Anda di halaman 1dari 32

KELILING DAN LUAS LINGKARAN

Theorema 10.5.

Keliling
Keliling C
C dari
dari sebuah
sebuah lingkaran
lingkaran yang jari –– jarinya
yang jari jarinya rr dinyatakan
dinyatakan dengan
dengan

C = 2𝝅 sinh r

Bukti :

Maka C didefinisikan sebagai limit lim 𝑝𝑛 dari parameter 𝑝𝑛 dari segi - n


𝑛 →∞

yang beraturan yang digambarkan dalam lingkaran (gambar 10.15).

Gambar 10. 15

Ingatlah bagaimana rumus C = 2𝜋r diambil dari Geometri Euclidean. Dari

gambar 10.15 dan Trigonometri Euclidean kita melihat bahwa :

1
𝜋
𝑝𝑛 = 𝑟2𝑛 sin
𝑛

𝜋 1 𝜋 3 1 𝜋 5
= 𝑟2𝑛 [ − ( ) + ( ) −. . .]
𝑛 3! 𝑛 5! 𝑛

2𝑟𝜋 2 𝜋 1 𝜋 3
= 2𝜋𝑟 − [ − ( ) +. . .]
𝜋 2 3! 5! 𝑛

lim 𝑝𝑛 = 2𝜋𝑟
𝑛→∞

Dalam hiperbola, kita menggunakan rumus (10) dari teorema 10.3 untuk

mendapatkan :

𝑝 𝜋
sinh ( ) = sinh 𝑟 sin ( )
2𝑛 𝑛

Yang dikembangkan menjadi :

𝑝 1 𝑝 2 1 𝑝 4 𝜋 1 𝜋 2 1 𝜋 4
[1 + ( ) + ( ) + . . . ] = sin 𝑟 [1 − ( ) + ( ) − . . . ]
2𝑛 3! 2𝑛 5! 2𝑛 𝑛 3! 𝑛 5! 𝑛

(dimana p = 𝑝𝑛 untuk kesederhanaan tripografi). Pengalian kedua sisi dengan 2n

dan pengambilan lim akan memberikan rumus yang akan dicari (catatan : untuk
𝑛→∞

lingkaran yang jari – jarinya sangat kecil, rumus hiperbola diturunkan ke rumus

Euclidean)

Teorema ini memungkinkan kita untuk menulis kembali “Aturan Sinus” (14)

dalam bentuk yang valid dalam geometri netral.

2
Akibat (J. Bolyai)

Sinus dari sudut – sudut sebuah segitiga dari satu ke yang lain merupakan

keliling lingkaran yang jari – jarinya sama ke sisi yang berlawanan.

Bolyai menunjukkan bahwa keliling dari sebuah segitiga yang jari – jarinya

r dengan Or yang hasilnya ditulis dalam bentuk :

Oa : Ob : Oc = sin A : sin B : sin C

Anggaplah rumus berikutnya untuk luas. Dengan teorema 10.1 dan kaidah

kita k = 1, luas K dari sebuah segitiga sama dengan defeknya dalam radian,

seperti :

K=𝜋−𝐴−𝐵−𝐶

Kita akan menghitung defek ini untuk sebuah segitiga dengan sudut yang

benar di C, sehingga

𝜋
𝐾= − (𝐴 + 𝐵)
2

Teorema 10.6 :

𝑲 𝒑 𝒂
𝐭𝐚𝐧 = 𝐭𝐚𝐧𝐡 𝐭𝐚𝐧𝐡
𝟐 𝟒𝒏 𝟐

𝑎 𝑏
Untuk geometri Euclidean, rumus luas K adalah 𝐾 = .
2 2

3
Bukti :

Langkah – langkah utama dalam pembuktian :

𝑎 𝑏 (cosh 𝑎)− 1 (cosh 𝑏)− 1


𝑡𝑎𝑛ℎ2 𝑡𝑎𝑛ℎ2 = (cosh 𝑎)+1 (cosh 𝑏 )+1
2 2

1−𝑠𝑖𝑛(𝐴+𝐵) 𝑐𝑜𝑠(𝐴−𝐵)
=
1+𝑠𝑖𝑛(𝐴+𝐵) 𝑐𝑜𝑠(𝐴−𝐵)

1−cos 𝐾
=
1+cos 𝐾

𝐾
= 𝑡𝑎𝑛2
2

𝑥 𝑥
Langkah 1 dan 4 hanyalah identiras untuk 𝑡𝑎𝑛ℎ2 (2) dan 𝑡𝑎𝑛ℎ2 (2).

Langkah 2 diperoleh dengan mengsubsitusi rumus (12) ke dalam cosh a dan

cosh b dan menyelesaikan jumlah aljabar dengan menggunakan identitas

𝜋
trigonometri. Langkah 3 hanya menggunakan identitas cos ( 2 − 𝑥) = sin x

Teorema 10.7.

𝒓
Luas lingkaran dengan jari – jari r adalah 𝟒𝒓𝒔𝒊𝒏𝒉𝟐 (𝟐)

4
Bukti :

Di sini kita mendefinisikan luas A dari sebuah lingkaran menjadi limit

lim 𝐾𝑛 dari luas 𝐾𝑛 pada segi – n beraturan yang dituliskan. Berdasarkan gambar
𝑛→∞

10.15. dengan menggunakan teorema sebelumnya dan menulis a, K, p utnuk 𝑎𝑛 ,

𝐾𝑛 , 𝑝𝑛 , kita memiliki :

𝐾 𝑝 𝑎
tan = tanh tanh
4𝑛 4𝑛 2

Jika kita mengalikan kedua ruas dengan 4n dan menuju ke limit n→ ∞, kita

peroleh :

𝑟
𝐴 = 𝐶 tanh 2 . . . .(16)

Dengan menggunakan lim 𝑝𝑛 = 𝐶, lim 𝑎𝑛 = 𝑟, kontinuitas untuk tan dan tanh,


𝑛→∞ 𝑛→∞

rumus tersebut menjadi :

𝐾 𝐾 𝐾 2
4𝑛 tan 4𝑛 = K + (4𝑛) + . . .
3

𝑝 𝑝 𝑝 2
4𝑛 tanh = p − 3 (4𝑛) + . . .
4𝑛

Kemudian kita subsitusikan pada rumus (16) untuk C dari teorema 10.5. dan

menggunakan identitas :

5
𝑟 sinh 𝑟
tanh =
2 cosh 𝑟 + 1

𝑠𝑖𝑛ℎ2 𝑟 = 𝑐𝑜𝑠ℎ2 𝑟 − 1

𝑟
2𝑠𝑖𝑛ℎ2 = 𝑐𝑜𝑠ℎ2 𝑟 − 1
2

Untuk membuktikan teorema 10.7.

Dengan memperluas rumus ini dalam sebuah barisan, kita dapat melihat

berapa besarnya luas lingkaran hiperbola dengan menggunakan lingkaran

Euclidean dengan jari – jari yang sama :

𝑟4
𝐴 = 𝜋 (𝑟 2 + + . . .)
12

Catatan untuk geometri Eliptik

Rumus keliling dan luas sebuah lingkaran dengan jari – jari r adalah :

𝐶 = 2𝜋 sin 𝑟
𝑟
𝐴 = 4𝜋 𝑠𝑖𝑛2 ( )
2

Rumus bolyai valid dalam geometri eliptik (jadi benar sebuah teorema dalam

geometri mutlak)

6
SEGI EMPAT SACCHERI DAN LAMBERT

Berikutnya kita akan mengulang segi empat Saccheri dengan alas b, panjang

kaki a dan tinggi c. anda lihat di latihan 1, bab 6, bahwa c > b. sekarang kita

membuatnya lebih tepat.

Teorema 10.8.

𝒄 𝒃
Untuk segi empat Saccheri : 𝐬𝐢𝐧𝐡 𝟐 = 𝐜𝐨𝐬𝐡 𝒂. 𝐬𝐢𝐧𝐡 𝟐

𝑐
(karena 𝑐𝑜𝑠ℎ2 𝑎 = 1 + 𝑠𝑖𝑛ℎ2 𝑎 > 1 , hal ini menunjukkan bahwa sin (2) > sin

𝑏
, oleh karena itu c> b)
2

Bukti :

̅̅̅̅̅ dan 𝜃 = (∢𝐴′𝐴𝐵′) dalam gambar


Teorema 10.8 dibuktikan dengan d = 𝐴𝐵′

10.16, dengan menggunakan rumus (13) dari teorema 10.4 untuk mendapatkan “

cos c = cos a. cos d – sin a. sin d cos 𝜃

dengan menggunakan (10) dan (11) dari teorema 10.3 untuk mendapatkan :

𝜋 sinh 𝑎
cos 𝜃 = sin ( − 𝜃) =
2 sinh 𝑑

Dan mengeliminasi d untuk mendapatkan

cosh c = 𝑐𝑜𝑠ℎ2 𝑎 cosh 𝑏 − 𝑠𝑖𝑛ℎ2 𝑎

= 𝑐𝑜𝑠ℎ2 𝑎 (cosh 𝑏 − 1) + 1

7
A’ c B’

a d a

A b B

Gambar 10.16

Sehingga diperoleh identitas

𝑥
2 𝑠𝑖𝑛ℎ2 = cosh 𝑥 − 1
2

Akibat :

Dengan diberikannya segi empat Lambert, jika c adalah panjang sebuah sisi

yang berdekatan dengan sudut lancip dan b adalah panjang sisi yang berlawanan,

sehingga

sinh c = cosh a sinh b,

dimana a adalah panjang sisi berdekatan lainnya dengan sudut lancip ) secara

khusus, c> b).

Akibat yang ditimbulkan dari sisi empat Lambert adalah setengah dari segi

empat Saccheri (lihat gambar 10.17)

8
Ada rumus lainnya untuk segi empat Lambert yang akan kita peroleh

selanjutnya. Rumus tersebut didasarkan pada konsep segmen yang saling mengisi.

Inilah konsep segmen dengan panjang x, x* dihubungkan oleh :

𝜋
∏(𝑥) + ∏(𝑥 ∗) = ……(17)
2

Makna geometri dalam persamaan ini ditunjukkan dalam gambar 10.18

dimana titik yang ke – 4 dari segi empat Lambert ideal dengan point Ω.

Jika kita menggunakan rumus (4) ke dalam rumus (7) untuk sudut yang

parallel, kita peroleh :

sinh x* = csch x . . . . .(18)

a a

gambar 10.17

9
Ω

x
Π(𝑥)

Π(𝑥 ∗)
\ x*

Gambar 10.18

cosh x* = cosh x ….. (19)

tanh x* = sech x …. (20)

𝑥∗
tanh = 𝑒 −𝑥 …...(21)
2

Contoh :

sinh x* = cot Π(𝑥 ∗) = tan Π(𝑥) = csch x dengan rumus (7) ; rumus (21)

mengikuti rumus (18), (19) dan identitas :

𝑡 sinh 𝑡
tanh ( ) =
2 1+cosh 𝑡

10
Teorema 10.19 (Theorema Engel’s)

Ada segitiga yang tepat dengan parameter yang ditampilkan dalam gambar

10.19 jika dan hanya jika ada segi empat Lambert dengan parameter yang

ditampilkan dalam gambar 10.20. catatan bahwa PQ adalah segmen yang saling

mengisi ke segmen yang sudutnya parallel yaitu ∡.

𝛼 = Π(𝑙)

c b

Π(𝑚) = 𝛽
B a C
Gambar 10.19

Q r Π(𝑎)

𝑙∗ m

P b S

Gambar 10.20

Makna geometri dari teorema Engel,’s ditampilkan dalam gambar 10.21.

Termasuk konstruksi parallel J. Bolyai (gambar 10.16). Jika B = X adalah titik

11
antara R dan S, sehingga PX ≅ QR. Teorema Engel’s mengatakan

̅̅̅̅̅∗ ) dan karena (∢𝑄𝑃𝑋)r = 𝜋 − (∢BAC)r , (∢𝑄𝑃𝑋)r = Π(𝑃𝑄


(∢BAC)r = Π(𝑃𝑄 ̅̅̅̅ ) dst.
2

⃗⃗⃗⃗⃗ .
⃗⃗⃗⃗⃗ adalah garis lintang sejajar ke 𝑄𝑅
𝑃𝑋

Theorema Engel’s yang mengatakan bahwa panah yang berasal dari garis

⃗⃗⃗⃗ menbuat sudut dengan 𝑅𝑆


lintang sejajar R ke 𝑆𝑃 ⃗⃗⃗⃗⃗ adalah kongruen ke ∢𝐴𝐵𝐶 dan

panah yang berasal dari garis lintang sejajar dari X ke ⃗⃗⃗⃗


𝑆𝑃 membuat sudut dengan

⃗⃗⃗⃗⃗
𝑋𝑆 adalah kongruen ke sudut lancip ∢𝑅 dari sisi empat Lambert.

Bukti :

Untuk pembuktian dimulai dengan segi empat Lambert yang digambarkan

seperti dalam gambar 10.22.

X=B

P=A S=C

Gambar 10.21

12
R
z Q
𝜙

w d v

S u P
Gambar 10.22

dari gambar 10.22 kita peroleh :

sinh w = cosh z sinh v . . . (i)

sinh z = cosh w sinh u . . . (i’)

Misalkan 𝜃 = (∢SPR)r , d = ̅̅̅̅


𝑃𝑅 . Dengan teorema 10.3

sinh w = sin 𝜃 sinh d

𝜋
= cos ( 2 − 𝜃) sinh d

= tanh v cosh d

= tanh v (cosh u cosh w)

sehingga ,

tanh w = tanh v cosh u . . . (ii)

dan simetri dengan

tanh z = tanh u cosh v . . . (ii’)

13
Misalkan 𝜙 = (∢R)r. dengan aturan sinus dan teorema 10.3

sin ∅ sin(∢𝑄𝑆𝑅)𝑟 cos(∢𝑃𝑆𝑄)𝑟 tanh 𝑢


= = =
̅̅̅̅
sin 𝑄𝑆 sinh 𝑧 sinh 𝑧 tanh ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑄𝑆 sinh 𝑧

Sehingga dengan (i’) dan teorema 10.3, kita memiliki

̅̅̅̅
tanh 𝑢 cosh 𝑄𝑆 tanh 𝑢 (cosh 𝑢 cosh 𝑣) cosh 𝑢
sin 𝜙 = = = ... (iii)
sinh 𝑧 sinh 𝑢 cosh 𝑤 cosh 𝑤

dan simetri dengan :

cosh 𝑢
sin 𝜙 = . . . (iii’)
cosh 𝑧

Sekarang misalkan x adalah titik antara R dan S, sehingga PX  z, dan


ingatlah segitiga yang tepat PSX (gambar 10.21). Dengan (i’) , (ii’) dan (iii’),
kita peroleh (dengan menggunakan Teorema 10.3)

sinh 𝑢
𝑠𝑖𝑛(∢𝑃𝑋𝑆)𝑟 = = sech 𝑤
sinh 𝑧

tanh 𝑢
𝑐𝑜𝑠(∢𝑃𝑋𝑆)𝑟 = = sech 𝑣 = tanh 𝑣 ∗
tanh 𝑧

𝑐𝑜𝑠ℎ 𝑧
̅̅̅̅ =
cosh 𝑋𝑆 = csc ∅
cosh 𝑢

14
Sehingga :

(∢𝑃𝑋𝑆)𝑟 = Π (𝑤)

(∢𝑋𝑃𝑆)𝑟 = Π (𝑣 ∗ )

̅̅̅̅) = ∅
Π (𝑋𝑆

Dengan formula/rumus (5), (6) dan (5). Jika kita menggambarkan P


sebagai A, X sebagai B dan S sebagai C, kita akan mendapatkan segitiga yang
tepat ABC yang sesuai dengan segi empat lambert seperti yang dinyatakan
sebelumnya.

Sebaliknya diberikan segitiga tepat PSX , kita bisa menemukan PQRS

dengan menempatkan R sama denngan titik khusus pada SX sehingga


̅̅̅̅) = (∢𝑃𝑋𝑆)𝑟 dan menenpatkan Q sama dengan kaki dari garis tegak lurus R
Π(𝑅𝑆

ke garis melalui garis tegak lurus P ke PS .

Kesesuaian dalam teorema 10.9 memberikan barisan untuk teorema yang


ada. Misalnya, dikatakan bahwa dari adanya segitiga tepat dengan parameter
a(m), c(l ), b , kita bisa menarik kesimpulan dengan adanya segi empat

Lambert dengan parameter l*, c, (a), m, b , seperti gambar 10.20. Sekarang


bacalah parameter sebelumnya, ini diberikan dalam gambar 10.23, dimana kita
menarik kesimpulan dari adanya segitiga tepat yang kedua dalam gambar 10.24
dengan memiliki parameter a, (c), m, (b*), l *.

15
m
 a 
b
m b *
c m l*
b
c 

l* a

Gambar 10.23 Gambar 10.24

Kita bisa melanjutkan membaca parameter ini , dengan mendapatkan segi


empat Lambert kedua, dan sebagainya. Kemudian kita akhiri dengan adanya segi
empat Lambert kelima dan empat segitiga lainnya, diimplikasikan dengan adanya
segitiga pertama. Hasilnya dirangkum dalam tabel berikut

△ 𝐴𝐵𝐶 ∢ 𝐶 𝑘𝑖𝑟𝑖 Lambert PQR, ∢ R acute


BC ∢𝐵 AB ∢𝐴 AC PQ QR ∢𝑅 RS SP
a  (m) c l  b l* c a  m b

a c  m b * l* c* m l * b* a

l* m b* a * c* m* b* c * a* l*

c* b * a* l  m* b a* m * l c*

m* a * l c  b a l b c m*

Untuk catatan juga bahwa karena Teorema 10.3 memberikan rumus yang
menunjukkan bagaimana segitiga yang tepat dengan khusus ditentukan oleh dua
dari lima parameternya. Teorema 10.9 memberikan kita hasil yang sama untuk
segi empat Lambert (contohnya, dimulai dengan u dan v, w diberikan oleh (ii),
z oleh (ii’) dan  dengan (iii) dalam pembuktian teorema 10.9

16
KOORDINAT PADA BIDANG HIPERBOLA

Pilihlah garis tegak lurus melalui pangkal O dan aturlah sistem koordinat
dari salah satu diantaranya, sehingga nantinya bisa dinamakan sumbu u dan
sumbu v. Untuk titik P, misalkan U dan V adalah proyeksi garis tegak lurus dari P
pada sumbu-sumbu ini dan misalkan u dan v adalah masing-masing koordinat dari
U dan V . Sehingga kita memperoleh segi empat Lambert UOVP. Kita
menamakan sisi yang tersisa dengan koordinat w, z sehingga

(22) tanh w = tanh v cosh u


tanh z = tanh u cosh v

z P

w
w

O u U

Gambar 10.25

(lihat gambar 10.25). Rumus (ii) dan (ii’) dalam pembuktian teorema 10.9
menunjukkan bahwa jika berada dalam kuadran pertama (misalnya u>0 danv>0)
dan w  PU , danz  PV . Kita menempatkan:

17
x = tanh u, y = tanh v . . . . (23)

T = cosh u cosh w, X = xT, Y = yT. . . . . (24)

Selanjutnya kita namakan ( u, v) koordinat axial, (v,w) koordinat


Lobachevsky, (x,y) koordinat Beltrami dan ( T, X, Y) koordinat Weierstrass dari
titik P.Dua berikutnya adalah sistem koordinat yang paling penting seperti yang
ditunjukkan oleh teorema panjang berikutnya

TEOREMA 10.10 (masih mengasumsikan k = 1)

Penentuan setiap titik P terhadap pasangannya (x,y) dari koordinat Beltrami


akan memberikan isomorpisme bidang hiperbola kedalam model Beltrami-Klein,
secara khusus Ax + By +C = 0 adalah sebuah persamaan sebuah garis koordinat
Beltrami jika dan hanya jika A2 + B2 > C2, dan setipa garis memiliki sebuah
persamaan. Jarak P1 P2 antara dua titik diberikan dalam istilah koordinat Beltrami
dengan

p1 . p 2
cosh P1 P2  ,
p1 p 2
. . . (25)

Dimana p1 = (1,xi , yi ), produk inti p1 .p2 didefinisikan dengan

p1.p2 = 1 – x1x2 – y1y2 ,

dan pi  pi . pi . Sama halnya jika Aix +Bix +Ci = 0 adalah persamaan dari 2

garis li , i = 1,2, memotong sebuah sudut yanng tidak tumpul dengan ukuran
radian  sehingga,

18
l1 .l 2
cos   , . . . . (26)
l1 l 2

Dimana produk inti yang sekarang didefinisikan oleh

l1. l2 = A1A2 + B1B2 – C1C2

dan l i  l i .l i (secara khusus, 0 = l1.l2, adalah kondisi yang penting untuk garis-

garis yang tegak lurus)

Penentuan setiap titik P terhadap rangkap tiga (T, X, Y) dari koordinat


Weierstrass memetakan bidang hiperbola kedalam tempat:

T2 – X2 – Y2 = 1, T  1 ,

Dimana satu dari dua lembar hiperbola berada dalam tiga ruang Cartesius.
Persamaan sebuah garis dalam koordinat Weierstrass adalah homogen linear (
misalnya bentuk AX +BY+CT = 0)

Sebelum memberikan bukti, untuk catatan bahwa gambaran Weierstrass


memberikan satu interpretasi dari bidang hiperbola sebagai sebuah “ bidang jari-
jari imajiner I “. Maksudnya jika kita menggantikan bentuk kuadrat positif biasa
tertentu X2 + Y2 + T2 (yang mengukur jarak yang dikuadratkan dengan asalnya)
dengan bentuk kuadrat yang tidak tertentu X2 + Y2 - T2 , sehingga bidang jari-jari
I kejarak ini, memiliki persamaan

X2 + Y2 - T2 = i2 = -1,

yang merupakan persamaan sebuah hiperbola. Metrik tidak tertentu ini


adalah analog 3 dimensi dari metrik yang ditentukan oleh X2 + Y2 + Z2- T2 dalam

19
ruang 4 dimensi yang digunakan untuk relativitas tertentu ( lihat Taylor dan
Wheeler, 1992) Catatan bahwa ” garis-garis” dalam model Weierstrass adalah titik
potong dengan lembar hiperbola pada bidang euclidean melalui pangkalnya.
Untuk menggambarkan model ini, bayangkan saja satu cabang hiperbola T2 - X2
= 1 dalam bidan (T, X) mengelilingi sumbu T. Lihat gambar 7. 19

Bukti :

Bukti teorema 10.10 didasarkan pada trigonometri sisi empat Lambert yang
diperoleh dari teorema sebelumnya.

Seperti grafik dalam gambar 10.13 menunjukkan, u  tanh u adalah


pemetaan satu- satu dari keseluruhan garis ril kedalam interval terbuka ( -1, 1).
Pasangan (x, y) dari koordinat Beltrami, yakninya x + y2 < 1, berasal dari
kenyataan bahwa garis-garis tegak lurus terhadap sumbu U dan V memotong jika
dan hanya jika |u| < |v|* (lihat gambar 10.18) yaitu :

tanh2u < tanh2 |v|* = sech 2 v = 1 – tanh 2 v

(gunakan rumus (20))

Untuk memperoleh rumus jarak, perkenalkan koordinat polar (r,  ) untuk


titik P dalam gambar 10.25 yang didefinisikan denngan

𝑟 = ̅̅̅̅
𝑂𝑃

∢(𝑋𝑂𝑃)𝑟 , 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑣 ≧ 0
𝜃={
−∢(𝑋𝑂𝑃)𝑟 , 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑣 ≦ 0

Hubungan denngan koordinat sumbu adalah:

tanh r cos  = tanh u = x . . . (27)


tanh r sin  = tanh v = y
20
dengan rumus (10) untuk cosin sebuah sudut dalam segitiga dan identitas
sin   cos / 2    oleh karena itu

tanh 2 r = tanh 2 u + tanh 2 v = x2 + y2

dari identitas sech 2 r = 1 – tanh 2 r, kita dapatkan

cosh r =( 1 – x2 – y2) -1/2 = || p || -1

jika p ( 1, x, y ) dimana rumus jarak ketika P1 = P dan P2 = 0 . Secara umum P1


dan P2 (27) memberikan

𝑐𝑜𝑠(𝜃2 − 𝜃1 ) = 𝑐𝑜𝑠𝜃1 𝑐𝑜𝑠𝜃2 + 𝑠𝑖𝑛𝜃1 𝑠𝑖𝑛𝜃2

𝑥1 𝑥2 + 𝑦1 𝑦2
=
tanh 𝑟1 . 𝑡𝑎𝑛ℎ𝑟2

Anggaplah O, P1, P2 yang pertama adalah kolinear, sehingga

cosh ̅̅̅̅̅̅
𝑃1 𝑃2 = 𝑐𝑜𝑠ℎ(𝑟1 ± 𝑟2 ) karena cos(𝜃2 − 𝜃1 ) = ±1 ,

cosh ̅̅̅̅̅̅
𝑃1 𝑃2 = cosh 𝑟1 cosh 𝑟2 − sinh 𝑟1 sinh 𝑟2 cosh(𝜃2 − 𝜃1 )

= cosh 𝑟1 𝑐𝑜𝑠ℎ𝑟2 [1 − tanh 𝑟1 tanh 𝑟2 cos(𝜃2 −𝜃1 )]

21
Tetapi rumus ini juga bertahan ketika O, P1 ,P2 tidak kolinear dengan hukum
kosinus (13). Penggantian dua rumus sebelumnya akan memberikan rumus yang
diinginkan (25)

Pemetaan P (x,y) yang mengantarkan panjang hiperbola kedalam panjang


klein merupakan rumus yang serasi (25) dengan rumus dilatihan K-14, Bab 7. Ini
berasal dari kalkulasi menurut rumus:

1/2
[(𝑥1 −𝑥2 )2 +(𝑦1 −𝑦2 )2 −(𝑥1 𝑦2 −𝑥2 𝑦1 )2 ]
tanh ̅̅̅̅̅̅
𝑃1 𝑃2 = . . . . (28)
𝑝1 𝑝2

dan identitas

1 1 +𝑡
arctanh 𝑡 = ln . . . . (29)
2 1−𝑡

Rumus (28) diperoleh dari (25) dimana identitas tanh 2t = 1 – cosh-2t.( Istilah
dalam kurung disisi kanan (28) dapat ditulis dengan (p1.p2)2 - ||p1||2||p2||2. Sepintas
lalu, ½ yang terdapat dalam rumus (29) menjelaskan kenapa faktor ½ muncul
dalam rumus untuk panjang klein dalam teorema 7.4 halaman 268).
Karena P (x,y) adalah sebuah isometri, dia adalah kolineasi, sehingga
garis-garis pada bidang hiperbola dipetakan kedalam penghubung antara dua titik
mutlak pada model klein, yang memiliki persamaan linear seperti yang
digambarkan dalam teorema.
Rumus (26) untuk cosθ merupakan pernyataan yang tegas tentang ukuran
sudut dalam model klein. Kita lalui model itu dimana isomorpis P (x,y).
Anggaplah dua garis bertemu dititik Po dengan koordinat (xo , yo ) dan anggaplah
kita menulis garis ke-i dengan ⃡⃗⃗⃗⃗⃗⃗
𝑃0 𝑃𝑖 , dimana Pi memiliki koordinat (xi , yi ), i = 1,2.
Kemudian koefisien dalam persamaan garis ke-i diberikan oleh Ai = yi – yo , Bi =
xo –xi , Ci = xi yo- yixo. Anggaplah P0 = 0, pusat mutlak. Kemudian rumus (26)
diturunkan ke:

22
𝑥1 𝑥2 + 𝑦1 𝑦2
𝑐𝑜𝑠𝜃 =
(𝑥12 + 𝑦12 )1/2 (𝑥22 + 𝑦22 )1/2

yang merupakan rumus Euclidean untuk cosin dari sudut ∢P1 O P2. Tetapi model
klein sesuai dengan titik khusus O, sehingga kita telah memverifikasi (26) dalam
hal ini.
Jika Po ≠ 0 , mari kita cari mosi hiperbola T, sehingga T(0) = Po, dan
Misalkan Qi = T-1(Pi). Karena T mempertahankan ukuran sudut, yang kita
lakkukan selanjutnnya adalah menunjukkan bahwa rumus (26) sama dengan ∢ Q1
O Q2

Kita perlu 2 lemma (yang dijabarkan dalam latihan 9)

Lemma 10.1

Koordinat titik tengah Klei M dari O dan P adalah


𝑥 𝑦
( , )
1 + ‖𝑝‖ 1 + ‖𝑝‖

Dimana ‖𝑝‖ = √1 − 𝑥 2 − 𝑦 2 dan titik P merupakan koordinat (x,y)

Bukti

Misalkan r = ̅̅̅̅
𝑂𝑃 dan kita ketahui bahwa cosh r = ‖𝑝‖−1, x = tanh r cos θ, y =
tanh r sin θ.

Koordinat M (x’,y’) diberikan dengan x’ = tanh (r/2) cos θ, y’ = tanh (r/2) sin θ

sehingga x’ = x tanh (r/2) / tanh r, y’ = y tanh (r/2) / tanh r. Tetapi

23
𝑟
tanh (2) sinh 𝑟 cosh 𝑟
= .
tanh 𝑟 cosh 𝑟 + 1 sinh 𝑟

1 −1
= (1 + )
cosh 𝑟

= (1 + ‖𝑝‖)−1

Lemma 10.2

Bisektor garis tegak lurus dari OP0 yang melewati titik tengah dan memiliki

kecondongan – x0/y0 (karena garis tegak lurus klein sama dengan garis tegak

lurus Euclidean pada saat satu garis antara dua titik di lingkaran merupakan

diameter mutlak.

Jika kita menerapkan rumus umum untuk refleksi pada model klein yang

anda periksa di latihan K-16, bab 7, lemma 10.2 mengimplikasikan bahwa refleksi

melalui bisektor garis tegak lurus oP0 diberikan dengan :

[‖𝒑𝟎 ‖𝟐 − ‖𝒑𝟎 ‖] − 𝒙𝟎 (𝒙𝟎 𝒙 + 𝒚𝟎 𝒚 + ‖𝒑𝟎 ‖ − 𝟏)


𝒙′ =
‖𝒑𝟎 ‖𝟐 − ‖𝒑𝟎 ‖ + [‖𝒑𝟎 ‖ − 𝟏] (𝒙𝟎 𝒙 + 𝒚𝟎 𝒚 + ‖𝒑𝟎 ‖ − 𝟏)

Dengan menggunakan rumus ini, perhitungan yang sudah dilakukan

menunjukkan bahwa rumus (26) sama dengan cosin ∢𝑄1 𝑂 𝑄2 .

Untuk memeriksa rumus, perlu dicatat bahwa cos θ = 0 jika dan hanya jika

A1A2 + B1B2 + C1 (-C2) = 0, dimana persamaan ini menyatakan bahwa garis l1

melewati kutub(A2, B2, -C2) dari garis l2.

24
PUTARAN TERBATAS SEBUAH SEGITIGA

Anda telah mempelajari di latihan 9, Bab 5 bahwa beberadaan lingkaran

terbatas untuk setiap segitiga ekivalen dengan hukum / postulat paralel Euclidean.

Lingkaran terbatas ada jika dan hanya jika bisektor garis tegak lurus dari sisi-sisi

berjalan bersama-sama di sebuah titik biasa (latihan 12 bab 6). Di latihan 13, bab

6 dan latihan utama7, Bab 6, anda melihat bahwa bisektor garis tegak lurus selalu

berjalan bersama-samadi sebuah titik ideal atau titik ultra ideal jika lingkaran

terbatas tidak ada.

Dalam hal ultra ideal, anda melihat (lihat gambar 6.26) bahwa puncak A, B,

C dari segitiga yang diberikan semuanya adalah sama jauh dari garis tegak lurus

biasa t ke bisektor garis tegak lurus. Ini mengimplikasikan bahwa mereka terletak

pada kurva yang sama jauh yang memiliki t sebagai sebuah sumbu. Menurut

defenisi kita tentang “kurva sama jauh/kurva equidistant” bahwa A, B, C

terletak di sisi yang sama dari t.

Beberapa penulis (seperti Coxeter, Sommerville) mendefenisikan “kurva

sama jauh” dengan cara yang berbeda, misalnya mereka mendefenisikannya

sebagai temapat semua titik di jarak yang sama dari sumbu t, tidak

dipermasalahkan sisi t yang mana. Penulis-penulis ini akan menandakan “kurva

equidistant kita” dengan satu dari dua cabang mereka. Kita sebut saja kurva

equidistant Coxeter dan Sommerville sebagai “sebuah kurva equidistant yang

double”, yang mengindikasikan perpaduan 2 kurva equidistant yang memiliki

sumbu yang sama, yang satu merupakan refleksi dari yang satu lagi yang

berseberangan dengan sumbu. Di latihan II (a), Bab 6, anda melihat bahwa setiap

25
segitiga dibatasi oleh kurva equidistant yang double yang sumbu-sumbunya

merupakan garis-garis yang menggabungkan pasangan titik-titik tengah dari sisi-

sisi. (Gambar 6.24).................

Gambar 10.26

Mengacu pada model bidang setengah atas Poincare : lingkaran Euclidean

melalui A, B, C adalah sebuah lingkaran hiperbola jika semuanya terletak di

bidang setengah atas (bandingkan latihan P-5, Bab 7, dan latihan 48, Bab 9).

Gambar 10.26 menunjukkan 3 kurva equidistant yang double dan sebuah

lingkaran hiperbola yang membatasi segitiga ABC pada model ini.

26
Teorema berikutnya memberikan kriteria trigonometri untuk memutuskan

manakah tipe dari segitiga yang membatasi segtiga ABC.

Teorema 10. 11

Dengan angka-angka baku untuk segitiga ABC, misalkan a adalah panjang

sebuah sisi yang terpanjang sehingga ∢ A adalah sebuah sudut yang terbesar.

Lingkaran yang membatasi segitiga ABC adalah

𝒍𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒓𝒂𝒏
𝒂 < 𝒃 𝒄
𝑯𝒐𝒓𝒐𝒄𝒚𝒄𝒍𝒆 } ⇔ 𝐬𝐢𝐧𝐡 { = } 𝐬𝐢𝐧𝐡 + 𝐬𝐢𝐧𝐡
𝟐 > 𝟐 𝟐
𝒌𝒖𝒓𝒗𝒂 𝒆𝒒𝒖𝒊𝒅𝒊𝒔𝒕𝒂𝒏𝒕

<
𝑟 𝑏 𝑐
⇔ (∢𝐴) { = } ∏ (2) + ∏ (2)
>

C’ B’

A’

B C

Gambar 10.27

27
Bukti

Anggaplah pertama kali tempat dimana bisektor garis tegak lurus adalah

paralel dengan asimtot melalui titik ideal Ω. Menurut lemma 6.3 hal 215, gambar

10.27, dimana A’, B’, C’ adalah titik-titik tengah. Ini menunjukkan bahwa

𝑐 𝑏
(∢A)r = (∢ C’A Ω)r + (∢B’ A Ω)r = ∏ (2) + ∏ (2)

Di saat bisektor garis tegak lurus memiliki sebuah garis tegak lurus t, Gambar

10.28 menyatakan :

Karena ∢𝐶 ′ 𝐴Ω > ∢𝐶 ′ 𝐴Λ 𝑑𝑎𝑛 ∢𝐵 ′ 𝐴Ω > ∢𝐵′𝐴Σ terlihat bahwa

(∢𝐴)𝑟 > (∢𝐶′𝐴Λ)𝑟 + (∢𝐵′𝐴Σ)𝑟 = Π(𝑐/2) + Π(𝑏/2)

Disaat bisector garis tegak lurus bertemu kita memiliki :

(∢𝐴)𝑟 < Π(𝑐/2) + Π(𝑏/2),

Karna inilah satu-satunya kemungkinan yang lain. Oleh karena itu , criteria yang

kedua dibuat.

Pengambilan criteria yang pertama dalam istilah sinus hiperbola dari criteria yang

kedua melibatkan sebuah kalkulasi dengan menggunakan rumus awal. Pertama

dengan hukum kosinus hiperbola (13)

28
cosh 𝑏 cosh 𝑐 − cosh 𝑎
cos 𝐴 =
sinh 𝑏 sinh 𝑐
𝑏 𝑐 𝑎
(2 𝑠𝑖𝑛ℎ2 + 1) (2 𝑠𝑖𝑛ℎ2 +1) − (2 𝑠𝑖𝑛ℎ 2 + 1)
2 2 2
= 𝑏 𝑏 𝑐 𝑐
4 sinh cosh sinh cosh
2 2 2 2

𝑏 𝑐 𝑏 𝑐 𝑎
2 𝑠𝑖𝑛ℎ2 𝑠𝑖𝑛ℎ2 + 𝑠𝑖𝑛ℎ2 + 𝑠𝑖𝑛ℎ2 − 𝑠𝑖𝑛ℎ2
2 2 2 2 2
= 𝑏 𝑐 𝑏 𝑐
2 sinh sinh cosh cosh
2 2 2 2

Kedua, dengan identitas untuk cos (x + y) dan rumus 5 dan 6 maka :

𝑏 𝑐
𝑐𝑜𝑠 [∏ ( ) + ∏ ( )]
2 2
𝑏 𝑐 𝑏 𝑐
= cos ∏ (2) cos ∏ (2) − sin ∏ (2) sin ∏ (2)

𝑏 𝑐 1
= tanh 2 tanh 2 − 𝑏 𝑐
cosh cosh
2 2

𝑏 𝑐
sinh sinh − 1
2 2
= 𝑏 𝑐
cosh cosh
2 2

Kriteria pertama mengikuti persamaan ini setelah beberapa tahap aljabar.

Akibat Teorema.

Sebuah segitiga sama kaki yang panjang alasnya lebih pendek dari sisi-

sisinya (khususnya segitiga sama sisi) memiliki sebuah lingkaran terbatas.

29
A

C’ B’

A’

B C

A Ω Σ

Gambar 10.28

Jika alas lebih panjang dari sisi-sisinya, lingkaran terbatas berupa :

𝒍𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒓𝒂𝒏 <
𝑯𝒐𝒓𝒐𝒄𝒚𝒄𝒍𝒆 } ⇔ 𝐜𝐨𝐬𝐡 𝐚 { = } 𝟒 𝐜𝐨𝐬𝐡 𝐛 − 𝟑
𝒌𝒖𝒓𝒗𝒂 𝒆𝒒𝒖𝒊𝒅𝒊𝒔𝒕𝒂𝒏𝒕 >

dimana a adalah panjang alas dan b adalah panjang sebuah sisi. Kita tinggalkan

bukti untuk latihan 10.

Teorema yang terakhir kita memberikan rumus yang menarik yang

menghubungkan jari-jari lingkaran terbatas dengan luas sebuah segitiga.

30
Teorema 10.12

Jika segitiga ABC memiliki sebuah lingkaran terbatas dengan jari-jari R,

sehingga daerah K dari segitiga ABC dinyatakan dengan

𝒂 𝒃 𝒄
𝒌 𝐭𝐚𝐧𝐡 𝐭𝐚𝐧𝐡 𝐭𝐚𝐧𝐡
𝟐 𝟐 𝟐
(30) 𝐬𝐢𝐧 =
𝟐 𝐭𝐚𝐧𝐡 𝑹

Catatan

Jika kita hanya melihat istilah dalam rangkaian perluasan sin dan tan

(misalnya kita hanya melihat pada segitiga hiperbola yang sangat kecil, maka

rumus ini diturunkan ke rumus euclidean yaitu :

𝒂𝒃𝒄
𝑲 =
𝟒 𝑹

Dalam geometri Euclidean, kita bisa menggantikan K dengan 1⁄2 𝑏 𝑐 sin 𝐴

dan menyelesaikan R dalam geometri hiperbola. Latihan 28 memberikan sebuah

rumus untuk R dalam istilah sisi-sisi segitiga.

Inilah sebuah bukti dari rumus Euclidean. Pilihlah B sebagai sebuah puncak,

sehingga diameter BD dari lingkaran terbatas K memotong sisi AC. Kemudian

∢ D dari segitiga ABC dan ∢ A adalah BC dari K, sehingga sin A = sin D =

𝑎⁄2 𝑅 (karena ∢ BCD benar, maka ditulis dalam setengah lingkaran.

31
Subsitusikan sin A dalam K = 1⁄2 𝑏 𝑐 sin 𝐴 untuk mendapatkan rumus. Bukti

dari teorema 10.12 akan ditunjukkan pada latihan-latihan 20 – 28.

32

Anda mungkin juga menyukai