Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN EDEMA PARU

A. Definisi
Edema paru adalah penumpukan cairan dalam jumlah abnormal didalam ruang
intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke
darah atau melalui saluran limfatik. ( Mark Scott Noah MD, 2008 )
Edema paru adalah adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat
peningkatan tekanan intravaskular. (Mukty Abdul.H, 2010 )
Edema paru adalah penumpukan abnormal cairan didalam paru – paru, baik dalam
spasium interstisial atau dalam alveoli. ( Brunner and Suddarth, 2002 )

B. Etiologi
Menurut Harrison (2005) penyebab edema paru :
1. Ketidakseimbangan Starling Forces
a. Peningkatan tekanan kapiler paru :
1) Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri (stenosis mitral)
2) Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi
ventrikel kiri
3) Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan
tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema)
b. Penurunan Tekanan Osmotik Plasma
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-
lossing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi
c. Peningkatan tekanan negatif Intersisial
1) Pengambilan terlalu cepat pneumotorax atau efusi pleura (unilateral)
2) Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran nafas
akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma)
2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress
Syndrome)
a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit)
b. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap teflon, NO2)
c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-
naphtyl thiourea)
d. Aspirasi asam lambung
e. Pneuminitis radiasi akut
f. Bahan vasoaktif endogen histamin, kinin)
g. Imunologi ( pneumonitis, hipersensitif)
h. Pankreatitis perdarahan akut
i. Shok lung karena trauma diluar thorax
3. Insufisiensi limfatik
a. Post lung transplant
b. Lymphangitic Carcinomatosis
c. Fibrosing Lymphangitis (silicosis)

C. Manifestasi Klinis
1. Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam
dan biasanya didahului dengan rasa gelisah,ansietas, dan tidak dapat tidur.
2. Awitan sesak napas mendadak dan rasa asfiksia, tangan menjadi dingin dan
basah, bantalan kuku menjadi sianotik, dan warna kulit menjadi abu-abu.
3. Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi.
4. Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mukoid.
5. Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkemang menjadi
mendekati panic, pasien mulai bingung, kemudian stupor.
6. Napas menjadi bising dan basah, dapat mengalami asfiksia oleh cairan
bersemu darah dan berbusa (dapat tenggelam oleh cairan sendiri).

D. Patofisiologi
E. Pathway
F. Komplikasi
Jika edema paru berlanjut, hal tersebut mampu meningkatkan tekanan di arteri
paru dan akhirnya menyebabkan kegagalan pada ventrikel kanan. Ventrikel kanan
memiliki dinding otot yang lebih tipis daripada sisi kiri karena tidak memiliki tugas
yang lebih ringan untuk memompa darah ke paru-paru. Tekanan yang meningkat
kembali ke atrium kanan dan kemudian ke berbagai bagian tubuh anda, dimana hal
tersebut dapat menyebabkan:
1. Kaki bengkak (edema)
2. Abdomen bengkak (ascites)
3. Penumpukan cairan dalam membran yang mengelilingi paru-paru (efusi
pleura)
4. Penyumbatan dan pembengkakan hati Bila tidak diobati, edema paru akut bisa
berakibat fatal. Dalam beberapa kasus, edema paru tetap dapat berakibat fatal
meskipun anda telah mendapat pengobatan.

G. Penatalaksanaan
1. Posisi ½ duduk.
2. Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika
memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi
CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara
adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
4. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap
5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil
memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1
ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan
sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90
mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau
selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
5. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).
6. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis
ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi
urine 1 ml/kgBB/jam.
7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak
berhasil dengan oksigen.
10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
11. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA EDEMA PARU

A. Pengkajian
1. Umur:
Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa
muda
2. Riwayat masuk:
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-
batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun
dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar
dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
3. Riwayat penyakit dahulu:
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis,
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal
mungkin ditemui pada klien.
4. Pemeriksaan fisik
a. Sistem Integumen
Subyektif: -
Obyektif: kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder),
banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
b. Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif: pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat,
terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
c. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif: sakit dada
Obyektif: denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas
darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
d. Sistem Neurosensori
Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif: GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
e. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif: tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
f. Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
g. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare

5. Studi Laboratorik :
a. Hb : menurun/normal
b. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah,
kadar karbon darah meningkat/normal
c. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan pembentukan edema,
peningkatan produksi sputum
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonary
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder
terhadap pemasangan selang endotrakeal
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot
jantung
5. Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan terhadapprosedur medis
6. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sekunder terhadap
pemasangan alat bantu nafas
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual sekunder
terhadap pemasangan alat bantu nafas
8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang
endotrakeal
C. Rencana Tindakan Keperawatan
Dx 1 :
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan pembentukan edema,
peningkatan produksi sputum
NOC :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 × 24 jam diharapkan
bersihan jalan nafas kembali efektif
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi hipoksia atau hipoksemia
2. Tidak dispnea
3. RR normal (16-20 × / menit)
4. Tidak terdapat kontraksi otot bantu nafas
5. Tidak terdapat sianosis
NIC :
1. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan pergerakan dada
2. Auskultasi area paru, catat area penurunan / tidak ada aliran udara dan bunyi nafas
3. Penghisapan sesuai indikasi
4. Bantu mengawasi efek pengobatan nebuliser dan fisioterapi lain
5. Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesic

Dx 2 :
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonary
NOC :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 × 24 jam diharapkan
fungsi pertukaran gas dapat maksimal
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi hipoksia atau hipoksemia
2. Tidak terjadi sesak
3. RR normal (16-20 × / menit)
NIC :
1. Posisikan pasien semi fowler
2. Bantu pasien untuk melakukan reposisi secara sering
3. Berikan terapi oksigenasi
4. Observasi tanda – tanda vital
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan
DAFTAR PUSTAKA

Harrison. 2005. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Vol.3. Yogyakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai