PENDAHULUAN
Sindrom kompartemen adalah sebuah kondisi yang mengancam anggota tubuh dan
jiwa yang dapat diamati ketika tekanan perfusi dibawah jaringan yang tertutup mengalami
penurunan. Saat sindrom kompartemen tidak teratasi maka tubuh akan mengalami nekrosis
jaringan dan gangguan fungsi yang permanen, dan jika semakin berat dapat terjadi gagal
ginjal dan kematian.1,2
Hal yang paling penting bagi seorang dokter adalah untuk selalu waspada ketika
berhadapan dengan keluhan nyeri pada ekstremitas. Konsekuensi dari terlewatnya
pemeriksaan dapat meningkatkan tekanan intra-kompartemen.2
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik
senior di Departemen Orthopaedi & Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Medan.
1
BAB II
ISI
2.1 Definisi
2.2. Anatomi
b. Lengan bawah:
a. Kompartemen volar, berisi otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus
ulnar dan nervus median.
b. Kompartemen dorsal, berisi otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan,
nervus interosseous posterior.
c. Mobile wad, berisi otot ekstensor carpi radialis longus, otot ekstensor carpi radialis
brevis, otot brachioradialis.
c. Wrist joint:
1. Kompartemen I, berisi otot abduktor pollicis longus dan otot ekstensor pollicis
brevis.
2. Kompartemen II, berisi otot ekstensor carpi radialis brevis, otot ekstensor carpi
radialis longus.
3. Kompartemen III, berisi otot ekstensor pollicis longus.
4. Kompartemen IV, berisi otot ekstensor digitorum communis, otot ekstensor indicis.
5. Kompartemen V, berisi otot ekstensor digiti minimi.
2
6. Kompartemen VI, berisi otot ekstensor carpi ulnaris.
3
Sindrom kompartemen paling sering terjadi pada daerah tungkai bawah (yaitu
kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial dan posterior profundus) serta lengan atas
(kompartemen volar dan dorsal).2
2.3. Etiologi
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera,
dimana 45 %kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah.3
Dalam keadaan kronik, gejala juga timbul akibat aktifitas fisik berulang seperti
berenang, lari ataupun bersepeda sehingga menyebabkan exertional compartment syndrome.
Namun hal ini bukan merupakan keadaan emergensi.4
2.4. Patofisiologi
Fasia merupakan sebuah jaringan yang tidak elastis dan tidak dapat meregang,
sehingga pembengkakan pada fasia dapat meningkatkan tekanan intra-kompartemen dan
menyebabkan penekanan pada pembuluh darah, otot dan saraf. Pembengkakan tersebut dapat
diakibatkan oleh fraktur yang kompleks ataupun cedera jaringan akibat trauma dan operasi. A
ktifitas fisik yang dilakukan secara rutin juga dapat menyebabkan pembengkakan
pada fasia, namun umumnya hanya berlangsung selama aktifitas.5
4
Patofisiologi sindrom kompartemen mengarah pada suatu ischemic injury. Dimana
struktur intra-kompartemen memiliki batasan tekanan yang dapat ditoleransi. Apabila cairan
bertambah dalam suatu ruang yang tetap, maupun penurunan volume kompartemen dengan
komponen yang tetap, akan mengakibatkan pada peningkatan tekanan dalam kompartemen
tersebut.1
Perfusi pada jaringan ditentukan oleh Tekanan Perfusi Kapiler atau Capillary
Perfusion Pressure (CPP) dikurangi tekanan interstitial. Metabolisme sel yang normal
memerlukan tekanan oksigen 5-7 mmHg. Hal ini dapat berlangsung baik dengan CPP rata-
rata 25 mmHg dan tekanan interstitial 4-6 mmHg. Apabila tekanan intra-kompartemen
meningkat, akan mengakibatkan peningkatan tekanan perfusi sebagai respon fisiologis serta
memicu mekanisme autoregulasi yang mengkibatkan ‘cascade of injury’.1
Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen sindrom yaitu,
antara lain:
a. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen
b. Theori of critical closing pressure.
Hal ini disebabkan oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan tekanan mural arteriol
yang tinggi.Tekanan trans mural secara signifikan berbeda (tekanan arteriol-tekanan
jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara patensi aliran darah. Bila tekanan jaringan
meningkat atau tekanan arteriol menurun maka tidak ada lagi perbedaan tekanan. Kondisi
seperti ini dinamakan dengan tercapainya critical closing pressure. Akibat selanjutnya
adalah arteriol akan menutup.
c. Tipisnya dinding vena.
Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi tekanan vena maka
ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah mengalir secara kontinyu dari
kapiler, maka tekanan vena akan meningkat lagi melebihi tekanan jaringan, sehingga
drainase vena terbentuk kembali. McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa
perbedaan tekanan diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg
mempunyai korelasi klinis dengan sindrom kompartemen.2
Perfusi darah melewati kapiler yang terhenti akan menyebabkan hipoksia jaringan.
Hipoksia jaringan akan membebaskan substansi vasoaktif (histamin, serotonin) yang akan
meningkatkan permeabilitas kapiler yang meningkatkan eksudasi cairan dan mengakibatkan
peningkatkan tekanan dan cedera yang lebih hebat. Akibatnya konduksi saraf akan melemah,
pH jaringan akan menurun akibat dari metabolisme anaerobik, dan kerusakan jaringan sekitar
5
yang hebat. Bila berlanjut, otot-ototakan mengalami nekrosis dan membebaskan mioglobin.
Akhirnya, fungsi ekstremitas akan hilang dan dalam keadaan terburuk dapat mengancam
jiwa.1
Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. Metsen
mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intra-kompartemen, tekanan vena meningkat.
Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran
oksigen juga akan terhenti, sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus
berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan
ireversibel komponen tersebut.1,2
Pada keadaan aktivitas berat yang dilakukan secara rutin, kontraksi otot berulang
dapat meningkatkan tekanan pada komponen intra-muskular. Hal ini disebabkan otot dapat
membesar sekitar 20% selama latihan, dan akan menambah peningkatan dalam tekanan intra-
kompartemen untuk sementara. Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan
kontraksi yang terus-menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebaliknya, aliran
arteri selama relaksasi otot akan semakin menurun, dan pasien akan mengalami kram otot.
Bagian yang sering mengalami gejala adalah kompartemen anterior dan lateral dari tungkai
bagian bawah. 2
Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:
1. Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat terjadi saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada
trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika
munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak
semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang
tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
4. Parestesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis
Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan
hilangnya fungsi bagian yang terkena sindrom kompartemen. Sedangkan pada sindrom
kompartemen akan timbul beberapa gejala khas, antara lain:
a. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah berlari atau
beraktivitas selama 20 menit.
b. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.
c. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.2
2.6. Diagnosis
6
Selain melalui gejala dan tanda yang ditimbulkannya, penegakan diagnosa sindrom
kompartemen dilakukan dengan pengukuran tekanan kompartemen. Pengukuran intra-
kompartemen dini diperlukan pada pasien-pasien yang tidak sadar, pasien yang tidak
kooperatif seperti anak-anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan pasien-pasien dengan
multiple trauma seperti trauma kepala, medulla spinalis atau trauma saraf perifer. Tekanan
kompartemen normalnya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan iskemia relatif terjadi
ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolik dan tidak ada perfusi
yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan diastolik.2
Pemeriksaan lainnya dapat dilakukan dengan Pulse oximetry sangat membantu dalam
mengidentifikasi hipoperfusi ekstremitas. Namun tidak cukup sensitif untuk mendiagnosa
sindrom kompartemen.3
- Selulitis
- Deep Venous Trombosis dan Thrombophlebitis
- Gas Ganggrene
- Necrotizing Fasciitis
- Peripheral Vascular Injuries
3
- Rhabdomyolis
2.8. Penanganan
7
memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi selotot yang
nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas
i. HBO ( Hyperbaric oxygen).
Merupakan pilihan yang logis untuk kompartemen sindrom berkaitan dengan
ischemic injury. HBO memiliki banyak manfaat, antara lain dapat mengurangi
pembengkakan melalui vasokonstriksi oleh oksigen dan mendukung penyembuhan
jaringan. Mekanismenya ialah ketika tekanan perfusi rendah, oksigen dapat diterima
sehingga dapat terjadi penyembuhan jaringan.1,2
2. Terapi Bedah
2.9. Prognosis
Dengan diagnosis dan pengobatan yang tepat, umumnya menberikan hasil yang baik.
Namun umumnya prognosis ditentukan oleh trauma penyebab. Diagnosis yang terlambat
dapat menyababkan kerusakan saraf yang permanen serta malfungsi dari otot yang terlibat.
Hal ini sering terjadi pada penderita dengan penurunan kesadaran atau dengan pemberian
sedasi yang menyebabkan penderita tidak mengeluhkan nyeri. Umunya kerusakan permanen
dapat timbul setelah 12-24 jam setelah terjadi kompresi.5
2.10. Komplikasi
8
BAB III
KESIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
10