Tatik Hidayati
(Penulis, Promovendus pada Islamic Studies Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Kontak person :tatikGpr@gmail.com, alamat, Prenduan Sumenep)
Abstrac
Industry requires competition and competencies. The former is kind of race or contest to allow
people to gain the objective, however the latter is an individual skill or capability to gain the
objective. Competition goes around social room, therefore competence is a part of individual
resource. The social and individual chambers are free from gender, both man and woman have an
equal opportunity to reach the individual expected wish. Only those who are able to win the social
sphere fight that could be a part of indutrialization, nevertheless those who are not will be left
behind. Thus, Madurese woman challenges the fight agains traditional bond which close to social
and religious norm and industrial bond which relies on rationality. Based on the fact, industry
becomes a social room for Madurese woman. Indeed, this article would view the reality that
cannot be avoided by woman---the reality of how the tradition, as social sphere gives meaning on
the woman role and how the women fight becomes an important part of them.
Kata-kata kunci
dialectical, tradition, culture dan industry
63
KARSA, Vol. XVI No. 2 Oktober 2009
sebagaimna dilakukan Nyai Ruqayyah Di sisi lain untuk menemui informan laki-
sebagai nyai rakyat (Bruinessen dan laki, Bouvier mengajak Glenn Smith,
Wajidi, 2006). suaminya, untuk menghindari
Dialektika ajaran dan kebudayaan kesalahanpahaman dalam masyarakat
pada perempuan Madura dapat yang seringkali menimbulkan carok.
ditelusuri pada penelitian Anke Niehof Bouvier menggunakan istilah ”kami”
(1985), yang berjudul “Women and karena penelitian dilakukan senantiasa
fertility in Madura”. Masyarakat Madura bersama dengan suami, Glenn Smith,
dikenal sebagai entitas yang lekat dan yang melakukan penelitian ekonomi
kental serta fanatik terhadap ajaran- pedesaan (Bouvier, 2002: 25).
ajaran keagamaan. Bagaimana strategi Hal ini tidak bisa dipisahkan dari
kebudayaan perempuan Madura latar belakang masyarakat Madura yang
menyikapi lingkup sosial tersebut? Dari masih memandang perempuan sebagai
pertanyaan tersebut Niehof meneliti dua bagian keluarga yang harus dilindungi,
entitas perempuan Madura yang hidup di dipelihara, dan sebagai perjuangan laki-
daerah pantai dan daerah laki untuk memupuk harga diri di depan
pedalaman/pegunungan. Relasi yang masyarakat (Wiyata, 2002).1 Oleh karena
terbentuk pada relasi sosial pada itu masyarakat Madura menempatkan
masyarakat pantai, diwakili dengan desa perempuan ditempatkan pada ruang
Patondu, berbeda dengan aktivitas yang yang suci dan terpisah dari ranah laki-
terjadi pada masyarakat pegunungan laki. Dimensi ini menunjukkan ruang
Madura, desa Tambeng. Dalam relasi diterjemahkan sebagai bagian antara
sosial yang sangat ketat, Niehof tradisi yang bersandarkan kepada ajaran
seringkali menemui beberapa laki-laki keagamaan dengan dialektika
Madura mewakili pendapat perempuan, kebudayaan dalam masyarakat.
suami mewakili istri dalam berbagai Dalam realitas tersebut agama
pendapat ketika diwawancarai Niehof dipahami sebagai fenomena sosial yang
(1985: 15-20). Niehof membatasi tidak tunggal. Agama bisa menjadi ajaran
penelitian dengan aktivitas keseharian sekaligus perilaku dalam lingkup
perempuan desa melalui pengajian lalabat kebudayaan. Hal ini terlihat pada tradisi-
(melayat), morok (Koran recital), burda tradisi yang disandarkan kepada ajaran
(resiting stories from the life of the Prophet). keagamaan (Islam) pada masyarakat
Niehof tidak membahas secara eksplisit Madura. Di satu sisi agama seringkali
dan mendalam aktor-aktor dalam merupakan sandaran yang kuat dalam
aktivitas sosial keagamaan tersebut. aktivitas sosial, budaya, ekonomi serta
Penelitian ini berusaha menggali secara relasi sosial antarmasyarakat. Perempuan
mendalam aktor dalam pengajian kemudian menafsirkan ajaran-ajaran
tersebut, mulai dari aktivitas, latar sosial keagamaan dalam realitas dan
belakang, social origin, kekerabatan relasi sosial. Pada wilayah domistik
hingga latar belakang politik dari
pesantren dan suami (kiyai). Dalam 1 Latief Wiyata mencatat perempuan ditempatkan pada
posisi yang dilematis. Ia disanjung sekaligus menjadi
penelitian lain, Helen Bouvier (2002) bagian dari konflik yang seringkali berujung pada
menguak informasi perempuan Madura carok. Carok terjadi berlatar belakang gangguan
secara langsung dirasakan sulit dan selalu terhadap istri mencapai 60,4%, salah paham (16,9%),
warisan (6,7%), hutang piutang (9,2%), melanggar
mengutamakan informasi dari laki-laki. kesopanan, pergaulan dan lainnya (6,8%).
64
Perempuan Madura antara Tradisi dan Industrialisasi
Tatik Hidayati
harmonisasi antara suami (laki-laki) dan istri haul, melayat senantiasa membawa ”buah tangan”
(perempuan). Nyai Mamah, setiap pagi memiliki acara biasanya beras dalam kadar tertentu. Dalam
di sebuah radio swasta di Songennep. Berbeda dengan pengamatan Rozaki (2004 a) ater-ater merupakan
kiyai, nyai ditempatkan sebagai sub-bagian dari bentuk akumulasi ekonomi/kapitalisasi dari relasi
aktivitas pesantren dan kiyai dalam sosial patron-klien antara kiyai dan masyarakat.
kemasyarakatan dan keagamaan. Sehingga peran nyai 4 Kehadiran perempuan dalam acara slametan,
dalam aktivitas pesantren maupun sosial walimatul ursy, ataupun tradisi lain menjadi bagian
kemasyarakatan seringkali tidak nampak sebagai peran penting dari aktivitas tersebut. Mereka mendatangi
utuh namun subordinat dari peran kiyai dalam tempat acara sebelum pelaksanaan dengan membawa
pesantren dan masyarakat. Jika aktif di berbagai beras ataupun kebutuhan pangan lain (ater-ater) dan
kegiatan itu bukan karena upaya dan potensi nyai tidak lupa membawa pisau sebagai bagian dari
namun sebab kebesaran kiyai. Padahal aktivitas nyai peralatan dapur. Tradisi yang tumbuh subur di
baik dalam pesantren maupun di luar pesantren pedesaan Madura hingga saat ini menjadikan
memberikan konstribusi yang tidak ternilai dan perempuan memiliki basis sosial dan jaringan kultural
fenomena sosial bagi eksistensi kepesantrenan dan yang lebih baik daripada laki-laki. Mereka bagian
keperempuanan dalam pendidikan masyarakat. Studi penting dari segenap aktivitas pedesaan Madura.
65
KARSA, Vol. XVI No. 2 Oktober 2009
66
Perempuan Madura antara Tradisi dan Industrialisasi
Tatik Hidayati
67
KARSA, Vol. XVI No. 2 Oktober 2009
diikuti oleh kalangan perempuan seperti yang lebih besar bagi perempuan pada
berbagai acara kompolan dan pengajian- ranah publik.
pengajian morok (Koran recital) (Niehof, Elit perempuan ini memiliki akses
1985), 5 serta mengajar pada pendidikan dan pengetahuan yang lebih memadai
formal.6 Jaringan kultural pada daripada perempuan desa. Kehidupan
perempuan pedesaan pada saat tertentu mereka dihubungkan dengan jejaring
seringkali dimanfaatkan kaum elit untuk aktivitas sosial keagamaan, politik
mendapatkan keuntungan politik. Di sini bahkan ekonomi. Kekuatan elit
elit perempuan Madura meng- perempuan bersandarkan pula pada
elaborasikan struktur sosial sebagai kehidupan suami mereka yang berasal
bagian dari proses pemberdayaan baik dari kalangan elit. Tidak jarang mereka
pada dirinya dengan memak- ”memiliki” lembaga pendidikan
simalisasikan potensi dan kemampuan (yayasan) di kalangan pedesaan.
serta kapabilitas maupun melalui proses Meskipun demikian bagi masyarakat
transformasi pengetahuan melalui Madura pendidikan tinggi tidak menjadi
penyebaran ilmu pengetahuan kepada faktor utama dalam keberhasilan
perempuan lainnya. Dalam pada itu, seseorang, hal yang paling penting
aktivitas perempuan Madura terbagi adalah akhlakul karimah.
dalam dua wilayah penting sekaligus, Hal yang mengherankan elit
private dan public. Pada wilayah private, perempuan pedesaan Madura memiliki
perempuan bisa menjadi ibu rumah pengetahuan keagamaan serta komitmen
tangga yang memasak, mencuci ataupun kemasyarakatan yang cukup kuat
melengkapi kebutuhan dalam rumah meskipun tidak memiliki basis
tangga, sementara pada wilayah public pendidikan memadai. Dalam konteks ini
terutama berkenaan dengan sosial penelitian ini mengasumsikan adanya
keagamaan seorang istri adalah aktifis di dorongan jaringan kekerabatan yang
berbagai morok (Koran recital) dan burda. 7 ketat di kalangan elit/tokoh perempuan
Di sisi yang lain, pada jalur Madura. Kependidikan keluarga yang
struktural, perempuan Madura memiliki berorientasi pada percontohan (uswatun
perjuangan relatif elitis namun memiliki hasanah) di kalangan keluarga menjadi
makna populis. Keberlangsungan bagian yang tidak terbantahkan. Bahkan
eksistensi mereka terlihat dari berbagai pendidikan formal dikategorikan sebagai
perjuangan untuk memberikan ruang bagian pendidikan kedua, karena waktu
yang relatif singkat dan ketidak-terikatan
pendidikan formal dengan keberadaan
5 Dalam penelitian Niehof membagai perempuan
masyarakat. Pendidikan formal dianggap
Madura dalam dua komunitas, yakni pantai dan petani sebagai bagian pendidikan negara yang
pedalaman. Dimana peran perempuan memiliki tidak memiliki akar yang kuat pada
karakteristik berbeda pada dua komunitas tersebut.
6 Pada level pendidikan di berbagai madrasah di
masyarakat. Di sini pendidikan berbasis
Madura, perempuan memiliki peran penting. Saya keluarga melahirkan kalangan elit
menemukan ada lima hingga tujuh perempuan yang perempuan Madura yang mandiri.
mengajar dengan kapasitas dan kapabilitas berbeda
mulai dari pelajaran Bahasa Arab, Sastra Indonesia,
Pada masyarakat Madura yang
Bahasa Inggris ataupun matematika di berbagai mengandalkan komunitas atau masya-
madrasah di Madura. rakat kolektif, perempuan adalah bagian
7 Secara khusus Niehof (1985) menulis sub “Women in
68
Perempuan Madura antara Tradisi dan Industrialisasi
Tatik Hidayati
setiap orang memiliki inisial pada agen memiliki kaitan yang sangat erat
masyarakat yang tergantung antara dengan struktur (George Ritser, 1996),
individu (dependence on other individuals), dimana keduanya saling melengkapi
pun tergantung pada sistem sosial secara (komplementer). Dalam perspektif ini
total (the dependence on the total social antara agen dan struktur sosial
system). Meminjam perspektif Emile masyarakat memiliki saling keterbukaan.
Durkheim, nyai merupakan bagian dari Adanya keterbukaan ini memungkinkan
masyarakat yang memiliki solidaritas hubungan yang dialogis dalam dinamika
organik (organic-solidarity) (Ritser, 1996). sosial dan adanya keseimbangan antara
Solidaritas organik pada individu sebagai agen dan struktur
perempuan pedesaan telah berlangsung sebagai hal yang melingkupi agen.
dalam beberapa abad. Solidaritas ini Hubungan tersebut memungkinkan
tumbuh sebagai upaya untuk menambah adanya relasi kuasa dan kekuasaan antara
pengetahuan keagamaan, sehingga dalam individu, dimana individu
beberapa acara ritual dan solidaritas memperlihatkan adanya tindakan sebagai
perempuan dikedepankan pengajaran- peran utama kekuasaan dalam kehidupan
pengajaran keagamaan melalui pengajian sosial (Beilharz, 2005).
ataupun morok. Sebagai bagian dari sistem sosial
Dalam beberapa dekade terakhir, yang organik, jaringan komunitas antara
solidaritas sosial ini berkembang menjadi perempuan menjadi bagian penting
solidaritas ekonomi, pendidikan. Hal ini dalam kegiatan dan aktivitas perempuan.
memberikan pertautan menarik Pada perempuan Madura, aktivitas
antarperempuan dalam keberlangsungan perempuan pada ruang publik dapat
aktivitas pemberdayaan dan gerak ditemukan pada kompolan, dhiba’an,
transformasi sosial. Organic-solidarity ini barzanji, kompolan muslimat, dan pada
melingkupi hubungan antarindividu satu dekade terakhir perempuan
dalam masyarakat. Kekuatan individu menemukan pembenaran dalam aktivitas
sebagai identitas kultural menjadi politik. Sebagai bagian dari komunitas,
semakin kuat ketika memiliki eksistensi perempuan menjadi bagian dari
dan potensi dalam masyarakat. Individu penggerak komunitas (community-
memiliki hubungan simbiosis-mutualism, organizer). Ruang gerak yang semakin
dimana antara individu dengan individu memungkin bagi perempuan untuk
(jaringan mikro) maupun dalam aktivitas pemberdayaan, kebudayaan,
hubungan masyarakat (jaringan makro) dan lain sebagainya. Sebagai organiser
memiliki keterkaitan kolektivitas.8 Dalam dalam komunitas, nyai merupakan
”teori strukturasi” Giddens, nyai sebagai kekuatan gerakan (driving force)
organisasi sosial. Nyai sebagai organiser,
meminjam istilah Alinsky (1971) adalah:
8 Dalam hal ini agama menjadi organizing principle bagi
masyarakat Madura. Agama memberikan collective orang yang memiliki imaginasi
sentiment melalui upacara dan ritual simbolik. Menurut tinggi dan kreatif dan perekayasa
Kuntowijoyo, masyarakat Madura terpaksa harus
berkumpul dan bermusyawarah untuk membuat
dalam komunitas, pembawa visi
masjid desa agar terpenuhi jemaah empat puluh orang perubahan yang sesuai dengan
laki-laki untuk sholat Jum’at (Kuntowijoyo, 1994). kenyataan, tidak mengikat pada basis
Fungsi agama dapat dijelaskan pula sebagai eminently
social bagi masyarakat (Emile Durkheim) atau sebagai
geografis dan kontituen (Mondros
sistem kultural bagi masyarakat (Geertz) (Capps, 1995) dan Wilson, 1994).
69
KARSA, Vol. XVI No. 2 Oktober 2009
70
Perempuan Madura antara Tradisi dan Industrialisasi
Tatik Hidayati
maupun ajaran keagamaan yang akan memberikan ruang yang luas bagi
diberikan kepada kalangan perempuan. hubungan yang komunikatif dan
Keluarga tidak memberikan keleluasaan demokratis pada sebagian masyarakat
bagi perempuan untuk belajar lebih luas Madura. Hubungan komunikatif ini akan
kecuali pada lingkup pesantren maupun berlangsung dengan baik ketika
keluarga inti. Sementara anak laki-laki perempuan dan laki-laki memiliki bekal
untuk belajar pada area yang lebih luas pendidikan yang setara. Hubungan
dan mendalam menyangkut persoalan- komunikatif ini berlangsung ketika
persoalan keagamaan, sosial dan lingkup perempuan mendapatkan ilmu-ilmu
kemasyarakatan. keagamaan dan sosial kemasyarakatan
Dalam konteks ini pendidikan pada pesantren-pesantren di Madura.
pesantren menjadi bagian penting dalam Bagi perempuan yang tidak
proses pendidikan keperempuanan, mengalami pendidikan pesantren dapat
terutama karakter kemandiriaan dan menyerap ajaran-ajaran keagamaan
kemasyarakatan pada relasi sosial dan melalui aktivitas pengajian-pengajian
individual perempuan. Masyarakat (kompolan) di kalangan perempuan.
memahami bahwa pendidikan yang Perempuan biasanya memiliki aktivitas
paling dekat dengan kebutuhan lebih banyak untuk mengikuti pengajian
perempuan adalah pendidikan pesantren. di kalangan masyarakat. 9 Kompolan bagi
Bagi masyarakat Madura, pesantren perempuan merupakan tempat belajar
merupakan tempat yang aman bagi dan eksistensi potensi. Bagi perempuan
perempuan terutama dengan segala arus yang putus sekolah, akibat dari
dan persoalan modernisasi dan perkawinan usia dini ataupun karena
industrialisasi. Memahami kaidah-kaidah kemiskinan, kompolan merupakan
keagamaan menyangkut kebutuhan tempat belajar. Tidak hanya itu kompolan
perempuan menjadi bagian penting juga tempat melakukan pemujaan-
dalam eksistensi perempuan dan sosial pemujaan terhadap Nabi Muhammad
keberagamaan. Eksistensi perempuan SAW, serta berbagai upaya do’a bersama
dinilai dari pemahaman dan perilaku bagi kesejahteraan, keselamatan,
terhadap persoalan-persoalan terhindar dari bahaya. Peran kompolan
keagamaan, misalnya haid, nifas, hadats sebagai tempat belajar bagi kalangan
besar, hamil dan melahirkan, iddah dan perempuan dilukiskan dengan baik oleh
lain sebagainya. Niehof (1985) :
Dalam realitas sosial kenyataan
Some women teach girls Koran recital
dapat ditelaah bahwa lingkup sosial
(morok), but usual the girls stop when
kultural memberikan ruang bagi they get married. Wether a woman
perempuan untuk bereksperimen dengan continues to attend the pengajian after
segenap potensi. Perempuan juga bisa
meminta laki-laki untuk membantu 9 Di daerah Desa Ghafuri setiap kampung memiliki
pekerjaan pada ruang privat (Lengerman kompolan perempuan. Bagi perempuan Madura,
dan Niebrugge, 1996). Ruang privat dan mengikuti kompolan –begitu masyarakat Madura
menyebutnya—merupakan aktivitas kewajiban lain
ruang publik menjadi bagai yang dinamis setelah mengabdi pada suami. Aktivitas ini semakin
bagi kebebasan eluarga untuk ramai ketika malam Jum’at, terutama setelah Maghrib
menafsirkannya, pembagian peran dan setelah sholat Isya’. Sementara pada waktu lain
aktivitas perempuan lebih mengarah kepada upaya
dengan hubungan yang dialogis mulai untuk memberikan waktu pada peran-peran domistik.
71
KARSA, Vol. XVI No. 2 Oktober 2009
72
Perempuan Madura antara Tradisi dan Industrialisasi
Tatik Hidayati
73
KARSA, Vol. XVI No. 2 Oktober 2009
Agama bisa menjadi ajaran sekaligus trialisasi menjadi bagian yanga sangat
perilaku dalam lingkup kebudayaan. penting bagi pengem-bangan potensi
Dalam konteks tersebut, perempuan. Nah, apakah fenomena
perempuan kemudian menafsirkan industrialisasi sebagai fenome-na yang
ajaran-ajaran sosial keagamaan dijelaskan oleh August Comte? Secara
berdasarkan realitas dan relasi sosial. spesifik akankah tradisi mampu menjaga
Karena itu, perempuan Madura diper- perempuan Madura dari arus
hadapkan dengan per-gulatan antara industrialisasi? Pertanyaan ini merupa-
ikatan tradisi yang berpegang pada kan hal yang tidak bisa dijawab dengan
norma sosial dan keagamaan dengan mudah kecuali dengan penelitian yang
industri yang menge-depakan hal-hal lebih mendalam dan komprehensif.
rasionalitas. Dengan demikian, indus- Anda tertarik? Wa Allāh a’lam bi al-sawāb
74