Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN AKHIR ALAT-ALAT UKUR

DISUSUN OLEH :

NAMA :DIAH SAPUTRI

NIM : A1C316024

DOSEN PENGAMPU

FIBRIKA RAHMAT BASUKI, S.Pd, M.Pd

LABORATORIUM PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..1

I. GALVANOMETER ……………………………………………………..2

II. MULTIMETER ANALOG DAN DIGITAL …………………………….15

III. JEMBATAN WHEATSTONE …………………………………………….28

IV. OSILOSKOP …………………………………………………………….36

V. FUNCTION GENERATOR …………………………………………….51

VI. SOUND LEVEL METER …………………………………………….60

1|Page
GALVANOMETER

I. Judul : Galvanometer

II. Tujuan :
Setelah menyelesaikan kegiatan ini diharapkan mahasiswa dapat :
a. Mampu membuat rangkaian arus DC dalam orde µA.
b. Mampu melakukan pengukuran arus DC dalam orde µA dengan Galvanometer.
c. Mampu memelihara Galvanometer.
d. Menentukan tahanan dalam Galvanometer.

III. Dasar Teori


Galvanometer adalah alat ukur listrik kumparan putar untuk megukur kuat arus
dalam orde µA.

2|Page
( Tim Penyusun,2013:1-3).

Galvanometer Arus Searah

Pada masa ini galvanometer yang dipakai untuk arus searah pada umumnya adalah
dari kontruksi kumparan putar. Prinsip kerjanya adalah serupa dengan kumparan putar
untuk pengukur arus. Akan tetapi agar enersia dari bagian yang berputar menjadi kecil,
maka kerangka dari kumparan putar yang dipakai sebagai alat untuk peredam
dihilangkan.

InId

Cermin

N S rd

Arah putaran

Sumber daya sewaktu pengukuran


berlangsung

Koppel peredam

Gambar Redaman Pada Galvanometer Jenis Kumparan Putar

Jadi seperti diperlihatkan pada gambar di atas, bila arus I yang akan diukur mengalir
melalui kumparan putar, maka suatu tegangan lawan akan diinduksikan di dalam
kumparan putar seperti dijelaskan pada gambar diatas, yang disebabkan oleh karena
adanya rotasi dari kumparan putar dan menyebabkan arus Id yang mengalir. Dalam
galvanometer maka momen yang terjadi oleh arus ini dipergunakan sebagai momen
peredam. Dengan mengatur besarnya tahanan rd, maka arus Idakan berubah dan
dengan cara ini maka peredamannya diatur. Besar tahanan rd ini , akan menentukan

3|Page
derajat dari peredaman dan suatu kebesaran khusus dinyatakan, akan besar rd ini. Bila
keadaan peredamannya adalah kritis, maka tahanan rd disebut tahanan luar untuk
peredam kritis, kebesaran ini diberikan sebagai data galvanometer. Galvanometer arus
searah dari type kumparan putar bisa dibuat sebagai alat penunjuk, akan tetapi untuk
kepekaan-kepekaan tinggi, maka dilaksanakan dengan sistem refleksi cahaya
(Sapiie,1975:28).

Galvanometer Suspensi

Pengukuran-pengukuran arus searah sebelumnya menggunakan galvanometer


dengan sistem gantungan (suspension galvanometer). Instrument ini merupakan
pelopor instrument kumparan putar, dasar bagi kebanyakan alat-alat penunjuk arus
searah yang dipakai secara umum.

Sebuah kumparan (coil) kawat halus digantung didalam medan magnet yang
dihasilkan oleh sebuah magnet permanen. Menurut hukum dasar gaya elektromaknetik
kumparan tersebut akan berputar didalam medan maknit bila dialiri arus listrik.
Gangtungan kumparan yang terbuat dari serabut halus berfungsi sebagai pembawa arus
dari dan ke kumparan, dan keelastisan serabut tersebut membangkitkan suatu torsi yang
melawan peputaran kumparan. Kumparan akan terus berdefleksi sampai gaya
elektromaknetiknya mengimbangai torsi mekanis lawan dari gantungan. Dengan demikian
penyimpangan kumparan merupakan ukuran bagi arus yang dibawa oleh kumparan
tersebut. Sebuah cermin yang dipasang pada kumaran penyimpangan seberkas cahaya dan
menyebabkan sebuah bintik cahayayang telah diperkuat bergerak diatas skala pada suatu
jarak dari instrument. Efek optiknya adalah sebuah jarum penunjuk yang panjang tetapi
massanya nol.
Dengan penyempurnaan baru galvanometer suspense ini masih digunakan dalam
pengukuran-pengukuran laboratorium sensitivitas tinggi tertentu bila keindahan instrument
bukan merupakan masalah dan bila portabilitas (sifat dapat di pindahkan) tidak
dipentingkan.
Walaupun galvanometer suspensi bukan instrumen yang praktis ataupun portabel
(mudah dipindahkan), prinsip-prinsip yang mengatur cara kerjanya diterapkan secara sama
terhadap jenis yang lebih baru yakni mekanisme kumparan putar maknit permanen
(PMMC, Permanent Magnet Moving-Coil Mechanism) (Cooper,1994:49-50).

4|Page
Pengukuran dari tahanan galvanometer

P Rc

a b
Q S

k1 Rn E
Gambar pengukuran tahanan galvanometer
Dengan menunjuk kepada gambar diatas, Rx adalah tahanan kumparan dari
galvanomeer bila hubungan
𝑃
𝑅𝑥 = 𝑆
𝑄
Benar, maka tegangan melalui c-d adalah nol. Dengan demikian maka defleksi dari
galvanometer tidak akan berubah bila K2 ditutup dan dibuka. Bila kondisi ini didapat
dengan mengatur S, maka Rx bisa didapat dari persamaan tersebut di atas.
Dengan cara demikian maka galvanometer yang tahanannya akan dikukur dapat
dipakai sebagai detector untuk pengukuran. Suatu hal yang penting sekali diperhatikan
adalah bahwa arus yang mengalir melalui galvanometer harus betul-betul dibatasi
(Sapiie,1975:115).

Bagian-bagian dasar galvanometer merupakan mekanisme pengoperasian dari


ampermeter dan voltmeter. Tinggi koil adalah 2,0 cm dan lebarnya 1,0 cm, koil tersebut
mempunyai 250 lilitan dan dinaikkan supaya koil dapat berputar di sekeliling sebuah
sumbu vertikal di dalam sebuah medan magnet radial uniform dengan B=2000 gaus
(Halliday,1996:263).

Sebuah galvanometer d’arsonval mempunyai mempunyai sebuah kumparan berporos


dengan penunjuk yang disambungkan. Sebuah magnet permanen yang memberikan sebuah

5|Page
medan magnetik yang besarnya seragam, dan sebuah pegas untuk memberikan torka
pemulih ( Young,2000:268).

Shunt untuk galvanometer


Bila arus yang akan diukur dialirkan secara langsung ke dalam suatu galvanometer dan
arus ini tidak diketahui besarnya, maka akan sangat mungkin bila galvanometer akan
terbakar oleh karena arus yang berlebihan. Jadi dalam penggunaannya, suatu galvanometer
selalu harus disertai oleh shunt yang diperuntukannya. Pada mulanya, usahakanlah selalu
agar arus yang akan diukur tidak mengalir secara langsung ke dalam galvanometer tersebut
secara tahap demi tahap. Alat yang dipergunakan untuk keperluan ini secara khusus
disebut shunt untuk galvanometer. Shunt yang sangat sederhana diperlihatkan dalam
gambar di bawah ini
I r

Rs G

Rg

Gambar galvanometer Shunt

Kalau suatu tahanan shunt Rs dihubungkan secara paralel dengan suatu


galvanometer yang mempunyai tahanan dalam Rg seperti yang diperlihatkan dalam
gambar. Maka hubungan antara arus I yang akan diukur dan arus Ig yang menuju ke
galvanometer, diberikan sebagai berikut :
I = m.Ig
Dengan m = (Rg + Rs ) / Rs (Sapiie,1975:30).

Galvanometer adalah komponen utama dalam alat ukur analog untuk mengukur arus
dan tegangan. ( Banyak alat ukur analog masih digunakan, meskipun alat ukur digital yang
beroperasi dengan prinsip yang berbeda saat ini lebih umum digunakan). Figur 28.25
mengilustrasikan fitur-fitur penting dari suatu galvanometer yang disebut galvanometer
d’arsonval. Galvanometer ini terdiri dari suatu kumparan kawat yang terpasang sedimikian

6|Page
hingga batas bergerak pada sebuah poros dalam medan magnet yang diberikan oleh sebuah
magnet permanen.
Cara kerja galvanometer didasarkan pada fakta bahwa torsinya bekerja pada sebuah
loop arus di bawah pengaruh medan magnet. Torsi yang dialami oleh kumparan sebanding
Dengan arus di dalamnya. Semakin besar arusnya, semakin besar torsinya dan semakin
cepat kumparannya berputar sebelum pegasnya menjadi cukup ketat untuk menghentikan
putarannya. Oleh karena itu penyimpangan dari sebuah jarum yang dihubungkan dengan
kumparannya akan sebanding dengan arusnya. Pada saat alat ukurnya terkalibrasi dengan
tepat, alat ukur ini dapat digunakan bersamaan dengan elemen-elemen rangkaian lainnya
untuk menghitung arus dan juga beda potensial.

Figur 28.25 Komponen-komponen utama dari sebuah galvanometer d’arsonval.


Saat kumparan yang berada dalam medan magnet dialiri oleh suatu arus,torsi
magnetik akan mengakibatkan kumparannya berputar. Sudut putar
dari kumparannya sebanding dengan arus dalam kumparan karena torsi aksi
balik dari pegas.
(Serway,2010:426).

7|Page
IV. Alat Dan Bahan
1. Galvanometer (Basic meter) dengan batas ukur 100 µA
2. Tahanan
3. Kabel penghubung
4. Baterai 1,5 Volt
5. Tempat baterai
6. Bola Lampu Senter

V. Prosedur Kerja
1. Buatlah rangkaian seperti gambar a.

2. Hitunglah besar arus yang melalui galvanometer (Is) menurut teori.


3. Selanjutnya hubungkan saklar (S), kemudian amati besarnya arus yang mengalir
pada galvanometer (IG).
4. Hitung harga RG.
5. Untuk rangkaian yang sama, lakukan pengukuran ulang sebanyak 5 kali, catat data
yang diperoleh pada kolom data.
6. Buatlah rangkaian seperti pada gambar b.

8|Page
7. Hubungkan saklar S, selanjutnya amati besar arus yang mengalir pada galvanometer
dan amati bola lampu nyala/tidak nyala.
8. Buatlah rangkaian seperti gambar c.

9. Carilah besar arus menurut teori yang melalui Galvanometer (IT).


10. Selanjutnya hubungkan saklar S dan amati besar arus yang mengalir pada
galvanometer (IG).
11. Untuk rangkaian yang sama, lakukan pengukuran berulang sebanyak 5 kali, catat
data yang diperoleh pada kolom data.
12. Buatlah rangkaian seperti gambar d.

13. Hubungkan saklar S da amati besar arus yang mengalir pada galvanometer serta
amati bola lampu nyala/ tidak nyala.

9|Page
VI. Hasil Dan Pembahasan
6.1 Hasil
Untuk 𝑅 = 27.000 𝑘Ω
NO. IT IG 𝐸−𝑅 (𝐼𝐺) Ket.
RG = 𝐼𝐺

1. 0,056 x 10-3 A 50 x 10-6 A 3 x 103 Ω Tidak memakai


lampu
2. 0,56 x 10-4 A 1 x 10-6 A 1473 x 103 Ω Memakai lampu

Untuk R = 23.000 kΩ
NO. IT IG 𝐸−𝑅 (𝐼𝐺) Ket.
RG = 𝐼𝐺

1. 0,045 x 10-3 A 42 x 10-6 A 2,7 x 103 Ω Tidak memakai


lampu
2. 0,045 x 10-3 A 1 x 10-6 A 1467 x 103 Ω Memakai lampu

6.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan menggunakan galvanometer.


Adapun galvanometer merupakan alat pengukur kuat arus yang sangat lemah atau bisa
juga sebagai alat yang mendeteksi kuat arus. Galvanometer adalah alat ukur listrik
kumparan putar untuk mengukur kuat arus dalam orde 𝜇𝐴.

Adapun yang terdapat di dalam alat galvanometer adalah papan skala, jarum
penunjuk, pegas, magnet batang, inti besi dan kumparan. Fungsi dari papan skala adalah
untuk membaca hasil pengukuran. Fungsi dari jarum penunjuk adalah untuk
menunjukkan skala dimana kuat arus yang terdapat di dalam kumparan tersebut. Fungsi
pegas adalah untuk menggerakkan jarum kompas, fungsi magnet batang adalah untuk
mengalirkan arus listrik.

Galvanometer ini sangat sensitive dan dapat diguanakan untuk mengukur arus listrik
yang besar. Jika kesalahan pemasangan kabel bisa terjadi penyimpangan yang sangat
besar mengakibatkan alatnya akan cepat rusak. Fungsi kerja galvanometer adalah
menggunakan prinsip momen yang berlaku pada kumparan di dalam medan magnet.

10 | P a g e
Galvanometer sejenis dengan ammeter. Galvnometer akan menghasilkan perputaran
jarum penunjuk sebagai hasil arus listrik yang mengalir melalui lilitannya. Semua baterai
mempunyai tegangan sma, yang membedakan hanya kuat arus.

Galvanometer bekerja berdasarkan prinsip gaya Lorentz, ketika arus mengalir


melalui kumparan yang dilingkupi oleh medan magnet akan timbul gaya Lorentz yang
mengakibatkan jarum penunjuk bergerak atau menyimpang. Arah gaya Lorentz pada
muatan bergerak dapat juga ditentukan oleh kaidah tangan kanan. Ibu jari menunjukkan
ke arah arus listrik, keempat jari lainnya menunjukkan arah medan magnet, sedangkan
telapak tangan menunjukkan arah gaya Lorentz.

Pada percobaan ini, kami menghitung besarnya arus yang melalui galvanometer (IT)
menurut teori, lalu menghubungkan saklar S, kemudian mengamati besarnya arus yang
mengalir pada galvanometer (IG ), dan menghitung harga RG dengan membuat 4
rangkaian , 2 rangkaian menggunakan resistor 27000 kΏ, dan 2 rangkaian lagi
menggunakan resistor 33000 kΏ, dan pada percobaan pertama tidak memakai lampu,
sedangkan percobaan kedua memakai lampu.

Adapun rumus untuk mencari IT, IG, dan RG,yakni :

•IT = 𝑉𝑅

•IG = 𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑇𝑢𝑛𝑗𝑢𝑘


𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑀𝑎𝑥
𝑥 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑢𝑘𝑢𝑟

•RG =𝐸−(𝑅−𝐼𝐺)
𝐼𝐺

Untuk R = 27000 kΏ ( tidak memakai lampu )

•IT = 𝑉𝑅 = 27000
1,5
= 0,000056 = 0,56 x 10-4 A

•IG = 𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑇𝑢𝑛𝑗𝑢𝑘


𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑀𝑎𝑥
𝑥 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑢𝑘𝑢𝑟

IG = 50 x 10-6 A

•RG =𝐸−(𝑅−𝐼𝐺)
𝐼𝐺

11 | P a g e
1,5−(27000−50 x 10−6)
RG = 50 x 10−6

1,5−135 𝑥 10−2
RG = 50 x 10−6

0,15 15 𝑥 10−2
RG =50 x 10−6 = = 3 x 10 -2+5 = 3 x 103Ώ
5 x 10−5

Untuk R = 27000 kΏ ( memakai lampu )

•IT = 𝑉𝑅 = 27000
1,5
= 0,000056 = 0,56 x 10-4 A

•IG = 𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑇𝑢𝑛𝑗𝑢𝑘


𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑀𝑎𝑥
𝑥 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑢𝑘𝑢𝑟

IG = 1 x 10-6 A

•RG =𝐸−(𝑅−𝐼𝐺)
𝐼𝐺

1,5−(27 𝑥 10−3)
RG = 1 x 10−6

1,5−0,027
RG =
1 x 10−6

1,473 1473 𝑥 10−3


RG =1 x 10−6 = = 1473 x 10 -3+6 = 1473 x 103Ώ
1 x 10−6

Untuk R = 33000 kΏ ( tidak memakai lampu )

•IT = 𝑉𝑅 = 33000
1,5
= 0,000045 = 0,045 x 10-3 A

•IG = 𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑇𝑢𝑛𝑗𝑢𝑘


𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑀𝑎𝑥
𝑥 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑢𝑘𝑢𝑟 = 42 x 10-6 A

•RG =𝐸−(𝑅−𝐼𝐺)
𝐼𝐺

1,5−(33000−42 x 10−6)
RG = 42 x 10−6

1,5−1386 𝑥 10−3
RG = 42 x 10−6

1,5−1,386 0,114 114 𝑥 10−3


RG =42 x 10−6 = 42 x 10−6 = = 27 x 103Ώ
42 x 10−6
12 | P a g e
Untuk R = 33000 kΏ ( memakai lampu )

•IT = 𝑉𝑅 = 33000
1,5
= 0,000045 = 0,045 x 10-3 A

•IG = 𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑇𝑢𝑛𝑗𝑢𝑘


𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑀𝑎𝑥
𝑥 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑢𝑘𝑢𝑟

IG = 1 x 10-6 A

•RG =𝐸−(𝑅−𝐼𝐺)
𝐼𝐺

1,5−(33 𝑥 10−3)
RG = 1 x 10−6

1,5−0,033
RG = 1 x 10−6

1,467 1467 𝑥 10−3


RG =1 x 10−6 = = 1467 x 10 -3+6 = 1467 x 103Ώ
1 x 10−6

Dari percobaan dengan menggunakan resistor yang sama didapatkan perbedaan


antara kuat arus secara teori dengan kuat arus secara praktek. Lampu juga dapat
mempengaruhi kuat arus yang mengalir. Jika menggunakan lampu, kuat arus menjadi
lebih kecil. Kuat arus rangkaian yang memakai lampu memiliki arus yang lebih kecil dan
rangkaiannya lebih besar.

VII. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
a. Galvanometer adalah alat ukur listrik kumparan putar untuk mengukur kuat arus salam
orde µA.
b. Galvanometer terdiri dari galvanometer balistik dan Galvanometer suspense.
c. Kuat arus berbanding terbalik dengan hambatan. Semakin besar hambatan yang
digunakan, maka semakin redup pula nyala lampu atau bahkan mati.
d. Galvanometer dapat dirawat atau dipelihara dengan cara :
1) Disimpan pada ruang penyimpanan alat dengan suhu ± 20º C.
2) Dijauhkan dari getaran, goncangan dan benturan.
3) Dll.

13 | P a g e
VIII. Daftar Pustaka

Cooper, William David. 1994. Instrumen Elektronik dan Teknik Pengukuran. Jakarta
: Erlangga.

Halliday, dkk. 2010. Fisika Dasar. Jakarta : Erlangga.

Sapiie, Soedjana dan Osamu Nishino. 1975. Pengukuran dan Alat-Alat Ukur Listrik.
Jakarta : Pradnya Paramita.

Serway, Raymond A dan Jewett, Jr.John W. 2010. Fisika Untuk Sains dan Teknik.
Jakarta : Salemba Teknika.

Tim Penyusun. 2013. Panduan Alat-Alat Ukur. Jambi : Universitas Jambi.

Young dan Freedman. 2000. Fisika Universitas. Jakarta : Erlangga.

14 | P a g e
PENGUKURAN MENGGUNAKAN MULTITESTER DAN MULTIMETER DIGITAL

I. Judul : Pengukuran Menggunakan Multitester dan Multimeter Digital

II. Tujuan :
Setelah menyelesaikan kegiatan ini diharapkan mahasiswa dapat :
a. Melakukan observasi alat Multimeter digital yang dipakai.
b. Melakukan pengukuran hambatan dengan Multimeter digital sebagai Ohmmeter.
c. Melakukan pengukuran tegangan DC dengan Multimeter digital sebagai Voltmeter
DC.
d. Melakukan pengukuran tegangan AC dengan Multimeter digital sebagai Voltmeter
AC.
e. Melakukan pengukuran kuat arus DC dengan Multimeter digital sebagai
Ampermeter DC.
f. Melakukan pengukuran kuat arus AC dengan Multimeter digital sebagai
Ampermeter AC.
g. Melakukan pengukuran hfe transistor.

III. Dasar Teori


Ketelitian / Accuracy multimeter digital tergantung pada batas ukur yang dipakai
makin kecil batas ukur yang dipakai makin tinggi accuracynya. Multimeter digital memakai
sumber tegangan DC dan pengaman dengan fase. Kalau pada display tertera low bat, tukar
baterai dengan baterai baru.
Multimeter digital adalah instrumen test ukur yang dapat berfungsi sebagai :
a. Ohmmeter
a) Tekan tombol warna putih di samping kiri paling bawah.
b) pilih batas ukur dengan menggunakan tombol kiri mulai dari yang besar 20mΏ,
200kΏ.
c) Kabel merah tetap di V-Ώ dan kabel lilitan di common (com) untuk mengukur
harga hambatan.
d) Hidupkan power ke posisi On.

15 | P a g e
b. Voltmeter DC
a) Semua tombol samping kiri tidak ditekan, bebaskan.
b) Pilih batas ukur dengan menekan tombol samping kiri mulai dari yang besar
100VDC 200 VDC, 20 VDC, 200 mV ( sesuaikan dengan tegangan yang
diukur).
c) Kabel merah tetap di V-Ώ dan kabel hitam di common (com) untuk mengukur
tegangan merah ke (+) tegangan DC hitam ke (-) tegangan DC.
d) Hidupkan power ke posisi On.

c. Ampermeter DC
a) Kabel merah dipindahkan dengan posisi 2A atau 10 A
b) Semua tombol samping kiri tidak ditekan, dibebaskan
c) Pilih batas ukur dengan menekan tombol samping kiri mulai dari yang besar 10
A kalau 1 << 10 A, kabel merah tetap diam di 2A, batas ukur pilih 2000 mA, 200
mA, 20 mA, 2 Ma (sesuaikan dengan tegangan yang diukur).
d) Kabel merah dihubungkan ke rangkaian arus (+) dan kabel hitam di hubungkan
ke rangkaian arus (-) yang sudah diputus ( tidak boleh ke sumber tegangan tetapi
harus melalui rangkaian alat).
e) Hidupkan power ke posisi On.

d. Voltmeter AC
a) Kabel merah ditempatkan kembali pada posisi semula V-Ώ dan kabel hitam
tetap di common (com).
b) Semua tombol samping kiri tidak ditekan, bebaskan, kemudian tekan tombol
samping kiri mulai nomor 2 dari warna putih.
c) Pilih batas ukur dengan menekan tombol samping kiri mulai dari yang besar
750 VAC, 200 VAC, 20 VAC ( sesuaikan dengan tegangan yang diukur ).
d) Kabel merah dan hitam dihubungkan ketegangan yang diukur.
e) Hidupkan power suplay ke posisi On.

e. Amperemeter AC
a) Kabel merah pindahkan dengan posisi 2A atau 10A.
b) Semua tombol samping kiri tidak ditekan , bebaskan, kemudian tekan tombol
samping kiri nomor 2 dari bawah warna putih.

16 | P a g e
c) Pilih batas ukur dengan menekan tombol samping kiri mulai dari yang besar 10
A kalau 1 << 10 A, kabel merah tetap diam di 2A, batas ukur pilih 2000 mA, 200
mA, 20 mA, 2 Ma (sesuaikan dengan tegangan yang diukur).
d) Kabel merah dan hitam dihubungkan ke rangkaian yang sudah diputar untuk
diukur arusnya pada rangkaian itu.

f. Pengukuran hfe transistor


a) Semua tombol samping kiri tidak ditekan, bebaskan, kemudian tekan tombol
samping kiri nomor dua dari atas warna abu-abu untuk hfe.
b) Masukkan kaki transistor pada lubang pengukuran hfe PN dan NPN sesuai
dengan transistor pada lubang yang akan diukur, kemudian cocokkan kaki-kaki
transistor tersebut dengan lubang yang sudah tersedia collector, basis, emitor.
c) Hidupkan power ke posisi on ( Tim Penyusun. 2013 : 8-10 ).

Ampermeter, Voltmeter dan Ohmmeter, semuanya menggunakan gerak d’Arsonval.


Perbedaan antara instrumen-instrumen ini adalah rangkaian didalam mana gerak dasar
tersebut digunakan. Berarti adalah jelas bahwa semua instrumen tunggal dapat direncanakan
untuk melakukan ketiga fungsi pengukuran tersebut. Instrumen ini dilengkapi dengan
sebuah sakelar posisi (function-switch) untuk menghubungkan rangkaian-rangkaian yang
sesuai ke gerak d’Arsonval, disebut multimeter atau volt-ohm-miliampermeter (VOM).
Sebuah contoh multimeter komersial. Alat ukur ini merupakan kombinasi dari
sebuah miliampermeter arus searah (DC), voltmeter arus searah, voltmeter arus bolak-balik
(AC), ohmmeter rangkuman ganda dan unit petunjuk ( Cooper,1994:79 ).

Voltmeter Digital
Akhir-akhir ini perkembangan mengenai voltmeter-voltmeter digital pesat sekali dan
dibuat dalam berbagai-bagai jenis.
Disamping menunjuk tegangan, beberapa volmeter digital dapat mengukur tahanan
(meter-metervolt-ohm) atau dapat untuk dua-duanya tegangan DC dan AC (multimeter).
Metoda-metoda yang dipakai secara garis besar dapat dibagi dalam metoda
perbandingan, metoda integrasi dan metoda potensiometer integrasi.

17 | P a g e
1) Metoda Perbandingan
Voltmeter berdasarkan metoda ini mempunyai suatu tegangan standard
berkode yang berubah-ubah, dengan man tegangan yang diukur dibandingkan oleh
suatu amplifier perbandingan.

2) Metoda Integrasi
Dengan metoda ini tegangan input diintegrasikan oleh suatu rangkaian
integrasi yang mempunyai kelinearan sangat baik dan hasilnya diubah menjadi
pulsa-pulsa yang kemudian diuukur. Karena tegangan input diintegrasi melalui
suatu waktu penoda sebanding dengan perioda frekwensi gelombang daya, jala-jala,
maka harga rata-rata “noise” dengan frekwensi jala-jala yang tercampur dalam
tegangan input adalah nol, demikian pula noise lain sehingga pengaruh dari noise
pada penunjukkan meter dapat dikurangi.
Metoda integrasi dapat di sub-klasifikasikan dalam tiga jenis sebagai berikut :
a. Jenis pengubah tegangan-frekwensi.
b. Jenis “dual slope”
c. Jenis modulasi lebar pulsa ( jenis feedback).

3) Metoda Potensiometer Integrasi


Metoda ini merupakan suatu kombinasi dari metoda perbandingan dan
metoda integrasi, yaitu ketelitian dan metoda integrasi diperbaiki dengan
menggunakan menggabungkannya dengan metoda potensiometer. Voltmeter digital
ini adalah suatu “ multi-meter” untuk pengukuran tahanan dan tegangan AC
disamping untuk pengukuran tegangan DC ( Sapiie. 1975:222-224 ).

Alat yang digunakan untuk mengukur kuat arus disebut ammeter. Untuk mengukur
arus dalam suatu kawat, kita biasanya harus memutus atau memotong kawat dan
menyiipkan ammeter supaya arus yang akan diukur melewati alat ini. Alat untuk mengukur
beda potensial disebut voltmeter. Untuk mengukur beda potensial antara sembarang dua titik
pada rangkaian. Terminal-terminal voltmeter dihubungkan antara tiik-titik itu tanpa
memutus atau memotong kawat.
Seringkali suatu alat tunggal yang dikemas sedemikian rupa dengan memakai sebuah
sakelar agar bisa berfungsi sebagai ammeter atau sebagai voltmeter dan biasanya juga
ohmmeter, dirancang untuk mengukur resistansi dari setiap elemen yang terhubung antara
terminal-terminalnya. Alat semacam ini disebut multimeter ( Halliday. 2010 : 178-179 ).
18 | P a g e
Alat untuk mengukur arus disebut ammeter ( amperemeter).Idealnya, ammeter harus
memiliki hambatan nol sehingga arus yang sedang diukur tidak diubah ketika melaluinya.
Alat untuk mengukur beda potensial disebut voltmeter. Idealnya, voltmeter memiliki
hambatan tak terhingga sehingga tidak terdapat arus di dalamnya ( Serway,2010:426-427 ).

IV. Alat dan Bahan

a. Multimeter digital 1 Buah


b. Baterai 2 Buah
c. Tempat Baterai 2 Buah
d. Tahanan 600 ohm 1 Buah
e. Tahanan 50 ohm 1 Buah
f. Saklar 1 Buah
g. Power Suplay 1 Buah
h. Kabel Penghung 10 Potong

V. Prosedur Kerja
a. 1) Observasilah multimeter digital yang dipakai sesuaikan langkah menurut teori dasar
yang sudah anda baca.
2) Lakukan memindah-mindahkan kabel dan menekan tombo-tombol sesuai dengan
teori dasar sebelum anda melakukan pengukuran langsung pada kegiatan b dan
seterusnya.

b. Pengukuran hambatan dengan multimeter digital


1) Ukurlah harga tahanan dengan multimeter digital sebagai ohmmeter tekan
tombolseperti yang dinyatakan teori dasar.
2) Ukurlah harga tahanan R1 dan R2 yang dihubungkan secara seri adalah R1 + R2 = ....
3) Ukur harga tahanan R1dan R2 yang dihubungkan secara paralel adalah (1/R1) +
(1/R2) = ....

c. Pengukuran tegangan DC dengan Multimeter digital. Tekan tombol-tombol dan


hubungkan kabel seperti yang dinyatakan teori dasar.
1) Ukur tegangan.

19 | P a g e
2) Ukur tegangan keluaran power suplay keluaran DC. Berturut_turut ukurlah mulai
dari variabel 2V, 4V, 6V, 8V, 10V dan 12V.

d. Pengukuran kuat arus DC dengan Multimeter digital


1) Ukur kuat arus DC mA dengan multimeter digital untuk rangkaian di bawah ini.

2) Tekan tombol-tombol dan alihkan kabel merah sesuai dengan teori dasar.

3) Tukar R1 = 100 Ω dengan R2 = 50 Ω yang dihubungkan secara seri.

4) Tambahkan baterai 1 menjadi 2.

e. Pengukuran tegangan AC dengan Multimeter digital.


1) Tekan tombol-tombol dan atur kabel merah dan hitam seperti yang dinyatakan teori
dasar.
2) Ukur tegangan AC untuk input power suplay.
3) Ukur tegangan keluaran AC power suplay. Berturut-turut ukur mulai dari variabel
2V, 4V, 8V, 10V dan 12V.

f. Pengukuran Kuar Arus AC dengan Multimeter digital.


1) Tekan tombol-tombol dan atur kabel merah dan hitam seperti yang dinyatakan teori
dasar.
2) Ukur kuat arus AC untuk rangkaian arus pada bols 100 Watt.
3) Ukur tahanan bola lampu 100 Watt dengan multimeter digital sesuaikan tombol-
tombolnya menurut teori dasar.

20 | P a g e
g. Menggunakan hfe transistor dengan Multimeter digital
1) Atur tombol-tombol sesuai dengan yang dinyatakan teori dasar, untuk mengukur hfe
transistor.
2) Untuk hfe transistor NPN.
3) Untuk transistor PNP.

VI. Hasil dan Pembahasan

A. Hasil
a. Nilai Hambatan
1. Secara Teori
Resistor 1 (Orange, Orange, Orange, Emas)
= 33 x 103 Ω
= 33 K Ω

Resistor 2 (Cokelat, Merah, Orange, Emas)


= 12 x 103Ω
= 12 K Ω

21 | P a g e
2. Secara Praktek
Multimeter Analog
Resistor 1 = 9 x 1K Ω
= 9 x 103 Ω

Resistor 2 = 22 x 1K Ω
= 22 x 103 Ω

Multimeter Digital
Resistor 1 = 32,2 KΩ
= 32,2 x 103 Ω

Resistor 2 = 12,04 KΩ
= 12,04 x 103 Ω

1) Pengukuran menggunakan multimeter analog sebagai ohm meter


Secara Seri
Teori Praktek
45 x 103 Ω 30 x 103 Ω

Secara Paralel
Teori Praktek
8,8 x 103 Ω 7 x 103 Ω

2) Penggunaan Multimeter digital sebagai ohm meter


Secara Seri
Teori Praktek
45 x 103 Ω 32,9 x 103 Ω

22 | P a g e
Secara Paralel
Teori Praktek
8,8 x 103 Ω 0,12 x 103 Ω

b. Nilai Tegangan
1) Pengukuran menggunakan Multimeter sebagai tegangan DC

Multimeter Analog
Voltase yang Voltase yang % kesalahan
tertera (T) diukur (M) (T-M) x 100%
T
5 Volt 3,4 Volt 32 %

10 Volt 9 Volt 10 %

Multimeter Digital
Voltase yang Voltase yang % kesalahan
tertera (T) diukur (M) (T-M) x 100%
T
5 Volt 5,08 Volt 0%

10 Volt 10,37 Volt 37 %

2) Pengukuran menggunakan multimeter sebagai Tegangan AC

Multimeter Analog
Voltase yang Voltase yang % kesalahan
tertera (T) diukur (M) (T-M) x 100%
T
5 Volt 1,8 Volt 64 %

10 Volt 8,12 Volt 18,8 %

23 | P a g e
Multimeter Digital
Voltase yang Voltase yang % kesalahan
tertera (T) diukur (M) (T-M) x 100%
T
5 Volt 6,66 Volt -33,2 %

10 Volt 8,16 Volt 18,4 %

B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan mengenai pengukuran
menggunakan multimeter Analog atau multitester dan Multimeter Digital.
Pada pengukuran menggunakan multimeter analog sebagai hambatan, kami
menggunakan dua buah resistor yang masing-masing bernilai 33 x 103 Ω dan 12 x 103 Ω.
Secara seri harga resistor = 45 x 103 Ω dan secara paralel harga resistor 8.800 Ω atau 8,8 x
103 Ω. Namun disaat percobaan didapat harga resistor secara seri 30 x 103 Ω dan secra
paralel 7000 Ω. Hal ini menunjukkan bahwa hasil teori dan praktek berbeda.
Ada beberapa faktor yang menyebabkannya, yaitu :
1. Multimeter analog yang kami gunakan sudah usang atau hampir rusak sehingga
pengukuran tidak tepat.
2. Kurangnya ketelitian kami dalam dalam mengamati hasil pengukuran pada display.

Kemudian pada saat melakukan pengukuran tegangan DC, terdapat perbedaan antara
teori dan praktek dimana pada saat tegangan 5 Volt secara teori di dapat hasil pengukuran
3,4 Volt dengan persentase kesalahan 32% dan pada saat tegangan 10 Volt secra teori
didapat hasil pengukuran 9 Volt dengan persentase kesalahan 10%. Hal tersebut dikarenakan
tingkat ketelitian alat bermacam-macam. Selain itu, posisi praktikan harus benar, tegak lurus
terhadap alat, kekeliruan dalam pembacaan juga memungkinkan. Selain itu power suplay
yang kami gunakan juga sedikit bermasalah, dimana kabel sudah mulai rusak, sehingga arus
yang berjalan tidak maksimal.

Pada saat pengukuran tegangan AC juga terdapat beberapa kesalahan. Pada saat
pengukuran 5 Volt secara teori didapat hasil pengukuran 1,8 Volt dengan persentase
kesalahan mencapai 64% dan pada pengukaran 10 Volt (teori) didapatkan hasil pengukuran
8,12 Volt dengan persentase kesalahan 18,8%. Hal ini juga dikarenakan kurangnya ketelitian
praktikan dan alat yang digunakan sedikit bermasalah. Dimana multimeter analog yang

24 | P a g e
digunakan sudah usah usang dan ketelitiannya berkurang. Begitu juga dengan power suplay
yang sudah tidak dapat digunakan secara maksimal.

Kemudian kami melakukan pengukuran menggunakan multimeter digital. Pada saat


pengukuran multimeter digital sebagai hambatan, didapatkan hasil yang berbeda anatar teori
dengan praktek. Dimana pada saat hambatan secara seri didapatkan hasil 32,9 x 103 Ω
sedangkan pada teori yakni 45 x 103 Ω begitu juga pada saat hambatan secara paralel
dimana untuk teori hasil 8.800 Ω sedangkan pada saat praktikum didapat hasil 0,12 x 103 Ω.
Berdasarkan teori multimeter digital lebih akurat dibandingkan multimeter analog. Namun
pada penggunaannya multimeter juga kurang akuran, hal ini dikarenakan alat yang
digunakan sudah kurangnya baik dan penghubung antar kabel dan resistor yang tidak
sempurna sehingga ambatan yang terbaca di display tidak sama dengan teori.

Pada saat pengukuran menggunakan multimeter analog dan multimeter digital sebagai
tegangan DC, didapat hasil yang berbeda pula. Pada saat pengukuran dengan Voltase 5 Volt
saat pengukuran dengan Voltase 5,0 Volt, disana didapatkan hasil yang sama pada teori
yaitu 5 Volt dan hasil pengukuran pun juga 5 Volt sehingga persentase kesalahannya 0%.
Namun pada saat pengukuran dengan Voltase 10 Volt secara teori didapatkan hasil
pengukurannya 10,7 Volt, disana didapatkan persentase kesalahannya -7%. Sama dengan
sebelumnya hal ini disebabkan karenakan keadaan alat yang sudah dapat dikatakan tidak
bagus lagi. Power suplay yang sudah bermasalah dan multimeter digital yang tidak dapat
tepat lagi akurasinya.

Pada saat pengukuran AC juga terdapat perbedaannya dimana pada tengangan 5 Volt
secara teori didapat hasil secara praktek 6,66 Volt dengan persentase kesalahnnya -33,2 %
dan pada saat tegangan 10 Volt secara teori didapat hasil secara prakteknya 8 Volt dengan
persentase kesalahan 18,4%. Penyebabnya yaitu alat yang digunakan untuk praktikum ini
sudah tidak bagus sehingga hasil yang didapat pun tidak tepat dengan teorinya.

25 | P a g e
VII. Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :


a. Dapat mengetahui bagaimana mengobservasi multitester (multimeter analog) dan
multimeter digital yang dipakai.
b. Dapat mengetahui bagaimana mengukur hambatan dengan multitester (multimeter
analog) dan multimeter digital sebagai ohm meter.
c. Dapat mengetahui bagaimana mengukurtegangan DC dan multitester (multimeter
analog) dan multimeter digital sebagai Voltmeter DC.
d. Dapat mengetahui bagaimana mengukur tegangan AC dengan multitester (multimeter
analog) dan multimeter digital sebagai Voltmeter AC.
e. Dapat mengetahui bagaimana mengukur kuat arus DC dengan multimeter digital
sebagai Ampermeter DC.
f. Dapat mengetahui bagaimana mengukur kuat arus AC dengan multimeter digital
sebagai Ampermeter AC.

26 | P a g e
VIII. Daftar Pustaka

Cooper, William David. 1994. Instrumen Elektronik dan Teknik Pengukuran. Jakarta
: Erlangga.

Halliday, dkk. 2010. Fisika Dasar. Jakarta : Erlangga.

Sapiie, Soedjana dan Osamu Nishino. 1975. Pengukuran dan Alat-Alat Ukur Listrik.
Jakarta : Pradnya Paramita.

Serway, Raymond A dan Jewett, Jr.John W. 2010. Fisika Untuk Sains dan Teknik.
Jakarta : Salemba Teknika.

Tim Penyusun. 2013. Panduan Alat-Alat Ukur. Jambi : Universitas Jambi.

27 | P a g e
JEMBATAN WHEATSTONE

I. Judul : Jembatan Wheatstone

II. Tujuan :
1. Memahami prinsip kerja jembatan wheatstone.
2. Menunjukkan persyaratan-persyaratan yang berlaku pada jembatan wheatstone.
3. Menghitung besarnya nilai sebuah hambatan dengan jembatan wheatstone

III. Dasar Teori


Mengukur besarnya sebuah komponen resistor dapat dilakukan dengan berbagai cara
dan hasil yang didapatkan dari pengukuran tersebut tergantung dari tingkat ketelitian alat
ukur yang dipakai. Salah satu pengukuran resistor yang sudah dikenal sejak lama yaitu
memakai alat ukur jembatan wheatstone baik pabrikasi ataupun non-pabrikasi. Pada alat
ukur ini tersedia satu fasilitas utama yang berfungsi sebagai detector dengan sensitivitas
yang tinggi yang disebut galvanometer. Dalam hal penggunaan jembatan wheatstone alat
ukur lain baik pabrikasi maupun non-pabrikasi seperti jembatan potensiometer. Hasil
pengukuran besaran komponen resistor yaitu dengan cara membandingkan pada kondisi
keseimbangan titik nol galvanometer ( Herlan,2014:1).

Galvanometer adalah komponen utama dalam alat ukur analog untuk mengukur arus
dan tegangan. ( Banyak alat ukur analog masih digunakan, meskipun alat ukur digital
yang beroperasi dengan prinsip yang berbeda saat ini lebih umum digunakan ).
Galvanometer ini terdiri dari suatu kumparan kawat yang terpasang sedemikian hingga
bebas bergerak pada sebuah poros dalam medan magnet yang diberikan oleh sebuah
magnet permanen(Serway,2010:426).

Arus melalui galvanometer bergantung pada beda potensial antara titik c dan d.
jembatan disebut setimbang bila beda potensial pada galvanometer adalah 0 V, artinya
tidak ada arus melalui galvanometer. Kondisi ini terjadi bila tegangan dari titik d ke a
atau dengan mendasarkan ke terminal lainnya, jika tegangan dari titik c ke b sama
dengan tegangan dari titik d ke b.

Jadi jembatan adalah setimbang jika :


I1R1 = I2R2

28 | P a g e
a lengan – lengan pembanding

I1 R1 R2 I2
c d
yang tidak diketahui
I3 R3 R4 I4

b
Gambar diatas adalah sebuah jembatan wheatstone portabel ( self-contained).
Rangkaian jembatan mempunyai empat lengan resistif beserta sebuah sumber ggl
(batere) dan sebuah detektor nol yang biasanya adalah galvanometer atau alat ukur
arus sensitive lainnya ( Cooper,1994:148-149).

Sirkit listrik yang terdiri dari empat tahanan, dan sumber tegangan, yang
dihubungkan melalui dua titik diagonal dan pada kedua titik diagonal yang lain
galvanometer ditempatkan, ini disebut Jembatan Wheatstone.
Mengenai keseimbangan dari jembatan ketiga hal di bawah ini adalah :
1. Keadaan setimbang tidak dipengaruhi oleh pergantian posisi dari sumber
tegangan dan galvanometer.
2. Kondisi keseimbangan tidak dipengaruhi, bila tegangan dan sumber tegangan
berubah.
3. Galvanometer hanya diperlukan untuk melihat bahwa tidak ada arus yang
mengalir melalui sirkitnya, jadi tidak perlu untuk membaca harga arus pada skala
( Sapiie,1974:102-103).

Rangkaian Jembatan Wheatstone biasanya digunakan untuk mengukur dan


membandingkan tahanan antara 1 ohm sampai 1Mohm. Jembatan Wheatstone
memiliki 4 buah tahanan ( R1,R2,R3,RX) dengan R1 merupakan tahanan variabel, R2
dan R3 merupakan resistor yang diketahui dan Rx merupakan tahanan yang tidak
diketahui yang berkaitan dengan keluaran transducer ( Cahyono,2006:2).

29 | P a g e
IV. Alat dan Bahan
1. Jembatan Wheatstone
2. Galvanometer
3. Multimeter Digital
4. Power supply
5. resistor
6. potensiometer
7. Kabel penghubung
8. Breadboard

V. Prosedur Kerja
1. susunalat-alat seperti pada gambar, dengan R adalah resistance box, Rx hambatan
tunggal, hambatan seri atau hambatan parallel yang akakn diukur, (,r) adalah power
supply DC, Rs adalah rheostat, G adalah galvanometer, dan A adalah ampermeter.

2. Periksakan rangkaian pada pembimbing praktikum anda.


3. Geser perlahan-lahan ujung konektor K ke kiri atau ke kanan sehingga jarum
galvanometer tepat menunjuk nol.
4. Kemudian catat panjang l1 dan l2, serta kuat arus pada ampermeter, catat pula nilai
R yang digunakan
5. Ulangi percobaan sebanyak 5 kali dengan kuat arus yang berbeda-beda.
6. Ulangi percobaan masing-masin 5 kali untuk Rx yang lain

30 | P a g e
VI. Analisis Data

● Rx.l2 = R…l1

● RXS = RX + R1 …………….(Seri)

1 1 1
● 𝑅𝑋𝑃 = + …………….( Paralel )
𝑅𝑋 𝑅2

𝑅𝑋−𝑅1
● Ketelitian = (1-( ) 𝑥 100 %
𝑅1

VII. Hasil dan Pembahasan


7.1 Hasil

NO Rangkaian l1 (cm) l2 (cm)


1 Seri 7,5 cm 7,5 cm
2 Paralel 5 cm 10 cm

7.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan praktikum Jembatan Wheatstone,
praktikum Jembatan Wheatstone bertujuan untuk memahami dasar pengukuran nilai
hambatan dengan metode arus nol ( metode Jembatan Wheatstone) dan untuk
menentukan besarnya nilai hambatan suatu penghantar.
Jembatan Wheatstone merupakan suatu rangkaian yang digunakan unutk mengukur
hambatan (R), dilengkapi dengan sebuah galvanometer yang sangat sensitive yang
dihubungkan pada suatu sumber tegangan DC. Galvanometer tersebut merupakan suatu
alat yang dapat mengukur atau digunakan untuk mengukur arus yang sangat kecil
sehingga disebut sangat sensitive.
Berdasarkan hasil percobaan dapat dilihat bahwa hambatan yang belum diketahui
dapat ditentukan dengan cara menggeserkan kontak logam pada kawat yang ada pada
rangkaian Jembatan Wheatstone. Kontak logam digeser ke kiri atau ke kanan untuk
mendapatkan angka nol pada basic meter. Menentukan nilai hambatan yang belum
diketahui ( Rx) dapat ditentukan dengan mencari terlebih dahulu hambatan lain yang
sudah diketahui nilainya dikalikan dengan segmen kawat 1 (l1) yang berbanding terbalik
dengan segmen kawat 2 (l2).

31 | P a g e
Pada percobaan dengan rangkaian seri kami mendapatkan l1 = 7,5 cm dan l2 = 7,5
cm. Ini didapatkan ketelitian sebesar 100%, yang panjang kawat totalnya adalah sebesar
15 cm. nilai Rx yang dihasilkan pada rangkaian seri adalah 100 ohm.
Sedangkan pada percobaan dengan rangkaian parallel didapatkan data l1 = 5 cm dan
l2 = 10 cm dengan panjang total adalah 15 cm. Dari data ini ketelitian yang didapatkan
adalah sebesar 100%. Dan nilai Rx pada rangkaian parallel didapatkan 100 ohm dan Rxp
nya adalah 50 ohm.
Prinsip kerja pada Jembatan Wheatstone dapat diketahui dari hukum Kirchoff I dan
II. Hukum I Kirchoff berbunyi “ Jumlah kuat arus yang masuk dalam titik percabangan
sama dengan jumlah kuat arus yang keluar dari titik percabangan” sedangkan hukum II
Kirchoff berbunyi “ Dalam rangkaian tertutup, jumlah aljabar GGL (E) dan jumlah
penurunan potensial sama dengan nol”.

VIII. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Prinsip kerja Jembatan Wheatstone yaitu sirkuit listrik dalam empat tahanan dan
sumber tegangan yang dihubungkan melalui dua titik diagonal yang lain.
2. Syarat kesetimbangan dari Jembatan Wheatstone yaitu :
a. Keadaan seimbang tidak dipengaruhi oleh pergantian posisi dari sumber
tegangan dan galvanometer.
b. Kondisi seimbang tidak dipengaruhi bila tegangan dari sumber tegangan
berubah.
c. Galvanometer hanya diperlukan untuk melihat bahwa tidak ada arus yang
mengalir melalui sirkuitnya, jadi tidak perlu untuk membaca harga arus pada
skala.
3. Menghitung besarnya nilai sebuah hambatan dapat digunakan rumus :
Rx.l2 = R1l1

32 | P a g e
IX. Daftar Pustaka
Cahyono, Bowo Eko dan Misto. 2006. Pengukuran Laju Putaran Dengan Menggunakan
Transducer Induktif :Measurement Of Angular Speed By Using Inductive
Transducer. 8(2).2.
Cooper, William David. 1994. Instrumen Elektronik Dan Teknik Pengukuran. Jakarta:
Erlangga.
Herlan, Dedeng. 2014. Studi Pengaruh Pengaman Galvanometer Terhadap Keakuratan
Hasil Pengukuran Resistor Pada Jembatan Wheatstone Sederhana.
ISSN:2407:1846.1.

Sapiie, Soedjana dan Nishino, Osamu. 1975. Pengukuran Dan Alat-Alat Ukur Listrik.

Jakarta : Pradnya Paramita.

Serway, Raymond A. Jewett, Jr. John W. 2010. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jakarta:

Salemba Teknika.

33 | P a g e
X. Lampiran Hitung

● Seri

Rx.l2 = R1.l1
Rx. 7,5= 120. 7,5
Rx.7,5 = 900
900
Rx= 7,5

Rx= 120 ohm.

RXS = RX + R1
RXS = 120 + 120
RXS = 240 ohm.

𝑅𝑋−𝑅1
Ketelitian = (1-( ) 𝑥 100 %
𝑅1
120−120
= (1-( ) 𝑥 100 %
120
0
= (1- ( 120) 𝑥 100 %

= (1 - 0) 𝑥 100 %
Ketelitian = 100 %

● Paralel

Rx.l2 = R1.l1
Rx. 10= 120. 5
Rx.10 = 600
600
Rx= 10

Rx= 60 ohm.
1 1 1
= +
𝑅𝑋𝑃 𝑅𝑋 𝑅2
1 1 1
= −
𝑅𝑋𝑃 60 120
1 2−1
=
𝑅𝑋𝑃 120
1 1
=
𝑅𝑋𝑃 120

Rxp = 120 ohm.

34 | P a g e
𝑅𝑋−𝑅1
Ketelitian = (1- ( ) 𝑥 100 %
𝑅1
120−120
= (1- ( ) 𝑥 100 %
120
0
= (1- ( 120) 𝑥 100 %

= (1 - 0) 𝑥 100 %
Ketelitian = 100 %

35 | P a g e
PENGUKURAN MENGGUNAKAN OSILOSKOP

I. Judul : Pengukuran Menggunakan Osiloskop

II. Tujuan :

Setelah melakukan kegiatan ini diharapkan mahasiswa dapat :


a. Menentukan fungsi dari tombol-tombol pengatur pada osiloskop.
b. Mampu mengkalibrasi Osiloskop
c. Untuk menetukan tegangan searah (tegangan DC)
d. Untuk menentukan frekuensi AC

III. Dasar Teori


Osiloskop merupakan alat ukur listrik yang menggunakan komponen-komponen
elektronika. Secara umum osiloskop dapat digunakan untuk menyelidiki semua tingkah laku
asalkan tingkah laku tersebut dapat diubah menjadi peristiwa listrik atau denyut listrik,
sebagai contoh denyt nadi/jantung, pernapasan dan lain sebagainya dapat diamati degan
osiloskop. Prinsip kerja osiloskop adalah berdasarkan kepada peristiwa sinar katoda.Dalam
osiloskop terdapat tabung sinar katoda/ Catoda Ray Tube (CRT).
Tabung sinar katoda dapat melepaskan electron-elektron bila diberikan tegangan
listrik yang besar.Electron-elektron ini dapat ditarik oleh anoda. Pemancaran elektron-
elektron itu dapat memindahkan layar, dia juga dapat digerakkan untuk menyapu dengan
kecepatan yang diatur oleh tombol-tombol pada panel osiloskop yaitu tombol TIME/DIV.
angka pada tombol TIME/DIV ini akan menunjukkan kebalikan dari kecepatan menyapu
dalam besaran mili detik setiap cm (1/V = …. Ms/cm) atau mikro detik setiap cm ( 1/V = …
µs/ cm) (Tim Penyusun. 2013 : 15).
Osiloskop sinar katoda (Cathode Ray Oscilloscope, selanjutnya disebut CRO) adalah
instrument laboratorium yang sangat bermanfaat dan terandalkan yang digunakan untuk
pengukuran dan analisa bentuk-bentuk gelombang dan gejala lain dalam rangkaian-
rangkaian elektronik. Pada dasarnya CRO adalah alat pembuat grafik atau gambar (plotter)
X-Y yang sangat cepat yang memperagakan sebuah sinyal masukan terhadap sinyal laim
atau terhadap waktu.Pena (“stylus”) plotter ini adalah sebuah bintik cahaya yang bergerak
melalui permukaa layar dalam memberi tanggapan terhadap tegangan-tegangan masukan.
Dalam pemakaian CRO yang basa, sumbu x atau masukan horizontal adalah
tegangan tanjak (ramp voltage) linear yang dibangkitkan secara internal, atau basis waktu

36 | P a g e
(time base) yang secara periodic menggerakkan bintik cahaya dari kiri ke kanan melalui
permukaan layar. Tegangan akan diperiksa dimasukkan kesumbu Y atau masukan vertical
CRO, menggerakkan bintik ke atas dan kebawah sesuai dengan nilai sesaat tegangan
masukan. Selanjutnya bintik tersebut menghasilkan jejak berkas gambar pada layar yang
menunjukkan variasi tegangan masukan sebagai fungsi terbagi dari waktu. Bila tegangan
masukan berulang dengan laju yang cukup cepat, gambar akan kelihatan sebagai sebuah
pola yang diam pada layar. Dengan demikian CRO melengkapi suatu cara pengamatan
tegangan yang berubah terhadap waktu.
Disamping tegangan, CRO dapat menyajikan gambar visual dari berbagai visual
fenomena dinamik melalui pemakaian transducer yang mengubah arus, tekanan, regangan,
temperature, percepatan, dan banyak besaran fisis lainnya menjadi tegangan.
CRO digunakan untuk menyelidiki bantuk gelombang, peristiwa transien dan
besaran lainnya yang berubah terhadap waktu dari frekuensi yang sangat rendah kefrekuensi
yang sangat tinggi. Pencatatan kejadian ini dapat dilakukan oleh kamera khusus yang
ditempelkan ke CRO guna penafsiran kuantitatif ( Cooper. 1985 : 189 ).
Pemakaian oscillograph elektromagnitis dibatasi sampai frekuensi 10 kHz, dan untuk
gejala frekuensi tinggi, dipakai tabung cathode-ray untuk mendefleksikan sinar cahaya
electron. Dengan adanya electron yang berpindah diantara elektroda penggerak, sinar cahaya
electron akan bergerak dengan adanya tegangan pada elektroda penggerak.
Lalu, jika 2 set dari elektroda penggerak (deflecting electrode) diikatkan pada sudut
yang benar satu sama lain, lalu sinar cahaya electron dalan perjalanannya yang lalu pada
electron dan penggerak ini akan bergerak vertical maupun horizontal dan memukul satu titik
pada screen dan lain ini menyebabkan material screen berflourescemce dan bintik terang
akan elihatan pada screen.
Oleh karena itu juga sebagai contoh waktu dasar diambil pada elektroda penggerak
horizontal dan tegangan V= V sin ωt dipakai pada elektroda penggerak vertical, lalu bintik
pada screen akan menunjukkan geombang sinus. Pembicaraan yang diberikan di atas
berdasar pada hal gerakan elektrostatik. Dalam hal gerakan elektromagnit, signal arus
dipakai dalam sistim kumparan penggerak untuk menghasilkan medan magnit yang
kemudian dipakai dalam menggerakkan sinar cahaya electron. Pada Oscilloscope, gejala
yang disebutkan diatas digunakan untuk melukiskan bentuk gelombang. Oscilloscope secara
kasar diklasifikasikan ke dalam oscilloscope waktu nyata (real time oscilloscope) dan
oscilloscope sampling, yang keduanya selanjutnya terbagi atas beberapa subklasifikasi
(Sapiie. 1975 : 229-230).

37 | P a g e
Prinsip kerja osiloskop yaitu menggunakan layar kaca katode.Dalam osiloskop yaitu
terdapat tabung panjang yang disebut tabung sinar katode atau cathode Ray Tube
(CRT).Secara prinsip kerjanya ada dua tipe osiloskop, yakni tipe analog (ART – Analog
Real Time Oscilloscope) dan tipe digital (DSO –Digital Stronge Oscilloscope). Masing-
masing memiliki kelebihan dan keterbatasan (Najarudin Irfani. 2014 : 2).
Osiloskop analog menggambarkan bentuk-bentuk gelombang listrik dengan melalui
gerakan pancaran electron (electron beam) dalam sebuah tabung sinar katoda (CRT-Cathoda
Ray Tube).
Pada osiloskop digital gelombang yang akan ditampilkan lebih dahulu dicuplik
(sampling) dan kemudian di digitalisasikan. Setelah itu nilai-nilai tegangan yang telah di
digitalisasikan ini disimpan di memori bersama dengan skala waktu gelombangnya. Pada
prinsipnya, osiloskop digital hanya mencuplik dan menyimpan demikian banyak nilai dan
kemudian berhenti. Ia mengulang proses ini lagi dan lagi sampai dihentikan
(Widyanuklida,2004:20).

IV. Alat Dan Bahan


1. Osiloskop (HAMEG-HM 203-7) beserta probe
2. Audio Generator
3. Baterai
4. Transformator Step Down
5. Power supply
6. Beberapa kabel penghubung

V. Prosedur Kerja
A. Menentukan fungsi dari tombol-tombol pengatur osiloskop.
Dalam rangkaian mempergunakan osiloskop maka terlebih dahulu kita harus
mengetahui fungsi-fungsi tombol pengatur pada osiloskop yang akan kita pakai.
Susunan tombol-tombol setiap osiloskop tidak sama nama fungsinya pada umumnya
adalah sama oleh sebab itu observasilah terlebih dahulu osiloskop tersebut.
B. Kalibrasi alat.
Sebelum melakukan kegiatan pengukuran osiloskop, periksalah jaringan listrik
ditempat akan melakukan kegitan. Sesuaikan tegangan jaringan dengan tegangan
osiloskop, dengan cara mengatur switch tegangan input osiloskop (110 Volt atau 220
Volt). Periksalah sekring apakah baik atau sudah putus. Untuk sumber tegangan 220 volt
sebaiknya gunakan sekering 0,5 A dan untuk tegangan 110 Volt gunakan 1 A.
38 | P a g e
C. Menentukan tegangan arus searah (DCV/Tegangan DC).
Untuk mengukur tegangan searah (DCV) kembalikanlah kedudukan tombol-tombol
pengatur osiloskop pada keadaan semua seperti pada kedudukan dalam tabel waktu.
Saudara mengerjakan pemeriksaan tombol-tombol osiloskop.
1. Tombol (22) AC-DC-GD pada keadaan tertekan.
2. Pasang probe pada terminal (23) INPUT, kemudian hubungan badan probe PC
pada kutub (-) baterai dan alihkan tombol (24) VOLT/DIV ke 0,5 VOLT
kemudian sentuhkan ujung probe PC pada kutub (+) baterai tersebut. Ukurlah
dengan mengamati perpindahan gambar pada layar. Untuk lebih mudah
menghitungnya gambar pada layar boleh saudara geser-geser dengan mengatur
kembali tombol (6) X-POS dan tombol (21) Y-POS agar gambar yang terjadi
pada salib sumbu.
3. Lakukan pula untuk 2 buah baterai yang dihubungkan seri dan kemudian 3 buah
baterai yang dihubungkan seri.
4. Catatlah data:
a. Perpindahan gambar
b. Angka yang dipakai VOLT/DIV
5. Kolom data pengukuran tegangan DC
D. Menentukan tegangan arus bolak-balik (ACV/Tegangan AC).
Untuk mengukur tegangan bolak balik (ACV) kembalikanlah kedudukan tombol-
tombol pengatur osiloskop pada keadaan semula seperti pada kedudukan dalam tabel
waktu saudara mengerjakan pemeriksaan tombol-tombol osiloskop.
1. Alihkan tombol (12) TIME/DIV ke 5 ms dan tombol (14) EXT dalam keadaan
tertekan serta tombol VOLT/DIV ke 5 Volt.
2. Hubungkan transformator ke power supplay dengan sumber tegangan dan hidupkan
switch-nya dari OFF ke ON.
3. Pasang probe pada terminal (23) INPUT dan hubungkan probe dengan output power
suplay berturut-turut dengan memindahkan variabel outputnya ke 2V, 4V, 6V, 8V,
10V dan 12V.
4. Catatlah data:
a. Perpindahan gambar secara vertikal
b. Angka yang dipakai pada VOLT/DIV
5. Kolom data pengukuran tegangan AC
39 | P a g e
6. Tegangan puncak-puncak (Vpp) = bilangan yang menunjukkan perpindahan gambar
vertikal pada layar kali dengan angka yang dipakai pada VOLT/DIV. Jadi yang
terbaca pada layar osiloskop adalah Vpp.
7. Carilah tegangan (Vpp) untuk 2V, 4V, 6V, 8V, 10V dan 12V).
8. Carilah tegangan maksimum (Vmaks) untuk 2V, 4V, 6V, 8V, 10V dan 12V) dimana:
Vmaks = Vpp
2
9. Carilah tegangan efektif (Veff) untuk (2V, 4V, 6V, 8V, 10V dan 12V) dimana:
Veff = Vmaks
√2
E. Menentukan frekuensi tegangan AC pada tegangan sekunder power suplay 6 Volt dan 12
Volt serta frekensi input power suplay.
1. Karena percobaan sebelum ini menentukan tegangan AC maka tombol-tombol tidak
perlu semuanya dikembalikan kepada keadaan semula kecuali alihkan tombol (14)
TIME/DIV ke 5 ms/cm.
2. Pasang probe pada terminal (23) INPUT dan hubungkan ujung probe pada output
power supplay sedemikian rupa sehingga gambar sinusiodal pada layar.
3. Jika perlu geser-geserlah posisi gambar yang terbentuk dengan mengatur tombol (6)
X-POS dan tombol (21) Y-POS. Sehingga gambar sinusiodal mulai dari titik
setimbang atau pada fase nol sehingga mudah membaca dan mengukur 1 panjang
gelombang sunisoida tersebut.
4. Lakukan pengukuran dan frekuensi tegangan power suplay untuk variabel (6 Volt
dan 2 Volt) dengan menghubungkan ujung probe pada output AC power suplay.
5. Baca panjang satu gelombang pada layar (λ) serta angka pada TIME/DIV yang
dipakai saat melakukan pengukuran.
6. Carilah data:
a. Perpindahan gambar secara vertikal
b. Angka yang dipakai pada VOLT/DIV
7. Carilah frekuensi dari tegangan output power suplay dengan menggunakan
persamaan.
1 𝑣
f=𝑇 f=𝜆

8. Kolom data pengukuran frekuensi AC.

40 | P a g e
VI. Hasil Dan Pembahasan
6.1 Hasil
A. Menentukan Tegangan Arus Searah (DCV/ Tegangan DC)
Jumlah Baterai Panjang gambar Angka Volt/DIV Tegangan
dilayar sumbu y baterai
1 1,5 DIV 1 Volt/DIV 1,5 V
2 3,0 DIV 1 Volt/DIV 3V
3 4,4 DIV 1 Volt/DIV 4,5V

B. Menentukan Tegangan Arus Bolak Balik (ACV/ Tegangan AC)


Output Perpindahan Angka axb = Vp = Vpp Veff = Vp
power suplay gambar dilayar VOLT/D Vpp 2 √2
menurut sb y IV b
(cm) a
5 26 x 10−3m 500 V/m 13m 6,5 V 4,59 V
8 32 x 10−3 m 500 V/m 16 m 8V 5,65 V
10 52 x 10−3 m 500 V/m 26 m 13 V 9,19 V
12 62 x 10−3 m 500 V/m 31 m 15,5 V 10,96 V

C. Menetukan Frekuensi Tegangan AC pada Tegangan ekunder Power Suplay 8 Volt


dan 12 Volt.
Output λ (m) Angka V T = axb f = 1 (Hz) f=v
power TIME/DIV (m/dt) T λ
suplay 1/V (dt/cm)
8 15 x 10−3m 0,5dt/m 2 m/s 0,75dt 1,33 Hz 1,33 Hz
12 16 x 10−3m 0,5dt/m 2 m/s 0,8dt 1,25 Hz 1,25 Hz

6.2 Pembahasan
Percobaan yang telah kami lakukan dengan menggunakan alat ukur listrik yaitu
osiloskop yang merupakan alat ukur listrik yang menggunakan komponen-komponen
elektronika yang digunakan untuk menyelidiki semua tingkah laku asalkan tingkah laku

41 | P a g e
tersebut dapat dirubah menjadi peristiwa listrik atau denyut listrik, sebagai contoh denyut
jantung/nadi, pernapasan dan lain sebagainya dapat diamati dengan osiloskop.

Prinsip kerja osiloskop adalah berdasarkan kepada peristiwa sinar katoda, dalam
osiloskop terdapat tabung sinar katoda/Catoda Ray Tube (CRT).
Percobaan dengan menggunakan alat osiloskop ini tidak hanya memerlukan alat
osiloskop saja, namun juga memerlukan alat dan bahan yang lain yaitu power suplay,baterai,
dan beberapa kabel penghubung. Pada percobaan dengan menggunakan osiloskop ini kami
melakukan 3 jenis percobaan yaitu menentukan tegangan arus searah (DC), menentukan
tegangan arus bolak-balik (AC), dan menentukan frekuensi tegangan AC.
Percobaan yang pertama adalah mengukur tegangan DC. Untuk mengukur tegangan DC
ini disediakan 3 buah baterai yang masing-masing memiliki tegangan sebesaer 1,5 V.
pertama, dihubungkan osiloskop dengan sebuah baterai yang sebelumnya bintik pada layar
di posisikan dititik O (0,0). Tombol Volt/DIV diputar dari 5V ke 1V/DIV. Dan dihasilkan
gelombang dengan panjang gambar dilayar menurut sumbu Y adalah 1,5 cm, sehingga dapat
diketahui tegangan baterainya adalah 1,5 V. dan dapat dikatakan percobaan yang dilakukan
berhasil karena sesuai dengan besar tegangan yang tertera pada baterai.
Percobaan baerikutnya adalah menggunakan 2 baterai yang dipasangkan secara seri dan
ini berarti tegangannya menjadi 3V.dan dari percobaan ini didapatkan hasil panjang
gelombang adalah 3,0 cm, angka Volt/DIV adalah 3 dan tegangan baterai 3V. pada
percobaan kedua ini kami anggap berhasil, karena tidak ada perbedaan antara tegangan
baterai secara praktek dengan tegangan yang ada tertera pada baterai.
Percobaan terakhir dalam menentukan tegangan arus searah (Tegangan DC) baterai
dihubungkan secara seri dengan jumlah 3 buah baterai.Secara teori jumlah tegangan ketiga
baterai ini adalah 5V.didapatkan hasil panjangn gelombang adalah 4,4 cm dengan angka
Volt/DIV adalah 4,4. Percobaan ini terjadi kesalahan karena tidak sesuainya tegangan
baterai secara teori dan secara praktek.Hal ini dikarenakan kurangnya teliti pada praktikan.
Percobaan yang kedua adalah mengukur tegangan arus bolak-balik (Tegangan AC).
Pertama digunakan output power suplay sebesar 5 Volt dan menghasilkan perpindahan
gambar dilayar menurut sumbu Y adalah 2,6 cm atau 26 x 10−3 meter. Dengan
menghasilkan angka Volt/DIV adalah 500 Volt/meter. Didapat hasil Vpp sebesar 13 Volt,
Vp = 6,6 Volt dan Veff adalah 4,59 Volt.
Begitu juga dengan output power suplay 8 Volt. Dengan angka Volt/DIV 500 Volt/m
didapatkan perpindahangambarnya sebesar 3,2 cm atau 32 x 10−3 m, Vpp = 16 Volt, Vp + 8
V dan Veff 5,65 Volt. Output power suplay 10 Volt menghasilkan angka Volt/DIV = 500
42 | P a g e
Volt/meter, perpndahan gambarnya sebesar 5,2 cm atau setara dengan 52 x 10−3 m, vpp =
26 Volt, Vp = Vpp dibagi dengan 2 sebesar 13 Volt dan Veff sebesar 9,9 Volt.
Dan percobaan yang terakhir dalam menentukan tegangan arus bolak-balik adalah
menggunakan output power suplay sebesar 12 Volt. In dihasilkan perpindahan gambar
dilayar menurut sumbu Y adalah 62 x 10−3 meter dengan angka Volt/DIV yaitu 500 V/DIV,
Vpp didapatkan dengan mengalikan hasil perpindahan dengan angka Volt/DIV yaitu 31
Volt. Vp dihasilkan dari membagi hasil Vpp dengan angka dua sehingga hasilnya adalah
15,5 Volt dan Veffnya adalah sebesar 10,96 Volt.
Percobaan yang ketiga yaitu menentukan frekuensi dari tegangan AC pada tegangan
sekunder power suplay 8 Volt dan 12 Volt.Percobaan ini dilakukan dengan dua kali
pengulangan. Yang pertama yaitu dengan menggunakan output power supplay 8 Volt.
Didapatkan hasil panjang gelombang 15 x 10−3 meter, angka Volt/DIV nya 0,5 dt/m,
dengan hasil kecepatannya (υ) yaitu 2 m/s, periodanya yaitu di dapatkan dengan mengalikan
panjang gelombang dengan angka Time/DIV, yaitu 0,75 detik, frekuensinya = 1,33 Hz dan
frekuensi frekuensi kedua yang didapatkan dengan mengalikan kecepatan dengan perioda
yaitu 1,33 Hz.
Pengulangan kedua untuk menentukan frekuensi dari tegangan AC pada tegangan
sekunder outputnya adalah 12 Volt, panjang gelombang adalah 16 x 10−3 m, angka
Time/DIV adalah 0,5 dt/meter, kecepatannya 2 m/s, perioda adalah = 0,8 dt, frekuensi yang
didapatkan dari membagi satu dengan perioda adalah 1,25 Hz dan frekuensi yang
didapatkan hasil dari membagi antara kecepatan dengan panjang gelombang adalah 1,25 Hz.
Dari percobaan ini terbukti bahwa osiloskop dapat digunakan untuk mengukur frekuensi
AC listrik.Hasil yang didapatkan jika kurang tepat, hal ini disebabkan oleh praktikan yang
melakukan percobaan.

43 | P a g e
VII. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
a. Intensitas kecerahan dapat diatur dengan menggunakan tombol focus Intens dan
kefokusan bintik dapat diatur dengan menggunakan tombol focus. Hal yang perlu
diingat adalah bintik yang terlalu tinggi intensitas dan fokusnya dapat merusak
layar pada display osiloskop.

b. Bintik dapat digerakkan secara vertical dan horizontal. Tombol vertical position
digunakan untuk menggerakkan bintik secara vertical (atas-bawah) dan tombol
horizontal position untuk menggerakkan bintik secara horizontal (kanan-kiri).

c. Untuk mengetahui besarnya waktu satuan bintik digunakan saklar Time/Div


maka semakin cepat waktu sapuan bintik dan sebaliknya, semakin besar skala
Time/Div maka semakin lambat waktu sapuan bintiknya.

d. Osiloskop juga dapat digunakan untuk mengukur tegangan DC (baterai) dengan


menggunakan tombol Volt/Div.

44 | P a g e
VIII. Daftar Pustaka

Cooper, William David. 1994. Instrumen Elektronik dan Teknik Pengukuran. Jakarta
: Erlangga.
Irfani, Najarudin. 2014. Osiloskop. Jakarta: Universitas Muhammadiyah
Prof. DR. HAMKA.

Sapiie, Soedjana dan Osamu Nishino. 1975. Pengukuran dan Alat-Alat Ukur Listrik.
Jakarta : Pradnya Paramita.

Tim Penyusun. 2013. Buku Panduan Alat-Alat Ukur. Jambi: Universitas Jambi.

Widyanuklida. (2014). Osiloskop Dan Pembangkit Gelombang Virtual Berbasis Lab

View Menggunakan Antarmuka Kartu Suara.5.(1).20.

45 | P a g e
IX. Lampiran Hitung
A. Pengukuran Tegangan Arus Searah (DC)
1. Jumlah Baterai 1
Tegangan baterai yang tertera = 1,5 Volt
Panjang gambar terhadap sumbu Y = 1,5 DIV
Volt/DIV = 1,5 V/DIV

Tegangan baterai secara praktek = panjang gambar x Volt/DIV


= 1,5 DIV x 1 V/DIV
= 1,5 Volt
2. Jumlah Baterai 2
Tegangan baterai yang tertera = 3 Volt
Panjang gambar terhadap sumbu Y = 3,0 DIV
Volt/DIV = 1 V/DIV

Tegangan baterai secara praktek = panjang gambar x Volt/DIV


= 3,0 DIV x 1 V/DIV
= 3 Volt
3. Jumlah Baterai 3
Tegangan baterai yang tertera = 4,5 Volt
Panjang gambar terhadap sumbu Y = 4,4 DIV
Volt/DIV = 1 V/DIV

Tegangan baterai secara praktek = panjang gambar x Volt/DIV


= 4,4 DIV x 1 V/DIV
= 4,4 Volt

B. Pengukuran Tegangan Arus Bolak-Balik (AC)


1. Output power suplay =5V
Perpindahan gambar = 26 x 10−3 m
Volt/DIV = 500 V/m

Vpp (tegangan) = perpindahan gambar x Volt/DIV


= 26 x 10−3 m x 500 V/m
= 13 Volt
46 | P a g e
𝑉𝑝𝑝
Vp (tegangan maks) = 2
13 𝑉
= 2

= 6,6 V

𝑉𝑝
Veff = √2
6,6 𝑉
= √2

= 4,59 Volt

2. Output power suplay =8V


Perpindahan gambar = 32 x 10−3 m
Volt/DIV = 500 V/m

Vpp (tegangan) = perpindahan gambar x Volt/DIV


= 32 x 10−3 m x 500 V/m
= 16 Volt

𝑉𝑝𝑝
Vp (tegangan maks) = 2
16 𝑉
= 2

=8V

𝑉𝑝
Veff = √2
8𝑉
= √2

= 5,65 Volt

3. Output power suplay = 10 V


Perpindahan gambar = 52 x 10−3 m
Volt/DIV = 500 V/m

Vpp (tegangan) = perpindahan gambar x Volt/DIV


= 52 x 10−3 m x 500 V/m
= 26 Volt

47 | P a g e
𝑉𝑝𝑝
Vp (tegangan maks) = 2
26 𝑉
= 2

= 13 V

𝑉𝑝
Veff = √2
13 𝑉
= √2

= 10,96 Volt

4. Output power suplay = 12 V


Perpindahan gambar = 62 x 10−3 m
Volt/DIV = 500 V/m

Vpp (tegangan) = perpindahan gambar x Volt/DIV


= 62 x 10−3 m x 500 V/m
= 31 Volt

𝑉𝑝𝑝
Vp (tegangan maks) = 2
31 𝑉
= 2

= 15,5 V

𝑉𝑝
Veff = √2
15,5 𝑉
= √2

= 10,96 Volt

C. Menentukan Frekuensi Tegangan AC


1. Output power suplay = 8 Volt
λ = 15 x 10−3 m
Time/DIV = 0,5 dt/m

48 | P a g e
λ
υ = Time/DIV

15 x 10−3 m
= 0,5 𝑑𝑡/𝑚

= 2 m/s

T =axb
= λ x Time/DIV
= (15 x 10−3 m) x (0,5 dt/m)
= 0,75 dt

1
f =𝑇
1
= 0,75

= 1,33 Hz

υ
f =λ
2 m/s
= 15 x 10−3 m

= 1,33 Hz

2. Output power suplay = 12 Volt


λ = 16 x 10−3 m
Time/DIV = 0,5 dt/m

λ
υ = Time/DIV

16 x 10−3 m
= 0,5 𝑑𝑡/𝑚

= 2 m/s

T =axb
= λ x Time/DIV
= (16 x 10−3 m) x (0,5 dt/m)
= 0,8 dt

49 | P a g e
1
f =𝑇
1
= 0,8 𝑑𝑡

= 1,25 Hz

υ
f =λ
2 m/s
= 16 x 10−3 m

= 1,25 Hz

50 | P a g e
FUNCTION GENERATOR

I. Judul : Function Generator

II. Tujuan :
Tujuan praktikum “ Function Generator “ adalah sebagai berikut :
1. Mengenal bagian-bagian Function Generator dan fungsinya
2. Menyelidiki hubungan frekuensi dengan output yang terbentuk.

III. Dasar Teori


Generator fungsi ( Function Generator ) adalah sebuah instrumen yang
terandalkan yang memberikan suatu pilihan bentuk gelombang yang berbeda yang
frekuensi-frekuensinya dapat diatur sepanjang suatu rangkuman yang lebar. Bentuk-
bentuk gelombang keluaran yang paling lazim adalah sinus, segitiga, persegi, dan
gigi gergaji. Frekuensi bentuk-bentuk gelombang ini bisa diatur dari bilangan
pecahan dari satu Hertz sampai beberapa ratus kilohertz. Berbagai keluaran
generator bisa diperoleh pada waktu bersamaan ( Cooper, 1994 : 331 ).

Menurut Suwandi ( 2013 : 297 ), Function Generator berfungsi sebagai


pemberi sinyal infornasi masukan dengan jenis sinyal digital.
Generator sinyal dibuat dengan beberapa ketentuan yaitu :
1. Frekuensi oscillasi dan tingkat output harus terjamin stabil dalam batas beberapa
%.
2. Kebocoran gelombang elektromagnetik disamping pada terminal output harus
kecil sekali.
3. Impedansi output tetap tidak berubah walaupun frekuensi dan / atau tegangan
output berubah.
4. Gelombang output harus berdistorsi kecil atau mempunyai sedikit komponen-
komponen harmonis orde yang tinggi.
5. Jika dimodulasi, tingkat modulasi harus teliti dan mempunyai distorsi modulasi
yang kecil ( Sapiie, 1974 : 236 ).

Signal generator is a kind of electronic devices that generate repeating or non


repeating electronic signals which are generally used in designing, testing,
troubleshooting, and repearing or electroacoustic equipment. There are many

51 | P a g e
different types of signal generators analog signal generators, vector signal generators
and logic signal generators ( Hu, 2016 : 59 ).

Ada dua tipe sinyal yang sering digunakan pada signal generator yaitu Random
dan Swept-sine. Sinyal dengan tipe Swept-sine yang sering digunakan adlah Linear
Swept-sine dan Logarithmic Swept-sine.

Sinyal Swept-sine merupakan jenis sinyal sinusoidal dengan amplitude tertentu


dan mengandung frekuensi yang berubah terhadap waktu sesuai dengan fungsi swept
yang digunakannya. Fungsi swept adalah suatu fungsi yang mengekspresikan
hubungan frekuensi sinyal swept-sine terhadap waktu ( Yanto, 2013 : 76 ).

IV. Alat dan Bahan


Alat dan komponen yang digunakan pada praktikum function generator adalah :
1. Function Generator
2. Osiloskop
3. Probe

V. Prosedur Kerja
Langkah kerja percobaan function generator adalah :
1. Siapkan AFG dan Osiloskop ( CRO ). Pastikan dalam kondisi baik
2. Kalibrasi Osiloskop sesuai petunjuk
3. Hubungkan kedua Probe dari AFG dan CRO
4. Gunakan frekuensi 50 Hz, 100 Hz, 300 Hz, 500 Hz, dan 1000 Hz. Amati
gelombang yang terbentuk serta hitung Vout-nya
5. Gambarkan grafik hubungan frekuensi dan output yang terbentuk.

52 | P a g e
VI. Hasil dan Pembahasan
6.1 Hasil
NO Vin (V) Frekuensi ( Hz) Vpp (V) Gambar yang terbentuk
1 5 50 0,3
2 5 100 0,1
3 5 300 0,3
4 5 500 0,3
5 5 1000 0,32

6.2 Pembahasan
Percobaan yang telah kami lakukan dengan menggunakan alat ukur listrik yaitu
function generator yang merupakan bagian dari peralatan atau software elektronik
yang digunakan untuk menciptakan gelombang listrik. Function generator
merupakan instrumen yang memberikan bentuk gelombang yang berbeda yang
frekuensi-frekuensinya dapat diukur sepanjang suatu rangkuman yang lebar.
Fungsi function generator sebagai function generator output untuk mendapatkan
keluaran (output) bentuk gelombang yang diinginkan sweep generator output untuk
mendapatkan ayunan ( sweep ) bentuk gelombang yang diinginkan. Frequency
counter untuk menghitung frekuensi.
Percobaan dengan menggunakan alat function generator ini tidak hanya
memerlukan alat Function Generator saja, namun juga memerlukan alat dan bahan
yang lain yaitu osiloskop dan probe. Untuk penggunaan function generator selalu
berhubungan dengan osiloskop. Percobaan ini dimulai dengan mempersiapkan alat
function generator dan osiloskop dalam kondisi baik. Hal terpenting untuk percobaan
function generator ini adalah adanya aliran arus listrik yang baik ( listrik harus
hidup) karena alat ini selalu bahkan harus di hubungkan ke sumber listrik terlebih
dahulu agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kemudian kalibrasi osiloskop
sesuai petunjuk, lalu hubungkan function generator dengan osiloskop menggunakan
probe, atur pada function generator menggunakan sinus. Lalu, atur semua frekuensi
amplitudo yang terdapat pada tiap-tiap bagian, gunakan frekuensinya yaitu 50 Hz,
100 Hz, 300 Hz, 500 Hz,dan 1000 Hz. Untuk menghasilkan frekuensi yang
diinginkan maka dipilih tombol putar frekuensi yang diinginkan serta pilih tombol
jangkauan frekuensi yang diinginkan serta pilih tombol jangkauan frekuensi yang
diinginkan.

53 | P a g e
Percobaan yang kami lakukan hanya mengubah tingkat frekuensi-nya, nilai
volt/Div nya tetapsama yaitu 0,1 volt/Div. hal ini dilakukan karena pada percobaan
kali ini kami hanya bertujuan untuk melihat atau membandingkan gelombang yang
terbentuk pada saat frekuensi nya berbeda beda yaitu 50 Hz, 100 Hz, 300 Hz, 500
Hz,serta 1000 Hz.
Berdasarkan percobaan yang telah kami lakukan, mendapatkan hasil Vppdiperoleh
dengan cara yaitu
Vpp = div vertical x volt/Div
Sehingga diperoleh Vpp pada setiap percobaan frkuensi yang telah ditentukan yaitu
50 Hz, 100 Hz, 300 Hz, 500 Hz,dan 1000 Hz yaitu :
● Frekuensi 50 Hz
Vpp = 0,3 Volt
● Frekuensi 100 Hz
Vpp = 0,1 Volt
● Frekuensi 300 Hz
Vpp = 0,3 Volt
● Frekuensi 500 Hz
Vpp = 0,3 Volt
● Frekuensi 1000 Hz
Vpp = 0,32 Volt

Gelombang yang terbentuk yaitu :


● Frekuensi 50 Hz

● Frekuensi 100 Hz

● Frekuensi 300 Hz

● Frekuensi 500 Hz

● Frekuensi 1000 Hz
54 | P a g e
Grafik Vpp dengan frekuensi

Grafik diatas menunjukkan bahwa nilai Vpp pada frekuensi 50 Hz,100 Hz, 300 Hz,
500 Hz, dan 1000 Hz secara berturut-turut adalah 0,3 volt, 0,1 volt, 0,3 volt , 0,3 volt
dan 0,32 volt. Seharusnya nilai Vpp ( Vout ) yang dihasilkan adalah 5 volt, perbedaan
ini disebabkan karena kesalahan pengamat ketika percobaan berlangsung , dan
kurangnya ketelitian pengamat juga dapat memicu terjadinya kesalahan tersebut.
Selain itu, dari percobaan juga terlihat perubahan bentuk gelombang yang
dihasilkan tiap frekuensi yang berbeda. Frekuensi merupakan banyaknya gelombang
penuh dalam 1 detik. Sehingga semakin besar frekuensinya, maka semakin besar
pula panjang gelombangnya. Semakin besar nilai frekuensi menyebabkan gelombang
yang terbentuk semakin besar frekuensi gelombangnya serta besar nilai kapasistansi
kapasitor dan komponen luar semakin besar.
Percobaan yang kami lakukan ini menggunakan gelombang jenis sinusoida
karena gelombang sinusoida adalah gelombang yang berbentuk fungsi sinus
.kamimenggunakan gelombang jenis sinusoida ini agar terlihat jelas perbedaan
bentuk gelombang yang dihasilkan pada tiap frekuensi.
Bila dua buah gelombang sinus mempunyai frekuensi yang sama dan terjadi pada
saat yang sama, maka kedua gelombang tersebut dikatakan sefase.

55 | P a g e
VII. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Function Generator memiliki beberapa bagian beserta fungsinya yang terdiri dari
:» » Saklar daya untuk menyalakan generator sinyal
» Indikator frekuensi untuk menunjukkan nilai frekuensi yang sedang dipilih
Pengatur frekuensi untuk mengatur frekuensi keluaran dalam range frekuensi
yang
telah dipilih
» Terminal output TTL / CMOS untuk menghasilkan keluaran yang kompatibel
dengan TTL/CMOS
» Duty function untuk mengatur duty cycle gelombang
» Selector TTL/CMOS untuk mengeluarkan gelombang yang kompatibel dngan
tegangan yang dapat diatur antara 5-15 Vpp
» Dc offset untuk memberikan offset pada sinyal 10 V
» Amplitudo output untuk menghasilkan tegangan output yang maksimal jika
diputar searah jarum jam dan kebalikannya untuk output -20dB
» Selector fungsi untuk memilih bentuk gelombang output
» Terminal output utama untuk mengeluarkan sinyal output utama
» Tampilan pencacah untuk menampilkan nilai frekuensi dalam format 6 x 0,3
» Selektor range frekuensi untuk memilih range frekuensi yang dibutuhkan
» Pelemahan 20 dB untuk memperoleh output tegangan yang diperlemah sebesar
20
dB.
2. Hubungan frekuensi dengan output yang terbentuk adalah semakin besar nilai
frekuensinya menyebabkan gelombang yang terbentuk semakin besar ( semakin
tinggi frekuensinya gelombangnya).

56 | P a g e
VIII. Daftar Pustaka

Cooper, William David. 1994. Instrument Elektronik Dan Teknik Pengukuran.


Jakarta:erlangga.

Sapiie, Soedjana dan Osamu Nishino. 1975. Pengukuran Dan Alat-Alat Ukur Listrik.
Jakarta: PT.Pradnya Paramita.

Hu, Jufang. 2016. International Jurnal of Signal Processing and Pattem Recognition.
Design and Implemetation of a High-Frequency Signal Generator Using the
DOS Mixing Principle.9(2).59.

Suwandi,dkk. 2013. Jurnal Ilmiah. Rancang Bangun Demodulator FSK pada


Frekuensi 145,9 MHz untuk Perangkat Receiver Satelit ITS-SAT. 2(2).297.

Yanto, Asmara. 2013. Jurnal Teknik Elektro ITP. Validasi Sinyal Three-Step
Swept-Sine pada Virtual Signal Generator dengan Perangkat Lunak
Labview.2(2).77.

57 | P a g e
IX. Lampiran Hitung
Mendapatkan hasil Vpp diperoleh dengan cara yaitu :
Vpp = DIV vertical × volt/DIV

» Frekuensi 50 Hz

Nilai Volt/DIV = 0,1 Volt/DIV

Nilai DIV vertical = 3 DIV

Maka :

Vpp = DIV vertical × volt/DIV


Vpp = 3 DIV × 0,1 Volt/DIV

Vpp = 0,3 Volt.

» Frekuensi 100 Hz

Nilai Volt/DIV = 0,1 Volt/DIV

Nilai DIV vertical =1 DIV

Maka :

Vpp = DIV vertical × volt/DIV


Vpp = 1 DIV × 0,1 Volt/DIV

Vpp = 0,1 Volt.

» Frekuensi 300 Hz

Nilai Volt/DIV = 0,1 Volt/DIV

Nilai DIV vertical = 3 DIV

Maka :

Vpp = DIV vertical × volt/DIV


Vpp = 3 DIV × 0,1 Volt/DIV

58 | P a g e
Vpp = 0,3 Volt.

» Frekuensi 500 Hz

Nilai Volt/DIV = 0,1 Volt/DIV

Nilai DIV vertical = 3 DIV

Maka :

Vpp = DIV vertical × volt/DIV


Vpp = 3 DIV × 0,1 Volt/DIV

Vpp = 0,3 Volt.

» Frekuensi 1000 Hz

Nilai Volt/DIV = 0,1 Volt/DIV

Nilai DIV vertical = 3,2 DIV

Maka :

Vpp = DIV vertical × volt/DIV


Vpp = 3,2 DIV × 0,1 Volt/DIV = 0,32 Volt.

59 | P a g e
SOUND LEVEL METER

I. Judul : Sound Level Meter

II. Tujuan :
Setelah menyelesaikan kegiatan ini diharapkan mahasiswa dapat :
a. Mengukur intensitas bunyi yang dihasilkan pada sebuah kebisingan
b. Mengukur intensitas bunyi pada suatu kawasan dalam waktu tertentu.

III. Dasar Teori


Bunyi adalah gelombang mekanis elastic longitudinal yang berjalan. Berarti untuk
perambatannya dibutuhkan medium.
Konsep bunyi ini sehari-hari kita hubungkan dengan indera pendengaran.
Gelombang elastik ini sampai di telinga melalui medium ( padat,cair atau gas).
Menyebabkan getaran-getaran pada selaput kendang diteruskan ke saraf pendengaran
( Sarojo,2011:42-43).

Ada dua aspek dari setiap bunyi yang dirasakan oleh pendengaran manusia
mendengar. Aspek ini adalah “kebisingan” dan “ketinggian” dan masing-masing
menyatakan sensasi dalam kesadaran pendengar. Tetapi untuk masing-masing sensasi
subyektif ini, ada besaran yang bias diukur secara fisis. Kenyaringan berhubungan
dengan energi pada gelombang bunyi.
Ketinggian bunyi menyatakan apakah bunyi tersebut tinggi, seperti bunyi suling atau
biola, atau rendah, seperti bunyi bass drum atau senar bass. Besaran fisika yang
menentukan ketinggian adalah frekuensi, sebagaimana ditemukan untuk pertama kali
oleh Galileo. Makin rendah frekuensi , makin rendah ketinggian, dan makin tinggi
frekuensi makin tinggi ketinggian. Telinga manusia dapat mendengar frekuensi dalam
jangkauan 20 Hz sampai 20.000 Hz. ( ingat bahwa 1 Hz adalah 1 siklus per detik).
Jangkauan ini disebut jangkauan pendengaran. Jangkauan ini berbeda dari orang ke
orang. Satu kecenderungan umum adalah jika orang bertambah tua, mereka makin tidak
bisa mendengar frekuensi yang tinggi, sehingga batas frekuensi tinggi mungkin menjadi
10.000 Hz atau kurang.
Gelombang bunyi yang frekuensinya di luar jangkauan yang dapat terdengar
mungkin mencapai telinga, tetapi biasanya kita tidak menyadarinya. Frekuensi di atas
20.000 Hz disebut ultrasonik. Banyak hewan dapat mendengar frekunsi ultasonik :

60 | P a g e
anjing, misalnya, dapat mendengar bunyi setinggi 100.000 Hz. Gelombang bunyi yang
frekuensinya di bawah jangkauan yang dapat terdengar (yaitu, lebih kecil dari 20 Hz)
disebut infrasonik. Sumber gelombang infrasonic termasuk gempa bumi,guntur,gunung
berapi, dan gelombang yang dihasilkan oleh getaran mesin-mesin yang berat.
Seperti ketinggian, kenyaringan merupakan sensasi dalam kesadaran manusia.
Ketinggian juga berhubungan dengan besaran fisika yang dapat diukur, yaitu intensitas
gelombang. Intensitas didefinisikan sebagai energi yang dibawa sebuah gelombang
persatuan waktu melalui satuan luas dan sebanding dengan kuadrat amplitudo
gelombang. Karena energi per satuan waktu adalah daya, intensitas memiliki satuan
daya per satuan luas, atau watt/meter2( W/m2). Telinga manusia dapat mendeteksi bunyi
dengan intensitas serendah 10-12 W/m2 dan setinggi 1 W/m2 ( dan bahkan lebih tinggi,
walaupun diatas ini akan menyakitkan).
Biasanya tingkat intensitas bunyi dinyatakan dengan skala logaritmik. Satuan skala
ini adalah bel, dari Alexander Graham Bell (1874-1922), penemu telepon, atau jauh
1
lebih umum, decibel (dB) yang merupakan bel ( 10 dB=1 bel ). Tingkat intensitas, 𝛽,
10

dari bunyi didefinisikan dalam intensitasnya, I , sebagai berikut :


𝐼
𝛽 (dalam dB) =10 log 𝐼0

Dimana I0 adalah intensitas tingkat acuan, dan logaritma adalah dari basis 10. I0
biasanya diambil dari intensitas minimum yang dapat didengar orang rata-rata, yaitu
“ ambang pendengaran “ yang bernilai I0 = 1,0 x 10-12 W/m2 ( Giancoli,2001: 409-411).

Desibel adalah satuan yang digunakan untuk menyatakan kuantitas elektrik dari
perubahan kuat-lemahnya amplitudo gelombang sinyal suara yang didengar oleh telinga
manusia . Jangkauan kuantitas yang ada pada ilmu akustik.
Seperti tekanan akustik, intensitas, daya, kepadatan energi sangatlah besar.
Contohnya, telinga manusia yang sehat bisa mendeteksi suara yang bertekanan sebesar
20 Pa. akibat dari besarnya lebar jangkauan nilai tersebut maka dikembangkan skala
yang dapat mewakili kuantitas ini dengan cara yang tidak menyusahkan.
Dalam perkembangannya, ditemukan bahwa respon telinga manusia terhadap suara
lebih bergantung kepada rasio intensitas dua suara yang berbeda dari pada perbedaan
dalam intensitas. Dengan alasan ini, skala logaritma atau bisa disebut skala level
ditetapkan.

61 | P a g e
Level kuantitas ditetapkan sebagai logaritma basis 10 dari rasio kuantitas energi dengan
nilai kuantitas referensi standard. Walaupun level sebenarnya adalah kuantitas yang tak
berdimensi, tetapi diberikan unit bel sebagai penghormatan kepada Alexander Graham
Bell.
Pada umumnya penggunaannya lebih praktik dengan decibel (dB). Dimana 1 desibel
nilainya sama dengan 0,1 bel. Level biasanya disimbolkan dengan huruf L dengan huruf
subscript disebelah kanannya untuk menunjukkan kuantitas level yang disimbolkan
(Tuwaidan,2015:38).

Dalam kehidupan sehari-hari, ada bunyi yang nyaman untuk didengar, ada pula
bunyi yang bersifat mengganggu atau tak diinginkan ( unwanted sound). Jenis bunyi
yang terakhir ini dikenal dengan istilah bising.
“Bising” menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
No.48/MENLH/1996 adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan
kenyamanan lingkungan. Kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk bunyi yang
tidak sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga secara umum, kebisingan dapat
diartikan sebagai bunyi yang merugikan manusia dan lingkungannya. Bahkan, bising
dapat dikategorikan sebagai polutan lingkungan. Suatu buangan yang tak terlihat tapi
berefek cukup besar. Oleh karena bising merupakan bunyi yang termasuk dalam kategori
polutan lingkungan dan dapat mengganggu kesehatan, maka kita perlu mengetahui
tingkat intensitas bunyi yang ada di lingkungan kita dan oleh sebab itu diperlukan alat
untuk mengukur tingkat kuat bunyi kebisingan tersebut. Alat ini dikenal dengan nama
Sound Level Meter (SLM).
SLM merupakan alat ukur dengan basis sistem pengukuran elektronik. Meskipun
pengukuran bisa dibuat secara langsung dengan cara mekanis, sistem pengukuran
elektronik memberikan banyak keuntungan untuk beberapa pengukuran, antara lain
kecepatan sistem dalam mengambil, mengirim, mengolah, dan menyimpan data
(Wildian,2009:31-32).

Nilai ambang batas kebisingan (NAB) adalah intensitas kebisingan tertinggi dan
merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh manusia tanpa mengakibatkan
hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu yang cukup lama atau terus menerus.
Pada lingkungan kerja industri, tingkat kebisingan yang dihasilkan biasanya cukup
tinggi sehingga harus ada batas waktu pajanan kebisingan. Batasan kebisingan yang
62 | P a g e
ditetapkan oleh The Workplace and Safety Noise Compliance Standard, SL NO 381
adalah 8 jam terus menerus pada level tekanan suara 85 dB, dengan referensi 20
micropascal (Bachtiar,2013:87).

IV. Alat dan Bahan


a. Sound Level Meter
b. Stopwatch
c. Sumber Bunyi

V. Prosedur Percobaan
a. Ukurlah intensitas bunyi yang dikeluarkan oleh suatu sumber bunyi dengan jarak 30
cm dari sound level meter.
b. Lakukan langkah a sebanyak 5 kali. Catat hasil pengukuran pada tabel
c. Setelah didapatkan hasil pengukuran hitung rata-rata pengukuran, ketidakpastian
relative serta ketidakpastian mutlak dari perobaan tersebut.
d. Ukurlah Intensitas bunyi yang dikeluarkan oleh suatu sampel kawasan.
e. Lakukan perhitungan tingkat kebisingan oleh kawasan percobaan selama 15 menit
dengan jeda waktu selama 3 menit sesuai tabel yang diberikan.

VI. Analisis Data


a. Rata-rata pengukuran
𝐼1+𝐼2+𝐼3+𝐼4+𝐼5
𝐼= 5

b. Ketidakpastian Pengukuran
∆In = [In – I ]
c. Rata-rata ketidakpastian pengukuran
𝜀∆𝐼
∆𝐼 = 𝑛

d. Hasil pengukuran
H = [𝐼 ± ∆𝐼 ]
e. Ketidakpastian mutlak
∆𝐼
KM= 𝐼

f. Ketidakpastian relatif
∆𝐼
KR = = 𝐼
x 100 %

63 | P a g e
VII. Hasil dan Pembahasan
7.1 Hasil
LAPORAN PERCOBAAN
SOUND LEVEL METER

KELOMPOK : 1

1. Pengukuran Intensitas bunyi pada sebuah sumber bunyi

Hari, tanggal Senin, 06 Maret 2017

Pukul 16:16 WIB

Lokasi FST Laboratorium Fisika

Cuaca Mendung

Sumber Bunyi Bunyi HP


1. Diah Saputri
2. Harya Hidayat
Anggota 3. Dwi Anggraini Harita Putri
Kelompok 4. Nadiatul Jannah
5. Nur Sofiyati
6. Suci Kartika

Data yang diperoleh:


Percobaan Jarak Sumber Bunyi Intensitas Bunyi
1 30 cm 82,4 dB
2 30 cm 81,9 dB
3 30 cm 77,0 dB
4 30 cm 77,8 dB
5 30 cm 80,5 dB

64 | P a g e
2. Pengukuran Intensitas bunyi pada sebuah kawasan

Hari, tanggal Senin, 06 Maret 2017

Pukul 16:42 WIB

Lokasi Lantai Dasar FST

Cuaca Mendung

Sumber Bunyi ……………………………………………………..


1. Diah Saputri
2. Harya Hidayat
Anggota 3. Dwi Anggraini Harita Putri
Kelompok 4. Nadiatul Jannah
5. Nur Sofiyati
6. Suci Kartika
Data yang Diperoleh :

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

65 | P a g e
7.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami menggunakan Sound Level Meter (SLM). Sound
Level Meter (SLM) merupakan alat ukur dengan basis sistem pengukuran elektronik,
yang dapat digunakan untuk mengukur intensitas bunyi.
Bunyi adalah gelombang mekanis elastik longitudinal yang berjalan. Berarti untuk
perambatannya dibutuhkan medium. Sumber bunyi adalah benda bergetar atau medium
yang diberi usikan.
Dalam mengukur intensitas bunyi dapat ditentukan dengan persamaan :

𝐼
𝛽 (dalam dB) =10 log 𝐼0

Dimana I0 adalah intensitas ambang yang bernilai I0 = 1,0 x 10-12 W/m2.


Pada percobaan kali ini kami mengukur tingkat kebisingan dengan dua pengukuran,
dimana pengukuran pertama yaitu pengukuran intensitas bunyi pada sebuah sumber
bunyi. Pertama kami menyiapkan alat yang akan digunakan seperti Sound Level Meter,
mistar dan sumber bunyi. Pengukuran ini dilakukan pada lokasi FST Laboratorium
Fisika dengan cuaca saat itu mendung. Adapun sumber bunyi yang kami gunakan adalah
bunyi handphone (hp). Sound Level Meter diletakkan berjauhan dengan sumber bunyi
yaitu sejauh 30 cm. percobaan ini dilakukan pengulangan sebanyak lima kali dengan
jarak yang sama ( 30 cm). pada percobaan pertama didapatkan 82,4 dB,kedua 81,9 dB,
ketiga 77,0 dB, keempat 77,8 dB, dan kelima 80,5 dB.
Dari data tersebut, didapatkan rata-rata pengukuran sebesar 79,92 dB dengan
ketidakpastian pengukuran yang nilainya berbeda-beda. Rata-rata ketidakpastian
pengukuran didapatkan sebesar nol, dengan ketidakpastian relatif dan mutlak adalah 0%
dan 0. Sehingga bisa dikatakan percobaan pertama ini kami nyatakan berhasil.
Percobaan yang kedua yaitu mengukur intensitas bunyi pada sebuah kawasan.
Pengukuran ini dilakukan di lantai dasar Fakultas Sains dan Teknologi ( FST ), dimana
cuaca saat dilakukan pengukuran yaitu mendung. Pada percobaan ini dilakukan lima
belas kali pengukuran atau pengambilan sampel data,dimana setiap satu menit sekali
kami mencatat data yang diperoleh di kolom data yang sudah tersedia. Hasil intensitas
bunyi yang kami dapatkan tiap pengukuran berbeda-beda. Pada pengukuran yang
pertama kami mendapatkan hasil intensitas bunyi sebesar 75,5 dB, kedua 79,9 dB, ketiga
77,4 dB, kemudian 81,7 dB, 77,5 dB, 79,7 dB, 77,1 dB, 85,6 dB, 80,4 dB, 81,9 dB, 83,8
dB, 77,2 dB, 81,8 dB, 79,4 dB, dan yang terakhir intensitas bunyi yang kami peroleh
yaitu 75,8 dB.

66 | P a g e
Dari data tersebut, didapatkan rata-rata pengukuran sebesar 79,7 dB dengan
ketidakpastian pengukuran yang nilainya berbeda-beda. Rata-rata ketidakpastian
pengukuran didapatkan sebesar -0,05 dB, dengan ketidakpastian relatif dan mutlak
adalah -0,06 % dan -0,0006. Dari hasil yang telah kami dapatkan, dapat dilihat bahwa
dalam pengukuran terdapat kesalahan. Kesalahan ini disebabkan oleh beberapa factor
yaitu kurangnya ketelitian praktikan saat menggunakan stopwatch dan kurangnya
ketelitian saat membaca angka pada display Sound Level Meter.

VIII. Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Bunyi adalah gelombang mekanis jenis longitudinal yang merambat. Gelombang


bunyi merupakan gelombang longitudinal yang dapat menjalar melalui benda
padat,cair, maupun gas.
2. Waktu yang diperlukan gelombang bunyi bergetar satu getaran disebut periode (T).
Sedangkan banyaknya getaran yang terjadi setiap detik disebut frekuensi. Hubungan
antara frekuensi dan periode dituliskan :
1
F=𝑇

67 | P a g e
IX. Daftar Pustaka

Giancoli, Douglas C.2001.Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Sarojo, Ganijanti Aby.2011. Gelombang dan Optika. Jakarta: Salemba Teknika.

Bachtiar,Vera Surtia, dkk. (2013). “ Analisis Tingkat Kebisingan Dan Usaha

Pengendalian Pada Unit Produksi Pada Suatu Industri Di Kota Batam”. Jurnal

Teknik Lingkungan UNAND. 10(2):87.

Tuwaidan, Yongly A,dkk. (2015). “ Rancang Bangun Alat Ukur Desibel(dB) Meter

Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno R3”. E-journal Teknik Elektro dan Komputer.

ISSN:2301-8402:38.

Wildian dan Rahmi Putri Wirman. (2009). “ Rancang Bangun Sound Level Meter

Berbasis Mikrokontroler AT89851”. Jurnal Ilmu Fisika (JIF). ISSN 1979-4657.1(1):

31-32.

68 | P a g e
X. Lampiran Hitung

1. Pengukuran Intensitas Bunyi Pada Sebuah Sumber Bunyi

a. Rata-rata pengukuran

𝐼1+𝐼2+𝐼3+𝐼4+𝐼5
𝐼= 5
(82,4 𝑑𝐵+81,9 𝑑𝐵+77,0 𝑑𝐵+77,8 𝑑𝐵+80,5 𝑑𝐵)
𝐼= 5
399,6 𝑑𝐵
𝐼= 5

𝐼 = 79,92 dB

b. Ketidakpastian Pengukuran
∆In = [In – I ]
∆I1= [I1– I ] = [ 82,4 – 79,92 ]dB = 2,48 dB
∆I2= [I2– I ] = [ 81,9 – 79,92 ]dB = 1,98 dB
∆I3= [I3– I ] = [ 77,0 – 79,92 ]dB = -2,92 dB
∆I4= [I4– I ] = [ 77,8 – 79,92 ]dB = -2,12 dB
∆I5= [I5– I ] = [ 80,5 – 79,92 ]dB = 0,58 dB

c. Rata –Rata Ketidakpastian Pengukuran


𝜀∆𝐼
∆𝐼 = 𝑛
∆𝐼1+ ∆𝐼2 + ∆𝐼3 + ∆𝐼4 + ∆𝐼5
∆𝐼 = 5
2,48 𝑑𝐵+1,98 𝑑𝐵+(−2,92) 𝑑𝐵+(−2,12)𝑑𝐵+0,58 𝑑𝐵
∆𝐼 = 5
0 𝑑𝐵
∆𝐼 = 5

∆𝐼 = 0 dB

d. Hasil Pengukuran
H = [𝐼 ± ∆𝐼 ]
H = [𝐼 + ∆𝐼 ] = [ 79,92 dB + 0 ] = 79,92 dB
H = [𝐼 − ∆𝐼 ] = [ 79,92 dB - 0 ] = 79,92 Db

e. Ketidakpastian Mutlak
∆𝐼
KM= 𝐼
69 | P a g e
0
KM= 79,92 𝑑𝐵

KM = 0

f. Ketidakpastian Relatif
∆𝐼
KR= x 100%
𝐼
0
KR= 79,92 𝑑𝐵 x 100%

KR = 0 %

2. Pengukuran Intensitas Bunyi Pada Sebuah Kawasan


a. Rata-rata pengukuran

𝐼1+𝐼2+𝐼3+𝐼4+𝐼5+𝐼6+𝐼7+𝐼8+𝐼9+𝐼10+𝐼11+𝐼12+𝐼13+𝐼14+𝐼15
𝐼= 15
(75,5 +79,9 +77,4 +81,7 +77,5 +79,7 +77,1 +85,6 +80,4 +81,9 +83,8 +77,2+81,8+79,4+75,8)𝑑𝐵
𝐼= 15
1.194,7 𝑑𝐵
𝐼= 15

𝐼 = 79,6467dB = 79,7 dB

b. Ketidakpastian Pengukuran
∆In = [In – I ]
∆I1= [I1– I ] = [ 75,5 – 79,7 ]dB = -4,2dB
∆I2= [I2– I ] = [ 79,9 – 79,7 ]dB = 0,2 dB
∆I3= [I3– I ] = [ 77,4 – 79,7 ]dB = -2,3dB
∆I4= [I4– I ] = [ 81,7 – 79,7 ]dB = 2dB
∆I5= [I5– I ] = [ 77,5 – 79,7 ]dB = -2,2dB
∆I6= [I6– I ] = [ 79,7 – 79,7 ]dB = 0 dB
∆I7= [I7– I ] = [ 77,1 – 79,7 ]dB = -2,6 dB
∆I8= [I8– I ] = [ 85,6 – 79,7 ]dB =5,9 dB
∆I9= [I9– I ] = [ 80,4 – 79,7 ]dB = 0,7 dB
∆I10= [I10– I ] = [ 81,9 – 79,7 ]dB = 2,2 dB
∆I11= [I11– I ] = [ 83,8 – 79,7 ]dB = 4,1dB
∆I12= [I12– I ] = [ 77,2 – 79,7 ]dB = -2,5 dB
∆I13= [I13– I ] = [ 81,8 – 79,7 ]dB = 2,1dB
∆I14= [I14– I ] = [ 79,4 – 79,7 ]dB = -0,3 dB

70 | P a g e
∆I15= [I15– I ] = [ 75,8 – 79,7 ]dB = -3,9 dB

c. Rata – Rata Ketidakpastian Pengukuran


𝜀∆𝐼
∆𝐼 = 𝑛
∆𝐼1+∆𝐼2+∆𝐼3+∆𝐼4+∆𝐼5+∆𝐼6+∆𝐼7+∆𝐼8+∆𝐼9+∆𝐼10+∆𝐼11+∆𝐼12+∆𝐼13+∆𝐼14+∆𝐼15
∆𝐼 = 15
(−4,2+0,2+(−2,3)+2+(−2,2) 0+(−2,6)+5,9+0,7+2,2+4,1+(−2,5)+2,1+(−0,3)+(−3,9))𝑑𝐵
∆𝐼 = 15
−0,8 𝑑𝐵
∆𝐼 = 15

∆𝐼 = -0,053 dB

d. Hasil Pengukuran
H = [𝐼 ± ∆𝐼 ]
H = [𝐼 + ∆𝐼 ] = [ 79,7 dB + (-0,053) dB ] = 79,64 dB
H = [𝐼 − ∆𝐼 ] = [ 79,7 dB - (-0,053) dB ] = 79,75 dB

e. Ketidakpastian Mutlak

∆𝐼
KM= 𝐼
−0,053 𝑑𝐵
KM= 79,7 𝑑𝐵

KM = -0,0006

f. Ketidakpastian Relatif
∆𝐼
KR= x 100%
𝐼
−0,053 𝑑𝐵
KR= x 100 %
79,7 𝑑𝐵

KR = -0,0006 x 100 %
KR = -0,06 %

71 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai