Anda di halaman 1dari 13

PEREMPUAN MADURA

ANTARA TRADISI DAN INDUSTRIALISASI

Tatik Hidayati

(Penulis, Promovendus pada Islamic Studies Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Kontak person :tatikGpr@gmail.com, alamat, Prenduan Sumenep)

Abstrac
Industry requires competition and competencies. The former is kind of race or contest to allow
people to gain the objective, however the latter is an individual skill or capability to gain the
objective. Competition goes around social room, therefore competence is a part of individual
resource. The social and individual chambers are free from gender, both man and woman have an
equal opportunity to reach the individual expected wish. Only those who are able to win the social
sphere fight that could be a part of indutrialization, nevertheless those who are not will be left
behind. Thus, Madurese woman challenges the fight agains traditional bond which close to social
and religious norm and industrial bond which relies on rationality. Based on the fact, industry
becomes a social room for Madurese woman. Indeed, this article would view the reality that
cannot be avoided by woman---the reality of how the tradition, as social sphere gives meaning on
the woman role and how the women fight becomes an important part of them.

Kata-kata kunci
dialectical, tradition, culture dan industry

Pendahuluan Siti Khatijah, istri Nabi Muhammad SAW


Islam dilahirkan dengan visi sebagai perempuan yang tangguh dalam
rahmatan lil-alamien. Rahmat bagi seluruh berbisnis. Bidang yang jarang dimiliki
makhluk. Dengan visi ini Islam tidak perempuan lain pada masanya. Dalam
memberikan toleransi kepada manusia sejarah ditegaskan bahwa Siti Khatijah
melakukan penindasan atas nama sebagai istri Nabi Muhammad SAW
golongan, merendahkan martabat orang, memiliki peran besar dalam menyiarkan
menafikan potensi dan kemampuan laki- agama Islam. Keberlangsungan dakwah
laki maupun perempuan, serta membe- ditopang oleh bisnis Siti Khatijah yang
dakan peran-peran gender. Dalam sejarah berkembang pesat dalam berbagai
Islam visi ini dapat dibaca pada peristiwa aktivitas perdagangan. Kematian Siti
Perempuan Madura antara Tradisi dan Industrialisasi
Tatik Hidayati

Khatijah yang bersamaan dengan paman secara fungsioal dalam masyarakat,


Nabi Muhammad SAW menyimpan mereka menganggap penting di
kesedihan luar biasa sehingga pada tahun kedepankan adanya peraturan yang
tersebut disebut ‘amul husni (tahun mengikat kepada perempuan, terutama
kesedihan). Sementara Siti Aisyah berkaitan dengan hal-hal domistik dan
memiliki kemampuan intelektualitas private dalam relasi perempuan. Hal
dalam mendengarkan, memahami dan inilah yang menunjukkan hal yang
menjelaskan hal-hal yang berkaitan paradoks antara ajaran keagamaan
dengan hadits terutama berkaitan dengan keberpihakan beberapa orang
masalah perempuan, perempuan untuk memformulasikan agama dalam
khumairo’ ini merupakan pemimpin yang negara sehingga seringkali me-
tangguh dalam perang saudara dzumatul ngorbankan potensi dan kemanusiaan
jamal (peperangan unta). Peristiwa perempuan.
tersebut menunjukkan Islam memiliki Hal paradoksal ini menunjukkan
kekayaan khazanah sejarah perempuan melupakan hal yang esensial bahwa visi
yang tidak dimiliki agama lain. Kekayaan rahmat tidak hanya berkaitan dengan
ini terlihat jelas dalam dialektika antara dogma semata –ajaran yang tidak bisa
ajaran dan kebudayaan serta didiskusikan dan dicarikan jalan keluar
keberpihakan kepada perempuan yang sesuai dengan perkembangan masyara-
seringkali menjadi makhluk nomor dua kat, namun bagaimanaajaran tersebut
dalam masyarakat. Masyarakat Jahiliyah mampu mengimplementasikan setiap
akan malu karena memiliki anak ajaran keagamaan (Islam) sebagai rahmat
perempuan yang tidak mampu berperang bagi semua tanpa membedakan jenis
untuk golongannya. Oleh karena itu kelamin.
mereka akan menguburkan anak
perempuan tersebut hidup-hidup sebab Perempuan Madura;
menanggung malu. Dialektika Agama dan Kebudayaan
Secara sosiologis, visi rahmatan lil- Dalam masyarakat Madura yang
‘alamien tersebut mengalami orientasi taat dalam keberagamaan (A’la, 2004),
yang luas dalam masyarakat. Ajaran dialektika antara ajaran dengan
keagamaan yang mensyaratkan toleransi kebudayaan menjadi bagian yang tidak
dan kemanusiaan terhadap martabat bisa dipisahkan dalam masyarakat.
perempuan ini menjadi bagian yang Dialektika antara ajaran (Islam) dengan
menarik karena masing-masing kebudayaan menjadi bagian yang tidak
masyarakat memiliki pandangan dan bisa dipisahkan dalam ajaran-ajaran
norma sendiri dalam memperlakukan keagamaan. Ada berbagai peristiwa
perempuan yang dianggap “sesuai dan dalam masyarakat Madura yang mencoba
tidak sesuai” dengan ajaran keagamaan memadukan –asimilasi maupun
(Islam). Meskipun perlakuan kepada akulturasi—dimana kebudayaan sering-
perempuan seringkali dianggap kali bersinggungan dengan ajaran-ajaran
berlebihan terutama oleh para feminis keagaman. Perempuan lain keluar dari
namun kalangan orang yang memiliki dialektika tersebut dengan melampaui
pandangan perlakukan tersebut dianggap peran-peran domistik dengan
sebagai bagian dari ajaran Islam. Tidak mengedepankan visi keperempuanan dan
cukup pandangan tersebut diterapkan kemanusiaan melalui bingkai politik

63
KARSA, Vol. XVI No. 2 Oktober 2009

sebagaimna dilakukan Nyai Ruqayyah Di sisi lain untuk menemui informan laki-
sebagai nyai rakyat (Bruinessen dan laki, Bouvier mengajak Glenn Smith,
Wajidi, 2006). suaminya, untuk menghindari
Dialektika ajaran dan kebudayaan kesalahanpahaman dalam masyarakat
pada perempuan Madura dapat yang seringkali menimbulkan carok.
ditelusuri pada penelitian Anke Niehof Bouvier menggunakan istilah ”kami”
(1985), yang berjudul “Women and karena penelitian dilakukan senantiasa
fertility in Madura”. Masyarakat Madura bersama dengan suami, Glenn Smith,
dikenal sebagai entitas yang lekat dan yang melakukan penelitian ekonomi
kental serta fanatik terhadap ajaran- pedesaan (Bouvier, 2002: 25).
ajaran keagamaan. Bagaimana strategi Hal ini tidak bisa dipisahkan dari
kebudayaan perempuan Madura latar belakang masyarakat Madura yang
menyikapi lingkup sosial tersebut? Dari masih memandang perempuan sebagai
pertanyaan tersebut Niehof meneliti dua bagian keluarga yang harus dilindungi,
entitas perempuan Madura yang hidup di dipelihara, dan sebagai perjuangan laki-
daerah pantai dan daerah laki untuk memupuk harga diri di depan
pedalaman/pegunungan. Relasi yang masyarakat (Wiyata, 2002).1 Oleh karena
terbentuk pada relasi sosial pada itu masyarakat Madura menempatkan
masyarakat pantai, diwakili dengan desa perempuan ditempatkan pada ruang
Patondu, berbeda dengan aktivitas yang yang suci dan terpisah dari ranah laki-
terjadi pada masyarakat pegunungan laki. Dimensi ini menunjukkan ruang
Madura, desa Tambeng. Dalam relasi diterjemahkan sebagai bagian antara
sosial yang sangat ketat, Niehof tradisi yang bersandarkan kepada ajaran
seringkali menemui beberapa laki-laki keagamaan dengan dialektika
Madura mewakili pendapat perempuan, kebudayaan dalam masyarakat.
suami mewakili istri dalam berbagai Dalam realitas tersebut agama
pendapat ketika diwawancarai Niehof dipahami sebagai fenomena sosial yang
(1985: 15-20). Niehof membatasi tidak tunggal. Agama bisa menjadi ajaran
penelitian dengan aktivitas keseharian sekaligus perilaku dalam lingkup
perempuan desa melalui pengajian lalabat kebudayaan. Hal ini terlihat pada tradisi-
(melayat), morok (Koran recital), burda tradisi yang disandarkan kepada ajaran
(resiting stories from the life of the Prophet). keagamaan (Islam) pada masyarakat
Niehof tidak membahas secara eksplisit Madura. Di satu sisi agama seringkali
dan mendalam aktor-aktor dalam merupakan sandaran yang kuat dalam
aktivitas sosial keagamaan tersebut. aktivitas sosial, budaya, ekonomi serta
Penelitian ini berusaha menggali secara relasi sosial antarmasyarakat. Perempuan
mendalam aktor dalam pengajian kemudian menafsirkan ajaran-ajaran
tersebut, mulai dari aktivitas, latar sosial keagamaan dalam realitas dan
belakang, social origin, kekerabatan relasi sosial. Pada wilayah domistik
hingga latar belakang politik dari
pesantren dan suami (kiyai). Dalam 1 Latief Wiyata mencatat perempuan ditempatkan pada
posisi yang dilematis. Ia disanjung sekaligus menjadi
penelitian lain, Helen Bouvier (2002) bagian dari konflik yang seringkali berujung pada
menguak informasi perempuan Madura carok. Carok terjadi berlatar belakang gangguan
secara langsung dirasakan sulit dan selalu terhadap istri mencapai 60,4%, salah paham (16,9%),
warisan (6,7%), hutang piutang (9,2%), melanggar
mengutamakan informasi dari laki-laki. kesopanan, pergaulan dan lainnya (6,8%).

64
Perempuan Madura antara Tradisi dan Industrialisasi
Tatik Hidayati

perempuan Madura berbagi dengan laki- Pada tradisi-tradisi keagamaan


laki untuk mengelaborasikan melalui perempuan memiliki aktivitas yang lebih
pengajian-pengajian dengan mengun- padat daripada laki-laki. Hal ini
dang tokoh agama yang berasal dari laki- tercermin dalam aktivitas perempuan
laki untuk menjelaskan berbagai pada acara lalabat (melayat) yang
persoalan kemasyarakatan. Aktivitas berlangsung mulai hari pertama sampai
menarik ini memberikan ilustrasi bahwa kurun waktu tujuh hari kematian
dinamika sosial keagamaan perempuan seseorang. Perempuan merupakan orang
tidak dimaksudkan untuk paling sibuk yang hadir sejak awal
mengedepankan perempuan sebagai elit hingga hari ketujuh. Mereka
yang akan meminggirkan peran laki-laki. mempersiapkan makanan kecil, minuman
Bagi perempuan Madura, keterbatasan dan lain sebagainya sebagai bentuk
pendidikan menjadi alasan utama dalam shadaqah dari shohibul-bayt. Pada acara
memaknai kontekstulasasi khususnya kompolan yasinan, dhibaan, slametan
pada persoalan-persoalan publik aktivitas perempuan dimulai sebelum
sehingga memerlukan laki-laki untuk pelaksanaan acara mulai dari ater-ater 3,
menjelaskannya. Di sisi lain, aktivis long-nolongi (saling tolong menolong),
perempuan memberikan ruang bagi laki- telur, kelapa, dan tidak dilupakan pisau
laki untuk mempertanyakan tafsir untuk membantu aktivitas memasak di
keagamaan kaum perempuan dalam dapur yang dipersiapkan sebelum
sosial kemasyarakatan. Meskipun, pada pelaksanaan acara.4
perkembangan selanjutnya perempuan
memiliki peran yang tidak kecil dalam Tradisi dan Elit Perempuan Madura
menjawab berbagai problem masyarakat Tradisi yang terjadi dalam kurun
melalui strategi budaya dan komunikasi. waktu berabad-abad tersebut, masih tetap
2 berlangsung hingga saat ini. Di sini
jaringan pada jalur kultural keagamaan
2 Peran ini nampak pada kalangan elit perempuan di antara perempuan menjadi bagian paling
Madura. Nyai Mamah, bukan nama sebenarnya, adalah
nyai yang senantiasa membuka ruang dengan
pertanyaan-pertanyaan kehidupan sehari-hari pada ini ingin mengungkap lebih jauh peran dan potensi
masyarakat. Baginya tidak ada perbedaan yang berarti perempuan, khususnya nyai dalam aktivitas sosial
bagi persoalan sosial kemasyarakatan pada masyarakat budaya dan tradisi-tradisi kultural di kalangan
Madura. Adanya keinginan laki-laki untuk bertanya masyarakat Madura.
tentang perempuan menjadi menarik dalam kerangka 3 Perempuan yang akan menghadiri acara slametan,

harmonisasi antara suami (laki-laki) dan istri haul, melayat senantiasa membawa ”buah tangan”
(perempuan). Nyai Mamah, setiap pagi memiliki acara biasanya beras dalam kadar tertentu. Dalam
di sebuah radio swasta di Songennep. Berbeda dengan pengamatan Rozaki (2004 a) ater-ater merupakan
kiyai, nyai ditempatkan sebagai sub-bagian dari bentuk akumulasi ekonomi/kapitalisasi dari relasi
aktivitas pesantren dan kiyai dalam sosial patron-klien antara kiyai dan masyarakat.
kemasyarakatan dan keagamaan. Sehingga peran nyai 4 Kehadiran perempuan dalam acara slametan,
dalam aktivitas pesantren maupun sosial walimatul ursy, ataupun tradisi lain menjadi bagian
kemasyarakatan seringkali tidak nampak sebagai peran penting dari aktivitas tersebut. Mereka mendatangi
utuh namun subordinat dari peran kiyai dalam tempat acara sebelum pelaksanaan dengan membawa
pesantren dan masyarakat. Jika aktif di berbagai beras ataupun kebutuhan pangan lain (ater-ater) dan
kegiatan itu bukan karena upaya dan potensi nyai tidak lupa membawa pisau sebagai bagian dari
namun sebab kebesaran kiyai. Padahal aktivitas nyai peralatan dapur. Tradisi yang tumbuh subur di
baik dalam pesantren maupun di luar pesantren pedesaan Madura hingga saat ini menjadikan
memberikan konstribusi yang tidak ternilai dan perempuan memiliki basis sosial dan jaringan kultural
fenomena sosial bagi eksistensi kepesantrenan dan yang lebih baik daripada laki-laki. Mereka bagian
keperempuanan dalam pendidikan masyarakat. Studi penting dari segenap aktivitas pedesaan Madura.

65
KARSA, Vol. XVI No. 2 Oktober 2009

penting aktivitas perempuan pedesaan. adanya kesadaran kemandirian dan


Pada bagian ini nyai memiliki peran eksistensi perempuan di kalangan
penting dalam memobilisir peran-peran masyarakat Madura. Gerakan kultural
kultural keagamaan pada perempuan keagamaan berubah menjadi gerakan
pedesaan. Dalam konteks ini kehadiran politik seiring dengan momentum
nyai seringkali memberikan ilustrasi pergeseran kekuasaan yang sejak
penghargaan kepada shohibul bayt reformasi bergulir, timbul pergeseran
dalam aktivitas yang dilaksanakan secara kekuasaan elit kepada kekuatan kaum alit.
bersama-sama. Pada aktivitas tersebut, Kekuasaan yang terpusat menjadi
perempuan dan nyai telah terjadi menyebar pada kalangan kaum alit, yang
hubungan yang intensif dan luas dalam berasal dari kalangan pesantren,
relasi sosial kemasyarakatan. Relasi ini masyarakat pedesaan, dan kaum
menempatkan nyai sebagai bagian perempuan yang selama ini mengalami
penting dalam relasi kuasa dan marginalisasi peran. Kekuasaan
kekuasaan antarperempuan pedesaan patriarkhal yang didominasi kaum laki-
pada masyarakat tradisional. Seiring laki bergeser pada eksistensi kaum
dengan otonomi daerah yang perempuan. Dalam pada itu muncul nyai
menempatkan nyai pada level puncak rakyat yang memberikan ruang eksistensi
dalam struktur sosial, tidak bisa kaum alit perempuan dalam ekspresi
dinafikan akan berpengaruh pada relasi politik, sosial kemasyarakatan, dan
kuasa dan kekuasaan selalu melingkupi pendidikan. Ekspresi nyai tidak hanya
aktivitas perempuan pedesaan. Relasi ini dapat dicermati dalam proses pengajaran
menggiring jaringan kekerabatan menjadi teks-teks ajaran keagamaan (Islam), pun
relasi kekuasaan antar elit masyarakat menjadi bagian dari masyarakat kecil
Madura (Rozaki, 2004). dengan memerankan diri sebagai
Tidak diketahui secara pasti nyai mobilisator dan dinamisator gerak
terlibat dalam gerakan perempuan perubahan perempuan pada tahlilan,
pedesaan, namun dalam beberapa dekade selapan, slametan, dhiba’, dan kompolan
terakhir dinamika peran perempuan lainnya (Bruinessen dan Wajidi, 2006).
Madura semakin menemukan eksistensi Gerak transformasi perempuan
sejak arus besar politik Nasional yang menjadi semakin menemukan
mengalami perubahan yang ditandai eksistensinya ketika berbagai kebutuhan
dengan tumbangnya Orde Baru, 21 Mei dan persoalan masyarakat menjadi
1998 (Denny JA, 2006; Nordholt, 2006). bagian dari kebutuhan dan persoalan nyai
Meskipun, gerak transformasi spiritual di rakyat. Eksistensi keperempuanan yang
kalangan perempuan pedesaan terjadi dibawa oleh perempuan menjadikan isu
sebelum adanya momentum keruntuhan dan kekuatan mobilitas sosial dengan
rezim Orde Baru, beberapa kalangan diiringi kerekatan sosial yang tinggi
menilai konstribusi besar adalah antara nyai-rakyat dengan perempuan.
kesadaran akan hak komunitas Rakyat dimaksudkan sebagai
perempuan untuk memperoleh hak komunitas perempuan yang selama ini
sosial, ekonomi dan politik. Dinamika ini diabaikan dalam persoalan-persoalan
dapat ditelusuri dari berbagai aktivitas rumah tangga, sosial budaya, ekonomi
perempuan pedesaan yang secara bahkan politik. Pada beberapa tempat
kultural tumbuh bersamaan dengan kita menemukan nyai tampil sebagai

66
Perempuan Madura antara Tradisi dan Industrialisasi
Tatik Hidayati

bagian dari kehidupan sosial, ekonomi Jika nyai di pedesaan bergelut


dan politik masyarakat. Nyai Ruqayyah dengan aktivitas yang padat dengan
dan Nyai Nafisah Sahal merupakan menghadiri berbagai acara sosial
representasi dari kedekatan antara keagamaan dan rutinitas tradisi
perempuan dengan nyai (Nordholt, 2006; keagamaan, maka nyai pesantren
Soetjipto, 2005). Nyai Ruqayyah seorang membimbing, memberikan pengajian,
perempuan yang dibesarkan oleh mengajar di lembaga pendidikan.
lembaga pendidikan pesantren, yang Sedangkan nyai (pedesaan) menghadiri
berangkat dari kesederhanaan dan dhibaan, berzanji, tahlil, melayat, serta
konsep-konsep inti dalam pendidikan bergaul dan hidup bersama perempuan
keperempuan menjadi bagian dari dan masyarakat, maka nyai pesantren
eksistensi perjuangan nyai. Dalam gerak hidup bersama santriwati (santri
eksistensi perempuan yang relatif kecil perempuan) dengan aktivitas yang
mampu menjadi besar karena berlangsung secara terus menerus dalam
memberikan ruang publik untuk kurun waktu yang terbatas.
memecahkan persoalan praktis pada Dalam konteks ini, hampir sama
ranah pemberdayaan perempuan. dengan problem kultural dan struktur
It has been Ruqayyah’s accomplish- sosial pada masyarakat Madura, pada
ment to redraw the boundaries perempuan Timur Tengah seperti Mesir,
separating he private from the public Libanon, serta India, kesadaran gerak
sphere and to break the silence over transformasi perempuan muncul dari
opprsive practices, bringing them out perempuan kelas menengah dan kelas
into open and fighting for the atas yang memiliki tingkat pendidikan
empowerment of victims and the yang relatif lebih tinggi. Dalam berbagai
shaming or punishment of tulisannya mereka memandang bahwa
perpetrators. (Bruinessen dan Wajidi, perempuan sangat rentan dalam struktur
2006) sosial masyarakat. Mereka mengalami
ketidakadilan, dan terjadi proses
Gerakan kultural yang domistifikasi seraya “menepis anggapan
berdasarkan kebutuhan perempuan bahwa proses tersebut terjadi akibat
tersebut menemukan pijakan pada agama yang menindas perempuan”
sentimen kolektif, ritual dan perayaan (Agustina dan Natsir, 1995). Perbedaan
keagamaan yang memberikan kerekatan yang paling mencolok dari aktivitas
sosial pada perempuan pedesaan. Pada perempuan di dua benua berbeda
masyarakat Madura, kerekatan sosial ini tersebut, yakni perempuan Madura tidak
diikuti dengan kaidah-kaidah keagamaan memiliki tulisan, novel, memoar yang
sebagai pelengkap dari jaringan sentimen menggambarkan keadaan perempuan,
kolektif (Kuntowijoyo, 2002). Sentimen namun mengadakan berbagai advokasi
kolektif ini dimodifikasikan sebagai keperempuanan melalui jalur kultural
bagian tradisi kultural perempuan dan struktural pada partai politik.
pedesaan yang mengalami kerekatan Pada jalur kultural, jejaring ini
pada aspek-aspek normativitas keaga- semakin menguat dengan organisasi-
maan. Kerekatan sosial ini menjadi organisasi perempuan independen dan
semakin dengan adanya kekerabatan di terlepas dari aktivitas politik struktural,
kalangan tokoh perempuan pedesaan. aktivitas sosial keagamaan yang banyak

67
KARSA, Vol. XVI No. 2 Oktober 2009

diikuti oleh kalangan perempuan seperti yang lebih besar bagi perempuan pada
berbagai acara kompolan dan pengajian- ranah publik.
pengajian morok (Koran recital) (Niehof, Elit perempuan ini memiliki akses
1985), 5 serta mengajar pada pendidikan dan pengetahuan yang lebih memadai
formal.6 Jaringan kultural pada daripada perempuan desa. Kehidupan
perempuan pedesaan pada saat tertentu mereka dihubungkan dengan jejaring
seringkali dimanfaatkan kaum elit untuk aktivitas sosial keagamaan, politik
mendapatkan keuntungan politik. Di sini bahkan ekonomi. Kekuatan elit
elit perempuan Madura meng- perempuan bersandarkan pula pada
elaborasikan struktur sosial sebagai kehidupan suami mereka yang berasal
bagian dari proses pemberdayaan baik dari kalangan elit. Tidak jarang mereka
pada dirinya dengan memak- ”memiliki” lembaga pendidikan
simalisasikan potensi dan kemampuan (yayasan) di kalangan pedesaan.
serta kapabilitas maupun melalui proses Meskipun demikian bagi masyarakat
transformasi pengetahuan melalui Madura pendidikan tinggi tidak menjadi
penyebaran ilmu pengetahuan kepada faktor utama dalam keberhasilan
perempuan lainnya. Dalam pada itu, seseorang, hal yang paling penting
aktivitas perempuan Madura terbagi adalah akhlakul karimah.
dalam dua wilayah penting sekaligus, Hal yang mengherankan elit
private dan public. Pada wilayah private, perempuan pedesaan Madura memiliki
perempuan bisa menjadi ibu rumah pengetahuan keagamaan serta komitmen
tangga yang memasak, mencuci ataupun kemasyarakatan yang cukup kuat
melengkapi kebutuhan dalam rumah meskipun tidak memiliki basis
tangga, sementara pada wilayah public pendidikan memadai. Dalam konteks ini
terutama berkenaan dengan sosial penelitian ini mengasumsikan adanya
keagamaan seorang istri adalah aktifis di dorongan jaringan kekerabatan yang
berbagai morok (Koran recital) dan burda. 7 ketat di kalangan elit/tokoh perempuan
Di sisi yang lain, pada jalur Madura. Kependidikan keluarga yang
struktural, perempuan Madura memiliki berorientasi pada percontohan (uswatun
perjuangan relatif elitis namun memiliki hasanah) di kalangan keluarga menjadi
makna populis. Keberlangsungan bagian yang tidak terbantahkan. Bahkan
eksistensi mereka terlihat dari berbagai pendidikan formal dikategorikan sebagai
perjuangan untuk memberikan ruang bagian pendidikan kedua, karena waktu
yang relatif singkat dan ketidak-terikatan
pendidikan formal dengan keberadaan
5 Dalam penelitian Niehof membagai perempuan
masyarakat. Pendidikan formal dianggap
Madura dalam dua komunitas, yakni pantai dan petani sebagai bagian pendidikan negara yang
pedalaman. Dimana peran perempuan memiliki tidak memiliki akar yang kuat pada
karakteristik berbeda pada dua komunitas tersebut.
6 Pada level pendidikan di berbagai madrasah di
masyarakat. Di sini pendidikan berbasis
Madura, perempuan memiliki peran penting. Saya keluarga melahirkan kalangan elit
menemukan ada lima hingga tujuh perempuan yang perempuan Madura yang mandiri.
mengajar dengan kapasitas dan kapabilitas berbeda
mulai dari pelajaran Bahasa Arab, Sastra Indonesia,
Pada masyarakat Madura yang
Bahasa Inggris ataupun matematika di berbagai mengandalkan komunitas atau masya-
madrasah di Madura. rakat kolektif, perempuan adalah bagian
7 Secara khusus Niehof (1985) menulis sub “Women in

social and religious organization”, h. 206-214


dari masyarakat yang mekanis dimana

68
Perempuan Madura antara Tradisi dan Industrialisasi
Tatik Hidayati

setiap orang memiliki inisial pada agen memiliki kaitan yang sangat erat
masyarakat yang tergantung antara dengan struktur (George Ritser, 1996),
individu (dependence on other individuals), dimana keduanya saling melengkapi
pun tergantung pada sistem sosial secara (komplementer). Dalam perspektif ini
total (the dependence on the total social antara agen dan struktur sosial
system). Meminjam perspektif Emile masyarakat memiliki saling keterbukaan.
Durkheim, nyai merupakan bagian dari Adanya keterbukaan ini memungkinkan
masyarakat yang memiliki solidaritas hubungan yang dialogis dalam dinamika
organik (organic-solidarity) (Ritser, 1996). sosial dan adanya keseimbangan antara
Solidaritas organik pada individu sebagai agen dan struktur
perempuan pedesaan telah berlangsung sebagai hal yang melingkupi agen.
dalam beberapa abad. Solidaritas ini Hubungan tersebut memungkinkan
tumbuh sebagai upaya untuk menambah adanya relasi kuasa dan kekuasaan antara
pengetahuan keagamaan, sehingga dalam individu, dimana individu
beberapa acara ritual dan solidaritas memperlihatkan adanya tindakan sebagai
perempuan dikedepankan pengajaran- peran utama kekuasaan dalam kehidupan
pengajaran keagamaan melalui pengajian sosial (Beilharz, 2005).
ataupun morok. Sebagai bagian dari sistem sosial
Dalam beberapa dekade terakhir, yang organik, jaringan komunitas antara
solidaritas sosial ini berkembang menjadi perempuan menjadi bagian penting
solidaritas ekonomi, pendidikan. Hal ini dalam kegiatan dan aktivitas perempuan.
memberikan pertautan menarik Pada perempuan Madura, aktivitas
antarperempuan dalam keberlangsungan perempuan pada ruang publik dapat
aktivitas pemberdayaan dan gerak ditemukan pada kompolan, dhiba’an,
transformasi sosial. Organic-solidarity ini barzanji, kompolan muslimat, dan pada
melingkupi hubungan antarindividu satu dekade terakhir perempuan
dalam masyarakat. Kekuatan individu menemukan pembenaran dalam aktivitas
sebagai identitas kultural menjadi politik. Sebagai bagian dari komunitas,
semakin kuat ketika memiliki eksistensi perempuan menjadi bagian dari
dan potensi dalam masyarakat. Individu penggerak komunitas (community-
memiliki hubungan simbiosis-mutualism, organizer). Ruang gerak yang semakin
dimana antara individu dengan individu memungkin bagi perempuan untuk
(jaringan mikro) maupun dalam aktivitas pemberdayaan, kebudayaan,
hubungan masyarakat (jaringan makro) dan lain sebagainya. Sebagai organiser
memiliki keterkaitan kolektivitas.8 Dalam dalam komunitas, nyai merupakan
”teori strukturasi” Giddens, nyai sebagai kekuatan gerakan (driving force)
organisasi sosial. Nyai sebagai organiser,
meminjam istilah Alinsky (1971) adalah:
8 Dalam hal ini agama menjadi organizing principle bagi
masyarakat Madura. Agama memberikan collective orang yang memiliki imaginasi
sentiment melalui upacara dan ritual simbolik. Menurut tinggi dan kreatif dan perekayasa
Kuntowijoyo, masyarakat Madura terpaksa harus
berkumpul dan bermusyawarah untuk membuat
dalam komunitas, pembawa visi
masjid desa agar terpenuhi jemaah empat puluh orang perubahan yang sesuai dengan
laki-laki untuk sholat Jum’at (Kuntowijoyo, 1994). kenyataan, tidak mengikat pada basis
Fungsi agama dapat dijelaskan pula sebagai eminently
social bagi masyarakat (Emile Durkheim) atau sebagai
geografis dan kontituen (Mondros
sistem kultural bagi masyarakat (Geertz) (Capps, 1995) dan Wilson, 1994).

69
KARSA, Vol. XVI No. 2 Oktober 2009

Dalam pembatasan tersebut, cara mengaji, ”tradisi yang cukup lama


organizer dikesankan sebagai bagian dari dan satu-satunya pendidikan formal yang
upaya potensi kontrol yang menimbulkan ada” (Kuntowijoyo, 2002). Pada periode
ketidakberdayaan dalam perempuan. awal pendidikan dimulai dari langgar
Aronovitz (1964) melihat bahwa definisi yang menyebar dan menjadi cikal bakal
dan sugesti tersebut akan mengandung terjadinya pesantren, namun setelah
potensi kontrol dan penghasutan beberapa lulusan pesantren menyebar
komunitas (demagoguery) serta implikasi dan mengabdi pada masyarakat,
negatif. Sementara, Mondros dan Wilson mendirikan pengajian menjadi
menyetujui pendapat bahwa organiser melingkupi hampir seluruh pelosok
memiliki potensi aktor dalam organisasi pedesaaan di Madura. Persebaran
dan orang yang pantas dalam pencarian pengajian serta bentuk pendidikan ini
organisasi (investigation). Penelitian merata pada seluruh lapisan masyarakat,
mengasumsikan bahwa kekuatan dan termasuk menjadi tradisi penting
organisasi diletakkan kepada seorang dalam kesejarahan perempuan Madura.
yang memiliki kemampuan (kapabilitas) Pengajian-pengajian pedesaan
dalam mengatur, mengkompromikan dan menjadi basis kesadaran dalam
mengkombinasikan sebagai gerak dari memperkuat keberagamaan di kalangan
dinamika serta pengendalian dalam perempuan. Pada awal mulanya
organisasi. Kekuatan perempuan pengajian difokuskan pada pemahaman
bergantung kepada elit (nyai) sehingga keagamaan perempuan. Homogenitas
menjadikan perempuan tidak memiliki pengajian ini memberikan kesadaran lain
keberdayaan berkreatif untuk mencari bahwa perempuan memiliki spiritualitas
potensi kemanusiaan dan relasi sosial yang sama dalam memahami ajaran-
dalam masyarakat Madura. Nyai berbeda ajaran keagamaan (Mulyadi, 2008),
dengan perempuan pedesaan lainnya, sehingga berkembang menjadi kekuatan
pada aras ini peneliti ingin menggali dan motivasi bagi perempuan untuk
motivasi dengan menguak “conscious mengkaji ajaran keagamaan melalui
contrarianism”, proses dengan jalan pesantren-pesantren. Perkembangan
menolak ideologi dominan dan pesantren yang cukup pesat menjadi
pengalihan dengan visi alternatif kekuatan pendidikan di Madura. Hal ini
(Mondros dan Wilson, 1994). Menurut terlihat dari beberapa catatan sejarah
Modros dan Wilson cara menguak Kolonial Belanda, bahwa beberapa
ideologi yakni dengan melakukan tiga pejabat desa tidak mengenal alfabet
komponen penting dalam Romawi (latin), meskipun mereka ”betul-
”kontrarianisme kesadaran” (conscious betul paham bahasa Jawa dan Arab”
contrarianism) yakni worldview, analisis (Kuntowijoyo, 2002).
power, seleksi organisasi karir. Pendidikan bagi perempuan
Madura adalah hal penting namun masih
Tradisi Keagamaan dan Industrialisasi dalam lingkup yang relatif terbatas. Hal
Pendidikan di Madura dimulai tersebut berdasarkan pada prinsip bahwa
dari pendidikan langgar (pesantren). perempuan hendaknya dididik dalam
Pendidikan formal dimulai dari sekolah- ruang lingkup yang ketat. Dimana setiap
sekolah agama (pesantren) yang tersebar proses pendidikan diketahui oleh orang
di seluruh penjuru Madura, yakni dengan tua. Tidak terkecuali beberapa pelajaran

70
Perempuan Madura antara Tradisi dan Industrialisasi
Tatik Hidayati

maupun ajaran keagamaan yang akan memberikan ruang yang luas bagi
diberikan kepada kalangan perempuan. hubungan yang komunikatif dan
Keluarga tidak memberikan keleluasaan demokratis pada sebagian masyarakat
bagi perempuan untuk belajar lebih luas Madura. Hubungan komunikatif ini akan
kecuali pada lingkup pesantren maupun berlangsung dengan baik ketika
keluarga inti. Sementara anak laki-laki perempuan dan laki-laki memiliki bekal
untuk belajar pada area yang lebih luas pendidikan yang setara. Hubungan
dan mendalam menyangkut persoalan- komunikatif ini berlangsung ketika
persoalan keagamaan, sosial dan lingkup perempuan mendapatkan ilmu-ilmu
kemasyarakatan. keagamaan dan sosial kemasyarakatan
Dalam konteks ini pendidikan pada pesantren-pesantren di Madura.
pesantren menjadi bagian penting dalam Bagi perempuan yang tidak
proses pendidikan keperempuanan, mengalami pendidikan pesantren dapat
terutama karakter kemandiriaan dan menyerap ajaran-ajaran keagamaan
kemasyarakatan pada relasi sosial dan melalui aktivitas pengajian-pengajian
individual perempuan. Masyarakat (kompolan) di kalangan perempuan.
memahami bahwa pendidikan yang Perempuan biasanya memiliki aktivitas
paling dekat dengan kebutuhan lebih banyak untuk mengikuti pengajian
perempuan adalah pendidikan pesantren. di kalangan masyarakat. 9 Kompolan bagi
Bagi masyarakat Madura, pesantren perempuan merupakan tempat belajar
merupakan tempat yang aman bagi dan eksistensi potensi. Bagi perempuan
perempuan terutama dengan segala arus yang putus sekolah, akibat dari
dan persoalan modernisasi dan perkawinan usia dini ataupun karena
industrialisasi. Memahami kaidah-kaidah kemiskinan, kompolan merupakan
keagamaan menyangkut kebutuhan tempat belajar. Tidak hanya itu kompolan
perempuan menjadi bagian penting juga tempat melakukan pemujaan-
dalam eksistensi perempuan dan sosial pemujaan terhadap Nabi Muhammad
keberagamaan. Eksistensi perempuan SAW, serta berbagai upaya do’a bersama
dinilai dari pemahaman dan perilaku bagi kesejahteraan, keselamatan,
terhadap persoalan-persoalan terhindar dari bahaya. Peran kompolan
keagamaan, misalnya haid, nifas, hadats sebagai tempat belajar bagi kalangan
besar, hamil dan melahirkan, iddah dan perempuan dilukiskan dengan baik oleh
lain sebagainya. Niehof (1985) :
Dalam realitas sosial kenyataan
Some women teach girls Koran recital
dapat ditelaah bahwa lingkup sosial
(morok), but usual the girls stop when
kultural memberikan ruang bagi they get married. Wether a woman
perempuan untuk bereksperimen dengan continues to attend the pengajian after
segenap potensi. Perempuan juga bisa
meminta laki-laki untuk membantu 9 Di daerah Desa Ghafuri setiap kampung memiliki
pekerjaan pada ruang privat (Lengerman kompolan perempuan. Bagi perempuan Madura,
dan Niebrugge, 1996). Ruang privat dan mengikuti kompolan –begitu masyarakat Madura
menyebutnya—merupakan aktivitas kewajiban lain
ruang publik menjadi bagai yang dinamis setelah mengabdi pada suami. Aktivitas ini semakin
bagi kebebasan eluarga untuk ramai ketika malam Jum’at, terutama setelah Maghrib
menafsirkannya, pembagian peran dan setelah sholat Isya’. Sementara pada waktu lain
aktivitas perempuan lebih mengarah kepada upaya
dengan hubungan yang dialogis mulai untuk memberikan waktu pada peran-peran domistik.

71
KARSA, Vol. XVI No. 2 Oktober 2009

her marriage, depends on her dalam komunitas yang sama dengan


motivation, proximity to the teacher’s desakan kekuatan struktur sosial politik
home and her husband’s attitude. yang berubah sejak masa keruntuhan
Orde Baru. Relasi tersebut bertaut dengan
Sementara eksistensi potensi
kepentingan struktur politik lokal yang
karena perempuan memiliki ruang yang
membutuhkan peran lebih besar dari
sempit ketika berkumpul dan bertemu
perempuan. Kekuatan struktur politik ini
dengan laki-laki (Bouvier, 2002),10 maka
memerankan perempuan dalam konteks
ketika berkumpul dengan sesama
politik yang dinamis dengan berbagai
perempuan, seperti kompolan, mereka
kepentingan. Pertautan ini menge-
dapat melakukan eksplorasi sosial dan
tengahkan peran perempuan yang lebih
peran-peran keagamaan yang lebih
besar pada struktur politik (ruang publik)
komplit dan komprehensif dengan
yang selama ini dikonotasikan sebagai
mencurahkan segenap potensi
ruang yang tidak bisa/boleh disentuh
keperempuanan. Akses publik bagi
dengan aspek-aspek keperempuanan.
perempuan Madura berkembang dengan
Peran ini semakin melebarkan
pesat terutama pada lingkungan yang
perempuan pada konteks pemberdayaan
terbatas. Lingkup pendidikan informal
struktural pada perempuan Madura.
melalui pengajian merupakan hal yang
Eksistensi yang terbatas dan relasi yang
tua dan berkembang sebagai bagian dari
relatif kecil memberikan pengaruh bagi
relasi sosial perempuan pedesaan. Relasi
tumbuh kembang kehadiran perempuan
kultural dalam bingkai keagamaan ini
di pentas politik lokal. Kehadiran
merupakan tradisi yang berlangsung
beberapa kalangan perempuan pedesaan
dalam beberapa abad yang lalu, dan
dalam kancah politik mengibaratkan
dianggap sebagai tradisi yang paling tua
seperti bola salju yang mengelinding dan
dalam relasi sosial keagamaan
memberikan pijakan awal akan eksistensi
perempuan pedesaan. Saya beberapa kali
perempuan pada panggung yang relatif
mengikuti kompolan, dhibaan, berzanji,
besar.
yasinan yang diadakan hampir setiap
Meskipun relatif sedikit,
hari di daerah Banjeru dan sekitarnya.
perempuan terlibat secara langsung
Dalam kompolan ditemukan
dalam pertarungan perubahan politik
perkembangan menarik dan
lokal. Kiprah perempuan dengan
mengejutkan. Hubungan antar agen
dinamika politik lokal semakin
(nyai) dalam lingkup kultural keagamaan
mengedepankan tawar menawar posisi
tersebut semakin dinamis. Hubungan
antarperan yang diketengahkan dengan
tersebut semakin berkembang dalam
idealisme kemasyarakatan. Idealisme ini
pertautan antar agen dalam struktur
menjadi bagian tantangan besar bagi
sosial yang lebih besar. Hubungan
perempuan yang berkiprah pada tipologi
antarperempuan turut mempertemukan
kedua ini, karena selama ini dalam relasi
kuasa tidak hanya menampakkan
10Bagi masyarakat Madura, peran perempuan dan laki- eksistensi kekuatan namun hal yang
laki memiliki garis demarkasi yang diametral.
Komunikasi antara perempuan dan laki-laki dibatasi
paling penting adalah menjalankan
dalam beberapa area tertentu, peneliti Helen Bouvier kekuatan itu sebagai bagian dari
pernah melakukan “sejenis status bergender dua” idealisme perempuan (French, 1985).
sehingga dapat berkomunikasi dengan laki-laki,
sebagai informan dalam penelitiannya.
Relasi antarperempuan menjadi bagian

72
Perempuan Madura antara Tradisi dan Industrialisasi
Tatik Hidayati

dari kekuatan untuk meraih struktur Pemahaman ajaran keagamaan pada


sosial politik, sehingga eksistensi perempuan di Madura dapat diperoleh
perempuan dapat memberikan konstri- dari pendidikan pesantren yang banyak
busi positif bagi perkembangan peran mengajarkan problem kehidupan
dan pemberdayaan perempuan di masa perempuan pada ruang yang relatif
depan. terbuka dalam berbagai dialog-dialog
Jejaring yang kuat dan mengakar keagamaan melalui pembacaan teks-teks
pada aktivitas perempuan adalah kitab turats dengan melakukan
pengembangan dakwah melalui pendi- kontekstualisasi pada masyarakat
dikan informal. Eksistensi perempuan Madura.
dapat diketengahkan sebagai bagian dari Dalam konteks ini industrialisasi
heterogenitas peran perempuan pada menjadi bagian penting bagi pengem-
ranah publik. Kekuatan telaah atas kitab- bangan potensi perempuan. Meskipun
kitab turats memberikan gambaran akan pada sisi lain, perempuan Madura
kedalaman bahasan yang diberikan memiliki keterikatan kultural dengan
perempuan (nyai) dalam beberapa tradisi yang ketat namun tradisi yang
pengajian baik yang dilakukan dalam tidak dinamis akan ditinggalkan oleh
skala terbatas yakni kompolan-kompolan, industri, sebagaimana August Comte
maupun pada masyarakat yang lebih luas mengandaikan sebuah masyarakat yang
dengan menjadi pembicara bagi akan sampai pada tiga tahap penting
pengajian yang diadakan oleh radio-radio yang saling meniadakan antara satu
swasta di Madura. tahap dengan tahap yang lain. Tahap
Industrialisasi yang menunjukkan pertama masyarakat yang percaya teologi
perbedaan dengan tradisi mengibaratkan dan dogma. Agama diasumsikan sebagai
arus informasi dan teknologi yang pentahapan yang pertama ini. Tahap
berkembang cepat. Laki-laki bukan agen kedua adalah masyarakat sudah
tunggal dalam transformasi kebudayaan. mengenal ilmu pengetahuan (science)
Proses ini mengibaratkan sebagai sebuah dimana masyarakat sudah sampai
agen yang tidak lagi dikenali sebagai melihat realitas sosial sebagai fenomena
ketunggalan identitas, agen dikenal sosial yang dapat dipelajari, didiskusikan,
sebagai sebuah bagian dari pengetahuan, dibahas dan diperdebatan dalam konteks
kapabilitas serta kapasitas pada ranah ilmu pengetahuan. Tahap ketiga adalah
publik. Dalam konteks ini tipologi peran masyarakat mempercayai rasionalitas
ketiga dengan memakai strategi sebagai hal yang tertinggi, sehingga
kebudayaan dengan ”menumpang” pada setiap fenomena sosial dapat dibahas
arus informasi, lebih mudah diterima sehingga dapat diterima oleh akal
pada masyarakat yang ketat sebagaimana manusia.
masyarakat Madura. Identitas
perempuan menjadi kabur dengan Penutup
adanya kapasitas dan kapabilitas dalam Dialektika antara ajaran ke-
menjawab persoalan-persoalan kemasya- agamaan dengan kebudayaan menjadi
rakatan. Kapasitas dan kapabilitas bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam
perempuan ini dapat dilalui dengan masyarakat Madura. Dalam realitas
tingkat pendidikan yang relatif lebih tersebut agama dipahami sebagai
tinggi daripada perempuan lain. fenomena sosial yang tidak tunggal.

73
KARSA, Vol. XVI No. 2 Oktober 2009

Agama bisa menjadi ajaran sekaligus trialisasi menjadi bagian yanga sangat
perilaku dalam lingkup kebudayaan. penting bagi pengem-bangan potensi
Dalam konteks tersebut, perempuan. Nah, apakah fenomena
perempuan kemudian menafsirkan industrialisasi sebagai fenome-na yang
ajaran-ajaran sosial keagamaan dijelaskan oleh August Comte? Secara
berdasarkan realitas dan relasi sosial. spesifik akankah tradisi mampu menjaga
Karena itu, perempuan Madura diper- perempuan Madura dari arus
hadapkan dengan per-gulatan antara industrialisasi? Pertanyaan ini merupa-
ikatan tradisi yang berpegang pada kan hal yang tidak bisa dijawab dengan
norma sosial dan keagamaan dengan mudah kecuali dengan penelitian yang
industri yang menge-depakan hal-hal lebih mendalam dan komprehensif.
rasionalitas. Dengan demikian, indus- Anda tertarik? Wa Allāh a’lam bi al-sawāb



74

Anda mungkin juga menyukai