Anda di halaman 1dari 17

agi umat muslim, nama adalah doa yang berisi harapan masa depan si pemilik nama.

Para
calon orang tua yang peduli tidak hanya berusaha memilih nama yang indah bagi anaknya,
tapi juga nama yang memiliki arti yang baik dan memberikan dampak atau sugesti kebaikan
bagi anak. Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam buku Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam
menyebutkan beberapa hal penting tentang pemberian nama kepada anak.

Menurut beliau kita para orangtua hendaknya:

1. Memberikan nama segera setelah bayi dilahirkan. Lamanya berkisar antara sehari hingga
tujuh hari setelah dilahirkan. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda, “Tadi malam
telah lahir seorang anakku. Kemudian aku menamakannya dengan nama Abu Ibrahim.”
(Muslim).

Dari Ashhabus-Sunan dari Samirah, Rasulullah saw. bersabda, “Setiap anak itu digadaikan
dengan aqiqahnya. Disembelihkan (binatang) baginya pada hari ketujuh (dari hari
kelahiran)nya, diberi nama, dan dicukur kepalanya pada hari itu.”

2. Memperhatikan petunjuk pemberian nama, dengan mengatahui nama-nama yang disukai


dan dibenci. Ada pun nama-nama yang dianjurkan Rasulullah saw. adalah:

 Nama-nama yang baik dan indah. Rasulullah saw. menganjurk, “Sesungguhnya pada
hari kiamat nanti kamu sekalian akan dipanggil dengan nama-nama kamu sekalian
dan nama-nam bapak-bapak kamu sekalian. Oleh karena itu, buatlah nama-nama
yang baik untuk kamu sekalian.”
 Nama-nama yang paling disukai Allah yaitu Abdullah dan Abdurrahman.
 Nama-nama para nabi seperti Muhammad, Ibrahim, Yusuf, dan lain-lain.

Sedangkan nama-nama yang sebaiknya dihindari adalah:

 Nama-nama yang dapat mengotori kehormatan, menjadi bahan celaan atau cemoohan
orang.
 Nama yang berasal dari kata-kata yang mengandung makna pesimis atau negatif.
 Nama-nama yang khusus bagi Allah swt. seperti Al-Ahad, Ash-Shamad, Al-Khaliq,
dan lain-lain.

Pengaruh nama pada anak

Orangtua seharusnya berusaha memberikan sebutan nama yang baik, indah dan disenangi
anak, karena nama seperti itu dapat membuat mereka memiliki kepribadian yang baik,
memumbuhkan rasa cinta dan menghormati diri sendiri. Kemudian mereka kelak akan
terbiasa dengan akhlak yang mulia saat berinteraksi dengan orang-orang disekelilingnya.

Anak juga perlu mengetahui dan paham tentang arti namanya. Pemahaman yang baik
terhadap nama mereka akan menimbulkan perasaan memiliki, perasaan nyaman, bangga dan
perasaan bahwa dirinya berharga.

Bagi lingkungan keluarga, adalah hal yang penting untuk menjaga agar nama anak-anak
mereka disebut dan diucapkan dengan baik pula. Sebab ada kebiasaan dalam masyarakat kita
yang suka mengubah nama anak dengan panggilan, julukan, atau nama kecil. Sayangnya
nama panggilan ini terkadang malah mengacaukan nama aslinya. Nama panggilan ini kadang
selain tidak bermakna kebaikan juga bisa mengandung pelecehan. Hal ini kadang terjadi
karena nama anak terlalu sulit dilafalkan, baik oleh orang-orang disekitarnya bahkan bagi
sang anak sendiri.

Nama yang terdiri dari tiga suku kata atau lebih akan membuat orang menyingkat nama
tersebut menjadi satu atau dua suku kata. Misalnya Muthmainah akan disingkat menjadi Muti
atau Ina. Sedangkan nama yang memiliki huruf „R‟ biasanya akan lebih sulit dilafalkan anak
yang cenderung cedal pada usia balita. Maka nama-nama seperti Rofiq (yang artinya kawan
akrab) akan dilafalkan menjadi Opik, nama Raudah (taman) dilafalkan menjadi Auda.

Nama yang unik dan berbeda apalagi megah, mungkin memiliki keuntungan tersendiri.
Namun nama yang demikian dapat menyebabkan beberapa masalah. Nama yang sulit
diucapkan dapat membuat orang-orang sering salah mengucapkan atau menuliskannya. Ada
suatu penelitian yang menunjukkan bahwa orang sering memberikan penilaian negatif pada
seseorang yang memiliki nama yang aneh atau tidak biasa. Dr. Albert Mehrabian, PhD.
melakukan penelitian tentang bagaimana sebuah nama mengubah persepsi orang lain tentang
moral, keceriaan, kesuksesan, bahkan maskulinitas dan feminitas. Dalam pergaulan anak
yang memiliki nama yang tidak biasa mungkin akan mengalami masa-masa diledek atau
diganggu oleh teman-temannya karena namanya dianggap aneh. Pernah mendengar ada
seseorang yang bernama Rahayu ternyata seorang laki-laki?

Jika ingin menamai anak dengan nama orang lain, ada baiknya memilih nama orang yang
sudah meninggal dunia dan telah terbukti kebaikannya. Jika orang tersebut masih hidup,
dikuatirkan suatu saat orang tersebut berubah atau mengalami kehidupan yang tercela. Sudah
banyak contoh orang-orang yang pada sebagian hidupnya dianggap sebagai orang besar,
ternyata di kemudian hari atau di akhir hayatnya digolongkan sebagai orang yang banyak
dicela masyarakat. Kita harus menjaga jangan sampai anak kita menanggung malu karena
suatu saat dirinya diasosiasikan dengan orang yang tidak baik.

Beruntunglah kita, karena di Indonesia nama-nama Islami sangat biasa dan banyak. Sehingga
tidak ada alasan merasa malu atau aneh memiliki nama yang Islami. Hanya saja mungkin dari
segi kepraktisan perlu dipertimbangkan nama anak yang cukup mudah diucapkan, tidak
terlalu pasaran tapi tidak aneh, dan sebuah nama yang akan disandang anak kita dengan
bangga sejak masa kanak-kanak hingga dewasa nanti. Wallahu alam.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/04/09/494/pengaruh-nama-pada-
anak/#ixzz5lum4boHj
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
Ada beberapa kewajiban seseorang ketika menyambut kelahiran seorang bayi, di antaranya;
Pertama: Menyebarkan berita gembira dan selamat
Kedua: Adzan dan iqomah
Ketiga: Disunnahkan untuk mentahniq anak yang baru lahir

Di antara hukum yang disyariatkan Islam adalah memberikan tahniq kepada bayi ketika ia
beru lahir. At-Tahniq artinya adalah kurma yang dikunyah, kemudian diusapkan di langit-
langit anak yang baru lahir, dengan cara mengambil sebagian jari dan memasukkan jari ke
dalam mulut bayi yang baru lahir, kemudian digerakkan ke kiri dan ke kanan dengan gerakan
ringan agar bayi itu bisa menelan. Apabila tidak mendapatkan kurma bisa saja dengan benda-
benda yang manis, seperti gula yang sudah dicampur dengan air bunga dan lainnya.

Ini adalah dalam rangka menerapkan sunnah Rasulullah saw dan mengikuti beliau, diantara
hikmahnya yaitu menguatkan otot-otot mulut bayi dan lidah bersamaan dengan dan dua
grahamnya sehingga bayi siap menelan air susu ibunya dan bisa menelan susunya dengan
kuat dan membuat kondisinya menjadi netral.

Dalam hal ini, orang yang paling utama melakukan tahniq adalah orang shaleh, dengan
harapan anak kita menjadi shaleh. Diantara hadits yang dijadikan dalil adalah hadits yang
terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari dan
Muslim dari hadits Abu Burdah dari Abu Musa, dia berkata,

‫يي َو َ َّن َ هُ ِب َ ْ َز ٍة‬ َّ ‫غالَ ٌم فَأَتَيْتُ ِب ِه النَّ ِب‬


َ ‫ فَ َ َّ اُ ِب َْزا ِا‬-‫ملسو هيلع هللا ىلص‬- ‫ى‬ ُ ‫ُو ِلدَ ِلى‬

“Pernah dikaruniakan kepadaku seorang anak laki-laki, lalu aku membawanya ke hadapan
Nabi shallallahu „alaihi wa sallam, maka beliau memberinya nama Ibrahim dan
mentahniknya dengan sebuah kurma.” (Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (5467 Fathul Bari)
Muslim (2145 Nawawi), Ahmad (4/399), Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (9/305) dan Asy-
Syu‟ab karya beliau (8621, 8622))3

Dalam hadits di atas Rasulullah saw memberikan nama yang baik, lalu mentahniq dan
mendoakannya.

Anas radhiyallahu „anhu meriwayatkan, “Ketika putra Abu Thalhah radhiyallahu „anhu
sedang sakit, lalu Abu Thalhah radhiyallahu „anhu ke luar rumah. Tak lama kemudian, sang
anak meninggal dunia. Tatkala Abu Thalhah pulang, ia bertanya, “Apa yang dilakukan
anakku?” Istrinya yang bernama Ummu Sulaim menjawab, “Ia sudah sangat tenang (Ummu
Sulaim bermaksud bahwa anaknya telah meninggal. Sedangkan Abu Thalhah radhiyallahu
„anhu memahami bahwa ucapan Ummu Sulaim tersebut menggambarkan bahwa anaknya
telah sembuh).”

Lalu Ummu Sulaim menyediakan makan malam untuk Abu Thalhah radhiyallahu „anhu,
kemudian ia pun makan malam. Selanjutnya Ummu Sulaim merias diri dengan dandanan
yang paling baik untuk melayani suaminya. Setelah perasaan Abu Thalhah tenang dan enak
untuk diajak berbicara, Ummu Sulaim mengatakan, “Wahai Abu Thalhah! Bagaimana
pendapatmu jika seseorang meminjam suatu pinjaman keapda keluarganya, lalu keluarganya
meminta kembali pinjaman tersebut, apakah kaum tersebut berhak menolaknya?” Abu
Thalhah radhiyallahu „anhu menjawab, “Tentu tidak.” Ummu Sulaim melanjutkan,
“Ikhlaskan putramu. (maksudnya, putramu telah meninggal dunia. Oleh karena itu, mohonlah
pahala dari Allah Subhanahu wa Ta‟ala).” Abu Thalhah pun marah. Ia berkata, “Kamu tidak
memberitahukan kepadaku dari tadi (maksudnya, telah melakukan jinabat lantaran telah
bersenggama) baru kamu memberitahuku perihal anak kita?” Kemudian Abu Thalhah
radhiyallahu „anhu mengadu Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam, lalu ia menceritakan
apa yang telah ia lakukan. Nabi shallallahu „alaihi wa sallam justru mengakui apa yang
dilakukan oleh Ummu Sulaim, kemudian beliau bersabda, “Semoga Allah Subhanahu wa
Ta‟ala memberkahi malam kalian berdua.”

Di dalam riwayat lain disebutkan, “Ya Allah, berkahilah keduanya.” Selanjutnya Ummu
Sulaim melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Abdullah oleh Nabi shallallahu „alaihi
wa sallam.

Kemudian seseorang dari kalangan Anshar berkata, “Saya melihat sembilan anak,
kesemuanya hafal Alquran.” Maksudnya, anak-anak dari Abdullah. Hal ini tidak terjadi
kecualii lantaran dikabulkannya doa Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam ketika
memanjatkan doa, “Ya Allah, berkahilah keduanya.” (Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani).

Dalam riwayat lain lalu Abu Tolhah berkata;” Bawalah kepada nabi Muhammad saw,
kemudian dia juga membawa beberapa kurma, dan rasul bertanya, “apakah ada yang kamu
bawa?” “ada beberapa tamr” jawabnya. Maka rasul mengambilnya lalu mengunyanya
serta mentahniq anak tersebut dan menamakannya Abdullah. Muhammad bin Ali berkata;
“dia mendengar ibu dari anak Ahmad bin Hambal (istri Ahmad bin Hanbal) bagaimana ketika
ia melahirkan seorang anak lalu ditahniq” hadits ini menjelaskan bahwa tahniq juga
diamalkan oleh para ulama tabiut tabiin.

Kempat : Disunnahkan mencukur rambut bagi anak yang baru lahir

Diantara hukum yang disyariatkan Islam bagi anak yang baru lahir adalah sunnah mencukur
rambutnya(botak) pada hari ketujuh, dan bersedekah seberat rambut itu berupa emas dan
perak untuk diberikan kepada orang yang membutuhkan.

Hikmahnya ada dua

1. Hikmah kesehatan, mencukur rambut akan menguatkan dia karena udara akan masuk
ke pori-pori kepalanya, dan bahkan akan menambah sensifitas penciuman dan
pendengarannya.
2. Hikmah sosial, karena bersedekah sebesar rambut dengan emas dan perak adalah
pembelajaran bagi anak tersebut, dan membantu pada orang yang fakir dan
menberikan manfaat serta merealisasikan fenomena taawun bagi lingkunagn
masyarakat.

Islam telah menjadikan anak bermanfaat sejak lahir, bukan sebagaimana yang banyak kita
temui di masyarakat kita yang lebih mengarah pada matrealistis, semakin banyak kado maka
orang akan menganggap semakin sukses.

Bukannya datang memberikan doa agar barokah tetapi lebih dominan kepada barang materi
seperti uang dan sebagainya, maka tidak jarang kita dapati mereka tidak mendapatkan
barokah, tapi hanya mendapatkan keuntungan dunia saja.

Dalil ulama terhadap sunnah mencukur rambut dan bersedekah seberat rambut:
Imam Malik meriwayatkan dalam muwatta‟ dari Jafar bin Muhammad dari ayahnya Fatimah
menimbang rambut Hasan dan Husain, Zainab dan Ummu Kulsum lalu dia bersedekah
dengan sebesar rambut itu berupa perak.

Ibnu Ishak menjelaskan dari Abdullah bin Abi Bakar dari Muhammad bin Ali bin Husain r a,
berkata; Rasulullah mengakikahkan Hasan satu kambing, (maka boleh mengakikahkan anak
laki-laki dengan satu kambing, hanya saja yang lebih utama 2 ekor) kemudian beliau berkata,
“Wahai Fatimah, cukurlah rambutnya dan beredekahlah kamu seberat rambutnya berupa
perak,” tatkala ditimbang maka didapatkan beratnya 1 dirham (uang perak).

Yahya meriwayatkan dari Bukhari dari Anas bin Malik, Rasulullah mencukur rambut Hasan
dan Husain pada hari ketujuh dan bersedekah seberat rambut itu berupa perak.

Cabang dari mencukur itu disebut Qoza, Al-Qoza adalah mencukur sebagian rambut dan
meninggalkan sebagian.
Al-Qoza dilarang oleh nabi secara jelas, sebagaimana riwayat dari Bukhari dan Muslim dari
Abdullah bin Umar.

ْ ُ ‫أ َ َّن َر‬
ِ َ َ ‫َّللا – ملسو هيلع هللا ىلص – َ َ ى َ ِ ال‬
ِ َّ ‫سو َل‬

“Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam melarang qoza‟.” (HR. Bukhari no. 5921 dan
Muslim no. 2120)

Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Ibnu „Umar mengatakan,

. ٌ ْ َ‫ى َو ُ ْ َز ُ ب‬ َّ ‫ َ َل ُ ْتُ ِلنَ فِ ٍة َو َ ْال َ َ ُ َ َل ُ ْ َ ُ بَ ْ ُ َرأْ ِ ال‬.ِ َ َ ‫ َ َ ى َ ِ ْال‬-‫ملسو هيلع هللا ىلص‬- ‫َّللا‬
ِّ ِ‫لب‬ ُ ‫أ َ َّن َر‬
ِ َّ ‫سو َل‬

“Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam melarang qaza‟.” Aku (Umar bin Nafi‟) berkata
pada Nafi‟, “Apa itu qoza‟?” Nafi‟ menjawab, “Qaza‟ adalah menggundul sebagian kepala
anak kecil dan meninggalkan sebagian lainnya.” (HR. Muslim no. 2120)

Adapun bentuk Qoza ada empat yang dilarang yaitu

1. Mencukur hanya sebagian-sebagian


2. Mencukur ditengah-tengah saja
3. Mencukur sekeliling tetapi ditinggalkan di atasnya
4. Semua dicukur dan hanya ditinggalkan sedikit dibelakangnya

Semua ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Qoyyim rahimahullah, bahwa sunnah yang
demikian itu merupakan kesempurnaan cinta Allah dan rasul-Nya kepada kita, karena ini
merupakan perintah yang terkait dengan jiwa kita sendiri dan pada waktu yang sama Allah
melarang untuk mencukur sebagian dan meninggalkan sebagian karena ini merupakan
kezoliman terhadap kepala.

Lawan dari ini semua dilarang duduk di antara matahari dan naungan karena ini merupakan
kezoliman kepada badan, sebagaimana rasul melarang kita memakai satu sepatu atau sendal.

Kita memilih apakah memakai atau tidak sama sekali, karena di dalamnya terdapat hikmah,
rasul sangat menginginkan seorang muslim tampil dalam keadaan pantas ditengah-tengah
muslim, memotong sebagian dan membiarkan sebagin bertentangan dengan keadaan yang
ada lebih dari itu kepribadian muslim harus berbeda dari pengikut agama lain dan dari orang-
orang fasik.

Sangat disayangkan banyak dikalangan bapak dan guru yang tidak paham dengan hukum-
hukum ini, dan banyak dari mereka ketika kita bicarakan masalah ini mereka merasa asing.
Mereka telah terbiasa dengan cara-cara yang tidak islami itu. Mereka tidak melihat dan
mengamalkan kecuali yang dirahmati Allah

Perlu diketahui bahwa kebodohan tentang maslah ini bukan merupakan uzur masalah syariat
keterbatasan mereka untuk mendidik anak-anak mereka dalam masalah agama tidak bisa
dijadikan alasan kelak di hari kiamat nanti.

Hal-hal hukum yang telah disampaikan walaupun secara hukum syari merupakan sunnah tapi
wajib untuk kita terapkan dalam keluarga kita. Kalau kita memudahkan /menyepelekan yang
sunnah maka akan berdampak kepada hal yang wajib. kalau sudah terbiasa menyepelekan
yang sunnah bisa jadi lama-lama akan terbiasa juga menyepelekan yang wajib dan
beranggapan untuk apa.?

Kalau sudah menyepelekan yang fardu bisa jadi menyepelekan Islam secara keseluruhan,
pada akhirnya bisa saja secara lahir dia seorang muslim tapi sudah terjebak kepada
kekufuran, tersesat di tengah lautan kesesatan yang nyata dan dia terputus dari akar-akar
keislamannya.

Maka hendaklah para orang tua dan guru menerapkan yang Sunnah-sunnah pada anaknya
satu persatu agar kita mendapatkan ridho Allah, dan agar Islam terealisasi secara perkataan
dan perbuatan. Semoga Allah menolong kaum muslimin dari musuh mereka dan
mengembalikan kemuliaan, yang bagi Allah itu sangatlah mudah.

Hukum potong rambut bayi dalam islam

Disaat seseorang mempunyai putra dan putri. Dalm aqiqah itu telah jelas bahwa di aqiqah itu
sudah jelas. Setelah 7 hari untuk digunting atau dicukur atau dipotong. Potong rambut bayi
dalam islam berdekatan dengan aqiqah untuk bayi. Biarpun anda kaya raya potong rambut
bayi itu sunnah.

Maksudnya sunnah adalah jika anda tidak melakukannya tidak apa – apa, tapi sebaiknya
selagi bisa lebih baik dilakukan. Sementara jika anda rindu kepada Allah dan Rasulnya anda
akan terbiasa menjalankan dan menjaga sunnah yang telah dianjurkan. Menjadi sunnah itu
perlu dan terus dijalankan. Sehingga ketika besar seorang anak masih belum dipotong
rambutnya tidak apa karena sunnah

Memotong Rambut Bayi Laki-Laki dan Perempuan

Tidak peduli bayi laki – laki ataupun bayi perempuan. Namun, bagi anak laki – laki
diperintahkan untuk dipotong rambutnya bahkan hingga gundul. Tetapi jika perempuan tidak
dipotong atau digundul juga tidak apa – apa. Lalu setelah dipotong rambutnya pun nanti
ditimbang beratnya tadi dan setelah itu dijadikan perak dan disedekahkan.

Menurut dari Ibnu Abdil Bar mengatakan yang bermakna,


“Buang kotoran dari bayi adalah mencukur rambutnya”(Al-Istidzkar, 5/315)

Dalam ensiklopedi fikih dinyatakan mayoritas ulama yaitu malikiyah, syafi‟iyah dan hambali
berpendapat sebgai berikut:

” mencukur rambut kepala bayi pada hari ketujuh. Dan bersedekah seberat
rambut berupa emas atau perak.”

Tetapi jika belum dicukur pada hari ke tujuh, maka rambut anak tetap dicukur setelah itu.
Meskipun telah baligh, hal itu sebagaimana keterangan Ibn Hajar Al-Haitami salah seorang
madzab sayfii. Namun, hal itu dilakukan jika rambut bayi masih ada.

Tidak Dianjurkan Memotong Rambut Anak Hingga Baligh

Sementara jika tidak ada maka bersedekah maka bersedekahlah lebih banyak. Menurut
keterangan dari Az-Zaekasyi yang dikutip Al-haitami tidaklah menganjurkan untuk menunda
pelaksanaan mencukur atau memotong rambut anak sampai baligh.

Beliau hendak menjelaskan bahwa memotong rambut boleh dilakukan meskipun telah baligh.
Kembali lagi hukumnya disini masih tetap sama yaitu sunnah. Tidak apa – apa jika tidak
dilakukan namun dianjurkan kalau bisa dipotong rambut bayi setelah tujuh hari tersebut.

Aqiqah Bisa Dilaksanakan Setelah Memiliki Uang

Sementara untuk aqiqah bisa dilakukan jika telah memiliki uang. Namun, dianjurkan untuk
tidak memotong rambut sebelum umur 40 tahun. Jika umur 40 tahun tidak perlu memotong
rambut namun aqiqah saja itu sudah cukup. Aqiqah dan potong rambut seringkali
berhubungan bahkan potong rambut merupakan langkah – langkah dalam pelaksanaan ritual
agama islam yaitu aqiqah.

Memotong Rambut Dilakukan Pada Hari ke Tujuh

Menurut pendapat para ulama memotong atau potong atau mencukur rambut harusnya
dilakukan pada hari ke tujuh. Namun bila lebih dari hari ke tujuh bisa gugur. Namun, Jika
tetap ingin mencari pahala maka dihitung dari awal berkisar 7 hari setelah dilahirkan untuk
segera dicukur atau di potong. Namun apabila tidak sempat potong atau cukur rambut maka
lakukanlah ketika sempat.

Selanjutnya setelah potong rambut maka rambut tersebut akan ditimbang oleh orang tua dari
bayi tersebut. Lalu di samakan dengan perak, namun bisa juga diganti emas. Karena emas
bisa menghasilkan uang lebih banyak. Tetapi dari Nabi sendiri itu adalah perak.

Nabi sendiri pernah mencukur rambut atau memotong rambut seberat satu dirham. Satu
dirham setara dengan 4 gram seperempatan. Sunnah kegiatan ini menirukan nabi terlebih
dahulu. Dimana kegiatan ini masih masuk dalam hukum sunnah dan tidak wajib namun,
sesuaikan dengan kemampuan.

Begitu pula dengan aqiqah seorang bayi, juga bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan,
karena agama islam sendiri tidak memaksakan, melainkan jika mampu lebih baik laksanakan
seperti sunnah dari nabi. Bahkan bila tidak bisa aqiqah pada saat bayi lahir, anda bisa
mengkurbankan atau sedekah sebanyak-banyaknya sebagai penggantinya.

Aqiqah juga dibahas disini karena dalam pelaksanaan aqiqah ada ritual potong rambut bayi.
Untuk itulah membahas Hukum potong rambut bayi dalam islam bisa sepaket dengan
penjelasan singkat aqiqah dari seorang bayi. Aqiqah bisa juga dilaksanakan pada saat atau
ketika bayi tersebut telah besar. Namun, rambut yang ditimbang di rata – rata seberat satu
dirham.

Karena diibaratkan satu dirham , hal ini disebabakan oleh rambut lebat dari perkembangan
bayi tersebut. Beberapa ustad mengatakan bahwa rambut yang dipotong tersebut bisa berkisar
angka 2,5 juta jika disamakan dengan perak sesuai sunnah Nabi. Tetapi aqiqah pada dasarnya
adalah sunnah. Sunnah yang telah dilakukan para nabi terdahulu. Dan sebagai umat islam
juga mengikuti sunnah atau anjuran dari para nabi.

Aqiqah secara singkatnya adalah menyembelih kambing namun jika kurang mampu bisa
menyembelih domba. Karena islam sendiri juga menyesuaikan dengan kemampuan umatnya
dalam melakukan aqiqah. Aqiqah sekali lagi akan lebih baik dilakukan ketika bayi masih
berusia 7 hari setelah dilahirkan. Karena lebih cepat lebih baik. Dan jika bayi laki – laki 2
ekor kambing dan jika perempuan 1 ekor kambing.

Kesimpulan :

Hukum mencukur atau potong rambut bayi adalah sunnah. Namun, jika anda termasuk orang
yang merindukan Rasul-nya dan tuhannya maka akan terbiasa menjaga sunnahnya. Setelah
potong rambut tersebut maka akan ditimbang. Dan disandingkan dengan berat rambut untuk
sedekahkan disamakan dengan perak atau bisa diganti emas namun sesuai tuntunan nabi tetap
diutamakan dengan perak. Lalu dikira-kira diganti dengan uang lalu uang tersebut dibagikan
pada fakir atau orang yang membutuhkan.

Secara singkatnya potong rambut bayi kerap digabungkan dengan aqiqah. Aqiah sendiri ada
namun biaya dan ritualnya bisa bisa disesuaikan dengan kemampuan dari orang tua para bayi
tersebut. Tetapi terdapat perbedaan antara bayi perempuan dan bayi laki – laki. Jika laki –
laki maka aqiqah menyembelih 2 ekor kambing namun jika perempuan maka menyembelih 1
ekor kambing.

Tidak hanya itu rambut yang dipotong juga sunnah jika bayi perempuan sampai potongannya
digunduli. Jika sampai saat itu tidak bisa potong rambut bayi atau tidak sempat maka bisa
melakukan potong rambut bayi ketika sempat. Demikianlah hukum potong rambut bayi
dalam Islam.
Akikah (bahasa Arab: ‫ع ق ي قة‬, transliterasi: Aqiqah) adalah pengurbanan hewan dalam
syariat Islam, sebagai bentuk rasa syukur umat Islam terhadap Allah SWT. mengenai bayi
yang dilahirkan.[1] Hukum akikah menurut pendapat yang paling kuat adalah sunah
muakkadah, dan ini adalah pendapat jumhur ulama menurut hadits.[2][3] Kemudian ada ulama
yang menjelaskan bahwa akikah sebagai penebus adalah artinya akikah itu akan menjadikan
terlepasnya kekangan jin yang mengiringi semua bayi sejak lahir.[4]

Definisi akikah
Akikah berarti menyembelih kambing pada hari ketujuh kelahiran seseorang anak. Menurut
bahasa, akikah berarti pemotongan.[butuh rujukan] Hukumnya sunah muakkadah bagi mereka
yang mampu, bahkan sebagian ulama menyatakan wajib. [1]

Syariat 'akikah

Di Indonesia, hewan Aqiqah yang disembelih biasanya kambing atau domba.

Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Ummu Karaz Al Ka‟biyah bahwa ia bertanya
kepada rasulullah tentang akikah. Dia bersabda, “Bagi anak laki-laki disembelihkan dua ekor
kambing dan bagi anak perempuan disembelihkan satu ekor, dan tidak akan membahayakan
kamu sekalian, apakah (sembelihan itu) jantan atau betina.”

Bisa disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing
bagi 'Aq‫أ‬qah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, namun jika tidak mampu
maka 1 ekor kambing untuk 'Aq‫أ‬qah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat
pahala.

Kata akikah berasal dari bahasa arab. Secara etimologi, ia berarti 'memutus'. 'Aqqa
wi¢lidayhi, artinya jika ia memutus (tali silaturahmi) keduanya. Dalam istilah, akikah berarti
"menyembelih kambing pada hari ketujuh (dari kelahiran seorang bayi) sebagai ungkapan
rasa syukur atas rahmat Allah swt berupa kelahiran seorang anak".

Akikah merupakan salah satu hal yang disyariatkan dalam agama islam. Dalil-dalil yang
menyatakan hal ini, di antaranya, adalah hadits Rasulullah saw, "Setiap anak tertuntut dengan
akikahnya'? Ada hadits lain yang menyatakan, "Anak laki-laki (akikahnya dengan 2
kambing) sedang anak perempuan (akikahnya) dengan 1 ekor kambing'? Status hukum
akikah adalah sunnah. Hal tersebut sesuai dengan pandangan mayoritas ulama, seperti Imam
Syafi'i, Imam Ahmad dan Imam Malik, dengan berdasarkan dalil di atas. Para ulama itu tidak
sependapat dengan yang mengatakan wajib, dengan menyatakan bahwa seandainya akikah
wajib, maka kewajiban tersebut menjadi suatu hal yang sangat diketahui oleh agama, dan
seandainya akikah wajib, maka rasulullah juga pasti telah menerangkan akan kewajiban
tersebut.

Beberapa ulama seperti Imam Hasan Al-Bashri, juga Imam Laits, berpendapat bahwa hukum
akikah adalah wajib. Pendapat ini berdasarkan atas salah satu hadits di atas, "Kullu ghuli¢min
murtahanun bi 'aqiqatihi'? (setiap anak tertuntut dengan akikahnya), mereka berpendapat
bahwa hadits ini menunjukkan dalil wajibnya akikah dan menafsirkan hadits ini bahwa
seorang anak tertahan syafaatnya bagi orang tuanya hingga ia diakikahi. Ada juga sebagian
ulama yang mengingkari disyariatkannya (masyri»'iyyat) akikah, tetapi pendapat ini tidak
berdasar sama sekali. Dengan demikian, pendapat mayoritas ulama lebih utama untuk
diterima karena dalil-dalilnya, bahwa akikah adalah sunnah.

Bagi seorang ayah yang mampu hendaknya menghidupkan sunnah ini hingga ia mendapat
pahala. Dengan syariat ini, ia dapat berpartisipasi dalam menyebarkan rasa cinta di
masyarakat dengan mengundang para tetangga dalam walimah akikah tersebut.

Mengenai kapan akikah dilaksanakan, rasulullah bersabda, "Seorang anak tertahan hingga
ia diakikahi, (yaitu) yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama
pada waktu itu'?. Hadits ini menerangkan bahwa akikah mendapatkan kesunnahan jika
disembelih pada hari ketujuh. Sayyidah Aisyah ra dan Imam Ahmad berpendapat bahwa
akikah bisa disembelih pada hari ketujuh, atau hari keempat belas ataupun hari keduapuluh
satu. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa sembelihan akikah pada hari ketujuh hanya
sekadar sunnah, jika akikah disembelih pada hari keempat, atau kedelapan ataupun kesepuluh
ataupun sesudahnya maka hal itu dibolehkan.

Menurut hemat penulis, jika seorang ayah mampu untuk menyembelih akikah pada hari
ketujuh, maka sebaiknya ia menyembelihnya pada hari tersebut. Namun, jika ia tidak mampu
pada hari tersebut, maka boleh baginya untuk menyembelihnya pada waktu kapan saja.
'Akikah anak laki-laki berbeda dengan akikah anak perempuan. Ini merupakan pendapat
mayoritas ulama, sesuai hadits yang telah kami sampaikan di atas. Sedangkan Imam Malik
berpendapat bahwa akikah anak laki-laki sama dengan akikah anak perempuan, yaitu sama-
sama 1 ekor kambing. Pendapat ini berdasarkan riwayat bahwa rasulullah mengaqikahi
Hasan dengan 1 ekor kambing, dan Husein (keduanya adalah cucu) dengan 1 ekor kambing.

Bisa disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing
bagi akikah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, namun jika tidak mampu
maka 1 ekor kambing untuk akikah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat
pahala.

Mungkin akan timbul pertanyaan, mengapa agama Islam membedakan antara akikah anak
laki-laki dan anak perempuan, maka jawabannya adalah bahwa seorang muslim, ia berserah
diri sepenuhnya pada perintah Allah swt, meskipun ia tidak tahu hikmah akan perintah
tersebut, karena akal manusia terbatas. Barangkali juga bisa diambil hikmahnya yaitu untuk
memperlihatkan kelebihan seorang laki-laki dari segi kekuatan jasmani, juga dari segi
kepemimpinannya (qawwamah) dalam suatu rumah tangga.
Dalam penyembelihan akikah, banyak hal yang perlu diperhatikan, di antaranya, sebaiknya
tidak mematahkan tulang dari sembelihan akikah tersebut, dengan hikmah tafa'™ul
(berharap) akan keselamatan tubuh dan anggota badan anak tersebut. 'Akikah sah jika
memenuhi syarat seperti syarat hewan Qurban, yaitu tidak cacat dan memasuki usia yang
telah disyaratkan oleh agama Islam. Seperti dalam definisi tersebut di atas, bahwa akikah
adalah menyembelih kambing pada hari ketujuh semenjak kelahiran seorang anak, sebagai
rasa syukur kepada Allah. Tetapi boleh juga mengganti kambing dengan unta ataupun sapi
dengan syarat unta atau sapi tersebut hanya untuk satu anak saja, tidak seperti kurban yang
mana dibolehkan untuk 7 orang. Tetapi, sebagian ulama berpendapat bahwa akikah hanya
boleh dengan menggunakan kambing saja, sesuai dalil-dalil yang datang dari Rasulullah saw.

Ada perbedaan lain antara akikah dengan Qurban, kalau daging Qurban dibagi-bagikan dalam
keadaan mentah, sedangkan akikah dibagi-bagikan dalam keadaan matang. Hikmah syariat
akikah yakni dengan akikah, timbullah rasa kasih sayang di masyarakat karena mereka
berkumpul dalam satu walimah sebagai tanda rasa syukur kepada Allah swt. Dengan akikah
pula, berarti bebaslah tali belenggu yang menghalangi seorang anak untuk memberikan
syafaat pada orang tuanya, dan lebih dari itu semua, bahwasanya akikah adalah menjalankan
syiar Islam.

Hikmah Akikah
Rumah Aqiqah menuturkan Akikah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab
Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah di
antaranya:

1. Menghidupkan sunah Nabi Muhammad dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim


alaihissalam tatkala Allah Subhanahu wa Ta‟ala menebus putra Ibrahim yang tercinta
Ismail alaihissalam.
2. Dalam akikah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat
mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadis, yang artinya:
“Setiap anak itu tergadai dengan akikahnya.” [5]. Sehingga Anak yang telah ditunaikan
akikahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang sering
mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Al-Imam Ibnul Qayyim Al-
Jauziyah "bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh akikahnya".
3. Akikah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang
tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: "Dia
tergadai dari memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan akikahnya)".
4. Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala
sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah
Subhanahu wa Ta'ala dengan lahirnya sang anak.
5. Akikah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari'at
Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah
SAW pada hari kiamat.
6. Akikah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) di antara masyarakat.

Menurut Drs. Zaki Ahmad dalam bukunya "Kiat Membina Anak Sholeh" disebutkan
manfaat-manfaat yang akan didapat dengan berakikah, di antaranya [6]:

1. Membebaskan anak dari ketergadaian


2. Pembelaan orang tua pada hari kemudian
3. Menghindarkan anak dari musibah dan kehancuran, sebagaimana pengorbanan Nabi
Ismail dan Ibrahim
4. Pembayaran hutang orang tua kepada anaknya
5. Pengungkapan rasa gembira demi tegaknya Islam dan keluarnya keturunan yang di
kemudian hari akan memperbanyak umat Nabi Muhammad SAW
6. Memperkuat tali silahturahmi di antara anggota masyarakat dalam menyambut
kedatangan anak yang baru lahir
7. Sumber jaminan sosial dan menghapus kemiskinan di masyarakat
8. Melepaskan bayi dari godaan setan dalam urusan dunia dan akhirat.

Syarat Akikah
Hewan dari jenis kibsy (domba putih) nan sehat umur minimal setengah tahun dan kambing
jawa minimal satu tahun. Untuk anak laki-laki dua ekor, dan untuk anak perempuan satu
ekor, namun jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk 'Aq‫أ‬qah anak laki-lakinya juga
diperbolehkan dan mendapat pahala.[butuh rujukan].

Hewan Sembelihan
Hewan yang dibolehkan disembelih untuk akikah adalah sama seperti hewan yang
dibolehkan disembelih untuk kurban, dari sisi usia dan kriteria[7].

Imam Malik berkata: Akikah itu seperti layaknya nusuk (sembeliah denda larangan haji) dan
udhhiyah (kurban), tidak boleh dalam akikah ini hewan yang picak, kurus, patah tulang, dan
sakit. Imam Asy-Syafi'iy berkata: Dan harus dihindari dalam hewan akikah ini cacat-cacat
yang tidak diperbolehkan dalam qurban.

Ibnu Abdul Barr berkata: Para ulama telah ijma bahwa di dalam akikah ini tidak
diperbolehkan apa yang tidak diperbolehkan di dalam udhhiyah, (harus) dari Al Azwaj Ats
Tsamaniyyah (kambing, domba, sapi dan unta), kecuali pendapat yang ganjil yang tidak
dianggap.

Namun di dalam akikah tidak diperbolehkan berserikat (patungan, urunan) sebagaimana


dalam udhhiyah, baik kambing/domba, atau sapi atau unta. Sehingga bila seseorang akikah
dengan sapi atau unta, itu hanya cukup bagi satu orang saja, tidak boleh bagi tujuh orang.

Kadar Jumlah Hewan


Kadar akikah yang mencukupi adalah satu ekor baik untuk laki-laki atau pun untuk
perempuan, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas rahimahulloh: “Sesungguh-nya nabi
mengakikahi Hasan dan Husain satu domba satu domba.” (Hadis shahih riwayat Abu Dawud
dan Ibnu Al Jarud)

Ini adalah kadar cukup dan boleh, namun yang lebih utama adalah mengakikahi anak laki-
laki dengan dua ekor, ini berdasarkan hadis-hadis berikut ini[7]:
1. Ummu Kurz Al Ka‟biyyah berkata, yang artinya: “Nabi memerintahkan agar
dsembelihkan akikah dari anak laki-laki dua ekor domba dan dari anak perempuan
satu ekor.” (Hadis sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)
2. Dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, yang artinya: “Nabi memerintahkan
mereka agar disembelihkan akikah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan
dan dari anak perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At Tirmidzi)

dan karena kebahagian dengan mendapatkan anak laki-laki adalah berlipat dari dilahirkannya
anak perempuan, dan dikarenakan laki-laki adalah dua kali lipat wanita dalam banyak hal.

Waktu Pelaksanaan 'Aqiqah


Pelaksanaan akikah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda
Nabi ' , yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan akikahnya, disembelih
darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (Hadits riwayat Imam Ahmad
dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi)

dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke
empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadis
Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi ', dia berkata yang artinya: “Hewan
akikah itu disembelih pada hari ketujuh, keempatbelas, dan keduapuluhsatu.” (Hadis hasan
riwayat Al Baihaqiy)

Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya di kala
sudah mampu, karena pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh
satu adalah sifatnya sunah dan paling utama bukan wajib, dan boleh juga melaksanakannya
sebelum hari ke tujuh[7].

Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan
akikahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan
di dalam kandungan ibunya.

Akikah adalah syari‟at yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila seseorang yang belum
di sembelihkan hewan akikah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih
akikah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: "...dan bila tidak diakikahi oleh
ayahnya kemudian dia mengakikahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa."

Pembagian daging akikah


Nasi kotak untuk para tamu acara Aqiqah, berisi gulai dan sate kambing, buah, nasi, serta
lauk-pauk lainnya.

Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya, menghadiahkan sebagian
dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh Utsaimin berkata: "...dan tidak apa-apa
dia mensedekahkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap
makanan dari kambing akikah yang sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunahnya dia
memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, dan
mensedekahkan sepertiga lagi kepada kaum muslimin, dan boleh mengundang teman-teman
dan kerabat untuk menyantapnya, atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. Syaikh Ibnu
Bazz berkata: "...dan engkau bebas memilih antara mensedekahkan seluruhnya atau
sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang orang yang engkau lihat pantas
diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-teman seiman dan sebagian orang faqir
untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh Ulama-ulama yang terhimpun di dalam
Al lajnah Ad Daimah."[7].

Referensi
1. ^ a b Samurah bin Jundub, nabi ُّ ‫م ُك‬
bersabda, ‫ل‬ ٍ َ ‫َن ُغال‬
ٌ ‫ه ُم ْزتَه‬ ُ ‫م َع ْن ُه تُ ْذ َب‬
ِ ِ‫ح بِ َع ِقي َقت‬ َ ‫َي ْى‬
َّ ُ َ‫حل‬
ْ ‫س ُه َو ُي‬ ْ َّ ‫س‬
ُ ‫مى رَأ‬ َ ‫“ َو ُي‬Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelih
ِ‫السابِع‬ ‫ق‬
pada hari ketujuh, dicukur gundul rambutnya, dan diberi nama.” (Hadits riwayat
Ahmad 20722, at-Turmudzi 1605, dan dishahihkan al-Albani).
2. ^ Berdasarkan anjuran rasulullah dan praktik langsung dia. “Bersama anak laki-
laki ada akikah, maka tumpahkan (penebus) darinya darah (sembelihan) dan
bersihkan darinya kotoran (maksudnya cukur rambutnya).” (Hadits riwayat Imam
Ahmad, Al Bukhari dan Ashhabus Sunan)
3. ^ Rasulallah , yang artinya: “Maka tumpahkan (penebus) darinya darah
(sembelihan),” adalah perintah, namun bukan bersifat wajib, karena ada sabdanya
yang memalingkan dari kewajiban yaitu: “Barangsiapa di antara kalian ada yang ingin
menyembelihkan bagi anak-nya, maka silakan lakukan.” (Hadits riwayat Ahmad, Abu
Dawud dan An Nasai dengan sanad yang hasan). Perkataan dia, yang artinya: “Ingin
menyembelihkan,..” merupakan dalil yang memalingkan perintah yang pada dasarnya
wajib menjadi sunah.
4. ^ Kemudian Ibnul Qoyim menyebutkan tafsir hadits Samurah bin Jundub di atas,
"Tergadai artinya tertahan, baik karena perbuatannya sendiri atau perbuatan orang
lain… dan Allah jadikan aqiqah untuk anak sebagai sebab untuk melepaskan
kekangan dari setan, yang selalu mengiringi bayi sejak lahir ke dunia, dan menusuk
bagian pinggang dengan jarinya. Sehingga aqiqah menjadi tebusan untuk
membebaskan bayi dari jerat setan, yang menghalanginya untuk melakukan kebaikan
bai akhiratnya yang merupakan tempat kembalinya." (Tuhfah al-Maudud, hlm. 74)
5. ^ Hadis shahih riwayat Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, dan Ibnu Majah
6. ^ Drs. Zaki Ahmad, "Kiat Membina Anak Sholeh"
7. ^ a b c d "Artikel Berjudul: Aqiqah Buah Hati Pada MediaMuslim.Info".

Referensi utama: Tarbiyatul Awlid, DR. Abdullah Nashih Ulwan.

 Subulussalam (4/189, 4/190, 4/194)


 Al Asilah Wal Ajwibah Al Fiqhiyyah (3/33-35, 3/39-40)
 Mukhtashar Al Fiqhil Islamiyy 600
 Tuhfatul Wadud Fi Ahkamil Maulud, Ibnu Al Qayyim 46-47
 Al Muntaqaa 5/195-196
 Mulakhkhash Al Fiqhil Islamiy 1/318
 Fatawa Islamiyyah 2/324-327; Irwaul Ghalil (4/389, 4/405)
 Minhajul Muslim, Abu Bakar Al Jazairiy 437
 Bolehkah anak diakikahi oleh orang tuanya ketika telah dewasa? Sedangkan
mengenai anak mengakikahi dirinya sendiri sudah diulas oleh Rumaysho.Com dalam
artikel “Hukum Akikah Diri Sendiri“.
 Akikah pada Hari Ketujuh
َ ‫غالَ ٍةم َراِينَةٌ بِ َ ِ ي َ ِ ِه ت ُ ْذبَ ُح َ ْنهُ َ ْو َم‬
ُ َ ْ ُ ‫س بِ ِ ِه َو‬ ُ ‫ َ َل « ُك ُّل‬-‫ملسو هيلع هللا ىلص‬- ‫َّللا‬ ُ ‫ب أَ َّن َر‬
ِ َّ ‫سو َل‬ ‫س ُ َز َ ْب ِ ُج ْندُ ٍة‬
َ ْ َ 
» ‫َو ُ َ َّ ى‬


 Dari Samuroh bin Jundub, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Setiap
anak tergadaikan dengan akikahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh,
digundul rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Daud no. 2838, An Nasai no. 4220,
Ibnu Majah nol. 3165, Ahmad 5/12. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih).
 Hari ketujuh inilah waktu yang disepakati oleh para ulama untuk akikah.
 Jika Luput dari Hari Ketujuh
 Ulama Malikiyah berpendapat bahwa akikah jadi gugur jika luput dari hari ketujuh.
 Ulama Hambali berpendapat bahwa jika luput dari hari ketujuh, akikah dilaksanakan
pada hari ke-14, jika tidak pada hari ke-21.
 Sedangkan ulama Syafi‟iyah mengatakan bahwa akikah masih jadi tanggung jawab
ayah hingga waktu si anak baligh. Jika sudah dewasa, akikah jadi gugur. Namun anak
punya pilihan untuk mengakikahi diri sendiri. Lihat Al Mawsu‟ah Al Fiqhiyyah, 30:
279.
 Penulis kitab Mughnil Muhtaj, Asy Syarbini rahimahullah berkata, “Jika telah
mencapi usia baligh, hendaklah anak mengakikahi diri sendiri untuk mendapati yang
telah luput.” (Mughnil Muhtaj, 4: 391).
 Akikah Ketika Dewasa
 Syaikh Muhammad bin Sholih Al „Utsaimin rahimahullah berkata, “Hukum akikah
adalah sunnah mu‟akkad. Akikah bagi anak laki-laki dengan dua ekor kambing,
sedangkan bagi wanita dengan seekor kambing. Apabila mencukupkan diri dengan
seekor kambing bagi anak laki-laki, itu juga diperbolehkan. Anjuran akikah ini
menjadi tanggung jawab ayah (yang menanggung nafkah anak). Apabila ketika waktu
dianjurkannya akikah (misalnya tujuh hari kelahiran, pen), orang tua dalam keadaan
fakir (tidak mampu), maka ia tidak diperintahkan untuk akikah. Karena Allah Ta‟ala
berfirman (yang artinya), “Bertakwalah kepada Allah semampu kalian” (QS. At
Taghobun: 16). Namun apabila ketika waktu dianjurkannya akikah, orang tua dalam
keadaan berkecukupan, maka akikah masih tetap jadi perintah bagi ayah, bukan ibu
dan bukan pula anaknya.” (Liqo-at Al Bab Al Maftuh, Syaikh Muhammad bin Sholih
Al „Utsaimin, kaset 214, no. 6)
 Kesimpulan
 Kesimpulan dari penulis, akikah ketika dewasa tidak perlu ada dengan alasan:
 1- Akikah jadi gugur ketika sudah dewasa.
 2- Mengakikahi diri sendiri tidaklah perlu karena tidak ada hadits yang
mendukungnya, ditambah akikah menjadi tanggung jawab orang tua dan bukan anak.
Lihat bahasan sebelumnya: Hukum Akikah Diri Sendiri.
 3- Jika ingin mengakikahi ketika dewasa, maka tetap jadi tanggungan orang tua.
Dilihat apakah saat kelahiran, orang tua dalam keadaan mampu ataukah tidak. Jika
tidak mampu saat itu, maka tidaklah perlu ada akikah karena akikah tidaklah bersifat
memaksa. Jika mampu saat itu, maka hendaklah orang tua menunaikan akikah untuk
anaknya. Lihat pembahasan Rumaysho.Com sebelumnya: Jika Belum Diakikahi
Ketika Kecil. Dan akikah pun simpel, cuma ada penyembelihan kambing dengan
niatan akikah, itu sudah disebut menunaikan akikah,

Sumber https://rumaysho.com/3690-hukum-akikah-ketika-dewasa.html

Anda mungkin juga menyukai