Anda di halaman 1dari 17

Ringkasan

Kisah Hidup St. Aloysius Gonzaga

Antonius Rangga Hapsoro Wicaksono

X IPA 4 / 4
Bab 1
Pangeran dari Keluarga yang Aneh (1568 – 1573)

Pada abad ke-16, Italia bukanlah suatu negara kesatuan yang merdeka dengan satu
pemerintahan nasional seperti sekarang ini. Italia terbagi ke dalam negara-negara kecil yang
dikuasai oleh keluarga-keluarga bangsawan. Para bangsawan itu setia dan bergantung pada
beberapa kerajaan asing yang lebih kuat seperti Prancis, Spanyol atau Austria.

Para pangeran Gonzaga tercela karena mereka kerap bertindak berlebihan. Walaupun
semuanya adalah orang Kristen yang taat bahkan ada yang sangat saleh dan religius, tetapi
ada juga yang menjadi teror kepada rakyat maupun keluarga mereka sendiri. Lapar akan
kehormatan dan kemuliaan, dua Gonzaga kadang mengambil bagian dalam pertempuran yang
sama antar kekuatan Eropa, masing-masing memihak pihak yang berbeda. Pembawaan
keluarga yang nekad dan suka berperang demi kebanggaan dan kekejaman ini disebut "La
Gonzaguina".

Don Ferrante dan Donna Martha de Santena, putri seorang bangsawan Italia utara,
menikah di Madrid, ibukota Spanyol, pada tahun 1565. Setelah melayani raja Spanyol dalam
beberapa ekspedisi di Eropa dan Afrika, Don Ferrante kemudian memegang jabatan tinggi
dalam pemerintahan Spanyol. Sedangkan Martha muda dikirim oleh orang tuanya ke Paris di
Francis.

Lahirlah, di kastil Castiglione, pada malam antara 8 dan 9 Maret 1568, Aloysius,
pewaris tahta, dan putra sulung Don Ferrante. Kelahirannya terbukti sangat sulit dan
menyakitkan bahkan dokter telah menyerah. Tidak ada harapan bagi ibu dan bayi itu untuk
selamat. Pada saat penuh ketidakberdayaan itu, Donna Martha, sang ibu, bernazar kepada
Perawan Maria untuk mengunjungi tempat ziarahnya di Loreto dan membawa serta sang
bayi bersamanya jika ia selamat. Sang ayah memberikan per:intah agar bayi itu dibaptis
sesegera mungkin. Sang bayi dibaptis darurat oleh bidan yang menangani persalinan itu,
bahkan sebelum bayinya belum benar-benar lahir.

Donna Martha melahirkan tujuh anak lagi. Anak keduanya bernama Rudolfo yang
kelak akan menyebabkan penderitaan yang tak tergambarkan , bagi ibunya. Dua yang
lain meninggal saat masih kanak-kanak dan satu- satunya anak perempuan mereka
meninggal saat menjadi dayang bagi Ratu Spanyol. Anak-anaknya yang lain: ada yang
akhirnya menginjak usia dewasa dan melanjutan keluarga, sedang yang terakhir dibunuh
saat berada dalam rangkulan ibunya yang juga terluka namun tetap bertahan hidup) sehingga
masih dapat menyaksikan putera sulungnya, Aloysius dinyatakan 'Patut dihormati'
secara resmi oleh Gereja.
Bab 2
Sakit di Hati Sang Buah Hati (1573..)

Saat Aloysius kembali ke rumah, Ia mendapati dirinya berada dalam situasi yang cocok
dengan apa yang ia butuhkan, yakni di bawah perhatian sang ibu dan para pelayannya, bersama
dengan tiga adik laki-lakinya, juga dengan seorang guru dan tutor pribadinya. Sesegera
mungkin Dona Martha membiasakan ia menjadi putera altar setiap hari. lapun dibiasakan untuk
mendaraskan kumpulan doa dan mazmur, baik secara pribadi atau bersama pendampingnya,
untuk menghormati Bunda Maria. Doa-doa itu ia lakukan sambil berlutut, tanpa bantal atau
sanggahan sama sekali.

Saat berumur tujuh tahun, Aloysius mendapat pengalaman rohani yang mendalam, ia
merasakan sentuhan Tuhan atas dirinya dan sebagai balasannya, ia menyerahkan diri seutuhnya
kepada Tuhan. Kelak, ia menganggap peristiwa itu sebagai peristiwa pertobatannya. Roh
Kudus telah menemukan ladang subur dalam hati kecil seorang anak ini yang telah dirawat
dengan sangat baik oleh ibu dan guru-gurunya.

Donna Martha pernah mengungkapkan harapan rahasianya kepada Aloysius. Ia


berharap salah seorang dari anak-anaknya akan bergabung dengan kelompok religius.
Beberapa hari kemudian Aloysius menyatakan kepada ibunya bahwa ia ingin menjadi anak
yang akan memenuhi harapan ibunya itu, meskipun belum tahu akan bergabung dengan tarekat
apa bahkan ia sendiri tidak begitu tahu tentang kehidupan seorang religius.

Kasih karunia Allah mengalir secara alami, sementara latihan untuk kehidupan spiritual
terus berlangsung. Sangat mungkin Aloysius telah mulai menuju masa menuju kedewasaan
sebelum ia mengalami masa puber,yang biasanya terjadi pada umur 12 tahun. ketika anak laki-
laki tidak mau disandingkan dengan anak perempuan, atau cenderung merasa tertekan atau
ingin sendirian.

Saat Aloysius di Firenze, sekali setahun Aloysius pergi ke Lucca untuk menjenguk
ayahnya yang juga datang untuk terapi air. Kedua bersaudara itu sangat memerlukan liburan
untuk mengobati rasa rindu mereka akan rumah. Donna Martha juga gelisah menantikan kabar
tentang kesehatan anak-anaknya dari sang suami.

Pada akhir tahun kedua di Firenze, Aloysius nampak sudah menemukan kebenaran
mendasar bahwa cukup Tuhan dan tidak ada hal lain yang penting dalam hidup ini. Digerakkan
oleh rahmat Allah, ia memutuskan untuk berlaku sesuai dengan rahmat itu dengan segala
kemampuan dan ketekunan. Demikianl ah hal tersebut menjelaskan kebiasaannya di masa
depan, kebiasaan yang menurut beberapa penulis, mungkin nampak berlebihan.
Bab 3
Perjuangan untuk Tumbuh (1579-1580)

Pada bulan November 1579, Don Ferrante memindahkan kedua anaknya dari Firenze
ke Mantua. Adipati William dari Mantua memanggil Don Ferrante untuk membantunya
mengelola satu wilayah yang sedang bergolak di Monferrato dengan ibukotanya Casale.
Masyarakat Monferrato merasa sangat tertindas di bawah kekuasaan adipati mereka itu dan
berencana untuk membunuh dia. Tempat para kerabat dan puri-puri mereka. Anak-anak Don
Ferrante tentunya perlu berkenalan dengan mereka yang mepunyai pengaruh besar di Mantua.

Aloysius dan Rudolfo tinggal di Mantua selama enam bulan. Mereka tinggal di
kediaman Abbas dari keluarga Gonzaga, mereka juga melanjutkan studi mereka. Di sana, buku
yang membantu pengembangan semangat hidup spiritual Aloysius adalah "Kehidupan Para
Kudus'' karangan Surio. Kedua anak Gonzaga itu kerap diundang oleh oleh kerabat mereka ke
pesta dan perayaan-perayaan. Namun Aloysius merasakan kecenderungan yang serupa dengan
yang ia rasakan di Firenze. Ia lebih suka mengunjungi gereja - gereja dan biara – biara, serta
berbincang dengan para biarawannya mengenai hal-hal spiritual. Ia mendapati sebuah kapel
yang nyaman dan inspiratif di istana sepupunya, Prospero Gonzaga.

Setelah tiga tahun belajar di Mantua, Aloysius dan Rudolfo pulang ke kastilnya di
Castiglione. Saat Donna Martha menemui anak pertamanya, ia terkejut melihat tubuh yang
nampak kurus kering. Ketika ditanya mengapa anaknya begitu karena mereka tidak suka
makan, Del Turco hanya dapat mengangkat bahunya menyerah pada Aloysius yang keras
kepala saat diminta makan lebih banyak. Semua teguran dari sang ibu dan para dokterpun
tidak dapat mengubah kebiasaan berpuasa Aloysius.

Aloysius kini menginjak usia tiga belas tahun, ia terus berkembang menjadi seorang
lelaki dewasa. Dua buku yang dibacanya menorehkan kesan mendalam dalam dirinya. Buku
yang pertama adalah surat-surat yang ditulis oleh para Jesuit yang berkarya di India,
menjelaskan pekerjaan dan karya mereka, pertobatan dan kemartiran beberapa orang imam.
Kisah itu membakar jiwanya , ia ingin juga seperti para pahlawan itu. Buku yang kedua adalah
Meditasi Harian, yang ditulis oleh seorang Jesuit yang bernama Petrus Kanisius, seorang rasul
dari Jerman. Yang mengejutkan, di usianya yang masih belia itu, ia mendapati bahwa buku itu
cocok untuk membantunya membiasakan refleksi.

Satu kegiatan yang Aloysius nikmati selama liburan itu teristimewa setelah komuni
pertamanya adalah mengajarkan katekismus kepada anak-anak di sekitarnya, anak-anak yang
memandangi dia sebagai tuan di masa depan mereka dan yang baru saja kembali dari kota-kota
yang termahsyur.
Bab 4
Tahun Kritis (1580-1581)

Pada akhir musim panas, Don Ferrante kembali membawa keluarganya ke Casale de
Monferrato. Mereka melakukan perjalanan dalam iring-iringan kereta kuda. Di salah satu
kereta, ada Donna Martha dan anaknya yang masih kecil, dan di kereta lain, Del Turco bersama
dengan kedua anak yang lebih tua. Ketika menyeberangi sungai yang sedang pasang, kereta
yang membawa Aloysius patah menjadi dua. Setengah bagian depan yang membawa kusir
dan. Rudolfo berhasil mencapai seberang, sedang bagian yang lain dengan Del Turco dan
Aloysius di dalamnya hanyut terbawa arus sungai hingga akhirnya berhenti karena terhalang
pohon yang rubuh. Untunglah, seorang laki-laki yang mengenal betul tempat itu segera
memasuki sungai dengan berkuda dan menyelamatkan penumpang -penumpang yang panik
itu, satu demi satu. Di dekat tempat itu ada sebuah Kapel yang didedikasikan kepada Bunda
Maria, seluruh rombongan datang ke tempat itu dan bersyukur kepada Tuhan atas penyertaan-
Nya.

Tahun ini adalah tahun yang paling menyakitkan dan kritis bagi Aloysius yang berusia
tiga belas tahun ini, anak muda yang tidak mengenali dirinya sendiri, demikian pula orang
tuanya. Donna Martha sudah terlalu sibuk dengan anak-anak yang lebih kecil. Don Ferrante
seorang pemimpin darurat militer melawan para pemberontak dari Monferrato, ingin anak
sulungnya benar-benar menjadi orang yang sesuai dengan harapan ambisiusnya. Namun
lambatlaun rahasia dalam hati Aloysius menginginkan jalan lain. Perselisihan antar generasi-
pun terjadi, mungkin juga dapat dikatakan sebagai suatu perselisihan akibat perbedaan
mentalitas.

Ia mulai untuk menjaga jarak dari perempuan. Kapanpun ibunya mengirimkan pelayan
perempuan untuk menyampaikan pesan, ia hanya akan bicara dari pintu yang setengah terbuka
dan mengirimnya kembali pergi secepat mungkin.

Ia menderita sakit kepala berkepanjangan yang tidak hilang sepanjang hidupnya.


Meskipun demikian, Tuhan yang memperhatikan ia yang sangat murah hati itu melimpahi
Aloysius dengan ban.yak sukacita dan rahmat. Kesatuannya dengan Tuhan kerap nampak
begitu mendalam sehingga Aloysius tidak menyadari apa yang sedang terjadi di sekitarnya.
Dalam satu kesempatan, ia mengundurkan diri lebih awal untuk istirahat malam karena sakit
kepala. Menjelang tidur ia ingat bahwa ia belum berdoa dan ia-pun berdoa. Di tengah doanya,
Aloysius tertidur dengan lilin masih menyala. Setelah beberapa waktu, Aloysius terbangun
karena bau asap dan panasnya udara. Ia melihat sekelilingnya, kasurnya terbakar. Ia bergegas
menuju pintu dan berteriak meminta tolong. Para pelayan datang tepat waktu dan segera
memadamkan api sebelum terjadi kerusakan yang lebih parah. Dengan pintu yang terbuka,
angin dapat memperbesar api itu dan mencelakai Aloysius. Semua beranggapan bahwa
Aloysius dapat selamat karena mujizat.
Bab 5

Panggilan dari Putera Mahkota Spanyol


(1581 – 1582)
Istana Castiglione mendapatkan beberapa kejutan yang luar biasa, yaitu adalah sebuah
surat dari Raja Spanyol yang meminta Sang Marquis untuk mendampingi saudarinya, Maria
yang adalah janda Kaisar Austria, melewati beberapa daerah di Eropa hingga sampai ke
Spanyol. Adalah kehendak sang ratu sendiri agar mereka ikut bersamanya selama perjalanan
ini. Perjalanan ini tidak dimaksudkan untuk bersenang-senang. Puterinya, Ratu Anna dari
Spanyol, telah wafat dan meninggalkan seorang anak kecil; sedangkan Raja Philip II juga tidak
dalam kondisi sehat. Ada ketakutan bahwa pangeran kecil ini akan menjadi yatim-piatu dan
harus ada yang menjaganya. Itulah alasan mengapa Maria mau bersusah-susah melakukan
perjalanan jauh ini. Sang Marquis juga punya alasan tersendiri dengan diadakannya perjalanan
tersebut yakni memperkenalkan anak-anaknya kepada keluarga kerajaan, dengan harapan akan
berguna di masa mendatang. Demikianlah pada bulan September, seluruh keluarga Castiglione
yakni kedua orang tua dan kelima anak mereka bergabung dengan rombongan itu menjelajah
kota- kota di Italia Utara.

Perjalanan kekasiaran itu lambat, mereka berhenti dan tinggal beberapa hari di tiap-tiap
kota yang mereka singgahi. Dengan melalui jalan darat, Aloysius mendapat kesempatan untuk
ikut mengunjungi semua tempat ziarah yang hendak dikunjungi sang ratu, terutarna Montserrat
dan Pilar. Di Spanyol, rematik Don Ferrante kambuh di tengah jalan sehingga ia harus
beristirahat di Kota Sarragossa, sementara Aloysius tetap ikut melanjutkan perjalanan. Kita
mendapat tahu bahwa sang ratu terkesan dengan penampilan serius Aloysius dan mulai
menganggapnya sebagai santo kecil.

Pada tanggal 7 Maret 1582, setelah enam bulan perjalanan, mereka akhirnya tiba di
ibukota Kerajaan, Madrid. Raja Philip sedang berada di Portugal, tempat ia memimpin kerajaan
itu, mengingat ialah satu-satunya cucu dari raja Portugal yang terjangkit wabah sementara
semua penerusnya telah meninggal terlebih dahulu. Hal pertama yang harus dikuasai oleh
Aloysius adalah bahasa spanyol. Ia menguasainya dalam waktu singkat. Mungkin karena
selama masih dalarn perjalanan atau bahkan sebelum perjalanan, orang tuanya telah mulai
mengajari dia. Ia juga belajar matematika di bawah bimbingan ahli matematika kerajaan selama
ia mempelajari astronomi dan sebagian dari filsafat.

Ada dua kejadian yang dapat membuktikan kemajuannya dalam belajar. Pernah, dalam
satu acara ia berada di Alcala, sebuah pusat pendidikan yang tersohor di mana sebuah diskusi
teologi sedang berlangsung di balairungnya . Ia diundang untuk ikut mengemukanan
pendapatnya dan berdebat. Untuk remaja seurn.urannya, ia menunjukkan kemampuan yang
luar biasa; bahkan ia rn.encoba untuk membuktikan bahwa misteri Tritunggal Maha Kudus
dapat diketahui lewat penalaran alami. Profesor yang memimpin jalannya diskusi itu adalah
Gabriel Vazquez, S.J. yang kelak akan menjadi profesornya di Roma.
Bab 6
“La Gonzaguina”

Pada tanggal 15 Agustus, setelah pertemuan dengan Bapa Paterno, Aloysius membuka
rahasianya dia kepada ibunya. Ibunya sangat bersukacita karena keputusan itu dan ia bersyukur
kepada Tuhan karena kerinduannya akan terpenuhi. Donna Martha merupakan orang pertama
yang memberitahukan kabar ini kepada Don Ferrante. Sayang, pemilihan waktunya tidak
begitu mendukung. Suasana hati Don Ferrante saat itu sedang tidak baik.

Setelah pemberitahuan itu, reaksi Don Ferrante berupa ledakan amarah yang menjadi
kekhasan keluarga Gonzaga, '"La Gonzaguina'. Semakin istrinya berusaha meredam
amarahnya semakin besar kecurigaannya bahwa ia mau warisannya turun kepada Rudolfo yang
lebih tinggi dan lebih kuat ketimbang Aloysius. Disamping itu, ia juga curiga, Aloysius
menggunakan kesalehannya untuk membuatnya berhenti dari kecanduannya bermain judi .
Saat Aloysius akhirnya datang untuk menyampaikan keputusan itu, Don Ferrante
menghujaninya dengan omelan dan cacimaki. Ia mengusir anaknya dari kamar itu dan
mengancam akan mencambuknya bila ia datang dengan permintaan bodoh yang sama. Sambil
mengendalikan 'La Gonzaguina'-nya sendiri, Aloysius membalasnya dengan sederhana namun
sungguh-sungguh bahwa persis seperti itulah yang ia mohonkan kepada Tuhan: menderita
untuk sesuatu yang ia cintai, lalu ia pergi dari hadapan ayahnya itu.

ia mempersalahkan Aloysius yang memilih Serikat Yesus, yang anggotanya berikrar


untuk tidak menerima jabatan gerejawi. Kenapa ia tidak memilih ordo religius lain? Aloysius
dengan, tegas menjawab bahwa ia memilih Serikat Yesus terutama karena alasan itu,
disamping alasan-alasan yang lain. Tidak masuk akal baginya bila ia meninggalkan tahtanya
dan kemudian menerima jabatan lain di tempat lain. Seperti badai' di musim panas, perdebatan
pertama itu berlalu tanpa ada hasil yang baik.

Hari - hari pun berlalu dan Don Ferrante nampaknya tidak Juga diyakinkan dengan
pernyataan Francis. Suatu hari, Aloysius yang tidak sabar karena permintaanya tidak pernah
didengarkan, pergi berjalan-jalan bersama Rudolfo dan memasuki Kolese Jesuit. Saat sudah
berada di dalam, ia meminta agar yang lain pulang dan meninggalkannya sendiri di sana
karena ia tidak berniat untuk kembali. Terkejut dengan permintaan itu, mereka pergi dan
melaporkan semuanya kepada sang Marquis yang sedang berbaring di tempat tidurnya
karena rematiknya kambuh. Don Ferrante kemudian memanggil pengacara dan orang
kepercayaannya dan mengirimnya untuk menjemput Aloysius. Petroceni (itulah nama orang
itu) pergi ke Kolese Jesuit itu dan bicara secara pribadi kepada Aloysius. Aloysius- pun
menjelaskan secara gamblang bahwa tidak perlu menunda sampai besok apa yang dapat
dilakukan hari ini. Petroceni melaporkan jawaban Aloysius kepada Don Ferrante yang gemetar
membayangkan keributan yang dapat terjadi di istana, mentertawakan ia si penjudi Italia yang
puteranya sendiri telah meninggalkan ia dan bergabung dengan para Jesuit, ialah putera yang
memberikan kata penyambutan bagi raja beberapa bulan lalu. Hal seperti itu tidak boleh
dibiarkan terjadi. Sang Marquis mengirim kembali pengacaranya itu dengan perintah jelas
baginya untuk meninggalkan kolese itu dan pulang segera. Aloysius menaatinya .
Bab 7
Pertandingan Kecerdikan

Beberapa minggu setelah kedatangan mereka, Don Ferrante memanggil Aloysius yang
penuh hasrat dan gelisah untuk bicara. Ia menjelaskan rencananya bagi Aloysius selama ini
dan mengatakan bahwa di akhir musim panas Aloysius dan Rudolfo beserta bebel para pelayan
akan melakukan perjalanan lagi tetapi bukan untuk bergabung dengan para Jesuit, tetapi untuk
mengunjungi para pangeran di Italia Utara. Aloysius kecewa terhadap ayahnya karena ayahnya
mengingkar janji meski sesungguhnya ia sudah dapat menduga rencana liciknya.

Seperti sahabat-sahabat nabi Ayub, satu persatu para sahabat Don Ferrante
didengarkan, diberi jawaban yang jitu, dan diyakinkan untuk menerima kebenarannya. Ketika
sang Marquis sudah kehabisan akal dan tidak tahu siapa lagi yang dapat dimintai pertolongan,
tubuhnya yang sakit menjadi penyela.mat baginya. Terbaring di tempat tidur karena serangan
rematik dan tidak mampu mengamati berjalannya administrasi pemerintahan, ia sangat
membutuhkan seorang yang cerdas dan penolong yang mumpuni untuk melepaskan beban itu
dari pundaknya . Kondisi keuangan mereka sedang berada dalam kondisi sangat terpuruk
setelah ia berjudi di Madrid. Lagi pula, dengan rematik yang sering kambuh, bisakah ia
berharap untuk hidup lebih lama? Kenapa anaknya yang keras kepala itu tidak dapat melihat
segala sesuatu dari sudut pandang seorang ayah? Tidak satupun anak lelakinya yang lain dapat
disandingkan dengan Aloysius. Semakin sering ia memikirkan hal itu semakin jelas bahwa
hanya Aloysius-lah solusinya. Jadi ia memanggil anaknya itu ke kamarnya, Don Ferrante
bertanya pada Aloysius tentang apa yang diputuskannya setelah bertemu dengan begitu banyak
orang bijak dan penting yang dihadirkan untuk menyelesaikan permasalahan itu. Aloysius
menjawab bahwa ia tetap dengan keputusannnya yang terdahulu, ternyata ia menjadi semakin
yakin dari hari ke hari. Pada saat itu meledaklah amarah Don Ferrante secara tak terkendali,
menghujani Aloysius dengan caci-maki yang menyakitkan bagi Aloysius. Kalimat penutupnya
adalah, "Menyingkirlah dari pandanganku!".

Karena suasana hati Aloysius yang semakin sedih yang disebabkan oleh ayahnya, ia
pun meninggalkan istana dan tinggal dalam sebuah biara kecil, lima kilometer dari Castiglione.
setelah tahu bahwa Aloysius tidak juga kembali untuk meminta maaf ataau mengatakan bahwa
ia mengubah pikirannya, Don Ferrante mencarinya. Ketika mengetahui bahwa ia telah
meninggalkan istana, ia mengirim para pelayannya dengan perintah untuk memaksa Aloysius
pulang. Saat Aloysius tiba di Istana, sekali lagi 'La Gonzaguina' meledak, "Berani- beraninya
kamu meninggalkan istana tanpa seizin ayah?'' Aloysius menjawab bahwa dengan berbuat
demikian berarti ia telah menuruti perintah ayahnya untuk menyingkir dari pandangannya.
Setelah serangkaian teriakan kemarahan, dengan segala caci-maki dan ancaman, Sang Marquis
dengan seksama memerintahkan anaknya itu untuk tidak pergi kemanapun selain ke kamarnya.
Aloysius berjanji untuk memenuhi perintah itu.
Bab 8
“Ya… Tidak”

Tidak ada seorangpun yang menyaksikan apa yang terjadi di antara orang tua yang
kaget dan anaknya yang juga terkejut, dan di antara orang tua itu sendiri. Seorang ibu pasti
segera meraih anaknya, mengecupnya ratusan kali, merangkulnya dengan erat; mengucapkan
kata-kata saying untuk mendamaikan ayah dan anaknya. Suatu perubahan terjadi pada
suaminya. Beberapa hari kemudian sang Marquis sendiri menulis sebuah surat kepada
sepupunya, Scipio Gonzaga, saudara dari Bapa Francis yang kelak segera diangkat menjadi
kardinal, untuk mengunjungi Superior Jenderal Serikat Yesus atas namanya dan menyerahkan
‘kepunyaannya yang paling berharga di dunia’, putera sulung dan ahli warisnya. Scipio juga
menanyakan di mana Aloysius dapat menjalankan novisiat, apakah di Italia Utara atau di
Roma. Bapa Claudio Aquaviva, Superior Jenderal Jesuit dan kerabat keluarga Gonzaga,
dengan senang hati memenuhi permintaan Don Ferrante dan mengharapkan agar Aloysius
datang ke Roma untuk menjalani masa novisiat.

Jawaban itu memenuhi hati Aloysius dengan penuh suka cita bahwa pada tanggal 15
Agustus, saat Pesta Maria diangkat ke Surga, ia menulis surat untuk mengucapkan terima kasih
kepada Bapa Claudio dan menyerahkan diri sepenuhnya di bawah bimbingannya. Tetapi, masih
ada satu rintangan yang tersisa : mengalihan hak atas tahtanya kepada Rudolfo, adiknya. Akan
makan waktu untuk menyelesaikan proses itu, mengingat bahwa mereka perlu memperoleh
izin dari Kaisar Austria yang berkuasa atas Castiglione. Untuk mempercepat proses itu,
Aloysius mendatangi ibu suri Eleonora dari Mantua yang baik hati, bibi dari Rudolfo sang
Kaisar Austria putera dari Ratu Maria. Thu suri yang saleh itu akan melakukan apapun agar
Aloysius dan para Jesuit.

Sebelum Aloysius kembali ke Castiglione, ia menulis kepada Jenderal Jesuit untuk


memohon kepadanya, jika ada cara lain agar ia bisa diterima dalam salah satu rumah Serikat
tanpa persetujuan dari ayahnya. Sang Jenderal menjelaskan bahwa hal itu tidak
dimungkinkan, demi kemuliaan Tuhan dan kebaikan Serikat. Aloysius berhenti di Mantua
tempat penguasanya untuk menyelenggarakan suatu perayaan besar dalam rangka menyambut
empat pangeran Jepang yang menjadi Kristen. Mereka dikirim oleh para misionaris Jesuit
untuk mengunjungi Bapa Suci. Don Ferrante dan Rudolfo juga pergi ke Mantua untuk ambil
bagian dalam peraya an itu dan melihat para tamu dari timur.

Karena ia diajak ikut ambil bagian kegembiraan festival itu, Aloysius menjalani sebuah
retret di Kolese Jesuit yang berada di kota itu, tempat ia membaca Konstitusi Serikat Yesus
dan bukannya menjadi ciut melainkan semakin teguh dalam panggilannya.
Bab 9
Kekalahan Si Tukang Judi (1585)

Saat ia kembali ke Castiglione, Aloysius menyadari apa yang ia duga di Milan


sepertinya benar. Ayahnya tidak membisikan sepatah katapun berkenaan dengan janji kepada
Bapa Achilles Gagliardi. Dalam suasana diam yang tidak menyenangkan, ia membantu
saudara-saudaranya yang masih kecil. dalam belajar, memberikan mereka mainan dan permen,
serta tetap mempertahankan kebiasaan doa dan matiraganya. Ia sangat lemah, sampai-sampai
Donna Martha memaksa suaminya agar membiarkan dia pergi sebelum terlambat; setidaknya
para superior Jesuit akan menyuruh dia untuk mempertahankan puasanya namun dalam patasan
yang aman.

Aloysius berusaha memberanikan dirinya dan dengan tegas menghadap sang Marquis,
meminta pemenuhan janji yang ia ucapkan ketika berada di Milan. Sang Marquis mengaku
tidak ingat akan hal itu, juga, ia tidak akan memberikan restu sampai ia sendiri semakin yakin
akan panggilan anaknya, juga perbaikan kondisi kesehatannya. Semua itu tidak akan mungkin
sampai ia setidaknya berumur 25 tahun. Iapun mengatakan, jika Aloysius sebegitu inginnya, ia
boleh keluar dari rumah itu sendiri, namun, ayahnya tidak akan lagi menganggap dirinya
sebagai anak. Ia meminta jawaban yang jelas atas pernyataannya.

Aloysius tercengang mendengarnya. Itu nampak tidak masuk akal. Ia memohon dan
memohon, sementara ayahnya terus - menerus berulang kali mengatakan tidak. Semakin ia
bersikeras dengan permintaannya, demikian pula sang Marquis semakin kukuh. Aloysius
kembali ke kamarnya, kembali berdoa dan bermati raga. Menulis surat kepada Jenderal Jesuit
tidak ada gunanya. ia kembali ke kamar ayahnya dengan jawaban yang dimintanya. Ia siap
untuk menyenangkan sang Marquis, menunda untuk masuk ke Serikat Yesus selama dua tahun,
dengan dua syarat. Pertama, ia harus diperkenankan tinggal di Roma untuk melanjutkan
studinya dan sang Marquis harus menulis surat kepada Pater Jenderal, berjanji untuk
merelakannya setelah waktu itu selesai. Jika tidak, Aloysius tidak siap untuk tetap tinggal
dalam kondisi seperti sekarang ini, karena jelas-jelas bertolak belakang dengan kehendak
Tuhan. Jika Serikat tidak mau menerima dia, ia siap menjadi gelandangan dan tuna wisma,
berpindah-pindah tempat tinggal, dari pada melawan hati nuraninya.

Aloysius yang telah digerakkan oleh kekuatan Roh Kudus, masuk ke kamar ayahnya
yang lagi-lagi sedang sakit, dan berkata, "Ayah, aku ini anakmu dan engkau dapat melakukan
apapun yang engkau mau terhadapku. Namun ingat, Tuhan memanggilku untuk bergabung
dengan Serikat Yesus dan ayah sedang melawan kehendak-NYA dengan menentang
panggilanku itu." Tanpa menunggu jawaban balasan, ia pergi. Perkataan itu membobol hati
Don Ferrante dan matanya terbuka akan kebenaran itu. Dengan dipen uhi rasa sakit dan
penyesalan, si sakit itu memalingkan wajahnya ke tembok dan meledaklah tangisnya. Sebegitu
kerasnya tangisannya hingga suaranya dapat terdengar dari ruangan lain. Setelah beberapa
waktu, ia memanggil Aloysius dan berkata, "Anakku, engkau telah menimbulkan kepedihan
yang mendalam dalam hatiku. Aku selalu mengasihimu dan karenanya melimpahkan semua
harapanku atasmu. Ayah tidak akan menahanmu lebih lama lagi. Pergilah kemana Tuhan
memanggilmu. Semoga Tuhan memberkatimu."
Bab 10
Pengurusan Suksesi (1585)

Karena Donna Martha sedang berada di Turino, mereka harus menunggu hingga ia
kembali. Proses ini dianggap penting maka harus dijalankan dengan sempurna. Karena lebih
mudah untuk mengumpulkan seluruh keluarga di pusat kekuasaan keluarga Gonzaga di Mantua
daripada di Castiglione, maka upacara tersebut dilaksanakan di sana. Sementara itu, berita
tentang Aloysius tersebar begitu cepat, seperti api yang liar merebak ke seluruh Castiglione.
Setiap kali Aloysius berjalan di jalan- jalan kota, orang-orang mengintip lewat jendela d an
pintu mereka.

Akhirnya, hari keberangkatannya tiba, ketika keretanya bergerak keluar dari gerbang
istana menuju ke jalanan kota Castiglione, semua orang turun ke jalan untuk sekilas saja
melihat Aloysius yang mereka sayangi, menangisinya karena takut kalau-kalau ia tidak akan
kembali lagi.

Pada 2 November 1585, semua anggota utama dan terkemuka dari keluarga Gonzaga
berkumpul di tempat Don Ferrante menginap. Dalam waktu singkat, beberapa bangsawan
muda melakukan usaha terakhir untuk membuat Aloysius mengubah pikirannya. Hari
berikutnya, ia berpamitan kepada para pemimpin Mantua, kedua adipati yakni William dan
Vincenzo bersama istri mereka yang keduanya bernama Eleonora. Pada malam harinya, ia
mengucapkan perpisahan kepada kedua orang tuanya dan berlutut mohon pengampunan serta
berkat. Tidak seorangpun dapat menebak bagaimana perasaan keduanya saat memberkati dia.
Ibunya menginginkan agar ia juga berpamitan dengan para dayangnya. Namun setelah berfikir
sejenak, Aloysius menolaknya dan mengatakan bahwa ia akan berdoa bagi mereka. Lalu ia
pergi ke kamarnya.

Pada keesokan harinya tanggal 4 November, Aloysius meninggalkan Mantua bersama


dengan Rudolfo hingga ke sungai Po. Sang Marquis mengatur agar seorang pastor, seorang
dokter, tutor lamanya Del Turco, seorang pelayannya dan beberapa orang lain agar
menghantarnya hingga ke Roma. Kedua bersaudara, yang sangat sedikit berbincang dalam
perjalanan, berpelukan dan kemudian berpisah di sungai Po. Aloysius dan rombongannya naik
kapal ke Ferrara.

Dalam perjalanan, sebagaimana perintah sang Marquis, ia mengunjungi para pemimpin


di daerah-daerah yang berbeda, mereka yang terikat dengan keluarga Gonzaga karena ikatan
lahir atau kekerabatan. Di Loreto, ia menghabiskan seluruh hari di tempat peziarahan Bunda
Maria yang terkenal dan malamnya ia memilih untuk menginap di rumah penginapan yang
jelek ketimbang di kolese Jesuit. Di setiap penginapan, ia mengecewakan juru masak dan
pelayannyayang berharap sang Marquis muda itu memesan makanan yang mewah, tetapi
nyatanya ia meminta makanan yang sederhana dan sedikit pula. Akhirnya, pada suatu pagi, dari
kejauhan para musafir itu dapat melihat menara-menara tinggi dari gereja-gereja di Roma.
Bab 11
Hari – Hari Pertama di Roma (1585)

19 atau 20 November 1585. Setelah turun dari kuda mereka di halaman istana, para
musafir itu disambut oleh Patriark5 Scipio Gonzaga, Aloysius menghormat atas nama orang
tuanya. Setelah menempuh istirahat secukupnya, Aloysius pergi ke de Gesu, rumah induk para
Jesuit untuk bertemu pater Claudio Aquaviva, sang Superior jenderal, yang menerimanya di
taman. Aloysius menyerahkan kepada Pater Jenderal sebuah surat indah yang ditulis oleh
ayahnya, di dalamnya Don Ferrante menjelaskan alasannya menunda keberangkatan Aloysius
untuk bergabung dengan serikat karena ia takut mengambil langkah terlalu cepat.

Aloysius harus menempuh suatu periode yang disebut sebagai "masa probasi pertama".
Selama beberapa hari, kandidat itu harus memikirkan lagi tentang keputusannya dan coba
memahami peraturan - peraturan yang harus ia taati. Kemudian sebuah retret dilaksanakan
sebagai persiapan untuk bergabung dengan novisiat yang sesungguhnya. Masa percobaan
pertama Aloysius dipersingkat karena masalah kesehatan. Kelelahan setelah perjalanan di
musim dingin, tekanan yang harus ia lalui selama hari - hari belakangan; semua itu telah
menguras tenaganya. Setelah pemimpin novisnya, Piscatore mengetahui kebiasaan doa berjam-
jam dan matiraga yang telah ia lakukan serta perjuangan yang harus dilalui oleh Aloysius
selama ini, ia sepenuhnya yakin atas kemurnian panggilannya dan mempersilahkan dia untuk
memulai "probasi kedua."

Selama periode dua tahun itu, Aloysius harus melatih diri dalam penghayatan kaul-kaul
religius dan semua keutamaan yang diperlukan seorang Jesuit untuk penyucian diri dan
kerasulannya. Pertama-tama dan yang utama, ia harus berusaha mengindari setiap
pengistimewaan atas dirinya yang adalah pangeran, hal mana mungkin masih melekat pada
dirinya. Ia membawa dari rumah sebuah gambar Yesus dari kain lenan, buku brevirnya dan
pakaian.

Ada empat ujian yang harus dilalui oleh seorang novis Jeusit untuk dapat lanjut, yakni:
retret sebulan penuh, pelayanan di rumah sakit, menjadi pengemis dalam sebuah peziarahan
dan mengajarkan katekismus kepada orang- orang. Ujian tersebut kepada masing-masing novis
sesuai dengan kesanggupannya. Sangatlah mungkin Aloysius menjalankan retret sebulan
penuhnya pada permulaan masa novisiatnya, di mana ia memetik, di antara buah-buah yang
lain, pengetahuan yang lebih mendalam tentang Tuhan Yesus dan panggilannya sendiri.

Menjelang akhir Maret 1586, Aloysius menerima kabar duka, ayahnya sang Marquis
meninggal dunia, suatu kematian yang suci. Setelah kepergian anaknya, Don Ferrante
mengalami sebuah perubahan rohani yang mendalam. Meski selama ini ia sudah menjadi
seorang katolik yang baik, tetaplah ia terlalu membenamkan diri dalam hal-hal materiil, seperti
kesejahteraan dan kehormatan keluarga.
Bab 12
Tidak Setengah – Setengah

Dalam satu kesempatan, Aloysius mengingat sebuah ungkapan yang sering ia dengar
dari ayahnya, yakni: seseorang haruslah tidak tanggung- tanggung untuk melakukan sesuatu
atau menjadi sesuatu. Jadi, Aloysius mau mempraktekkan nasihat ayahnya itu dengan menjadi
seorang biarawan yang tidak setengah-setengah, meninggalkan dunia demi mengikut Kristus.

Totalitas adalah kunci kesuciannya. Tetapi bukan hal tersebut yang menjadikannya
suci. Totalitasnya itu menyediakan lahan subur bagi rahmat Roh Kudus untuk berbuah. Ia
sangat cermat dalam menaati semua peraturan di novisiat, bahkan peraturan paling kecil
sekalipun. Ia total dalam setiap kerja demi cintanya kepada Tuhan dan total dalam doa. Dalam
hal puasa dan matiraga, seperti yang telah ibunya perkirakan, superiornya membatasi puasa
dan matiraganya. Aloysius sendiri kelak mengakui bahwa ia lebih banyak berpuasa dan
bermatiraga saat sebelum bergabung dengan Serikat Yesus ketimbang sesudah ia bergabung.

Ia menghidarkan dirinya dari kesenangan-kesenganan kecil seperti: tidak mencium


harumnya bunga di taman, mengambil tugas yang paling tidak menyenangkan dan memilih
peran paling sederhana saat merawat orang sakit. Dalam percakapan, ia menghidari
perbincangan yang tidak berguna dan yang berbau duniawi dengan sebisa mungkin
mengalihkan topik pembicaraan itu. ia mengunjungi Kardinal Vincent Gonzaga, yang tentu
saja mulai berbicara tentang kematian Don Ferrante yang baru saja terjadi. Aloysius tidak
mengatakan sepatah katapun sampai sang Kardinal beralih ke topik rohani. Ada beberapa
anekdot, meskipun nampaknya meragukan, membantu kita untuk memahami kesungguhannya
dalam hal totalitas.

Ada tiga karakteristik yang memancarkan keunggulannya dibanding yang lain:


ketenangannya, penuh keceriaan dan kedewasaan yang luar biasa dalam berfikir. Itu semua
datang dari kehidupan doanya yang mendalam, selama ia menitikan begitu banyak air mata,
lebih lagi ketika ia bermedita si atau berkontemplasi tentang Tuhan.

Devosi utamanya adalah kepada Sakramen Mahakudus. Pada masa itu, kaum religius
menerima komuni hanya satu kali seminggu. Aloysius membagi tiap-tiap pekan itu ke dalam
dua bagian: setengah pekan pertama ia pergunakan sebagai persiapan untuk komuni
selanjutnya dan setengah pekan berikutnya adalah untuk bersyukur atas komuni itu. Lalu,
Devosi keduanya adalah kepada Sengsara Tuhan. Ia menimba kekuatan yang luar biasa dari
devosi ini, saat ia masih dalam perjuangan dan matiraganya di dunia. Tiap-tiap sore untuk
beberapa saat ia akan mengkontemplasikan dirinya berdoa di bawah Salib Kristus di Kalvari.
Devosi lain yang dapat diduga juga, kepada Perawan Maria yang ia kasihi sebagai seorang
bunda; dan kepada para malaikat yang kudus. Ia menulis tentang malaikat sepanjang beberapa
halaman; di kemudian hari tulisan itu dipublikasikan dalam sebuah buku meditasi.
Bab 13
Salib : Kesehatan yang Buruk (1586 – 1589)

Pada 17 November 1586, empat Jesuit yang sakit di bawa dari Roma ke Naples karena
ada gejala perubahan iklim. Mereka adalah pimpinan novisiat, Pater Piscatore dan tiga
novisnya: seorang dari Skotlandia, seorang dari Prancis dan Aloysius. Di Naples mereka
menginap di rumah novisiat, yang juga merupakan sebuah kolese, di mana Aloysius dapat
melanjutkan novisiat dan pelajaran filsafatnya sekaligus. Para superior berharap agar otak
Aloysius yang selalu gelisah dapat beristirahat dengan belajar metafisika dan ia dapat pulih
dari sakit kepala dan insomnia.

Bertahun-tahun kemudian, ia memperoleh penghiburan untuk penderitaannya dalam


penjara di Jepang ketika memikirkan kembali tentang Aloysius yang sudah dibeatifikasi dan
ia meminta agar diadakan misa di Altar Aloysius agar ia dikaruniai rahmat kemartiran.
Sementara itu, kesehatan Aloysius tidak juga membaik. Sebaliknya ia terus saja merasakan
sakit kepala dan demam berkepanjangan, kini ia diserang penyakit erysipelas7. Pater superior
kemudian memanggilnya pulang ke Roma pada bulan Mei 1587 untuk tinggal di kolese Roma.

Musim gugur tahun itu adalah akhir dari masa studi filsafatnya. Aloysius dipilih untuk
mempertahankan sebuah daftar panjang tesis-tesis yang isinya adalah rangkuman filsafat yang
telah ia pelajari, dihadapan sejumlah besar orang dan tiga kardinal yang punya keterkaitan
dengannya. Para Kardinal itu takjub, meskipun kesehatannya buruk, ia dapat menguasai
pelajarannya dengan sangat sempurna.

Suatu hari, seorang rekannya mengatakan kepadanya bahwa ia tidak dapat mengerti
mengapa, ia begitu bijak dan peka dalam segala hal, ia tidak menuruti nasihat pater-pater lanjut
usia dan bijaksana dalam hal perlakuan terhadap tubuhnya yang begitu mendalam itu. Aloysius
menjelaskan, ada dua macam orang yang memberikan nasihat yang sama: mereka yang tidak
mempraktikannya sendiri dan mereka yang melakukannya. Selama masa belajarnya, buku-
buku kesukaannya adalah SUMMA THEOLOGICA dari St. Thomas Aquinas dan Kitab Suci.
Penulis kesukaannya, St. Agustinus dan St. Bernardus. Karena sakit kepalanya yang parah,
superiornya melarang dia untuk mencatat sendiri di kelas dan mengizinkan untuk mempunyai
seorang juru tulis bagi dirinya.

Dalam jalan ini, dua tahun yang menyenangkan dan penuh kedamaian berlalu. Di Roma
Aloysius belajar dengan sungguh-sungguh, ia belajar lebih dan lebih lagi tentang Tuhan, serta
lama semakin mendalam memasuki samudera Cinta Ilahi.
Bab 14
Diplomat karena Terpaksa (1589)

Don Horacio Gonzaga mendadak meninggal dunia. Ia adalah saudara Don Ferrante dan
menjadi Marquis di Solferino dekat Castiglione. Berdasarkan hukum yang berlaku pada saat
itu, daerahnya jatuh ke tangan kerabat terdekatnya, tuan tanah Castiglione, Marquis Rudolfo,
keponakannya. Tak lama setelah Rudolfo diberitahu tentang kematian pamannya, ia
mengirimkan pasukannya untuk menduduki benteng Solferino. Pasukan penjaga dengan
damai menyerah karena mereka mengetahui dengan pasti siapa seharusnya yang menjadi tuan
baru mereka. Namun Adipati Vincenzo, penerus William mengirimkan surat peringatan keras
kepada Rudolfo. Ia memerintahkan agar Rudolfo menarik semua pasukannya dari Solferino
karena tahta Marquis Horacio diwariskan kepadanya.

Donna Martha mengambil keputusan yang tegas demi perdamaian dan hak
keluarganya. Ditemani oleh tiga putera termudanya dan sejumlah besar pasukan berkuda, ia
pergi ke Prague, di mana Kaisar Austria tinggal, untuk melaporkan kasus itu. Sang Kaisar yang
mendengarkan dengan seksama permintaan Donna Martha itu, tertarik dengan kecerdasan
Francis, anaknya yang berumur sembilan tahun, yang dengan baik telah memberikan pidato di
hadapan sang Kaisar. Ia kemudian meminta kepada Donna Martha agar diperkenankan
menjaga dan mendidik Francis-nya di istananya dan ia akan menunjuk administrator sementara
untuk Solferino sampai permasalahannya diselesaikan dengan baik.

Setelah menyelesaikan permasalahan Solferino, Aloysius masih diminta untuk


menyelesaikan satu lagi permasalahan oleh ibunya. Kali ini menyangkut kehidupan pribadi
Rudolfo. Ia suatu hari telah menculik dan menyimpan di istananya, Helena puteri seorang
pegawainya. Setiap kali Aloysius menanyakan Rudolfo tentang hal itu, ia selalu mengelak.
Akhirnya, sebelum meninggalkan Castiglione dan pergi ke Milan, Aloysius menyudutkannya
dengan· keras untuk mengungkapkan misteri yang coba disembunyikan selama ini. Rudolfo
berjanji akan melakukannya, tapi tidak di Castiglione namun di Milan. Ia akan menyusul
Aloysius setelah beberapa hari. Jadi, pada suatu hari Rudolfo pergi ke rumah Jesuit di Milan
dan minta bertemu dengan saudaranya.

Setelah doanya selesai, Rudolfo mengaku kepada Aloysius bahwa ia secara diam-diam
telah menikahi Helena, atas izin uskup dan pernikahan mereka telah diberkati oleh pastor
paroki Castiglione di hadapan para saksi. Tanpa menghiraukan kelas sosial Helena yang lebih
rendah, Aloysius senang karena mengetahui adiknya tidak hidup dalam dosa; namun tetap
memaksa agar pernikahannya itu diberitahukan demi menghindari skandal. Rudulfo sendiri
mengumumkannya kepada rakyat. Demikianlah terjadi, kepuasan bagi semua.

Setelah semua permasalahan telah selesai. Donna Martha meminta Aloysius untuk
berkhotbah kepada orang-orang Castiglione. Permintaan ini disetujui olehnya. Ia tidak
menghendaki ada dentangan lonceng untuk memanggil rakyat agar berkumpul di gereja.
Bab 15
Tahun Terakhir (1590 – 1591)

Setelah mengembalikan kedamaian dalam keluarganya, pada 9 Maret Aloysius


merayakan ulang tahunnya yang ke-22. Itulah perayaan mesra bersama seluruh keluarga
baginya. Tiga hari kemudian ia kembali ke Milan, tepat enam bulan setelah kepergiannya dari
Roma. Bebas dari segala beban diplomatik, Aloysius dapat melanjutkan studi teologinya di
Milan. Ia kembali menyesuaikan diri dengan komunitasnya seperti yang lain.

Suatu hari pada saat makan siang, ia mendengarkan sebuah buku yang dibacakan. Buku
itu membahas tentang cinta Tuhan kepada ciptaan-Nya. Tiba - tiba, Aloysius merasa dirinya
seperti terbakar dan berhenti makan. Rekan- rekannya menanyakan alasan yang ia tidak dapat
dijawabnya dengan kata-kata tetapi dengan air mata berderai jatuh dari wajahnya, wajahnya
berseri-seri smentara ia diam dalam keheningan. Saat berdoa di dalam ruangan terjelek di
rumah itu, ia menerima dari Tuhan sebuah pesan yang jelas tentang masa depannya, bahwa ia
tidak akan lama lagi berada di dunia. Dengan terus mengingat rahmat ini, akan lebih mudah
bagi kita untuk memahami kebiasaan di sisa-sisa hidupnya.

Kebebasan dalam kesucian atau kesucian dalam kebebasan bisa jadi cara terbaik untuk
menggambarkan tahun terakhir dari hidup Aloysius. Lagipula, setelah terbebas dari semua
kekhawatirannya atas keluarga, ia berharap agar segera terbebas dari semua ikatan yang
bersifat sementara. Ia kemudian, semakin berkonsentrasi dalam kontemplasi tentang Tuhan dan
segala sifat-Nya, terutama atas kekudusan-Nya. Seperti yang dikatakan Pater Martindale, hati
Aloysius bagaikan lautan yang tenang disinari cahaya Tuhan dengan sempurna, tanpa ombak
dan riak air.

Aloysius dilarang mengunjungi rumah sakit oleh superiornya. Meski demikian, ia justru
pergi mengemis bagi orang-orang kecil yang menderita itu. Pada hari-hari itu seorang pangeran
dari Firenze datang ke Roma untuk mewakili istananya memberikan penghormatan pada Sri
Paus. Aloysius diizinkan untuk menemuinya karena pangeran itu adalah teman
sepermainannya saat masih kanak-kanak.

Dalam suratnya kepada Rudolfo, Aloysius meminta bantuan. Ia membahas tentang


keadaan orang-orang miskin di daerah kekuasaan adiknya. Ia berpesan kepada saudaranya
untuk melindungi beberapa perempuan muda yang hendak masuk biara dari penganiayaan
yang tidak adil. Pada tanggal 23 Februari, Aloysius menulis surat kepada ibunya, mengucapkan
terima kasih kepadanya dan Rudolfo karena pakaian - pakaian yang telah mereka kirimkan.
Dalam suratnya ia menyampaikan harapannya, agar ibunya menerima ganjaran di surga tempat
ia akan pergi pada waktunya nanti.
Bab 16
Jatuh Sakit untuk Terakhir Kalinya (1591)

Pada 3 Maret, saat sedang menuju ke rumah sakit Conzolazione, Aloysius menemukan
seorang penderita wabah yang terkapar di jalan. Ia meletakkan orang itu di pundaknya dan
menggendongnya ke rumah sakit di mana ia memberikan si sakit pertolongan pertama. Saat
kembali ke rumah, pada hari yang sama ia merasa tidak enak badan dan demamnya semakin
tinggi. Menduga ini akan jadi sakitnya yang terakhir ia memanggil bapa pengakuannya
Robertus Bellarminus.

Ia menceriterakan keinginan besarnya untuk mati lalu bertanya kepada bapa


pengakuannya apakah benar untuk mempunyai keinginan seperti itu. Bapa pengakuannya balas
bertanya kepada pasien itu, kenapa ia mau mati. Karena ingin lebih bersatu dengan Tuhan,
jawabnya. Kemudian Bapa Robertus Bellar.minus menjelaskan bahwa tidak ada yang salah
dengan keinginan seperti itu. Tidak salah jika menyerahkan diri kita pertama-tama untuk
kehendak Tuhan.

Selama beberapa hari kemudian, demam itu menggerogoti tubuh yang ringkih itu. Pada
hari ke-7 Aloysius menerima komuni suci dan perminyakan. Melihat beberapa rekan Jesuit
yang mengetahui hidup matiraganya yang berlebihan berada di sekelilingnya, ia meminta pater
rektor untuk mengatakan kepada mereka bahwa ia tidak menyesali sedikitpun apa yang telah
ia lakukan. Bahkan ia merasa menyesal karena tidak dapat melakukan lebih banyak lagi hal
yang oleh ketaatan yang suci boleh dilakukan olehnya. Ada tiga orang tua yang secara khusus
sangat perhatian pada Aloysius yang sedang sakit itu. Mereka adalah dua orang kardinal dari
keluarga Gonzaga dan seorang pastor Jesuit. Melihat para kardinal itu sangat memperhatikan
keadaan Aloysius, sang Rektor menghaturkan terima kasih dan menawarkan kepada mereka
laporan kesehatan harian Aloysius agar mereka dapat bersiap bilamana ada masalah.
Sebaliknya mereka menjelaskan bahwa mereka datang bukan hanya untuk Aloysius namun
bagi kepentingan pribadi masing-masing.

Suatu hari, Aloysius bertanya kepada pater Bellarminus apakah bisa seseorang masuk
surga tanpa melalui api pencucian. Bapa pengakuannya menjelaskan bahwa itu mungkin saja;
nyatanya ia berharap Aloysius sendiri dapat melakukannya, mengingat bahwa Tuhan telah
menganugerahkan kepadanya begitu banyak rahmat. Selama 8 hari terakhir itu, Aloysius
menulis atau mendiktekan beberapa surat yang ditujukan kepada para Jesuit yang dirasa masih
perlu ia balas budinya. Terkadang Aloysius jadi terlalu lemah untuk menandatangani surat itu,
sehingga ia hanya membuat tanda salib sebagai gantinya. Ia juga menulis surat terakhir untuk
ibunya. Ia memohon berkat dan doa.

Mereka menempatkan sebuah lilin bernyala di tangan Aloysius sebagai simbol


keimannya. Pasien itu terus menyebut nama Yesus yang manis perlahan hingga akhirnya
bibirnya berhenti bergerak. Kemudian ia menutup matanya dan iapun tiada. Ia telah pergi
kerumah Yesusnya yang tercinta.

Anda mungkin juga menyukai