Pembimbing :
dr. Kote Noordhianta, Sp. THT-KL, M.Kes
Penyusun :
Tom Lieven S. 2014-061-175
Nadia Citradibyaguna 2014-061-176
Kelvin Ade Chendra 2014-061-178
Felicia Nike 2014-061-180
Evan Matthew Putra 2015-061-109
Dominika Bernadian Uge Rinu 2015-061-117
Microtia
Merupakan perkembangan abnormal telinga yang menyebabkan deformitas pada
aurikula. Berkisar antara deformitas ringan hingga agenesis sempurna dari telinga. Terjadi
di 1:10.000-20.000 kelahiran dan kebanyakan unilateral.
Penyebab:
- Substansia teratogenik : vitamin A dan thalidomide
- Infeksi intrauterine : Rubella. CMV, dll
- Gangguan vascular pada fetus
- Anomali genetik
Klasifikasi:
- Tipe I : deformitas ringan, struktur utama ada, tidak memerlukan jaringan
- Tipe II : struktur utama ada, namun diperlukan beberapa jaringan tambahan
- Tipe III : terdapat beberapa bagian yang dikenali, lobules ada sedikit
- Tipe IV : anotia (tidak ada telinga)
Tipe I
Tipe II
Tipe III
Tipe IV
Prominent Ear (Bat’s Ear)
Merupakan varian normal kongenital tanpa gangguan fungsi. Normalnya sudut aurikula
adalah 200-300. Disebabkan karena konka yang dalam atau kurangnya perkembangan
antihelix. Terapi dengan bedah.
Lobus tripel
2. Gambar – Gambar Granulasi
3. Staging Otitis Media Akut
OMA OMSK
Mastoiditis merupakan semua proses inflamasi yang terjadi di mastoid air cell pada tulang
temporal. Mastoid sendiri menyambung lipatan telinga tengah, oleh karena itu dewasa
dengan OMA atau OMSK dapat mengalami mastoiditis.
Etiologi
Sebagai salah satu proses infeksi, faktor pejamu dan mikroba selalu harus
dipertimbangkan dalam mastoiditis.
Faktor pejamu
- Anak yang berusia <2 tahun yang memiliki riwayat otitis media
- Gangguan anatomi
- Anak dengan gangguan spectrum autistic
Faktor mikroba
- Streptococcus pneumoniae
- Streptococcus beta-hemolitikus grup A
- Staphylococcus aureus
- Streptococcus pyogenes
- Moraxella catarrhalis
- Haemophilus influenza
- Pseudomonas aeruginosa
- Mycobacterium
- Aspergillus fumigatus
- Nocardia asteroides
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Kehancuran tulang luas pada regio pneumatisasi mastoid, lateral dari sinus sigmoid. Lesi
litik iregular pada tulang temporal lateral dari sinus sigmoid yang dikelilingi oleh area
hiperostotik.
Jenis – jenis foto Rontgen untuk evaluasi mastoiditis:
Law
- Proyeksi lateral pada mastoid dengan bidang sagital tengkorak sejajar dengan
film; arah sinar X angulasi sefalokaudal 15o.
- Digunakan untuk melihat patokan utama, seperti tegmen mastoid dan sinus
sigmoideus, serta untuk melihat ukuran mastoid secara keseluruan. Selain itu,
dapat memperlihatkan sendi TMJ dan penumatisasi pada bagian anterior
tulang temporal.
- Terdapat tumpang – tindih kanalis auditori interna dan eksterna. Tidak
menunjukkan attic, aditus dan antrum.
Schüller
- Proyeksi lateral pada mastoid dengan bidang sagital tengkorak sejajar dengan
film; arah sinar X angulasi sefalokaudal 30o.
- Dapat melihat struktur seperti pada foto Law serta memungkinkan visualisasi
attic atau epitimpanum serta antrum.
Chausse III
- Didapatkan dengan memposisikan oksiput pada film, dengan rotasi 10 – 15o
ke arah berlawanan dengan sisi yang diperiksa, dan dagu difleksikan sampai
ke dada. Tidak ada angulasi sinar x.
- Dapat divisualisasi attic, aditus, antrum mastoid, dan khususnya 2/3 anterior
dinding lateral attic.
Mayer
- Didapatkan dengan kepala membentuk sudut 45o ke arah sisi yang akan
diperiksa dan sinar x diarahkan tepat pada meatus auditori eksterna dengan
sudut 45o kea rah bawah.
- Memperlihatkan sisi aksial dari os. petrosus dan sel mastoid. Dapat terlihat
antrum mastoid, meatus auditori eksterna, dan bagian atas kavitas timpani.
- Karena posisi oblik ini dapat menimbulkan distorsi yang membingungkan
Owens
- Serupa dengan modifikasi posisi Mayer, namun distorsi lebih minimal karena
angulasi berkasi sinar yang lebih terbatas memberikan visualisasi lebih baik
dari osikula dan resesus epitimpanikus.
- Kepala pasien pertama – tama diposisikan seperi posisi Schuller, kemudian
dirotasikan dengan wajah menjauh dari film dengan sudut 300. Sinar x
diberikan secara sefalokaudal dengan sudut 35o.
- Film ini memberikan gambaran kunci “surgeon’s eye” pada attic (terutama
bagian posterior), aditus, dan antrum. Selain itu juga memperlihatkan malleus
dan inkus.
Towne
- Proyeksi anteroposterior dengan elevasi kepala 30o.
- Memperlihatkan kedua pyramid petrosus melalui orbta, sehingga
memungkinkan perbandingan kedua pyramid petrosus dan kanalis akustikus
internus pada film yang sama.
- Dapat tervisualisasi dengan jelas: apeks petrosus, kanalis auditori interna,
antrum mastoid, dan prosesus mastoid.
- Berguna untuk evaluasi pertositis apical, neuroma akustik, dan tumor
cerebellopontine.
Stenvers
- Didapatkan dengan wajah pasien menghadap film dengan kepala difleksikan
dan dirotasikan sebesar 45o ke arah berlawanan dari sisi yang diperiksa. Sinar
x diberikan secara kaudal sebesar 14o.
- Dapat memvisualisasi dengan jelas keseluruhan pyramid, eminens arkuata,
kanalis auditori interna, porus akustikus, kanalis semisirkularis vestibulat,
vestibular, koklea, antrum mastoid, dan ujung mastoid.
Tatalaksana
Medikamentosa dan bedah mastoidektomi total dengan pemasangan tuba ventilasi +
terapi antibiotik yang sesuai merupakan pilihan yang paling tepat.
Miringotomi untuk pengambilan kultur, CT pada tulang temporal, antibiotik yang sesuai
untuk 2 – 3 minggu, pemeriksaan periodik (setiap minggu) sampai hasil pencitraan x-ray
menunjukkan mastoid yang normal. Jika terdapat gejala nyeri yang tumpul dan terus
menerus, mastoidectomi dapat dipikirkan. MRI dengan gadolinium berguna untuk
mendeteksi pembentukan abses extradural dan tromboflebitis sinus sigmoid.
Complete mastoidectomy
Complete mastoidectomy atau canal wall up mastoidectomy
melibatkan pengangkatan air cell system yang lebih banyak dibandingkan
simple mastoidectomy. Karena prosedur ini dan simple mastoidectomy
mempertahankan dinding kanalis superior dan posterior tetap intak,
bagaimanapun tetap ada kemungkinan potensi tumpang tindih. Biasanya,
canal wall up mastoidectomy melibatkan pendekatan resesus fasialis dan
tambahan ini secara unik merupakan syarat untuk prosedur ini. Kebanyakan
variasi terbaru dari canal wall up mastoidectomy adalah mengangkat sebagian
dinding kanalis kemudian merekonstruksi kerusakan dengan tulang, kartilago,
atau dengan material alloplastik, untuk mempertahankan barrier anatomis
normal antara kanalis akustikus eksternus dengan kavitas/ruang mastoid.
b) Canal-wall down
Canal wall down mastoidectomy melibatkan pengangkatan sepenuhnya dari sel udara
mastoid, pengerokan jaringan tepi kortikal mastoid secara agresif, pengangkatan
lengkap dari dinding kanalis superior dan posterior dan meatoplasti.
Radical Mastoidectomy
Radical mastoidectomy merupakan prosedur canal wall down dengan peng-
expose-an telinga tengah. tidak ada usaha yang dilakukan untuk mempertahankan atau
mengembalikan fungsi telinga tengah. Tuba eustachius teroklusi dan maleus serta
incus (dan kemungkinan superstruktur stapes) terangkat. Sisa membran timpani
dieksisi dan tidak ada graft yang diletakkan disana, sehingga menyebabkan telinga
tengah terbuka. Epitel gepeng diharapkan untuk tumbuh di sekitar telinga tengah dan
kavitas mastoid. Prosedur ini sudah jarang dilakukan namun mungkin bisa
diindikasikan pada situasi dimana kolesteatoma tidak bisa diangkat secara sempurna
(misal fistula koklear).
8. Kelainan Retroaurikular
a. Congenital : Fistula pada regio retroaurikular, misalnya pada otitis media kronik
b. Infeksi: selulitis (hiperemis, edem, KGB membesar), mastoiditis. Dapat terbentuk
abses, ditandai dengan pecahnya abses dan keluarnya pus melalui fistula.
c. Neoplasma:
● Schwannoma (tumor jinak selubung saraf yang terdiri dari sel Schwann, biasanya
menghasilkan selubung mielin yang menutupi saraf perifer),
● Melanoma (tumor malignan yang berasal dari melanosit. Melanosit menghasilkan
pigmen warna kulit, melanin, yang berperan memberikan warna pada kulit).
d. Another: kelainan kulit, contohnya :
● Dermatitis (inflamasi pada kulit yang umumnya disebabkan reaksi alergi
terhadap alergen spesifik)
● Congenital ichtyosis (kelainan yaitu kulit terlihat kering, menebal, dan
mengelupas. Pada beberapa pasien kulit terlihat berkerak seperti sisik ikan)
9. Drainase Sinus
a. Meatus inferior : terletak di bawah concha inferior dan merupakan meatus
terbesar. Meatus inferior merupakan muara dari duktus nasolakrimal ipsilateral.
b. Meatus media : terletak di antara concha inferior dan media. Meatus media menerima
drainase cairan dari sinus frontalis, sinus maksilaris dan sinus ethmoid anterior.
c. Meatus superior : terletak di antara concha superior dan media. Meatus superior
menerima drainase cairan dari sinus ethmoid posterior.
Patofisiologi :
Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang terdiri atas cairan interseluler dan
kemudian terdorong ke dalam rongga hidung dan gaya berat. Polip dapat timbul dari
bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral. Polip hidung paling
sering berasal dari sinus maksila dapat keluar melalui ostium sinus maksila dan masuk ke
rongga hidung dan membesar di koana dan nasofaring. Polip ini disebut polip koana.
Secara makroskopik polip terlihat sebagai massa lunak yang berwarna putih keabu-abuan.
Pembuluh darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit di dalam polip dan dilapisi oleh epitel
torak berlapis semu.
Pathogenesis:
- Proses inflamasi yang multifaktorial termasuk familial dan faktor herediter
Peradangan/ gangguan turbulensi aliran udara perubahan mukosa hidung
prolaps submukosa reepitelialisasi dan pembentukan kelenjar baru
penyerapan natrium pada permukaan sel meningkat retensi air polip.
- Aktivasi respon imun lokal
- Hiperaktivitas dari persarafan parasimpatis
Ketidakseimbangan saraf vasomotor permeabilitas kapiler meningkat dan gangguan
regulasi vaskuler kebocoran sel-sel inflamasi pelepasan sitokinoleh sel mast
edema polip.
Manifestasi klinis
- Gejala utama yang ditimbulkan polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung.
Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada
sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila
polip ini menyumbat sinus paranasal, maka komplikasinya akan terjadi sinusitis
dengan keluhan nyeri kepala dan rinore.
- Bila penyebabnya adalah alergi maka gejala utama adalah bersin dan iritasi di
hidung.
- Pada rinoskopi anterior polip hidung seringkali harus dibedakan dari konka
hidung yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaan antara polip dan
konka polipoid adalah polip merupakan massa bertangkai seperti buah anggur
tanpa kulit, mudah digerakkan (mobile), konsistensi lunak, tidak nyeri bila
ditekan, tidak mudah berdarah, pada pemakaian vasokonstriktor tidak mengecil.
Sedangkan, konka hipertrofi yang polipoid umumnya tidak begitu mobile dan
dengan pemberian dekongestan konka hipertrofi akan menciut.
Score 0 : Tidak terdapat polip nasal
Score 1 :Terdapat polip yang terletak dibalik meatus media
Score 2 :Terdapat polip yang telah mengokupasi meatus media
Score 3 :Polip melebihi meatus media
Score 4 :Polip mengobstruksi cavum nasal
CONCHA HIPERTROFI
- Tidak bertangkai
- Sukar digerakkan
- Nyeri bila ditekan dengan pinset
- Mudah berdarah
- Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan polip dan konka
hipertrofi, terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang juga harus hati – hati
pemberiannya pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena bisa menyebabkan
vasokonstriksi sistemik, maningkatkan tekanan darah yang berbahaya pada pasien dengan
hipertensi dan dengan penyakit jantung lainnya.
Alat
1. Reflektor atau post-nasal
mirror ukuran 0/1
2. Head lamp
3. Spatel lidah
4. Api bunsen
5. Anestesi topikal (lidokain spray, Post Nasal Mirror
tetrakain spray, dll)
Persiapan pasien
Menjelaskan prosedur dan meminta informed consent
Mengajarkan pasien agar bernapas dengan nyaman melalui hidung dengan mulut
terbuka secara releks
Pada penderita yang sangat sensitif, diberikan anestesi topikal ke daerah faring untuk
menekan refleks muntah
Waldeyer Ring adalah suatu istilah anatomi yang mendeskripsikan kumpulan jaringan limfoid yang
membentuk gugusan cincin di daerah faring (nasofaring dan orofaring).
Waldeyer Ring ini terdiri dari (dari superior ke inferior):
Table 1: American academy of otolaryngology, head and neck surgery guidelines 2011
20. Kelainan Palatum
Kongenital : Cleft Palate
Cleft palate atau palatoschizis adalah kondisi dimana kedua tulang dari tengkorak
yang membentuk palatum durum tidak saling menutup. Palatum molle dalam kasus
seperti ini juga tidak menutup. Palatoschizis bisa terjadi secara komplit (palatum durum
dan molle, mungkin juga melibatkan celah pada rahang) maupun tidak komplit (terlihat
sebagai lubang pada atap rongga mulut, biasanya sebagai celah pada palatum molle). Jika
terjadi palatoschizis, uvula biasanya terpisah. Palatoschizis terjadi karena gagalnya fusi
dari prosesus palatine lateral, nasal septum, dan/atau prosesus palatine medianus
(pembentukan palatum sekunder).
Tatalaksananya adalah insisi dan drainase pus sehingg melegakan rasa nyeri oleh jaringan
tertekan.Antibiotic diberikan untuk infeksinya.Secara international, infeksinya biasanya
resisten terhadap penisilin, sehingga saat ini biasanya PTA diobati dengan clindamycin.
b. Laringoskop rigid
Penggunaan laringoskopi rigid lebih bersifat terapeutik, misalnya untuk
pengambilan jaringan (biopsi), pengambilan benda asing atau mukus yang tebal,
atau dapat juga dikombinasikan dengan operating microscope atau laser untuk
membuang polip atau kista pada pita suara.
c. Mikrolaringskopi
Mikrolaringoskopi adalah laringoskopi yang dikombinasikan dengan mikroskop.
Alat ini biasa digunakan untuk pemeriksaan dini adanya keganasan pada pita
suara. Karena alat ini dilengkapi dengan mikroskop, maka massa sekecil apapun
dapat terdeteksi dengan baik. Alat ini juga dapat digunakan untuk mengambil
sampel jaringan (biopsi) pada pita suara dengan akurat sehingga mengurangi
cedera. Alat ini dapat digunakan juga untuk menilai daerah subglotik walau
pemeriksaan ini paling baik jika menggunakan laringoskopi rigid 0 derajat ke
antara plika vokalis. Pemeriksaan ini dapat dibantu dengan spatula dan retraktor
plika vokalis.
3. Pemeriksaan Radiologi
a. Fraktur os nasal: dapat dilihat dengan radiogram lateral
b. Fraktur sepertiga tengah wajah dan sinus paranasal: dilihat dengan foto Waters
c. Fraktur basis orbita dan fossa kranii anterior: dilihat dengan laminagrafik
d. Fraktur os mandibula: dilihat dengan foto oblik atau panoramik
Adanya luka pada jaringan lunak harus ditutup pada 4-5 jam pertama. Sementara reduksi
dapat dilakukan sampai hari ke 4-5 dengan maksimal 2 minggu pertama. Hal ini dilakukan
dengan pertimbangan untuk menghindari malunion (karena penyembuhan yang cepat) dan
non union (karena keterlambatan reduksi dan fiksasi).
1. Fraktur os nasal
a. Merupakan cedera tulang tersering pada trauma wajah
b. Jenis tersering dari fraktur os nasal: depresi salah satu hidung dengan pergeseran
piramid
c. Tanda-tanda fraktur os nasal:
o Depresi atau pergeseran tulang hidung
o Edema hidung
o Epistaxis
o Fraktur kartilago septum disertai pergeseran atau dapat digerakkan
2. Fraktur os mandibula
a. Merupakan fraktur kedua tersering pada trauma maxillofacial
b. Lokasi tersering adalah bagian angulus dan korpus
c. Perawatan awal: menjaga higiene mulut, pemberian antibiotik, analgetik dan
stabilisasi
d. Tanda-tanda fraktur mandibula:
o Maloklusi geligi
o Gigi dapat digerakkan
o Laserasi intraoral
o Nyeri saat mengunyah
o Deformitas tulang
3. Fraktur os zygoma dan dasar orbita
a. Fraktur os zygoma umumnya disebabkan karena benturan pada korpus zygoma
b. Fraktur dasar orbita terutama disebabkan oleh benturan dari objek yang menutup
orbita saat menerpa wajah
c. Tanda-tanda fraktur os zygoma:
o Deformitas yang teraba pada lingkar bawah orbita
o Diplopia saat melirik ke atas
o Hipestesia pada pipi
o Pendataran sisi lateral pipi
o Ekimosis periorbita
o Pergeseran bola mata ke bawah
4. Fraktur os maxilla
a. Tanda-tanda fraktur os maxilla
o Mobilitas atau pergeseran palatum
o Mobilitas hidung menyertai palatum
o Epistaxis
o Mobilitas atau pergeseran seluruh bagian sepertiga tengah wajah
b. Klasifikasi Le Fort
Le Fort I : Trauma yang dapat menyebabkan fraktur jenis ini adalah yang
hantamannya pada bagian bawah perbatasan alveolar di tulang maksila yang
mengarah ke bawah.
Fraktur ini mengenai bagian septum nasal hingga perbatasan piriformis lateral,
memanjang secara horizontal di atas gigi, dan melewati sambungan
zigomatikomaksilari, dan melewati sambungan pterigomaksilari hingga mengenai
lempengan pterigoid. Fraktur ini juga diketahui sebagai fraktur Guerin atau
“floating palate”, dan melibatkan palatum dengan ciri mobilitas atau pergeseran
arkus dentalis maxilla dan palatum ditambah dengan maloklusi gigi.
LeFort I fracture
Le Fort II : Trauma yang dapat menyebabkan fraktur jenis ini adalah dengan
adanya hantaman pada bagian bawah atau tengah maksila, dan melibatkan
rima orbita inferior. Fraktur ini berbentuk piramid, dan memanjang dari nasal
bridge pada sutura nasofrontal atau dibawahnya, melewati processus frontalis
dari maksila, dan berjalan secara inferolateral melalui tulang-tulang lakrimal
dan inferior orbita. dan lanjut berjalan secara inferior melewati dinding
anterior sinus maksilaris, sampai ke bawah zigoma dan melewati fisura
pterigomaksilaris hingga mengenai lempengan pterigoid atau pterygoid plates.
LeFort II fracture
Le Fort III : Trauma yang mengakibatkan fraktur jenis ini adalah hantaman
pada nasal bridge atau maksila bagian atas. Fraktur ini merupakan fraktur
paling berat, meliputi terputusnya seluruh perlekatan rangka wajah pada
kranium (craniofacial dissociation). Fraktur ini mulai dari sutura nasofrontal
dan sutura frontomaksilaris dan memanjang secara posterior sepanjang
dinding medial orbita melalui celah (groove) nasolakrimal dan tulang etmoid.
Tulang sphenoid yang lebih tebal biasanya mencegah garis patah yang
kontinyu ke dalam canalis optikus. Fraktur ini cenderung berlanjut ke lantai
orbita sepanjang fisura orbita inferior dan berlanjut secara superolateral
melalui dinding lateral orbita, sambungan (junction) zigomatikofrontal dan
arkus zigomatika. Fraktur dapat bercabang di dalam intranasal yang
memanjang ke dasar etmoid, melewati vomer, dan melalui lempengan
pterigoid ke dasar sphenoid. Jenis ini dapat menimbulkan rinore berisi cairan
serebrospinal (CSS) lebih sering daripada tipe lain.
Fraktur septum nasal Tipe III: Tipe fraktur ini merupakan fraktur multipel yang
melibatkan bagian tulang dan kartilago dari septum nasalis.
Klasifikasi fraktur septum nasal juga perlu penilaian apakah septum nasal terdislokasi
dari nasal spine atau tidak. Jika tidak terdislokasi, maka fraktur tersebut termasuk
dalam subkategori A, namun bila terdislokasi, fraktur tersebut termasuk subkategori
B.
24. Nervus Cranialis
N. I
Perjalanan Nervus
Epitelium olfaktorius hidung fila olfaktoria (Nervus olfaktorius ) bulbus olfaktorius
traktus olfaktorius kortikal (unkus lobus temporalis melewati substansia perforate
anterior ke permukaan medial lobus frontalis di bawah genu korpus calosum.
Kelainan
Gangguan penghidu kualitatif dan kuantitatif.
Kuantitatif (kelainan perifer): hiposmia/anosmia
Kualitatif (kelainan sentral, mis: epilepsy lobus temporal): kakosmia yang tidak
menyenangkan dan hiperosmia
Cara pemeriksaan
1. Sebelumnya periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat,
misalnya ingus atau polip.
2. Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium bau-bauan
tertentu yang tidak merangsang .
3. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup lubang hidung yang
lainnya dengan tangan.
N.II
Perjalanan Nervus
Sel-sel bipolar retina meninggalkan mata sebagai nervus opticus separuh serabut
menyilang di khiasma opticus : serabut dari separuh bagian temporal masing-masing
retina tidak menyilang, sedangkan serabut yagn berasal dari separuh bagian nasal telinga
menyilang ke sisi kontralateral pada distal khiasma opticum, serabut dari separuh
bagian temporal retina ipsilateraldan separuh bagian temporal ipsilateral dan separuh
bagian nasal retina kontralateral bergabung di traktus opticus traktus optikus berakhir
di korpus genikulatum laterale, yang mengandung enam lapisan selular radiasio optica
(berjalan mengelilingi kornu temporale dan oksipitaleventrikel lateral korteks visual
(medial lobus oksipitalis)
Kelainan
Hilangnya reflex pupil
Lesi khiasma opticum: hemianopsia bitemporal
Lesi traktus opticus: hemianopsia homonym
Lesi radiasio optica : hemianopsia homonim
Pemeriksaan: asies visus, campus visus, penglihatan warna, funduskopi
N.III
Perjalanan Nervus
N okulomotorius berjalan kea rah posterior di antara a. serebelaris superior dan a.
serebelaris posterior menembus duramater melewati sinus cavernosus memasuki
rongga orbita melalui fisura orbitalis superior serabut motoric somatic nervus
okulomotorius terbagi menjadi dua cabang, cabang superior mempersyarafi m. levator
palebra dan m. rectus superior dan cabang inferior mempersyarafi m. rekti medialis dan
inferior serta m. obliquus inferior
N.IV
Perjalanan Nervus
Nucleus berada di ventral substansia grisea periakueductus tepat dibawah kompleks
nucleus okulomotorius setinggi kolikulus inferior serabut radicular berjalan di sekitar
substansia grisea menyilang sisi kontralateral di dalam velum medulare superius. Nervus
trokhlearis keluar dari permukaan dorsal batang otak muncul dari tegmentum
mesensefali menuju sisterna kuadrigeminalis mengitari pedunkulus serebeli menuju
permukaaan ventral batang otak sehingga saraf ini mencapai orbita melalui fisura orbitalis
superior berdama dengan nervus okulomotorius
N.VI
Perjalanan Nervus
Nukleus nervus abduscen terletak di di kaudal tegmentum pontis, tepat dibawah dasar
ventrikel keempat serabut radicular nervus abduscen berjalan ke pons dan keluar dari
batang otak di taut pontomedularis nervus abduscen menembus dura dan bergabung
dnegan saraf lain ke otot-oto mata di sinus cavernosus.
Kelainan
Kelainan : mata kehilangan sensasi sentuhan; parestesia; muskulus masseter dan
temporalis tidak bisa berkontraksi; deviasi mandibula ke sisi lesi ketika mulut dibuka
Kelainan: neuralgia trigeminalis, sindrom gradenigo ( nyeri di distribusi nervus
oftalmicus disertai oleh kelumpuhan nervus abdusens ipsilateral, sindroma ini disebabkan
oleh infeksi pada sel-sel udara di apex os. Petrosus).
Pemeriksaan: membuka mulut, menggerakkan rahang, menggigit/mengunyah,
pemeriksaan raba, suhu, dan nyeri, refleks kornea, refleks masseter
N. VII
Perjalanan Nervus
Nucleus komponen nervus fascialis terletak di bagian ventrolateral tegmentum pontis
serabut radiks nervus fascialis berjalan memutari nucleus abdusen(membentuk yang
disebut genu internum nervus fascialis berjalan ke kaudal pons kemudian keluar dari
batang otak menembus ruang subarachnoid memasuki meatus acusticus internus
bersama dengan nervus intermedius dan nervus cranialis VII berjalan ke lateral di
kanalis fasialis menuju ganglion geniculatum setinggi ganglion kanalis fasialis
menurun curam pada bagian ujung bawah kanalis fasialis, nervus fasialis keluar dari
tengkorak melalui foramen stilomastoideus serabut-serabut syarafnya mempersyarafi
semua otot ekspresi wajah yang berasal dari lengkung brachialis kedua yaitu m.
orbicularis oris dan m orbicularis okul, m. businator, m. oksipitalis, m. frontalis dan otot-
otot yang lebih kecil di daerah ini dan juga m. stapedius, m. platisma, m. stilohiodeus dan
venter posterior m. digastricus
Kelainan
Paresis flasid pada otot-otot ekspresi wajah, mata tidak bisa menutup penuh; sudut mulut
jatuh; dahi tidak bisa mengerut; kornea kering dan kehilangan sensasi rasa pada 2/3
anterior lidah
Pemeriksaan
Raut wajah, mengangkat alis, menutup mata rapat, mengembungkan pipi,
memperlihatkan gigi, mencucurkan bibir, rasa kecap 2/3 depan
N.VIII
Perjalanan Nervus
Nervus kokhlearis, berjalan di sepanjang kanalis auditorius internus bersama dengan
nervus vestibularismelewati ruang subarachnoid di cerebrebellopontine angle dan
kemudian masuk ke batang otak tepat dibelakang pedunculus serebelaris inferior. Di
nucleus kokhlearis ventralis, serabut-serabut nervus kokhlearis bercabang dua; masing-
masing kemudian melanjutkan ke lokasi relay berikutnyadi bagian ventral atau dorsal
nucleus kokhlearis neurit nucleus kokhlearis ventralis menyilang garis tengah di dalam
korpus trapezoideum. Impuls auditorik asenden kemudian berjalan melalui lemniskus
lateralis ke kolikulus inferior.
Neurit nucleus kokhlearis dorsalis menyilang garis tengah di belakang pedunkulus
serebelaris posterior, berjalan naik di lemniskus lateralis ke kolikulus inferior
kolikulus inferiorberproyeksi ke korpus genikulatum mediale talami impuls berjalan di
radiasio auditoria di kapsula interna korteks auditorik primer di girus temporalis
transversus (broadmann 41) yang juga disebut girus transversus heschl.
Kelainan
Gangguan pendengaran: tuli konduktif dan tuli sensorineural, gangguan neurologis yang
menimbulkan ketulian (penyakit Meniere, ketulian tiba-tiba, neuroma akustik)
Gangguan keseimbangan: dizziness dan disekuilibrium, vertigo
Pemeriksaan : vertigo, nystagmus, keseimbangan, tes gesekan jari, tes Schwabach, tes
Rinne, tes Weber
N. IX
Perjalanan Nervus
Nervus glosofaringeus keluar dari tengkorak bersama-sama melalui foramen jugulare
berjalan diantara arteri carotis interna dan vena jugularis kea rah m. stilofaringeus
melanjutkan perjalanan diantara m. stilofaringeus dan m. stiloglosus dan kemudian
mempersyarafi pangkal lidah, mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah
Cabang-cabang:
Ramus timpanicus : berjalan dari ganglion inferior ke ruang timpanik dan pleksus
timpanikus
Ramus stilofaringeus: ke m. stilofaringeus
Ramus faringeus: bersama-sama nervus vagus membentuk pleksus faringus. Pleksus ini
mepersyarafi otot-otot lurik faring
Ramus sinus karotikus: berjalan bersama arteri karotis ke sinus karotikus dan glomus
karotikum
Ramus lingualis:menghantarkan impuls gustatorik dari sepertiga posterior lidah.
Kelainan
• Gangguan pengecapan pada sepertiga posterior lidah
• Berkurang atau hilangnya reflex muntah dan reflex palatal
• Anesthesia dan analgesia pada bagian atas faring dan area tonsil serta dasar lidah
• Gangguan ringan saat menelan
• Gangguan salivasi dari glandula parotidea
Pemeriksaan:
N.X
Perjalanan Nervus
Dibawah ganglion inferius (nodosum), sarag mengikuti arteri karotis interna dan arteri
karotis komunis kemudian melewati aperture toracis superior ke mediastinum trunkus
vaginalis menyilang arteri subclavia, trunkus kiri berjalan di belakang hilus dan melewati
arkus aorta cabang vagal terminal kemudian menyertai esophagus melalui hiatus
esofagus diafragma ke rongga abdomen
Lesi nervus vagus unilateral
• Palatum molle pada sisi lesi jatuh, reflex muntah menghilang dan pasien berbicara
dari hidung karena ronga hidung tidak dapat tertutup lagi dari rongga mulut. Paresis m
konstriktor faring menyebabkan mukosa palatal terdorong ke sisi normal ketika pasien
berfonasi.
• Suara serak akibat paresis plika
• Disfagia dan kadang-kadang takikardia dan aritmia jantung
N. XI
Perjalanan Nervus
Medulla terbagi 2 :
• Cranial root bergabung dengan nervus vagus di fossa kranialis posterior dan
didistribusikan pada cabang motorik nervus vagus di palatum, faring, dan laring
• Spinal root melalui foramen jugular dan memasuki otot sternocleidomastoideus
dan trapezius
Kelainan
Pemeriksaan:
N.XII
Perjalanan Nervus
Akson N. hipoglosus turun di medulla dan keluar dari batang otak sebagai serabut-serabut
radiks di sulkus anterolateralis antara oliva inferior dan piramis keluar dari tengkorak
melalui kanalis hipoglosus dan berjalan di region servikal bawah diantara vena jugularis
dan arteri karotis bersama dengan serabut-serabut dari tiga segmenservikal pertama.
Nervus hipoglosus mempersyarafi otot-otot lidah, m. stiloglosus, m. hioglosus dan m.
genioglosus.
Kelainan
Pemeriksaaan: disartria, posisi lidah, gerakan lidah, fasikulasi atau atrofi lidah
Gambar:
A Menaikkan alis
B Tersenyum
Sumber: http://brain.oxfordjournals.org/content/128/7/1728
2. Albers-Schonberg syndrome
Sindrom Albers-Schonberg adalah suatu gejala klinis yang diakibatkan oleh
kegagalan osteoklas dalam meresorpsi tulang, yang mengakibatkan gangguan pada
modeling dan remodeling tulang. Onset penyakit ini bisa terjadi pada saat infantil,
pada kanak-kanak, dan pada saat dewasa. Kelainan ini dapat menyebabkan
kelumpuhan pada wajah, kebutaan, dan ketulian karena adanya penekanan yang
berlebih pada saraf kranial akibat pertumbuhan tulang yang berlebih. Pada onset
infantil, gejala yang sering didapat adalah hidung yang terasa penuh akibat
malformasi mastoid dan sinus paranasal. Walaupun massa tulang meningkat, namun
tulang lebih rapuh dan mudah patah, dan juga dapat menyebabkan gangguan
hematopoiesis, gangguan pertumbuhan gigi, dan gangguan pertumbuhan.
3. Goldenhar‟s syndrome
Golhenhar syndrome (juga dikenal sebagai sindroma oculo-auriculo-vertebra (OAV))
adalah suatu kelainan kongenital yang langka dengan pertumbuhan telinga, hidung,
pallatum molle, bibir, dan mandibula yang tidak lengkap. Penyakit ini diasosiasikan
dengan kelainan pertumbuhan arkus brakialis pertama dan kedua. Sindroma ini juga
sering disebut sebagai mikrosomia hemifasial, namun istilah ini hanya digunakan
pada kasus-kasus yang tidak melibatkan kelainan pada organ internal maupun
vertebra.
Gejala-gejala yang sering didapat adalah dermoid epibulbar atau kelainan mata
lainnya, skin tag preaurikuler, mikrotia, atresia meatus eksternal, dan kelainan telinga
lainnya. Hipoplasi wajah unilateral, kening yang menonjol, hipoplasia dari regio
zigomatika, maxilla, dan mandibula juga dapat ditemukan. Manifestasi pada tulang
belakang, tulang rusuk, dan jantung juga terkadang muncul.
INFEKSI
1. Ramsay-Hunt Syndrome
Awitan suatu paralisis wajah seringkali bersama otalgia dan erupsi herpetik pada
bagian telinga luar dianggap sebagai akibat infeksi virus pada ganglion genikulatum.
Lesi kulit vesikular mungkin hanya terbatas pada sebagian meatus acousticus externus
yang dipersarafi suatu cabang sensorik kecil dari N. VII, atau dapat meluas ke
aurikula, atau telah manghilang saat pasien datang ke dokter.
2. Otitis media supuratif kronik
Otitis media supuratif kronik dapat membuat asimetri pada wajah dengan 2
mekanisme:
• Inflamasi secara langsung pada N. VII yang berjalan dalam canalis facialis
• Penekanan pada N.VII akibat pertumbuhan kolesteatoma
3. Otitis externa nekrotikans
Pada beberapa kasus, pasien datang dengan disfungsi N. VII dan pemeriksaan telinga
normal. Pencitraan diagnostik yang menyeluruh termasuk CT scan, scan tulang, dan
scan gallium dapat membantu menentukan adanya penyakit ini.
4. Lyme Disease
Infeksi spiroketa Borrelia burgdorferi menyebabkan Lyme disease, dan dapat
mengakibatkan paralisis wajah. Pemeriksaan serologis perlu dilakukan, dan diikuti
dengan terapi antibiotik. Pada anak yang mengalami paralisis wajah dengan riwayat
rash dan artralgia, perlu diwaspadai adanya penyakit Lyme.
5. Abses Submandibula
Adanya abses di satu bagian leher menimbulkan satu sisi bawah wajah membengkak,
menjadikan wajah tidak simetris.
NEOPLASMA
Asimetri dapat terjadi bila tumor mengenai atau tumbuh dari N. VII, atau tumor yang
tumbuh pada bagian wajah itu sendiri. Pada facial palsy yang disebabkan oleh tumor,
gejala cenderung perlahan timbul dan ada gejala lain yang menyertai tergantung posisi
tumor.
Tumor parotis ganas adalah salah satu yang paling sering menyebabkan paralisis wajah,
dimana gejala diawali perlahan, lalu mulai terasa nyeri pada massa yang berlokasi di
dalam glandula parotis. Bila dibiarkan kanker ini dapat memasuki otak melalui nervus di
sekitar, atau menyebar ke paru-paru.
Tumor jinak dan ganas pada otak seperti meningioma, paraganglioma, kondrosarkoma,
dan kondroma dapat tumbuh dalam kranium dan mempengaruhi N.VII.
TRAUMA
1. Trauma tumpul yang menyebabkan fraktur os temporal atau basis cranii yang
mengenai foramen tylomastoid
2. Trauma tajam yang mengenai N. VII
3. Trauma lahir yang mengenai N. VII
4. Trauma menembus telinga dapat melukai N. VII
ANOTHER
1. Stroke
2. Myastenia gravis
3. Guillaine-barre
4. Multiple sclerosis
5. Bell‟s palsy
Nodus limfe yang tidak terletak di level di atas diberi nama sesuai dengan grup nodus
yang spesifik.
Kelenjar limfatik pada leher kebanyakan terletak pada rangkaian jugularis interna dan
spinalis aksesorius. Kelenjar limfe pada leher dibagi menjadi 2, yaitu
o Kelenjar limfa jugularis interna (profunda)
- Superior
- Inferior
- Medial
o Kelenjar superfisialis
- Submental
- Submandibular
- Servikalis
- Retrofaring
- Paratrakeal
- Spinalis aksesorius
- Skalenus anterior
- Supraklavikula
Kelenjar limfe superfisial akan menuju Kelenjar limfe yang profunda.
Kelenjar Limfe Profunda:
• Kelenjar limfa jugularis interna superior
Menerima aliran limfe dari :
• Palatum molle
• Tonsil
• Submandibular
• Parotis
• Spinalis aksesoris
• Retrofiring
• Sinus piriformis
• Kelenjar limfa jugularis interna media
Menerima aliran limfe dari :
• Subglotik laring
• Sinus piriformis inferior
• Krikoid posterior
• Jugularis interna superior
• Retrofaring posterior
• Kelenjar limfa jugularis interna inferior
Menerima aliran limfe dari :
• Glandula tiroid
• Trakea
• Esofagus bagian servikal
• Jugularis interna superior dan media
• Paratrakea
Kelenjar limfe superfisialis
• Limfa submentalis
Menerima limfa dari :
• Medial bibir, dagu, gusi, dasar mulut bagian depan, 1/3 inferior lidah
Menyalurkan limfe ke :
• Kelenjar limfe submandibular sisi ipsilateral atau kontralateral, dapat langsung
ke kelenjar limfa jugularis interna.
• Limfa submandibular
Menerima limfa dari :
• Kelenjar liur submandibular, bibir atas, bibir bawah 1/3 lateral, rongga hidung,
anterior rongga mulut, palatum molle.
Menyalurkan limfe ke :
• Kelenjar limfa jugularis interna superior
• Limfa retrofaring
Menerima limfa dari :
• Nasofaring, hipofaring, telinga tengah dan tuba eustachius
Menyalurkan limfe ke :
• Kelenjar limfa jugularis interna dan kelenjar limfa spinal aksesorius
• Limfa paratrakea
Menerima limfa dari :
• Hipofaring, esofagus bagian servikal, trakea superior dan tiroid
Menyalurkan limfe ke :
• Kelenjar limfa jugularis interna inferior dan kelenjar limfe mediastinum
superior
Limfa spinal aksesorius
Menerima limfa dari :
• Kulit kepala parietal
• Bagian posterior leher
Kelenjar Limfe parafaring
Menerima limfa dari :
• Nasofaring dan orofaring
• Sinus paranasalis
27. Anatromi Ruang Leher
Anatomi Fasia Servikal
1. Fasia servikal superfisial
2. Fasia servikal profunda
a. lapisan superfisial
b. lapisan tengah
- divisi otot
- divisi viseral
c. lapisan dalam
- divisi prevertebral
- divisi alar
• Fasia superfisial servikal: lapisan lemak subkutan dengan tempat perlekatan pada
processus zigomatika sampai ke toraks dan aksila. Isi dari lapisan ini adalah platisma
dan otot-otot untuk berekspresi.
• Lapisan superfisial dari fasia profunda servikal: membungkus M.
sternokleidomastoideus, M. trapezius, M. omohyoid pada bagian posterior, glandula
parotid, dan glandula submandibular
• Lapisan tengah dari fasia profunda servikal: pada bagian superior melekat ke tulang
hyoid dan kartilago tiroid, dan pada bagian inferior melekat pada sternum, klavikula,
dan skapula. Lapisan ini mengelilingi organ tiroid, trakea, dan esofagus
• Lapisan dalam dari fasia profunda servikal: berisi M. paraspinosus dan vertebra
servikal. Dibagi menjadi 2 bagian:
• Prevertebral: Pada bagian anterior berawal dari vertebral body, lalu menyebar secara
lateral pada processus transversus, dan memanjang ke posterior untuk menutupi otot-
otot leher yang dalam dan melekat pada processus spinosus. Ini membentuk dinding
posterior “danger space” dan dinding anterior ruang prevertebral.
• Alar: terletak di antara bagian prevertebral dengan fasia middle dari lapisan profunda
servikal
Ruang suprahyoid:
• Pharyngomaxillary / Lateral pharyngeal
• Submandibula
• Parotis
• Mastikator
• Peritonsillar
• Bukal
Ruang faringomaxillary/parapharyngeal/lateral faringeal
• Berada di bagian lateral leher
• Batas-batas:
• apex: os hyoid, dasar: bagian petrous dari os temporal
• Lateral: lapisan superfisial dari fasia profunda servikal di atas mandibula, parotid, dan
pterygoid internal
• Medial: lateral pharyngeal wall
• Ant/post: pterygomandibular raphe/ prevertebral fascia
• Dibagi menjadi 2 kompartemen karena adanya tulang styloid dan otot
• Kompartemen otot:
• Tonsillar fossa medial, internal pterygoid lateral
• Lemak, nodus limfe, massa parotid
• Post-styloid, kompartemen neurovaskuler:
• Carotid, vena jugularis interna, rantai simpatis servikal, CN. IX-XII
• Massa tersering - schwannoma
• Berhubungan dengan beberapa ruang leher lainnya
• Sumber infeksi bisa dari: parotid, masticator, submandibular, peritonsillar,
tonsils/pharynx, odontogenic, nodus limfe dari hudung dan tenggorokan, mastoiditis
(abses Bezold)
• Untuk terapinya, jangan melakukan pendekatan intraoral, bisa dengan Moscher
incision
Ruang submandibular
• Ruang sublingual di superiornya, dan ruang submaksilaris di inferior, dipisahkan oleh
M. mylohyoid
• Batas: FOM mucosa secara superior, lapisan superficial dari deep fascia secara
inferior, mandible secara anterolateral, hyoid inferiorly, otot BOT posterior
• Ruang sublingual: gland, Wharton, CN. XII
• Ruang submaxillaris: gland, A. facialis, N. lingual; berhubungan dengan ruang
sublingual di bagian batas posterior mylohyoid melewati glandula submandibular
• Ludwig‟s angina: selulitis bilateral dari ruang submandibular dan sublingual
• Inspeksi molar 2 dan 3: apex memanjang ke bawah mylohyoid sehingga memberikan
akses langsung ke dalam ruang submandibula
Ruang parotid
• Dibentuk oleh lapisan superfisial dari lapisan profunda fasia servikal; hubungan
langsung dengan ruang lateral faringeal
• Isi: parotid glandula, carotis externa, vena posterior facial, nervus facialis,
lymphnodus
Ruang masticator
• Lapisan superfisial dari lapisan profunda fasia servikal yang berpisah di sekitar
mandibula untuk membentuk ruangan ini agar dapat mengelilingi otot mastikasi
• 4 kompartmen: Masseteric, Pterygoid, Superficial Temporal, Deep Temporal
• Isi: otot masseter, otot pterygoid, tendon temporalis, nervus dan vasa inferior alveolar,
corpus dan ramus mandibula, arteri maxilaris interna
• Sumber infeksi tersering: molar 3
• Komplikasi: osteomyelitis mandibula
Ruang Peritonsillar
• Batas: anterior dan posterior pillars, palatine tonsil, otot superior constrictor
• Sumber infeksi tersering: infeksi di daerah tonsil
Ruang bukal
• Batas: M. buccinator, pipi, arkus zigomatika, pterygomandibular raphe, mandibula
inferior
• Sumber infeksi: odontogenik
• Gejala-gejala: pembengkakan bagian bukal dengan adanya kemungkinan selulitis
preseptal
• Komplikasi: thrombosis sinus kavernosus
Ruang infrahyoid:
• Visera anterior (ruang pretrakeal)
• Ruang-ruang yang melibatkan seluruh kepanjangan leher:
- Retrofaringeal
- Danger zone
- Prevertebral
- Viseral vaskular