Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Analytic Hierarchy Process


(AHP)

Disusun Oleh :

Pandan Rasna 1610817120006


Sugiantoro 1610817310008
Ahmad Ramadhaniel Ihsan 1610817210002
Winarto Chandra 1610817310009
Muqaddas Iskandar 1610817310006

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INFORMASI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2019
Kata Pengantar

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan
pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman kelompok yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya dan tenaganya sehingga
makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan teman


teman mahasiswa semuanya. Namun terlepas dari itu, kami memahami
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Banjarmasin, 29 April 2019

Penyusun

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan setiap manusia, kerap kali ketika mengambil sebuah keputusan tidak
pernah lepas setiap detiknya dari membuat keputusan yang sederhana hingga keputusan yang
rumit. Kehidupan manusia selalu didominasi dengan keadaan di mana manusia harus memilih satu
di antara beberapa pilihan yang ada. Keputusan yang nantinya akan diambil merupakan keputusan
yang mutlak dan paling efisien serta efektifnya menurut pandangannya.
Pada umumnya, suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk memecahkan permasalahan
atau persoalan (problem solving), setiap keputusan yang dibuat pasti ada tujuan yang akan dicapai.
Sehingga, secara otomatis maka dalam setiap keputusan akan menimbulkan dampak-dampak yang
berbeda baik itu secara ruang lingkupnya yang sempit atau luas.
Ketika membuat keputusan yang sederhana, seperti memilih tempat makan, maka manusia
dengan mudah menentukan pilihannya. Namun, ketika keputusan yang diambil bersifat kompleks
dengan risiko yang besar seperti perumusan kebijakan peraturan, maka pengambil keputusan
sering memerlukan alat bantu sebagai penunjang keputusan dalam bentuk analisis yang bersifat
ilmiah, logis, dan terstruktur/konsisten. Salah satu alat analisis tersebut adalah berupa decision
making model (model pembuat keputusan) yang memungkinkan dapat membantu dalam membuat
keputusan untuk masalah yang bersifat kompleks. Oleh karena itu, maka diperlukan lah Sistem
Penunjang Keputusan atau Decision Support System (DSS) yang merupakan bagian dari sistem
informasi yang biasa digunakan oleh pengambil keputsan dalam mengambil keputusan.
Decision Support System diciptakan oleh G. Antony Gorry dan Michael. S. Scott Morton
pada tahun 1960-an. Akan tetapi, istilah Sistem Penunjang Keputusan (SPK) itu baru ada pada
tahun 1971. Mereka menciptakan system Penunjang keputusan dengan tujuan untuk menciptakan
aplikasi komputer, dimana aplikasi tersebut merupakan suatu system berbasis komputer yang
nantinya dapat membantu pengambil keputusan dalam mengambil keputusan dalam memecahkan
masalah yang tidak terstruktur dengan memanfaatkan data dan model tertentu.
Decision Support System atau System Penunjang Keputusan adalah sistem komputer
interaktif yang dapat membantu pengambil keputusan dalam memecahkan masalah yang tidak

3
terstruktur menggunakan data dan model tertentu. Dalam mengambil keputusan tersebut
pengambil keputusan melakukan berbagai cara diantaranya yaitu: menggunakan kombinasi dari
model, teknik analisis, dan pengambilan informasi dari permasalahannya. (Efrain Turban, 2005).
SPK atau DSS dirancang untuk membantu seluruh proses pengambilan keputusan mulai
dari proses pengidentifikasian masalah, pemilihan data yang relevan, penentuan model pendekatan
yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan, sampai pada proses evaluasi pemilihan
alternatif. Dalam perkembangannya, terdapat macam-macam metode dalam Sistem Penunjang
Keputusan, seperti Metode Sistem Pakar, Metode Regresi Linier, Metode AHP, Metode SAW, dan
lain-lain. Pada kesempatan kali ini, penulis hanya membuat tulisan mengenai Metode AHP.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pada Sistem
Penunjang Keputusan?
2. Bagaimana cara untuk mengimplementasikan metode Analytical Hierarchy Process (AHP)
pada Sistem Penunjang Keputusan?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan ini adalah memberikan informasi mengenai teori metode
Analytical Hierarchy Process (AHP) pada Sistem Penunjang Keputusan.
Berikut ini adalah manfaat yang dapat diperoleh adalah dapat memperkenalkan kepada
mahasiswa mengenai teori metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pada Sistem Penunjang
Keputusan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Penunjang Keputusan


Sistem Penunjang Keputusan atau Decision Support System (DSS) merupakan bagian dari
sistem informasi yang biasa digunakan oleh pengambil keputsan dalam mengambil keputusan.
Decision Support System diciptakan oleh G. Antony Gorry dan Michael. S. Scott Morton pada
tahun 1960-an. Akan tetapi, istilah Sistem Penunjang Keputusan (SPK) itu baru ada pada tahun
1971. Mereka menciptakan system Penunjang keputusan dengan tujuan untuk menciptakan
aplikasi komputer, dimana aplikasi tersebut merupakan suatu system berbasis komputer yang
nantinya dapat membantu pengambil keputusan dalam mengambil keputusan dalam memecahkan
masalah yang tidak terstruktur dengan memanfaatkan data dan model tertentu.
Decision Support System atau System Penunjang Keputusan adalah sistem komputer
interaktif yang dapat membantu pengambil keputusan dalam memecahkan masalah yang tidak
terstruktur menggunakan data dan model tertentu. Dalam mengambil keputusan tersebut
pengambil keputusan melakukan berbagai cara diantaranya yaitu: menggunakan kombinasi dari
model, teknik analisis, dan pengambilan informasi dari permasalahannya. (Efrain Turban, 2005).
SPK atau DSS dirancang untuk membantu seluruh proses pengambilan keputusan mulai
dari proses pengidentifikasian masalah, pemilihan data yang relevan, penentuan model pendekatan
yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan, sampai pada proses evaluasi pemilihan
alternatif.

2.2 Analytical Hierarchy Process (AHP)


2.2.1 Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)
Analitycal Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode khusus dari Multi Criteria
Decision Makung (MCDM) yang diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty pada awal tahun 1970-an.
Proses berfikir metode ini adalah membentuk score secara numeric untuk menyusun cara
alternative setiap pengambilan keputusan dimana keputusan tersebut dicocokkan dengan criteria
pembuat keputusan (Fariz, 2010). AHP sangat berguna sebagai alat dalam analisis pengambilan

5
keputusan dan telah banyak digunakan dengan baik dalam berbagai bidang seperti peramalan,
pemilihan karyawan, pemilihan konsep produk, dan lain-lain.
Analitycal Hierarchy Process (AHP) merupakan metode untuk memecahkan suatu situasi
yang komplek tidak terstruktur kedalam beberapa komponen dalam susunan yang hirarki, dengan
memberi nilai subjektif tentang pentingnya setiap variabel secara relatif, dan menetapkan variabel
mana yang memiliki prioritas paling tinggi guna mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Proses
pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif yang terbaik. Seperti
melakukan penstrukturan persoalan, penentuan alternatif-alternatif, penenetapan nilai
kemungkinan untuk variabel aleatori, penetap nilai, persyaratan preferensi terhadap waktu, dan
spesifikasi atas resiko. Betapapun melebarnya alternatif yang dapat ditetapkan maupun
terperincinya penjajagan nilai kemungkinan, keterbatasan yang tetap melingkupi adalah dasar
pembandingan berbentuk suatu kriteria yang tunggal.
Peralatan utama Analitycal Hierarchy Process (AHP) adalah memiliki sebuah hirarki
fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu masalah kompleks dan
tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok-kelompoknya dan diatur menjadi suatu bentuk
hirarki.

2.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Analitycal Hierarchy Process (AHP)


Kelebihan AHP dibandingkan dengan lainnya adalah :
 Struktur yang berhirarki, sebagai konsekwensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada
subkriteria yang paling dalam
 Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkosistensi berbagai kriteria dan
alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan
 Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambilan
keputusan.
Selain itu, AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi obyektif dan
multi-kriteria yang berdasarkan pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki.
Jadi, model ini merupakan suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif.
Berikut kekurangan dari metode AHP, yaitu:
 Metode AHP memiliki ketergantungan pada input utamanya

6
Input utama yang dimaksud adalah berupa persepsi atau penafsiran seorang ahli sehingga dalam
hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli
tersebut memberikan penilaian yang salah.
 Metode AHP ini hanya metode matematis
Tanpa ada pengujian secara statistik berdasarkan data historis permasalahan yang telah terjadi
sebelumnya, sehingga tidak ada batas kepercayaan dan informasi pendukung yang kuat dari
kebenaran model yang terbentuk.

2.2.3 Landasan Aksiomatik


AHP memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan
ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturalnya. Analytic Hierarchy Process
(AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari:
1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan
berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali
lebih penting dari pada B maka B adalah 1/ k kali lebih penting dari A.
2. Homogenity, yang mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan.
Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa,
akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.
3. Dependence, yang berarti setiap jenjang (level) mempunyai kaitan (complete
hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete
hierarchy).
4. Expectation, yang artinya menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan
preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif
maupun yang bersifat kualitatif. Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode
Analytic Hierarchy Process (AHP).

2.2.4 Prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process (AHP)


Beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain Dalam menyelesaikan persoalan
dengan Metode AHP yaitu:
a. Decomposition

7
Dalam menyusun hirarki harus menentukan tujuan melalui kriteriakriteria yang
dipakai untuk menilai alternatif-alternatif yang ada. Setiap kriteria terkadang
memiliki subkriteria dibawahnya yang memiliki nilai intensitas masing-
masing.

b. Comparative Judgment
Comparative Judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan
relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan
di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh
terhadap urutan prioritas dari elemen-elemennya. Hasil dari penilaian ini lebih
mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison, yaitu matriks
perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk
tiap kriteria. Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan
berpasangan. Menurut Saaty (1988), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai
9 adalah skala yang dipakai dalam penilaiannya.
c. Synthesis of Priority
Menentukan prioritas setiap kriteria digunakan sebagai bobot dari criteria
tersebut dalam pengambilan keputusan. Metode Analytical Hierarchy Process
(AHP) melakukan analisis prioritas setiap kriteria dengan metode perbandingan
berpasangan antara dua elemen sehingga semua elemen yang ada akan tercakup
dalam perbandingan.
d. Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua makna. Yang pertama yaitu objek-objek yang serupa
bisa dikelompokkan sesuai dengan jenisnya. Yang kedua yaitu menyangkut

8
tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu. (Kosasi,
Sandy. 2002).

2.2.5 Tahapan-Tahapan AHP


Menurut Kadarsyah Suryadi dan Ali Ramdhani, 1998. Metode Analytical Hierarchy
Process dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Dalam tahap ini
terlebih dahulu menentukan masalah yang akan dipecahkan secara jelas, detail dan
mudah dipahami. Dari masalah yang ada kemudian tentukan solusi yang mungkin
cocok bagi masalah tersebut. Solusi dari masalah mungkin berjumlah lebih dari
satu. Solusi tersebut nantinya dikembangkan lebih lanjut dalam tahap berikutnya.
2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama. Setelah menyusun
tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hirarki yang berada
dibawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk menilai alternatif yang
diberikan dan menentukan alternatif tersebut. Tiap criteria mempunyai intensitas
yang berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika mungkin
diperlukan).

9
3. Membuat matrik perbandingan berpasangan (pairwaise comparison) yang
menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan
atau kriteria yang setingkat di atasnya. Dengan kata lain matrik pairwaise
comparison membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap
tingkat hirarki secara berpasangan sehingga didapat nilai tingkat kepentinga elemen
dalam bentuk pendapat kualitatif. Untuk mengkuantifikasikan pendapat kualitatif
tersebut digunakan skala penilaian sehingga akan diperoleh nilai pedapat dalam
bentuk angka (kuantitatif). Matriks yang digunakan bersifat sederhana, memiliki
kedudukan kuat untuk kerangka konsistensi, mendapatkan informasi lain yang
mungkin dibutuhkan dengan semua perbandingan yang mungkin dan mampu
menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk perubahan
pertimbangan. Pendekatan dengan matriks mencerminkan aspek ganda dalam
prioritas yaitu mendominasi dan didominasi. Perbandingan dilakukan berdasarkan
judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu
elemen dibandingkan elemen lainnya. Untuk memulai proses perbandingan
berpasangan dipilih sebuah criteria dari level paling atas hirarki misalnya K dan
kemudian dari level di bawahnya diambil elemen yang akan dibandingkan misalnya
A1, A2, A3, A4, A5, An.
4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian
seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen kriteria
yang dibandingkan. Hasil perbandingan dari masing-masing elemen berupa angka
dari 1 sampai 9 yang mengartikan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen.
Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka
hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa
membedakan intensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut diisikan pada sel
yang bersesuaian dengan elemen yang dibandingkan. Skala perbandingan
perbandingan berpasangan dan maknanya yang diperkenalkan oleh Saaty bisa
dilihat di bawah ini:

10
5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya. Jika tidak konsisten maka
pengambilan data diulangi.
6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan yang
merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen elemen pada
tingkat hirarki terendah sampai mencapai tujuan. Penghitungan dilakukan lewat
cara menjumlahkan nilai setiap kolom dari matriks, membagi setiap nilai dari
kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi
matriks, dan menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan
jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata.
8. Memeriksa konsistensi hierarki. Yang diukur dalam Metode Analytical Hierarchy
Process adalah rasio konsistensi dengan melihat index konsistensi. Konsistensi

11
yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan
yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio
konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10%.

2.2.6 Penyusunan Prioritas


Langkah pertama dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu persoalan
keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan (pairwise comparison), yaitu
elemen-elemen dibandingkan secara berpasangan terhadap suatu kriteria yang ditentukan.
Perbandingan berpasangan ini dipresentasikan dalam bentuk matriks. Skala yang digunakan untuk
mengisi matriks ini adalah 1 sampai dengan 9 (skala Saaty) dengan penjelasan pada tabel di bawah
ini:
Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan
yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki.
Perbandingan tersebut ditransformasikan dalam bentuk matriks. Contoh, terdapat n objek yang
dinotasikan dengan (A1, A2,...,An) yang akan dinilai berdasarkan pada nilai tingkat
kepentingannya antara lain Ai dan Aj dipresentasikan dalam matriks Pairwise Comparison.

12
telah keseluruhan proses perbandingan berpasangan dilakukan, maka bentuk matriks perbandingan
berpasangannya. Apabila dalam suatu subsistem operasi terdapat n elemen operasi yaitu A1, A2 ,
…,An maka hasil perbandingan dari elemen-elemen operasi tersebut akan membentuk matriks A
berukuran n × n sebagai berikut
Tabel Matriks Berpasangan
A1 A2 … An
A1 a11 a12 … a1n
A2 a21 a22 … a2n
… … … … …
An am1 am2 … am

13
Membuat matriks perbandingan berpasangan memerlukan besaran-besaran yang mampu
mencerminkan perbedaan antara faktor satu dengan faktor lainnya. Untuk menilai perbandingan
tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya digunakan skala 1 sampai 9. Pendekatan
AHP menggunakan skala Saaty mulai dari bobot 1 sampai 9, seperti terlihat pada tabel berikut ini.

Resiprokal Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas ketika dibandingkan elemen j,
maka j memiliki kebalikannya ketika dibanding elemen i. Model AHP didasarkan pada pairwise
comparison matrix, dimana elemen-elemen pada matriks tersebut merupakan judgment dari
decision maker. Seorang decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan, ataupun
memperkirakan kemungkinan dari sesuatu hal peristiwa yang dihadapi. Matriks tersebut terdapat
pada setiap level of hierarchy dari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu persoalan.
Berikut ini contoh Pairwise Comparison Matrix pada suatu level of Hierarchy, yaitu.
𝑖 𝑗 𝑘
𝑖 1 1/2 8
𝐴= 𝑗| 4 1 4|
𝑘 1/8 1/4 1
Membacanya atau membandingkannya, dari kiri ke kanan. Jika i dibandingkan dengan j,
maka j very strong importance dari pada i dengan nilai judgment sebesar 4. Dengan demikian pada
baris 1 kolom 2 diisi dengan kebalikan dari 4 yaitu 1 4 . Artinya, i dibanding j  j lebih penting
dari i jika i dibandingkan dengan k, maka i extreme importance daripada k dengan nilai judgment
sebesar 8. Jadi baris 1 kolom 3 diisi dengan 8, dan seterusnya.

2.2.7 Tabel Matriks Perbandingan Berpasangan

14
Matriks An×n merupakan matriks reciprocal yang diasumsikan terdapat n elemen yaitu
w1, w2,…,wn yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai perbnadingan secara brpasangan

antara wi dan wj yang akan dipresentasikan dalam sebuah matriks dengan i, j = 1,2,...,n,
sedangkan aij merupakan nilai matriks hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan
Ai terhadap Aj bersangkutan sehingga diperoleh matriks yang dinormalisasi. Untuk i = j, maka
nilai aij = 1 (diagonal matriks), atau apabila antara elemen operasi Ai dengan Aj memiliki tingkat
kepentingan yang sama maka aij = aji = 1. Data dari matriks perbandingan berpasangan ini
merupakan dasar untuk menyusun vektor prioritas dalam AHP. Bila vektor pembobotan elemen-
elemen operasi dinyatakan dengan W, dengan W = (w1, w2,…,wn), maka intensitas kepentingan
elemen operasi A1 terhadap A2 adalah , sehingga matriks perbandingan berpasangan
dapat dinyatakan sebagai berikut :

Tabel Matriks Perbandingan Intensitas Kepentingan Elemen Operasi

A1 A2 An

A1

A2

An

Berdasarkan matriks perbandingan berpasangan tersebut dilakukan normalisasi dengan


langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menjumlahkan nilai setiap kolom dalam matriks perbandingan berpasangan:

, untuk i, j = 1, 2,…,n.

b. Membagi nilai aij pada setiap kolom dengan jumlah nilai pada kolom:

,untuk i, j = 1, 2,…,n.

c. Menjumlahkan semua nilai setiap baris dari matriks yang telah dinormalisasi dan

15
membaginya dengan elemen tiap baris. Hasil pembagian tersebut menunjukkan
nilai prioritas untuk masing-masing elemen.

Konsistensi

Dalam penilaian perbandingan berpasangan sering terjadi ketidakkonsistenan dari


pendapat/ preferensi yang diberikan oleh pengambil keputusan. Konsistensi dari penilaian
berpasangan tersebut dievaluasi dengan menghitung Consistency Ratio (CR). Saaty
menetapkan apabila CR ≤ 0,1, maka hasil penilaian tersebut dikatakan konsisten. Formulasi
untuk menghitung adalah: . Dimana, CI = Consistency Indeks (Indeks Konsistensi)
dan RI = Random Consistency Index.

Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Misalkan A adalah sebarang matriksbujur sangkar. Skalar disebut sebagai nilai


eigen dari A jika terdapat vektor (kolom) bukan-nol v sedemikian rupa sehingga:

Sebarang vektor yang memenuhi hubungan ini disebut sebagai vektor eigen dari A
yang termasuk dalam nilai eigen .

Dicatat bahwa setiap kelipatan skalar kv dari vektor eigen v yang termasuk dalam juga
adalah vektor eigen karena:

Untuk mencapai nilai eigen dari matriks A yang berukuran n × n, maka dapat ditulis pada
persamaan berikut:

Atau secara ekuivalen:

16
Agar menjadi nilai eigen, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan ini. Akan
tetapi, persamaan di atas akan mempunyai pemecahan tak nol jika dan hanya jika:

Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan ini adalah nilai eigen
dari A. Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj adalah aij, maka
secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni . Bobot yang
dicari dinyatakan dalam vektor .
Nilai wn menyatakan bobot kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada subsistem
tersebut. Jika aij mewakili derajat kepentingan faktor i terhadap faktor j dan aik menyatakan
derajat kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten,
kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengan atau jika untuk
semua i, j, k.
Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor w, maka elemen dapat ditulis:

Jadi, matriks konsistennya adalah:

Seperti yang diuraikan di atas, maka untuk pairwise comparison matrix diuraikan menjadi:

Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa:

17
Dengan demikian untuk matriks perbandingan berpasangan yang konsisten menjadi:

Persamaan tersebut ekuivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini:

Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa w adalah eigen vektor dari matriks
A dengan nilai eigen n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri.
Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut:

Tetapi pada prakteknya tidak dapat dijamin bahwa:

Salah satu penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker) tidak selalu dapat
konsisten mutlak dalam mengekspresikan preferensi terhadap elemen-elemen yang
dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa penilaian yang diberikan untuk setiap elemen
persoalan pada suatu level hirarki dapat saja tidak konsisten (inconsistent).

18
DAFTAR PUSTAKA

 https://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-2-00518-
TI%20bab%202.pdf

 https://idtesis.com/pembahasan-lengkap-teori-analytical-hierarchy-process-ahp-
menurut-para-ahli-dan-contoh-tesis-analytical-hierarchy-process-ahp/

 https://www.academia.edu/17241310/Sistem_Pendukung_Keputusan_Analytic_
Hierarchy_Process_AHP_dan_Penerapannya_Dalam_Studi_Kasus

 http://eprints.dinus.ac.id/18816/10/bab2_17842.pdf

 http://e-journal.uajy.ac.id/4344/3/2MTF01632.pdf

19

Anda mungkin juga menyukai