Anda di halaman 1dari 13

Makalah-Makalah telusuri

2nd May 2016 Makalah Sejarah Bahasa Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang disampaikan


seseorang kepada orang lain agar bisa mengetahui apa yang menjadi
maksud dan tujuannya. Pentingnya bahasa indonesia sebagai identitas
bangsa Indonesia yang tidak bisa dilepaskan dari adanya pengakuan
manusia terhadap pemakaian bahasa dalam kehidupan bermasyarakat
sehari-hari. Hanya dengan bahasa, manusia dapat membuat sesuatu terasa
nyata dan terungkap. Untuk memperdalam mengenai Sejarah, fumgsi dan
kedudukan Bahasa Indonesia, kita perlu mengetahui bagaimana
perkembangannya sampai saat ini sehingga kita tahu mengenai bahasa
pemersatu dari berbagai suku dan adat-istiadat yang beranekaragam yang
ada di Indonesia, yang termasuk kita di dalamnya. Maka dari itu melalui
laporan ini penulis ingin menyampaikan sejarah tentang perkembangan
bahasa Indonesia.

1.2  Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam
pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah perkembangan Bahasa Indonesia?


2. Apa Fungsi Bahsa Indonesia?
3. Bagaimana Kedudukan Bahasa Indonesia?

1.3  Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah


ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Bahasa Indonesia


2. Untuk mengetahui Fungsi Bahasa Indonesia
3. Untuk Mengetahui Bagaimana kedudukan bahasa Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Sejarah Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu [https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayu]


yang dijadikan sebagai bahasa [https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa] resmi
[https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_resmi] Republik Indonesia
[https://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Indonesia] dan bahasa persatuan
[https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_bahasa_di_Indonesia] bangsa Indonesia
[https://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Indonesia] . Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya
setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
[https://id.wikipedia.org/wiki/Proklamasi_Kemerdekaan_Indonesia] , tepatnya sehari sesudahnya,
bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi [https://id.wikipedia.org/wiki/UUD_1945] . Di
Timor Leste [https://id.wikipedia.org/wiki/Timor_Leste] , bahasa Indonesia berstatus sebagai
bahasa kerja [https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_kerja] .
Dari sudut pandang linguistik [https://id.wikipedia.org/wiki/Linguistik] , bahasa Indonesia
adalah salah satu dari banyak ragam [https://id.wikipedia.org/wiki/Ragam_bahasa] bahasa
Melayu [https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayu] . Dasar yang dipakai adalah bahasa
Melayu Riau [https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bahasa_Melayu_Riau&action=edit&redlink=1]
(wilayah Kepulauan Riau [https://id.wikipedia.org/wiki/Kepulauan_Riau] sekarang dari abad ke-
19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai
bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak
awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah
Pemuda [https://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Pemuda] , 28 Oktober 1928, untuk menghindari
kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini
menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang
digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya
[https://id.wikipedia.org/wiki/Semenanjung_Malaya] . Hingga saat ini, Bahasa Indonesia
merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui
penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia,
Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu [https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_ibu] bagi
kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu
dari 748 bahasa yang ada di Indonesia [https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_bahasa_di_Indonesia]
sebagai bahasa ibu [https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_ibu] . Penutur Bahasa Indonesia
kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan
dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa
Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra,
perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga
dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Fonologi [https://id.wikipedia.org/wiki/Fonologi] dan tata bahasa
[https://id.wikipedia.org/wiki/Tata_bahasa] Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah. Dasar-
dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun
waktu beberapa minggu. Berikut ini akan dijelaskan fase sejarah bahasa melayu
menjadi bahasa Indonesia :
a. Masa lalu sebagai bahasa Melayu
Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa
Austronesia [https://id.wikipedia.org/wiki/Austronesia] dari cabang bahasa-bahasa
Sunda-Sulawesi [https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa-bahasa_Sunda-Sulawesi] , yang
digunakan sebagai lingua franca [https://id.wikipedia.org/wiki/Lingua_franca] di
Nusantara [https://id.wikipedia.org/wiki/Nusantara] kemungkinan sejak abad-abad
awal penanggalan modern [https://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Masehi] .
Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir
tenggara Pulau Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke
berbagai tempat di Nusantara dari wilayah ini, berkat penggunaannya oleh
Kerajaan Sriwijaya [https://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya] yang menguasai jalur
perdagangan. Istilah Melayu atau sebutan bagi wilayahnya sebagai Malaya
sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang bertempat di Batang Hari,
Jambi, dimana diketahui bahasa Melayu yang digunakan di Jambi
menggunakan dialek "o" sedangkan dikemudian hari bahasa dan dialek
Melayu berkembang secara luas dan menjadi beragam.
Istilah Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah
kerajaan Hindu-Budha pada abad ke-7 di hulu sungai Batanghari, Jambi di
pulau Sumatera, jadi secara geografis semula hanya mengacu kepada
wilayah kerajaan tersebut yang merupakan sebagian dari wilayah pulau
Sumatera. Dalam perkembangannya pemakaian istilah Melayu mencakup
wilayah geografis yang lebih luas dari wilayah Kerajaan Malayu tersebut,
mencakup negeri-negeri di pulau Sumatera sehingga pulau tersebut
disebut juga Bumi Melayu seperti disebutkan dalam Kakawin
Nagarakretagama.
Ibukota Kerajaan Melayu semakin mundur ke pedalaman karena
serangan Sriwijaya dan masyarakatnya diaspora keluar Bumi Melayu,
belakangan masyarakat pendukungnya yang mundur ke pedalaman
berasimilasi ke dalam masyarakat Minangkabau menjadi klan Malayu
(suku Melayu Minangkabau) yang merupakan salah satu marga di
Sumatera Barat. Sriwijaya berpengaruh luas hingga ke Filipina membawa
penyebaran Bahasa Melayu semakin meluas, tampak dalam prasasti
Keping Tembaga Laguna.
Bahasa Melayu kuno yang berkembang di Bumi Melayu tersebut
berlogat "o" seperti Melayu Jambi, Minangkabau, Kerinci, Palembang dan
Bengkulu. Semenanjung Malaka dalam Nagarakretagama disebut Hujung
Medini artinya Semenanjung Medini.

Dalam perkembangannya orang Melayu migrasi ke Semenanjung


Malaysia (= Hujung Medini) dan lebih banyak lagi pada masa
perkembangan kerajaan-kerajaan Islam yang pusat mandalanya adalah
Kesultanan Malaka, istilah Melayu bergeser kepada Semenanjung Malaka
(= Semenanjung Malaysia) yang akhirnya disebut Semenanjung Melayu
atau Tanah Melayu. Tetapi nyatalah bahwa istilah Melayu itui berasal dari
Indonesia. Bahasa Melayu yang berkembang di sekitar daerah
Semenanjung Malaka berlogat "e".
Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512 sehingga
penduduknya diaspora sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara.
Bahasa Melayu Purba sendiri diduga berasal dari pulau Kalimantan, jadi
diduga pemakai bahasa Melayu ini bukan penduduk asli Sumatera tetapi
dari pulau Kalimantan. Suku Dayak yang diduga memiliki hubungan
dengan suku Melayu kuno di Sumatera misalnya Dayak Salako, Dayak
Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban yang semuanya berlogat "a" seperti
bahasa Melayu Baku.
Penduduk asli Sumatera sebelumnya kedatangan pemakai bahasa
Melayu tersebut adalah nenek moyang suku Nias dan suku Mentawai.
Dalam perkembangannya istilah Melayu kemudian mengalami perluasan
makna, sehingga muncul istilah Kepulauan Melayu untuk menamakan
kepulauan Nusantara.
Secara sudut pandang historis juga dipakai sebagai nama bangsa
yang menjadi nenek moyang penduduk kepulauan Nusantara, yang dikenal
sebagai rumpun Indo-Melayu terdiri Proto Melayu (Melayu Tua/Melayu
Polinesia) dan Deutero Melayu (Melayu Muda). Setelah mengalami kurun
masa yang panjang sampai dengan kedatangan dan perkembangannya
agama Islam, suku Melayu sebagai etnik mengalami penyempitan makna
menjadi sebuah etnoreligius (Muslim) yang sebenarnya di dalamnya juga
telah mengalami amalgamasi dari beberapa unsur etnis.
M. Muhar Omtatok, seorang Seniman, Budayawan dan Sejarahwan
menjelaskan sebagai berikut: "Melayu secara puak (etnis, suku), bukan
dilihat dari faktor genekologi seperti kebanyakan puak-puak lain. Di
Malaysia, tetap mengaku berpuak Melayu walau moyang mereka berpuak
Jawa, Mandailing, Bugis, Keling dan lainnya. Beberapa tempat di Sumatera
Utara, ada beberapa Komunitas keturunan Batak yang mengaku Orang
Kampong - Puak Melayu
Kerajaan Sriwijaya [https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sriwijaya] dari abad ke-
7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuna
[https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayu_Kuna] ) sebagai bahasa kenegaraan. Lima
prasasti [https://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti] kuna yang ditemukan di Sumatera
bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu
yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta
[https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sanskerta] , suatu bahasa Indo-Eropa
[https://id.wikipedia.org/wiki/Rumpun_bahasa_Indo-Eropa] dari cabang Indo-Iran.
Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan
pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa
[https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Jawa] dan Pulau Luzon
[https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Luzon] . Kata-kata seperti samudra, istri, raja,
putra, kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga abad ke-15
Masehi.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa
Melayu Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai
oleh Kesultanan Melaka [https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Melaka] , yang
perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi
[https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bahasa_Melayu_Tinggi&action=edit&redlink=1] .
Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar
Sumatera [https://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera] , Jawa [https://id.wikipedia.org/wiki/Jawa] ,
dan Semenanjung Malaya [https://id.wikipedia.org/wiki/Semenanjung_Malaya] . Laporan
Portugis [https://id.wikipedia.org/wiki/Portugal] , misalnya oleh Tome Pires
[https://id.wikipedia.org/wiki/Tome_Pires] , menyebutkan adanya bahasa yang
dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan
[https://id.wikipedia.org/wiki/Magellan] dilaporkan memiliki budak dari Nusantara
yang menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam
sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab
[https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Arab] dan bahasa Parsi
[https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Parsi] , sebagai akibat dari penyebaran agama
Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti
masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti
anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada
periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga
sekarang.
Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan
Inggris meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat
pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata
untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu,
sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak
memberi pengayaan di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya
dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad ke-20.
Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah
pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai
oleh penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai
intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata
Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan
keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan
cukong.
Jan Huyghen van Linschoten
[https://id.wikipedia.org/wiki/Jan_Huyghen_van_Linschoten] pada abad ke-17 dan Alfred
Russel Wallace [https://id.wikipedia.org/wiki/Alfred_Russel_Wallace] pada abad ke-19
menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa
yang paling penting di "dunia timur".[12]
[https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia#cite_note-indodic-12] Luasnya penggunaan
bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa
perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan
Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis
[https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Portugis] , bahasa Tionghoa
[https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Tionghoa] , maupun bahasa setempat. Terjadi
proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur
Nusantara, misalnya di Manado [https://id.wikipedia.org/wiki/Manado] , Ambon
[https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Ambon] , dan Kupang [https://id.wikipedia.org/wiki/Kupang] .
Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan
varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa
[https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bahasa_Melayu_Tionghoa&action=edit&redlink=1] di
Batavia [https://id.wikipedia.org/wiki/Batavia] . Varian yang terakhir ini malah
dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama
berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19).[13]
[https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia#cite_note-13] Varian-varian lokal ini secara
umum dinamakan bahasa Melayu Pasar
[https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayu_Pasar] oleh para peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja
Ali Haji [https://id.wikipedia.org/wiki/Raja_Ali_Haji] dari istana Riau-Johor
[https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Riau-Johor] (pecahan Kesultanan Melaka)
menulis kamus [https://id.wikipedia.org/wiki/Kamus] ekabahasa untuk bahasa
Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa
yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional pada
masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi
dengan jelas.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua
kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa
Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi
yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat
dikatakan sebagai lingua franca [https://id.wikipedia.org/wiki/Lingua_franca] , tetapi
kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga. Kata-kata
pinjaman
b. Bahasa Indonesia
Pemerintah kolonial [https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Kolonial&action=edit&redlink=1] Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa
Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan
pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai
pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu
Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah sarjana
Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu
pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya
sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio"
bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula
bahasa Melayu Riau-Johor.
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa
Melayu mulai terlihat. Pada tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda
[https://id.wikipedia.org/wiki/Hindia-Belanda] ) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen
[https://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Van_Ophuijsen] dan pada tahun 1904 Persekutuan
Tanah Melayu [https://id.wikipedia.org/wiki/Persekutuan_Tanah_Melayu] (kelak menjadi
bagian dari Malaysia) di bawah Inggris [https://id.wikipedia.org/wiki/Inggris]
mengadopsi ejaan Wilkinson [https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Ejaan_Wilkinson&action=edit&redlink=1] Ejaan Van Ophuysen diawali dari
penyusunan Kitab Logat Melayu [https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Kitab_Logat_Melayu&action=edit&redlink=1] (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen
[https://id.wikipedia.org/wiki/Van_Ophuijsen] , dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer
dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor
de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak
lembaga ini menjadi Balai Poestaka [https://id.wikipedia.org/wiki/Balai_Poestaka] .
Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A. Rinkes
[https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=D.A._Rinkes&action=edit&redlink=1] , melancarkan
program Taman Poestaka [https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Taman_Poestaka&action=edit&redlink=1] dengan membentuk perpustakaan
[https://id.wikipedia.org/wiki/Perpustakaan] kecil di berbagai sekolah pribumi dan
beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat
pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan Bahasa
Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat
Sumpah Pemuda [https://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Pemuda] tanggal 28 Oktober
[https://id.wikipedia.org/wiki/28_Oktober] 1928 [https://id.wikipedia.org/wiki/1928] . Penggunaan
bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin
[https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Yamin] , seorang politikus, sastrawan, dan ahli
sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin
mengatakan, "Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di
Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa
diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi
dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi
bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia
banyak dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau
[https://id.wikipedia.org/wiki/Minangkabau] , seperti Marah Rusli
[https://id.wikipedia.org/wiki/Marah_Rusli] , Abdul Muis [https://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Muis]
, Nur Sutan Iskandar [https://id.wikipedia.org/wiki/Nur_Sutan_Iskandar] , Sutan Takdir
Alisyahbana [https://id.wikipedia.org/wiki/Sutan_Takdir_Alisyahbana] , Hamka
[https://id.wikipedia.org/wiki/Hamka] , Roestam Effendi
[https://id.wikipedia.org/wiki/Roestam_Effendi] , Idrus [https://id.wikipedia.org/wiki/Idrus] , dan
Chairil Anwar [https://id.wikipedia.org/wiki/Chairil_Anwar] . Sastrawan tersebut banyak
mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis
[https://id.wikipedia.org/wiki/Sintaksis] , maupun morfologi bahasa Indonesia.

2.2       Fungsi Bahasa Indonesia


Fungsi bahasa dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu fungsi bahasa secara umum dan
secara khusus.
Dalam literatur bahasa, dirumuskannya fungsi bahasa secara umum bagi setiap orang
adalah :

1. Sebagai alat untuk mengungkapkan perasaan atau mengekspresikan diri.


Mampu mengungkapkan gambaran,maksud ,gagasan, dan perasaan. Melalui
bahasa kita dapat menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam hati
dan pikiran kita. Ada 2 unsur yang mendorong kita untuk mengekspresikan diri, yaitu:
a.       Agar menarik perhatian orang lain terhadap diri kita.
b.      Keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi.

2. Sebagai alat komunikasi.


Bahasa merupakan saluran maksud seseorang, yang melahirkan perasaan dan
memungkinkan masyarakat untuk bekerja sama. Komunikasi merupakan akibat yang lebih
jauh dari ekspresi diri. Pada saat menggunakan bahasa sebagai komunikasi,berarti memiliki
tujuan agar para pembaca atau pendengar menjadi sasaran utama perhatian seseorang.
Bahasa yang dikatakan komunikatif karena bersifat umum. Selaku makhluk sosial yang
memerlukan orang lain sebagai mitra berkomunikasi, manusia memakai dua cara
berkomunikasi, yaitu verbal dan non verbal. Berkomunikasi secara verbal dilakukan
menggunakan alat/media bahsa (lisan dan tulis), sedangkan berkomunikasi cesara non
verbal dilakukan menggunakan media berupa aneka symbol, isyarat, kode, dan bunyi seperti
tanda lalu lintas,sirene setelah itu diterjemahkan kedalam bahasa manusia.

3. Sebagai alat berintegrasi dan beradaptasi sosial.


Pada saat beradaptasi dilingkungan sosial, seseorang akan memilih bahasa yang
digunakan tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi. Seseorang akan menggunakan
bahasa yang non standar pada saat berbicara dengan teman- teman dan menggunakan
bahasa standar pada saat berbicara dengan orang tua atau yang dihormati. Dengan
menguasai bahasa suatu bangsa memudahkan seseorang untuk berbaur dan
menyesuaikan diri dengan bangsa.

4. Sebagai alat kontrol Sosial.


Yang mempengaruhi sikap, tingkah laku, serta tutur kata seseorang. Kontrol sosial
dapat diterapkan pada diri sendiri dan masyarakat, contohnya buku- buku pelajaran,
ceramah agama, orasi ilmiah, mengikuti diskusi serta iklan layanan masyarakat. Contoh lain
yang menggambarkan fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita
terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara
yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita.
Fungsi bahasa secara khusus :

1. Mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari- hari.


Manusia adalah makhluk sosial yang tak terlepas dari hubungan komunikasi dengan
makhluk sosialnya. Komunikasi yang berlangsung dapat menggunakan bahasa formal dan
non formal.

2. Mewujudkan Seni (Sastra).


Bahasa yang dapat dipakai untuk mengungkapkan perasaan melalui media seni,
seperti syair, puisi, prosa dll. Terkadang bahasa yang digunakan yang memiliki makna
denotasi atau makna yang tersirat. Dalam hal ini, diperlukan pemahaman yang mendalam
agar bisa mengetahui makna yang ingin disampaikan.

3. Mempelajari bahasa- bahasa kuno.


Dengan mempelajari bahasa kuno, akan dapat mengetahui peristiwa atau kejadian
dimasa lampau. Untuk mengantisipasi kejadian yang mungkin atau dapat terjadi kembali
dimasa yang akan datang, atau hanya sekedar memenuhi rasa keingintahuan tentang latar
belakang dari suatu hal. Misalnya untuk mengetahui asal dari suatu budaya yang dapat
ditelusuri melalui naskah kuno atau penemuan prasasti-prasasti.

4. Mengeksploitasi IPTEK.
Dengan jiwa dan sifat keingintahuan yang dimiliki manusia, serta akal dan pikiran
yang sudah diberikan Tuhan kepada manusia, maka manusia akan selalu mengembangkan
berbagai hal untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Pengetahuan yang dimiliki oleh
manusia akan selalu didokumentasikan supaya manusia lainnya juga dapat
mempergunakannya dan melestarikannya demi kebaikan manusia itu sendiri.

2.1.1             Kedudukan Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang tercantum didalam :

1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, “ Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
2. Undang- Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan lambing Negara, serta
Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai :

1. Bahasa Nasional
Kedudukannya berada diatas bahasa- bahasa daerah. Hasil Perumusan Seminar
Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975
menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai :

· Lambang kebanggaan Nasional.


Sebagai lambang kebanggaan Nasional bahasa Indonesia memancarkan nilai- nilai
sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa
Indonesia, kita harus bangga, menjunjung dan mempertahankannya. Sebagai realisasi
kebanggaan terhadap bahasa Indonesia, harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri,
malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bangga memakainya dengan memelihara dan
mengembangkannya.

· Lambang Identitas Nasional.


Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan lambang bangsa
Indonesia. Berarti bahasa Indonesia akan dapat mengetahui identitas seseorang, yaitu sifat,
tingkah laku, dan watak sebagai bangsa Indonesia. Kita harus menjaganya jangan sampai
ciri kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak
menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.

· Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan
bahasanya.
Dengan fungsi ini memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar
belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam
kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa
Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, karena mereka tidak merasa bersaing dan
tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Karena dengan adanya kenyataan
bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya
daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi
bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah
diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.

· Alat penghubung antarbudaya antardaerah.


Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
bahasa Indonesia seseorang dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi
pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan mudah diinformasikan kepada warga.
Apabila arus informasi antarmanusia meningkat berarti akan mempercepat peningkatan
pengetahuan seseorang. Apabila pengetahuan seseorang meningkat berarti tujuan
pembangunan akan cepat tercapai.

2. Bahasa Negara (Bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)


Dalam Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di
Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya
sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai :

· Bahasa resmi kenegaraan.


Bukti bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan adalah
digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai
saat itu bahasa Indonesia digunakan dalam segala upacara, peristiwa serta kegiatan
kenegaraan.

· Bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan.


Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga
pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Untuk
memperlancar kegiatan belajar mengajar, materi pelajaran ynag berbentuk media cetak
hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-
buku yang berbahasa asing. Apabila hal ini dilakukan, sangat membantu peningkatan
perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek).

·  Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan


perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah.
Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan
penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan
penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan
penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat
dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.

·  Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan


serta teknologi modern.
Kebudayaan nasional yang beragam yang berasal dari masyarakat Indonesia yang
beragam pula. Dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern agar jangkauan
pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran,
buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya
menggunakan bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik
dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan,
khususnya di perguruan tinggi.

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan 

Dapat disimpullkan dari makalah ini, bahwa bahasa Indonesia


berasal dari bahasa melayu. Bahasa melayu dipilih sebagai bahasa
pemersatu (bahasa Indonesia) karena :

Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa


perhubungan dan bahasa perdangangan.
Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam
bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan
bahasa halus).
Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela
menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional
Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa
kebudayaan dalam arti yang luas.
3.2  Saran

Bahasa Indonesia yang kita ketahui sebagai mana dari penjelasan


terdahulu memiliki banyak rintangan dan kendala untuk mewujudkan
menjadi bahasa pemersatu, bahasa nasional, bahasa Indonesia. Sehingga
kita sebagai generasi penerus mampu untuk membina, mempertahankan
bahasa Indonesia ini, agar tidak mengalami kemerosotan dan diperguna
dengan baik oleh pihak luar.

DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia, 2016, Sejarah Bahasa Indonesia,


https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia
[https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia] , diakses pada Senin, 21 Maret 2016
pukul 9:31

Azenismail, 2010 , Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia,


https://azenismail.wordpress.com/2011/09/29/fungsi-dan-kedudukan-
bahasa-indonesia [https://azenismail.wordpress.com/2011/09/29/fungsi-dan-kedudukan-
bahasa-indonesia] , diakses pada Senin, 21 Maret 2016 pukul 9:33

Diposting 2nd May 2016 oleh Unknown

1 Lihat komentar

achmad firdausi 15 September 2018 01.02


Terimakasih dengan infonya

Obat Eksim
Obat Gatal Alergi
Cara Menyembuhkan Eksim
Balas
Masukkan komentar Anda...

Beri komentar sebagai: lovelywinokan Logout

Publikasikan Pratinjau Beri tahu saya

Anda mungkin juga menyukai