Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN

UJI KELARUTAN OBAT

Hari/Tanggal : Rabu/ 30 April 2019

Shift/Kelompok : A/1

Waktu praktikum : 07.00-10.00

Asiten : 1.Fikri Dwi Alminda

2. Yolanda Pertiwi

SUNANI
260110180002

LABORATORIUM ANALISIS FARMASI DAN KIMIA MEDISINAL

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2019
I. Tujuan
Memperkenalkan konsep dan proses pendukung system kelarutan obat
dan meenentukan parameter kelarutan obat
II. Prinsip
2.1 Kelarutan
Kelarutan merupakan keadaan sutau senyawa baik padat, cair, ataupun
gas yang terlarut dalam padatan, cairan, atau gas yang akan
memebentuk larutan homogen (Lachman, 1986).
2.2 Like Disolve Like
Like dissolve like merupakan suatu prinsip dimana suatu kondisis
larutan hanya larut dengan sifat sesamanya, seperti senyawa polar
dengan pelarut polar dan senyawa non polar dengan pelarut non polar
(Arsyad, 2001).
2.3 Kosolven
Kosolven adalah pelarut organic yang mampuh menyatu dengan air
yang bertujuan untuk melarutkan sampel air makin meningkat (Martin,
1993).
2.4 Netralisasi
Netralisasi adalah suatu proses pembentukan garam dari asam basa
(Sumardjo, 2009).
III. Reaksi
3.1 Reaksi Pembakuan NaOH
2NaOH + H2C2O4 Na2C2O4 + 2H2O
(Svehla, 1985).
3.2 Reaksi uji kelarutan

+ NaOH → + H2O

(Svehla, 1985).
IV. Teori Dasar

Salah satu sifat fisika yang dapat kita amati setiap saat adalah
suatu peristiwa dimana terdapat larutnya suatu zat padat dalam suatu
pelarut air. Konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada suatu
temperature tertentu dapat disebut juga sebagai kelarutan. Kelarutan
suatu zat dapat diartikan sebagai suatu jumlah zat terlarut yang
dibutuhkan unutk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah
pelarut tertentu. Pada saat temperature tertentu suatu larutan jenuh
yang dapat bercampur dengan zat terlarut yang tidak dapat larut
merupakan suatu contoh lain dari keadaan kesetimbangan dinamik
(Mochtar, 1989).

Larutan adalah suatu campuran yang sama (homogeny) anatra


dua zata atau lebih. Dimana didalam larutan tersebut ada yang
dinamakan zat pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Larutan
sendiri dapat dikatalan sebagai larutan yang sejati ketika suatau larutan
itu tidak dapat dibedakan mana zat terlarutnya dan mana zat
pelarutnya atau tidak bias dikenali lagi komponen penyususn
larutannya. Larutan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu larutan jenuh
adalah larutan dimana zat terlarut berada pada kesentimbangan fase
padat, larutan tidak jenuh adlah larutan dimana zat terlarut dalam
konsentrasi dibawah yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna
pada suhu tertentu , dan larutan lewat jenuh adalah larutan dimana zat
terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya dan
berada pada temperature tertentu (Sumardjo, 2009).

Kelarutan dapat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya


adalah boboy molekul (dimana zat terlarut yang memiliki beart
molekul lebih kecil akan memiliki kelarutan yang lebih besar dari air).
Suhu (jika suhu naik maka kelarutannya akan semakin naik). Susunan
kimia (suatu zat yang mudah terdisosiasi akan mudah larut dalam air
dan kurang larut dalam non polar). Ukuran partikel (semakin kecil
ukurannya maka akan semakin mudah larut). Konsentrasi dan Tekanan
(Sukardjo, 2002).

Zat padat melarut pada pelarut yang tertentu tetapi jumlahnya


sangat terbatas. Batas ini disebut kelarutan. Kelarutan merupakan
sejumlah zat terlarut yang dapat larut dalam jumlah pelarut pada suhu
tertentu yang membentuk suatu larutan jenuh (Siady, 2012).

Obat yang memiliki kelarutan rendah dalam air membutuhkan


suatu dosis yang sangat tinggi untuk mencapai konsentrasi terapeutik
setelah diberikan obat secara pemberian oral. Umumnya obat yang
bersifat buruk (Yoga dan Hendriani).

Like dissolve like dapat dapat dinyatakan sebagai sifat


kelarutan jika suatu larutan akan terlarut hanya pada pelarut yang
sifatnya sama dengannya saja, yaitu senyawa polar akan dapat larut
jika dilarutkan dengan pelarut yang sifatnya polar, sedangkan senyawa
non polar akan dapat larut jika dilarutkan dengan pelarut yang sifatnya
non polar (Arifianti, et al, 2014).

Dibidnag farmasi, kelarutan memiliki peran penting dalam


menentukan bentuk suatu sediaan dan untuk menentukan suatu
konsentrasi yang dapat dicapai pada suatu system sirkulasi sistemik
untuk menghasilkan suatu respon farmakologi (Edward, et al, 2010).

Umumnya obat yang bersifat asam lemah atau bas alemah


memilki kelarutan terhadap air yang buruk.Jumlah obat yang meliki
kelarutannya rendah semakin meningkat. Kelarutan obat ini
berkorelasi dengan bioavaibilitas (Savjani, et al, 2012).

Titrasi asam basa adalah suatu prosedur unutk menntukan


kadar (pH) suatu larutan asam atau basa berdasarkan reaksi asam basa.
Kadar larutan asam dapat ditentukan dengan menggunakan larutan
basa yang sudah diketahui kadarnya atau konsentrasinya, sedangkan
kadar larutan basa dapat ditentukan dengan menggunakan larutan
asam yang sudah diketahui konsentrasi atau kadarnya. TItrasi yang
menyandarkan pada jumlah volume larutan disebut titrasi volumetri.
Pengukuran volume diusahakan setepat mungkin dengan
menggunakan alat-alat, seperti buret dan pipet volumetric (Astuti,
2008).

Asam salisialat, dikenal juga dengan juga dengan 2-hydroxi-


benzoic acid atau ortohydrobenzoic acid. Memiliki struktur kimia
C7H6O3. Asam salisilat memilki pKa 2,97. Asam salisilat dapat
diekstaksi dari pohon willow bark, daun wintergreen, spearmint, dan
sweet birch. Aciudm salicylum atau asam salisilat memilki pemerian,
yaitu hablur putih; biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur
putih; rasa agak manis, tajam, dan stabil diudara. Bentuk sintesis
warna putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami
dapat berwarna kekuningan atau mearh jambu dan berbau lemah mirip
mentol. Kelarutannya sukar larut dalam air dan dalam benzene; mudah
larut dalam etanol dan dalam eter; larut dalam air mendidih; agak
sukar larut dalam kloroform (Depkes RI, 1979).
V. Alat dan Bahan
5.1 Alat
a. Beaker glass
b. Buret
c. Corong kaca
d. Erlenmeyer
e. Gelas ukur
f. Kertas saring
g. Klem
h. Mikropipet
i. Pipet ttes
j. Statif
k. Tabung reaksi
l. Rak tabung reaksi
5.2 Bahan
a. Aquadest
b. Asam salisilatt
c. Etanol 95%
d. Indikator fenolftalein
e. NaOH 0,1N
f. Propilen glikol
VI. Prosedur
-
VII. Data pengamatan

No Prosedur Hasil Literatur Foto


.
1.  Pembuatan NaOH sangat larut
larutan NaOH 0,1 a) Didapat dalam air dan basa
N NaOH 4,2 dilarutkan dengan air
a) Menimba gram yang telah
ng 4,2 b) Didapat dipanaskan
gram larutan (Gandjar dan
NaOH NaOH Rohman, 2007).
b) Melarutka yang
n NaOH bebas dari
dalam 1L CO2
aquadest
yang telah
dipanaska
n
2.  Pembuatan Asam oksalat adalah
Larutan Asam baku primer dan
Oksalat 0,1N a) Didapat larut dalam air
a) Menimba asam (Gandjar dan
ng 0,63 oksalat Rohman, 2007).
gram 0,63 gram
Asam b) Didapat
oksalat larutan
b) Melarutka asam
n dalam oksalat
50 ml
aquadest
3.  Standarisasi NaOH adalah larutan
larutan NaOH a) Didapat baku sekunder
a) Menamba perubahan sehingga menjadi
hkan warna dari standarisasi dahulu
indikator bening (Gandjar dan
fenolftalei menjadi Rohman, 2007).
n merah
sebanyak mudah
3 tetes b) Didapat
b) Menitrasi volume
dengan titrasi 1
larutan (9,3 m)l,
asam titrasi 2
oksalat (10,2 ml),
secara titrasi 3
perlahan (10 ml)
dan
didapat
normalitas
NaOH
sebesar
0,098N
4. Menimbang 1 gram asam Didapat asam Kelarutan asam
salisilat sebanyak 7 kali salisilat 1 gram salisilat sukar larut
dan memasukkan 1 gram pada masing- dalam air, mudah
asam salisilat pada masing 7 tabung larut dalam etanol
masing-masing tabung reaksi dan eter , dan larut
reaksi dalam air mendidih,
agak sukar larut
dalam kloroform
(Kemenkes RI,
2014).
5. Menambahkan etanol ke Didapat etanol Etanol memiliki
tabung reaksi dengan pada masing- kelarutan sangat
ketentuan tabung 1 masing tabung mudah larut dalam
(0ml), tabung 2 (0,5 ml), reaksi air, dalam kloroform
tabung 3 (1 ml), tabung 4 dan dalam eter
(2ml), tabung 5 (3ml), (Depkes RI, 1979)
tabung 6 (3,5 ml), tabung
7 (4 ml)
6. Menambahkan propilen Didapat propilen Propilen glikol
glikol ke dalam tabung glikol pada memiliki kelarutan
reaksi dengan ketentuan masing-masing dapat larut dalam air,
tabung 1 (4ml), tabung 2 tabung reaksi etanol (95%),
(3,5 ml), tabung 3 (3 ml), dengan kloroform
tabung 4 (2ml), tabung 5 tidak dapat campur,
(1 ml), tabung 6 (0,5 ml), dengan eter, minyak
tabung 7 (0 ml) tanah dan dengan
minyak lemak
(Depkes RI,1979)
7. Mengocok masing – I = berwarna
masing tabung reaksi putih, agak larut
secara bersamaan selama II = berwarna
30 menit putih, agak larut
III = bening, larut
IV = bening, larut
V = bening , larut
VI = bening, larut
VII = bening,
larut
8. Menyaring larutan asam Didapat hasil
salisilat dengan kertas saringan larutan
saring untuk menyaring asam salisilat
larutan asam salisilat
yang terlarut
9. Memipet hasil saringan Didapat 0,5 ml
sebanyak 0,5 ml larutan asam
menggunakan salisilat yang
mikropipet telah dipipet
10. Memasukkan larutan Didapat larutan
asam salisilat 0,5 ml ke asam salisilat
dalam erlenmeyer, lalu dengan volume
menambahkan aquadest berlebih
sebanyak 80 ml
11. Menambahkan Didapat larutan Penambahan
fenolftalein sebanyak 2-3 awal berwarna indikator fenolftalein
tetes, lalu menitrasi bening dan dalam larutan
dengan NaOH 0,1N berubah menjadi membentuk warna
pink saat dititrasi dari bening menjadi
merah mudah
12. Menghitung kadar asam Didapat kadar Konsentrasi asam
salisilat dari tabung 1 salisilat dihitung
(93,84%), tabung dengan rumus N
2 (66,24%) NaOH X V NaOH X
tabung 3 BM X FP X 100% /
(33,12%), tabung 1000 X mg sampel
4 (58,512%),
tabung 5
(77,28%), tabung
6 (154,4%),
tabung 7
(102,12%)

VIII. Perhitungan
 Pembakuan NaOH
No. Volume NaOH Volume Asam oksalat
1. 9,3 ml 10 ml
2. 10,2 ml 10 ml
3. 10 ml 10 ml
Rata- 9,8 ml 10 ml
rata

N1.V1 = N2.V2
0,1.10 = N2.9,8
N2 = 0,1N
No. Tabung Reaksi Volume NaOH
1. Etanol = 0 ml 8,5 ml
Propilenglikol = 4 ml
2. Etanol = 0,5 ml 6 ml
Propilenglikol = 3,5 ml
3. Etanol = 1 ml 5 ml
Propilenglikol = 3 ml
4. Etanol = 2 ml 5,3 ml
Propilenglikol = 2 ml
5. Etanol = 3 ml 7 ml
Propilenglikol = 1 ml
6. Etanol = 3,5 ml 14 ml
Propilenglikol = 0,5 ml
7. Etanol = 4 ml 10 ml
Propilenglikol = 0 ml

 Persen kadar Asam salisilat


𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻×𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻×𝐵𝑀×𝐹𝑃
%= × 100%
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 ×1000

1. Tabung I
8,5×0,1×138×8
%= × 100%
1 ×1000

= 93,84%
2. Tabung II
6×0,1×138×8
%= × 100%
1×1000

= 66,24%
3. Tabung 3
3×0,1×138×8
%= × 100%
1 ×1000

= 33,12%
4. Tabung 4
5,3×0,1×138×8
%= × 100%
1×1000

= 58,512%
5. Tabung 5
7×0,1×138×8
%= × 100%
1 ×1000

= 77,28%
6. Tabung 6
14×0,1×138×8
%= × 100%
1×1000

= 154,4%
7. Tabung 7
10×0,1×138×8
%= × 100%
1×1000

= 110,4%

IX. Pembahasan
Kelarutan didefinisikan sebagai jumlah solute yang dibutuhkan
untuk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah solven.
Kelarutan merupakan salah satu factor penentu keberhasilan proses
formulasi sediaan obat. Obat dalam tubuh harus mengalami proses
pelarutan terlebih dahulu kemudian di absorpsi sehingga pada
akhirnya memberikan efek farmakologi yang diinginkan.
Dalam proses pelarutan dibutuhkan suatu zat pelarut. Zat
pelarut yang digunakan dipilih berdasrkan zat terlarut yang digunakan.
Jika zat terlarut yang digunakan adalah zat terlarut yang bersifat polar
maka pelarut yang digunakan juga harus polar, sedangkan jika zat
terlarut yang digunakan bersifat non polar maka pelarut yang
digunakan juga bersifat non polar. Hal ini karena pelarut non polar
tidak bias mengurangi gaya tarik menarik anatara ion-ion elektrolit
lemah dan kuat, karena tetepan dielektrik yang rendah. Selain itu
adanya juga sifat lik disolve pada zat terlarut dimana zat terlarut akan
dapat melarut sempurna pada suatu pelarut yang mempunyai sifat
yang sama.
Pada praktikum uji kelarutan obat kali ini zat terlarut yang
digunkan adalah asam salisilat, sedangkan pelarut yang digunakan
adalah etanol, propilen glikol, dan campuran dari etanol dan propilen
glikol dengan suatu perbandingan tertentu.
Asam salisilat merupakan kelompok senyawa obat yang telah
dipergunakan secara luas, karena memiliki efek sebagai zat anal getik
atau pereda rasa sakit dan nyeri, antipiretik atau penurun demam, dan
antiinflamasi, Asam salisilat (asamortohidroksibenzoat) merupakan
asam yang bersifat iritan local yang dapat digunakan secara topical.
Terdapat berbagai turunan yang digunakan sebagai obat luar, yang
terbagi atas 2 kelas, yaitu ester dari asam salisilat dan ester asam
salisilat dari asam organic. Di samping itu digunakan pula garam asam
salisilat turunanya yang paling dikenal adalah asam asetilsalisilat.
Salisilat umumnya bekerja melalui kandungan asamnya. Hal tersebut
dikembangkan secara menetap ke dalam salisilat baru. Selain sebagi
obat, asam salisilat juga merupakan hormone yang terdpat pada
tumbuhan.

Etanol, disebut juga etil alcohol, alcohol murni, alcohol absolut,


atau alcohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, muadh
terbakar, tak berwarna, dan merupakan alcohol yang paling sering
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat
psikoaktif (dan dapat ditentukan pada minuman berakohol dan
thermometer modern. Etanol adalah slah satu obat rekreasi yang paling
tua. Etanol banyak digunakan sebagi pelarut berbagai bahan-bahan
kimia yang ditunjukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia.
Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-
obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus
sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam
sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar. Etanol
adalah pelarut yang serbaguna, larut dalam air dan pelarut organik
lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena , karbon tetraklorida,
kloroform, dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan
toluena. Ia juga larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti
pentana dan heksana, dan juga larut dalam senyawa klorida alifatik
seperti trikloroetana dan tetrakloroetilena.

Pada praktikum ini jenis pelarut dibagi menjadi 7 bagian


dengan perbandingan antara etanol dan prilen glikol yang berbeda-
beda. Namun sebelumnya pada masing—masing tabung ditambahkan
asam salisilat terlebih dahulu sebanyak 1 gram. Pada tabung 1
dimasukkan propilen glikol sebanyak 4 ml tanpa ditambah dengan
etanol. Pada tabung kedua dimasukkan 0,5 ml etanol dan 3,5 ml
propilen glikol. Pada tabung ketiga dimasukkan 1 ml etanol dan 3 ml
propilen glikol. Pada tabung keempat dimasukkan 2 ml etanol dan 2
ml propilen glikol. Pada tabung kelima dimasukkan 3 ml etanol dan 1
ml propilen glikol. Pada tabung keenam dimasukkan 3,5 ml etanol dan
0,5 ml propilen glikol. Sedangkan pada tabung ketujuh dimasukkan
etanol 4 ml tanpa campuran propilen glikol.

Dari hasil yang didapat, terlihat bahwa asam salisilat lebih


mudah larut pada etanol dibandingkan didalam propilen glikol. Hal itu
dapat dilihat dari warna larutannya. Pada pelarut etanol warna larutan
tetap bening. Pada campuran etanol dan propilen glikol dengan
perbandingan etanol lebih tinggi, warna larutan cendrung ke bening.
Sedangkan pada propilen glikol warna larutan menjadi keruh atau
berwarna putih. Gugus polar dari asam salisilat adalah gugus -OH dan
gugus nonpolar pada asam salisilat adalah gugus cincin benzen.
Struktur tersebut menyebabkan asam salisilat dapat larut pada sebagian
pelarut polar dan sebagian pada pelarut non polar. Namun karena
memiliki gugus polar dan non polar sekaligus dalam satu gugus, asam
salisilat sukar larut dengan sempurna pada pelarut polar saja atau
pelarut non polar saja. Asam salisilat sukar larut dalam air yang
merupakan pelarut polar mudah larut dalam etanol yang merupakan
pelarut semi polar.

Setelah asam salisilat dilarutkan di dalam pelarut campur, larutan


disaring sehinggha sisa asam salisilat tidak tersisa. Larutan yang telah
disaring, lalu dititrasi menggunakan NaOH yang telah dibakukan
sebelumnya. Pembakuan NaOH dilakukan karena NaOH merupakan
larutan baku sekunder, sehingga harus dibakukan dengan larutan baku,
larutan baku yang digunakan adalah asam oksalat. Pentitrasian
dilakukan dengnan menggunakan NaOH yang telah dibakukan dengan
asam salisilat. NaOH ditimbang menggunakan kaca arloji karena NaOH
merupakan zat higroskopis atau mudah menguap jika terkena udara.
Karena Naoh merupakan zat higroskopis setelah selesai penimbangan
asam salisilat harus segera ditutup dengan alumunium foil atau yang
lainnya.

Pembuatan NaOH dilakukan dengan melarutkan NaOH dengan


air panas. Tujuan penggunaan air panas ialah agar aquades yang
digunakan bebas dari CO2. Aquades yang mengandung co2 dapat
menyebabkan pengendapan pada saat pembuatan NaOH. Jika
pembuatan NaOH tergangu dengan terbentuknya endapan maka proses
titrasi akan terjadi masalah pada proses titrasi.

Tujuan dilakukakannya titrasi dalam praktikum uji kelarutan ini


adalah untuk menentukan konsentrasi yang ada pada masing-masing
larutan. Ketika sedang melakukan titrasi, larutan akan berubah menjadi
warna merah mudah. Larutan dapat berubah menjadi warna merah
mudah karena sebelum dititrasi ditambahkan indikator fenolftalein.
Larutan akan berubah menjadi merah mudah bening saat telah
mencapai titik ekuivalen. Ketika larutan berubah menjadi warna mearh
muda bening dan tidak berubah–berubah maka pada saat itulah titik
ekuivalen telah terjadi dan proses titrasi harus dihentikan. Jika asam
salisilat banyak terlarut dalam pelarut maka konsentrasinya akan tinggi.
Jika dilihat dari data pengamatan hasil praktikum, konsentrasi yang
dihasilkan banyak yang tidak sesuai. Hal ini dikarenakan ada kesalahan
pada saat titrasi.

Diketahuinya konsentrasi asam salisilat juga dapat digunaka


untuk mengetahui konstanta dielektrik, dimana konstanta dielektrik
dapat digunakan sebagi acuan untuk menentukan kelarutan suatu obat.
Konstanta dielektrik berkebalikan dengan konsetrasi asam salisilat.
Semakin besar konstanta dielektrik maka, semakin kecil
konsentrasinya. Sebaliknya, semakin kecil konstanta dielektrik semakin
besar konsentrasinya.

Setelah dilakukan titrasi pada masing masing tabung


didapatkan konsentrasi asam salisilat yang terdapat pada tiap tabung.
Tabung pertama konsentrasi asam salisilit sebesar 93,84 %, tabung
kedua sebesar 66,24 %, tabung ketiga sebesar 33,12 % tabung
keempat sebesar 58,512 % , tabung kelima sebesar 77,28 %, tabung
keenam sebesar 154,4 %, tabung ketujuh sebesar 110,4 %.

Dilihat dari hasil konsentrasi atau kadar yang telah di hitung dari
hasil titrasi, konsentrasi tiap tabung naik turun, tidak stabil menurun
maupun stabil naik. Ada juga konsentrasi yang melebihi 100% seperti
pada tabung keenam dan ketujuh. Sebenarnya sudah dilakukan
perbaikan titrasi namun untuk tabung keenam dan ketujuh hasilnya tetap
masih diatas 100%. Tidak sesuainya data konsentrasi pada praktikkum
ini bisa disebabkan karena pada saat proses titrasi mengalami beberapa
kesalahan. Seperti pada saat sudah mencapai titik ekuivalen tapi masih
dilakukan titrsai sehingga konsentrasi menjadi lewat

Setelah dititrasi didapatkan kadar asam salisilat. Semakin besar


kadar NaOH yang digunakan maka menandakan semakin larutnya
asam salisilat pada pelarut sehingga partikel asam salisilat larut
sempurna dalam pelarut. Asam salisilat yang dengan etanol memiliki
kelarutan yang tinggi, karena asam salisilat memang larut dalam etanol.
Hal tersebut mengakibatkan ikatan antara etanol dengan NaOH
semakin kuat dan zat terlarut yang dapat berikatan dengan pelarutnya
itu pun semakin banyak. Sehingga pada saat titrasi dibutuhkan volume
NaOH yang lebih banyak untuk melepaskan ikatan yang kuat yang
terjadi pada Asam Salisilat dan etanol. Sedangkan jika kandungan
propilen glikol lebih banyak maka asam salisilat yang berikatan dengan
kosolven yang digunakan akan semakin sedikit, hal tersebut
mengakibatkan volume NaOH yang dibutuhkan pada saat titrasi
akansemakinsedikit.
X. Kesimpulan
Dari hasil parktikum didapat bahwa konsep dan parameter dari
kelarutan obat berdasrkan jenis pelarut dan konsterasi yang digunakan.
Larutan yang mudah larut adalah adalah asam salisilat pada tabung no.
3 sampai 7 diman pada tabung 3 sampai 6 merupakan pelarut campur
anatara etanol dan propilen glikol. Sedangkan pada tabung ketujuh
mengandung etanol 4 ml tanpa propilen glikol, dan pada tabung 1 dan
2 menghasilkan larutan yang sukar larut, pada tabung 1 mengandung
propilen glikol tanpa etanol.
DAFTAR PUSTAKA

Arifianti, L.,Rice,O.,dan Idha,K.2014.Pengaruh Jenis Pelarut Pengeksitasi Terhadap


Kadar Terhadap Kadar Sinensetin Dalam Ekstrak Daun Orthasipan
Stamineus Benth.E-Jurnal Planta Husada.Vol.2(1): Hal.1.

Arsyad,N.2001.Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta:Gramedia.

Depkes RI.1979.Farmakope Indonesia Edisi III.Jakarta:Depkes RI.

Edward,K.H., dan D.Li.2010.”Solubility” In Drug Like Properties:Concept,structure,


Design, and Methods, From ADME to Roxicity
Optimization.Elsivier.Vol.14(2).

Gandjar, I.G., dan Rohman, A.2007.Kimia Farmasai Analisis. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Kemenkes.2014.Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Kemenkes.

Lachman,L., dan J.N.Kanig.1986.The Theory and Practice Of Industrial Pharmacy


Edisi Ketiga.Amerika Serikat: Lea dan Febiger.

Martin, 1993.Farmasi Fisik Dasr-Dasar Dalam Ilmu Farmasetik.Jakarta:UI Press.

Savjani,K.T., Anuradha,K.Gajjar., dan Jignas,K.S.2012.”Drug Solubility”:Importance


and Enhancement Techniques”.ISRN Pharmaceutics.Vol.14(2).

Siady.2012.Ekstrak Bungkil Bii Jarak Pagar Sebagai Biorestika Ynag Efektif dengan
Penambahan Larutan NaCL.Jurnal MIPA.Vol.35(1).

Sulardjo.2002.Kimia Fisik.Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sumardjo,D.2009.Pengantar Kimia. Jakarta:EGC.


Svehla, G.1985.Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
Jakarta: PT Kalman Media Pustaka.

Yoga dan Hendriani.2013.Teknik Peningkatan Kelarutan Obat.Jurnal


Farmaka.Vol.14(2).

Anda mungkin juga menyukai