. Membatasi ground pressure alat mekanisasi dan angkutan yang masuk
kebun maksimal 3 x bearing capacity.
c. Beberapa data ground pressure beberapa alsintan dan bearing capacity
beberapa jenis tanah :
10. Buatlah analisa perhitungan BPO (Rp/ha) untuk pekerjaan subsoiling jika
diketahui data sebagai berikut :
Kategori : tanah ringan (tekstur kasar/sandy)
Tahap : secondary tillage (s.d. terra tyne)
Implemen : subsoiler 2 mata
Kedalaman : 50 cm
Lebar kerja : 135 cm
Power traktor : 100 HP
KLE : 0,66 ha/jam
58
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
59
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Tabel 4.18. Perhitungan BPO traktor dan implemen disch plough secondary
tillage pada berbagai jenis tanah.
BPOtraktor= Rp 442.314,-/ jam & BPO impl disc plough =Rp 18.462,-/ jam
BPO (Rp/ jam)gab = 442.314+18.462 = 460.776
Contoh KLE tanah berat = 0,68 ha/ jam
BPO (Rp/ ha) = BPO (Rp/ jam) : KLEtanah berat
= Rp 460.776,-/ jam : 0,68 ha/ jam
= Rp 675.129,-/ ha (belum termasuk margin
keuntungan & pajak)
Jika diasumsikan margin keuntungan = 15 % dan pajak 10 %, maka
- Margin keuntungan = 15 % x 675.129 = 101.269
- BPO sebelum PPN = 675.129 +101.269 = Rp 776.398,-/ha
- PPN 10 % = 10 % x 776.398 = 77.640
BPO final = 776.398 + 77.640 = Rp 854.038,-/ ha
Angka inilah yang dapat dinegosiasikan sebagai usulan tarif jasa rental
antara provider dengan user.
11. Jika diketahui sebuah traktor dengan implemen melakukan jenis pekerjaan
mekanisasi tertentu selama 8 jam menghabiskan bahan bakar solar
sejumlah 50 liter @ Rp 11.700,-/liter (harga solar industri) dan prestasi luas
yang dicapai 4 Ha. Berapakah perkiraaan tarif rental yang wajar dengan
cara perhitungan yang sangat praktis dan sederhana ?
60
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
Dengan menggunakan tabel struktur biaya mekanisasi dapat dihitung
dengan cepat perkiraan tarif rental mekanisasi sebagai berikut :
Setelah didapat perkiraan harga rental yang wajar, untuk harga jadi
tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak (user dan provider).
61
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
5.1. Pengairan
Kecukupan air dan diberikan pada waktu yang tepat, menjadi faktor kunci
produktivitas, sehingga waktunya perlu disinkronkan dengan waktu pemupukan
sebagaimana dijelaskan pada gambar 5.1. di bawah ini.
Gambar 5.1. Grafik hubungan penyerapan unsur hara dan air dengan umur tanaman.
62
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
relatif konstan dan penyediaannya harus tersedia di awal atau sebelum tanam
guna mendukung perkembangan akar dan perkecambahan. Jika kekurangan
sejak awal atau terlambat diberikan akan menjadi faktor pembatas.
Secara total kebutuhan air (H2O) selama 1 musim ± 1.200 mm boleh dikatakan
akan tercukupi dari total Curah Hujan (CH) selama 1 tahun yang totalnya
mencapai 1.500 - 2.000 mm. Namun demikian, mengingat distribusi CH
terkonsentrasi pada bulan Nopember – Maret, maka sudah seyogyanya masih
diperlukan tambahan air agar dapat memenuhi kebutuhan air tanaman (ETP)
dan fungsi air sebagai pelarut semua hara N, P, K dan lainnya.
Mengingat sebagian besar lahan pertanaman tebu berada di lahan kering
yang sangat tergantung kepada curah hujan, maka faktor air perlu dimanajemeni
dengan pola konservatif guna menjaga neraca air dalam tanah tidak defisit.
Dengan mengambil inti falsafah Reynoso bahwa kebutuhan air harus dicukupi
pada seluruh fase dimana pengaturan besar kecilnya jumlah air dikontrol dengan
sistem pengairan (volume & frekuensi air) dan jika masih berlebih dikontrol
dengan sistem drainase (pembuatan & pendalaman saluran air). Oleh karenanya
hal mendasar yang perlu dipahami adalah :
Saat ini dan ke depan, air sudah menjadi komoditas yang semakin langka
dan mahal. Apalagi semakin jauh lokasi sumber air dengan lokasi pengguna akan
berpotensi terjadi losses yang semakin besar. Maka sudah selayaknya dipahami
bagaimana cara memperkirakan kebutuhan air serta pemilihan sistem pemberian
air yang tepat pada berbagai situasi dan kondisi lahan.
Air harus diberikan dengan jumlah dan pada waktu yang tepat sesuai umur
atau fase pertumbuhan serta melalui metode pemberian yang tepat pula agar
dicapai tingkat efektivitas dan efisiensi yang maksimal.
63
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Etc = Kc . Et0
Kc dipengaruhi :
Kategori : PC atau RC
Varietas : lebih toleran/manja air
Umur/fase : masa tanam/kecambah,
pertunasan, pemanjangan
batang, kemasakan Gambar 5.2. Grafik koefisien tanaman
tebu (nilai Kc).
Nilai Kc pada kategori tanaman keprasan atau RC lebih besar pada umur 1 -
6 bulan dibandingkan pada PC dan sebaliknya lebih kecil pada umur 1 - 12 bulan.
Nilai Kc meningkat selama fase vegetatif (perkecambahan, pertunasan,
pemanjangan dan pembesaran diameter batang), kemudian selanjutnya menurun
setelah memasuki fase generatif (kemasakan). Adapun perbedaan varietas juga
mempengaruhi nilai Kc, dimana karakter ini dapat dijadikan salah satu pedoman
dalam penempatan varietas di lahan beriklim tertentu. Dengan demikian maka
mengubah kategori, masa tanam atau varietas berarti mengubah nilai Kc untuk
mendapatkan nilai Etc tertentu yang diharapkan.
Kemudian Et0 merupakan hasil gabungan proses evaporasi (penguapan
permukaan air bebas melalui permukaan tanah di sekitar tanaman) dan transpirasi
(penguapan air melalui stomata daun). Dari kedua faktor ini, upaya memodifikasi
permukaan tanah agar laju penguapan lebih kecil dapat dilakukan, diantaranya
dengan penerapan trash management yang memiliki efek “trash mulching”
(sebagaimana akan dijelaskan pada Bab VII tentang pemeliharaan tanaman) atau
hasil pangkasan tanaman tumpangsari.
Dengan demikian maka semakin kecil penguapan melalui permukaan tanah
maka nilai Etc akan lebih kecil, sehingga interval pemberian air sebelumnya
dengan berikutnya bisa lebih panjang. Hubungan ini dapat dijelaskan dengan
persamaan di bawah ini.
64
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Hasil penelitian yang telah dilakukan dengan trash mulcing bisa memberikan
pengaruh penghematan air hingga 40% atau dengan kata lain bisa
memperpanjang interval pemberian air (I) hingga 1,4 kali. Terlebih di daerah
beriklim sangat kering tipe iklim C3, D3, D4, E3, E4 menurut Oldeman (dijelaskan
pada Bab VI perbenihan dan penataan varietas).
Tabel 5.1. Beberapa alternatif sistem irigasi berdasarkan situasi, kondisi dan faktor
pembatas di lapangan.
Alternatif sistem
Lahan sawah Lahan kering
irigasi
Permukaan (surface - Sumber air cukup - Sumber air cukup
irrigation) - Ada bentuk alur - Ada bentuk alur
- Kemiringan 0,1- 1% - Kemiringan 0,1 - 1%
- Tidak ada water log - Tidak ada water log
- KPA : 2,5 - 7,5 cm/jam - KPA : 2,5 - 7,5 cm/jam
Panjang row maks. 200 m panjang row maks. 200 m
- KPA : 0,25 - 0,62 cm/jam - KPA : 0,25 - 0,62 cm/jam
Panjang row maks. 800 m panjang row maks. 800 m
Curah (sprinkler - Sumber air terbatas - Tanah bergelombang
irrigation) - KPA > 7,5 cm/jam - Berpasir
- Tidak menyulitkan - Sumber air terbatas
pemeliharaan mekanis - KPA > 7,5 cm/jam
- Tidak menyulitkan
pemeliharaan mekanis
Irigasi tetes (drip - Sumber air terbatas - Sumber air terbatas
irrigation) - Kualitas air bagus - Kualitas air bagus
- Banyak angin (> 13 km/jam) - Banyak angin (> 13 km/jam)
- All in pemupukan (fertigasi) - All in pemupukan (fertigasi)
Keterangan : KPA = kapasitas penyerapan air/infiltrasi.
65
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 5.3. Irigasi permukaan pada tanaman Plant Cane dan Ratoon Cane.
66
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
a. Tensiometer
Alat ini digunakan untuk mengukur kelengasan tanah. Prinsip alat ini adalah
mengukur besar tekanan atau gaya yang dibutuhkan untuk menarik air. Untuk
keperluan praktis di lapangan digunakan satuan pF (potensial free energy), yaitu :
67
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Sebelum alat ditancapkan perlu dibuatkan lubang dengan kayu atau pipa yang
ujungnya runcing guna melindungi ujung alat tensiometer yang terbuat dari
bahan keramik.
Selanjutnya alat ditancapkan pada zona perakaran (15 - 50 cm) dan biarkan
minimal 5 menit agar terjadi keseimbangan.
Perlu diadakan kalibrasi untuk setiap lokasi di masing-masing lokasi (jenis &
kondisi tanah) untuk mendapatkan data yang lebih akurat.
Sebagai referensi kapasitas lapang di daerah tropis berkisar antara pF 1,2 - 2,0.
Sedangkan kapasitas lapang di daerah subtropis berkisar antara pF 2,4 - 4,2.
Lebih spesifik antara masing-masing kelas tekstur tanah perlu dirinci lagi.
Sebagai contoh pada gambar 5.5. di bawah ini merupakan pengukuran
lengas tanah (pF) di HGU Sumberlumbu, PG Pesantren Baru, Kediri yang
tergolong tanah ringan berpasir. Kondisi segar pF = 1,75 (kiri); kondisi
layu/mengering pF= 2,4 (kanan). Maka disimpulkan pada angka pF = ± 2,0 adalah
batas defisit.
68
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
69
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Berdasarkan hal tersebut, maka volume saluran per hektar bervariasi sesuai
dengan kondisi lahan secara spesifik. Sebagai contoh pengalaman di daerah delta
(Sidoarjo) lebar = 1 m, dalam = 1 m dan jarak antar got bervariasi antara 50 m
hingga 100 m.
Untuk keperluan hitungan digunakan persamaan Darcy untuk parameter
debit air (Q) yang melalui penampang massa tanah (A) adalah :
Q=kiA
Dimana :
k = koefisien rembesan (coefficient of permeability)
i = gradien hidraulik
Sebelum
piezometer
ada
drainase
Sesudah
ada
piezometer
drainase
Gambar 5.8. Ilustrasi penggunaan piezometer dan penurunan muka air tanah.
70
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Cara mengukurnya dengan mengamati jarak dari permukaan air dalam pipa
sampai dengan permukaan tanah secara berkala. Standar yang harus
diupayakan dalam monitoring SWL disajikan pada tabel 5.3. berikut ini.
Tabel 5.3. Standar kedalaman minimal muka air tanah dan sistem perakaan tebu pada
umur tertentu.
Umur Kedalaman akar
SWL (cm)
(bulan) efektif (cm)
1-3 < 40 30 – 40
4–5 40 – 55 55 – 65
6–7 55 – 75 70 – 75
>8 > 75 70 - 75
5.3. Exercise
1. Berikut disajikan contoh tebu yang ditanam bulan Mei dengan input data
di lokasi kabupaten Bangkalan, Madura. Nilai konstanta Kc untuk spesifik
tanaman tebu (koefisien tanaman diambilkan dari standar gambar 5.2).
Penyelesaian :
Dengan bantuan software Cropwat 8.0 dapat dihitung ET0 sebagai berikut :
a. Hasil perhitungan ET0 menggunakan software Cropwat 8.0
71
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
72
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Debit = 18 ltr/dtk
Tnggi pipa riser
Belokan,
= .2,5 m
elbow dll
Power = 45 HP L-2
Ø= 4"
Beda tinggi = 5 m
L-1
Penyelesaian :
Langkah pertama adalah menghitung total head yaitu tinggi pengeluaran
dalam sistem yang diekuivalenkan dengan panjang pipa lurus dalam meter
dengan bantuan tabel 5.6. Kehilangan Tinggi Tekan.
a. Tinggi pipa riser = 2,5 m.
b. Tekanan di nozzle big gun sprinkler = 8 bar = ± 72,4 m head.
c. Beda tinggi antara sprinkler dan pompa = 5 m.
d. Kehilangan tinggi tekan karena gesekan sepanjang pipa (h) = 200 m x (98
x 0,5) m/1.000 m = 9,8 m (Tabel 5.6. Kehilangan Tinggi Tekan).
Tabel standar kehilangan tinggi tekan dengan catatan, sementara data
untuk bahan pipa HDPE belum tersedia, digunakan data dengan bahan
pipa baja dikalikan 0,5 dengan alasan permukaan sisi dalam selang lebih
halus dan licin.
e. Kehilangan tinggi tekan di 2 belokan standar (L-1, L-2) diperkirakan
dengan menggunakan standar nomograf di bawah ini diperoleh sebagai
berikut = 2 x 3,5 m = 7.
f. Tinggi isap statik pompa = 5 m.
Total Head sistem = a + b + c + d + e + f
= 2,5 + 72,4 + 5 + 9,8 + 7 + 5
= 101,7 m head.
73
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
L-x
Ø pipa
4 inchi
setara 3,5
m head
3. Berikut ini adalah data kondisi kebun lahan sawah seluas 10 hektar yang
akan dibuka secara mekanisasi dimana terlebih dulu harus dikeringkan
sampai dengan mencapai jangka olah. Tentukan desain saluran
drainasenya!
74
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Petak 4
Petak 3
Q = (750m3 - (10 mm/1.000 mm/m x 10.000 m2) x t)/t k x i x A = 0,0001 m/detik x 0,03 x 150 m2
75
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
76
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Varietas merupakan salah satu faktor kunci sukses produktivitas yang utama
dan sangat penting, mengingat produktivitas tanaman ditentukan oleh faktor
genetik yaitu varietas, faktor lingkungan yaitu teknik budidaya dan interaksi
keduanya (genetik dan lingkungan). Sehingga produktivitas tanaman akan optimal
jika kedua faktor tersebut dapat dikelola dengan baik.
Berbicara mengenai varietas akan selalu dinamis, aktual dan up to date,
karenanya fungsi riset di bidang pemuliaan selalu menantang tidak pernah
selesai. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan persaingan maupun perubahan
kondisi lingkungan. Dari pengalaman praktis industri gula, disimpulkan bahwa
dinamisasi penggunaan benih varietas unggul dan penataan komposisi varietas
dalam jumlah yang seimbang sangat menunjang dalam menjaga kestabilan
rendemen sepanjang musim giling.
Gambar 6.1. Pola komposisi varietas kaitannya dengan trend rendemen selama giling.
76
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
dengan komposisi yang berimbang (misalnya 30% : 40% : 30%) agar dapat
dicapai stabilitas rendemen sepanjang masa giling. Varietas masak awal (MA)
sudah harus habis ditebang sampai pertengahan bulan Juli, demikian pula
dengan varietas masak tengah (MT) harus dibatasi hingga pertengahan bulan
September, kemudian digantikan dengan varietas masak lambat (ML) untuk
meneruskan hingga akhir giling.
c. Pada Pabrik Gula dimana lama hari gilingnya pendek dan bulan keringnya
cenderung lebih sedikit, dimungkinkan untuk memperbanyak komposisi varietas
MA dan MT (misalnya 50% : 50%) atau bahkan hanya MA (100%) saja, namun
lebih dari satu varietas dalam satu tipe kemasakan.
d. Terkait dengan varietas terdapat 2 hal pokok yang dapat dijadikan strategi
untuk meningkatkan produktivitas, yakni : (a) pemuliaan untuk selalu
menghasilkan benih varietas unggul baru bina yang up to date dan (b)
penataan komposisi yang tepat sesuai dengan tipologi (tanah dan iklim) serta
panjang hari giling pabrik.
77
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Posisi lintang terhadap katulistiwa ke arah utara (kiri) dan selatan (kanan)
Gambar 6.2. Letak geografi (posisi lintang) berkaitan dengan potensi rendemen tebu.
78
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 6.3. Trend rendemen industri gula Indonesia (Jawa) dalam kurun waktu tahun
1930 -1940.
79
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Dalam aplikasi di lapangan dapat digunakan salah satu dari kriteria di atas,
tergantung mana yang lebih dulu dicapai. Cara mendapatkan data tersebut yaitu :
80
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Tabel 6.1. Pedoman waktu tanam dan waktu tebang msing-masing tipe kemasakan
varietas.
81
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Tabel 6.2. Kriteria tipe iklim menurut Oldeman yang dibuat tahun 1977 – 1980.
6.3. Exercise
1. Sebutkan beberapa contoh varietas yang sudah dirilis atau varietas bina
yang dapat digunakan secara komersial berdasarkan sifat kemasakan dan
tipologi wilayah agar dapat dicapai hasil yang optimal!
Penyelesaian :
Varietas
Tipologi
A AT T TL
PS 862 PSBM 901, PSDK 923,
BPL PS 882
PS 881 VMC 71-238 PS 864, BL
Cenning, PSDK 923,
BPJ
VMC 71-238 PS 864
PSDK 923,
BHL VMC 71-238
PS 864
PSDK 923,
BHJ VMC 71-238
PS 864
PS 862
RPL PSBM 901 PS 882 PS 864, BL
PS 881
RPJ PS 864
RHL PS 864, BL
Keterangan :
B (berat dengan kadar lempung tinggi), R (ringan dengan kadar lempung rendah-sedang),
P (tersedia air cukup dari irigasi/pompa), H (tadah hujan dan atau ada pengairan yang
tidak memadai), L (drainase lancer pada musim hujan), J (drainase kurang baik pada
musim penghujan).
82
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
a. Penanaman varietas yang sama secara terus-menerus dapat berakibat
ketimpangan neraca hara di dalam tanah (makro maupun mikro) yang
pada gilirannya akan menurunkan produktivitas tanah. Dampak
berikutnya, selain dapat menurunkan bobot ton tebu per hektar, namun
juga berpotensi menurunkan kadar gula atau rendemen. Hal ini dapat
terjadi karena meskipun hara mikro diperlukan hanya sedikit (< 0,1 %)
namun merupakan unsur hara esensial yang sangat berperan dalam
proses fisiologi dan pertumbuhan tanaman secara normal, sama sekali
tidak ada perbedaan antara hara makro dan hara mikro.
b. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara :
Pemupukan berimbang didahului dengan analisa tanah dan analisa
daun agar takaran pupuk yang diberikan lebih spesifik sesuai
kebutuhan.
Mengembalikan seluruh sisa trash pasca tebangan (lebih detail
dijelaskan pada Bab 7 pemeliharaan tanaman).
Pergiliran varietas dengan varietas lain yang memiliki pola serapan
unsur hara yang tidak sama.
Penyelesaian :
a. Kesalahan dalam memutuskan penggunaan suatu varietas dapat
berpengaruh hingga beberapa tahun mulai penanaman PC dan
beberapa RC.
b. Memperluas wawasan dan memberikan pemahaman yang utuh melalui
sosialisasi tentang spesifikasi varietas, termasuk kemampuan adaptasi
terhadap lingkungan tumbuhnya (tipologi lahan). Jika ada petani yang
sangat antusias/berminat untuk menanam varietas tertentu, maka
seyogyanya dilakukaan dalam skala kecil terlebih dulu mengingat
pengembangan varietas bersifat uji lokasi.
83
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
a. Produktivitas tanaman ditentukan oleh hasil interaksi antara faktor
genotip (intrinsik) dan lingkungan (ekstinsik).
Genotip terkait dengan varietas.
Lingkungan dipengaruhi oleh budidaya dan kesuburan tanah.
b. Upaya yang seyogyanya dilakukan dalam mengupayakan peningkatan
produktivitas, diantaranya:
Penanaman varietas harus sesuai dengan tipologi wilayahnya dan
setiap bongkar ratoon (replanting) agar mengganti dengan varietas
lain yang mempunyai tipologi yang sama.
Teknik budidayanya harus benar.
Menjaga kesuburan tanah, terutama kandungan bahan organik.
Input yang memadai dan berimbang.
Penyelesaian :
Faktor penyebab
Adanya campuran beberapa varietas dalam 1 kebun ataupun
ketidaksesuaian antara data base dengan fakta riil di lapangan, satu
diantaranya dapat berakibat pengambilan keputusan/kebijakan yang
salah dalam penentuan jadwal tebang misalnya tertulis varietas masak
awal namun faktanya adalah varietas masak lambat yang belum
waktunya masuk jadwal tebang.
Beberapa hal yang dapat mendorong terjadinya hal tersebut adalah
masing-masing daerah bersemangat untuk memunculkan varietas
lokalnya, padahal varietas tersebut didapat dari sumber yang sama
tanpa diberi keterangan asal usulnya.
Penulisan nama varietas yang tidak sama maeskipun beda 1 karakter
akan berakibat kesalahan interpretasi dalam proses olah datanya.
Dalam hal ini dipandang perlu diberikan pelatihan bagi petugas teknis
lapangan tentang tata cara identifikasi varietas sehingga mamapu
melakukan cross check/verifikasi kesesuaian antara penulisan laporan
dengan kenyataan di lapangan dengan melibatkan pihak yang kompeten
terdekat (misalnya lembaga penelitian dan bagian Litbang atau QC On
Farm PG setempat).
84
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
a. Faktor penyebab degenerasi yang terlalu cepat :
Akumulasi penyakit sistemik seperti Ratoon Stunting Disease (RSD).
Ekosistem setiap varietas akan menimbulkan/menyerap hara tertentu
secara spesifik sehingga hara tersebut semakin terkuras/terbatas.
b. Upaya mengantisipasinya antara lain dengan cara :
Perawatan air panas menggunakan instalasi Hot Water Treatment
(HWT) selama 2 jam pada suhu 500C guna mengeliminir penyakit
sistemik.
Setiap bongkar ratoon (replanting) harus disertai dengan penggantian
varietas yang berbeda.
Mengembalikan keseimbangan hara spesifik dapat dilakukan dengan
jalan meningkatkan kandungan bahan organik.
Revitalisasi varietas lama agar performanya kembali seperti semula.
85
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
86
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
87
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
7.1. Pemupukan
Pemupukan merupakan salah satu bentuk intensifikasi pertanian, tidak
terkecuali dalam budidaya tebu untuk memperoleh hasil yang tinggi. Menurut
Golden dan Ricaud (1963) dalam Pawirosemadi (2011), pada awal pertumbuhan
tanaman tebu laju penyerapan hara tanaman lebih cepat daripada laju produksi
bahan kering tanaman. Peningkatan penyerapan hara terjadi selama tanaman
berumur 3 – 4 bulan, sedangkan 40% produksi bahan kering terjadi dalam bulan
ke-4. Selama masa tiga bulan, sejak tanaman berumur 3 sampai 5 bulan, hampir
75% hara N, 82% hara P, dan 85% hara K telah diserap. Ketersediaan hara yang
diberikan dari saat pemupukan memerlukan tenggang waktu. Oleh Karena itu,
88
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
pemberian pupuk dilakukan sebelum terjadinya laju penyerapan hara yang tepat,
yaitu seluruh jumlah dosis sudah tersedia sebelum tanaman berumur 3 bulan.
a. Jenis
Yang dimaksud dengan tepat jenis terkait dengan definisi dan klasifikasi
pupuk yang disesuaikan dengan spesifikasinya. Contohnya, berdasarkan
kandungan haranya dibagi menjadi pupuk tunggal dan pupuk majemuk,
sedangkan berdasarkan sifat senyawa kimianya terdiri dari pupuk organik dan
pupuk anorganik. Tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap cara, waktu serta
jumlah aplikasinya.
b. Dosis
Dosis pupuk adalah jumlah atau bobot pupuk per satuan luasan tertentu.
Dosis aplikasi pupuk untuk tanaman tebu bervariasi tergantung kesuburan tanah
dan jenis tanaman. Jumlah pupuk yang diberikan ke dalam tanah tergantung
kadar hara tersedia dalam tanah. Semakin rendah kadar hara tanah akan
semakin besar kebutuhan pupuk. Untuk mendapatkan jumlah pupuk yang
diperlukan bagi tanaman tebu perlu dilakukan analisis tanah atau analisis daun.
Namun, apabila belum tersedia data hasil analisis tanah dan daun, sementara
menggunakan acuan pemupukan tebu secara umum sebagai berikut untuk
memproduksi tebu per 1.000 ku/ha terdiri dari :
Unsur pupuk N ± 150 kg/ha N
Unsur pupuk P ± 105 kg/ha P2O5
Unsur pupuk K ± 150 kg/ha K2O
89
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
a b
Gambar 7.3.(a). Implemen fertilizer applicator standar (FA tyne).
(b). Implemen fertilizer applicator with disc coulter (FA stool splitter).
90
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
e. Kualitas/mutu
Pupuk yang berkualitas tentunya diproduksi sesuai standar yang berlaku
seperti SNI dan telah melalui pengawasan mutu yang ketat. Perlu diperhatikan,
saat ini banyak beredar pupuk palsu yang dibuat di industri rumahan (home
industry) yang tidak sesuai spesifikasinya. Pupuk yang sesuai spesifikasi dan
berkualitas tentunya akan berpengaruh juga terhadap pertumbuhan dan
produktivitas tanaman.
a. Langkah pertama
1. Tentukan area (petak) kebun di dalam suatu wilayah yang akan diambil
contoh tanahnya yang dapat mewakili suatu luasan antara 10 hingga 50
hektar.
91
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
b. Langkah kedua
1. Himpun data hasil analisis tanah yang akan ditetapkan dosis pupuknya,
mencakup unsur hara N, P dan K.
2. Perhatikan bentuk hara dan satuan data hasil analisisnya, yang pada
umumnya dinyatakan sebagai berikut :
c. Langkah ketiga
1. Siapkan gambar Nomograf Analisis Tanah yang berbentuk segi empat.
Perhatikan garis-garis dan angka-angka pada setiap sisinya (lihat gambar
7.4.).
2. Sisi atas terdiri dari dua garis horisontal dengan angka-angka di atas garis
sisi luar yang menunjukkan kandungan P2O5 tanah. Sedangkan angka-angka
di antara dua garis dan letaknya berseberangan, menunjukkan kg P2O5 per
hektar hara pupuk yang perlu diberikan.
3. Pada sisi bawah terdapat dua garis dengan kedudukan yang simetris dengan
garis sisi atas. Angka-angka di bawah garis sisi luar menunjukkan
kandungan K2O tanah. Sedang angka-angka yang berseberangan di antara
dua garis sisi bawah menyatakan kg K2O per hektar hara pupuk yang
diperlukan.
4. Dua garis vertikal sisi kanan mempunyai arti yang senada dengan garis-garis
pada butir 2 dan 3. Angka-angka di kanan garis sisi luar menunjukkan
kandungan nitrogen (N) tanah. Angka-angka yang bersesuaian di antara dua
garis sisi kanan menunjukkan kg N per hektar hara pupuk yang diperlukan.
5. Angka-angka pada garis vertikal sisi kiri menyatakan hasil nisbi (%) hablur
gula per hektar. Apabila kondisi lingkungan pertumbuhan tanaman
menguntungkan, akan diperoleh hasil nisbi 100% yang setara dengan 150
kuintal hablur gula per hektar.
92
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
d. Langkah keempat
1. Menentukan dosis pupuk N
a) Lihat nomograf analisis tanah. Perhatikan angka-angka pada garis
vertikal yang menunjukkan kandungan N tanah dalam % (di kanan garis
sisi luar), dan angka-angka yang menyatakan kg N per hektar pupuk
yang diperlukan (di antara dua garis vertikal).
b) Lihat nomograf analisis tanah. Perhatikan angka-angka pada garis
vertikal yang menunjukkan kandungan N tanah dalam % (di kanan garis
sisi luar), dan angka-angka yang menyatakan kg N per hektar pupuk
yang diperlukan (di antara dua garis vertikal).
c) Misal kita memperoleh data hasil analisis N tanah sebesar 0,08. Dengan
memperhatikan gambar nomograf.
- Nilai ini bersesuaian dengan anak panah yang menunjuk ke angka
140.
- Ini berarti tanah tersebut perlu dipupuk sebanyak 140 kg N per hektar.
93
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
- Ini berarti tanah tersebut perlu dipupuk sebanyak 105 kg P2O5 per
hektar.
3. Menentukan dosis pupuk K
a) Perhatikan angka pada garis horizontal nomograf yang menunjukkan
kandungan K2O tanah dan kg K2O per hektar pupuk yang diperlukan.
b) Misal data hasil analisis tanah menunjukkan angka 90 ppm.
- Nilai ini bersesuaian dengan arah panah yang menunjukkan angka
150.
- Ini berarti tanah tersebut perlu dipupuk sebanyak 150 kg K2O per
hektar.
94
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
7.2.1. Mekanis
a. Terra tyne
Pekerjaan terra tyne dilaksanakan pada umur 1,5 - 2 bulan bulan dimana
tanaman mulai mengeluarkan anakan, dengan kedalaman + 30 cm cukup untuk
perkembangan akar dari tunas yang mulai tumbuh. Yang perlu diperhatikan
adalah saat traktor beroperasi, kecepatan harus konstan agar diperoleh
kedalaman yang seragam. Hasil dari pekerjaan ini adalah terbukanya ruang pori
tanah sehingga memudahkan akar untuk tumbuh dan mempermudah penyerapan
unsur hara oleh tanaman.
b. Subsoiler
Pekerjaan dilakukan sampai pada kedalaman dimana tanah hard pan dapat
dipecah. Batas kemampuan akar menembus diperkirakan ± 3 MPa = 30 kg/cm2.
Oleh karena itu, guna memperdalam jelajah akar menembus secara vertikal, maka
perlu dilakukan pemecahan subsoil atau lapisan tanah keras (hard pan) hingga
kedalaman (h) = 50 cm menggunakan implemen subsoiler. Selain berfungsi untuk
memecah lapisan subsoil yang memiliki tingkat kekerasan yang sulit ditembus
akar (> 3 MPa), subsoiler juga berfungsi untuk memperbaiki infiltrasi air, drainase
air dan jelajah akar.
95
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Hard pan yg
harus dipecah
Gambar 7.10. Penggemburan inter row menggunakan rotary dengan tenaga penggerak
hand tractor.
96
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
7.2.3. Manual
Penggemburan tanah manual dapat dilakukan menggunakan gancu, garpu
dan wangkil ataupun pisau sontop yang ditarik oleh sapi.
97
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Dengan semakin terbatasnya tenaga kerja dan hari kerja (opportunity days),
maka cara kemis (herbisida) menggunakan boom sprayer sudah banyak
diaplikasikan untuk mencapai penanganan lebih cepat/serempak.
98
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
a b
Gambar 7.13.(a). Aplikasi herbisida pre emergence mengunakan boom sprayer.
(b). Implemen disc weeder untuk pengendalian gulam di interrrow secara
mekanis.
Puslit Gula Jengkol PTPN X telah merekayasa implemen disc weeder yang
dapat digunakan untuk mengendalikan gulma di interrow secara mekanis pda
kondisi tebu masih kecil tanpa menimbukan efek turun tanah. Bentuk implemen
tersebut sebagaimana ditunjukkan pada gambar 7.13.b. di atas.
99
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Tabel 7.4. Klasifikasi kategori serangan hama berdasarkan jenis dan intensitas serangan
hama.
100
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Jenis Pengendalian
Faktor penyebab Pencegahan Tindakan
hama terpadu
Drainase buruk Menjaga Gropyokan
drainase/hindari Pengasapan/empo
genangan san
Predator alami umpan beracun
(misalnya : burung Kultur teknis
tikus
hantu) (tepat waktu,
drainase baik),
Banyak gulma Pencegahan pengendalian
Inisiasi
tumbuhnya gulma gulma
predator alami
Predator alami spesifik tikus
(misalnya : burung (burung hantu)
hantu)
Terdapat rongga- Perataan pada Merapatkan tanah
rongga pada rumpun saat pengolahan di sekitar rumpun
tanaman tanah tanaman
101
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Jenis Pengendalian
Faktor penyebab Pencegahan Tindakan
penyakit terpadu
Lokasi dekat sanitasi kebun pelepasan
tanaman inang dari tanaman karawai parasit
(glagah) glagah (encarsia
flavoscutellum
zehnt) tersedia
di kebun (spt
kepik)
kutu bulu Kultur teknis
memotong dan
putih (tepat waktu,
mengulas daun
(ceratovac mutu tebang
terserang
una rata tanah)
tanigera penyemprotan
Kembangkan
insektisida
zehntner) cara hayati
sistemik
Chemis sbg
langkah terakhir
mutu tebang banyak kepras sisa & insidentil
sisa tunggak tunggak untuk
terserang kutu bulu memutus siklus
putih tanaman
berikutnya
Transisi iklim (awal Klentek
atau akhir musim
hujan)
Kerusakan pada batang lebih banyak disebabkan oleh penggerek jenis Chilo
daripada penggerek pucuk Scirpophaga, tetapi dampaknya pada
produktivitas lebih besar penggerek pucuk karena kematian tanaman
102
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
103
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
104
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
105
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
7.4. Klentek
Guna menyiapkan kebun layak tebang, satu diantaranya adalah pekerjaan
klentek yang berfungsi untuk :
Mengantisipasi penyebaran hama yang potensial, misalnya kutu bulu putih
yang dapat menghisap nira di batang tebu.
Mereduksi jumlah trash yang jika terikut dapat menyebabkan kehilangan gula
selama proses pengolahan di pabrik.
Menunjang tercapainya kondisi micro climate dalam kebun sesuai kriteria
humidity pada ripening phase sekitar 45% - 65%.
106
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
107
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 7.15. Konsep trash management untuk budidaya tebu yang ramah lingkungan
dan berkelanjutan.
Dari serangkaian kajian dan uji coba (trial) yang dilakukan Puslit Gula
Jengkol, membahas “trash management” banyak melibatkan pekerjaan
mekanisasi dalam memproses biomassa crop residue sisa panen tebu dalam
jumlah besar dan voluminos serta membutuhkan power yang sulit dikerjakan
secara manual. Dengan aplikasi mekanisasi maka proses dekomposisi bahan
organik akan meningkat jauh lebih cepat, memperpanjang siklus tanaman sampai
dengan RC yang lebih banyak tanpa penurunan produktivitas, munculnya predator
alami serta multiplier effect lainnya.
Munoz dan Quintero (2009), telah melakukan penelitian mengenai
pengembalian sisa hasil tebangan berupa trash selama 8 tahun (7 kali ratoon) di
kebun yang sama. Berdasarkan penelitiannya, pada tahun kedelapan (ratoon
ketujuh) kebun yang diperlakukan trash management dan diberi pupuk
menghasilkan produktivitas yang menyamai tanaman pertamanya (Plant Cane),
sedangkan kebun yang trash-nya dibakar atau dihilangkan dan diberi pupuk
menghasilkan produktivitas di bawahnya. Peningkatan dosis pupuk tidak dapat
mengkompensasi efek negatif dari pembakaran atau penghilangan trash dari
kebun.
108
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
109
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
a b
Gambar 7.18.(a).Pencacahan trash sisa tebangan secara mekanis dengan Rotary
Mulcher/Trash Shredder, (b). Penataan trash secara mekanis dengan
Hay Rake/Wheel Trash Rake.
110
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
7.6. Exercise
1. Setelah dilakukan analisa tanah terhadap kebun X, didapatkan data hasil
analisa tanah sebagai berikut : N = 0,08%; P2O5 = 25 ppm; K2O = 120
ppm. Berdasarkan data tersebut, berapakah jumlah pupuk nitrogen
(Urea), pupuk fosfor (SP 36), dan pupuk kalium (KCl) yang harus
diberikan untuk kebun tersebut?
Penyelesaian :
Dengan melihat dan memperhatikan garis-garis dan angka-angka pada
setiap sisi nomograf, kita dapat menentukan dosis pupuk atau kg unsur
hara per hektar yang harus ditambahkan berdasarkan data hasil analisa
tanah.
Dosis pupuk
P2O5
Dosis
pupuk N
Dosis
pupuk K2O
111
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
Salah satu contoh implemen fertilizer applicator with terra tyne yang biasa
digunakan di perkebunan tebu disajikan pada gambar 7.18 di bawah ini.
Implemen ini berfungsi untuk melakukan pemupukan, sekaligus
penyiangan tanah dari tanaman pengganggu (gulma) serta dapat
mengemburkan tanah. Implemen ini menggunakan sistem ulir (screw)
yang digerakkan oleh PTO traktor. Terdapat dua box fertilizer dengan dua
lubang/bukaan pada masing-masing box fertilizer. Dari bukaan ini pupuk
disalurkan ke selang penyalur, kemudian jatuh di belakang tyne dan
kemudian alur pupuk ditutup oleh wing kecil pada tyne.
112
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 7.19. Implemen Fertilizer Applicator with Terra Tyne (FA Tyne).
Berdasarkan dosis per meter per corong tersebut dapat ditentukan berapa
kecepatan maju traktor, gigi berapa yang harus dipakai, serta pengaturan
ukuran bukaan lubang pada setiap box fertilizer ke corong penyalur.
Bukaan yang terlalu lebar akan menyebabkan pupuk bisa tekor,
sedangkan jika terlalu sempit pupuk bisa menggumpal atau sisa.
113
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
3. Salah satu ciri tanah yang subur adalah memiliki kandungan bahan
organik (BO) sebesar 5%. Berapakah jumlah kompos atau pupuk organik
yang harus ditambahkan untuk luasan 1 hektar pada kedalaman lapisan
olah tanah 20 cm, agar kandungan bahan organik tanah dapat mencapai
5%, jika berdasarkan hasil analisis tanah, kandungan bahan organik awal
tanah adalah 3% dan kandungan C-organik dalam kompos atau pupuk
organik 10%?
Penyelesaian :
Untuk menghitung kebutuhan pupuk organik dapat menggunakan rumus
sebagai berikut :
P = (Q – R) x B
di mana:
P : kebutuhan bahan organik (ton/ha)
Q : kadar bahan organik tanah yang dikehendaki (%)
R : kadar bahan organik yang ada di tanah saat ini (%)
B : bobot tanah tiap hektar lahan
Bobot tanah/ha = luas x kedalaman lapisan olah tanah x bobot jenis tanah
= 10.000 m2 x 0,2 m x 1,2 ton/m3
= 2.400 ton
P = (Q – R) x B
= (5% - 3%) x 2.400
= 2% x 2.400
= 48 ton
Jika kandungan C-organik dalam pupuk organik adalah 10%, maka jumlah
pupuk organik yang dibutuhkan untuk meningkatkan 2% bahan organik
tanah adalah 48 ton/10% = 480 ton pupuk organik.
Penyelesaian :
Beberapa alasan atau dasar pertimbangan memilih Trichogramma sp.
sebagai sebagai agen hayati adalah sebagai berikut :
Trichogramma sp. (serangga kecil) dapat memparasit beberapa jenis
telur penggerek dan berperan penting dalam pengendalian hama.
Trichogramma sp. telah digunakan secara luas untuk pengendalian
hayati pada 22 komoditas pertanian yang meliputi 32 juta hektar (Li & Li
Yang, 1994).
114
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
Parasitasi di alam tidak sempurna, kadang 90% telur terparasit, tetapi
hanya 40-50% dari kelompok telur tersebut yang terparasit.
Pelepasan sebagaimana aplikasi insektisida dengan dosis yang
dianjurkan dan waktu pelepasan yang tepat.
Contoh keberhasilan pengendalian hama di beberapa negara :
Perancis (jagung), India, China, Brazil (tebu), dan yang lainnya.
Alasan untuk memutus siklus hidup penggerek di awal pertumbuhan
tanaman tebu.
Mencegah kerugian yang lebih besar di masa pertumbuhan tanaman
(sebelum 6/7 bulan).
Penyelesaian :
a. Alternatif pemasangan atau pelepasan di kebun dengan sistem
diagonal maupun zig zag, interval beberapa leng/row (selang-seling
bergantian pada minggu berikutnya, dan seterusnya). Mana yang lebih
efektif sesuai dengan bentuk kebun dan hasil evaluasi efektivitas
masing-masing kebun.
115
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
Meningkatkan populasi tanaman pokok tebu (germination count) PC >
95, dan RC > 85, baik dengan sulam bagal, spot replanting, maupun
sulam stool sesegera mungkin agar pertumbuhan tanaman seragam.
Secara mekanis dengan beberapa implemen : terra tyne, rotary hand
tractor.
Pengendalian teki lebih diintensifkan, menggunakan alternatif herbisida
lain seperti : Diuron + 2.4 D (jika sudah disetujui menjadi standar),
sehingga pemakaian 2,4 D bisa lebih hemat dan hasilnya lebih baik.
Kualitas dan Interval pengolahan tanah (terutama untuk tanam masak
tengah dan akhir) sesuai dengan standar.
Untuk kawasan yang datar/flat, saluran air drainase dibuat lebih tegas,
sehingga pada waktu musim hujan, air bisa mengalir ke luar kebun.
Dibentuk tim “pemburu gulma” untuk memburu gulma lebih awal/spot
spray sehingga diharapkan pengendalian gulma tidak terlambat.
Trash management/trash mulching.
Penyelesaian :
Pada saat operasi harus overlap 1 row.
Keterangan :
A : nozzle B : tinggi nozzle dr permukaan tanah
C : lebar kerja nozzle D : overlap E : permukaan tanah
Waktu aplikasi : sesudah tanam atau sesudah irigasi dan cuaca layak
operasi.
Tinggi operasional nozzle = 50-70 cm.
Pressure gauge di nozzle = 3 bar.
Sempreot ulang tepi petak setengah sayap dan posisi traktor di jalan.
116
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
Parameter yang dikalibrasi : debit dan kecepatan traktor agar dihasilkan
dosis sesuai direncanakan, dengan tahapan sebagai berikut :
Pilih kecepatan PTO (Power Take Off) ± 540 rpm (biasanya ± 1.900
engine rpm).
Tandai jarak 100 m dan ukur waktu untuk menempuh jarak 100 m guna
memperoleh data kecepatan maju.
Check output (cc/detik) tiap nozzle dengan cara memasukkan
semprotan tiap nozzle ke dalam ember. Jika terjadi deviasi > 5%, maka
nozzle harus diganti.
Isi tangki 500 liter dan dosis larutan semprot 200 liter/Ha.
Luas (Ha) perolehan = 500/200 = 2,5 Ha /tangki penuh.
Jika dosis = 6 liter/Ha herbisida/ tangki = 6 x 2,5 = 15 liter
Jika menggunakan herbisida formulasi tepung (powder), maka harus
dilarutkan dulu sampai terjadi smooth cream.
.
Kalibrasi diulangi jika :
Setiap luas penyemprotan 100 Ha.
Mengganti traktor, roda, nozzle tips.
Merubah tekanan kerja.
117
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
Perlu dilakukan subsoiling sedalam ± 50 cm. Setelah dilakukan
subsoiling, diperoleh data pengukuran kekerasan dengan penetrometer
sampai kedalaman 45 cm dengan nilai kekerasan < 45 N/cm2.
Penyelesaian :
Luas jelajah akar setelah dilakukan penggemburan dengan terra tyne
pada kebun dengan PKP 135 cm serta jumlah tangkai terra tyne 3 mata
adalah 2.625 cm2, seperti yang ditampilkan pada gambar 7.21. berikut ini
:
118
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
pkp = 135 cm
d = 30-35 cm
Hasil penggemburan
2
Luas = 2625 cm
119
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Tebang, Muat dan Angkut atau biasa disingkat TMA merupakan mata rantai
proses produksi dan merupakan pareto yang bisa berpengaruh signifikan terhadap
hal-hal sebagai berikut :
Kebun layak tebang yang diproses dengan sistem TMA yang tidak
MBS (manis-bersih & segar) akan menyajikan BBT (pasok bahan baku
tebu) yang under qulity bagi Pabrik.
Kinerja Pabrik tidak akan optimal (mencapai peak performance)
disebabkan BBT yang digiling under specs yang telah direncanakan
sesuai design dan berdampak losses gula semakin tinggi.
Kondisi sistem tebang yang ada saat ini mayoritas adalah sistem tebang
manual, dengan ciri utama pemerataan jatah (budal bareng muleh bareng),
dilaksanakan secara manual individual (TSAS = Tebang Sendiri Angkut Sendiri),
sehingga sulit dicapai peningkatan rendemen yang signifikan. Hal lain yang perlu
mendapat perhatian adalah keberadaan lokasi tebangan yang terpencar dengan
ukuran kebun kecil dan umur tebu heterogen. Konsekuensinya penyusunan jadwal
tebang juga bervariasi dan cukup komple, sehingga berdampak kepada tingkat
mobilitas yang tinggi pada sumber daya (tenaga tebang, supervisor, mesin
tebang, alat muat dan armada angkut). Alhasil menimbulkan ekonomi biaya tinggi,
rendahnya efisiensi tebang muat angkut serta pengawasan mutu lebih sulit.
Oleh karena itu, ke depan sudah harus mulai dilakukan penanaman “sistem
blok” yang memungkinkan untuk dilakukan implementasi program mekanisasi
sejak penyiapan lahan, tanam, pemeliharaan hingga tebang.
120
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 8.1. Parameter taksasi produksi Gambar 8.2. Parameter taksasi produksi
pada pola Reynoso. pada pola mekanisasi.
125 - (GK+GM+GK)
∑ leng/ha = --------------------------- x 10
PKP 10.000 – 5%*10.000
1 leng = 8 m ∑ m-row/ha = ---------------------------
PKP = pusat ke pusat = jarak tanam (m) PKP
PKP = pusat ke pusat = jarak tanam (m)
121
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
+2
JxTxB +1
+4
TT = ---------------------
1000 +6
+3
dimana,
TT : taksasi produksi tebu (ton/ha) +5
Berat batang per meter diperoleh dari data pengukuran per varietas dengan
mempertimbangkan besar diameter batang.
Sedangkan tinggi batang diukur dari permukaan tanah s/d cincin daun ke-0
(TVD = top visible dewlap = cincin ke-0 = segitiga daun yang telah membuka
sempura jika dilihat dari atas) ditambah pertambahan panjang sampai dengan
ditebang dikurangi ± 30 cm (batang tidak berbunga) atau dikurang ± 40 cm
(batang tebu berbunga).
122
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
123
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 8.3. Skema penentuan perkiraan awal giling berdasarkan data Faktor
Kemasakan.
Guna memperjelas maksud skema di atas dapat dilihat pada exercise nomor 1.
KPIII - KPtengah G
Awal giling = tanggal tengah ronde III + ------------------------ - ------
X 2
KP tengah = ± 108
124
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 8.4. Chopper harvester dengan slide tipping trailer dan copper harvester tipe
basket.
125
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
126
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
PR = 0,15 . s . T . E KLE = s . LK . E
diimana, dimana,
PR = Pour rate (ton tebu/jam) KLE= K apasitas Lapang Efektif atau Field
0,15= faktor konversi dari setiap Rate (ha/jam)
menempuh 1 km ekivalen dengan
jumlah bobot tebu = (1 km/jam ) LK= Lebar kerja (m)
/(6,666 km/ha) E = Efisiensi lapang (%)
PKP = 150 Cm s= Kecepatan (km/jam)
Panjang Row/ha = 6,666 km/ ha
s = kecepatan (km/jam)
T = taksasi prod tebu (ton/ha)
E = efisiensi lapang (%)
b. Angkutan (Transport)
Angkutan merupakan mata rantai yang seyogyanya direncanakan secara
lebih teliti dalam rangka mendukung tercapainya parameter kesegaran (freshness)
BBT sesuai standar. Dalam hal ini jarak dari lokasi kebun tebang sampai dengan
pabrik perlu dipetakan dan dijadikan pertimbangan dalam perencanaan TMA.
8.4. Erxercise
1. Hasil analisa kemasakan sebagai berikut :
Ronde I (Maret B) II (April A)
FK (%) 51 48
Penyelesaian :
a. Langkah pertama adalah menemukan persamaan penurunan FK, yaitu :
127
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
(48 - 25)
Waktu tempuh FK 48 --> 25 = ---------------- = 115 hari.
0,2 /hari
Jika tanggal analisa April A = 7 April maka FK25 diperkirakan akan jatuh pada
tanggal :7 April + 115 hari = 31 Juli.
Rencana total hari giling = 900.000 ton/6.000 TCD = 150 hari.
Selanjutnya ditarik ke kiri sejauh ½ x 150 = 75 hari sehingga perkiraan awal
giling jatuh pada tanggal 17 Mei 2015 seperti gambar di bawah ini.
Penyelesaian :
128
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
G 150
Perkiraan awal giling = 22 April + (H - ------) = 22 April + (85 - ------) = 22 April +10 = 2 Mei.
2 2
3. Kapasitas kerja alat muat grab loader, banyak dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya produktivitas tebu yang akan ditebang.
a. Berikan contoh atau simulasi untuk memperjelas hubungan ini!
b. Faktor kritis apa saja yang perlu diantisipasi agar tidak menjadi kendala
operasional?
Penyelesaian :
a. Kapasitas grab loader vs produktivitas tebu
Tabel 8.1. Hubungan pengaruh produktivitas tanaman dengan kapasitas kerja
grab loader.
129
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Tabel 8.2. Waktu operasional grab loader dan antrian truk untuk menghabiskan
kebun dengan produktivitas 730 ku/ha.
4. Berapakah faktor leng (jumlah leng/ha dan meter row/ha) untuk beberapa
alternatif jarak tanam : 135 cm, 150 cm, double row 60-120 cm?
Penyelesaian :
a. Dalam satuan : ∑ leng/ha
125 - (GK+GM+GK)
∑ leng/ha = --------------------------- x 10
PKP
125 - (0,6+0,6+0,6)
PKP = 1,35 ∑ leng/ha = --------------------------- x 10 = 912 leng @ 8 m
1,35
125 - (0,6+0,6+0,6)
PKP = 1,50 ∑ leng/ha = --------------------------- x 10 = 821 leng @ 8 m
1,50
Untuk PKP double row 60/120, 2 row PKP sempit dijadikan satu dan
PKP komposit menjadi 180 cm.
125 - (0,6+0,6+0,6)
PKP = 60/120∑ leng/ha = --------------------------- x 10 x 2
1,80
= 1.368 leng @ 8 m
PKP 60/120 cm
130
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
10.000 – 5% x 10,000
PKP = 1,35 ∑ meter-row/ha = ------------------------------- = 7.037 meter/ha
1,35
10.000 - 5% x 10.000
PKP = 1,50 ∑ meter-row/ha = -------------------------------- x 10 = 6.333 m-row
1,50
Untuk PKP double row 60/120 cm, 2 row PKP sempit dijadikan satu dan
PKP komposit menjadi 180 cm.
*) Faktor koreksi 5% untuk luasan yang tidak ditanami (got dan head land).
131
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Sejauh ini pencapaian rendemen sejak tahun 1918 s.d. 2014 menunjukkan
trend yang menurun dengan laju 0,054 poin setiap tahunnya dari rata-rata semula
11,22 % menjadi 7,48 % sebagaimana tampak pada grafik di bawah ini.
Gambar 9.1. Grafik trend rendemen gula di Indonesia tahun 1918 - 2014.
Jika dikaji lebih jauh ketika dicapai rendemen 11,22 % pada kurun waktu
1918 – 1940 kondisi pabrik yang ada belumlah semodern seperti sekarang ini.
Dengan berbagai kegiatan revitalisasi di off farm berupa investasi mesin dan
peralatan hingga penggantian boiler dari tekanan rendah menjadi tekanan tinggi
sudah merupakan peluang untuk meningkatkan efisiensi pabrik. Namun, dalam
kenyataannya peningkatan efisiensi pabrik tidak bisa dilepaskan dari faktor mutu
dan kelancaran pasok bahan baku mengingat kinerja pabrik akan tercapai
optimum sesuai desain jika dapat dipenuhi mutu bahan baku sesuai spesifikasi
dan setelan kecepatan giling (rate) ton per jam sesuai desain, misalnya kadar
sabut, harkat kemurnian (HK), kadar nira tebu (HK) dan lain-lain.
Berbeda dengan sumber bahan baku tahun 1918 – 1940 yang berasal dari
sistem pengelolaan lahan hamparan yang sangat intensif dan di bawah satu
manajemen dengan pola kerja instruktif dan ditebang/digiling secara berurutan,
132
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
maka dengan kondisi lahan kecil-kecil dan tersebar seperti sekarang semakin
menuntut keterampilan bekerjasama lintas sektoral dengan seluruh mitra,
termasuk dengan penyedia sumber dana kredit yang sangat diperlukan jika
dikehendaki hasil yang optimal.
Setiap upaya perbaikan mutu baku di on farm yang dalam hal ini
direpresentasikan dengan pol tebu akan membawa dampak peningkatan
rendemen atau yield (= pol tebu x OR) yang sangat signifikan. Ilustrasi roda
sepeda di bawah ini mungkin dapat lebih memperjelas, yakni jika roda besar (pol
tebu) berputar 360o maka sepeda akan bergerak maju 400 cm, dan jika roda kecil
(OR) berputar 360o sepeda akan bergerak 50 cm.
Gambar 9.2. Ilustrasi roda sepeda mengenai dampak revitalisasi on farm maupun off
farm terhadap rendemen (yield).
133
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Nilai nira perahan pertama (NNnpp) yang sampel niranya diambil di gilingan I,
secara skematis disajikan sebagai berikut :
Gambar 9.3. Skema penentuan nilai nira perahan pertama metode Hommes (Jombang
Method).
134
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Dalam sistem ARI dengan rumus tersebut, Kadar Nira Tebu (KNT) yang
menggambarkan kuantitas dari nira yang dikandung dalam batang tebu adalah
nilai rata-rata atau masih dianggap sama untuk semua individu yang dianalisa
pada hari itu. Dengan demikian maka yang bisa dibedakan antara satu individu
dengan individu yang lain hanyalah NN atau “legine” saja yang tidak lain adalah
menggambarkan kualitas sampel nira yang diukur. Pengaruh perubahan
perlakuan budidaya yang dilakukan terhadap parameter KNT belum dapat diukur
secara tegas, sehingga pada gilirannya rendemen belum dapat diapresiasi secara
komprehensif.
Maka kedua parameter tersebut (Nilai Nira dan Kadar Nira Tebu) dapat
diketahui per individu secara komprehensif. Ketertelusuran sampel terhadap
populasinya, yaitu bahwa sampel tertelusur sampai ke tebu individu (per truk atau
per lori, atau per kepemilikan atau sesuai dengan definisi individu yang telah
disepakati). Sistem yang terbaik saat ini untuk sampling dan penentuan rendemen
tebu individu adalah menggunakan core sampler. Sekilas mengenai gambaran
penyempurnaan dan alternatif metode pengukuran ARI disajikan pada Gambar
9.5. di bawah ini.
a b
Gambar 9.4.(a). Fixed core sampler, (b). Mobile core sampler.
135
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Pengambilan sampel di Gilingan Persiapan truk masuk & Persiapan truk masuk &
1 (1 menit) identifikasi truk identifikasi truk
(1 menit) (1 menit)
Gambar 9.5. Perbedaan sistem analisa rendemen individu metode konvensional dengan
metode core sampler berbasis NIRS.
136
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
9.3. Exercise
1. Berdasarkan hasil pengukuran/analisa trash diperoleh data seperti di
bawah ini :
No. Komponen Bobot (ku) Komposisi (%) Pol (%) Brix (%)
a. Tebu bersih 66.2 66% 18.92 21.96
b. Kotoran :
- pucukan 6 6% 3.85 11.52
- sogolan 15 15% 5.73 13.21
- daduk / klaras 5.2 5%
- tebu mati 5.9 6%
- akar 0.8 1%
- tanah 0.9 1%
Jumlah b. 33.8 34%
c. Total a + b 100 100%
Hitunglah :
a. HK dan NNnpp tebu bersih.
b. Jika FR ditetapkan sebesar 0,68 hitunglah RS tebu bersih!
c. Jika kotoran ikut diperhitungkan dengan menggunakan rumus pengaruh
kotoran terhadap rendemen dari P3GI (pada kondisi kotoran trash > 5%
maka setiap kenaikan 1% kotoran akan menurunkan rendemen sebesar
0,194 poin), berapakah RS koreksinya?
Penyelesaian:
% pol 18,92 %
a. HK = ------------- = ------------- = 86,2 %
% brix 21,96 %
NN npp = % pol - 0,4 (% brix - % pol) = 18,92 - 0,4 (21,96 -18,92) =
17,7 %
b. RS tebu bersih = FR x NNnpp = 0,68 x 17,7 % = 12,03%
c. Langkah pertama menghitung jumlah kotoran sebagai berikut :
pucukan = 6%
sogolan = 15 %
daduk/klaras = 5%
tebu mati = 6%
137
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
akar = 1%
tanah = 1%
Jumlah kotoran = 33 %
Efek penurunan rendemen = 0,194 x (33 – 5) = 5,432 poin
RS koreksi = 12,03% - 5,43% = 6,60%
Penyelesaian :
a. Rs = NN x FR
138
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
3. Disamping truk dari kebun A dan kebun B dengan kondisi yang sama,
ada lagi truk dari kebun C dengan data Brix = 16 %dan Pol = 13%.
Hitunglah Rs menurut metode Hommes atau Jombang Metode!
Penyelesaian :
Truk dari kebun A = B : Truk dari kebun C :
Brix :16 % Brix : 16 %
Pol : 12,5 % Pol : 13 %
NNnpp = Pol – 0,4(Brix-Pol) NNnpp = Pol – 0,4(Brix-Pol)
= 12,5-0,4(16-12,5) = 13 - 0,4(16-13)
= 11,1 % = 11,8 %
Rs= NNnpp x FR Rs= NNnpp x FR
= 11,1 % x 0,68 = 11,8 % x 0,68
= 7,55 % = 8,02 %
Dari hasil di atas nampak bahwa nilai Brix yang sama belum
tentu menghasilkan rendemen yang sama pula, karena nilai Pol
nya tidak sama.
139
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian
a. Rend ind truk kebun A = NNphp ind X KNT php ind x FKr
= 11,1 % x 80 % x 1,0
= 8,88 %
b. Rend ind truk kebun B = NNphp ind X KNT php ind x FKr
= 11,1 % x 68 % x 1,0
= 7,55%.
Penyelesaian :
a. Nilai Nira :
- Varietas tebu.
- Perlakuan budidaya tanaman.
- Umur tebu.
- Pupuk nitrogen berlebihan.
- Waktu pemupukan telat/menjelang tebang.
- Kesegaran tebu.
- Kebersihan tebu.
b. Kadar Nira Tebu :
- Varietas tebu.
- Perlakuan budidaya tanaman.
- Umur tebu.
- Kesegaran tebu.
- Kebersihan tebu
140
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Semua bidang usaha termasuk usaha tani budidaya tebu sudah tentu
menginginkan keuntungan dan kemudian tumbuh serta berkembang sebagaimana
juga sering didengungkan di kalangan petani yakni : better farming – better
bussiness – better living. Jika ditelaah lebih jauh syarat pertamanya adalah
better farming yang harus disiapkan sejak di kebun atau on farm melalui good
agricultural practices (GAP) agar dapat dihasilkan spesifikasi bahan baku tebu
(BBT) yang sesuai dengan persyaratan yang diminta oleh Pabrik Gula baik
kuantitas maupun kualitas.
Produk on farm yang dihasilkan dengan kualitas terbaik kemudian diolah
menjadi Gula Kristal Putih (GKP) melalui serangkaian kegiatan off farm (proses
produksi dalam Pabrik Gula) dengan mengupayakan menekan kehilangan
(losses) semaksimal mungkin agar dapat mendekati potensi rendemen kebun.
Hasil akhir dari kegiatan on farm dan off farm serta penjualan GKP adalah
perhitungan bagi hasil efektif (PBHE) dimana pendapatan bersih petani dapat
diketahui dengan pasti. Berdasarkan data PBHE tersebut dan catatan total biaya
yang telah dikeluarkan maka analisa usaha tani (AUT) masing-masing kebun juga
dapat dievaluasi harga pokok produksi (HPP) yang dinyatakan dalam Rp/Kg gula
milik petani serta sisa hasil usaha (SHU) yang dinyatakan dalam Rp/Ha. Tingkat
HPP akan menentukan daya saing terhadap terhadap produksi gula negara lain
maupun dengan komoditas lain dan parameter SHU menjadi tolok ukur
keberhasilan better bussiness usaha tani tebu.
10.1. Pengaruh protas gula
Guna keberhasilan usaha tani tebu maka sangat diperlukan fungsi
perencanaan yang baik (good planning) sebelum kegiatan dilaksanakan. Di PT
Perkebunan Nusantara X telah dikembangkan sistem perencanaan kebun dengan
istilah R1 – R7 sebagai berikut :
141
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 10.1. Sistem perencanaan kebun R1 – R7.
Pada Gambar 10.2. berikut ini disajikan simulasi berbagai kombinasi
produktivitas tebu (ton/ha), rendemen (%), dan produktivitas gula (ton/ha) serta
pengaruhnya terhadap HPP dan SHU. Berdasarkan simulasi ini menunjukkan
bahwa dengan standar biaya garap dan biaya TMA tertentu, maka peluang
penekanan HPP dari kondisi yang berlaku saat ini pada level protas 6 – 7 ton
gula/ha masih berpeluang untuk ditingkatkan. Hal ini juga didorong oleh angka
yang pernah tercapai di Indonesia pada kurun waktu 23 tahun yaitu mulai tahun
1918 s.d. 1940 dimana rata-rata produktivitas gula mencapai 13,1 ton gula/ha
(Gambar 10.3).
142
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Rendemen (%)
120 125 16
14
100 12,5 12
80 10 10
60 8
40 6
4
20 2
0 0
Komb-1 Komb-2 Komb-3 Komb-4 Komb-5 Komb-6 Komb-7 Komb-8 Komb-9 Komb-10 Komb-11 Komb-12
Protas Tebu (Ton/Ha) 85 85 100 100 125 125 150 150 125 150 125 150
Rendemen (%) 7,5 8 7,5 8 7,5 8 7,5 8 10 10 11,5 11,5
Protas Gula (Ton/Ha) 6,4 6,8 7,5 8,0 9,4 10,0 11,3 12,0 12,5 15,0 14,4 17,3
80.000.000 6.000
5.000
60.000.000 4.373
4.000
40.000.000 3.000
2.000
20.000.000
1.000
- -
Komb-1 Komb-2 Komb-3 Komb-4 Komb-5 Komb-6 Komb-7 Komb-8 Komb-9 Komb-10 Komb-11 Komb-12
SHU (Rp/Ha) 6.587.79 10.520.0 14.354.7 18.961.1 27.299.7 33.029.8 40.244.7 47.098.5 56.585.2 75.190.9 73.929.9 95.916.9
HPP Gula (Rp/Kg) 7.867 7.353 6.986 6.530 5.988 5.597 5.323 4.975 4.373 3.887 3.757 3.340
Gambar 10.2. Simulasi berbagai kombinasi produktivitas tebu (ton/ha), rendemen (%),
dan produktivitas gula (ton/ha) serta pengaruhnya terhadap HPP dan
SHU.
Trend Protas Gula (Ton/Ha), Protas Tebu (Ton/Ha), Rendemen Gula (%)
Tahun 1918 - 1940
160,0 20,00
18,00
140,0
16,00
P ro ta s G u la (T o n / Ha ),
P rot as Tebu (To n /H a)
120,0
R e n d em e n G u la (% )
14,00
13,1
100,0
12,00
80,0
10,00
60,0
8,00
40,0 6,00
1918 1919 1920 1921 1922 1923 1924 1925 1926 1927 1928 1929 1930 1931 1932 1933 1934 1935 1936 1937 1938 1939 1940
Protas Tebu (Ton/Ha) 97,3 96,5 93,7 94,5 105,8 99,9 106,4 108,4 105,7 115,6 131,9 124,5 129,4 133,5 136,1 133,0 136,4 139,9 140,6 143,5 140,5 139,3 137,8
Rendemen Gula (%) 11,19 10,66 10,55 11,18 10,61 10,97 10,88 11,88 10,38 11,09 11,45 11,82 11,55 10,54 11,23 11,83 11,39 12,46 11,74 11,48 11,70 11,94 12,79
Protas Gula (Ton/Ha) 10,3 9,7 9,9 10,6 11,2 11,0 11,6 12,9 11,0 12,8 15,1 14,8 15,0 14,1 15,3 15,7 15,5 17,4 16,5 16,5 16,4 16,6 17,6
Rerata Protas Gula '18-'40 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1 13,1
Gambar 10.3. Grafik trend protas gula (ton/ha), protas tebu (ton/ha) dan rendemen (%)
tahun 1918 - 1940.
143
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Gambar 10.4. Protas gula (ton gula/ha) antar negara tahun 2001 – 2012.
10.2. Sisa Hasil Usaha (SHU) tani tebu
SHU merupakan indikator kepuasan para pelaku industri guila, baik dari sisi
petani, pabrik gula maupun semua pihak terkait. Secara sederhana dapat
dirumuskan sebagai berikut :
SHU = (Harga Gula – HPP) x Protas Gula Milik Petani
Dengan rumusan tersebut maka :
- Menekan HPP margin keuntungan naik SHU meningkat.
- Protas gula (ton/ha) meningkat protas gula milik petani naik SHU petani
naik.
- Harga gula naik margin keuntungan naik SHU naik.
Di PTPN, penentuan besarnya gula milik petani atau biasa disebut gula
MPTR mengikuti sistem bagi hasil yang sudah diberlakukan sejak bulan Mei 2011
hingga saat ini yang dilandasi semangat hubungan kemitraan yang seimbang dan
motivatif dalam meningkatkan produktivitas dalam usaha taninya dengan rumusan
sebagaimana disajikan pada Tabel 10.1. berikut ini :
144
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Tabel 10.1. Perhitungan bagi hasil gula antara petani dan PG berdasarkan prosentase
rendemen.
No. Bagi Hasil Rendemen Petani (%) PG (%)
1 Rendemen s/d 6,00 % 66 34
2 Rendemen 6,01 s/d 8,00 % :
Rendemen s/d 6 % 66 34
Rendemen selisihnya 70 30
3 Rendemen 6,01 s/d 8,00 % :
Rendemen s/d 6 % 66 34
Rendemen selisihnya 6 – 8 % 70 30
Rendemen selisihnya > 8 % 75 25
Untuk kemudahan di lapangan, penentuan besarnya gula milik petani atau
disingkat gula MPTR (kg gula/ku tebu) dapat digunakan rumus sebagai berikut :
1. Rendemen s/d 6 % Gula MPTR = 0,66 R
2. Rendemen 6,01 s/d 8,00 % Gula MPTR = 0,7 R – 0,25
3. Rendemen ≥ 8 % Gula MPTR = 0,75 R – 0,64
10.3. Peluang menurunkan HPP atau meningkatkan SHU
Menghadapi situasi persaingan domestik maupun antar negara, sudah
seyogyanya yang harus diperjuangkan adalah bagaimana menurunkan secara
terus-menerus HPP sejak dari kebun/on farm melalui berberapa upaya berikut :
a. Reduksi biaya penggunaan pupuk kimia melalui peningkatan kesuburan tanah
secara terus-menerus.
b. Peningkatan protas gula melalui pemuliaan tanaman untuk menemukan
varietas dengan potensi ”high biomass” dan daya kepras tinggi.
c. Eliminasi kehilangan potensi melalui penataan varietas sesuai sifat
kemasakan.
d. Reduksi biaya penggunaan herbisida dan pestisida dengan mengembangkan
agen hayati “natural enemy” melalui gerakan stop membakar trash.
e. Mendorong penanaman vegetasi rabuk hijau yang berakar dalam bisa
memperbaiki porositas tanah serta menguatkan sistem perakaran, tidak
berkompetisi dengan akar tebu dan hasil pangkasannya (trash) berfungsi
sebagai “mulching” dan setelah terdekomposisi dapat menambah bahan
organik tanah.
f. Meningkatkan frekuensi tanaman ratoon (ratoon crop) tanpa terjadi penurunan
protas akan mereduksi biaya secara signifikan.
g. Meningkatkan “economy of scale” melalui Regrouping Lahan dengan
membentuk Kelompok Tani Hamparan Kolektif digarap secara full mekanisasi
145
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
a. Rata-rata pencapaian saat ini berada pada level rendah 5 – 7 ton
gula/ha, sedangkan protas Thailand ± 8,5 ton gula/ha, Australia, Brazil
dan Colombia > 11 ton gula/ha.
b. Hasil terbaik yang pernah dicapai di Indonesia yaitu antara tahun 1918
s.d. 1941 adalah sebesar 10 s.d. 17 ton gula/ha.
c. Parameter yang menurun signifikan adalah protas tebu turun 50% (dari
180 ton/ha menjadi 85 ton/ha). Adapun rendemen turun 30 % (dari 12%
menjadi 8 %).
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan protas antara lain :
146
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
- Sebagian besar lahan telah bergeser dari lahan sawah pilihan ke
lahan kering marginal dengan protas tebu aktual rendah (40 – 80
ton/ha).
- Efisiensi tebang angkut sangat rendah, terkait radius jarak dari kebun
ke Pabrik mencapai hingga > 100 km, sehingga sulit diperoleh tebu
segar dengan “retention time” atau waktu tunggu < 24 jam. Dengan
demikian rendemen yang dicapai tidak bisa maksimal sesuai
potensinya.
e. Untuk memperkirakan prospek ke depan, perlu dikaji data 13 tahun
terakhir (2002 – 2014) berikut ini :
6,0
Protas Gula (ton/ha)
5,5
5,0
4,5
4,0
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Protas Gula 5,0 4,8 6,0 5,9 5,8 5,7 6,2 6,2 5,3 4,9 5,7 5,5 5,4
Gambar 10.5. Grafik pertumbuhan protas gula (ton gula/ha) Indonesia selama 2002 –
2014.
Melihat trend yang terjadi sekitar 1,14% dapat dikatakan “stagnan” pada
level rendah. Jika direncanakan sasaran sama dengan Thailand sebesar
8,5 ton gula/ha dalam waktu 3 tahun (2015 s.d. 2017) maka harus ada
trend kenaikan sebesar = (8,5-5,4)/5,4x100 % = 57 % atau 19 % per
tahun. Ini berarti harus ada “extra effort” yang sungguh luar biasa!
2. Ditinjau dari sisi biaya, komponen biaya apa saja yang berpeluang untuk
diturunkan agar penekanan HPP dapat lebih cepat?
Penyelesaian :
a. Hampir seluruh biaya input produksi mengalami kenaikan, yaitu harga
sewa lahan, harga BBM, upah tenaga kerja manual, harga pupuk dan
pestisida.
147
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
a. Perencanaan harus terpadu dan ada sinkronisasi antar pihak yang
terkait serta memecahkan lintasan kritisnya. Sebagai contoh adalah
program tanam PC (Plant Crop) seluas 100 ha secara mekanis
menggunakan implemen cane planter berkapasitas ± 2 ha/hari @8 jam
kerja dengan traktor penarik bertenaga 90 HP dalam kondisi siap.
Beberapa contoh kasus berikut akan memberikan gambaran :
- Jika bibit datangnya terlambat atau penangkaran bibit hanya mampu
memenuhi 75 ha maka jelas akan sering terjadi “idle capacity” dan
harga pokok rental aktual akan membengkak.
- Jika peralatan mekanisasi dan bibit sudah dapat dipenuhi, namun
pupuk SP 36 dan Urea/ZA untuk pupuk I bersama tanam belum
tersedia, maka jelas hal ini juga akan mengakibatkan “extra cost”
(pembengkakan biaya pemupukan), karena harus dilakukan
pemupukan tersendiri setelah pekerjaan tanam selesai.
b. Sebelum diterapkan mesin dan peralatan mekanisasi, harus dipastikan
faktor pembatas dan potensial problem yang harus diatasi terlebih dulu.
Beberapa contoh adalah :
- Kondisi permukaan lahan yang bergelombang dan berpotensi terjadi
genangan air (water log), maka sebelum dibuat juringan (row) untuk
lubang tanam harus dilakukan perlakuan perataan seperlunya. Jika
ini tidak dilakukan beberapa kemungkinan problem yang bisa terjadi
antara lain traktor slip/kepater/terhenti di tengah kebun, “compaction”
atau kerusakan struktur tanah karena pemadatan, tingginya
frekuensi kerusakan peralatan.
- Cadangan air dalam tanah yang akan digunakan untuk mengairi
kebun menggunakan pompa mekanis, terlebih dahulu harus
dipastikan tidak bermasalah dengan kepentingan lingkungan
148
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
masyarakat sekitar. Sejalan dengan semangat konservasi tanah dan
air, terutama pada lahan dataran tinggi (up land) eks tanaman keras
atau hutan sudah harus memikirkan dan mengupayakan peningkatan
daya menahan air (water holding capacity) dengan cara
memperbanyak bahan organik dan memperhatikan kaidah
konservasi (countur plowing, penanaman vegetasi rabuk hijau di inter
row, pembuatan rorak dan lain-lain). Hal ini sangat strategis dan
sangat berpengaruh terhadap aktivitas di dataran rendah (low land).
c. Dalam kaitan ini nampaknya pemerintah berpeluang untuk terlibat
mengambil bagian khususnya dalam hal koordinasi dengan dinas
terkait dalam kawasan hulu dan hilir, kemungkinan bantuan penyediaan
bibit vegetasi rabuk hijau (cover crop) dan memonitor pelaksanaannya.
3.
4. Fakta menunjukkan bahwa banyak Pabrik Gula untuk memenuhi bahan
bakunya terpaksa harus mendatangkan tebu dari luar wilayah kerjanya
baik antar kabupaten bahkan antar propinsi dengan konsekuensi biaya
tambahan dan resiko penurunan kualitas akibat jarak yang terlalu jauh.
Bagaimana langkah yang perlu dilakukan guna mendorong minat petani
lokal untuk menanam tebu di tengah persaingan dengan komoditas non
tebu?
Penyelesaian :
a. Kalau dilihat trend perkembangan luas areal penanaman tebu selama
13 tahun terakhir dapat disimpulkan tidak mengalami perkembangan
yang berarti dan di sisi lain protas tebu (ton/ha) stagnan, bahkan
cenderung menurun sebagaimana grafik di bawah ini :
Luas Areal (Ha)
500.000
450.000
)a 400.000
(H
sa
Lu 350.000
300.000
250.000
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Areal (Ha) 348. 337. 344. 381. 396. 428. 436. 422. 418. 450. 451. 460. 472.
b. Pengembangan areal memang semakin tidak mudah karena semakin
besarnya kebutuhan tanah untuk komoditas lain terutama tanaman
pangan dan juga oleh sektor lain (industri, perumahan dan fasilitas
umum). Maka peluang yang lebih memungkinkan adalah dengan
149
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Penyelesaian :
a. Dari tinjauan operasional mekanisasi, semakin luas dan memanjang
petak kebun maka akan diikuti meningkatnya efisiensi alsintan. Berikut
simulasi perhitungan efisiensi pada berbagai ukuran luas petak kebun.
150
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Tabel 10.2. Perhitungan efisiensi traktor pada berbagai ukuran luas petak kebun.
Uraian Satuan Efisiensi Operasional
Ukuran Luas Kebun :
- Luas Ha 10 5 2,5 1 0,5
- Panjang m 500 250 250 125 100
- Lebar m 200 200 100 80 50
- PKP m 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35
Lossis Waktu untuk :
- Putar % 4% 7% 5% 5% 3%
- Perbaikan/stel alat % 4% 7% 9% 13% 12%
- Perawatan lain-lain % 2% 3% 5% 6% 6%
- Perbaikan kerusakan kecil % 2% 3% 5% 6% 6%
- Istirahat di kebun % 4% 7% 9% 13% 12%
- Mobilisasi pindah kebun % 4% 7% 19% 31% 50%
20% 33% 52% 74% 90%
Efisiensi = 100% - Losses % 80% 67% 48% 26% 10%
b. Dari sisi sosial, memungkinkan melakukan penanaman dan
penebangan dan perawatan keprasan selanjutnya secara serempak
tepat waktu dengan standar kualitas dan standar biaya garap dan
ongkos tebang muat dan angkut yang lebih kurang sama. Hal ini jika
dibandingkan dengan sistem TSAS (tebang sendiri angkut sendiri) yang
sangat variatif tentunya akan sangat membantu menciptakan suasana
kondusif di kalangan petani.
6. Pada kondisi tertentu, terjadi kenaikan harga gula yang tentunya sangat
menggembirakan buat petani yang masih mempunyai sisa tebu yang bisa
digiling. Jika kemudian semua tebu giling sudah habis tertebang dan
masih tersisa bibitan umur ± 7 bulan juga direncanakan untuk digiling
dengan catatan berapapun rendemen yang dihasilkan tidak masalah,
maka bagaimana dampak terhadap sistem budidaya tebu ke depan
secara keseluruhan?
Penyelesaian :
Memang secara jangka pendek merupakan peluang untuk menambah
keuntungan. Akan tetapi, secara jangka panjang akan menimbulkan
banyak kesulitan, diantaranya :
a. Lahan yang sudah diolah untuk ditanami terlambat masa tanamnya
atau bahkan tidak mencapai sasaran luas tanam karena kekurangan
bibit. Padahal 1 ha bibit yang digiling sejatinya dapat ditangkarkan lebih
banyak misalnya 1 : 7 atau lebih.
b. Jika terpaksa harus dipenuhi luasannya, ada kemungkinan akan
dipenuhi dengan bibit seadanya dengan kualitas dan tingkat kemurnian
yang tidak jelas akan beresiko pada produktivitas tahun berikutnya.
151
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Apalagi jika bibit tersebut didatangkan dari tempat yang jauh dengan
ongkos lebih mahal sudah barang tentu akan membebani HPP.
Jadi, kesimpulannya seyogyanya tetap konsisten terhadap
perencanaan yang telah disusun agar dapat dihindari resiko kerugian
yang lebih besar di belakang.
Penyelesaian :
a. Sarana tersebut sebenarnya sudah ada lembaga yang mengakomodasi
kepentingan berbagai pihak yang terkait yaitu Forum Temu Kemitraan
baik di tingkat Pabrik Gula maupun yang ada di tingkat wilayah distrik,
hanya saja perlu dioptimalkan dan diberdayakan serta disesuaikan
dengan kondisi spesifik masing-masing tipologi petani di wilayah
kerjanya.
b. Ke depan, forum ini akan semakin dirasakan manfaatnya sebagai forum
peningkatan produktivitas dan menjalin kerjasama yang lebih baik
dalam rangka mengeliminir biaya-biaya yang semestinya tidak perlu
atau hal-hal yang bisa dikerjasamakan secara sinergis.
8. Suatu kebun Tebu Rakyat ditanami tebu selama 4 tahun berturut-turut
dengan pola 1 kali tanaman baru dan 3 kali kepras (PC – RC I – RC II –
RC III) . Data-selengkapnya tertera pada tabel di bawah ini. Berapa HPP
dan SHU pada tahun giling ke-1 s.d. tahun giling ke-4? Kemudian dengan
memperhatikan trend HPP dikaitkan dengan trend protas gula selama
kurun waktu 4 tahun tersebut , langkah apa yang dapat disarankan?
Penyelesaian :
a. Harga satuan masing-masing komponen/item sebagaimana tertera
pada tabel di bawah ini. Untuk menambah pemahaman pembaca
berikut diberikan contoh cara menghitung gula MPTR untuk masing-
masing kategori sebagai berikut :
- PC : Rendemen = 8,50% gula MPTR = 0,75 R – 0,64 = 0,75 x 8,5
– 0,64 = 5,74 kg gula/ku tebu.
- RC I : Rendemen = 9,35% gula MPTR = 0,75 R – 0,64 = 0,75 x
9,35 – 0,64 = 6,37 kg gula/ku tebu.
- RC II : Rendemen = 9,82% gula MPTR = 0,75 R – 0,64 = 0,75 x
9,82 – 0,64 = 6,72 kg gula/ku tebu.
152
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
153
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
Tabel 10.3. Analisa usaha tani kebun Tebu Rakyat yang ditanami tebu selama 4 tahun
berturut-turut dengan pola 1 kali tanaman baru dan 3 kali kepras (PC – RC I
– RC II – RC III).
H a rg a (R p/H a )
R p /H a % R p /H a % R p /H a % R p /H a %
B ia y a G a r a p :
154
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
155
Panduan Aplikasi Budidaya Tebu
DAFTAR PUSTAKA
156