Anda di halaman 1dari 21

KARAKTERISTIK UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN

DALAM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP


TENAGA KERJA

Ujang Charda S.
Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Subang
E-mail: ujangch@gmail.com

Abstract

Laws Number 13 Year 2003 on Manpower characterized the law responsive or


characterless law conservative/orthodox, then the indicators to determine the character
can be seen from the manufacturing process, which is not participatory, and views of the
nature of the product function of law is not aspirational, whereas any interpretations
have clearly opens up opportunities for different interpretations by various regulations
advanced by unilateral vision of the government and not just a technical problem. Thus, it
can be concluded that Laws Number 13 of 2003 is a legal product that is characterized by a
conservative/orthodox.

Keywords: characteristic; laws; employment.

Abstrak

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan berkarakter hukum


responsif atau berkarakter hukum konservatif/ortodoks, maka indikator-indikator
untuk menentukan karakter tersebut dapat dilihat dari proses pembuatan, yaitu tidak
bersifat partisipatif, dan dilihat dari sifat fungsi produk hukumnya adalah tidak aspiratif,
sedangkan adanya kemungkinan penafsiran telah jelas membuka peluang terjadinya
berbagai interpretasi dengan berbagai peraturan lanjutan yang berdasarkan visi sepihak
dari pemerintah dan tidak sekedar masalah teknis. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah merupakan suatu produk hukum
yang berkarakter konservatif/ortodoks.

Kata Kunci: Karakteristik, Undang-Undang, Ketenagakerjaan.

A. PENDAHULUAN karena itu, diperlukan pengaturan yang


Pembangunan ketenagakerjaan menyeluruh dan komprehensif, antara
mempunyai banyak dimensi dan lain mencakup perencanaan tenaga kerja,
keterkaitannya tidak hanya dengan pembangunan sumber daya manusia,
kepentingan tenaga kerja sebelum, perluasan kesempatan kerja, pelayanan
selama dan sesudah masa kerja, tetapi penempatan tenaga kerja, pembinaan
juga dengan kepentingan pengusaha, hubungan industrial, peningkatan
pemerintah, dan masyarakat. Oleh perlindungan tenaga kerja, serta

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 1


peningkatan produktivitas kerja dan daya berkarakter hukum responsif atau
saing tenaga kerja di dalam dan di luar berkarakter hukum ortodoks, maka dalam
negeri. studi ini digunakan indikator dalam
Dikeluarkannya Undang-Undang proses pembuatan hukum, sifat fungsi
Nomor 13 Tahun 2003 tentang hukum, dan kemungkinan penafsiranna.
Ketenagakerjaan merupakan jawaban atas Pada produk hukum yang berkarakter
political will pemerintah dalam lapangan responsif, proses pembuatannya bersifat
hukum ketenagakerjaan yang mempunyai partisipatif, yakni mengundang sebanyak-
tujuan luhur bagi perlindungan hukum banyaknya partisipasi masyarakat
terhadap tenaga kerja dalam hal:1 melalui kelompok-kelompok sosial dan
a. Memberdayakan dan mendayagunakan individu didalam masyarakat, sedangkan
tenaga kerja secara optimal dan proses pembuatan produk hukum yang
manusiawi. berkarakter ortodoks bersifat sentralistik
b. Mewujudkan pemerataan kesempatan dalam arti lebih didominasi oleh lembaga
kerja dan penyediaan tenaga kerja negara terutama pemegang kekuasaan
yang sesuai dengan kebutuhan eksekutif.3
pembangunan nasional dan daerah. Sementara itu, dilihat dari fungsinya
c. Memberikan perlindungan kepada maka hukum yang berkarakter responsif
tenaga kerja dalam mewujudkan bersifat aspiratif. Artinya memuat materi-
kesejahteraan. materi yang secara umum sesuai dengan
d. meningkatkan kesejahteraan tenaga aspirasi atau kehendak masyarakat yang
kerja dan keluarganya. dilayani. Sehingga produk hukum itu
Tujuan tersebut merupakan argumen dapat dipandang sebagai kristalisasi dari
politik para pembentuk undang- kehendak masyarakat, sedangkan hukum
undang yang dimuat dalam Pasal 4 yang berkarakter ortodoks bersifat
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 positivis-instrumentalis. Artinya memuat
tersebut di atas adalah sangat jelas dan materi yang lebih merefleksikan visi sosial
mempunyai tujuan yang baik dengan dan politik pemegang kekuasaan atau
asumsi dasar, bahwa hukum merupakan memuat materi yang lebih merupakan
produk politik yang memiliki karakter alat untuk mewujudkan kehendak dan
sebagai produk hukum yang dapat dilihat kepentingan program pemerintah.4 Jika
apakah berkarakter hukum responsif, dilihat dari segi penafsiran maka produk
seperti yang dikemukakan oleh Nonet hukum yang berkarakter responsif
dan Selznick atau berkarakter hukum biasanya memberi sedikit peluang bagi
ortodoks, seperti yang dikemukakan pemerintah untuk membuat penafsiran
Marryman.2 Untuk mengetahui apakah sendiri melalui berbagai peraturan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pelaksanaan dan peluang yang sempit

1
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2
Moh. Mahfud MD., Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 2001, hlm. 26.
3
Ibid.
4
Ibid.

2 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015


itupun hanya berlaku untuk hal-hal yang meningkat dengan disertai berbagai
betul-betul bersifat teknis, sedangkan tantangan dan risiko yang dihadapinya.
produk hukum yang berkarakter ortodoks Oleh karena itu, kepada tenaga kerja perlu
memberi peluang yang luas kepada diberikan perlindungan, pemeliharaan
pemerintah untuk membuat berbagai dan peningkatan kesejahteraan, sehingga
interpretasi dengan berbagai peraturan pada gilirannya akan dapat meningkatkan
lanjutan yang berdasarkan visi sepihak produktivitas nasional. Peran serta tenaga
dari pemerintah dan tidak sekedar kerja tersebut menuntut peningkatan
masalah teknis. Produk hukum ortodoks kualitas sumber daya manusia dalam
biasanya cenderung memuat materi pelaksanaan pembangunan nasional,
singkat dan pokok-pokok saja untuk baik sebagai pelaku pembangunan
kemudian memberi peluang yang luas bagi maupun sebagai tujuan pembangunan.
pemerintah untuk mengatur berdasarkan Pembangunan tenaga kerja berperan
visi dan kekuatan politiknya.5 meningkatkan produktivitas nasional dan
Berbagai peraturan perundang- kesejahteraan masyarakat. Oleh karenanya,
undangan di bidang ketenagakerjaan yang tenaga kerja harus diberdayakan supaya
selama ini berlaku, termasuk sebagian mereka memiliki nilai lebih dalam arti
merupakan produk kolonial, menempatkan lebih mampu, lebih terampil dan lebih
manusia kerja sebagai benda, sebagai berkualitas, agar dapat berdaya guna
objek maupun sebagai salah satu faktor secara optimal dalam pembangunan
produksi, menempatkan pekerja pada nasional dan mampu bersaing dalam
posisi yang kurang menguntungkan dalam era global. Kemampuan, keterampilan
pelayanan penempatan tenaga kerja dan keahlian tenaga kerja perlu terus
dan sistem hubungan industrial yang ditingkatkan melalui perencanan dan
menonjolkan kedudukan dan kepentingan, program ketenagakerjaan termasuk
sehingga dipandang sudah tidak sesuai lagi pelatihan, pemagangan dan pelayanan
dengan perkembangan ketenagakerjaan penempatan tenaga kerja.
di Indonesia dan kebutuhan masa kini Berdasarkan uraian di atas, maka titik
dan tuntutan masa yang akan datang, pandang terhadap pekerja merupakan
karena manusia kerja bukan sebagai penentu paradigma politik hukum
objek atau sebagai faktor produksi, ketenagakerjaan, yaitu mencakup
melainkan sebagai subjek, sebagai pelaku pandangan tentang manusia dan kerja,
dalam proses produksi maupun sebagai relasi antara manifestasi kerja (tenaga)
manusia pribadi dengan segala harkat dan dengan upah, dan hak dasar pekerja.
martabatnya.6 Agenda politik hukum ketenagakerjaan ini
Peran tenaga kerja dalam akan dioperasionalkan apabila terdapat
pembangunan nasional semakin suatu kondisi yang mendukungnya, baik

5
Ibid.
6
Lihat Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum (Suatu Pengenalan
Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum) Bagian I, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 80-81.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 3


secara sistemik maupun kulturnya yang yakni sesuai dengan tata nilai budaya
di dalamnya diperlukan suatu tindakan yang berlaku di masyarakat sehingga
yang aktual, yaitu membangun kekuatan dapat menampung segala kenyataan
pekerja, hubungan sosial pekerja dengan hidup masyarakat dewasa ini. Hal tersebut
produksinya, perlindungan pekerja dimaksudkan, bahwa pembangunan
dengan produksinya, dan kesejahteraan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam
spiritual pekerja. Implementasi dari rangka pembangunan manusia Indonesia
agenda tersebut titik tekannya bukan seutuhnya dan pembangunan masyarakat
hanya sekedar instrumen tetapi akses, seluruhnya. Oleh karena itu, pembangunan
mendorong kuantitatif mendidik ketenagakerjaan dilaksanakan untuk
kualitatif, dan membangun sistem. Di mewujudkan manusia dan masyarakat
samping itu dalam penegakkan hukum Indonesia yang sejahtera, adil, makmur
ketenagakerjaan meliputi instrumen dan merata, baik materiil maupun
keberpihakkan kepada kepentingan spirituil.7
pekerja dan merintis peradilan pekerja Pada dasarnya masalah
(peradilan hubungan industrial) yang ketenagakerjaan merupakan agenda
bermuara pada keadilan dengan proses sosial, politik, dan ekonomi yang cukup
penyelesaian sederhana, cepat dan biaya krusial di negara-negara modern, sebab
ringan (justice delayed, justice denied) masalah ketenagakerjaan sebenarnya
dengan tetap mengindahkan prinsip- tidak hanya hubungan antara para tenaga
prinsip ketertiban, keadilan, kebenaran kerja dengan pengusaha, tetapi secara
dan kepastian hukum dalam menegakkan lebih luas juga mencakup persoalan
hukum ketenagakerjaan di Indonesia. sistem ekonomi dari sebuah negara dan
sekaligus sistem politiknya. Oleh karena
B. PEMBAHASAN itu, ekonomi dan politik suatu negara
1. Arah Pembentukan Undang- akan sangat menentukan corak dan warna
Undang Ketenagakerjaan dari suatu sistem ketenagakerjaan yang
Pembangunan ketenagakerjaan harus diberlakukannya.8
berlandaskan filosofis, yakni Pancasila Selama ini persoalan ketenagakerjaan
dan landasan yuridis konstitusional, yakni sangat ditentukan oleh sistem ekonomi
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dunia, sehingga mempengaruhi arah
hukum dasar serta landasan yuridis kebijakan hukum ketenagakerjaan yang
operasional, yakni peraturan perundang- melahirkan tipe hukum ketenagakerjaan
undangan yang berrkaitan dengan seperti yang dikemukakan oleh
bidang ketenagakerjaan sebagai dasar Tamara Lothion yang membedakan
hukumnya. Di samping itu, yang tidak tipe hukum ketenagakerjaan ke dalam
kalah penting adalah landasan sosiologis, tipe kontraktualis dan tipe korporatis.

7
Ujang Charda S., Mengenal Hukum Ketenagakerjaan Indonesia : Sejarah, Teori & Praktiknya di Indonesia,
Fakultas Hukum UNSUB, Subang, 2014, hlm. 25.
8
Abdul Jalil, Teologi Buruh, LKIS Yogyakarta, Yogyakarta, 2008, hlm. v-vi.

4 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015


Tipe korporatis ini di bidang hukum position) tenaga kerja terhadap pengusaha,
ketenagakerjaan dilakukan melalui pemerintah bukan sebagai pihak yang
praktik kebijakan legislasi dalam bentuk aktif membuat regulasi ketenagakerjaan,
pembentukan peraturan perundang- melainkan hanya bertindak memfasilitasi
undangan sebagai usaha pemerintah untuk organisasi tenaga kerja dengan menjamin
melakukan pembinaan hukum nasional.9 hak berorganisasi,12 maka ciri ini menunjuk
Hal ini semakin mendapatkan dasar pada tipe koalisi yang memiliki ciri
pembenaran, jika dihubungkan dengan hubungan kerja harmonis dan hubungan
sistem hukum yang dianut Indonesia kerja konflik.13
sejak awal kemerdekaan berdasarkan Tipe kontraktualis ini merupakan
asas konkordansi (dari hukum Belanda) konsep kapitalis yang menghendaki agar
yang menganut sistem hukum Eropa negara tidak terlalu ikut mencampuri
Kontinental (Civil Law).10 persoalan pekerja dengan pengusaha,
Tipe korporatis digunakan, karena melainkan diserahkan kepada mekanisme
model hubungan kerja yang hendak pasar dengan sistem flexible worker,
ditumbuhkan adalah harmoni model, tetapi kembali kepada tujuan hukum
yaitu:11 ketenagakerjaan serta peran pemerintah
a. Para pihak tidak memiliki kebebasan, masih sangat dibutuhkan dan meniadakan
melainkan dikuasai oleh pemerintah campur tangan negara bukan solusi yang
melalui ketentuan-ketentuan hukum benar-benar tepat.14 Untuk itu, antara
yang bersifat represif. peran pasar dan campur tangan negara
b. Konsensus (kerjasama) diharuskan maupun antara pembangunan ekonomi
dengan melarang terjadinya konflik dengan pendekatan pasar dan normatif
(pemogokan). (konstitusional) harus saling melengkapi,
c. Diwajibkan menggunakan dikarenakan menjalankan pembangunan
penyelesaian secara damai dan ekonomi dalam kevakuman politik adalah
melarang penggunaan cara-cara hal yang mustahil, karena:15
paksaan (mogok atau pun out lock). a. Peran pasar sangat penting dalam
Sementara itu, dalam tipe hukum rangka perusahaan memaksimalkan
ketenagakerjaan yang kontraktualis keuntungan dan individu serta
hubungan kerja lebih didasarkan pada masyarakat memaksimalkan
kekuatan tawar menawar (bargaining kesejahteraan, namun peran

9
Ujang Charda S., ”Reorientasi Reformasi Model Hukum Ketenagakerjaan dalam Kebijakan Pemerintah”,
Jurnal Ilmu Hukum Syiar Hukum, Vol. XIV No. 1, Fakultas Hukum UNISBA, Bandung, Maret 2012, hlm. 9.
10
Aloysius Uwiyono, “Implikasi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Terhadap Iklim Investasi”, Jurnal
Hukum Bisnis, Volume 22 No. 5, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 2003, hlm. 43.
11
Agusmidah, Dilematika Hukum Ketenagakerjaan Tinjauan Politik Hukum, Sofmedia, Medan, 2011, hlm.
10.
12
Ibid.
13
Ibid.
14
Ibid.
15
Ibid., hlm. 11-12.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 5


pemerintah penting juga dalam umumnya berada pada posisi yang tidak
melakukan koreksi terhadap kegagalan seimbang.
pasar. O. Kahn Freund menyatakan, bahwa
b. Peran konstitusi dan aturan main timbulnya hukum ketenagakerjaan
dalam pembuatan kebijakan ekonomi dikarenakan adanya ketidaksetaraan
sangat penting untuk memastikan posisi tawar yang terdapat dalam
kebijakan ekonomi yang baik dalam hubungan kerja (antara tenaga kerja
rangka meningkatkan kesejahteraan dengan pengusaha) dengan alasan itu
masyarakat untuk jangka panjang. pula dapat dilihat, bahwa tujuan utama
c. Kebijakan ekonomi dalam mengejar hukum ketenagakerjaan adalah agar dapat
pertumbuhan maupun pemerataan meniadakan ketimpangan hubungan
hasil sangat berkaitan dengan proses di antara keduanya yang timbul dalam
politik yang berlangsung terus hubungan kerja, bahkan asas kebebasan
menerus. Kebijakan ekonomi tidak berkontrak dalam perjanjian kerja
berjalan dalam kevakuman politik, digambarkan oleh H. Sinzheimer tidak
karena secara praktis pendekatan lebih dari sebuah kepatuhan secara
normatif atau konstitusional dapat sukarela terhadap kondisi-kondisi yang
memberikan arahan yang jelas bagi telah ditetapkan secara sepihak oleh
pembangunan ekonomi dengan saling pengusaha.16
melengkapi. Senada dengan hal tersebut, menurut
Negara sebagai badan hukum G. Ripert diaturnya masalah kerja dalam
publik, sebagai korporasi harus mampu hukum sosial tersendiri (dalam hal ini
memposisikan dirinya sebagai regulator hukum ketenagakerjaan) adalah akibat
yang bijak melalui sarana pembentukan kenyataan sosial yang dalam kehidupan
dan pelaksanaan hukum ketenagakerjaan, ekonomis mengalami pergeseran
karena hukum ketenagakerjaan akan perlindungan kepentingan dalam
menjadi sarana utama untuk menjalankan kontrak/perjanjian kerja yang merupakan
kebijakan pemerintah di bidang kepentingan umum yang tidak dapat lagi
ketenagakerjaan itu sendiri. Kebijakan diabaikan berdasarkan asas kebebasan
ketenagakerjaan (labor policy) di Indonesia individu serta otonomi individu dalam
dapat dilihat dalam UUD 1945 sebagai mengadakan kontrak/perjanjian kerja.17
konstitusi negara dan juga peraturan Lebih lanjut Ripert menyatakan, bahwa
perundang-undangan yang terkait. Oleh kekuatan politik tenaga kerja sebagai
karena itu, peran negara sangat penting faktor utama yang mendorong hukum
dalam pengaturan keberadaan hukum ketenagakerjaan menjadi bagian dari
ketenagakerjaan, hal ini disebabkan pihak hukum publik.18 Bergesernya persepsi
yang dilibatkan dalam hubungan kerja ini tidak lepas dari pengalaman sejarah

16
O. Kahn Freund dan H. Sinzheimer dalam Ibid., hlm. 13.
17
Ibid.
18
Ibid.

6 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015


negara, seperti di Perancis yang telah tahap aplikatif/kebijakan yudikatif dan
membuktikan gerakan politik pekerja/ tahap eksekusi/kebijakan administratif.22
buruh mampu membawa ke arah Apabila hal ini terjadi, maka reformasi
revolusi, begitu juga di Inggris pada abad hukum, apalagi supremasi hukum hanya
pertengahan 18 terjadi revolusi industri.19 akan tetap sebagai harapan belaka.23
Berdasarkan uraian di atas, tipe Norma dasar memberikan landasan
hukum ketenagakerjaan Indonesia dalam bagi aturan dasar yang merupakan
perlindungan hukum terhadap tenaga tatanan suatu negara dalam bentuk
kerja adalah tipe hukum ketenagakerjaan Undang-Undang Dasar atau konstitusi
yang korporatis. Dalam tipe hukum tertulis, maka aturan dasar tersebut pada
korporatis ini, perlindungan terhadap gilirannya merupakan landasan hukum
tenaga kerja diatur melalui jalan legislasi perundang-undangan (gesetzesrecht) yang
dalam bentuk peraturan perundang- berlaku dalam negara.24 Oleh karena itu,
undangan sebagai instrumen kebijakan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional
pemerintah dalam usaha untuk melakukan merupakan arah politik hukum
pembinaan hukum nasional dalam ketenagakerjaan nasional yang dimuat
mendayagunakan hukum sebagai sarana pada Alinea Keempat Pembukaan UUD
merekayasa masyarakat.20 Kebijakan 1945, yaitu: “...melindungi segenap bangsa
legislasi dalam proses penegakan Indonesia dan seluruh tumpah darah
hukum ketenagakerjaan diawali dengan Indonesia, memajukan kesejahteraan
proses penetapan/pembuatan hukum umum...” yang berkorelasi dengan Pasal
ketenagakerjaan terlebih dahulu oleh 1 ayat (3) UUD 1945, bahwa: “Negara
badan pembuat undang-undang. Indonesia adalah negara hukum”.
Tahap ini dapat disebut sebagai tahap Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 tersebut
kebijakan legislasi/formulatif.21 Dilihat dapat dikorelasikan dengan pasal-pasal
dari keseluruhan proses penegakan yang mengatur tentang ketenagakerjaan,
hukum ketenagakerjaan, tahap kebijakan seperti Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi:
legislasi/formulatif ini merupakan tahap “Tiap-tiap warga negara berhak atas
yang paling strategis. Oleh karena itu, pekerjaan dan penghidupan yang layak
kesalahan/kelemahan kebijakan legislasi bagi kemanusiaan”, Pasal 28D ayat (2)
merupakan kesalahan strategis yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk
dapat menghambat upaya penegakan bekerja serta mendapat imbalan dan
hukum pada tahap berikutnya, yaitu perlakuan yang adil dan layak dalam

19
Marsen Sinaga, Pengadilan Perburuhan di Indonesia (Tinjauan Hukum Kritis atas Undang-Undang PPHI),
Semarak Cemerlang Nusa (SCN), Yogyakarta, 2006, hlm. 11.
20
Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional : Dinamika Sosial Politik dalam
Perkembangan Hukum di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1994, hlm. 231.
21
Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Indonesia,
Utomo, Bandung, 2004, hlm. 8.
22
Ibid.
23
Ibid.
24
Ni’matul Huda, Negara Hukum, Demokrasi & Judicial Review, UII Press, Yogyakarta, 2005, hlm. 52.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 7


hubungan kerja”. Kemudian dipertegas (2) UUD 1945, tetapi berlandaskan pula
oleh Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 yang pada Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang
menyatakan, sebagai berikut: mengatur tentang dasar perekonomian
“Setiap orang berhak bebas dari negara Indonesia yang secara historis
perlakuan yang bersifat diskriminatif pernah dikemukakan oleh Moch. Hatta
atas dasar apapun dan berhak yang memberikan konseptual Pasal 33
mendapatkan perlindungan terhadap dengan istilah demokrasi ekonomi dengan
perlakuan yang bersifat diskriminatif mengedepankan kemakmuran rakyat dan
itu”. bukan kemakmuran orang perseorangan,
sehingga perekonomian Indonesia disusun
Menurut Ismail Sunny, ketentuan sebagai usaha bersama berdasarkan asas
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 di atas kekeluargaan.28
merupakan a paper constitutional atau a Sementara itu, di dalam Undang-
semantic constitutional dengan mengakui Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengatur
hak warga negaranya untuk mendapatkan lebih lanjut mengenai arah kebijakan
pekerjaan,25 maka sebenarnya Indonesia pemerintah dalam pembangunan
telah bertekad dan memutuskan untuk hukum ketenagakerjaan adalah dengan
melenyapkan pengangguran, sehingga mengikutsertakan unsur dunia usaha
negara berani memasukan pasal tersebut dan masyarakat, melakukan pembinaan
dalam konstitusinya.26 Oleh karena terhadap segala kegiatan yang
itu, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 harus berhubungan dengan ketenagakerjaan
ditafsirkan sebagai berikut: 27 yang pelaksanaannya dilakukan secara
“…bahwa pemerintah berkewajiban terpadu dan terkoordinasi. Apabila
untuk memberantas pengangguran mengkaji hakikat dari Undang-Undang
dan harus mengusahakan supaya Nomor 13 Tahun 2003 yang menyandang
setiap warga negara bisa mendapat nama besar sebagai Undang-Undang
pekerjaan dengan nafkah yang layak Ketenagakerjaan adalah suatu undang-
untuk hidup, bukan hanya asal bekerja undang yang memberikan perlindungan
saja sekalipun dengan penindasan pada tenaga kerja bukan pada pekerja. Hal
atau eksploitasi, melainkan harus ini dapat diketahui pada dasar filosofis
layak untuk penghidupan”. terbentuknya Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 yang dapat dilihat dari
Secara fundamental hukum konsiderans menimbang huruf a, huruf b,
ketenagakerjaan Indonesia bukan hanya dan huruf c sebagai berikut:
harus berlandaskan pada Pasal 27 ayat “a.
bahwa pembangunan nasional
(2), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28I ayat dilaksanakan dalam rangka

25
Ismail Sunny, Hak Asasi Manusia, Yarsif Watampone, Jakarta, 2004, hlm. 8-9.
26
Ibid.
27
R. Wiyono, Garis Besar Pembahasan dan Komentar UUD 1945, Alumni, Bandung, 1976, hlm. 194-195.
28
Muh. Hatta dalam Sri Bintang Pamungkas, Pokok-pokok Pikiran tentang Demokrasi Ekonomi dan
Pembangunan, Yayasan Daulat Rakyat, Jakarta, 1996, hlm. 1.

8 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015


pembangunan manusia Indonesia Pancasila dan Undang-Undang Dasar
seutuhnya dan pembangunan Negara Republik Indonesia Tahun
masyarakat Indonesia seluruhnya 1945, dilaksanakan dalam rangka
untuk mewujudkan masyarakat yang pembangunan manusia Indonesia
sejahtera, adil, makmur, yang merata, seutuhnya dan pembangunan
baik materiil maupun spiritual masyarakat Indonesia seluruhnya
berdasarkan Pancasila dan Undang- untuk meningkatkan harkat,
Undang Dasar Negara Republik martabat, dan harga diri tenaga
Indonesia Tahun 1945; kerja, serta mewujudkan masyarakat
b. bahwa dalam pelaksanaan sejahtera, adil, makmur, dan merata,
pembangunan nasional, tenaga kerja baik materiil maupun spiritual.
mempunyai peranan dan kedudukan Pembangunan ketenagakerjaan harus
yang sangat penting sebagai pelaku diatur sedemikian rupa, sehingga
dan tujuan pembangunan; terpenuhi hak-hak dan perlindungan
c. bahwa sesuai dengan peranan dan yang mendasar bagi tenaga kerja dan
kedudukan tenaga kerja, diperlukan pekerja/buruh serta pada saat yang
pembangunan ketenagakerjaan bersamaan dapat mewujudkan kondisi
untuk meningkatkan kualitas tenaga yang kondusif bagi pengembangan
kerja dan peran sertanya dalam dunia usaha”.
pembangunan serta peningkatan
perlindungan tenaga kerja dan Perlindungan hukum bagi tenaga
keluarganya sesuai dengan harkat dan kerja merupakan perwujudan dari usaha
martabat kemanusiaan”. untuk memajukan kesejateraan umum,
tetapi dasar filosofi yang ditetapkan
Berdasarkan konsiderans huruf a, oleh pembuat Undang-Undang Nomor
huruf b, dan huruf c Undang-Undang 13 Tahun 2003 ini, ternyata tidak
Nomor 13 Tahun 2003, dapat diketahui konsisten. Hal ini tampak dalam rumusan
bahwa pembentuk undang-undang konsiderans menimbang huruf d Undang-
menghendaki dibuatnya suatu aturan Undang Nomor 13 Tahun 2003 sebagai
hukum yang memberikan perlindungan berikut:
hukum kepada tenaga kerja, mengingat “Perlindungan terhadap tenaga
peranan dan kedudukannya yang sangat kerja dimaksudkan untuk menjamin
penting sebagai pelaku dan tujuan hak-hak dasar pekerja/buruh dan
pembangunan. menjamin kesamaan kesempatan
Dasar filosofis tersebut dijelaskan kerja serta perlakuan tanpa
lebih lanjut mengenai pembangunan diskriminasi atas dasar apapun untuk
ketenagakerjaan dalam Penjelasan Umum mewujudkan kesejahteraan pekerja/
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, buruh dan keluarganya dengan tetap
sebagai berikut: memperhatikan perkembangan
“…sebagai bagian integral dari kemajuan dunia usaha”.
pembangunan nasional berdasarkan

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 9


Konsiderans menimbang huruf d dan kemampuan tenaga kerja pada
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pekerjaan yang tepat.
tersebut, membatasi pengertian tenaga e. Mewujudkan tenaga kerja mandiri.
kerja hanya mencakup pekerja saja bukan f. Menciptakan hubungan yang harmonis
tenaga kerja, hal ini menunjukkan adanya dan terpadu antara pelaku proses
pertentangan norma antara konsiderans produksi barang dan jasa dalam
menimbang huruf a, huruf b, dan huruf mewujudkan hubungan industrial
c dengan konsiderans huruf d Undang- Pancasila.
Undang Nomor 13 Tahun 2003. Lebih g. Mewujudkan kondisi yang harmonis
lanjut, dasar filosofi yang ada pada dan dinamis dalam hubungan kerja
konsiderans menimbang huruf a, huruf yang meliputi terjaminnya hak
b, dan huruf c tersebut tidak diterapkan pengusaha dan pekerja.
dalam pasal-pasal Undang-Undang h. Memberikan perlindungan tenaga
Nomor 13 Tahun 2003, khususnya hanya kerja yang meliputi keselamatan
membatasi pekerja yang bekerja pada dan kesehatan kerja, pengupahan,
pengusaha saja, bukan pekerja yang jamsostek, serta syarat kerja.
bekerja pada pemberi kerja. Ini berarti Dalam pembangunan ketenagakerjaan,
substansi Undang-Undang Nomor 13 pemerintah menetapkan kebijakan dan
Tahun 2003 hanya menitikberatkan pada menyusun perencanaan tenaga kerja.
pengaturan hubungan kerja di sektor Perencanaan tanaga kerja meliputi:30
formal. a. Perencanaan tenaga kerja makro,
Sementara itu, pembangunan hukum maksudnya bahwa proses
ketenagakerjaan, sasarannya diarahkan penyusunan rencana ketenagakerjaan
kepada pembinaan tenaga kerja untuk:29 secara sistematis yang memuat
a. Mewujudkan perencanaan tenaga pendayagunaan tenaga kerja
kerja dan informasi ketenagakerjaan. secara optimal dan produktif guna
b. Mendayagunakan tenaga kerja mendukung pertumbuhan ekonomi
secara optimum serta menyediakan atau sosial, baik secara nasional,
tenaga kerja yang sesuai dengan daerah, maupun sektoral, sehingga
pembangunan nasional. dapat membuka kesempatan kerja
c. Mewujudkan terselenggaranya seluas-luasnya, meningkatkan
pelatihan kerja yang produktivitas kerja dan meningkatkan
berkesinambungan guna kesejahteraan pekerja.
meningkatkan kemampuan, keahlian, b. Perencanaan tenaga kerja mikro,
dan produktivitas tenaga kerja. maksudnya bahwa proses penyusunan
d. Menyediakan informasi pasar kerja, rencana ketenagakerjaan secara
pelayanan penempatan tenaga kerja sistematis dalam suatu instansi, baik
yang sesuai dengan bakat, minat, instansi pemerintah maupun swasta

29
Ujang Charda S., Mengenal … Op. Cit., hlm. 26-27.
30
Pasal 7 ayat (2) dan penjelasannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

10 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015


dalam rangka pendayagunaan tenaga a. memberdayakan dan mendayaguna-
kerja secara optimal dan produktif kan tenaga kerja secara optimal dan
untuk mendukung pencapaian manusiawi;
kinerja yang tinggi pada instansi atau b. mewujudkan pemerataan kesempatan
perusahaan yang bersangkutan. kerja dan penyediaan tenaga kerja
Di dalam menyusun kebijakan, strategi, yang sesuai dengan kebutuhan
dan pelaksanaan program pembangunan pembangunan nasional dan daerah;
yang berkesinambungan, pemerintah c. memberikan perlindungan kepada
harus berpedoman kepada perencanaan tenaga kerja dalam mewujudkan
tenaga kerja yang disusun atas dasar kesejahteraan; dan
informasi ketenagakerjaan yang antara d. meningkatkan kesejahteraan tenaga
lain meliputi:31 kerja dan keluarganya”.
a. Penduduk dan tenaga kerja.
b. Kesempatan kerja. Tujuan Undang-Undang Nomor 13
c. Pelatihan kerja termasuk kompensasi Tahun 2003 yang merupakan argumen
kerja. politik para pembentuk undang-undang
d. Produktivitas tenaga kerja. yang dimuat dalam Pasal 4 Undang-
e. Hubungan industrial. Undang Nomor 13 Tahun 2003 tersebut di
f. Kondisi lingkungan kerja. atas adalah sangat jelas dan mempunyai
g. Pengupahan dan kesejahteraan tenaga tujuan yang baik. Studi ini berangkat dari
kerja. asumsi dasar, bahwa hukum merupakan
h. Jaminan sosial tenaga kerja. produk politik dan juga dalam studi
ini karakter produk hukum yang ingin
2. Karakteristik Undang-Undang Kete- diketahui difokuskan pada karakter hukum
nagakerjaan dalam Perlindungan responsif, seperti yang dikemukakan oleh
Hukum Terhadap Tenaga Kerja Nonet dan Selznick, dan karakter hukum
Lahirnya Undang-Undang Nomor 13 ortodoks, seperti yang dikemukakan
Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Marryman.32 Untuk mengetahui apakah
sebagai jawaban atas permasalahan yang UUK berkarakter hukum responsif atau
mengatur di bidang ketenagakerjaan dan berkarakter hukum ortodoks, maka dalam
mempunyai tujuan yang luhur bagi tenaga studi ini digunakan indikator-indikator
kerja Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat untuk menentukan karakter UUK tersebut.
di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor Adapun indikator-indikatornya adalah
13 Tahun 2003 yang menyatakan sebagai sebagai berikut:33
berikut: a. Proses pembuatan hukum
“Pembangunan ketenagakerjaan Pada produk hukum yang
bertujuan: berkarakter responsif, proses

31
Lihat Pasal 8 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
32
http://partaiburuhkarawang.blogspot.com/2011/03/karakter-undang-undang-nomor-13-tahun.html,
akses tanggal 21 Pebruari 2013, jam 12 : 45 WIB.
33
Ibid.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 11


pembuatannya bersifat partisipatif, Dalam hal ini, peran masyarakat
yakni mengundang sebanyak- sangat diperlukan untuk memberikan
banyaknya partisipasi masyarakat aspirasinya, baik secara individu
melalui kelompok-kelompok sosial maupun kelompok, agar suatu
dan individu didalam masyarakat, peraturan perundang-undangan
sedangkan proses pembuatan produk yang nantinya telah disahkan dan
hukum yang berkarakter ortodoks diundangkan, akan berkarakter
bersifat sentralistik dalam arti lebih responsif atau sesuai dengan aspirasi
didominasi oleh lembaga negara masyarakat. Karena hukum yang
terutama pemegang kekuasaan baik adalah hukum yang sesuai
eksekutif.34 dengan hukum yang hidup di dalam
Terbentuknya suatu peraturan masyarakat.
perundang-undangan, adalah Pada saat Undang-Undang Nomor
melalui tahapan-tahapan yang telah 13 Tahun 2003 masih berbentuk draft
ditentukan oleh suatu peraturan naskah dalam tahap pembahasan di
perundang-undang. Tahapan- DPR, serikat-serikat buruh bergabung
tahapan tersebut antara lain, tahap dengan kelompok pemerhati
perencanaan, tahap persiapan, tahap perburuhan aktif menyampaikan
pembahasan rancangan undang- aspirasinya. Selama pertengahan tahun
undang, tahap pengesahan dan tahap 2000 sampai tahun 2003 mereka terus
pengundangan. Tahapan-tahapan melakukan penolakan terhadap draft
pembentukan peraturan perundang- Undang-Undang Nomor 13 Tahun
undangan sepenuhnya dilaksanakan 2003 tersebut. Penolakan utamanya
oleh lembaga yang berwenang untuk ditujukan pada isu-isu yang berkaitan
itu. Dalam hal ini lembaga DPR yang dengan longgarnya aturan pemutusan
khusus menangani bidang legislasi, hubungan kerja, pengetatan hak
dan Pemerintah (Presiden) yang mogok, dan aturan legalisasi sistem
dikoordinasikan oleh menteri yang kerja kontrak dan outsourcing.37
tugas dan tanggung jawabnya meliputi Berbagai serikat buruh memberikan
bidang peraturan perundang- aspirasinya dengan berbagai macam
undangan.35 Khusus untuk tahap cara, mulai dari menggalang aksi
persiapan dan tahap pembahasan bersama sampai dengan melakukan
rancangan undang-undang, masya- lobby politik ke lembaga pemerintah
rakat dapat berpartisipasi dan bahkan dan DPR-RI. Tapi sayangnya,
berhak untuk memberikan masukan pemerintah dan DPR mengabaikan
baik secara lisan maupun tertulis.36 aspirasi kaum buruh yang menolak

34
Moh. Mahfud MD., Politik ... Op. Cit., hlm. 26.
35
http://partaiburuhkarawang.blogspot.com/ …. Loc. Cit.
36
Lihat Pasal 53 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
37
http://partaiburuhkarawang.blogspot.com/ …. Loc. Cit.

12 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015


draft Undang-Undang Nomor 13 yakni tidak mengundang sebanyak-
Tahun 2003 tersebut, dan berkeras banyaknya partisipasi masyarakat
untuk mengesahkan Undang-Undang melalui kelompok-kelompok sosial
Nomor 13 Tahun 2003 pada bulan dan individu di masyarakat khususnya
Maret 2003 lalu.38 serikat buruh yang membawa aspirasi
Karena dalam pembentukan- kaum buruh secara umum.40
nya tidak bersifat partisipatif dan b. Sifat fungsi hukum
aspiratif, maka kaum buruh tetap Dilihat dari fungsinya maka
melakukan penolakan walaupun hukum yang berkarakter responsif
Undang-Undang Nomor 13 Tahun bersifat aspiratif. Artinya memuat
2003 tersebut sudah disahkan dan materi-materi yang secara umum
diundangkan. Hal ini dapat kita lihat sesuai dengan aspirasi atau
dengan bergabungnya sebanyak kehendak masyarakat yang dilayani.
33 federasi serikat buruh nasional, Sehingga produk hukum itu dapat
sekaligus bersama-sama mengajukan dipandang sebagai kristalisasi dari
gugatan uji materiil (judicial review) kehendak masyarakat, sedangkan
ke Mahkamah Konstitusi. Ke-33 hukum yang berkarakter ortodoks
federasi serikat buruh nasional bersifat positivis-instrumentalis.
tersebut mendalilkan pemberlakuan Artinya memuat materi yang lebih
sistem kerja outsourcing sebagai merefleksikan visi sosial dan politik
legalisasi negara terhadap praktik pemegang kekuasaan atau memuat
perbudakan modern.39 Para pemohon materi yang lebih merupakan alat
dalam judicial review menyodorkan untuk mewujudkan kehendak dan
Pasal 64 sampai Pasal 66 Undang- kepentingan program pemerintah.41
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Dari sudut pandang kaum buruh,
sebagai bentuk pelanggaran atas hak materi muatan Undang-Undang
konstitusional buruh sebagai warga Ketenagakerjaan tidak aspiratif,
negara Indonesia atas kepastian kerja karena tidak sesuai dengan kehendak
yang dijamin dalam UUD 1945. Namun buruh yang dilayani. Dapat terlihat
sayang sekali, putusan Mahkamah dari alasan-alasan kaum buruh
Konstitusi Republik Indonesia menolak undang undang tersebut.
Nomor 012/PPU-I/2003, tanggal 28 Sebaliknya, materi muatan Undang-
Oktober 2004, menolak dalil tersebut. Undang Ketenagakerjaan dipandang
Dari uraian di atas dapat diringkas, oleh kaum buruh sebagai peraturan
bahwa dalam proses pembentukan yang merefleksikan visi sosial dan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun politik pemegang kekuasaan, sehingga
2004, tidak bersifat partisipatif, peraturan tersebut lebih merupakan

38
Ibid.
39
Ibid.
40
Ibid.
41
Ibid.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 13


alat untuk mewujudkan kehendak dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan
kepentingan program pemerintah. Hal Industrial.43 Dari uraian-uraian di
tersebut dapat dirasakan dari lahirnya atas, kaum buruh berpandangan,
Undang-Undang Nomor 13 Tahun bahwa sifat fungsi Undang-Undang
2003 ini. Lahirnya undang-undang Ketenagakerjaan tidak aspiratif,
ini ada berbagai macam pemaksaan sebab sifat fungsinya secara umum
yang dilakukan oleh badan-badan bertentangan dengan kehendak-
donor internasional terhadap kehendak buruh.44
pemerintah Indonesia, sebagai c. Kemungkinan penafsirannya
konsekusensi perjanjian yang telah Dilihat dari segi penafsiran, maka
dibuat antara pemerintah Indonesia produk hukum yang berkarakter
dengan lembaga internasional itu.42 responsif biasanya memberi sedikit
Bentuk-bentuk pemaksaan ini dapat peluang bagi pemerintah untuk
ditemui melalui penghapusan tarif membuat penafsiran sendiri melalui
(penghapusan pajak import, dan berbagai peraturan pelaksanaan dan
kuota eksport). Indonesia sebagai peluang yang sempit itupun hanya
negara berkembang adalah salah satu berlaku untuk hal-hal yang betul-
negara yang terkena dampak akibat betul bersifat teknis, sedangkan
pemaksaan lembaga-lembaga donor produk hukum yang berkarakter
kapitalis internasional tersebut, yaitu ortodoks memberi peluang yang luas
sejak ditandatanganinya LoI (Letter of kepada pemerintah untuk membuat
Intens) antara pemerintah Indonesia berbagai interpretasi dengan berbagai
dengan IMF, yang salah satu pointnya peraturan lanjutan yang berdasarkan
adalah bahwa pemerintah Indonesia visi sepihak dari pemerintah dan
harus melakukan reformasi terhadap tidak sekedar masalah teknis. Produk
hukum perburuhan yang dipandang hukum ortodoks biasanya cenderung
terlalu memberikan perlindungan memuat materi singkat dan pokok-
(protection) terhadap buruhnya dan pokok saja untuk kemudian memberi
sudah tidak sesuai dengan kebutuhan peluang yang luas bagi pemerintah
dan perkembangan jaman, yang untuk mengatur berdasarkan visi dan
akhirnya lahir 3 (tiga) paket undang kekuatan politiknya.45
undang yaitu Undang Undang Nomor Isi dari Undang Undang Nomor 13
21 Tahun 2000 tentang Serikat Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pekerja/Serikat Buruh, Undang terdiri dari 17 bab, 193 pasal. Dari 193
Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal hanya terdapat 77 pasal yang ada
tentang Ketenagakerjaan dan Undang penjelasannya atau terdapat 116 pasal yang
Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang dinyatakan cukup jelas oleh pembentuk

42
Ibid.
43
Ibid.
44
Ibid.
45
Ibid.

14 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015


undang-undang. Sehingga, hanya kurang besar kepada pemerintah untuk membuat
lebih 40% saja dari keseluruhan pasal yang berbagai interpretasi dengan berbagai
dijelaskan atau sebanyak 60% pasal yang peraturan lanjutan yang berdasarkan visi
tidak ada penjelasannya atau dianggap sepihak dari pemerintah dan tidak sekedar
cukup jelas. Sebanyak 60% pasal yang masalah teknis. Hal tersebut dapat dilihat
dianggap cukup jelas menurut argumen dengan banyaknya peraturan pelaksanaan
politik para pembentuk undang-undang dari Undang-Undang Ketenagakerjaan dan
tersebut, adalah suatu jumlah yang cukup peraturan-peraturan non-pelaksanaannya,
besar menurut pandangan kaum buruh, seperti: Kepmenakertrans Nomor: Kep.21/
karena sebanyak 116 pasal tersebut MEN/III/2004, tanggal 1 Maret 2004
dapat terjadi multi tafsir, sehingga dapat tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing,
terjadi penafsiran yang berbeda-beda baik Kepmenakertrans Nomor: Kep.67/Men/
oleh pemerintah, kaum buruh maupun IV/2004 tanggal 26 April 2004 tentang
pengusaha atau pihak lainnya.46 Pelaksanaan Program Jaminan Sosial
Telah dikemukakan sebelumnya, Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Asing,
bahwa jika dilihat dari segi penafsiran, Kepmenakertrans Nomor: Kep.68/MEN/
maka suatu produk hukum yang IV/2004, tanggal 28 April 2004 tentang
berkarakter responsif biasanya memberi Pencegahan dan Penanggulangan HIV/
sedikit peluang bagi pemerintah untuk AIDS di Tempat Kerja, Kepmenakertrans
membuat penafsiran sendiri melalui Nomor 69/MEN/ IV/2004, tanggal 4
berbagai peraturan pelaksanaan dan Mei 2004 tentang Perubahan Lampiran
peluang yang sempit itupun hanya Keputusan Kepmenakertrans Nomor:
berlaku untuk hal-hal yang betul-betul Kep.227/MEN/2003 tentang Tata
bersifat teknis, sedangkan produk hukum Cara Penetapan Standar Kompetensi
yang berkarakter ortodoks memberi Kerja Nasional, dan masih banyak lagi
peluang yang luas kepada pemerintah yang lainnya. Banyaknya peraturan
untuk membuat berbagai interpretasi pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor
dengan berbagai peraturan lanjutan yang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
berdasarkan visi sepihak dari pemerintah serta peraturan non pelaksanaan
dan tidak sekedar masalah teknis. Produk undang undang tersebut membuktikan,
hukum ortodoks biasanya cenderung bahwa dengan lahirnya Undang-Undang
memuat materi singkat dan pokok- Ketenagakerjaan memberi peluang yang
pokok saja untuk kemudian memberi luas kepada pemerintah untuk membuat
peluang yang luas bagi pemerintah untuk berbagai interpretasi dengan berbagai
mengatur berdasarkan visi dan kekuatan peraturan lanjutan yang berdasarkan visi
politiknya.47 sepihak dari pemerintah dan tidak sekedar
Undang Undang Nomor 13 Tahun masalah teknis.
2003, ternyata memberikan peluang yang

46
Ibid.
47
Ibid.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 15


Dengan menggunakan tiga indikator, peraturan lanjutan yang berdasarkan
yaitu proses pembuatan, sifat fungsi visi sepihak dari pemerintah dan tidak
produk hukum, dan kemungkinan sekedar masalah teknis. Dengan demikian,
penafsiran, maka dapat diketahui apakah dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang
suatu produk hukum berkarakter Nomor 13 Tahun 2003 adalah merupakan
responsif ataukah ortodoks. Indikator suatu produk hukum yang berkarakter
pertama, yaitu proses pembuatan. Di konservatif/ortodoks.48
atas telah dikemukakan, bahwa proses Berdasarkan uraian di atas, bahwa
pembuatan Undang- Undang Nomor 13 dalam pembangunan ketenagakerjaan
Tahun 2003 tidak bersifat partisipatif, mempunyai banyak dimensi dan
yakni tidak mengundang sebanyak- keterkaitannya tidak hanya dengan
banyaknya partisipasi masyarakat melalui kepentingan tenaga kerja sebelum,
kelompok-kelompok sosial dan individu selama dan sesudah masa kerja, tetapi
di masyarakat khususnya serikat buruh juga dengan kepentingan pengusaha,
yang membawa aspirasi kaum buruh pemerintah, dan masyarakat. Oleh
secara umum. Indikator kedua yaitu sifat karena itu, diperlukan pengaturan yang
fungsi produk hukum, bahwa sifat fungsi menyeluruh dan komprehensif, antara
dari Undang Undang Nomor 13 Tahun lain mencakup perencanaan tenaga kerja,
2003 adalah tidak aspiratif, sebab sifat pembangunan sumber daya manusia,
fungsinya secara umum bertentangan perluasan kesempatan kerja, pelayanan
dengan dengan kehendak-kehendak penempatan tenaga kerja, pembinaan
atau aspirasi kaum buruh. Sementara hubungan industrial, peningkatan perlin-
itu, indikator ketiga, yaitu kemungkinan dungan tenaga kerja, serta peningkatan
penafsiran, bahwa penjelasan dari undang- produktivitas kerja dan daya saing tenaga
undang tersebut, hanya menjelaskan kerja di dalam dan di luar negeri.49
sebanyak 40% saja dari jumlah pasal yang Dikeluarkannya berbagai peraturan
ada. Artinya sebanyak 60% pasal yang perundang-undangan di bidang
dianggap telah jelas membuka peluang ketenagakerjaan yang selama ini berlaku,
terjadinya multi tafsir dari berbagai pihak, termasuk sebagian merupakan produk
dan juga dengan banyaknya peraturan kolonial, menempatkan manusia kerja
pelaksanaan dari Undang Undang Nomor sebagai benda, sebagai objek maupun
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai salah satu faktor produksi,
serta peraturan non-pelaksanaan menempatkan pekerja pada posisi yang
undang-undang tersebut, membuktikan, kurang menguntungkan dalam pelayanan
bahwa dengan lahirnya Undang Undang penempatan tenaga kerja dan sistem
Ketenagakerjaan memberi peluang yang hubungan industrial yang menonjolkan
luas kepada pemerintah untuk membuat kedudukan dan kepentingan, sehingga
berbagai interpretasi dengan berbagai dipandang sudah tidak sesuai lagi

48
Ibid.
49
Ujang Charda S., Mengenal … Op. Cit., hlm. 3.

16 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015


dengan perkembangan ketenagakerjaan era global. Kemampuan, keterampilan
di Indonesia dan kebutuhan masa kini dan keahlian tenaga kerja perlu terus
dan tuntutan masa yang akan datang, ditingkatkan melalui perencanan dan
karena manusia kerja bukan sebagai program ketenagakerjaan termasuk
objek atau sebagai faktor produksi, pelatihan, pemagangan dan pelayanan
melainkan sebagai subjek, sebagai pelaku penempatan tenaga kerja.
dalam proses produksi maupun sebagai Atas dasar tersebut, politik hukum
manusia pribadi dengan segala harkat dan ketenagakerjaan nasional Indonesia
martabatnya.50 dalam perlindungan tenaga kerja harus
Peran tenaga kerja dalam ditujukan kepada kebahagiaan tenaga
pembangunan nasional semakin kerja Indonesia dengan berdasarkan
meningkat dengan disertai berbagai pada falsafah Pancasila yang kemudian
tantangan dan risiko yang dihadapinya. dijelmakan dalam sebuah aturan undang-
Oleh karena itu, kepada tenaga kerja perlu undang untuk dijadikan dasar hukum bagi
diberikan perlindungan, pemeliharaan pelaksanaan politik hukum tersebut. Oleh
dan peningkatan kesejahteraan, sehingga karena itu, konsekuensinya harus dapat
pada gilirannya akan dapat meningkatkan melenyapkan pola pemikiran kolonial
produktivitas nasional. Peran serta tenaga yang menempatkan orang sebagai objek
kerja tersebut menuntut peningkatan hukum, sehingga tidak akan terulang
kualitas sumber daya manusia dalam kembali di masa-masa kemerdekaan ini.
pelaksanaan pembangunan nasional, Dalam rangka menata politik
baik sebagai pelaku pembangunan hukum ketenagakerjaan, pemerintah
maupun sebagai tujuan pembangunan. menetapkan sejumlah kebijakan
Pembangunan tenaga kerja berperan pembangunan ketenagakerjaan dalam
meningkatkan produktivitas nasional dan perlindungan tenaga kerja dengan
kesejahteraan masyarakat. Oleh karenanya, menyusun perencanaan tenaga kerja
tenaga kerja harus diberdayakan supaya melalui perencanaan makro dan mikro.51
mereka memiliki nilai lebih dalam arti Dalam menyusun kebijakan, strategi, dan
lebih mampu, lebih terampil dan lebih pelaksanaan program perlindungan tenaga
berkualitas, agar dapat berdaya guna kerja melalui hukum ketenagakerjaan
secara optimal dalam pembangunan dilakukan dengan berkesinambungan,
nasional dan mampu bersaing dalam dan pemerintah harus berpedoman pada

50
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Loc. Cit.
51
Penjelasan Pasal 7 ayat (2) hurup a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
mengemukakan, bahwa perencanaan makro adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara
sistematis yang memuat pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan produktif guna mendukung
pertumbuhan ekonomi atau sosial, baik secara nasional, daerah maupun sektoral sehingga dapat membuka
kesempatan kerja seluas-luasnya, meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan kesejahteraan
pekerja. Sementara itu, penjelasan Pasal 7 ayat (2) hurup b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan mengemukakan, bahwa perencanaan mikro adalah proses penyusunan
rencana ketenagakerjaan secara sistematis dalam suatu instansi, baik instansi pemerintah maupun
swasta dalam rangka meningkatkan pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan produktif untuk
mendukung pencapaian kinerja yang tinggi pada instansi atau perusahaan yang bersangkutan.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 17


perencanaan tenaga kerja yang ditetapkan kerja, baik di sektor formal maupun
oleh pemerintah. Pendekatan perencanaan informal, atau segera diganti dengan
tenaga kerja dapat dilakukan secara Undang-Undang Ketenagakerjaan yang
nasional, daerah, dan sektoral yang disusun baru. Hal ini mengingat beberapa pasal
atas dasar informasi ketenagakerjaan yang yang ada dalam Undang-Undang Nomor
antara lain meliputi: penduduk dan tenaga 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
kerja, kesempatan kerja, pelatihan kerja telah dilakukan uji materiil oleh
termasuk kompetensi kerja, produktivitas Mahkamah Konstitusi sebanyak 11 kali,
tenaga kerja, hubungan industrial, kondisi sehingga pasal-pasal yang telah diuji
lingkungan kerja, pengupahan dan tersebut dinyatakan bertentangan dengan
kesejahteraan tenaga kerja, dan jaminan Undang-Undang Dasar Negara Republik
sosial tenaga kerja.52 Setiap kebijakan Indonesia Tahun 1945 dan dinyatakan
pemerintah dalam perlindungan tidak memiliki kekuatan mengikat adalah
tenaga kerja harus dilihat dalam rangka sebagai berikut:
meningkatkan kesejahteraan warga a. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
negaranya, walaupun hal ini ternyata 012/PUU-I/2003 tentang pengujian
bukan tugas ringan bagi negara manapun Pasal 158, Pasal 159, Pasal 160 ayat
juga, namun menjadi kewajiban yang (1), Pasal 170, Pasal 171, Pasal 186
harus diwujudkan dalam rangka mencapai Undang-Undang Nomor 13 Tahun
tujuan negara.53 Oleh karena itu, hak 2003 tentang Ketenagakerjaan.
untuk bekerja (right to work) bagi setiap b. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
warga negara merupakan tanggung jawab 115/PUU-VII/2009 tentang pengujian
pemerintah/negara yang harus berupaya Pasal 120 ayat (1), ayat (2), dan ayat
semaksimal mungkin. (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
Pengaturan masalah ketenagakerjaan 2003 tentang Ketenagakerjaan.
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun c. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
2003 tentang Ketenagakerjaan yang 61/PUU-VIII/2010 tentang pengujian
menitikberatkan pada aspek hubungan Pasal 1 butir 22, Pasal 88 ayat (3) huruf
kerja, berarti tidak sejalan dengan ruang a, Pasal 90 ayat (2), Pasal 160 ayat (3)
lingkup hukum ketenagakerjaan yang dan ayat (6), Pasal 162 ayat (1) huruf a,
mencakup segala hal yang berhubungan Pasal 171 Undang-Undang Nomor 13
dengan tenaga kerja sebelum, selama, Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
dan sesudah masa kerja. Oleh karena itu, d. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 19/PUU/2011 tentang Pengujian
2003 tentang Ketenagakerjaan diusulkan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang
harus segera direvisi dan memasukan Nomor 13 Tahun 2003 tentang
mengenai pengaturan tentang hubungan Ketenagakerjaan.

52
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
53
Revrisond Baswir, et.al., Pembangunan Tanpa Perasaan : Evaluasi Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya, Elsam, Jakarta, 2003, hlm. 24.

18 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015


e. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor berkarakter hukum responsif, seperti
27/PUU/2011 tentang pengujian yang dikemukakan oleh Nonet dan
Pasal 65 ayat (7), dan Pasal 66 ayat Selznick atau berkarakter hukum
(2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun ortodoks, seperti yang dikemukakan
2003 tentang Ketenagakerjaan. Marryman. Untuk mengetahui apakah
f. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
37/PUU/2011 tentang pengujian berkarakter hukum responsif atau
Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang berkarakter hukum ortodoks, maka dalam
Nomor 13 Tahun 2003 tentang studi ini digunakan indikator dalam
Ketenagakerjaan. proses pembuatan hukum, sifat fungsi
g. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor hukum, dan kemungkinan penafsiranna.
58/PUU-VII/2011 tentang pengujian Pada produk hukum yang berkarakter
169 ayat (1) huruf c Undang-Undang responsif, proses pembuatannya bersifat
Nomor 13 Tahun 2003 tentang partisipatif, yakni mengundang sebanyak-
Ketenagakerjaan. banyaknya partisipasi masyarakat
h. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor melalui kelompok-kelompok sosial dan
100/PUU-VII/2012 tentang pengujian individu didalam masyarakat, sedangkan
Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 proses pembuatan produk hukum yang
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. berkarakter ortodoks bersifat sentralistik
i. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor dalam arti lebih didominasi oleh lembaga
117/PUU-VII/2012 tentang pengujian negara terutama pemegang kekuasaan
Pasal 163 ayat (1) Undang-Undang eksekutif. Sementara itu, dilihat dari
Nomor 13 Tahun 2003 tentang fungsinya maka hukum yang berkarakter
Ketenagakerjaan. responsif bersifat aspiratif. Artinya
j. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor memuat materi-materi yang secara umum
69/PUU-VII/2013 tentang pengujian sesuai dengan aspirasi atau kehendak
Pasal 160 ayat (3) dan ayat (7), Pasal masyarakat yang dilayani. Sehingga
162 ayat (1) dan ayat (2) Undang- produk hukum itu dapat dipandang
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang sebagai kristalisasi dari kehendak
Ketenagakerjaan. masyarakat, sedangkan hukum yang
k. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor berkarakter ortodoks bersifat positivis-
96/PUU-VII/2013 tentang pengujian instrumentalis. Artinya memuat materi
Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), yang lebih merefleksikan visi sosial dan
dan Pasal 66 ayat (4) Undang-Undang politik pemegang kekuasaan atau memuat
Nomor 13 Tahun 2003 tentang materi yang lebih merupakan alat untuk
Ketenagakerjaan. mewujudkan kehendak dan kepentingan
program pemerintah.Jika dilihat dari segi
C. PENUTUP penafsiran, maka produk hukum yang
Hukum merupakan produk politik berkarakter responsif biasanya memberi
yang memiliki karakter sebagai produk sedikit peluang bagi pemerintah untuk
hukum yang dapat dilihat apakah membuat penafsiran sendiri melalui

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 19


berbagai peraturan pelaksanaan dan Marsen Sinaga, Pengadilan Perburuhan
peluang yang sempit itupun hanya di Indonesia (Tinjauan Hukum Kritis
berlaku untuk hal-hal yang betul-betul atas Undang-Undang PPHI), Semarak
bersifat teknis, sedangkan produk hukum Cemerlang Nusa (SCN), Yogyakarta,
yang berkarakter ortodoks memberi 2006.
peluang yang luas kepada pemerintah
untuk membuat berbagai interpretasi Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief
dengan berbagai peraturan lanjutan yang Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum
berdasarkan visi sepihak dari pemerintah (Suatu Pengenalan Pertama Ruang
dan tidak sekedar masalah teknis. Produk Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum)
hukum ortodoks biasanya cenderung Bagian I, Alumni, Bandung, 2000.
memuat materi singkat dan pokok-pokok
saja untuk kemudian memberi peluang Moh. Mahfud MD., Politik Hukum di
yang luas bagi pemerintah untuk mengatur Indonesia, LP3ES, Jakarta, 2001.
berdasarkan visi dan kekuatan politiknya.
Ni’matul Huda, Negara Hukum, Demokrasi
DAFTAR PUSTAKA & Judicial Review, UII Press, Yogyakarta,
2005.
Buku
R. Wiyono, Garis Besar Pembahasan dan
Abdul Jalil, Teologi Buruh, LKIS Yogyakarta, Komentar UUD 1945, Alumni, Bandung,
Yogyakarta, 2008. 1976.

Agusmidah, Dilematika Hukum Revrisond Baswir, et.al., Pembangunan


Ketenagakerjaan Tinjauan Politik Tanpa Perasaan: Evaluasi Pemenuhan
Hukum, Sofmedia, Medan, 2011. Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya,
Elsam, Jakarta, 2003.
Aloysius Uwiyono, “Implikasi Undang-
Undang No. 13 Tahun 2003 Terhadap Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Hukum
Iklim Investasi”, Jurnal Hukum Kolonial ke Hukum Nasional: Dinamika
Bisnis, Volume 22 No. 5, Yayasan Sosial Politik dalam Perkembangan
Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, Hukum di Indonesia, RajaGrafindo
2003. Persada, Jakarta, 1994.

Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi Sri Bintang Pamungkas, Pokok-pokok


tentang Sistem Pertanggungjawaban Pikiran tentang Demokrasi Ekonomi
Pidana Korporasi di Indonesia, Utomo, dan Pembangunan, Yayasan Daulat
Bandung, 2004. Rakyat, Jakarta, 1996.

Ismail Sunny, Hak Asasi Manusia, Yarsif Ujang Charda S., Mengenal Hukum
Watampone, Jakarta, 2004. Ketenagakerjaan Indonesia: Sejarah,

20 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015


Teori & Praktiknya di Indonesia,
Fakultas Hukum UNSUB, Subang,
2014.

_____, ”Reorientasi Reformasi Model Hukum


Ketenagakerjaan dalam Kebijakan
Pemerintah”, Jurnal Ilmu Hukum Syiar
Hukum, Vol. XIV No. 1, Fakultas Hukum
UNISBA, Bandung, Maret 2012.

Internet

http://partaiburuhkarawang.blogspot.
com/2011/03/karakter-undang-
undang-nomor-13-tahun.html, akses
tanggal 21 Pebruari 2013, jam 12: 45
WIB.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, Februari 2015 21

Anda mungkin juga menyukai