Anda di halaman 1dari 8

KOMUNIKASI SBAR TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU PERAWAT

DALAM MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN

Sukesih1, Umi faridah1


1
Profesi Ners, STIKES Muhammadiyah Kudus, Indonesia

Abstrak
Sikap dan perilaku perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien harus menerapkan keselamatan
pasien, perawat harus melibatkan kognitif, afektif, dan tindakan yang mengutamakan keselamatan pasien. Komunikasi
SBAR (Situation, Backgroud, Assesment, Recomendation) merupakan alat informasiyang menyediakan metode
terstruktur dan formal dari komunikasi antara staf, SBAR memiliki potensi untuk meningkatkan kemampuan staf
untuk menyusun dan menyampaikan informasi penting, meningkatkan keselamatan pasien dengan mengurangi
kesalahan yang terjadi selama tindakan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh komunikasi SBAR
terhadap sikap dan perilaku perawat dalam meningkatkan keselamatan pasien. Jenis penelitian yang digunakan quasi
experiment dengan desain yang digunakan pre-posttest with control group design, hasil penelitian diolah dengan uji
paired sample t test untuk sampel yang berhubungan dan independent samples t test untuk sample yang tidak
berhubungan, instrument komunikasi SBAR menggunakan observasi, instrument sikap dan perilaku perawat
menggunakan kuesioner. Populasi pada penelitian seluruh perawat yang bertugas di ruang rawat inap kelas 3 yaitu
ruang gading 1, gading 2, flamboyan, dahlia RSUD RAA Soewondo Pati sebanyak 48 perawat, tehnik sampling dalam
penelitian adalah total sampling jumlah sampel 48 perawat terbagi menjadi kelompok intervensi diruang gading 1,
gading 2 sebanyak 24 perawat, kelompok kontrol diruang flamboyan, ruang dahlia sebanyak 24 perawat. Terdapat
perbedaan yang bermakna sikap perawat sesudah diberikan pelatihan komunikasi SBAR pada kelompok intervensi
dengan nilai p value 0,000 dibandingkan kelompok kontrol dengan nilai p value 0,103 (uji paired sample t test).
Terdapat perbedaan yang bermakna perilaku perawat sesudah diberikan pelatihan komunikasi SBAR pada kelompok
intervensi dengan nilai p value 0,000 dibandingkan kelompok kontrol dengan nilai p value 0,198 (uji paired sample t
test). Penelitian ini menemukan bahwa komunikasi SBAR dapat meningkatkan sikap dan perilaku perawat dalam
meningkatkan keselamatan pasien.

Kata Kunci : Komunikasi SBAR; Sikap dan Perilaku Perawat; Keselamatan pasien

1. PENDAHULUAN mengidentifikasi dan mempelajari berbagai


Patient safety atau keselamatan pasien masalah keselamatan pasien. Dengan
menjadi semangat dalam pelayanan rumah diterbitkannya Nine Life Saving Patient
sakit di seluruh dunia, tidak hanya rumah Safety oleh WHO, maka Komite
sakit di negara maju yang menerapkan Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS)
keselamatan pasien untuk menjamin mutu mendorong rumah sakit di Indonesia untuk
pelayanan yang baik, tetapi juga rumah sakit menerapkan Sembilan Solusi “Life-Saving”
di negara berkembang seperti Indonesia. keselamatan pasien rumah sakit, langsung
(Permenkes RI no 1691, 2010) atau bertahap sesuai dengan kemampuan dan
WHO Collaborating Center for Patient kondisi rumah sakit masing-masing, salah
Safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi satu dari sembilan solusi tersebut adalah
menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety menerapkan komunikasi secara efektif saat
Solution”. Panduan ini mulai disusun sejak serah terima pasien.
tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien Komunikasi serah terima pasien antar
dan lebih 100 negara dengan perawat dan diantara petugas pelayanan
kesehatan kadang tidak menyertakan Komunikasi yang tepat dengan read
informasi yang penting atau informasi yang back telah menjadi salah satu sasaran dari
diberikan kurang tepat dan sulit dipahami program keselamatan pasienyaitu
sehingga terjadi kesenjangan dalam peningkatan komunikasi yang efektif saat
komunikasi yang dapat menyebabkan serah terima, salah satu metode komunikasi
kesalahan penafsiran atau kesalahpahaman yang efektif saat serah terima adalah
selain itu bisa mengakibatkan terputusnya komunikasi SBAR. Komunikasi SBAR
kesinambungan pelayanan, pengobatan yang (Situation, Backgroud, Assesment,
tidak tepat dan potensial dapat Recomendation) adalah alat informasi yang
mengakibatkan cedera pada pasien, sehingga menyediakan metode terstruktur dan formal
perlu pendekatan untuk memudahkan dari komunikasi antar astaf, metode
sistematika serah terima pasien. Hal ini komunikasi yang berasal dar iindustri
ditujukan untuk memperbaiki sikap dan penerbangan dan militer dan telah diadaptasi
perilaku perawat pada saat serah terima untuk digunakan dalam health care, dalam
pasien termasuk penggunaan prosedur dalam pengaturan klinis SBAR memiliki potensi
mengkomunikasikan informasi yang bersifat untuk meningkatkan kemampuan staf untuk
kritis, memberikan kesempatan bagi perawat menyusun dan menyampaikan informasi
untuk bertanya dan menyampaikan penting, meningkatkan kemampuan staf
pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima untuk menerima dan menginter pretasikan
dan melibatkan pasien serta keluarga dalam informasi penting dan meningkatkan
proses serah terima. (Effendi, 2008). keselamatan pasien dengan mengurangi
Sikap dan perilaku perawat dalam kesalahan yang terjadi selama tindakan.
memberikan asuhan keperawatan kepada (Renz, 2013).
pasien harus menerapkan keselamatan Penelitian yang dilakukan oleh
pasien, perawat harus melibatkan kognitif, Wahyuni (2014) menunjukkan Pelatihan
afektif, dan tindakan yang mengutamakan komunikasi S-BAR efektif dalam
keselamatan pasien. Sikap dan perilaku meningkatkan mutu operan jaga di bangsal
perawat yang tidak menjaga keselamatan Wardah RS PKU Muhammadiyah
pasien berkontribusi terhadap insiden Yogyakarta Unit II, hal ini menunjukkan
keselamatan pasien, salah satu solusi untuk bahwa komunikasi SBAR efekif melibatkan
meningkatkan keselamatan pasien yaitu tenaga kesehatan, pasien dan keluarga
dengan komunikasi efektif terhadap sikap disesuaikan kondisinya dapat membantu
dan perilaku perawat. (Devito, 2009). dalam komunikasi, baik individu dengan tim
yang akhirnya dapat mempengaruhi
perubahan dalam meningkatkan mutu operan 2. METODE
jaga dan meningkatkan keselamatan pasien, Penelitian ini merupakan quasi
sehingga ada dampak positif dan terlihat ada experimental dengan rancangan yang
perbaikan pada pelaporan insiden digunakan adalah pretest-posttest with
keselamatan pasien. control group design, hasil penelitian diolah
Penelitian lain tentang komunikasi dengan uji paired sample t test untuk sampel
SBAR adalah penelitian yang dilakukan oleh yang berhubungan dan independent samples
Fitria (2013) tentang pelatihan komunikasi t test untuk sample yang tidak berhubungan
SBAR dalam meningkatkan motivasidan untuk menganalisis sikap dan perilaku
psikomotor perawat tujuan penelitian perawat dalam meningkatkan keselamatan
menganalisis efektifitas pelatihan pasien setelah diberikan intervensi
komunikasi SBAR dalam meningkatkan komunikasi SBAR waktu operan jaga shif
motivasi dan psikomotor perawat di ruang pagi, shif siang, shif malam.
perawatan medikal bedah. Pada penelitian ini Populasi pada penelitian ini adalah
dilaporkan adanya temuan baru bahwa seluruh perawat yang bertugas di ruang rawat
komunikasi SBAR dapat meningkatkan inap kelas 3 yaitu ruang gading 1, ruang
motivasi dan psikomotor perawat hal ini gading 2, ruang flamboyan, ruang dahlia
dapat mempengaruhi kinerja perawat dan RSUD RAA Soewondo Pati sebanyak
dapat meningkatkan budaya kerja perawat 48perawat, tehnik sampling dalam penelitian
dalam melakukan asuhan keperawatan ini adalah total sampling jumlah sampel 48
sehingga dapat meningkatkan keselamatan perawat terbagi menjadi kelompok intervensi
pasien. diruang gading 1 dan ruang gading 2
Menurut Cunningham, (2012) sebanyak 24 perawat, kelompok kontrol
menunjukan bahwa komunikasi SBAR dapat diruang flamboyan dan ruang dahlia
meningkatkan komunikasi lewat telepon sebanyak 24 perawatdengan kriteria inklusi:
antara perawat dan dokter dengan pendidikan D3, perawat pelaksana, perawat
menggunakan tool SBAR yang sudah tidak dalam masa cuti, bersedia menjadi
terstruktur dan akurat sehingga masalah responden, kriteria eksklusi: pendidikan S1,
dapat dievaluasi dan dikomunikasikan kepala ruang/koordinator perawat, perawat
dengan jelas dan baik dan dapat magang, mahasiswa perawat, penelitian
meningkatkan keselamatan pasien. dilakukan pada bulan April - Mei 2018.
Pengumpulan data penelitian ini
menggunakan checklist lembar observasi
untuk menilai kemampuan perawat dalam
berkomunikasi SBAR, sikap dan perilaku Instrument sikap dan perilaku perawat
perawat menggunakan kuesioner. menggunakan uji validitas dengan nilai r
Checklist untuk kemampuan hitung sikap(0,812-0,960), r hitung perilaku
komunikasi SBAR menggunakan lembar (0,809-0,980) sedangkan r tabel (0,631) yang
observasi tentang kemampuan perawat pada artinya kuesioner sikap dan perilaku
saat pelaksanaan komunikasi SBAR. Lembar dinyatakan valid karena r hitung > r tabel.
observasi berupa checklist yang berisi daftar Sedangkan uji reliabilitas sikap (0,560-
pernyataan tentang sikap dan perilaku 0,645) nilai cronbach’s alpha 0,555 yang
perawat pada saat pelaksanaan komunikasi artinya semua item pernyataan sikap
SBAR yang disusun berdasarkan tool dinyatakan reliabel sedangkan kuesioner
komunikasi SBAR dengan pilihan jawaban perilaku dengan nilai (0,583-0,673) nilai
dilakukan dan tidak dilakukan dengan butir cronbach’s alpha 0,512 yang artinya semua
pernyataan 15 pernyataan yang terdiri dari item pernyataan perilaku dinyatakan reliable.
situation, background, assessment, dan
recommendation. Pernyataan memiliki 2 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
jawaban yaitu dilakukan nilai 1 dan Tidak Hasil penelitian didapatkan data
dilakukan nilai 0. Skor Terendah adalah 0 karakteristik peserta penelitian yaitu usia,
dan skor tertinggi adalah 15. jenis kelamin, dan masa kerja. Jumlah sampel
Skor sikap dan perilaku perawat diukur dalam penelitian sebanyak 48 perawat yang
dari respon terhadap 10 item dengan terdiri dari 24 perawat sebagai kelompok
menggunakan 5 point likert scale yaitu skor intervensi dan 24 perawat sebagai kelompok
1 (sangat tidak setuju), skor 2 (tidak setuju), kontrol.
skor 3 (netral), skor 4 (setuju), skor 5 (sangat 1. Karakteristik responden penelitian
setuju). Tabel. 1 Perbandingan karakteristik
peserta penelitian antara kelompok
Instrument komunikasi SBAR
intervensi dan kelompok kontrol
menggunakan uji validitas content dengan Rerata ± SD Total P
No Variabel Intervensi Kontrol (n = 48) value
1 Usia
meminta pendapat ahli dan reabilitas dengan Mean 29,58±5,85 28,08±5,37 - 0,446
Min – Max 24-42 23-41 -
mengunakan uji Koefisien cohen’s kappa 2 Masa kerja
Mean 3,54±2.91 3,38±2,81 - 0,218
untuk menilai konsistensi lembar observasi Min – Max 1-11 1- 11 -
3 Jenis
dalam penelitian ini. Hasil uji kappaterdapat Kelamin
Laki-laki 8 9 17 0,201
kesepakatan antara observer 1 dan observer 2 Perempuan 16 15 31

yang ditunjukan dengan nilai p value sebesar


Pada tabel 1, menunjukkan bahwa
0,0025 < 0,05 dengan nilai kappa sebesar 1,0
karakteristik usia, jenis kelamin dan masa
artinya istimewah (kesepakatan bulat).
kerja pada kelompok intervensi dan Tabel.3 Distribusi frekuensi sikap perawat
sebelum dan sesudah diberikan pelatihan
kelompok kontrol tidak terdapat
komunikasi SBAR pada kelompok kontrol
perbedaan yang bermakna. Hal ini Sikap Kelompok kontrol (n =24)
perawat Sebelum Sesudah
ditunjukkan dengan hasil uji statistik dalam
dengan nilai p value > 0,05. meningkatkan
f % f %
keselamatan
2. Distribusi frekuensi sikap perawat dalam pasien
Sangat setuju 2 8,3 2 8,3
meningkatkan keselamatan pasien pada Setuju 2 8,3 4 16,6
kelompok intervensi Ragu-ragu 2 8,3 0 0,0
Tidak setuju 10 41,7 10 41,7
Sangat tidak 8 33,4 8 33,4
Tabel.2 Distribusi frekuensi sikap setuju
perawat sebelum dan sesudah diberikan
pelatihan komunikasi SBAR pada
kelompok intervensi Tabel 3 menunjukan frekuensi sikap
Sikap Kelompok kontrol (n =24) perawat dalam meningkatkan
perawat Sebelum Sesudah
dalam keselamatan pasien pada kelompok
meningkatkan
f % f % kontrol mayoritas responden sebelum dan
keselamatan
pasien sesudah diberikan pelatihan komunikasi
Sangat setuju 2 8,3 12 50,0
Setuju 2 8,3 8 33,4 SBAR pada kelompok kontrol tidak
Ragu-ragu 3 12,5 0 0,0
menunjukan berubahan mayoritas
Tidak setuju 7 29,2 2 8,3
Sangat tidak 10 41,7 2 8,3 responden memiliki sikap tidak setuju 10
setuju
orang (41,7).
4. Distribusi frekuensi perilaku perawat
Tabel 2 menunjukan frekuensi sikap
sebelum dan sesudah diberikan perlatihan
perawat dalam meningkatkan
komunikasi SBAR pada kelompok
keselamatan pasien pada kelompok
intervensi
intervensimayoritas responden sebelum
Tabel.4 Distribusi frekuensi perilaku
diberikan pelatihan komunikasi SBAR
perawat sebelum dan sesudah diberikan
memiliki sikap sangat tidak setuju yaitu pelatihan komunikasi SBAR
pada kelompok kontrol
10 responden (41,7%), sesudah diberikan
Sikap Kelompok kontrol (n =24)
pelatihan komunikasi SBAR mayoritas perawat Sebelum Sesudah
dalam
responden memiliki sikap sangat setuju meningkatkan
f % f %
keselamatan
12 orang (50,0%).
pasien
3. Distribusi frekuensi sikap perawat Sangat setuju 2 8,3 8 33,4
Setuju 2 8,3 12 50
sebelum dan sesudah diberikan perlatihan Ragu-ragu 3 12,5 0 0,0
komunikasi SBAR pada kelompok Tidak setuju 7 29,2 2 8,3
Sangat tidak 10 41,7 2 8,3
kontrol setuju
Tabel 4 menunjukan frekuensi 6. Perbandingan sikap perawat sebelum dan
perilaku perawat dalam meningkatkan sesudah diberikan pelatihan SBAR pada
keselamatan pasien pada kelompok kelompok intervensi dan kelompok
intervensi mayoritas responden sebelum kontrol
diberikan pelatihan komunikasi SBAR Tabel.6 Perbandingan sikap perawat
memiliki sikap sangat tidak setuju yaitu sebelum dan sesudah diberikan pelatihan
SBAR pada kelompok intervensi dan
10 responden (41,7%), sesudah diberikan
kelompok kontrol
pelatihan komunikasi SBAR mayoritas Rerata ± SD
Sikap perawat Intervensi Kontrol Pvalue (*)
responden memiliki sikap sangat setuju (n=24) (n=24)
Sebelum 18,16 ± 5,52 18,12±5,51 0,979
12 orang (50,0%). pelatihan
5. Distribusi frekuensi perilaku perawat Sesudah 29,12 ± 6,73 20,08±5,66 0,000*
pelatihan
sebelum dan sesudah diberikan perlatihan P value (**) 0,000** 0,103
*independent t-test, **paired t-test
komunikasi SBAR pada kelompok
7. Perbandingan perilaku perawat
control
sebelum dan sesudah diberikan
Tabel.5 Distribusi frekuensi perilaku
perawat sebelum dan sesudah diberikan pelatihan SBAR pada kelompok
pelatihan komunikasi SBAR
pada kelompok kontrol intervensi dan kelompok kontrol
Sikap Kelompok kontrol (n =24) Tabel.7Perbandingan perilaku perawat
perawat Sebelum Sesudah sebelum dan sesudah diberikan pelatihan
dalam SBAR pada kelompok intervensi dan
meningkatkan kelompok kontrol
f % f %
keselamatan Rerata ± SD
pasien Perilaku Pvalue
Intervensi Kontrol
Sangat setuju 2 8,3 2 8,3 perawat (*)
(n=24) (n=24)
Setuju 2 8,3 4 16,6 Sebelum 18,41 ± 5,23 18,12±5,51 0,979
Ragu-ragu 2 8,3 0 0,0 pelatihan
Tidak setuju 10 41,7 10 41,7 Sesudah 27,91 ± 6,31 20,08 ±5,66 0,000*
Sangat tidak 8 33,4 8 33,4 pelatihan
setuju P value (**) 0,000** 0,103
*independent t-test, **paired t-test
Tabel 5 menunjukan frekuensi
perilaku perawat dalam meningkatkan Pembahasan
keselamatan pasien pada kelompok Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kontrol mayoritas responden sebelum dan sebelum diberikan pelatihan komunikasi
sesudah diberikan pelatihan komunikasi SBAR pada kelompok intervensi dan
SBAR pada kelompok kontrol tidak kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan
menunjukan berubahan mayoritas yang signifikan rerata sikap perawat
responden memiliki sikap tidak setuju 10 18,16±5,52 terdapat perbedaan yang
orang (41,7). bermakna sikap perawat sesudah diberikan
pelatihan komunikasi SBAR pada kelompok Hal ini sesuai dengan penelitian yang
intervensi dibandingkan dengan kelompok dilakukan Supringanto (2015) yang
kontrol. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji menyatakan bahwa komunikasi SBAR
statistik dengan nilai p value 0,000. Tidak merupakan salah satu contoh komunikasi
terdapat perbedaan yang signifikan pada kolaborasi perawat dan dokter dimana
pengukuran awal dan akhir sikap perawat perawat dan dokter mempunyai peranan yang
pada kelompok kontrol. Hal ini ditunjukkan sama, penggunaan kerangka komunikasi
dengan nilai p value> 0,05. SBAR yang baku dalam komunikasi serah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terima pasien dapat meningkatkan
terdapat perbedaan yang bermakna sikap kemampuan perawat dalam berkomunikasi.
perawat pada kelompok intervensi sebelum Sementara penelitian Nazri menyebutkan
dan sesudah diberikan pelatihan komunikasi bahwa peranan dokter dalam menerima
SBAR yang ditunjukkan dengan p value< informasi dan kesediaan dalam menanggapi
0,05. Hasil pengukuran nilai rerata kelompok komunikasi perawat merupakan faktor yang
intervensi mengalami peningkatan dari 18,16 penting dan dapat menjadi hambatan dari
menjadi 30,12 setelah diberikan intervensi aplikasi komunikasi SBAR apabila tidak
pelatihan SBAR. tercapai dengan baik.
Sikap (attitude) merupakan reaksi atau Sejalan dengan penelitian yang
respon yang masih tertutup dari seseorang dilakukan oleh Diniyah (2017) menyatakan
terhadap suatu stimulus atau objek. bahwa SBAR adalah model yang lebih baik
Manifestasi sikap tidak dapat langsung karena dapat diterapkan untuk setiap situasi,
dilihat, tetapi hanya dapat langsung serta pada saat handover. SBAR
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang memfasilitasi terbangunnya pola komunikasi
tertutup. Perilaku merupakan respon atau dalam sistem, dan melalui rekomendasi atau
reaksi seseorang terhadap stimulus melalui tindakan akhir akan membangun
(rangsangan dari luar), dengan demikian terbentuknya kerjasama dalam kelompok.2
perilaku manusia terjadi melalui proses Kasten juga menyebutkan bahwa pelatihan
stimulus-organisme-respon. Perilaku SBAR dengan metode role play pada
kesehatan merupakan suatu respon seseorang mahasiswa keperawatan mempunyai manfaat
(organisme) terhadap stimulus atau objek dan mengubah pengetahuan dan kemampuan
yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, skill berkomunikasi menjadi lebih baik.
sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan
minuman, serta lingkungan. (Notoatmodjo,
2010).
4. REFERENSI 8. Supinganto, Agus, Misroh M,
1. Cunningham, N. Weiland, T. (2012). Suharmanto. (2015) Identifikasi
Telephone referrals by junior doctors: a Komunikasi Efektif SBAR (Situation,
randomised controlled trial assessing the Background, Assesment,
impact of SBAR in a simulated setting. Recommendation). Stikes Yars
Postgrad J; 7 (1) 619-626 mataram.
2. Devito, J. (2009). Human 9. Wahyuni, I. (2014). Efektifitas pelatihan
communication: The Basic Course 11 th komunikasi SBAR dalam meningkatkan
Edition . New York: Pearson Education mutu operan jaga di bangasal wardah RS
Inc. PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit
3. Diniyah K. Pengaruh Pelatihan SBAR II.
Role-Play terhadap Skill Komunikasi
Handover Mahasiswa Kebidanan.
2017;6(1):35–44.
4. Effendi, O. (2008). Dinamika
komunikasi. Jakarta; Remaja
Rosdakarya.
5. Fitria, C. N. Efektifitas Pelatihan
Komunikasi SBAR dalam Meningkatkan
Motivasi dan Psikomotor Perawat di
Ruang Medikal Bedah RS PKU
Muhammadiyah Surakarta. Proceeding
Semin dan Present Poster Ilm
Keperawatan “Adult Nurs Pract Using
Evid Care” PSIK Fak Kedokt Univ
Diponegoro. 2013;135.
6. Permenkes RI No 1691 (2010).
Keselamatan pasien rumah sakit. Jakarta
: Menteri Kesehatan RI.
7. Renz, S. Boltz, M. Wagner, L. Capezuti.
(2013).Examining the feasibility and
utility of an SBAR protocol in longterm
care: A Randomized Trial. Journal of
Interprofessional care, 5 (1): 111-114.

Anda mungkin juga menyukai