Bab 9 Kdkni
Bab 9 Kdkni
Makna Globalisasi
Bukan rahasia lagi kalau saat ini dunia sedang mengalami perkembangan
yang sangat pesat dalam berbagai bidang dan aspek kehidupan masyarakat dan
negara. Batas-batas teritorial antarnegara yang sebelumnya menjadi salah satu
kendala yang dihadapi dalam konteks hubungan antarbangsa dan negara, kini
hal itu tidak menjadi kendala yang berarti. Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam eskalasi yang tinggi terutama teknologi informasi,
komunikasi, dan transportasi telah menyebabkan batas-batas atau sekat-sekat
geografis antarnegara dan bangsa seolah tak nampak lagi. Pantas, kalau banyak
1
pihak mengatakan bahwa kecenderungan kehidupan bangsa dan negara saat ini
mengarah kepada terbentuknya suatu masyarakat global (global village).
Marshall McLuhan mengkonseptualisasikan “global village” yang
dimaknai sebagai sebuah proses homogenisasi jagat sebagai akibat dari
kesuksesan system komunikasi secara keseluruhan. Saat ini, betapa mudahnya
orang melakukan komunikasi jarak jauh, tidak hanya antarkota melainkan
antarnegara yang lokasinya sangat berjauhan. Bahkan, saat ini tidak jarang
para petinggi negara mengadakan pertemuan dengan staf pembantunya
(misalnya menteri) melalui teleconference atau konferensi jarak jauh dengan
maksud untuk memantau keadaan atau situasi dalam negeri, baik keadaan
politik maupun ekonomi, dan sebagainya. Demikian pula, komunikasi dapat
dilakukan melalui media internet yang dalam waktu yang relatif singkat, dapat
diperoleh informasi atau berita-berita aktual yang terjadi di belahan penjuru
dunia ini. Itulah gambaran kehidupan saat ini, kehidupan yang serba menglobal
dalam berbagai aspek atau dimensi kehidupan manusia. Inilah yang disebut
dengan globalisasi (globalization).
Secara etimologis, globalisasi berasal dari kata “globe” yang berarti bola
dunia, sedangkan akhiran sasi mengandung makna sebuah “proses” atau
keadaan yang sedang berjalan atau terjadi saat ini. Jadi, secara etimologis,
globalisasi mengandung pengertian sebuah proses mendunia yang tengah
terjadi saat ini menyangkut berbagai bidang dan aspek kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara-negara di dunia. Di Perancis, globalisasi dikenal dengan
istilah mondialisation. Sementara di Jerman dikenal dengan sebutan istilah
globaliserung. Secara konsep memang berbeda, namun pada dasarnya
mengandung pengertian yang tidak berbeda, yakni proses yang mendunia
dalam berbagai bidang dan aspek kehidupan negera dan bangsa di penjuru
dunia ini.
Alwi Dahlan (1996) mengetengahkan makna globalisasi yang didekati dari
dua pemaknaan, yaitu : pertama, globalisasi diartikan sebagai sebuah proses
meluas atau mendunianya kebudayaan manusia, karena difasilitasi mendia
komunikasi dan informasi yang mendukung kearah perluasan kebudayaan itu.
2
Dalam konteks ini globalisasi merupakan proses meluasnya jangkauan wilayah
budaya atau nilai budaya masyarakat yang menjadi milik seluruh bangsa dan
negara. Lebih lanjut ditegaskan, bahwa globalisasi pada intinya
mengembangkan perusahaan global yang dapat masuk ke mana-mana dan tidak
akan terhambat oleh kekuasaan negara bangsa yang akan berakhir; perusahaan
lebih kenyal dan efisien daripada negara, dan karena itu lebih lincah
mengglobal. Yang kecil lebih kenyal dan lincah dibandingkan yang besar,
karena itu organisasi yang besar akan pecah-pecah, baik dunia usaha maupun
negara.
Pemaknaan kedua, globalisasi diartikan proses menyempitnya ruang
gerak budaya manusia. Tentu saja, kata “sempit” di sini bukan berarti dunia
yang mengecil atau mengkerut, namun jarak atau batas-batas geografis
menjadi sesuatu hal yang tidak berarti, bahkan terasa dekat sekali. Ada istilah
yang saat ini dikenal yaitu electronic proximity, artinya kedekatan elektronik,
dimana jarak tak lagi menjadi hambatan berarti untuk menjalin komunikasi
antarwarga di belahan penjuru dunia ini. Dalam kaitan ini, Ronald Robertson
(1992) mengatakan bahwa globalisasi merujuk pada kenyataan dunia yang
semakin rapat dan cepat-rapat-singkat antarmanusia dari berbagai belahan
dunia.
Lodge (1993) mengetengahkan pengertian globalisasi yang lebih
menekankan kepada dimensi kedekatan antarnegara bangsa yang didorong oleh
informasi, perdagangan, dan modal, serta dipercepat dengan kemajuan
teknologi. Lebih lanjut ia menegaskan :
3
Berdasarkan pendapat Lodge di atas, globalisasi merupakan suatu proses
untuk meletakkan dunia di bawah satu unit yang sama tanpa dibatasi oleh
batas-batas geografis sebuah negara. Hal ini berimplikasi kepada keterbukaan
antarnegara untuk dimasuki berbagai informasi yang disalurkan secara
berkesinambungan melalui teknologi komunikasi dan informasi (information
technology), seperti internet atau media elektronik lainnya.
Seorang pakar komunikasi yakni Alwi Dahlan (1996) mengatakan bahwa
proses globalisasi berjalangan dengan sangat cepat, sehingga mendorong
perubahan para lembaga, pranata, dan nilai-nilai sosial budaya (social and
culture values). Dampak lebih lanjut globalisasi menyebabkan terjadinya
perubahan tingkahlaku, seperti gaya hidup (life style) dan struktur masyarakat
menuju kearah kesamaan (convergence) global yang dapat menembus batas-
batas etnik, agama, daerah, wilayah, bahkan negara.
Seorang ahli sejarah yaitu Sartono Kartodirdjo (1993) memaknai
globalisasi yang ditinjau dari sudut pandang sejarah. Beliau menegaskan bahwa
terdapat persitiwa-peristiwa dalam sejarah dunia yang meninggalkan proses
globalisasi antara lain :
Ekspansi eropa dengan navigasi dan perdagangan;
Revolusi industri yang mendorong percarian pasaran hasil industri;
Pertumbuhan kolonialisme dan imperialisme;
Pertumbuhan kapitalisme;
Pada masa pasca Perang Dunia II meningkatlah telekomunikasi dan
transportasi mesin jet.
4
Dalam konteks terjadinya globalisasi yang menyangkut berbagai bidang
dan aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, penting disimak
pendapat Arjun Appadurai (1991) dalam bukunya Global Culture yang
mengatakan bahwa proses globalisasi budaya dapat dilihat dalam lima dimensi,
yaitu (1) ethnoscape, yakni mengalirnya para imigran dan para turis ke
berbagai negara; (2) technoscape, yakni terciptanya mesin-mesin dan pabrik
yang dibuat di berbagai negara; (3) finanscape, yakni mengalirnya arus
pertukaran uang dan saham di pasar bebas; (4) mediascape, yakni melimpahnya
arus informasi yang datang lewat media ke berbagai negara; (5) ideoscape,
yakni derasnya gerakan ideologis, terutama yang diinspirasi ide-ide pencerahan
barat seperti kebebasan, hak-hak asasi manusia, demokrasi, dan
kesejahteraan.
Mencermati pandangan Appadurai tersebut, Dedy Djamaluddin Malik
menegaskan bahwa kelima dimensi dalam globalisasi budaya itu, daya
infiltrasinya semakin tajam seiring dengan keberagaman dan kecanggihan
teknologi media. Karena itu, media massa sering dijadikan alat manipulasi
sehingga tercipta apa yang disebut mass mind atau jiwa massa sesuai dengan
ideologi yang ada di balik beroperasinya media tersebut.
Proses Globalisasi
5
Menurut Alwi Dahlan (1996) bahwa teknologi komunikasi merupakan
pendorong utama (push factor) globalisasi, yang dapat menghasilkan berbagai
produk baru yang dapat mempermudah, mempercepat, dan mempermurah
hubungan antarmanusia (human relation). Kemajuan teknologi komunikasi
tersebut terdapat dalam segala tahap komunikasi; -semenjak pengiriman pesan
(sending the message) (misalnya via pemancar, pesawat telepon, ponsel, dsb),
penyaluran dan penyampaian/distribusi (misalnya teknologi satelit, seluler,
laser, serat optic, dsb), serta penyajian atau penampilan pesan komunikasi
(LCD player, HDTV, TV Plasma, telepon-fax yang sekaligus berfungsi sebagai
foto copy-scanner-printer).
6
Manusia merupakan pengguna (user) teknologi yang diciptakan untuk
memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia. Teknologi kendali memberi
kemampuan kepada pemakai atau user untuk mengatur atau mengendalikan
berbagai peralatan seperti peralatan/piranti keras (hardware) dan
peralatan/piranti lunak (software) atau alat komunikasi dan informasi dari
jarak jauh; memungkinkan orang mengendalikan peralatan dari jarak jauh,
mengolah informasi dari tempat lain. Sebagai contoh peluncuran peluru kendali
dilakukan dari tempat yang jauh dan mungkin dirahasiakan ke publik, dengan
menerapkan teknologi kendali, dimana pengoperasian peralatan tersebut
dilakukan dari jarak jauh.
7
hubungan perdagangan tersebut, maka semakin besar pula terjadinya
pertikaran nilai-nilai kebudayaan yang terjadi antara negara tersebut.
e. Jalur Pendidikan
Dalam konteks globalisasi, pendidikan berperan strategis untuk
meningkatkan daya saing bangsa dalam percaturan internasional. Porter
menyatakan bahwa pada dasarnya setiap negara memiliki dua jenis keunggulan
yakni keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Keunggulan
komparatif (comparative advantages) berkenaan dengan ketersediaan sumber
daya alam (natural resource) dalam suatu negara. Sedangkan keunggulan
kompetitif (competitive advantages) berkaitan dengan ketersediaan sumber
daya manusia (human resource) yang handal dan berkualitas. Dewasa ini,
seiring dengan iklim kompetisi antarbangsa yang sangat ketat sebagai ciri dari
globalisasi, keunggulan kompetitif memberikan pengaruh yang sangat besar
dalam mendorong dan meningkatkan daya saing bangsa.
Dengan pendidikan yang dilaksanakan dengan baik, akan menghasilkan
sumber daya manusia yang handal dan dinamis, yang menjadi syarat mutlak
dalam meningkatkan daya saing bangsa. Harold G. Shane, mengatakan bahwa
pendidikan sangat penting untuk menata masa depan suatu bangsa, karena
lewat pendidikanlah akan dapat memecahkan berbagai masalah sosial yang
muncul dalam kehidupan masayarakat dan negara. Selanjutnya Harold G.
Shane, mengemukakan empat potensi signifikansi pendidikan terhadap dunia
masa depan yaitu :
Pendidikan adalah cara yang mapan untuk memperkenalkan siswa
pada keputusan sosial yang timbul.
Pendidikan merupakan wahana untuk menanggulangi masalah-
masalah sosial yang timbul.
Pendidikan telah memperlihatkan kemampuan yang meningkat
untuk menerima dan mengimplementasikan alternatif-alternatif baru.
Pendidikan merupakan cara terbaik yang dapat ditempuh
masyarakat untuk membimbing perkembangan manusia sehingga
8
berkembang dan terdorong untuk memberikan kontribusi pada
kebudayaan hari esok.
9
bangsa-bangsa pada umumnya. Saat ini, dalam konteks internasional sudah
banyak organisasi internasional yang berdiri untuk lebih mengefektifkan tingkat
partisipasi warga masyarakat dan warga negara.
Demikian telah dijelaskan jalur-jalur sebagai sarana proses terjadinya
globalisasi. Dalam kenyataan yang terjadi, sangat dimungkinkan berbagai jalur
tersebut berlangsung secara bersamaan (simultan), hal mana ditentukan
diantaranya oleh faktor lingkup globalisasi yang terjadi, pihak-pihak yang
terlibat dalam globalisasi, serta faktor-faktor lain yang juga memberikan
pengaruh terhadap proses globalisasi.
Setelah membahas tentang arti atau makna globalisasi serta proses
globalisasi yang terjadi, maka permasalahan berikutnya yang hendak dikaji
adalah bagaimana dampak globalisasi terhadap bidang-bidang kehidupan
manusia, seperti bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan lainnya. Persoalan
ini menarik untuk dikaji, mengingat dalam kehidupan nyata sehari-hari, kita
semua dihadapkan kepada berbagai hal yang erat kaitannya dengan dampak-
dampak yang timbul akibat globalisasi.
Dampak Globalisasi
10
kepentingan negara lain. Sementara itu, Laissez-faire cosmopolitanism,
menginginkan pemerintah harus minggir dari arena ekonomi nasional maupun
internasional. Sedangkan possitive economic nationalism, menghendaki agar
setiap negara memikul tanggungjawab untuk meningkatkan secara optimal
kemampuan anggota masyarakatnya sehingga mencapai kehidupan yang
produktif, tetapi pada saat bersamaan, kerjasama dengan negara-negara lain
harus lebih ditingkatkan untuk menjamin agar peningkatan itu tidak merugikan
bangsa-bangsa lainnya.
Sebagai bangsa Indonesia, idealnya dapat memilih posisi yang ketiga
yakni positive-economic nationalism, dimana setiap warga masyarakat harus
meningkatkan kemampuannya secara produktif agar dapat bersaing dalam era
globalisasi itu. Juga, pemerintah harus lebih meningkatkan kerjasama dengan
negara-negara lain yang saling menguntungkan satu sama lainnya. Hal ini
sejalan dengan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 yaitu “….dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.” Dengan melakukan hal
demikian, maka daya saing bangsa dalam merespon arus globalisasi yang sangat
deras benar-benar dapat direalisasikan, sehingga dalam kancah internasional
posisi tawar (bargaining position) Indonesia diperhitungkan keberadaannya oleh
negara-negara lainnya. Sementara itu, posisi yang kedua, sangat tidak mungkin
untuk dilakukan mengingat sebagai sebuah negara dari negara-negara di dunia,
tidak dapat menghindarkan diri dalam pergaulan internasional. Bagaimanapun
juga, globalisasi merupakan sesuatu yang tak dapat dihindarkan, sebab ia
merupakan proses yang berjalan secara mengglobal. Yang harus dilakukan
adalah menghadapinya dengan mempersiapkan diri baik pengetahuan, maupun
keterampilan sebagai warga negara sehingga tidak terkena dampak negatif dari
globalisasi tersebut. Dampak globalisasi secara garis besar dapat meliputi
bidang ekonomi, politik, sosial, maupun budaya, serta bidang-bidang lainnya.
11
Isu-isu global dewasa ini bukan omong kosong belaka, melainkan benar-
benar telah ada terjadi, dan bahkan kita,-sadar maupun tidak-, telah
mengalami atau merasakannya sendiri. Sebagai warga negara yang baik dan
cerdas, tentu merupakan suatu keharusan, untuk mengetahui dan memahami
isu-isu tersebut terutama dalam rangka mengantisipasi timbulnya dampak atau
pengaruh yang ditimbulkan isu-isu global tersebut dalam berbagai dimensi
kehidupan masyarakat.
Menurut Korten (1993:363) adanya kecenderungan global yang meliputi
masalah-masalah : ekologi, luasnya kemiskinan, tindak kekerasan komunal,
obat terlarang, pertumbuhan penduduk, pengungsi, perdagangan dan hutang.
Ditegaskan Korten, bahwa masalah-masalah tersebut merupakan masalah kritis
yang dihadapi dalam kehidupan global dewasa ini.
Carlos Diaz, Massialas, dan Xanthopoulus (1999) mengidentifikasi hal-hal
yang menjadi isu-isu global yakni meliputi hak asasi manusia, pertumbuhan
penduduk, pengungsi, lingkungan hidup, sumber energi, kesehatan dan nutrisi,
ekonomi global dan keamanan global.
Berdasarkan pandangan ahli di atas, betapa luasnya cakupan isu-isu
global tersebut. Sehingga dalam penanganannya membutuhkan upaya yang
optimal dari berbagai bangsa di seluruh belahan dunia ini. Penanganan yang
parsial terhadap isu-isu global tersebut dipandang tidak efektif dalam
memecahkan problem sosial yang timbul akibat isu-isu global tersebut.
Dalam konteks pendidikan kewarganegaraan, John Cogan mengemukakan
adanya kecenderungan global yang terkait erat dengan pendidikan
kewarganegaraan. Kecenderungan-kecenderungan tersebut adalah
Kesenjangan ekonomi diantara negara dan antara orang di dalam
negara secara signifikan akan semakin lebar.
Secara dramatis, teknologi informasi akan mengurangi masalah
privasi atau hak-hak individu.
Ketidakmerataan antara yang punya akses kepada teknologi
informasi dan yang tidak memiliki akses akan semakin meningkat.
Konflik kepentingan antara negara maju dan negara berkembang
akan meningkatkan kerusakan lingkungan.
Penggundulan hutan secara dramatis akan mempengaruhi
keragaman dalam kehidupan, udara, tanah, dan air.
12
Dalam negara-negara berkembang pertumbuhan penduduk akan
mengakibatkan peningkatan yang dramatis dalam persentase penduduk,
khususnya anak-anak yang hidup dalam kemiskinan.
Seorang peramal masa depan (futurolog) yaitu John Naisbitt dalam bukunya
yang terkenal “Megatrends” meramalkan bahwa AS dan negara-negara industri
lainnya akan dilanda oleh sepuluh macam perubahan. Dan tentu saja, akibat-
akibat dari perubahan tersebut dipastikan tidak dapat dihindari oleh Indonesia,
karena sebagai negara berkembang interaksi dengan negara-negara maju dalam
era globalisasi ini berjalan sangat dekat dan intensif. Perubahan-perubahan
yang dimaksudkan Naisbitt meliputi :
1. dari masyarakat industri ke masyarakat informasi.
2. dari teknologi yang lebih mengandalkan kekuatan tenaga ke
teknologi canggih/sentuhan canggih (high tech atau high touch).
3. dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia
4. dari jangka pendek (short term) ke jangka panjang (long term).
5. dari sentralisasi ke desentralisasi
6. dari bantuan lembaga (institutional help) ke bantuan diri (selh
help)
7. dari demokrasi perwakilan (representative democracy) ke
demokrasi partisipatori (participatory democracy)
8. dari hirarkhi ke jaringan kerja (network)
9. dari utara ke selatan
10. dari memilih satu diantara dua pilihan ke macam-macam pilihan
(multiple options).
Futurolog lainnya yaitu Alvin Toffler (1972) dalam bukunya yang terkenal
“future schock” bahkan lebih dulu telah meramalkan akan terjadinya
perubahan-perubahan besar dalam kehidupan masyarakat dunia umumnya dan
masyarakat industri pada khususnya. Disusul kemudian dengan buku berikutnya
yang berjudul the third wave pada tahun 1980, menggambarkan perubahan
dunia yang meliputi tiga gelombang yaitu gelombang pertama (the first wave)
atau dikenal dengan “revolusi hijau” dimulai sekitar 8.000 tahun SM.
Selanjutnya gelombang kedua (the second wave) ditandai dengan revolusi
industri pada abab XVII yang membawa perubahan besar disbanding periode
kehidupan sebelumnya. Kemudian pada abad XX sebagai gelombang ketiga (the
13
third wave) ditandai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Gelombang ini dikenal dengan “revolusi informasi”.
Mungkin terinspirasi oleh respon public yang sangat tinggi dengan
bukunya yang pertama “Megatrends”, akhirnya pada tahun 1990 Naisbitt
kembali meramalkan bakal terjadinya perubahan-perubahan yang meliputi
sepuluh jenis perubahan yaitu :
kesuburan ekonomi dunia pada tahun 1990-an
kebangkitan dalam kesenian
bangkitnya sosialisme pasar bebas
gaya hidup global dan nasionalisme budaya
privatisasi negara kesejahteraan
pasangnya wilayah pasifik
dasawarsa kepemimpinan wanita
abad biologi
kebangkitan agama pada millennium baru
kemenangan individu.
14
Dalam memecahkan masalah isu global itu, mensyaratkan adanya
kerjasama yang bersifat integratif diantara berbagai elemen masyarakat
serta bangsa. Dengan kata lain, tidak semata-mata menggantungkan
kepada upaya-upaya pemecahan yang dilakukan oleh pihak pemerintah.
Siapakah yang disebut warga negara (global citizen) itu, dan bagaimana
karakteristiknya? Ini pertanyaan penting yang berkait dengan suasana
globalisasi yang saat ini sangat terasa dalam kehidupan kita. Untuk menjawab
pertanyaan itu, patut disimak pendapat yang dikemukakan Korten (1993),
bahwa warga negara global adalah warga negara yang bertanggungjawab untuk
memenuhi persyaratan institusional dan kultural demi kebaikan yang lebih
besar bagi masyarakat. Sifat khas seorang warga negara yang
bertanggungjawab terlihat dari komitmennya terhadap nilai-nilai integratif dan
terhadap penerapan aktif kesadaran kritisnya : kemampuan untuk berpikir
mandiri, kritis dan konstruktif, kemampuan untuk melihat masalah dalam
konteks jangka panjang, dan untuk membuat penilaian berdasarkan suatu
komitmen kepada kepentingan masyarakat jangka panjang.
Menurut Korten, dalam melaksanakan warga negara tersebut terdapat
sarana yang dipergunakan warga negara untuk menetapkan identitas dan
pengakuan sah atau usaha bersama mereka. Sarana tersebut adalah organisasi
15
sukarela yang menyediakan sistem dukungan organisasi dan sarana untuk
menggerakkan sumberdayanya unutk upaya-upaya yang menuntut lebih dari
tindakan individual.
Istilah warga negara global yang dikemukakan Korten, merupakan istilah
yang menunjuk kepada tingkatan kewarganegaraan. Warga negara global
merupakan tingkatan lebih lanjut dari tingkatan warga negara komunal, dan
warga negara nasional.
John Cogan memberikan beberapa karakteristik warga negara yang
dikaitkan dengan kecedeungan global yang terjadi saat ini. Karakteristik
tersebut meliputi :
Mendekati masalah dari sudut pandang masyarakat global.
Bekerja bersama dengan orang lain.
Bertanggung jawab terhadap peran dan tanggung jawab
masyarakat.
Berpikir secara kritis dan sistematis.
Menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasan.
Mengadopsi cara hidup yang melindungi lingkungan.
Menghormati dan mempertahankan hak asasi.
Berpartisipasi dalam masalah publik pada semua tingkat
pembelajaran civics; dan memanfaatkan teknologi berbasis informasi.
16
percaya (trust), dan rasa hormat (respect) dari orang lain. Kemudian
kepedulian (caring) yakni peka dan tanggap terhadap kebutuhan dan keadaan
orang lain, memberi yang terbaik tanpa pamrih, berbagi pengetahuan dan
informasi dalam rangka memperkaya wawasan dan mentalitas (abundant
mentality).
Berdasarkan pengertian warga negara global sebagaimana diketengahkan
Korten di atas, kiranya dapat ditegaskan bahwa warga negara global adalah
warga negara dimana sikap, komitmen, dan tanggung jawabnya mampu
melintasi batas-batas budaya setempat baik lokal maupun nasional kepada
budaya masyarakat global. Singkatnya, warga negara global merupakan waga
negara lintas negara, warga negara lintas kebudayaan antarnegara, atau warga
negara lintas kepentingan secara lebih luas diluar kepentingan individu dan
kepentingan institusional bahkan kepentingan nasional.
Mengapa warga negara global tersebut ada? Hal ini tidak lepas dari
kenyataan adanya ketergantungan global (global interdependent) antarnegara-
bangsa dalam menjalin hubungan dengan berbagai bangsa-bangsa lain di
penjuru dunia ini. Korten memandang bahwa saling ketergantungan akan
menciptakan suatu situasi dimana negara-negara dan penduduk mempunyai
kepentingan yang sah dalam urusan masing-masing dan mempunyai hak untuk
ikut mempengaruhi urusan-urusan yang melampaui apa yang bisa direstui oleh
konsep kedaulatan yang lebih tradisional (Korten, 1993:263). Berdasarkan
pendapat tersebut, warga negara global tidak bisa dilepaskan dengan
ketergantungan global yang di dalamnya negara-bangsa (nation-state) terlibat
dalam berbagai kepentingan mereka masing-masing. Warga negara global
menurut Korten, berperan sangat penting untuk merumuskan menerapkan
agenda untuk transformasi sosial. Di sinilah peranan jiwa kewarganegaraan
global (mind of global citizen) dalam mempertautkan dan mempersatukan
rakyat di dunia ini untuk bersama-sama melakukan transformasi sosial.
Dari uraian warga negara global sebagaimana dikemukakan Korten,
kiranya dapat dipahami bahwa gagasan warga negara global tersebut berkait
erat dengan adanya ketergantungan yang kuat antarnegara di dunia ini, dan
17
karenanya diperlukan keterlibatan warga negara dunia untuk menjalin
kerjasama dalam berbagai bidang kehidupan, tanpa memandang perbedaan
atau diskriminasi apa pun dari masing-masing bangsa tersebut.
Agar warga negara global yang terlibat dalam ketergantungan global
tersebut dapat memainkan perannya dengan baik, maka tentu saja diperlukan
sejumlah kemampuan atau kompetensi yang mendukung ke arah sikap,
tindakan, dan perbuatan yang merefleksikan ciri-ciri warga negara global
sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Dalam konteks inilah pendidikan
global (global education) sangat berperan untuk membekali warga negara
dengan kompetensi atau kemampuan yang relavan dengan kebutuhan dan
tuntutan kehidupan global tersebut.
Untuk memahami secara komprehensif tentang arti/makna pendidikan
global serta kontribusinya terhadap penyiapan kemampuan warga negara
global, maka secara sistematis akan dijelaskan berikut ini tentang makna
pendidikan global (global education).
Jan L. Tucker sebagaimana dikutip Nursid Sumaatmadja (1995:23)
pendidikan global adalah pendidikan yang diarahkan pada pengembangan
wawasan global yang mempersiapkan anak didik generasi muda menjadi
manusiawi, rasional, sebagai warga negara yang mampu berpartisipasi dalam
kehidupan dunia yang semakin menunjukkan saling ketergantungan. (Global
Education, commonly refered to as education for a global perspective, …… is
to prepare young people to be humane, rational, participating citizens in the
world that is becoming increasing interdependent).
Sementara itu, dalam pandangan Barbara Benham Tye dan Kenneth A.
Tye (1992) pendidikan global merupakan :
Global education involves (1) the study of problems and issues which
cut across national boundaries, and the interconnectedness of cultural,
environmental, economic, political, and technological systems, and (2)
the cultivation of cross-cultural understanding, which includes
development of the skill of “perspective-taking”-that is, being able to
see life someone else’s point of view. Global perspective are important
18
at every grade level, in every curricular subject area, and for all
children and adults.
19
Berdasarkan pengertian pendidikan global menurut para ahli yang
dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan global pada
dasarnya merupakan pendidikan untuk membantu siswa memahami konsep dan
isu-isu global, antara lain meliputi masalah politik, ekonomi, budaya,
lingkungan, hak asasi manusia, dan sebagainya. Dengan demikian, siswa akan
mampu menentukan sudut pandangnya (point of view) sebagai sebuah
perspektif global (global perspective) dalam kedudukannya sebagai warga
negara yang cerdas dalam menanggapi serta mengkritisi masalah-masalah
global tersebut.
Nu’man Somantri (2001:190) menegaskan pentingnya pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial yang berorientasi global, dengan menampilkan pendidikan
global (global education). Lebih lanjut beliau mengatakan, “…dinamika
masyarakat dan globalisasi sangat dirasakan terutama bahan ajar yang selama
ini terlalu menitikberatkan kepada teori-teori dan non-functional knowledge.
Isi bahan ajar seperti itu, praktis tidak dapat memperkaya atau menyesuaikan
diri dengan dinamika masyarakat dan derasnya globalisasi dalam teori maupun
gejala dan masalah-masalah kemasyarakatan yang berhubungan satu sama
lain.”
Dengan demikian, kami memandang betapa pentingnya pendidikan
global tersebut untuk menyiapkan warga negara global, yakni warga negara
yang mengetahui, memahami, serta menanggapi secara kritis berbagai masalah
atau isu global yang mengemuka dalam kehidupan saat ini. Perlu diingat,
bahwa akibat globalisasi yang terjadi dalam berbagai bidang dan aspek
kehidupan antarbangsa, dengan sendirinya menyebabkan timbulnya
ketergantungan global antarbangsa yang antara lain direfleksikan dalam bentuk
kerjasama antarbangsa. Di sinilah diperlukan warga negara yang memiliki
wawasan global sebagai syarat pokok untuk melibatkan diri dalam berbagai
bentuk partisipasi warga negara dalam kaitannya dengan meningkatnya
hubungan atau interaksi antarbangsa di seluruh belahan dunia ini.
Mengingat argumentasi itu, tidaklah berlebihan kiranya muncul berbagai
gagasan atau pemikiran untuk memperkuat ilmu pengetahuan sosial termasuk
20
di dalamnya adalah pendidikan kewarganegaraan (civic education) untuk lebih
berorientasi kepada pendidikan berwawasan global, dalam rangka
mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara dunia (global citizen) yang
memiliki komitmen dan tanggungjawab dalam kehidupan sebagai anggota
masyarakat bangsa, dan anggota masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dalam
kaitan ini, patut disimak pendapat yang dikemukakan Robert Hanvey’s (Diaz,
Massialas, Xanthopoulus, 1992) bahwa dimensi-dimensi dalam pendidikan global
mencakup antara lain :
Kesadaran perspektif, yakni kesadaran dan kemampuan
mengapresiasi pikiran-pikiran orang lain di dunia ini, dan kesediaan
menerima perbedaan pandangan yang terjadi.
Kesadaran bangsa di planet jagat raya, yakni memahami secara
mendalam tentang isu-isu global, peristiwa-peristiwa global, serta
berbagai kondisi dalam kehidupan global.
Kesadaran lintas-budaya : pemahaman umum tentang makna
karakteristik budaya-budaya di dunia ini, memahami perbedaan serta
persamaan antarkebudayaan tersebut.
Pengetahun tentang dinamika global : kesadaran global akan
adanya sistem internasional yang kompleks yang dilakukan baik oleh
negara maupun bukan negara yang dilakukan saling ketergantungan dan
saling membutuhkan antarbangsa.
Kesadaran terhadap pilihan manusia : meninjau tentang strategi
untuk melakukan tindakan atas berbagai isu lokal, nasional, dan
internasional.
DAFTAR PUSTAKA
21
Borba, Michele. 2001. Building Moral Intelligence. San Fransisco : Jossey Bass
Diaz, Carlos & Massialas, Xanthopaulus. 1999. Global Perspective for Educator.
Boston : Allyn and Bacon
Dedy Djamaludin Malik. 1993. Komunikasi dan Budaya Massa. Audientia Jurnal
Komunikasi. LP3 K Bandung dan Humas Pemda Jabar
Frederickson, Ronald H, & Rothney, John W.M. 1972. Recognizing and Assisting
Multipotential Youth. Ohio : Merryl Publishing Company
Korten, David. 1993. Getting to the Twenty First Century : Voluntary Action
and The Global Agenda. Alih bahasa : Lilian Tejasudhana. Jakarta :
Yayasan Obor Indonesia & Pustaka Sinar Harapan
Print, Murray. 1999. Civic Education for Civil Society. London : ASEAN
Academic Press
Shane, Harold G. 1984. The Educational Significance of the Future. Alih bahasa
oleh M. Ansyar. Yusuf Hadi Miarso (ed). Jakarta : Rajawali Press
Turner, Long. Bowes & Lott. 1990. Civics : Citizens in Avtion. Columbus, Ohio :
Merryl Publishing Company
22
Tye, Barbara Benham & Kennet Tye. 1992. Global Education : A Study of Social
Change. New York : SUNY Press
23