Anda di halaman 1dari 321

Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru

Volume 01 Bahasa Indonesia


Di translate oleh Aoi.
Zcaoi.blogspot.com

PDF oleh ユウトくん


Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru - Volume 01 Prolog
x x x

Masa muda adalah sebuah kebohongan. Hanyalah bentuk lain dari sebuah kejahatan.

Bagi kamu yang menikmati masa mudanya, sebenarnya kamu sedang menipu dirimu sendiri
terhadap sekitarmu. Kau akan lari dari kenyataan sekitarmu dan melihat mereka semua dengan
positif. Bahkan ketika kau membuat sebuah kesalahan yang bisa merenggut nyawa sekalipun, kau
akan dimaklumi dan dianggap sebagai catatan kecil dalam kehidupan masa mudamu.

Kuberi contoh begini. Jika ada anak muda melakukan tindakan kriminal seperti mencuri ataupun
melakukan vandalisme, maka mereka akan disebut ‘sedang mencari jati diri’. Jika mereka gagal
dalam ujian, mereka akan mengatakan sekolah itu bukanlah satu-satunya tempat untuk belajar. Jadi
selama mereka berada dalam masa muda mereka, mereka bisa mengatakan alasan apapun yang
terdengar wajar meski perbuatan mereka bertentangan dengan norma sosial.

Kebebasan, kebohongan, rahasia, kejahatan, dan bahkan kegagalan hanyalah bumbu masa muda.
Dan dalam kegelapan itu, mereka akan menemukan sebuah keanehan dalam kegagalan mereka.
Mereka menyimpulkan kalau gagal merupakan hal wajar bagi mereka yang ada di masa muda, sedang
gagal bagi mereka yang tidak muda lagi merupakan sebuah kegagalan yang benar-benar serius.

Kalau kegagalan bisa dikatakan sebagai salah satu ciri dari masa muda, bukankah aneh kalau ada
orang lain menganggap aneh anak muda yang tidak punya teman? Kenyataannya, malah mereka
menganggap anak muda itu berbeda dari mereka.

Yang mereka katakan hanyalah omong kosong belaka. Semua ini hanyalah dunia yang dibuat oleh
para oportunis. Oleh karena itu, semua ini penuh dengan kepalsuan. Penuh dengan kebohongan,
pengalihan isu, rahasia-rahasia, dan konspirasi yang para pelakunya harusnya menerima hukuman.

Mereka semua hanyalah kumpulan orang-orang jahat.

Kalau begitu, meski terdengar ironis, mereka yang tidak mengagung-agungkan masa mudanya
merupakan mereka yang berjalan di jalan yang benar.

Kesimpulannya, mati saja kalian.

x Prolog Volume 1 | END x


Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru
Volume 01 Bahasa Indonesia
Di translate oleh Aoi.
Zcaoi.blogspot.com

PDF oleh ユウトくん


Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru - Volume 01

Formulir Konseling Siswa

xxx

Perlu diketahui, guru BK yang membalas komentar di kuisioner ini dalam novel hanya diketahui dua
orang, Tsurumi-sensei dan Hiratsuka-sensei. Kemungkinan besar, yang menjawab tulisan konsultasi
di kertas kuisioner siswa ini adalah Hiratsuka-sensei.
Hikigaya Hachiman (Laki-laki)
Kelas 2-F, nomor absen 29

Apa Prinsip Hidupmu?


Hal-hal seperti prinsip hidup, kebijaksanaan, dan moto hidup harusnya tidak perlu digembar-
gemborkan, mereka harusnya disimpan baik-baik di diri masing-masing. Itulah prinsipku.

Apa kau pernah menulis cita-citamu di album kelulusan dulu? Kalau pernah, apa itu?
Aku satu-satunya siswa yang tidak mendapat tempat kosong untuk menulis cita-cita di album
kelulusan sekolah.

Apa usahamu selama ini agar bisa menggapai cita-citamu itu?


Melupakan trauma masa laluku.

Komentar guru:
Bukankah akan sangat indah jika ada seseorang di luar sana yang juga memiliki prinsip hidup korup
sepertimu? Kupikir kasusmu di album kelulusan itu juga menimbulkan trauma? Karena kehidupan
sekolahmu itu menjadi penyebab trauma dalam kehidupan sehari-harimu, mungkin kau akan tetap
seperti itu tidak peduli apapun usahamu. Jadi kau bisa berhenti untuk melupakan masa lalu.
Totsuka Saika (Laki-laki)
Kelas 2-F, nomor absen 20

Apa Prinsip Hidupmu?


Berpegang teguh kepada semua hal yang telah kurencanakan hingga selesai.

Apa kau pernah menulis cita-citamu di album kelulusan dulu? Kalau pernah, apa itu?
Perawat.

Apa usahamu selama ini agar bisa menggapai cita-citamu itu?


Aku berusaha sebisaku agar bisa bersikap lebih maskulin.

Komentar guru:
Membaca cita-citamu yang ingin menjadi perawat, membuatku membayangkan dirimu yang sedang
memakai kostum perawat. Tolong maafkan aku. Juga, mungkin ada benarnya kalau kau harus
bersikap lebih maskulin, tapi jangan terlalu berlebihan dan cobalah bersikap lebih natural. Jadilah
dirimu sendiri. Tolong jangan berhenti untuk terlihat manis lagi.
Yuigahama Yui (Perempuan)
Kelas 2-F, nomor absen 33

Apa Prinsip Hidupmu?


Semua orang harusnya terlihat akrab bersama.

Apa kau pernah menulis cita-citamu di album kelulusan dulu? Kalau pernah, apa itu?
Aku pernah. Kutulis "Meski kita sudah lulus, aku ingin terus berteman dengan kalian selamanya!"

Apa usahamu selama ini agar bisa menggapai cita-citamu itu?


Aku berusaha untuk mengekspresikan pendapatku dengan jelas!

Komentar guru:
Moto hidupmu itu adalah taktik yang sering dipakai di Dragon Quest. Sejujurnya, aku lebih
menyukai taktik "Ayo kita bertarung bersama-sama!". Oh, dan soal cita-citamu. Gadis yang bercita-
cita sepertimu itu memang ada di luar sana. Tapi sekedar info saja, aku tidak pernah melihat gadis
yang menulis kata-kata itu lagi setelah dia lulus SMA. Semoga berhasil ya.
Yukinoshita Yukino (Perempuan)
Kelas 2-J, nomor absen 38.

Apa Prinsip Hidupmu?


Keadilan yang absolut.

Apa kau pernah menulis cita-citamu di album kelulusan dulu? Kalau pernah, apa itu?
Menggunakan pengaruh ayahku untuk memimpin perusahaan.

Apa usahamu selama ini agar bisa menggapai cita-citamu itu?


Mencoba memahami perilaku manusia.

Komentar guru:
Aku sangat menghargai kejujuranmu, tapi bagaimana jika kau mempertimbangkan opsi yang lain?
Juga, kau sangat buruk dalam memahami perilaku manusia. Tolong agar kau lebih bekerja keras
dalam hal itu.
Zaimokuza Yoshiteru (Laki-laki)
Kelas 2-C, nomor absen 12.

Apa Prinsip Hidupmu?


Hidup adalah sebuah pertempuran, dan aku adalah pedang dalam pertempuran itu.

Apa kau pernah menulis cita-citamu di album kelulusan dulu? Kalau pernah, apa itu?
Album kelulusan SD, menjadi mangaka. Album kelulusan SMP, menjadi penulis light novel.

Apa usahamu selama ini agar bisa menggapai cita-citamu itu?


Agar selalu siap ketika pertempuran yang tidak terduga terjadi di depanku, aku sering memakai
pemberat tangan dan kaki yang seberat 1kg.

Komentar guru:
Sebenarnya kau ini sedang bertempur dengan siapa? Juga, kau bilang memakai pemberat di tangan
dan kaki, tapi kau sendiri tidak punya kekuatan tersembunyi atau sejenisnya jika pemberat itu
dibuang. Dan apakah kau mengubah cita-citamu dari mangaka menjadi penulis light novel karena
kau tidak bisa menggambar?
Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru
Volume 01 Bahasa Indonesia
Di translate oleh Aoi.
Zcaoi.blogspot.com

PDF oleh ユウトくん


Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru - Volume 01

Chapter 1 : Apapun yang terjadi, sejak awal Hikigaya Hachiman memanglah


pribadi yang korup

x x x

Guru sastra Jepangku, Hiratsuka Shizuka, terlihat emosi ketika membaca essay milikku dengan
keras-keras. Ketika kudengarkan dengan cermat, aku ternyata baru sadar kalau skill menulisku jauh
dari kata bagus. Kupikir akan terlihat pintar jika kutaruh beberapa huruf yang asing disana, tapi
ternyata terlihat seperti sebuah taktik murahan yang dimiliki seorang penulis bermasalah.

Apakah karena tulisanku yang terkesan amatir tersebut, alasan dibalik dia memanggilku kesini?
Mungkin saja begitu. Pasti itulah alasannya. Setelah Sensei selesai membacanya, dia menaruh
tangannya di kening.

“Begini, Hikigaya, apa tugas yang kuberikan kepadamu ketika di kelas tadi?”

“...Well, itu adalah menulis essay dengan topik ‘Pandanganmu terhadap kehidupan SMA’.”

“Benar sekali. Jadi kenapa kau menulis surat ancaman seperti ini? Apa kau teroris? Atau mungkin,
idiot?”

Dia mengatakan itu sambil merapikan rambutnya, lalu tatapan matanya sangat tajam ke arahku.

Kalau dipikir-pikir, dia mungkin lebih tepat dikatakan ‘nyonya’ daripada ‘guru wanita’, karena yang
terakhir tadi lebih terkesan erotis. Ketika aku memikirkan banyak hal, kepalaku dipukul oleh kertas
yang digulung olehnya.

“Perhatikan yang benar!”

“Ya, Sensei.”
“Matamu, seperti mata ikan yang membusuk.”

“Tapi ikan kaya omega-3 bukan? Saya rasa itu bisa membuat saya terkesan pintar.”

Tapi gerakan mulutnya semakin emosi mendengarkan jawabanku.

“Hikigaya. Apa-apaan dengan essay semacam ini? Aku ingin mendengar dulu alasanmu.”

Tatapan matanya seperti orang yang melemparkan pisau ke arahku. Hanya wanita yang dikutuk
untuk menjadi cantik, adalah wanita yang bisa memberikan ekspresi yang cukup kuat sehingga
membuatmu terseret dalam auranya. Sederhananya, dia terlihat menakutkan.

“Uh-well...bukankah itu mencerminkan kehidupan SMA, benar tidak? Essay itu sudah melebihi
ekspektasi sebuah essay yang ditulis anak SMA!”

Aku terus menggumamkan kata-kataku. Aku sebenarnya gugup berbicara kepada orang, tapi
berbicara ke wanita yang lebih tua membuatku bertambah gugup.

“Biasanya, judul essay seperti itu akan membuat para siswa akan menuliskan pengalaman mereka di
dalamnya, benar tidak?”

“Memang benar judulnya seperti itu, sensei. Kalau sensei menulis judulnya lebih detail, mungkin
saya bisa menulis essay sesuai dengan apa yang sensei ingin baca di essay saya. Namun kalau tidak
sesuai harapan sensei, bukankah itu salah sensei yang memberi judul essay kurang detail?”

“Kau jangan mengajariku, dasar bocah.”

“Bocah...? Ya masuk akal juga kalau usia seperti sensei mengatakan itu kepada saya, mungkin saya
memang bocah.”

Ada sebuah angin bertiup. Dan ternyata itu adalah sebuah pukulan. Pukulan yang dilepaskan tanpa
adanya gerakan awalan. Dan kalau itu belum cukup, itu adalah pukulan yang mengagumkan sehingga
hanya beberapa mili dari pipiku.

“Selanjutnya kupastikan tidak akan meleset.” Dia mengatakannya dengan tatapan mata yang serius.
“Maafkan saya. Saya akan menulis ulang essaynya.”

Untuk mengesankan penyesalan, aku akan menuliskan kata-kataku dengan bijak. Tapi sekarang, dari
semua yang sensei lakukan, tampaknya menulis ulang essay tidak termasuk dalam salah satu cara
untuk memaafkanku. Kurasa yang tersisa untukku adalah berlutut dan membungkuk di depan
kakinya.

Ketika aku sedang mempersiapkan diriku untuk itu, dia lalu berkata.

“Tahu tidak, aku sebenarnya tidak marah kepadamu.”

Oh, jadi begini. Hal-hal mengganggu yang selalu mereka bilang. ‘Aku tidak akan marah, jadi tolong
beritahu’. Dan setelah kuberitahu, ternyata mereka marah. Tapi anehnya, kali ini dia tidak terlihat
marah. Well, kecuali adegan ketika aku membahas usianya.

Aku lalu melihat reaksinya ketika aku batalkan lututku yang hendak berlutut tadi.

Dari saku mantelnya, dia mengambil rokok Seven Stars dan mengetuk-ngetuk mejanya dengan
bungkus rokok yang ada sisi filternya. Persis seperti yang dilakukan para pria yang sudah tua. Setelah
membuka rokoknya, dia lalu menyalakan korek 100Yen tersebut dan menyalakan rokoknya. Dia lalu
menghisap rokoknya dalam-dalam dan mengeluarkan asapnya di depanku, dengan ekspresi wajah
yang serius.

“Kamu tidak ikut klub manapun, benar?”

“Benar.”

“...Kau tidak punya satupun teman, benar tidak?”

Dia bertanya seperti itu, seperti sudah menyimpulkan kalau aku memang tidak punya teman.

“Sa-saya beritahu saja kalau saya ini hidup dengan pandangan yang parsial, sehingga saya tidak bisa
punya hubungan yang dekat dengan orang lain!”

“Kesimpulannya, kau tidak punya, benar?”


“Pa-pada dasarnya, yeah begitulah...”

Seperti sudah menduga jawabanku seperti apa, ekspresi wajah sensei tiba-tiba berubah menjadi
sangat antusias.

“Jadi begitu ya! Kau benar-benar tidak punya teman! Tepat seperti diagnosisku. Melihat kedua mata
yang terlihat mati sepertimu, aku langsung tahu!”

Jadi kau bisa mengetahuinya hanya dengan melihat mataku? Kalau begitu kau tidak perlu repot-repot
tanya kepadaku lah!

Dia lalu menganggukkan kepalanya dengan mengatakan “mhmmm...ya” dan melihat ke arahku.

“.............Bagaimana dengan pacar atau semacam itu?”

Apa-apaan dengan ‘semacam itu’? Apa yang akan kau lakukan jika aku bilang kalau aku punya
homoan?

“Untuk sekarang ini, belum punya...”

Aku masih memiliki harapan agar memiliki itu di masa depan, jadi kukatakan ‘sekarang ini’, untuk
jaga-jaga...

“Begitu ya...”

Kali ini dia menatapku dengan tajam, dengan mata yang sedikit berembun. Kuharap itu karena asap
rokoknya yang membuat matanya iritasi.

Hey, hentikan itu! Jangan mengasihani nasibku dengan tatapan mata seperti itu!

Ngomong-ngomong, ujung dari pertanyaan tadi kemana sih? Apakah Hiratsuka-sensei memang guru
yang seantusias ini?
Mungkinkah dulunya dia adalah siswi SMA yang nakal dan dikeluarkan dari sekolah, yang kembali
ke sekolahnya untuk menjadi guru?...Serius nih, kembali saja ke sekolahmu!
[note: Kalau tidak salah ada sinetron Jepun berjudul Yankee Bokou ni Kaeru dimana anak nakal sekolah
tersebut kembali ke sekolah tersebut sebagai guru. Dimana guru tersebut membantu para anak nakal di
sekolahnya kembali ke jalan yang benar.]

Setelah mempertimbangkan sesuatu, dia mengepulkan asap rokoknya.


“Baiklah, begini saja. Tulis ulang essaymu.”
“Siap.”

Pasti akan kulakukan.

Baiklah, kali ini aku akan menulis banyak hal yang ‘normal’, tidak menyinggung siapapun. Mirip
seperti tulisan blog, gravure idol, dan seiyuu.

Seperti: Makan malam hari ini adalah...Kari!

Apa-apaan menggunakan ‘adalah...’? Tidak ada yang mengejutkan dengan mengatakan akan
memakan kari.

Sampai saat ini, reaksinya masih sesuai dugaanku. Tapi apa yang dia katakan selanjutnya adalah hal
yang diluar dugaanku.

“Tapi, fakta kalau kau mengatakan hal-hal yang melukai perasaanku itu tetap kucatat. Apa kau tidak
pernah diajari agar tidak membicarakan usia wanita di depannya? Sebagai hukumannya, kau akan
bergabung dengan Klub Relawan. Lagipula, yang salah memang harus menerima hukuman.”

Dia tidak tampak terluka, malahan dia seperti memerintahku saja. Tapi, dia seperti orang yang licik
saja.

Ngomong-ngomong licik, ini mengingatkanku dengan hal yang lain...Kedua mataku berusaha kabur
dari realitas dimana dari tadi aku melirik ke arah dada sensei yang berusaha keluar dari sesaknya blus
yang dia pakai.

Sungguh pemikiran yang tercela...Tapi kalau begitu, hukuman macam apa yang tadi dia berikan?

“Klub Relawan...Saya harus melakukan apa di klub itu?”

Aku menanyakan itu karena bingung. Aku merasa kalau di klub itu aku harus melakukan perbuatan-
perbuatan kotor, seperti menculik orang.

“Ikuti saja aku.”


Hiratsuka-sensei lalu mematikan rokoknya di asbak dan berdiri. Ketika aku berdiri saja karena
bingung tidak ada penjelasan yang memadai, ternyata sensei sudah ada di pintu, melihat ke arahku.

“Oi, cepatlah!”

Dengan penasaran, kuikuti dirinya.

x x x

Bentuk gedung sekolah dari SMA Sobu kota Chiba agak aneh. Kalau dari atas, terlihat seperti huruf
kanji untuk mulut ( ロ ). Kalau ditambah gedung audio-visual, maka sekolah kita jika dilihat dari atas
akan terlihat seperti mata dari seekor burung. Gedung yang menjadi ruangan kelas berada di dekat
jalan raya, berseberangan dengan gedung khusus. Sebuah lorong panjang yang ada di lantai dua
menghubungkan kedua gedung, membentuk sebuah image persegi.

Area-area kosong yang mengelilingi gedung sekolah adalah tempat suci bagi anak muda yang
harusnya mati di essayku. Ketika jam makan siang, baik siswa maupun siswi makan siang bersama.
Lalu, bermain badminton bersama. Setelah pulang sekolah, dengan ditemani cahaya matahari yang
sedang tenggelam dan latar belakang gedung sekolah, mereka membicarakan tentang cinta-cintaan
sambil melihat ke arah bintang-bintang ditemani tiupan angin laut.

Yang benar aja!

Dari sudut pandang orang luar, mereka seperti para aktor yang memainkan drama berjudul ‘masa
muda’ dan memainkan peran mereka dengan baik. Dalam drama seperti itu, mungkin aku berperan
sebagai pohon atau semacam itu.

Jika melihat arah langkah sepatu ‘click-clack’ sensei yang membentur lantai, tampaknya dia menuju
ke arah gedung khusus.

Aku merasakan hal yang buruk soal ini.


Sebagai permulaan, sesuatu yang bernama ‘Klub Relawan’ sendiri sudah terdengar buruk. Kata
‘relawan’ sendiri adalah hal yang tidak lazim dalam kehidupan sehari-hari.

Tapi kenyataannya, hal-hal seperti itu tidak akan terjadi. Tidak, sebenarnya, kalau dibayar maka
tidak masalah. Kalau kata orang uang bisa membeli segalanya, maka aku harusnya tidak perlu
bermimpi di dunia yang busuk ini. Dengan kata lain, ‘relawan’ sendiri terdengar buruk.

Yang terburuk adalah, kita sudah sampai di gedung khusus. Aku sepertinya akan melakukan hal-hal
semacam memindahkan piano dari ruang musik, membersihkan sampah-sampah eksperimen di lab
biologi, merapikan buku-buku di perpustakaan, atau semacam itu. Kalau begitu, aku harus
mempersiapkan rencana cadangan.

“Sensei, saya punya penyakit kronis di bawah punggungku...kalau tidak salah her, her, herpes?
Yeah, itu dia...”

“Kurasa maksudmu tadi itu hernia. Tapi santai saja. Kau tidak akan mengerjakan pekerjaan kuli.”

Hiratsuka-sensei berusaha meyakinkanku.

Oh begitu, tampaknya ini semacam pekerjaan kantoran? Kalau pekerjaan semacam itu, maka ini
adalah pekerjaan yang mengutamakan pikiran daripada aktivitas fisik. Ini mirip siksaan untuk mengisi
sebuah lubang daripada menggali lubangnya.

“Saya seperti merasakan kematian ketika memasuki ruangan kelas.”

“Apa itu mirip dengan sniper dengan hidung panjang? Ituloh yang ada di seri Bajak Laut si Topi
Jerami?”

Jadi anda baca komik shounen juga?

Ya sudahlah, aku sendiri tidak keberatan mengerjakan pekerjaan sendirian. Aku hanya mengatakan
ke pikiranku saja kalau aku ini adalah sebuah mesin, maka masalah selesai.

“Kita sudah sampai.”


Ruangan kelas di depan sensei tidak ada keanehan apapun jika dilihat baik-baik. Tidak tertulis
apapun di pintunya. Ketika aku menatap itu dengan penasaran, sensei membuka pintu gesernya. Ada
beberapa kursi dan meja yang disusun bertumpuk di pojokan.

Mungkin ini digunakan sebagai gudang. Kalau dipikir-pikir, ini tidak ada bedanya dengan ruangan
kelas yang normal, kecuali posisi perabotannya. Tapi, yang membedakan ruangan ini dari kelas
adalah di ruangan ini ada seorang gadis.

Ditemani cahaya matahari senja, dia terlihat sedang membaca buku. Mungkin kalau dunia akan
kiamat, dia akan tetap duduk disana, membaca bukunya. Dengan ilusi seperti ini, membuatku merasa
kalau yang kulihat ini adalah sebuah gambar lukisan.

Momen dimana aku melihat itu, baik pikiran dan tubuhku serasa membeku.

Aku sangat terpesona oleh pemandangan ini.

Menyadari kalau ada tamu, dia menaruh penanda halaman di bukunya dan melihat ke arah kami.
“Hiratsuka-sensei. Saya pernah mengatakan kepada sensei untuk mengetuk pintu dulu sebelum
masuk...”
Tubuh yang elegan. Rambut hitam yang panjang. Meski memakai seragam yang sama dengan gadis-
gadis di kelasku, dia tetap terlihat berbeda.

“Meski aku mengetuk, kau tidak akan meresponnya.”

“Itu karena anda langsung masuk tanpa menunggu respon dari saya.”

Dia memberikan ekspresi protes untuk merespon kata-kata sensei.

“Dan siapa orang konyol yang ada di belakang anda itu?”

Dia menatapku dengan tatapan yang dingin.

Aku tahu gadis ini. Dia adalah Yukinoshita Yukino, kelas 2J.

Sebenarnya, aku hanya tahu nama dan wajahnya, aku tidak pernah bicara dengannya. Mustahil aku
bisa, karena pada dasarnya aku sendiri sangat jarang berbicara dengan orang-orang di sekolah.

Di SMA Sobu, selain memiliki 9 kelas reguler per angkatan, disini ada sebuah kelas yang berisikan
siswa-siswa berprestasi yang diharapkan mampu bersaing dengan kurikulum internasional. Kelas
tersebut punya standar nilai 2-3 kali lebih tinggi daripada kelas lain. Kebanyakan berisi siswa
pindahan dari luar negeri ataupun siswa yang berkeinginan untuk kuliah di luar negeri.

Di kelas tersebut, ada satu siswa yang sangat terkenal, atau lebih tepatnya, menjadi perhatian semua
orang, dia adalah Yukinoshita Yukino. Entah di ujian biasa atau ujian semester, dia selalu konsisten
berada di ranking satu dari seluruh siswa SMA Sobu. Sederhananya, dia adalah gadis yang paling
cantik dan sempurna di sekolah ini, semua orang tahu siapa dia.

Di lain pihak, aku adalah pria standar, siswa level medioker. Oleh karena itu, kalau dia tidak kenal
diriku, akupun tidak akan tersinggung. Meski, aku agak sedikit tersinggung ketika dia mengatakan
diriku konyol.

“Ini Hikigaya. Dia akan bergabung dengan Klub.”


Karena tiba-tiba dikenalkan sensei, akupun mengangguk. Kalau begini, berarti aku harus
memperkenalkan diriku.

“Aku Hikigaya Hachiman, dari kelas 2F. Umm...Eh...Apa maksud anda dengan bergabung?”

Bergabung? Menjadi anggota klub ini?

Sensei lalu berbicara seperti sudah menduga apa yang ingin kukatakan.

“Kau harus terlibat aktif di kegiatan klub ini sebagai hukuman. Aku tidak menerima protes,
penolakan, pertanyaan, dan semacamnya. Coba kau renungkan sikapmu itu. Bercerminlah dahulu!”

Tanpa membiarkanku untuk protes, dia melanjutkan.

“Dengan semua itu, kau mungkin bisa tahu dari melihatnya sekilas, hatinya memang sudah korup.
Hasilnya, dia terlihat seperti seorang penyendiri yang perlu dikasihani.”

Bisakah anda bilang dari melihat sekilas saja sudah tahu, tanpa perlu menjelaskannya detail?

Sensei lalu menatap Yukinoshita dan berkata.

“Kalau dia bisa belajar caranya bersosialisasi, mungkin bisa kupertimbangkan lagi. Bisakah
kuserahkan dia padamu? Requestku adalah agar kau menghilangkan sifatnya yang korup dan
tertutup.”

“Begitu ya, kupikir akan lebih bagus jika anda bersikap keras kepadanya dan menanamkan disiplin.”

Yukinoshita meresponnya dengan tegas.

...Gadis yang menakutkan.

“Aku akan dengan senang hati jika bisa melakukannya, tapi aku sendiri punya masalah yang harus
kuselesaikan. Juga, disini tidak diperbolehkan adanya kekerasan fisik.”
...Dia mengatakan itu seolah-olah kekerasan verbal diperbolehkan.

“Dengan berat hati saya menolaknya. Tatapan matanya seperti punya maksud terselubung yang
membuat hidupku serasa dalam bahaya.”

Yukinoshita seperti membetulkan kerah seragamnya, lalu dia menatapku.

Aku ini tidak sedang melirik dadamu yang super datar..Eh, benar tidak ya? Tidak, tidak, aku tidak
meliriknya. Aku hanya mengatakannya sekilas dan tidak sengaja melirik dadanya.

“Jangan khawatir Yukinoshita. Karena mata dan hatinya sudah korup, dia sangat adaptatif dan
mengkalkulasi dengan baik resikonya. Dia tidak akan melakukan sesuatu yang membuatnya mendapat
tuntutan hukum. Kau bisa mempercayai tampilan jahat yang menyedihkan darinya.”

“Itu bukanlah pujian...Apa anda tidak salah? Saya ini bukan mampu mengkalkulasi resiko, lebih
tepatnya saya ini mampu membuat keputusan yang masuk akal.”

“Penjahat yang menyedihkan ya...Begitu...” kata Yukinoshita.

“Kau bahkan tidak mendengarkan penjelasanku dan langsung setuju dengannya...”

Apa sensei berhasil mempengaruhinya ataukah tampilanku yang seperti penjahat yang menyedihkan
ini yang dia percayai? Entah apapun itu, Yukinoshita sekarang menganggapku seperti sesuatu yang
aku sendiri tidak ingin dia lihat.

“Ya sudah, kalau itu request dari sensei, saya tidak bisa menolaknya...Kuterima requestnya.”
Yukinoshita mengatakan itu dengan nada agak jijik terhadap sesuatu.

Sensei tersenyum puas.

“Oke, kalau begitu selanjutnya kuserahkan padamu.”

Setelah itu, dia keluar ruangan dengan terburu-buru.


Dan aku hanya berdiri disini...

x x x

Sejujurnya, aku akan lebih tenang kalau mereka meninggalkanku sendirian. Tapi berada dalam
lingkungan yang asing, membuatku gugup. Suara dari detik jam dinding membuatku ketakutan seperti
takut tiba-tiba bersuara dengan keras.

Hei, apa ini, serius? Apa ini sebuah perkembangan kehidupan rom-com-ku? Aku seperti diselimuti
sebuah tensi yang cukup tinggi. Aku tidak mau komplain dengan situasinya.

Tiba-tiba, sebuah memori kelam semasa SMP muncul di pikiranku.

Waktu itu jam pulang sekolah. Ada dua siswa yang masih berada di kelas. Gorden kelas seperti
tertiup angin yang lembut, dan cahaya matahari senja menyinari ruangan itu, seorang laki-laki
menembak si gadis di depannya.

Aku masih ingat betul kata-kata si gadis.

‘Bisakah kita berteman saja?’

Ah tidak, ini adalah memori buruk. Kita tidak pernah bicara apapun lagi setelah menjadi teman.
Karena itulah, aku berpikir kalau teman adalah sebuah hubungan dimana orang-orang tidak perlu
berbicara satu sama lain.

Intinya, sendirian ditemani gadis cantik di ruang tertutup adalah semacam situasi rom-com yang
tidak akan pernah terjadi dalam hidupku. Sayangnya, aku sudah terlatih dalam hal ini, jadi aku tidak
akan jatuh dalam perangkap ini begitu saja.

Para gadis tertarik kepada pria seksi dan populer. Mereka juga memiliki hubungan palsu dengan
mereka. Memikirkan itu saja membuatku tertawa cekikikan.
Dengan kata lain, gadis-gadis semacam itu adalah musuhku.

Sampai sekarang, aku sudah bersumpah kalau aku tidak akan merasakan pengalaman semacam itu
lagi. Cara tercepat agar tidak terjebak dengan situasi rom-com ini adalah dengan menjadi orang yang
dibenci. Sengaja kalah agar menang! Aku akan melakukan apapun untuk melindungi harga diriku,
jadi persetan dengan popularitas!

Kalau begitu, sebagai awalan, aku akan mengintimidasi Yukinoshita dengan terlihat seperti orang
jahat di depannya. Seorang binatang liar akan membunuh orang dari tatapannya!

Grrrr...!

Yukinoshita lalu menatapku seperti sampah. Dia menatapku dengan setengah mata tertutup dan
mengembuskan napasnya.

“...Kenapa kau tidak berhenti berdiri disana, berhenti membuat suara-suara yang menjijikkan, dan
duduk?”

“Huh? Oh, yeah. Maaf.”

...Woah, apa-apaan tatapan matanya tadi? Semacam binatang buas?

Mungkin dia habis membunuh 5 orang!

Meski aku seperti berusaha mengintimidasinya, Yukinoshita masih bersikap ramah kepadaku.
Sambil berusaha menghilangkan rasa gugupku, aku menarik kursi kosong terdekat dan duduk.

Setelah itu, Yukinoshita tidak mengatakan apapun. Dia hanya membalik-balik halaman bukunya.
Suara halaman buku yang dibalik seperti menjadi suara latar ruangan ini. Aku tidak tahu apa yang dia
baca kalau melihat sampulnya, mungkin semacam literatur. Semacam karya Salinger, Hemingway,
atau Tolstoy. Kupikir itu yang bisa kubaca dari ekspresinya.

Yukinoshita terlihat seperti gadis dari kalangan elit kalau melihat bagaimana dia memperlakukan
siswa lain apapun yang terjadi, dia selalu terlihat sebagai gadis yang sangat cantik. Tidak seperti
orang elit yang normal, Yukinoshita Yukino memutuskan ikatannya dari lingkaran sosial di
sekitarnya. Seperti namanya, yuki no shita no yuki (Salju yang berada di bawah salju), tidak peduli
seberapa cantik dirinya, dia tetap tidak tersentuh dan tidak bisa didapatkan oleh siapapun. Yang bisa
orang lakukan hanyalah mengagumi kecantikannya.
Sejujurnya, aku tidak pernah menduga kalau kejadian aneh ini, berakhir dengan menjadi kenalannya.
Aku sangat yakin kalau kuceritakan ini ke teman-temanku, mereka akan cemburu. Meski, aku tidak
punya teman untuk kuceritakan.

Jadi, apa yang akan kulakukan dengan Nona Cantik ini disini?

“Apa ada sesuatu?”

Mungkin karena aku menatapnya cukup lama, tapi Yukinoshita menutup bukunya karena tidak
nyaman dan langsung menatapku.

“Ah, maaf. Aku sedang berpikir apa yang harus kulakukan.”

“Tentang apa?”

“Begini maksudku. Aku ini diajak kesini tanpa diberi penjelasan apapun.”

Dia menatapku seperti melihat seekor serangga, dia lalu mengembuskan napas seperti orang yang
menyerah dan mengatakan beberapa kata.

“...Kurasa kau ada benarnya. Kalau begitu, mari kita jadikan itu game.”

“Game?”

“Ya. Game yang membuatmu harus menebak semacam apa klub ini. Jadi, menurutmu...klub apa
ini?”

Aku memainkan sebuah game dengan gadis yang sangat cantik di ruangan tertutup...

Yang terbayangkan olehku hanyalah elemen-elemen erotis, tapi aura yang dia berikan bukanlah aura
yang lembut, tapi sejenis pisau yang tajam. Sangat tajam sehingga nyawaku bisa hilang jika salah. Oi,
kemana suasana rom-com tadi, kok hilang?
Merasa terdesak, keringat dingin mulai membanjiri tubuhku. Aku lalu melihat ke sekitarku untuk
mencari petunjuk.

“Apa ada member klub yang lain?”

“Tidak ada, hanya kita.”

Apa ini bisa dilegalkan menjadi sebuah klub? Aku sendiri ragu soal itu. Sederhananya, disini tidak
ada petunjuk sama sekali.

Tunggu. Sebenarnya, dari tadi memang banyak sekali petunjuk. Bukannya sombong, aku ini
memang bagus dalam game solo, semakin sedikit teman main maka semakin bagus.

Aku sangat percaya diri dalam permainan dan teka-teki. Aku malah merasa bisa menang kalau ada
kuis di SMA. Kalau aku menggabungkan banyak sekali petunjuk, maka jawabannya jelas.

“Ini sebuah klub literatur?”

“Benarkah...? Apa alasanmu?”

Yukinoshita mempertanyakan itu dengan wajah yang sangat antusias.

“Setting ruangannya. Tidak adanya peralatan khusus dan member klub yang sedikit tapi klub tetap
diperbolehkan ada. Dengan kata lain, ini adalah klub yang tidak memerlukan dana dari sekolah.
Tambahan lagi, kau membaca buku. Jadi jawabanku tadi itu sudah tepat.”

Alasan yang mengagumkan, aku mengatakan itu ke diriku sendiri. Bahkan bocah SD berkacamata
akan mengatakan “wah, benarkah?” dan memberiku petunjuk, kuselesaikan kasusnya seperti semudah
menjentikkan jariku.
[note: Bocah SD berkacamata adalah Conan Edogawa dari manga Detective Conan.]

Tampaknya Nona Yukino terlihat kagum dan mengatakan ‘begitu ya...’.

“Salah.” Yukinoshita tertawa ketika mengatakannya.


...Sekarang, ini benar-benar membuatku gugup.

“Jadi klub semacam apa ini?”

Meski aku mengatakan itu, Yukinoshita memberikan tanda kalau game ini masih berlanjut.

“Baiklah, kuberi petunjuk penting. Aku disini, melakukan ini, ini termasuk aktivitas klub.”

Akhirnya dia memberiku petunjuk. Tapi ini tidak ada hubungannya dengan jawaban. Bahkan, ini
berakhir dengan kesimpulan yang sama dengan sebelumnya – Klub Literatur.

Tunggu, tunggu dulu. Tenang dulu. Santai. Santailah, Hikigaya Hachiman.

Dia mengatakan kalau tidak ada member lain selain kita berdua. Tapi meski berdua, aktivitas klub
masih berlangsung.

Mungkin, ada member bayangan? Dan ada twist di ceritanya kalau ternyata ada member bayangan di
klub ini. Dan pada akhirnya, cerita rom-com milikku akan berkembang menjadi Gadis Bayangan
Yang Cantik dan diriku.
[note: Hachiman tampaknya berimajinasi memiliki hubungan itu dengan Yukino.]

“Perkumpulan penelitian hal gaib!”

“Sudah kuberitahu tadi kalau ini adalah klub...”

“Oh, berarti Klub Penelitian Hal Gaib!”

“Salah...Itu konyol sekali. Hantu itu tidak ada.”

Dia mengatakan itu tanpa mengatakan hal yang manis seperti ‘Ka-karena tahu tidak, me-mereka itu
tidak ada! A-aku tidak mengatakan itu karena aku takut atau semacamnya!’. Dia malah mengatakan
itu dengan tatapan yang tajam. Tatapan sejenis yang mengatakan ‘orang idiot mati saja!’.
[note: Hachiman ternyata suka gadis yang tsundere.]
“Aku menyerah deh. Aku tidak ada petunjuk lagi.”

x x x

“Hikigaya-kun. Sudah berapa lama semenjak terakhir kalinya kau berbicara ke seorang gadis?”

Dia langsung saja menanyakan pertanyaan yang tidak relevan itu. Ternyata gadis ini berani juga.

Aku sangat yakin dengan informasi yang ada di kepalaku. Aku ingat pernah mengobrol dan gadis-
gadis di kelasku menganggapku sebagai stalker. Menurut memori otakku, terakhir kalinya aku
berbicara kepada seorang gadis adalah Juni dua tahun lalu.

Gadis: “Hari ini panas sekali ya?”

Aku: “Lebih tepatnya lembab sekali, benar tidak?”

Gadis: “Apa?....Oh...Um...Yeah, kupikir begitu.”

Selesai.

Percakapannya sejenis dengan itu. Kecuali fakta kalau dia ternyata tidak berbicara kepadaku, tapi
kepada gadis yang duduk di seberangku. Manusia memang suka mengingat hal-hal yang tidak
menyenangkan. Bahkan sampai saat ini, ketika ingat kejadian itu di tengah malam, aku rasanya ingin
menutup kepalaku dengan selimut dan berteriak sekencang-kencangnya.

Tepat ketika aku mulai lega karena memori itu sudah hilang lagi dari kepalaku, Yukinoshita
memberitahu sesuatu.

“Mereka yang mampu termotivasi untuk memberikan sesuatu kepada yang tidak mampu. Banyak
yang mengatakan kalau itu adalah pekerjaan sukarela. Memberikan bantuan untuk mengembangkan
suatu negara, mengorganisir makanan bagi tunawisma, memberikan kesempatan kepada pria tidak
populer untuk berbicara kepada seseorang gadis. Memberikan bantuannya kepada mereka yang
membutuhkan. Itulah yang dilakukan klub ini.”

Entah mengapa, Yukinoshita mengatakan itu sambil berdiri. Dia melihatku dengan rendah.

“Aku mengundangmu ke Klub. Selamat bergabung dengan Klub Relawan.”

Meski suaranya tidak seperti orang yang mengundang, tapi caranya mengatakan itu memang
menarik. Mungkin itulah yang membuat mataku seperti hendak meneteskan air mata.

Tapi dia tetap menaburi garam di lukaku, membuatku semakin depresi.

“Menurut Hiratsuka-sensei, ini adalah tugas bagi mereka yang superior untuk menyelamatkan
mereka yang eksistensinya menyedihkan. Aku akan memastikan untuk memenuhi apa yang dia
requestkan kepadaku dengan penuh tanggung jawab. Aku akan memperbaiki sikapmu yang
bermasalah itu. Setidaknya, tunjukkanlah rasa terima kasihmu.”

Mungkin dia meniru ‘noblesse oblidge’. Sebuah ungkapan berbahasa Perancis yang berisi sebuah
gerakan moral para bangsawan untuk menunjukkan sikap mereka yang terhormat dan bermoral.
Yukinoshita berdiri disana sambil menyilangkan lengannya, memang menunjukkan sebuah image
kaum bangsawan. Bahkan, terasa wajar kalau memanggilnya kelas elit, kalau melihat nilai akademis
dan tampilannya.

“Gadis sialan...”

Aku harus menunjukkan segala yang kupunya untuk menjelaskan kepadanya kalau aku bukanlah
orang yang pantas untuk dikasihani.

“...Tahu tidak, meski aku yang mengatakan itu, aku sebenarnya ini superior. Aku ini peringkat 3
dalam ujian sastra Jepang! Aku punya penampilan yang bagus! Kalau kau menyingkirkan fakta kalau
aku tidak punya pacar atau teman, aku sebenarnya berada dalam kaum elit.”

“Itu malah membuatku bertambah yakin...Tapi, sangat mengagumkan melihatmu bisa mengatakan
itu dengan percaya diri. Kamu ini orang aneh. Aku saja sudah mulai ketakutan.”

“Diamlah. Aku sendiri juga tidak sudi mendengar itu dari gadis yang aneh sepertimu.”
Dia memang gadis aneh. Setidaknya, itu menurut gosip yang kudengar. Gosip itu tidak sengaja
kudengar, karena aku sendiri tidak berbicara dengan orang di sekolah. Mereka mengatakan kalau
Yukinoshita adalah gadis yang berbeda dari gadis kebanyakan.

Mungkin inilah yang mereka sebut dengan kecantikan yang dingin. Dan sekarang dia tersenyum
dingin kepadaku. Kalau mau lebih spesifik lagi, senyum yang sadis.

“Hmm...Menurut observasiku, tampaknya kesendirianmu itu merupakan hasil dari pikiranmu yang
korup dan sikapmu yang tidak percaya dengan sosial sekitarmu. Pertama, aku akan menemukan
tempat untukmu di sosial sekitarmu. Mau bagaimana lagi, kau sendiri terlihat perlu dikasihani. Tahu
tidak? Menemukan tempat dimana kau harusnya berada, bisa membuatmu terbakar habis dan akhirnya
membuatmu menjadi bintang.”

“Itu cerita di buku ‘The Nighthawk Star’, benar tidak? Itu cukup nerdy.”

Kalau aku tidak ditakdirkan untuk menempati peringkat tiga di Sastra Jepang, aku tidak mungkin
tahu tentang itu. Juga, itu adalah cerita yang sangat kusukai, jadi aku sangat mengingatnya dengan
baik. Sangat tragis hingga membuatku menangis. Itu adalah cerita yang pasti disukai oleh banyak
orang.
[note: Nighthawk Star adalah cerita tentang seekor burung yang bernama NightHawk. Dia terkenal karena buruk
rupa. Mencoba terbang jauh dan tewas. Setelahnya, tubuhnya menjadi cahaya yang indah dan menjadi bintang
yang bersinar sangat terang.]

Merespon kata-kataku, mata Yukinoshita terbuka lebar seperti terkejut denganku.

“Aku terkejut. Aku tidak bisa membayangkan kalau siswa SMA yang berada di bawah standar akan
membaca karya dari Miyazawa Kenji.”

“Apa kau baru saja meremehkanku?”

“Maafkan aku. Mungkin agak keterlaluan. Tepatnya adalah siswa medioker, mungkin itu yang
paling tepat.”

“Tapi itu bukankah masih keterlaluan?! Bukankah kau dengar kalau aku ini ranking tiga?!”

“Menjadi percaya diri seperti itu hanya karena ranking tiga sungguh menyedihkan. Membuat hasil
sebuah tes sebagai indikator nilai intelektual seseorang itu saja sudah menyedihkan.”
...Gadis ini. Ada sebuah batasan dimana orang bisa bermain kasar. Baru bertemu dengan pria dan
menunjukkan superioritasnya, dia pikir diriku ini Pangeran Vegetta dari bangsa Saiyan?
[note: Pangeran Vegetta terkenal karena sifat suka bertarungnya daripada intelektualitasnya. Manga Dragon
Ball.]

“Meski begitu, ‘The Nighthawk Star’ memang cocok denganmu. Misalnya, tampilan dari Nighthawk
sendiri.”

“Apa kamu bilang kalau wajahku ini jelek?”

“Aku tidak mengatakan itu. Aku hanya mengatakan kalau kebenaran kadang menyakitkan...”

“Bukankah yang kau katakan itu sama saja?!”

Lalu, Yukinoshita memasang wajah serius dan menaruh tangannya di bahuku.

“Kau jangan berpaling dari kenyataan. Lihat ke cermin dan lihatlah realitanya.”

“Hei tunggu dulu. Meski akulah yang mengatakan itu, tapi kupikir aku ini cukup ganteng. Bahkan
adik perempuanku bilang ‘onii-chan, kau tampan sekali jika tidak ngomong apapun...’. Itu bisa
diartikan kalau wajahku ini tampan.”

Seperti yang kuharapkan dari adikku. Dia punya mata yang bagus! Dimana, itu bertolak belakang
dengan para gadis di sekolahku!

Yukinoshita menaruh tangannya di kening seperti sedang sakit kepala.

“Apa kamu idiot? Kecantikan adalah sesuatu yang tidak bisa kau katakan ke dirimu sendiri. Dengan
kata lain, jika hanya ada dua orang di ruangan ini, maka pendapatku adalah pendapat yang benar.”

“Me-meski awalnya membingungkan, entah mengapa, kurasa kata-katamu tadi memang masuk
akal...”

“Misalnya, kedua matamu itu seperti mata ikan busuk, dan itu meninggalkan kesan yang buruk. Aku
bukannya mau mengkritisi wajahmu, tapi ekspresi wajahmu itu...sangat tidak menarik. Itu adalah
bukti kalau kau punya kepribadian ganda.”
Ketika dia berbicara, wajah Yukinoshita memang sangat manis, tapi di dalamnya, terlihat berbeda.
Tampilan matanya seperti melihat seorang kriminal. Dia dan diriku tampak kurang dalam hal
‘chemistry’.

...Tapi kalau dipikir-pikir, apa kedua mataku ini memang terlihat seperti mata ikan? Kalau aku ini
seorang gadis, mungkin aku akan mengatakan ‘Apa? Apa aku ini terlihat mirip dengan putri
duyung?’.

Ketika aku sedang dibingungkan oleh pikiran-pikiran itu, Yukinoshita memindahkan rambutnya ke
belakang bahunya dan berkata seperti seorang pemenang lomba.

“Intinya adalah, percaya diri karena punya nilai bagus di hal-hal palsu seperti nilai akademis dan
penampilan bukanlah hal yang menarik. Tidak lupa kalau kau punya mata yang busuk.”

“Sudah cukup dengan ledekan tentang mata!”

“Ya, kurasa jika lebih jauh dari ini, kurasa itu tidak akan mengubah sesuatu.”

“Mungkin kau bisa memulai itu dengan meminta maaf ke orang tuaku.”

Aku bisa merasakan wajahku sudah siap-siap untuk mengantisipasi respon kemenanganku
terhadapnya. Tapi ekspresinya menjadi lebih kejam disertai kata-kata selanjutnya.

“Aku tampaknya sudah mengatakan hal-hal yang buruk. Aku merasa kasihan dengan orang tuamu.”

“Oke, hentikan itu, ini salahku. Tidak, ini salah wajahku.”

Aku mengatakan itu seperti hendak menangis putus asa saja. Akhirnya, Yukinoshita menghentikan
kata-katanya. Aku akhirnya menyadari kalau memperpanjang percakapan ini adalah hal yang sia-sia.
Aku seperti sedang duduk di dekat kaki pohon Budha, bermeditasi untuk mencari pencerahan,
sementara itu Yukinoshita terus melanjutkan kata-katanya.

“Ya sudahlah, setidaknya itu membuat simulasi percakapannya menjadi komplit. Kalau kau bisa
mengobrol dengan gadis sepertiku, maka kau harusnya bisa mengobrol dengan siapapun.”
Dia meluruskan rambut panjangnya dengan tangan kanannya, Yukinoshita memberikan ekspresi
seperti sudah menyelesaikan sesuatu. Lalu dia tersenyum.

“Sekarang, kau punya memori spektakuler yang ada di dalam hatimu dan akan menemanimu
meskipun kamu sendirian.”

“Bukankah solusi itu hanyalah solusi sepihak saja?”

“Kalau begitu, maka itu tidak akan memenuhi request sensei...Mungkin aku harus memakai
pendekatan paling mendasar...Seperti, menyuruhmu berhenti ke sekolah?”

“Itu bukanlah solusi. Bukankah itu hanya menyembunyikan noda saja?”

“Ah, jadi kamu sadar kalau dirimu itu adalah noda di sekolah ini?”

“Jadi itukah alasannya mengapa orang-orang sering menatapku curiga dan menghindariku?”

Aku berusaha merespon permainan candaan kata ini, tapi tidak untuk memakan jebakannya.

“...Benar, sangat mengganggu.”

Ketika aku berusaha tersenyum melihat candaan kami, Yukinoshita menatapku seperti berkata
‘kenapa makhluk sepertimu bisa ada?’. Seperti kataku, kedua matanya sangat menakutkan.

Kesunyian melanda ruangan ini, dan aku sudah merasa cukup membiarkan telingaku terluka.
Sebenarnya, mungkin karena aku membiarkan Yukinoshita mengatakan apapun yang ingin dia
katakan dan itu membuat telingaku sakit.

Tapi, kesunyian itu berakhir ketika pintu tiba-tiba terbuka dengan keras.

x x x
“Yukinoshita, aku masuk.”

“Bukankah sudah saya beritahu untuk mengetuk pintu dahulu...”

Yukinoshita tampaknya sudah menyerah untuk memberitahunya.

“Maaf, maaf. Tidak usah pedulikan diriku, lanjutkan saja kegiatanmu. Aku sempat berpikir untuk
mampir dan melihat bagaimana situasi kalian.”

Sensei tersenyum ke Yukinoshita dan menyandar ke tembok ruangan ini. Dia lalu melihat ke arahku
dan Yukinoshita.

“Sangat menyenangkan melihat kalian berdua bisa akur.”

Apa-apaan kesimpulannya itu?

“Hikigaya, teruskan usahamu untuk menghilangkan temperamen sinismu itu dan sembuhkan mata
busukmu itu. Aku akan pulang dulu. Jangan lupa kalian pulang sebelum jam tutup sekolah.”

“Tu-tunggu dulu!”

Aku lalu memegang tangan sensei untuk menghentikannya. Tapi, yang terjadi...

“Ow! Owwwww! Aku menyerah! Aku menyerah!”

Dia langsung mengunci tanganku dengan sebuah kuncian lengan dalam beladiri. Setelah aku
menepuk-nepuk tangannya agar melepaskanku, dia akhirnya melepaskanku.

“Oh, ternyata itu kau, Hikigaya. Jangan tiba-tiba berada di belakangku karena aku bisa tidak sengaja
mengeluarkan jurus beladiriku kepadamu.”
“Anda ini sebenarnya siapa? Golgo? Lagipula, bukankah anda yang sebenarnya main tiba-tiba?
Anda yang melakukannya tiba-tiba!”
[note: Golgo adalah seorang tokoh assassin di manga Golgo13.]

“Apa kau mau minta lagi?...Ngomong-ngomong, ada masalah apa?”

“Masalahnya ya anda ini...Apa maksud anda mengatakan menghilangkan sifatku? Bukankah itu
sama saja dengan membuatku terlihat seperti anak muda yang bermasalah? Jadi ini semua tentang
apa?”

Sensei lalu menggaruk-garuk dagunya seperti memikirkan sesuatu.

“Bukankah Yukinoshita sudah menjelaskannya kepadamu? Sebenarnya, tujuan klub ini adalah
membantu orang menyelesaikan masalah mereka dengan membuat mereka sendiri berkembang. Aku
akan mengarahkan para siswa yang membutuhkan pengembangan diri mereka di kelas konseling ke
klub ini. Kau bisa menganggap klub ini adalah tempat latihan ruang dan waktu di Dragon Ball, atau
mungkin Revolutionary Girl Utena, kalau itu bisa membuatmu mengerti dengan cepat.”

“Itu bahkan membuatku sulit untuk mengerti, malahan itu tadi sudah menggambarkan seberapa tua
anda.”

“Bisa kau ulangi lagi?”

“...Oh tidak ada apa-apa.”

Aku mencoba kabur dari tatapan dinginnya.

“Yukinoshita. Tampaknya kau sedikit kesulitan untuk ‘menyembuhhkannya’.”

“Itu karena dia tidak mau mengakui fakta kalau dirinya sendiri punya masalah.”

Yukinoshita menjawab itu dengan dingin.

...Perasaan ini...Aku tidak tahan untuk berdiri disini. Ini mirip ketika orangtuaku menemukan buku
porno di laciku ketika aku kelas 6 SD dan sampai sekarang masih saja menceramahiku.
Tidak, kurasa tidak seburuk itu.

“Umm...Kalian dari tadi mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal seperti akan membenahiku-lah,
membuatku berkembang-lah, reformasi-lah, revolusi mengobrol dengan gadis-lah, dan lain-lain. Tapi,
aku sendiri tidak pernah memintanya...”

Hiratsuka-sensei memiringkan kepalanya sambil berkata “Hmm?”

“...Apa yang kau katakan? Kalau kau tidak berubah, kau akan berada di level yang akan membuatmu
hidup di sosial sekitar menjadi semakin berat.”

Yukinoshita memandangku sambil memberikan arguman yang sejenis dengan ‘Perang itu tidak ada
gunanya. Turunkan senjatamu!’.

“Kau tahu tidak, rasa kemanusiaanmu itu sangat berbeda dari yang lainnya. Apakah kau tidak ingin
merubah itu?”

“Bukan itu intinya...Aku ini tidak ingin seorangpun menodongkan tombak kepadaku dan memintaku
berubah. Mendikteku untuk menjadi seperti apa. Sebenarnya, mengubah dirimu agar sesuai dengan
dunia atau orang lain bukankah berarti kau sudah tidak menjadi dirimu sendiri? Apa itu yang kalian
sebut dengan menjadi diri sendiri?”

“Dirimu sendiri adalah hal yang tidak bisa kau lihat oleh dirimu sendiri secara objektif.”

Kata-kataku yang mengagumkan tadi mengutip kata-kata Descartes dan dipotong oleh
Yukinoshita...Meski begitu, kata-kataku selanjutnya adalah kata-kata yang cukup bagus.

“Kau hanya melarikan diri dari masalah. Kalau kau tidak berubah, kau tidak akan bisa maju ke
depan.”

Yukinoshita mengatakan itu, memotongku dengan kata-kata kasarnya. Kenapa dia selalu
berseberangan dan mengatakan hal-hal yang tajam kepadaku? Apakah orang tuanya kepiting atau
semacam itu?
“Memangnya salah kalau lari? Jangan terus memberitahuku untuk berubah seperti aku ini hanyalah
idiot yang tahu satu hal. Kalau kau seperti itu maka yang kau lakukan itu seperti berkata ke matahari,
‘Tenggelam di barat itu sudah sangat mengganggu, jadi tolong mulai besok tenggelamlah di timur’.”

“Itu keliru. Tolong jangan mengalihkan topiknya. Matahari itu tidak bergerak, tapi bumi yang
bergerak. Apa kamu tidak tahu teori heliosentris?”

“Itulah yang mau kukatakan! Kalau itu keliru, maka yang kau katakan juga keliru. Dengan berubah,
pada akhirnya aku akan berubah hanya agar bisa lari dari masalah. Jadi, siapa yang sebenarnya lari
dari masalah? Jika aku tidak lari dari masalah, maka aku tidak akan berubah dan berdiri di tempat
dimana aku berada kini. Kenapa kau tidak terima saja masa lalu dan diriku yang sekarang?”

“...Kalau begitu, itu tidak akan menyelesaikan satupun masalah ataupun menyelamatkan seseorang.”

Ketika Yukinoshita mengatakan kata ‘menyelamatkan’, ekspresinya seperti diliputi amarah yang luar
biasa. Aku bersedia meminta maaf karena mengatakan hal-hal tidak jelas sehingga membuatnya
emosi dengan mengatakan ‘ma-maaf’ jika itu bisa mendinginkannya. Berbicara tentang penebusan
dosa, ini bukanlah hal yang sepatutnya dikatakan siswa SMA. Aku hanya tidak mengerti mengapa dia
bisa menjadi emosi seperti itu.

“Kalian berdua tenang dulu.”

Hiratsuka-sensei mengatakan itu dengan santai, dan menjadikan kata-katanya itu sendiri sebagai
faktor yang membuat suasana ini tidak menyenangkan.

“Ternyata ini berkembang menjadi hal yang menarik. Aku sangat menyukai perkembangan yang
semacam ini. Ini seperti cerita-cerita manga JUMP. Dan ini adalah hal yang bagus, bukan begitu?”

Meski dia perempuan, kedua matanya terbakar seperti seorang lelaki.

“Dahulu kala, ada dua buah kekuatan besar yang memiliki prinsip keadilan berbeda. Karena kita ini
meniru plot di manga shounen, akhirnya keduanya terlibat di sebuah pertempuran akhir.”

“Tapi kami berdua tidak sedang berada dalam manga shounen...”

Tampaknya tidak ada yang mempedulikan kata-kataku.


Sensei tertawa, dia menatap kami dan membuat sebuah pengumuman.

“Begini saja. Mulai sekarang, aku akan mengirimkan domba-domba bermasalah ke klub ini dimana
kalian akan menangani mereka. Kalian berdua akan membantu mereka sesuai dengan cara kalian. Dan
ini merupakan momen yang bagus untuk membuktikan kalau keadilan moral milik siapa yang paling
benar. Siapakah yang bisa membantu orang-orang ini?! Gundam Fight. Siap, Go!!”

“Aku menolak.”

Yukinoshita langsung menolak usulannya. Kedua matanya terlihat sangat dingin, persis seperti
sebelumnya. Karena aku setuju dengannya, akupun mengangguk. Tidak lupa kalau entah apa
namanya gundam tadi, bukanlah sesuatu dari generasi kita.

Setelah melihat kami yang menolaknya, dia seperti hendak frustasi saja.

“Tsk. Mungkin Robattle lebih mudah dipahami...”


[note: Robattle itu ada di RPG Medabots. Dimana bisa bertarung dengan medabot lainnya.]

“Bukan itu masalahnya...”

Game seperti medabots itu sudah jadul...

“Sensei. Tolong berhentilah bersikap seperti anak kecil yang hiperaktif. Mungkin keren untuk
seseorang yang seumuran dengan anda, tapi itu sangat buruk bagi kami.”

Yukinoshita seperti mengatakan kata-kata yang tajam setajam bongkahan es. Aku tidak tahu apakah
sensei sudah ‘normal’ atau masih ‘status aneh’, tapi wajah sensei terlihat memerah karena malu. Dia
lalu pura-pura terbatuk dan menjelaskan ulang.

“Be-begini! Satu-satunya hal yang membuktikan perkataan mereka benar adalah aksi mereka! Jika
aku mengatakan kalian harus bertanding, maka kalian akan bertanding. Kalian berdua tidak punya hak
untuk menolak.”

“Itu terlalu tirani...”

Dia ini persis seperti anak kecil! Satu-satunya hal darinya yang dewasa adalah dadanya.
“Agar kalian bertarung dengan serius, aku akan memberikan sebuah motivasi. Bagaimana kalau
yang menang bisa memerintahkan yang kalah apapun yang mereka inginkan?”

“Apapun itu?”

Kalau ‘apapun’, pastinya akan minta ‘itu’? Mustahil yang lain selain ‘itu’...

Tiba-tiba suara kursi yang digeser terdengar. Yukinoshita seperti bergerak dua meter ke belakang,
melindungi tubuhnya seperti mengambil posisi bertahan.

“Bertarung melawan pria ini membuat kesucianku dipertaruhkan. Aku menolak.”

“Prejudice! Tidak semua siswa kelas 2 SMA akan selalu memikirkan hal itu! Ada banyak hal seperti,
uh...Sebentar kupikir dulu!...Kedamaian dunia? Hal-hal semacam itu? Selain itu, kurasa aku tidak bisa
memikirkan hal yang lain.”

“Jadi Yukinoshita Yukino sendiri takut...Apa kau takut kalah?”

Sensei mengatakan itu dengan wajah yang licik. Yukinoshita sepertinya tersinggung olehnya.

“...Baiklah. Meskipun, sebenarnya aku cukup terganggu dengan provokasi murahan. Kuterima. “

Woah, Yukinoshita pecundang yang buruk. Bagaimana bisa dia tipe yang takut kalah?

Hiratsuka-sensei seperti tersenyum dan menggerutu, lalu dia memalingkan wajahnya dari tatapan
Yukinoshita.

“Kalau begitu, sudah diputuskan!”

“Hei, anda belum bertanya kepada saya apakah saya menerimanya...”

“Melihatmu tersenyum licik saja sudah menjelaskan mengapa aku tidak perlu bertanya kepadamu.”
Begitu ya...

“Akulah yang akan memutuskan pemenang pertandingan ini. Tentunya, keputusan itu berdasarkan
opiniku dan bias. Jangan terlalu dipikirkan dan bersikaplah seperti biasanya...Lakukan yang terbaik!”

Setelah mengatakan kata-kata itu, sensei meninggalkan ruangan. Meninggalkan Yukinoshita yang
sedang menyilangkan lengannya dan diriku di belakang.

Tentunya, tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Ketika kesunyian melanda ruangan, suara dari radio
pengumuman berbunyi. Itu adalah tanda kalau jam tutup sekolah sudah dekat. Menandakan akhir dari
segala aktivitas sekolah di hari itu.

Dengan sinyal itu, Yukinoshita mengemas barang-barangnya seperti hendak pulang ke rumah.
Setelah dia memasukkan semua bukunya ke tas, dia berdiri. Tanpa sedikitpun menoleh kepadaku, dia
pergi begitu saja. Tanpa mengatakan ‘sampai jumpa besok’ atau ‘selamat tinggal’, dia berjalan begitu
saja. Aku bahkan tidak sempat memanggilnya karena ekspresinya yang dingin itu.

Dan disinilah aku, satu-satunya orang di ruangan ini. Apa hari ini semacam hari sial atau
semacamnya? Aku dipanggil ke ruang guru, lalu dipaksa bergabung dengan klub misterius, dan
dibully secara verbal oleh seorang gadis yang hanya punya sisi manis...maksudku wajahnya yang
manis. Dan akhirnya aku berakhir dengan menerima damage yang luar biasa.

Bukankah berbicara dengan seorang gadis harusnya membuat dirimu semakin antusias? Malahan
hatiku seperti tenggelam semakin dalam.

Kalau tahu akan berakhir seperti ini, mungkin berbicara ke hewan setiap hari akan terasa lebih enak.
Mereka tidak mengatakan sesuatu kepadamu dan selalu tersenyum. Kenapa aku tidak terlahir sebagai
orang yang punya sifat hardcore masochist?

Dan yang terpenting, kenapa aku dipaksa ikut pertandingan yang tidak jelas? Dengan Yukinoshita
sebagai musuhku, kupikir aku tidak akan menang. Aku membayangkan apakah sesuatu seperti
pertandingan itu termasuk dalam kegiatan klub. Ketika aku membayangkan ‘aktivitas klub’, sesuatu
seperti para siswa membentuk girl band seperti DVD yang kutonton tampaknya lebih menarik.
[note: Anime K-ON.]

Jika keadaannya terus begini, akankah kami berdua akan bisa bersama? Tampaknya tidak.
Dia mungkin akan memerintahku dengan gaya tata krama elit dan mengatakan ‘Napasmu bau,
bisakah kau berhenti bernapas setidaknya selama 3 jam?’.

Seperti yang kuduga, masa muda hanyalah masa dimana penuh dengan kebohongan.

Setelah kalah dalam turnamen baseball di kelas tiga, mereka menangis untuk membuat suasananya
menjadi indah. Setelah gagal dalam ujian masuk universitas, mereka mengatakan kegagalan itu
hanyalah jadi pengalaman hidp saja. Setelah ditolak orang yang ditembaknya, mereka menghilang.
Mereka menipu dirinya sendiri dengan sikap arogannya, mereka berpikir kalau yang mereka lakukan
itu demi kebahagiaan orang tersebut.

Dan terjadilah kejadian tadi. Tampaknya, kehidupan komedi romantis masa muda antara diriku
dengan gadis penyendiri dan menyebalkan yang memiliki sifat tsundere tidak akan terjadi. Seperti
yang kuduga; masa muda itu penuh kepura-puraan, pengalihan isu, dan konspirasi.
x Chapter I | END x
Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru
Volume 01 Bahasa Indonesia
Di translate oleh Aoi.
Zcaoi.blogspot.com

PDF oleh ユウトくん


Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru - Volume 01

Chapter 2 : Yukinoshita Yukino yang selalu keras kepala

x x x

Ketika hendak keluar dari kelas setelah pengarahan dari Wali Kelas di jam pelajaran terakhir, aku
melihat Hiratsuka-sensei berdiri di lorong dan menungguku. Dia ini seperti sipir penjara, berdiri tanpa
bergerak sedikitpun dengan menyilangkan lengannya. Faktanya, jika dia memakai pakaian militer dan
membawa cambuk, mungkin itu akan terlihat sangat cocok dengannya. Well, karena sekolah ini juga
mirip dengan penjara, kurasa imajinasi seperti itu bukanlah imajinasi yang berlebihan. Maksudku, kau
bisa membandingkan itu dengan Alcatraz atau Cassandra. Akan lebih bagus lagi jika Penyelamat
Akhir Jaman muncul dan tiba disini.

“Hikigaya. Saatnya untuk aktivitas klub.”

Setelah dia mengatakannya, aku bisa merasakan kalau seluruh darah di tubuhku menjadi dingin. Sial.
Aku akan ditangkap. Kalau aku sampai dikawal menuju ruangan klub maka bisa dipastikan kalau
diriku akan kehilangan seluruh kehidupan SMA-ku.

Yukinoshita, adalah seorang gadis yang terlahir superior, mengatakan kata-kata yang beracun. Ini
sangat menusuk dan tidak terlihat manis sama sekali. Apakah ini pantas disebut tsundere? Oh tunggu
dulu, deskripsi tadi tampaknya persis ciri-ciri Wanita Jalang Tua.

Meski begitu, Hiratsuka-sensei tampak tidak peduli kepadaku dan hanya bisa tersenyum.

“Ayo jalan.”

Hiratsuka-sensei mengatakan itu dan berusaha menarik lenganku. Aku berusaha menghindarinya.
Tanpa ragu, dia lalu berusaha menangkap tanganku lagi. Akupun berusaha menghindarinya lagi.

“Umm, begini...Saya pikir, dari semua hal, sistem pendidikan kita harusnya membantu siswa agar
berani dan menghormati kebebasan...Jadi saya ingin mengatakan keberatan tentang bagaimana saya
dipaksa untuk ikut kegiatan ini...”
“Sayangnya, sekolah adalah institusi yang didesain untuk melatih siswa agar bisa terintegrasi dengan
baik dengan komunitas masyarakat. Sekali kau masuk ke komunitas, tidak akan ada yang peduli
dengan pendapatmu. Jadi kau harus mulai membiasakan dirimu untuk dipaksa melakukan apapun.”

Setelah Sensei mengatakan itu, sebuah pukulan dengan cepat melayang ke arahku.

Dia tidak memberiku pukulan yang biasanya, tapi pukulan kali ini dia memukul dengan
menambahkan gerakan memutar seperti memasang sekrup. Sangat bertenaga sehingga aku kesulitan
untuk bernapas. Lalu tanpa membuang-buang waktu, dia menghentikan upayanya untuk membunuhku
dan menarik tanganku.

“Kau sudah tahu apa yang terjadi jika mencoba berdebat denganku? Jangan macam-macam dengan
kepalan tanganku ini.”

“Kepalan tangan anda sangat mematikan...”

Mustahil ada rasa sakit yang melebihi pukulannya tadi.

Sambil berjalan, Hiratsuka-sensei membuka mulutnya seperti teringat sesuatu.

“Oh benar. Kalau kau mencoba kabur lagi maka kau akan otomatis kalah dalam perlombaan dengan
Yukinoshita. Tidak menerima satupun alasan. Malahan, kau akan mendapatkan penalti. Kurasa kau
jangan berharap untuk bisa lulus begitu saja dari SMA ini di kelas 3 nanti.”

Tampaknya mustahil aku bisa lolos dari ini. Bukannya ini berhubungan dengan itu sih. Ketika suara
hak sepatunya yang menghantam lantai berbunyi dengan keras, Sensei berjalan di sampingku. Yang
membuatnya terlihat buruk, dia menggandeng lenganku. Kalau dilihat-lihat, Sensei seperti hostess bar
yang bercosplay sebagai guru yang sedang mengawalku menuju pertunjukan kabaret cosplay-nya.

Tapi ada 3 hal yang berbeda. Pertama, aku tidak membayarnya sama sekali. Kedua, dia sebenarnya
tidak memegangi lenganku, tetapi menarik ujung lenganku. Terakhir, aku tidak terlihat bahagia
ataupun antusias. Well, kecuali kalau ujung siku milikku ini menyentuh dada Sensei.

Ruangan klub itu adalah satu-satunya tempat yang kita tuju.


“Um, saya ini tidak akan kabur atau semacamnya, tidak apa-apa jika saya pergi sendirian. Maksud
saya, Sensei tahu kalau saya selalu sendirian. Jadi saya pasti baik-baik saja sendirian. Atau lebih
tepatnya, jika saya tidak datang sendirian, saya tidak bisa menjaga agar diri saya tetap tenang.”

“Jangan mengatakan hal-hal menyedihkan seperti itu. Aku ingin kita pergi bersama.”

Sensei mendesah kecil dan tersenyum kepadaku. Ini sangat berbeda dengan tatapan mata yang yang
biasanya terlihat sedang merendahkanku. Perbedaan ini mulai mengusikku.

“Membiarkanmu kabur sudah cukup untuk membuatku menyeringai karena emosi. Jadi meski aku
tidak mau, aku tetap akan menyeretmu kesana untuk mengobati pikiranku yang stress.”

“Itu adalah alasan terburuk yang pernah saya dengar!”

“Bagaimana ya? Meskipun kegiatan semacam ini menggangguku, aku masih mau menemanimu agar
bisa memperbaikimu. Ini adalah sesuatu yang bisa kau sebut dengan sebuah hubungan cinta yang
indah antara guru dan muridnya.”

“Apa seperti ini yang disebut cinta? Kalau ini dinamakan cinta maka saya tidak membutuhkannya.”

“Alasan tadi menunjukkan kalau dirimu ini sedang bimbang, benar tidak?...Saking bingungnya
sehingga semua titik di tubuhmu itu terbalik? Apa kau akan membuat Holy Cross Mausoleum atau
sejenisnya?”

Kau tampaknya penggemar berat manga...

“Kalau kau tidak banyak mengeluh, maka kau akan terlihat lebih manis. Tidak ada yang
menyenangkan jika melihat dunia ini dari sudut pandangmu.”

“Well, dunia ini memang tidak semuanya tersinari oleh cahaya matahari dan kebahagiaan. Jika
komunitas sosial hanya terbentuk dari orang-orang yang melihat dunia ini seperti sebuah hal-hal yang
menggembirakan saja, Hollywood tidak akan membuat film yang bisa membuat orang menangis,
bukan? Akan selalu ada orang-orang yang bisa menemukan sebuah kebahagiaan dalam tragedi.”

“Berceramah seperti itu memanglah keahlianmu. Meski memang cukup lumrah bagi anak muda
bersikap antipati, tapi levelmu ini sudah dikategorikan penyakit berbahaya. Sebuah sakit yang
merupakan karakter dari siswa tingkat sebelas. Yeah, kau bisa menyebutnya ‘kounibyou’.”
Hiratsuka-sensei terlihat tersenyum bahagia sambil mengkonfirmasi apa penyakitku ini.

“Hei, bukankah itu terlalu kasar? Memperlakukan saya seperti saya memiliki penyakit? Maksud
saya, ada apa dengan kounibyou ini?”

“Apa kamu suka manga dan anime?”

Seperti tidak mempedulikan pertanyaanku, dia mengganti topiknya.

“Well, saya tidak membencinya atau sejenis itu.”

“Jadi kenapa kau menyukainya?”

“Itu karena...Menggambarkan budaya Jepang. Itu juga merupakan bagian dari budaya populer yang
dibanggakan oleh Jepang. Bukankah akan terasa aneh jika saya tidak mengagumi fakta itu? Karena
pasar domestiknya menjadi lebih besar, kita juga tidak bisa menyepelekan dampak ekonominya.”

“Begitu ya. Bagaimana dengan literatur-literatur umum? Higashino Keigo dan Isaka Koutarou atau
sejenisnya?”

“Well sejujurnya saya sudah membaca karya mereka, saya suka buku-buku yang mereka tulis
sebelum mereka menjadi terkenal.”

“Apa perusahaan penerbit favoritmu?”

“GaGaGa...dan Kodansha Box. Well, sebenarnya saya tidak tahu apakah Sensei akan
mengkategorikan terbitan Kodansha Box sebagai Ligh Novel atau tidak. Kenapa Sensei menanyakan
hal-hal ini?”

“Well. Kau ini sudah memenuhi ekspektasiku...bukan dalam hal yang bagus. Sebuah contoh
sempurna dari kounibyou.”

“Seperti kata saya tadi, apa sih kounibyou?”


“Kounibyou ya kounibyou. Sebuah pola pikir yang dimiliki siswa SMA. Mereka pikir jika bersikap
sinis adalah keren, dan selalu memandang hal-hal populer di internet seperti ‘Bekerja berarti kalah
dengan sistem’. Ketika membicarakan penulis novel dan manga populer, mereka akan mengatakan
‘aku lebih menyukai karya-karya mereka sebelum mereka populer’. Mereka mengejek semua usaha
tiap orang dan memuji sesuatu yang tidak jelas. Dan yang terpenting, mereka mengejek para otaku
meski mereka sendiri merupakan otaku. Mereka berbicara seperti mereka memahami semuanya, lalu
mereka mengatakan sesuatu yang bisa membuat pemikiran menjadi bingung. Sederhananya, mereka
adalah kaum yang tidak disukai.”

“Tidak disukai...aduh sial! Itu menggambarkan saya dengan tepat sehingga saya tidak bisa
menyangkalnya!”

“Sebenarnya tidak begitu, aku ini sedang memujimu. Para siswa jaman sekarang harusnya pintar-
pintar dan bisa menyesuaikan dengan keadaan dengan mudah. Sebagai seorang guru, aku tidak bisa
mengatakan kalau aku senang melihat kesalahanmu itu. Maksudku, melihat bagaimana caraku
berbicara denganmu seperti kau ini adalah orang dewasa membuatku merasa kita ini sebagai rekan
kerja.”

“Siswa jaman sekarang, huh?”

Secara spontan aku tersenyum kecut ketika mengatakannya. Sebuah hal yang klise untuk dikatakan.
Aku merasa jengkel, lalu aku memikirkan sesuatu untuk membalasnya. Tapi, Sensei sepertinya bisa
menyadari maksudku dan menatapku dengan tajam, akupun menaikkan bahuku.

“Tampaknya kau akan mengatakan sesuatu yang sesuai dengan karakteristik siswa pengidap
kounibyou.”

“...Oh benarkah.”

“Aku tidak ingin kau salah tangkap tapi aku ini benar-benar memujimu. Aku suka orang yang
memegang teguh idealismenya. Meski mereka itu berbeda.”

Mendengar Sensei mengatakan ‘suka’ membuatku merasa seperti orang idiot. Aku mulai gelisah
untuk membalasnya balik karena kata yang barusan kudengar itu merupakan kata yang sangat langka.

“Berbeda seperti halnya dirimu, bagaimana pendapatmu soal Yukinoshita Yukino?”

“Dia sangat menjengkelkan.”


Aku menjawabnya begitu saja. Saking bencinya hingga aku mengira Sensei mengatakan ‘Kau
harusnya menyerah saja menghadapi jalan yang dibeton itu'.

“Begitu ya.”

Hiratsuka-sensei mengatakannya dengan senyum yang kecut, lalu dia menambahkan.

“Meski begitu, dia memang siswi sempurna yang unik...Well, mereka yang menderita itu mungkin
akan merasa seperti itu. Tapi tetap, dia adalah gadis yang sangat manis.”

Manis dalam hal apa? Itulah yang ada di pikiranku, sambil menggoyang-goyangkan kepalaku dalam
pikiran.

“Dia juga punya semacam ‘penyakit’ itu. Dia gadis yang baik dan berbuat benar. Tapi sosial
sekitarnya tidaklah baik dan benar. Aku yakin dia menjalani kehidupan yang sangat berat.”

“Kalau mengesampingkan fakta dia bertindak benar dan baik, saya yakin kalau mayoritas sosial
sekitar akan setuju dengan Sensei.”

Setelah mengatakannya, Sensei melihat ke arahku seperti mengatakan ‘itulah yang kupikirkan tadi’.

“Seperti yang kuharapkan...Kalian berdua ini kontras satu sama lain. Aku khawatir dengan fakta
bahwa kalian berdua tidak bisa beradaptasi dengan sosial sekitar. Oleh karena itulah aku ingin
mengumpulkan kalian berdua di tempat yang sama.”

“Bukankah itu sama saja dengan ruangan isolasi?”

‘Yeah, mungkin begitu. Aku suka mengawasi siswa seperti kalian berdua, sangat menyenangkan.
Jadi mungkin...aku ingin kalian berdua bisa menjadi dekat.”

Dia mengatakannya dengan senyum yang bahagia.

Lalu, seperti biasa, dia mengunciku dengan lengannya. Dia mengunciku dengan lengannya di sekitar
pinggangnya sehingga aku tidak bisa kemana-mana. Gerakan beladiri campuran ini mungkin
diinspirasi dari manga. Meski siku milikku ini membuat bunyi yang cukup gaduh, tapi tetap bisa
menyentuh dada Sensei yang besar.

...Ya ampun. Seperti biasanya, aku kesulitan untuk kabur setelah dia menggunakan gerakan yang
sempurna ini. Disisi lain ini menyenangkan, tapi harusnya ini tidak boleh lama-lama karena bisa
berbahaya bagi perasaan.

Tidak, sebenarnya aku sudah tidak berminat soal ini.

Dan sesuatu baru saja terpikirkan olehku, karena dadanya ada dua, kata ‘bust’ harusnya dibuat jamak
menjadi ‘busts’.

x x x

Sensei baru melepaskanku setelah kami mencapai gedung khusus. Mungkin dia sudah berhenti
khawatir kalau aku akan kabur. Meski begitu, dia terus menatap ke arahku ketika aku
meninggalkannya. Dia tidak menunjukkan adanya sentimen yang mengatakan sesuatu seperti ‘maaf
ya aku akan meninggalkanmu’ atau ‘sebenarnya aku tidak ingin meninggalkanmu...’. Satu-satunya hal
yang bisa kurasakan darinya adalah keinginannya untuk menghabisiku seperti mengatakan ‘Kau tahu
apa yang terjadi jika kau kabur, bukan?...’.

Aku hanya bisa tersenyum kecut ketika berjalan menyusuri lorong ini.

Lorong gedung khusus ini sangat sunyi dan udaranya sangat dingin.

Harusnya ada klub-klub lain yang sedang beraktivitas tapi aku tidak mendengar satupun suara yang
mengindikasikan hal tersebut. Aku tidak tahu kalau gedung ini sunyi mungkin karena gadis itu.
Terkena pengaruh aura aneh dari Yukinoshita Yukino.

Akupun menaruh tanganku di pegangan pintu klub. Jujur saja, aku merasa sangat depresi saat ini,
tapi jika kabur hanya akan membuat situasinya memburuk. Yang terpenting adalah tidak
membiarkannya mengatakan sesuatu yang buruk tentangku. Aku harusnya tidak berimajinasi aneh-
aneh tentang situasi kami berdua di ruangan itu. Aku harus berpikir kalau kami berdua terpisah di
ruangan itu.
Kami berdua tidak memiliki hubungan apapun, aku harusnya tidak merasa aneh atau tidak nyaman.

Dan hari ini dimulai dengan: teknik pertama untuk menghindari rasa takut karena kesendirian – ‘jika
kau melihat orang yang tidak dikenal, anggap mereka sebagai orang asing.’ Sayangnya, tidak ada
teknik kedua.

Pada dasarnya, suasana yang aneh itu adalah hasil dari berpikir ‘jika aku tidak mengatakan
sesuatu...’ dan ‘jika aku tidak berusaha akrab dengannya...’ mulai merasuki pikiranmu.

Pola pikir seperti ini juga mirip dengan ketika kau duduk di sebelah seseorang di sebuah kereta, kau
akan berpikir ‘Sial! Kita hanya berduaan disini! Ini sangat aneh sekali!’.

Kalau aku bisa menanamkan teknik tadi, aku sepertinya bisa menjalani ini. Akan lebih baik jika dia
hanya diam saja dan membaca buku atau semacamnya.

Setelah pintu ruangan klub kubuka, aku melihat Yukinoshita duduk disana dan membaca buku
dengan posisi yang sama seperti kemarin.

“.....”

Memang langkah yang bagus ketika aku membuka pintunya tapi aku mulai berpikir apakah ide yang
bagus jika aku mengatakan sesuatu. Ngomong-ngomong, aku akan mengangguk saja dan masuk ke
dalam ruangan.

Yukinoshita hanya melihatku sejenak dan kemudian kembali lagi ke buku bacaannya.

“Di ruangan seperti ini, kenapa dudukmu jauh sekali...Apa kau sedang mengucilkan dirimu?”

Dia tidak mempedulikanku dan aku merasa seperti menghilang begitu saja di udara. Bukankah ini
mirip seperti sikapku ketika di dalam kelas?

“Sapaan yang aneh. Kau ini berasal dari suku mana?”

“...Selamat sore.”
Akupun menyapanya dengan sapaan yang kupelajari di TK, tanpa bisa membalas sikapnya tadi.
Yukinoshita meresponku dengan senyum.

Mungkin ini pertamakalinya Yukinoshita Yukino tersenyum kepadaku. Ketika dia tersenyum, aku
berusaha mengamati apakah dia punya lesung pipi atau ada giginya yang terlihat. Dengan kata lain,
dia memang gadis yang manis. Sesuatu yang aku sendiri tidak peduli dengan hal itu.

“Selamat sore. Kupikir kau tidak akan pernah datang lagi.”

Senyumnya tadi jelas-jelas hanyalah tipuan. Ini selevel dengan ‘Tangan Tuhan’ milik Maradona.

“I-Ini bukan apa-apa bagiku! Jika aku tidak datang, maka aku akan otomatis kalah, jadi itulah satu-
satunya alasanku! Ja-Jangan salah paham ya!”

Percakapan barusan seperti sebuah percakapan drama genre rom-com. Tapi, kami ini bermain di
peran yang berlawanan. Ini seperti aku adalah si gadis dan dia adalah si pria. Ini benar-benar buruk.

Sepertinya Yukinoshita tidak tertarik dengan jawabanku. Begitulah, dengan kata lain, dia
melanjutkan pembicaraan seperti tidak peduli responku seperti apa.

“Ketika orang sudah terhina hingga level tertentu, biasanya mereka tidak akan datang lagi...Apa
kamu ini semacam masochist?”

“Bukan...”

“Kalau begitu, stalker?”

“Salah lagi. Hei, kenapa kau berpikir kalau aku ini suka kepadamu?”

“Kau tidak merasa begitu?”

Dasar jalang. Dia memiringkan kepalanya seperti penuh tanda tanya. Sebenarnya ini manis sekali,
tapi aku tidak akan terjebak olehnya!
“Kau pikir aku akan menyukaimu? Bahkan jika kau tidak mengatakan hal tersebut sebelumnya.”

“Ya, aku sangat yakin kalau kau menyukaiku.”

Yukinoshita mengatakan itu tanpa rasa terkejut sedikitpun. Lebih tepatnya, dia bersikap seperti
biasanya, datar dan dingin.

Kuakui, wajah Yukinoshita sangat manis. Saking manisnya hingga orang sepertiku, yang tidak
punya teman dan tidak berinteraksi dengan siapapun di sekolah ini, tahu hal itu. Tidak ada yang bisa
mendebatkan fakta kalau dia adalah salah satu gadis tercantik di sekolah ini.

Tapi, terlalu percaya diri merupakan sikap yang abnormal.

x x x

“Kenapa kau berpikir sangat naif seperti itu? Apa setiap hari adalah ulang tahunmu? Ataukah
pacarmu itu Sinterklas?”

Kalau benar begitu, pikirannya akan selalu terperangkap dalam delusi kebahagiaan.

Jika dia terus seperti ini, dia tidak akan mengalami pengalaman yang menyakitkan. Dia sebaiknya
merubah itu sebelum dia sampai di titik dimana dia tidak akan bisa kembali.

Tampaknya beberapa hal muncul dalam pikiranku. Aku putuskan untuk memilih dengan hati-hati
kata-kata yang kuucapkan agar bisa menyampaikan pesanku dengan baik.

“Yukinoshita. Kau ini abnormal. Kau jelas-jelas berhalusinasi. Coba kau periksakan dirimu atau
sejenisnya.”

“Apakah itu caramu peduli kepadaku?”


Yukinoshita tertawa kecil dan melihat ke arahku, tapi kedua matanya tidak sedang tertawa...mereka
terlihat menakutkan.

Tapi aku tidak mengatakan kalau dia ini sampah atau tidak berguna atau sejenis itu. Dia harusnya
berterimakasih kepadaku karena itu. Jujur saja ya, jika wajahnya tidak cantik, aku yakin kalau aku
akan menghajarnya.

“Well, mempertimbangkan kalau dirimu ini selalu melihat rendah orang lain sehingga kau akan
melihatku sebagai orang asing. Tapi, kurasa cukup wajar kalau aku berpikir seperti itu. Itu
berdasarkan pengalamanku sendiri.”

Yukinoshita tertawa sambil menarik bahunya dengan bangga. Entah mengapa pose tersebut terlihat
keren ketika dilakukan Yukinoshita, kurasa ini akan tetap menjadi misteri.

“Berdasarkan pengalaman, katamu...”

Dia paling berpikir kalau itu berasal dari pengalaman romantis. Kurasa wajar jika dia berpikir begitu
kalau melihat penampilannya.

“Kau sedang membicarakan kehidupan sekolahmu yang sangat menyenangkan...” akupun


menggumamkannya sambil mendesah.

“Ya, ya. Itu benar. Mungkin lebih tepatnya jika yang kulakukan ini membuat sekolah ini memiliki
kehidupan yang damai.”

Yukinoshita meresponku. Mengesampingkan itu, entah mengapa Yukinoshita seperti memandang


sesuatu yang jauh dan tatapannya diarahkan tidak ke arahku. Karena itu, aku akhirnya berpikir kalau
lekukan tubuhnya dari dagu hingga lehernya sangatlah indah. Informasi barusan sungguh tidak
berguna, aku serasa ingin mati saja.

Sambil melihatnya, aku menyadari sesuatu. Well, jika aku terus berpura-pura keren maka aku akan
menyadari itu seketika, tapi gadis yang menganggap dirinya di atas semuanya ini sudah memijakkan
kakinya dimana dia sendiri tidak akan bisa punya hubungan dengan orang normal. Oleh karena itu,
mustahil dia bisa memiliki kehidupan sekolah yang normal.

Mungkin, aku harusnya bertanya saja kepadanya...

“Hey, apa kau punya teman?”


Setelah aku mengatakannya, Yukinoshita menoleh kepadaku.

“...Well pertama-tama tolong jelaskan definisi dari teman dari awal hingga akhir.”

“Ah, sudahlah. Kalimat semacam itu hanyalah kalimat yang diucapkan orang yang tidak punya
teman.”

Sumber: diriku.

Well, mari kita bicara hal yang serius, aku tidak tahu apa definisi dari teman. Kuharap akan ada
seseorang yang menjelaskan kepadaku apa yang membedakan ‘teman’ dengan ‘kenalan’. Apa
seseorang yang kau lihat tiap hari akan kau sebut teman, dan apakah orang yang kau lihat tiap hari itu
kau sebut saudara? Mido Faado reshi sorao? Kenapa ‘o’ terakhir tadi terdengar bukan seperti bagian
kalimatnya? Itu benar-benar menggangguku.

Sebagai permulaan, ada sebuah garis yang jelas antara definisi seorang teman dan kenalan. Terutama
jika menyangkut pertemanan diantara para gadis.

Bahkan orang-orang di kelas yang sama diklasifikasikan sebagai teman sekelas, teman, dan sahabat.
Kalau begitu, ini tentang perbedaan istilah itu muncul dari mana. Tapi tiba-tiba aku mengatakan itu
secara spontan.

“Karena aku membayangkan dirimu yang tidak punya satupun teman, kurasa itu tidak apa-apa.”

“Aku tidak pernah mengatakan kalau diriku tidak punya satupun teman. Meski, jika benar aku tidak
punya satupun teman aku tidak akan berpikir kalau aku merasa rugi akan hal itu.”

“Ah benar. Kau benar. Kau benar.”

Aku mengatakan itu dengan cepat, menghindari kata-katanya ketika dia menatapku dengan sinis.

“Begitulah, kau ini terlihat seperti mudah sekali disukai oleh siapapun, kenapa kau tidak punya
teman?” tanyaku.
Yukinoshita terlihat sedikit jengkel. Setelah itu, dia memalingkan pandangan matanya dariku seperti
tidak senang akan sesuatu dan berbicara.

“...Kau tidak akan pernah mengerti diriku.”

Yukinoshita sedikit mengembungkan pipinya dan melihat ke arah lain.

Well, itu karena Yukinoshita dan diriku berbeda dan aku tidak akan pernah mengerti sedikitpun apa
yang ada di pikirannya. Aku sendiri kesulitan untuk memahami apa yang dia katakan kepadaku. Tidak
peduli seberapa keras usaha kita, pada akhirnya kita tidak akan pernah bisa saling memahami satu
sama lain.

Meski begitu, ada satu hal yang mungkin kupahami dari Yukinoshita, yaitu kesendiriannya.

“Bukannya aku tidak paham apa yang hendak kau katakan. Menjadi penyendiri berarti kau punya
banyak waktu luang untuk dirimu sendiri. Kau bahkan bisa mengatakan kalau kepercayaan bagi
kebanyakan orang yang mengatakan ‘kau tidak harus sendirian’ itu adalah hal yang menjijikkan.”

“.....”

Yukinoshita hanya melihatku sejenak sebelum dia menolehkan wajahnya ke depan dan menutup
kedua matanya. Aku bisa mengatakan kalau dia sedang memikirkan sesuatu dari bahasa tubuhnya itu.

“Meski kau pikir kau suka menjadi penyendiri, punya seseorang yang memberimu simpati karena itu
adalah hal yang sangat mengganggu. Aku benar-benar paham rasanya.” kataku.

“Mengapa kau bersikap kita berdua seolah-olah ada di level yang sama. Itu benar-benar
mengganggu.”

Seperti berusaha menutupi rasa jengkelnya, Yukinoshita memindahkan rambut panjangnya yang ada
di bahu ke belakang.

“Well, meskipun kau dan diriku ini memiliki standar yang berbeda, kurasa kita punya perasaan yang
sama sebagai seorang penyendiri. Meski itu terdengar mengesalkan.” kata Yukinoshita.
“Apa maksudmu dengan mengatakan kita memiliki standar yang berbeda...Aku punya alasanku
sendiri mengapa aku menjadi penyendiri. Kau bisa menyebutku sebagai Raja dari para penyendiri. Di
lain pihak, akan sangat konyol menyebut orang sepertimu sebagai seorang penyendiri.”

“Ada apa ini...Tiba-tiba kau menceritakan keadaanmu meski kau tahu itu sia-sia saja...”

Yukinoshita tampak terkejut dan melihatku dengan ekspresi penuh keterkejutan.

“Kau menyebut dirimu seorang penyendiri, padahal dirimu disukai oleh semua orang. Kau ini
memalukan bagi semua penyendiri di luar sana.”

Akupun mengatakan itu dengan bangga, merasa puas dengan ekspresinya.

Tapi, Yukinoshita tiba-tiba tertawa dengan ekspresi sinis.

“Itu adalah kesimpulan yang sederhana sekali. Tampaknya kau hanya bisa meresponnya sampai di
saraf refleks saja, dimana itu tidak melibatkan aktivitas otak untuk berpikir. Maksudku, apa yang kau
pahami dari menjadi orang yang disukai banyak orang? Oh benar, kau tidak pernah mengalami itu
sebelumnya. Maaf, aku tidak mempertimbangkan hal itu.”

“Jika kau mencoba untuk mempertimbangkan itu, harusnya kau mempertimbangkan itu hingga
akhir...”

Bukankah kau harusnya menyebut itu kebijakan palsu? Dia ini memang wanita jalang.

“Jadi bagaimana rasanya menjadi populer?” tanyaku.

Yukinoshita menutup matanya sejenak seperti memikirkan sesuatu.

Setelah pura-pura batuk, dia berbicara.

“Bagi seseorang sepertimu, yang tidaklah populer, mungkin ini tidak enak untuk didengar.”

“Katakan saja, aku sudah siap.” jawabku.


Yukinoshita menarik napas yang dalam merespon kata-kataku itu. Aku tidak bisa merasakan hal
yang lebih tidak menyenangkan dari ini. Aku seperti kekenyangan dari percakapan kami sebelumnya.
Ini seperti memakan ramen dengan jumlah yang tidak terbatas.

“Karena aku memang terlihat manis dari dulu, anak laki-laki yang mendekatiku biasanya memiliki
perasaan suka kepadaku.”

Aku menyerah saja. Dia seperti menambahkan sayuran ekstra dan MSG ke ramenku. Tapi meskipun
aku sudah berpura-pura tenang dan percaya diri, aku tidak bisa begitu saja berdiri dan pergi. Akupun
berusaha menenangkan diriku dan menunggunya selesai berbicara.

“Itu bermula sejak kelas 6 SD. Setelah itu...”

Ekspresi Yukinoshita berbeda dari sebelumnya. Ini seperti sedikit melankolis.

Kejadian itu pasti sudah berlalu sekitar lebih dari 5 tahun. Memangnya apa hubungannya dengan
perasaan suka dari lawan jenis?

Jujur saja, aku sendiri hampir 16 tahun hidup dengan merasa jijik ketika melihat orang menyatakan
perasaan suka ke lawan jenis, aku sendiri tidak pernah bisa memahaminya. Aku bahkan tidak pernah
menerima satupun coklat valentine dari ibuku, itu juga sebuah dunia dimana aku sendiri tidak
memahaminya. Dia merasa seperti orang yang bisa membuat semuanya bahagia sehingga dia merasa
menjadi pemenang. Bukankah yang sebenarnya terjadi dia hanya membuatku terlihat seperti makhluk
yang setiap hari mendengarkan keluh kesalnya?

Tapi hanya itu saja, bukan begitu?

Meski ini berbeda seperti vektor positif dengan vektor negatif dalam gaya tarik, akan terasa sangat
kasar jika aku membalasnya dengan jujur. Ini seperti berdiri telanjang di tengah-tengah badai. Ini
sama kasarnya seperti memotongnya tiba-tiba ketika berada dalam diskusi kelas.

x x x
Aku teringat kalau aku pernah disuruh berdiri di depan papan tulis sendirian sedang siswa sekelasku
mengelilingku dan meneriakkan ‘minta maaf! minta maaf!’ sambil bertepuk tangan. Skenario itu
mirip dengan sebuah neraka.

...Itu adalah sebuah pengalaman yang pahit. Itu pertamakalinya aku menangis di sekolah.

Tapi aku baik-baik saja saat ini.

“Tapi menjadi yang disukai pasti lebih baik daripada menjadi yang dibenci. Kau terlalu dimanjakan.
Terlalu dimanja.”

Aku mengatakan begitu saja setelah memori yang tidak menyenangkan teringat di kepalaku.
Yukinoshita mendesah pendek. Dia tampaknya seperti sedang tersenyum, tapi ekspresinya itu terlihat
berbeda.

“Meski aku sendiri tidak punya satupun keinginan agar orang-orang menyukaiku.” dia menegaskan
sesuatu dan menambahkan beberapa kata lagi. “Sebaliknya, jika orang-orang itu benar-benar tulus
menyukaiku, mungkin itu akan benar-benar menjadi hal yang bagus.”

“Huh?”

Aku secara spontan memintanya untuk mengulang apa yang barusan dia katakan setelah
mendengarkan kata-katanya yang sangat pelan tadi. Dia lalu menoleh kepadaku dengan ekspresi
wajah yang serius.

“Jika kau berteman dengan seseorang yang sangat populer di kalangan para gadis, bagaimana
menurutmu?”

“Pertanyaan yang bodoh. Aku tidak punya satupun teman, mengapa pula aku harus
mengkhawatirkan hal itu.”

Aku menjawabnya dengan tegas. Seperti seorang pria. Meski aku sendiri yang mengatakannya, aku
juga terkejut betapa cepatnya diriku menjawabnya sebelum dia menyelesaikan kata-katanya.

Tampaknya Yukinoshita juga terkejut. Dia seperti kehilangan kata-kata dan membiarkan mulutnya
terbuka begitu saja.
“...Untuk sejenak, aku sempat berpikir kalau kau baru saja mengatakan sesuatu yang keren.”
Yukinoshita menaruh tangannya di keningnya seperti terkena sakit kepala, lalu dia merendahkan
kepalanya. “Coba kau mengandaikan dirimu dalam posisiku tadi, apa jawabanmu?”

“Aku akan menghabisinya.”

Aku tidak tahu apakah jawaban cepatku tadi akan memberinya jawaban yang memuaskan atau tidak,
tapi Yukinoshita menganggukkan kepalanya.

“Jelas kan, kau akan mencoba untuk mengeliminasi orang itu? Itu seperti tindakan brutal yang tidak
masuk akal. Tidak, mereka bahkan punya perasaan yang lebih rendah dari binatang...Sekolah
tempatku berada punya banyak sekali orang-orang seperti itu. Meski aku percaya kalau mereka itu
adalah orang-orang yang patut dikasihani karena hanya bisa melihat eksistensi diri mereka dengan
melakukan hal-hal tersebut.” Yukinoshita tiba-tiba tertawa kecil ketika mengatakannya.

Gadis yang dibenci oleh para gadis. Kategori semacam itu pasti ada. Tidak sia-sia rupanya aku
bersekolah selama 10 tahun.

Bukannya aku terlibat dalam itu, tapi itu adalah sesuatu yang bisa kau pahami hanya dengan
melihatnya dari kejauhan. Tidak, itu karena aku sedang melihat dari luar-lah aku bisa memahaminya.

Yukinoshita pastinya selalu berada di titik tengah masalah itu, tanpa ragu, dia selalu dikepung dari
segala arah. Bagi seseorang yang hidupnya seperti itu, aku bisa membayangkan apa saja yang sudah
dia lalui selama ini.

“Waktu SD dulu, sepatu indoor-ku disembunyikan dariku sekitar 60 kali, tapi 50 kejadian itu
pelakunya adalah gadis-gadis di kelasku.”

“Aku sangat penasaran dengan 10 sisanya.”

“Tiga kali dilakukan oleh anak laki-laki. Dua kali ketika ada guru yang membelikan itu untukku.
Dan lima sisanya, seekor anjing mencurinya dariku.”

“Persentase dicuri oleh anjing tampaknya tinggi sekali.”

Itu adalah sesuatu yang diluar imajinasiku.


“Tapi tidak ada yang mengejutkan soal itu.”

“Aku tadi sebenarnya hanya mencoba untuk tidak mempedulikannya!”

“Karena hal itu, aku harus membawa pulang sepatu indoorku setiap hari dan akhirnya aku juga harus
membawa recorderku pulang ke rumah juga.”
[note: recorder itu semacam seruling modern, IYKWIM mengapa Yukino harus membawanya pulang.]

Yukinoshita mengatakan itu dengan ekspresi yang aneh. Setelah melihat ekspresinya itu, aku tiba-
tiba merasa simpati dengan apa yang menimpanya.

Hanya karena itu? Faktanya itu adalah hal yang pernah kualami. Faktanya ketika SD dulu, aku
marasa bersalah karena ketika jam istirahat dimana tidak ada seorangpun di kelas, aku menukar
bagian mulut recorderku.

Aku merasa bersalah dengan apa yang menimpa Yukinoshita.

Itu benar. Itu benar. Hachiman. Jangan. Pernah. Berbohong.

“Pasti itu sangat berat untukmu.”

“Ya, itu sangat berat. Semua itu gara-gara aku terlihat manis.”

Saat ini, kata-katanya itu tidak sekalipun menggangguku ketika aku melihat Yukinoshita
mengatakan itu dengan senyumnya yang bercampur perasaan depresi.

“Mau bagaimana lagi. Tidak ada yang sempurna. Mereka itu semua lemah, mereka punya pikiran
yang jelek dan mereka mudah sekali iri dan berusaha menjatuhkan yang lain. Cukup janggal, semakin
kau terlihat superior maka kau akan semakin sulit untuk hidup di dunia ini. Bukankah itu salah? Oleh
karena itulah aku ingin mengubah dunia ini dan orang-orang di dalamnya.” Mata Yukinoshita ketika
mengatakannya terlihat serius dan terlihat dingin, saking dinginnya hingga bisa membakarmu seperti
es kering.

“Bukan terlalu gila jika kau mengerahkan seluruh usahamu untuk rencana luar biasa itu?”
“Mungkin. Tapi itu terdengar lebih baik daripada rencanamu untuk diam hingga kering, layu dan
mati...Aku sangat benci caramu yang menganggap kelemahan itu sebagai hal yang positif.”

Yukinoshita mengatakan itu dan memalingkan pandangannya ke arah luar jendela.

Yukinoshita Yukino adalah seorang gadis yang cantik. Sebuah fakta tidak terbantahkan dimana aku
sendiri mengakui itu dari hatiku yang terdalam. Dari luar, dia terlihat seperti mustahil untuk didekati,
dengan nilai akademis yang sempurna dan tanpa cela. Tapi, sifatnya yang rumit itu merupakan luka
yang fatal bagi karakter dirinya. Sebuah kekurangan yang tidak bisa dikatakan manis. Tapi dia
memiliki sebuah alasan untuk memiliki luka fatal tersebut.

Aku tidak mau mempercayai begitu saja apapun yang Hiratsuka-sensei katakan, tapi menjadi orang
yang punya semuanya, Yukinoshita juga punya penderitaannya sendiri.

Pastinya tidak akan sulit untuk menyembunyikan itu dan menipu dirimu sendiri dan orang di
sekitarmu. Itu adalah apa yang mayoritas orang-orang di dunia ini lakukan. Persis seperti orang-orang
pintar yang mendapat nilai bagus di ujian dan mereka mengatakan kalau itu hanya ‘beruntung’ saja di
ujian. Seperti bagaimana gadis dengan wajah biasa-biasa saja yang iri dengan gadis cantik dimana
poin kejelekan mereka ditentukan dari seberapa gemuk mereka.

Tapi Yukinoshita tidak melakukan itu.

Dia tidak akan mau membohongi dirinya sendiri.

Bukannya aku tidak mau mengakui tindakannya itu. Karena kita berdua memilih jalan yang sama
dalam hal itu.

Sebagai pertanda kalau percakapan ini berakhir, Yukinoshita melihat kembali ke arah buku
bacaannya.

Sambil melihatnya, aku merasakan sebuah perasaan yang aneh.

Dia dan diriku memiliki kesamaan. Aku memikirkan itu dari harusnya aku yang memikirkan diriku
sendiri.

Kesunyian ini...entah mengapa terasa menyenangkan.


Aku merasa jantungku berdetak sedikit lebih kencang daripada biasanya. Sepertinya jantungku ini
mengatakan ingin berdetak lebih kencang lagi.

Maka...

Maka dia dan aku...

“Hei, Yukinoshita...Kalau kamu mau, aku bisa jadi tema-“

“Maaf. Itu mustahil.”

“Apaaa? tapi aku bahkan belum menyelesaikan kata-kataku!”

Yukinoshita kembali ke buku bacaannya setelah menolakku dengan datar. Terlebih lagi, dia
memasang ekspresi seperti jijik akan sesuatu.

Yup, gadis ini tidak ada manis-manisnya. Komedi romantis dan hal-hal sejenisnya seperti
meledak begitu saja.

x Chapter II | END x
Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru
Volume 01 Bahasa Indonesia
Di translate oleh Aoi.
Zcaoi.blogspot.com

PDF oleh ユウトくん


Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru - Volume 01

Chapter 3 : Yuigahama Yui adalah gadis yang selalu mengkhawatirkan


sesuatu

x x x

“Jadi biar kutebak, bahkan kelas memasak merupakan sebuah trauma bagimu?”

Entah mengapa aku dipanggil ke ruang guru meski aku sudah menyerahkan laporan tentang masakan
sebagai hukuman karena bolos kelas memasak.

Ini membuatku mengalami semacam deja vu. Kenapa menggangguku dengan masalah seperti ini,
Hiratsuka-sensei?

“Sensei, bukankah anda ini guru Sastra Jepang?”

“Aku juga menjabat guru konseling. Tsurumi-sensei meminta bantuanku untuk menangani masalah
konseling siswa.”

Akupun melihat ke salah satu sudut ruangan dan melihat Tsurumi-sensei sedang menyirami tanaman
hias. Hiratsuka-sensei menatapnya sebentar dan kembali lagi ke arahku.

“Pertama, aku ingin mendengar alasanmu bolos kelas memasak. Ceritakan secara ringkas!"

“Well, saya hanya tidak begitu mengerti mengapa saya harus berpartisipasi di kelas memasak
bersama dengan siswa yang lain...”

“Jawabanmu itu tidak masuk akal bagiku. Hikigaya – apa sebegitu menyakitkannya memasak
bersama orang lain? Ataukah karena tidak ada satupun orang yang mengajakmu ke grup mereka?”

Hiratsuka-sensei menatapku seperti mengkhawatirkan sesuatu.


“Tidak, tentu tidak. Apa yang sedang Sensei bicarakan? Bukankah ini tentang pelatihan memasak?
Dengan kata lain, pelatihan itu tidak ada gunanya jika tidak ada kaitannya dengan kegiatan memasak
di kehidupan nyata. Ibuku saja memasak sendirian. Dengan kata lain, memasak adalah sebuah
kegiatan yang harus dikerjakan sendirian! Secara tidak langsung, melatih siswa untuk memasak
secara berkelompok adalah sesuatu yang salah!”

“Apa yang barusan kau katakan dan apa yang sedang kubahas ini adalah sesuatu yang berbeda.”

“Sensei! Apakah Sensei hendak mengatakan kalau yang dilakukan Ibuku itu salah?! Saya rasa itu
tidak bisa dimaafkan! Saya rasa tidak ada artinya jika kita membahas ini lebih lanjut! Saya permisi
dulu!”

Akupun berpamitan dan membalikkan badanku, berusaha meninggalkan tempat ini.

“Hei! Jangan mencoba untuk membuatku terlihat seperti orang jahat ketika ini harusnya menjadi
adegan dimana aku yang marah!”

...Apa rencanaku gagal? Hiratsuka-sensei langsung memegangi kerah leherku. Tidak lama kemudian,
akupun berbalik dan menghadapnya kembali dengan posisi dipegangi seperti seekor anak kucing.
Sial. Kalau aku bilang, “Tehee ♪ Konyol Ya ✰” sambil menjulurkan lidahku, mungkin aku bisa lolos
dari ini.

Sensei mendesah kesal, menggulung laporanku, dan memukul-mukulkannya ke telapak tangannya.

“Oke, laporanmu di bagian ‘Bagaimana membuat kare yang enak’ kurasa tidak masalah.
Masalahnya muncul setelah itu. ‘1.Buang kulit bawang. Lalu iris kecil-kecil. Persis seperti
bagaimana manusia rendahan yang dengan mudahnya dipengaruhi orang lain, irisan tipis bawang
itu dengan mudahnya merusak rasa’... Siapa yang menyuruhmu mencampurkan sarkasme(hiniku) di
laporan? Apa maksudmu itu daging (niku)?”

“Sensei, tolong jangan memasang ekspresi kalau itu adalah kata-kata yang bagus...Saya merasa malu
dilihat Sensei dari tadi.”

“Meski aku tidak ingin membaca ini, kurasa kau sudah tahu apa yang akan kukatakan setelah ini.
Kau harus menulis ulang dan memberikannya lagi kepadaku!”

Sensei terlihat terkejut dengan kata-kataku, lalu dia menaruh rokok di bibirnya.
“Kau sendiri bisa masak?”

Dia mengatakan sesuatu yang mengejutkan sambil memberikan kembali laporanku.

Well, sebenarnya ini pertanyaan yang cukup mengganggu. Siswa SMA jaman sekarang harusnya
bisa memasak, setidaknya memasak kare.

“Ya. Dengan mempertimbangkan rencana masa depanku, tentunya aku bisa memasak.”

“Apa kau akan berencana untuk hidup mandiri setelah lulus SMA?”

“Bukan, bukan begitu Sensei.”

“Hmm?”

Sensei memasang ekspresi penuh tanda tanya dan mengatakan ‘memangnya kenapa?’.

“Karena memasak itu adalah skill yang harus dimiliki oleh suami rumahan.”

Setelah mendengarkan jawabanku, dia hanya mengedip-ngedipkan kedua matanya, dua hingga tiga
kali.

“Apa kau bercita-cita untuk menjadi suami rumahan?”

“Well, itu sedang saya pertimbangkan...”

“Jangan membicarakan cita-cita dengan memasang tatapan mata yang korup dan menyedihkan
milikmu itu. Matamu itu harusnya terlihat bercahaya dan dipenuni antusiasme tinggi...Sebagai
referensi saja, apa rencana detailmu setelah lulus dari sini?”

Mungkin bukan ide yang bagus jika aku memberitahunya kalau masa depan yang harus
dikhawatirkan adalah masa depannya, daripada masa depanku. Jadi aku mengurungkan niatku dan
memberinya jawaban yang logis.
“Well, saya berencana akan kuliah di tempat yang saya rasa mampu.”

“Begitu ya.”

Hiratsuka-sensei mengangguk setuju. “Setelah itu kau mau bekerja seperti apa?”

“Setelah itu saya akan mencari wanita yang kaya dan cantik untuk saya nikahi, sehingga dia akan
mensupport saya sampai saya meninggal.”

“Bukannya sudah kukatakan tentang ‘pekerjaan’! Berikan pekerjaan yang jelas!”

“Bukankah sudah saya beritahu Sensei – Suami Rumahan.”

“Kalau begitu, kita menyebutnya sebagai gigolo! Cara hidup yang menyedihkan. Mereka itu adalah
kaum yang memberikan kode-kode kalau mereka tertarik untuk menikah, dan tanpa sadar mereka
sudah ada di rumahmu, bahkan mereka sudah punya kunci duplikat rumahmu. Jangan lupa juga kalau
mereka juga membawa barang bawaan mereka ketika tinggal. Lalu ketika putus, mereka bahkan
membawa perabotan rumah itu bersama mereka seperti seorang gembel!”

Hiratsuka-sensei mengatakan itu dengan jijik, memberitahu setiap detail tentang itu. Dia mengatakan
itu dengan sangat serius sehingga kehabisan napas dan hendak mengeluarkan air mata.

Sangat menyedihkan...Saking sedihnya hingga aku ingin menghiburnya.

“Sensei, tenang saja! Saya tidak akan seperti itu. Saya akan melakukan pekerjaan rumah dengan baik
dan menjadi gigolo yang melebihi semua gigolo!”

“Teori gila apalagi itu?!”

Ketika masa depanku mulai terlihat diinjak-injak, aku terpaksa mengambil pilihan. Impianku sudah
diambang kehancuran, jadi aku berusaha mengubah pembicaraan ini ke arahku.

“Mungkin akan terdengar buruk jika Sensei memanggil saya gigolo, tapi seorang suami rumahan
bukanlah sebuah pilihan yang buruk.”
“Hmm?”

Hiratsuka-sensei menatapku dengan tajam dan menyandar ke kursinya. Sebuah gestur tubuh yang
mengatakan ‘akan kudengarkan, apa alasanmu?’

“Apa Sensei tahu tentang ‘kesetaraan gender?’, bukankah normal melihat wanita jaman sekarang
punya perkembangan sosial juga? Bukti dari adanya hal itu adalah Sensei yang ada disini sebagai
guru.”

“...Well, kurasa itu ada benarnya.”

Kurasa aku sudah memancingnya. Sekarang aku tinggal terus berbicara.

“Tapi, saya rasa tidak perlu matematika yang rumit untuk mengatakan kalau setiap ada sejumlah
besar wanita masuk dunia kerja, maka dalam jumlah yang sama akan ada pria yang kehilangan
pekerjaan. Maksud saya, bukankah jumlah lapangan pekerjaan akan terus terbatas, tidak peduli
apapun yang terjadi?”

“Kalau itu...”

“Misalnya sebuah perusahaan 50 tahun lalu dimana 100% pekerjanya adalah laki-laki. Jumlah
pekerjanya adalah 100 orang. Jika perusahaan hendak memasukkan 50 pekerja wanita disana, maka
50 orang pekerja pria akan dipecat dan harus mencari pekerjaan di tempat lain. Tapi barusan itu
hanyalah kalkulasi sederhana. Jika Sensei melihat bagaimana situasi ekonomi kita yang sedang
merosot, hanya tinggal tunggu waktu saja para pekerja pria itu akan di-PHK.”

Setelah aku memberikan pendapatku, Hiratsuka-sensei memegangi dagunya dan berpikir.

“Oke, teruskan.”

“Sedang perusahaan sendiri, semakin maju jamannya, maka perusahaan akan semakin mengurangi
ketergantungannya terhadap pekerja manusia. Ini dikarenakan perkembangan dan penyebaran yang
pesat dari komputer dan internet yang memberikan efisiensi, dimana ini mempengaruhi pendapatan
per-kapita secara signifikan. Kalau Sensei tanya ke warga Jepang pada umumnya, mereka mungkin
akan mengatakan ‘bekerja keras memang bagus, tapi situasinya tetap meresahkan...’ dan itu juga
belum termasuk satu pekerjaan yang diisi shift bergantian. Ya sesuatu yang sejenis itu.”

“Ya, kadang aku sering mendengar pendapat-pendapat semacam itu.”


“Dan karena pekerjaan rumah tangga ini telah berkembang pesat selama ini, tidak peduli siapa yang
mengerjakannya, hasilnya sama saja. Bahkan laki-laki juga bisa mengerjakan pekerjaan rumahan
dengan baik.”

“Tunggu, tunggu dulu.”

Sensei memotong ceramahku yang berapi-api. Dia pura-pura batuk dan menatapku.

“Aku kesulitan mencerna apa untuk dimana, dan dimana untuk apa...Jadi penjelasanmu itu terlihat
seperti sebuah penggiringan opini ke arah tertentu...”

“Well, itu mungkin cuma perasaan Sensei saja.”

“...Apa?”

Kursinya tiba-tiba bergerak bersamaan dengan tendangan kakinya ke kakiku. Sial, sakit sekali. Lalu,
dia menatapku dengan berapi-api. Aku lalu memutuskan untuk menutup kata-kataku itu.

“Ke-kesimpulannya adalah! Jika mempertimbangkan kita sudah bekerja sebegitu kerasnya untuk
membangun sebuah komunitas sosial dimana kita mendapatkan pekerjaan sementara ada satu orang
lainnya yang menganggur, maka mengeluh tentang pekerjaan dan kurangnya lapangan pekerjaan
adalah hal yang absurd dan salah!”

Sebuah kesimpulan yang sempurna. Kalau kau bekerja, maka kau kalah oleh sistem.

“...Benar. Kau benar-benar busuk sekali.”

Sensei mendesah kesal. Setelah itu dia tersenyum kecil seperti teringat akan sesuatu.

“Kalau suatu hari nanti ada gadis yang memasakkan masakan rumahan kepadamu, setidaknya sekali,
aku yakin cara berpikirmu yang korup itu akan berubah...”

Setelah mengatakan itu, Sensei berdiri dan mendorong bahuku agar aku keluar dari ruang guru.
“Tu-Tunggu! Apa yang Sensei lakukan?! Ow! Ini sakit sekali!”

“Kembali lagi kesini jika kau sudah belajar tentang betapa terhormatnya bekerja di Klub Relawan.”

Sambil meremas bahuku, dia mendorongku keluar dari pintu.

Ketika aku hendak membalikkan badanku untuk komplain, pintunya langsung ditutup. Kurasa itu
berarti ‘tidak menerima penolakan, komplain, pertanyaan, atau negosiasi ulang’.

Ketika aku berpikir kalau ini kesempatan bagus untuk langsung pulang ke rumah, aku merasakan
sakit dari bahuku yang dibuat Sensei ketika menarikku keluar...Kalau aku mencoba kabur, aku
mungkin akan dihajar olehnya.

Orang yang baru saja membuat tubuhku kesakitan seperti ini adalah manusia terburuk yang pernah
ada di muka bumi.

Tanpa adanya pilihan lain, aku putuskan untuk muncul di sebuah klub yang bernama Klub Relawan.
Di mana, mungkin aktivitas klub itu adalah memecahkan teka-teki. Meski memiliki sebutan ‘klub’,
aku sendiri tidak tahu klub macam apa itu. Tidak lupa juga kalau ketua klub itu juga merupakan
misteri terbesar di sana. Ada apa sih dengan gadis itu?

xxx

Seperti biasanya, Yukinoshita sedang membaca buku.

Setelah menyapanya, aku lalu menjaga jarak dengan duduk di seberangnya, menarik sebuah kursi
dan duduk. Lalu aku mengambil buku dari tasku.

Saat ini, Klub Relawan ini berubah menjadi sebuah klub membaca. Tapi serius ini – apa sih kegiatan
klub ini? Dan apa yang terjadi dengan pertempuran yang seharusnya kita berdua lakukan?
Jawaban tersebut kemudian muncul bersamaan dengan tamu yang mengetuk pintu klub. Yukinoshita
tiba-tiba berhenti membaca, menaruh penanda halaman buku dan menutup bukunya.

“Silakan masuk.” Dia mengatakan itu dan menatap ke arah pintu.

“Per-Permisi.”

Sebuah suara yang bernada antusias bercampur gugup. Pintu sedikit terbuka sehingga membuat
sebuah celah kecil. Gadis itu mencoba melewati celah itu dan masuk ke ruangan. Dia bersikap seperti
tidak ingin ada orang yang melihatnya masuk ke sini.

Rambut coklat sebahu dan dibiarkan terurai begitu saja sehingga terlihat bergerak-gerak ketika dia
berjalan. Kedua matanya melihat kesana-kemari ke berbagai sudut hingga melihat ke arahku. Dia lalu
memasang ekspresi terkejut.

...Memangnya gue apaan? Monster?

“Ke-Kenapa ada Hikki disini?!”

“...Aku sebenarnya member klub ini.”

Atau harusnya kukatakan ‘apa kau baru saja memanggilku Hikki’? Tapi yang paling penting adalah,
siapa sih gadis ini?

Jujur saja, aku tidak tahu siapa dia. Tapi mengesampingkan itu, dia memang terlihat sebagai gadis
SMA idaman semua pria. Aku sering melihat tipe gadis yang seperti ini, malahan bisa dibilang sering
– seorang gadis flamboyan yang menunjukkan aura masa muda. Rok pendek, 3 kancing teratas
seragamnya dibiarkan terbuka, rambutnya diwarnai dengan warna coklat muda, dan di lehernya
tergantung kalung yang mencolok mata. Penampilan semacam itu sudah memberikanku semacam
kode di sekolah ini.

Aku tidak punya urusan dengan gadis semacam ini. Bahkan, aku tidak punya urusan dengan semua
gadis.

Tapi, kenyataan kalau dia tahu siapa diriku membuatku menyadari kalau ini tidak akan berjalan
dengan bagus jika aku meresponnya dengan bertanya “Maaf, kamu siapa?”
Juga, aku menyadari warna pita yang dia pakai adalah merah. Di sekolah ini, setiap tingkat kelas
dibedakan dengan warna pita. Pita merah berarti dia adalah siswi kelas 2, sama sepertiku.

...Bukannya aku hendak melirik dirinya pertama kali di bagian dadanya – entah mengapa
penglihatanku terfokus ke situ....Ngomong-ngomong, mereka terlihat besar sekali...

“Well, kenapa kau tidak duduk terlebih dahulu?”

Aku mengatakan itu sambil menaruh tempat duduk di depannya, memberitahunya untuk duduk. Asal
kau tahu saja, sikap gentleman-ku ini tidak ada hubungannya dengan perasaan bersalah akibat yang
kulihat barusan. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya seorang pria lakukan. Tahulah, aku ini
adalah seorang gentleman. Fakta bahwa aku sendiri memakai kaos dibalik seragamku ini merupakan
sebuah bukti.

“Te-Terima kasih...”

Dia menerima tawaranku dan duduk secara perlahan.

Yukinoshita, yang duduk di depannya, menatapnya.

“Kalau tidak salah, Yuigahama Yui-san, benar?”

“K-Kau kenal aku?”

Dia, Yuigahama Yui, tiba-tiba terkejut karena namanya tiba-tiba dipanggil. Seperti dikenal oleh
Yukinoshita membuatnya mendapatkan sebuah status baru.

“Kau sepertinya tahu banyak sekali nama orang disini...Apa kau mengingat nama tiap siswa di
sekolah ini?” tanyaku.

“Tidak juga. Buktinya aku tidak kenal kamu.”

“Begitu ya...”
“Itu bukan sesuatu yang harus menghantui pikiranmu. Faktanya, itu adalah kesalahanku. Aku tidak
menyadari kehadiranmu, dan terlebih lagi kedua mataku tiba-tiba secara otomatis memalingkan
pandangannya darimu. Yang harus disalahkan adalah pikiranku yang lemah tersebut.”

“Bukankah itu harusnya menjadi kata-kata yang menghiburku? Kenapa terdengar menjadi sebuah
kata-kata yang menyesakkan dada daripada menghiburku? Pada akhirnya, disimpulkan kalau itu
adalah salahku.”

“Aku tidak sedang mencoba menghiburmu. Aku hanya mencoba untuk mengatakan sarkasme.”
Yukinoshita mengatakan itu, tidak mempedulikan komplainku dan mengibaskan rambut panjangnya
yang ada di bahunya.

“Sepertinya...Klub ini terlihat menyenangkan.” Yuigahama mengatakan itu sambil melihat ke arah
Yukinoshita dan diriku dengan mengedip-ngedipkan matanya.

...Gadis ini – Apa di pikirannya hanya ada hal-hal menyenangkan saja?

“Ucapan kami ini sebenarnya tidaklah menyenangkan...Di lain pihak, kesalahpahamanmu itu malah
terlihat tidak menyenangkan.” Yukinoshita menatapnya dengan dingin.

Seperti sedang mencari kata-kata yang tepat, dia terlihat malu-malu dan melambai-lambaikan
tangannya untuk menyangkal hal tersebut.

“Uh, bukan, bagaimana ya? Aku hanya berpikir kalau kalian itu terlihat bersikap seperti biasanya!
Seperti maksudku, Hikki ini jelas sangat berbeda ketika dia di kelas. Dia ternyata suka berbicara dan
hal-hal lainnya.”

“Aku bukannya suka berbicara...Mengatakan itu rasanya agak...”

Apa aku memang terlihat seperti orang yang kurang memiliki skill untuk berkomunikasi?

“Oh benar juga. Yuigahama-san juga berasal dari kelas F.”

“Apa? Serius kamu?” tanyaku.

“Jangan bilang kalau kamu baru tahu sekarang?” Yukinoshita bertanya balik.
Yuigahama tampaknya membenarkan kata-kata Yukinoshita.

Sialan.

Aku tahu rasanya sakit hati ketika orang yang kau ajak bicara ternyata baru tahu kalau kau ini
sekelas dengannya selama ini. Karena itulah, sebelum gadis ini merasakan sakit hati yang sama, aku
akan mencoba menutupi kesalahanku.

“Te-Tentu aku tahulah soal itu.”

“...Lalu kenapa kau memalingkan pandangan matamu?” tanya Yukinoshita.

Yuigahama melihatku dengan tatapan yang menyedihkan.

“Well, bukankah itu sudah menjawab mengapa Hikki tidak punya satupun teman di kelas?
Maksudku, kau ini terlihat aneh dan menakutkan.”

Oh benar, aku ingat tatapan menyedihkan yang sejenis dengan gadis ini. Tentunya, ada grup gadis di
kelasku yang juga melihatku seperti sampah. Dia pasti member grup yang sering berkumpul dengan
pria yang berasal dari Klub Sepakbola.

Apa-apaan ini?! Bukankah berarti dia adalah salah satu musuhku? Aku ternyata hanya membuang-
buang waktu dengan bersikap baik kepadanya.

“...Dasar lonte!” aku tiba-tiba mengatakan itu.

“Apa? Siapa yang kau sebut lonte?!” Yuigahama meresponnya dengan cepat. “Aku ini masih peraw
- ... w-woah! Tidak jadi!”.

Wajahnya memerah dan melambai-lambaikan tangannya seperti berusaha menarik kembali kata-
katanya. Dasar gadis bodoh.

Yukinoshita mengatakan sesuatu seperti berusaha menutupi rasa panik gadis tersebut.
“Sebenarnya itu bukan sesuatu dimana kau harus merasa malu. Di umur seperti itu masih peraw – “
“W-Woah tunggu dulu! Apa yang hendak kau katakan?! Kenyataannya, memang memalukan masih
seperti itu ketika sudah kelas 2 SMA! Yukinoshita-san, dimana rasa feminisme milikmu itu?!”

“...Kurasa itu hal yang tidak berguna untuk dilebih-lebihkan.”

Woah, aku tidak tahu ada apa tapi Yukinoshita baru saja meningkatkan kadar kedinginan dirinya
menjadi seratus derajat lebih dingin dari sebelumnya.

“Meski begitu, kata ‘feminisme’ itu hanya terdengar sebagai ‘lonte’ bagiku.” tambahku.

“Kau mengatakan itu lagi! Menyebut seseorang ‘lonte’ itu sudah keterlaluan! Hikki, kau menjijikan
sekali!” Yuigahama menggerutu dan melihatku dengan tatapan mata yang menyedihkan.

“Aku menyebutmu lonte, tidak ada hubungannya diriku yang menjijikkan. Dan jangan panggil aku
Hikki.”

Bukankah itu sama saja memanggilku Hikikomori?...Oh, dia pasti sengaja mengejekku dengan
mengatakan itu. Itu pasti semacam nama ejekan yang para siswa 2F miliki untuk menyebut diriku.

...Bukankah itu sendiri terdengar kejam? Aku bahkan mulai terlihat hendak menangis ketika
mendengar itu.

Menggosipkan orang bukanlah hal yang bagus.

Oleh karena itulah, aku mengatakan sesuatu di depan orangnya langsung dengan keras dan jelas.
Karena jika mereka tidak mendengarnya langsung dariku, aku tidak bisa memberikan damage kepada
mereka!

“Dasar lonte!”

“K-Kau ini! Sangat mengganggu! Serius ini, menjijikkan tahu! Kau mending mati saja sana?!”

Mendengarkan kata-kata itu, bahkan diriku yang sudah bersikap dengan lembut kepadanya merasa
terganggu seperti sebuah pisau cukur yang kau pakai, dan kami semua terdiam.
Banyak sekali kata-kata di dunia ini yang tidak seharusnya diucapkan dalam pembicaraan tadi.
Secara umum, ini menyangkut kata-kata yang berhubungan dengan hidup manusia. Jika kau tidak
mau bertanggung jawab atas kata-kata yang menyuruh orang untuk mati, maka kau tidak berhak
mengatakan itu. Dengan maksud untuk menegurnya, tidak lama kemudian aku mengatakan sesuatu
dengan memberikan sedikit tekanan emosi di dalamnya.

“Kau harusnya tidak mengatakan sesuatu seperti ‘mati saja’ atau ‘aku akan membunuhmu’ dengan
begitu mudahnya, atau juga mengatakan ‘aku akan membuatmu memakan tanah’.”

“...Uh..., Ma-Maaf. Aku tidak bermaksud begitu...Tunggu dulu?! Kau baru saja mengatakan itu! Kau
jelas-jelas bilang ‘aku akan membunuhmu’!”

Dia mungkin tidak sadar, tapi Yuigahama ini benar-benar bodoh. Tapi yang megejutkan adalah dia
ini tampak seperti gadis sejenis yang dengan mudahnya meminta maaf.

Dia tampaknya sedikit berbeda dari yang kuduga jika melihat tampilannya. Awalnya aku yakin kalau
dia seperti para gadis di grupnya, dan tidak lupa para pria yang ada di Klub Sepakbola yang sering
nongkrong dengannya. Kupikir kepala gadis ini berisi hal-hal semacam sex, narkoba, dan berbuat hal-
hal nakal. Seperti yang ada di novel karya Murakami Ryuu.

Yuigahama mengembuskan napas yang kecil seperti menyadari menjadi hiperaktif pada saat ini
membuatnya capek.

“...Hei, umm, kudengar ini dari Hiratsuka-sensei, katanya klub ini bisa memenuhi request para
siswa?” Yuigahama memecah kesunyian.

“Serius Sensei mengatakan begitu?” kataku.

Padahal aku yakin kalau aktivitas klub ini adalah membaca buku sampai jam tutup sekolah.

“Sebenarnya, kegiatan klub ini agak berbeda dari yang disampaikan Sensei. Sederhananya, kegiatan
klub ini adalah membantu pekerjaan seseorang. Apakah requestmu itu terpenuhi atau tidak, itu semua
tergantung kepada dirimu sendiri.”

Penyangkalan dari Yukinoshita itu terdengar sangat dingin sekali.

“Memangnya itu berbeda dari yang dikatakan Sensei?” Yuigahama menanyakan itu dengan ekspresi
penuh tanda tanya.
Persis seperti yang ada di pikiranku saat ini.

“Apakah kau akan memberikan seorang pria yang lapar itu seekor ikan, atau kau akan mengajari pria
itu bagaimana caranya memancing ikan? Disitulah perbedaannya. Pada dasarnya, kata ‘relawan’ di
klub ini bukan merujuk ke hasilnya, tapi cara kita menyelesaikan requestnya. Kurasa, kata-kata ‘untuk
memotivasi keinginan klien’ itulah yang paling cocok.”

Pidatonya tadi terdengar seperti sebuah kata-kata yang ditulis di buku Pendidikan Budi Pekerti.
Dimana setiap kepala sekolah dari SMA antah-berantah pasti akan memuji kata-kata tersebut – ‘Klub
yang aktivitasnya membantu para siswa untuk menunjukkan jati diri mereka yang sebenarnya’. Aku
cukup yakin kalau pemahamanku mengenai kegiatan klub ini cukup benar. Dan juga, Sensei
mengatakan sesuatu atau sejenis ‘bekerja di Klub Relawan’, jadi ini pasti sebuah klub yang membantu
pekerjaan Pengurus OSIS atau semacamnya.

“Itu terdengar luar biasa!”

Yuigahama mengatakan itu dengan ekspresi yang mengatakan ‘kau benar-benar mencerahkanku
sehingga aku mengerti!’. Aku malah khawatir kalau gadis ini suatu hari nanti mungkin akan terkena
semacam kegiatan cuci otak oleh semacam sekte pemuja setan di masa depan.

Penjelasan Yukinoshita memang tidak memiliki dasar logika dan ilmu pengetahuan, tapi gadis
dengan dada yang besar itu malah...Atau begitulah cara opini-opini di masyarakat diterima, tapi aku
percaya kalau dia bisa menjadi contoh yang bagus untuk kasus itu.

Dengan kata lain, dengan dada yang rata seperti tembok, inteligensi yang tajam dan kebijaksanaan
yang tinggi menggambarkan Yukinoshita.

“Meski aku tidak bisa seratus persen menjamin aku bisa memenuhi keinginanmu, aku akan
membantumu sebisaku.”

Mendengar kata-kata itu, Yuigahama berbicara seperti teringat tentang tujuan utamanya datang
kesini.

“Hei! Umm, aku sedang berpikir untuk membuat semacam kue...” Yuigahama mengatakan itu dan
menatap ke arahku.
Asal tahu saja, aku ini bukan kue. Aku tahu rasanya ketika di kelas, orang-orang memperlakukanku
seperti aku tidak ada disana meskipun menggunakan kata-kata yang terdengar sama.

“Hikigaya-kun.”

Yukinoshita mengatakan itu dan menunjuk ke arah pintu keluar dengan gerakan dagunya – sebuah
gestur yang mengatakan kepadaku untuk pergi dari sini. Dia harusnya bisa mengatakan itu dengan
tutur kata yang manis tanpa menaruh ekspresi ‘kau ini mengganggu pemandangan saja, bisakah kau
pergi? Aku sangat menghargai jika kau tidak kembali lagi kesini’.

Jika gadis ini membutuhkan ruang untuk semacam pembicaraan antar gadis, kurasa tidak ada yang
bisa kulakukan. Memang ada beberapa hal di dunia ini yang hanya bisa dibicarakan diantara para
gadis saja. Misalnya ‘Pelajaran Olahraga’, ‘Pria dilarang masuk’, ‘Ruang kelas khusus wanita saja’.
Ya semacam itulah.

...Tapi ruang kelas khusus wanita, kira-kira mereka di dalam sedang belajar apa?...Itu terus
terpikirkan olehku.

“...Ah sepertinya aku ingin membeli minuman Sportop.”

Harus kuakui kali ini sikapku ini terlihat sangat peduli, bisa membaca situasinya dan bertindak
dengan benar. Kalau aku ini seorang gadis, aku pasti akan sudah jatuh cinta kepada diriku yang
seperti ini.

Ketika aku menaruh kedua tanganku di pintu dan hendak pergi, Yukinoshita memanggilku.
Mungkinkah dia jatuh cinta kepadaku?

“Aku titip minuman Yasai Seikatsu 100 Strawberry Mix.”

Kalau memikirkan gayanya yang meminta orang untuk melakukan sesuatu untuknya dengan ekspresi
yang santai...Yukinoshita-san, kau benar-benar luar biasa.

x x x
Tidak sampai 10 menit aku menuruni lantai 3 hingga ke lantai dasar gedung khusus dan kembali
lagi. Jika aku berjalan dengan santai, mungkin pembicaraan mereka berdua sudah selesai ketika aku
sudah kembali.

Well, aku tidak peduli gadis itu seperti apa, tapi Yuigahama adalah klien pertama kami. Dengan kata
lain, kemunculannya itu menandai permulaan pertempuran antara diriku dan Yukinoshita.

Well, bukannya aku sudah berpikir akan kalah jika aku dari saat ini memikirkan bagaimana untuk
meminimalisir damagenya sebisa mungkin, kurasa itu lebih baik.

Di depan kantin sekolah, ada sebuah mesin penjual minuman. Mesin itu menjual berbagai minuman
soda yang rasanya mirip dengan minuman yang biasanya kau temui di minimarket. Tampaknya
minuman-minuman ini rasanya tidak jauh berbeda dengan minuman aslinya.

Aku sendiri tertarik dengan minuman soda yang bernama Sportop, dimana ini tidak seperti diriku
yang biasanya. Minuman itu punya rasa seperti permen murahan dan mampu bersaing dengan
minuman populer sejenis yang memasang tulisan ‘zero calories’ dan ‘tanpa gula’. Ternyata rasanya
memang enak.

Aku memasukkan koin 200Yen ke mesin itu, menggerutu seperti melihat sebuah benteng angkasa
yang sedang runtuh ke tempat ini, lalu aku menekan ‘Yasai Seikatsu’ dan ‘Sportop’. Setelah
pembelian selesai, aku menaruh lagi 100Yen dan menekan ‘Otoko no Cafe au Lait’.

Akan sangat aneh jika hanya ada kami berdua yang minum sedang ada satu orang lagi yang tidak
minum. Jadi aku memutuskan untuk membeli sesuatu untuk Yuigahama juga.

Minuman-minuman ini semua totalnya 300Yen dan ini berarti aku sudah kehilangan separuh dari
uangku hari ini. Aku bangkrut...

x x x
“Kau telat,” kata Yukinoshita, sambil menerima minuman ‘Yasai Seikatsu’ dari tanganku.

Dia menaruh sedotannya di minumannya dan mulai meminumnya. Yang tersisa sekarang adalah
Sportop dan Cafe au Lait.

Tampaknya Yuigahama menyadari siapa yang akan meminum Cafe au Lait ini.

“...Oh benar,” katanya, sambil mengambil dompet kecil dan mencari-cari koin 100Yen.

“Ah, jangan khawatir soal itu.”

Maksudku, Yukinoshita saja tidak bayar, dan yang terpenting, aku membelinya karena keinginanku
sendiri. Meski sangat logis jika menerima uang dari Yukinoshita, tapi aku tidak berhak menerima
uang dari Yuigahama. Jadi daripada aku mengambil koin 100Yen dari tangannya, aku langsung saja
menaruh Cafe au Lait itu di tangannya.

“Ta-Tapi aku belum membayarmu!”

Yuigahama ternyata memaksaku untuk menerima uang itu. Akan sangat mengganggu jika aku
berdebat soal ini, jadi aku memutuskan untuk berjalan menjauh darinya dan menarik kursiku untuk
duduk dekat dengan Yukinoshita.

Yuigahama tampak kurang senang ketika menaruh kembali koin itu ke dompetnya.

“...Terima kasih.”

Dia mengatakan itu dengan suara yang pelan, tertawa kecil sambil memegang Cafe au Lait dengan
malu-malu.

Ini pasti satu-satunya momen dimana orang berterimakasih kepadaku. Dia mungkin sudah
membayarnya lebih mahal dengan senyum yang harganya melebihi 100Yen.

“Apa pembicaraan kalian sudah selesai?” aku mengatakannya dengan nada puas dan berharap
Yukinoshita juga menunjukkan rasa terimakasihnya.
“Ya. Karena tidak adanya dirimu disini, pembicaraan kami berlangsung dengan lancar dan baik.
Terima kasih.”

Itu adalah ucapan terima kasih yang paling menyedihkan dalam hidupku.

“...Well, baguslah. Jadi, apa yang akan kita lakukan?”

“Kita akan menuju ruang kelas memasak. Kau juga ikut dengan kami...”

“Ruang kelas memasak?”

Itu adalah sebuah ruangan kelas dimana kau menerima pelatihan memasak yang harus dilakukan
dalam kegiatan grup.

Mereka punya set pisau dapur dan kompor gas yang lengkap, dimana itu harusnya menjadi hal-hal
yang sangat berbahaya bagi kita!

“Dan tepatnya apa yang akan kita lakukan disana?”

Bersamaan dengan kelas beladiri di gym dan darmawisata, kelas memasak merupakan salah satu dari
3 kegiatan sekolah yang menyebabkan trauma. Mungkin tidak ada satupun orang yang menikmati hal
tersebut. Maksudku, bayangkan saja grup-grup itu yang sedang mengobrol dengan ceria dan
akrab...Lalu bayangkan tiba-tiba mereka semua terdiam ketika aku bergabung dengan grupnya...Yeah,
kurasa itu tidak bisa dibayangkan lagi.

“Kue...Aku ingin membuat beberapa kue.”

“Huh? Kue?”

Itu adalah satu-satunya respon yang bisa kuberikan kepadanya, aku tidak tahu apa yang sedang dia
bicarakan.

“Sepertinya Yuigahama-san ini ingin membuat kue untuk seseorang. Tapi, dia sendiri tidak cukup
yakin dengan kemampuan memasaknya dan meminta bantuan. Itulah requestnya,” Yukinoshita
menjelaskan itu untuk menghilangkan keraguanku.
“Kenapa kita yang harus membantunya?...Bukankah lebih baik jika dia meminta bantuan teman-
temannya?”

“Umm...W-Well, hanya saja...Aku tidak ingin mereka tahu dan jika mereka tahu tentang itu, mereka
pasti akan mengejekku...Sesuatu yang serius seperti ini tidak akan mereka anggap seperti hal yang
biasa...” kedua mata Yuigahama menatap ke tempat lain ketika mengatakan itu.

Akupun mendesah kecil.

Jujur saja, orang yang suka mencari masalah bukanlah orang yang mudah untuk ditangani. Daripada
memikirkan siapa menyukai siapa, mengingat satu kata bahasa Inggris terdengar lebih berguna
bagiku. Mempertimbangkan hal itu, membantu masalah asmara gadis ini kurasa tidak perlu
ditanyakan lagi. Dan juga, aku tidak tertarik dengan cerita asmara semacam itu, apalagi
memikirkannya.

Kalau dipikir-pikir lagi...Berarti tadi mereka berdua membicarakan masalah asmara...Pasti kue itu
untuk masalah asmaranya...

Untung saja.

Jujur ya, jika ada orang yang punya masalah asmara, yang perlu kau katakan adalah, ‘Jangan
menyerah! Pasti kau akan baik-baik saja!’. Dan jika ternyata tidak berjalan sesuai perkiraan, maka
yang perlu kau katakan adalah, ‘cowok itu benar-benar deh, dia itu, memang brengsek!’.

“Hah,” aku mengembuskan napasku sambil melihat ke Yuigahama.

“Ah...” Yuigahama melihat ke bawah dan kehilangan kata-kata. Dia memegangi ujung roknya, dan
bahunya terlihat bergetar.

“Ah...Ahaha. I-Ini aneh sekali, benar tidak? Seseorang sepertiku mencoba membuat kue
sendiri...Seperti aku sedang mencoba memberikan kesan kalau aku gadis yang girly...Maaf ya,
Yukinoshita-san, kurasa tidak apa-apa, tidak perlu mengkhawatirkan itu.”

“Well, terserah saja jika itu memang yang kau inginkan, aku sebenarnya tidak keberatan... – Oh
begitu ya. Jika kau khawatir ke pria ini, kau tidak perlu. Dia ini orang yang tidak bisa membedakan
mana yang benar dan salah, jadi aku tinggal memaksanya untuk membantu.”
Entah mengapa, sepertinya aku tidak merasa sedang dilindungi oleh hukum di negara Jepang ini.
Maksudku, ada apa dengan kata-kata manis yang mengeksploitasi diriku ini?

“Bukan, kurasa tidak apa-apa! Maksudku membuat kue memang tidak cocok denganku dan terlihat
aneh...Aku pernah meminta tolong Yumiko dan Hina, tapi mereka mengatakan itu adalah sesuatu
yang sudah ketinggalan jaman.”

Yuigahama melirik ke arahku.

“...Ya. Aku juga tidak menduga kalau gadis yang terlihat flamboyan sepertimu akan membuat kue,”
Yukinoshita mengatakan itu seperti mendorong Yuigahama yang sudah hancur menuju jurang
depresi.

“Be-Benar sekali! Aneh bukan?!”

Yuigahama tertawa, ekspresinya yang dibuat-buat itu seperti menunggu reaksi dari kami. Matanya
yang merendah itu menatap ke arahku, seperti sedang menantangku. Dengan ekspresi semacam itu,
sepertinya dia sedang menunggu jawabanku.

“...Well, yang ingin kukatakan itu bukan begitu...Entah itu terlihat aneh, atau entah itu tidak cocok,
atau itu bukanlah seperti dirimu yang biasa. Hanya saja, aku sendiri tidak peduli dengan hal-hal itu.”

“Itu bahkan lebih buruk lagi!” Yuigahama memukul mejanya dengan keras. “Hikki, aku benar-benar
tidak bisa mempercayaimu! Aku benar-benar tersinggung. Aku mau melakukannya jika aku benar-
benar niat soal itu!”

“Itu bukanlah sesuatu yang bisa kau katakan ke dirimu. Itu adalah sesuatu dimana hanya Ibumu yang
bisa mengatakan itu, disertai air mata yang penuh emosi di kedua matanya. Lalu dia berkata ‘Kukira
kau bisa melakukannya jika berniat...Tapi ternyata kau memang tidak bisa’”.

"Sepertinya Ibumu sendiri sudah menyerah kepadamu!”

“Kurasa itu kesimpulan yang bagus.” Yukinoshita menganggukkan kepalanya. Sementara,


Yuigahama terlihat seperti hendak menangis saja.

Sial, jangan ganggu aku. Meski, Ibu sendiri sudah menyerah kepada putranya merupakan hal yang
sangat menyedihkan.
Aku merasa tidak enak karena menghancurkan antuasiasme Yuigahama yang sudah berniat untuk
membuat kue. Tidak lupa juga kalau ini adalah pertempuran antara Yukinoshita dan diriku.

“Well, meski aku hanya bisa memasak kare, aku akan tetap membantumu.” Aku mencoba
menawarkan bantuanku.

“...Te-Terima kasih.” Yuigahama terlihat lega.

“Kami berdua tidak berharap apapun dari skill memasakmu. Kami hanya ingin memintamu sebagai
pencicip kue tersebut dan memberikan pendapatmu.”

Well, seperti yang Yukinoshita katakan dan membutuhkan komentar dari laki-laki, maka jelas ada
sesuatu dimana aku bisa berperan. Memang ada beberapa pria yang tidak suka makanan manis, jadi
aku akan mencoba memberikan pendapatku sebagai pendapat dari ‘lidah pria’. Tidak lupa juga aku ini
orang yang jujur ketika mengatakan sesuatu itu enak atau tidak enak.

...Apa ini cukup berguna?

x x x

Ruang memasak ini diselimuti aroma dari vanilla.

Yukinoshita membuka kulkas dengan percaya diri dan mengambil beberapa susu dan telur. Dia lalu
mengambil timbangan, mangkok, dan benda-benda lainnya, lalu dia menyiapkan telur-telurnya. Dia
seperti menggunakan beberapa peralatan memasak yang aku sendiri tidak familiar.

Tampaknya gadis super sempurna ini, sepertinya, juga sangat mahir dalam memasak.

Dia memakai celemek setelah selesai dengan persiapannya, seperti hendak mengatakan kalau
kegiatan membuat kue akan segera dimulai. Yuigahama juga memakai celemek, tapi dia memakainya
seperti seorang amatir; ikatannya terlihat berantakan.
“Ikatan celemekmu. Apa kau benar-benar tidak tahu cara memakai celemek?”

“Maaf. Terima kasih...Tunggu, apa?! Aku setidaknya bisa memakai celemek, tahu tidak!”

“Kalau begitu, tolong pakai dengan benar. Kalau kau tidak melakukan hal dengan benar, kau akan
berakhir sepertinya – seseorang yang berada di jalan yang gelap.”

“Jangan memakaiku sebagai contoh negatif – memangnya aku ini apa, Namahage?”

“Well, ini adalah pertamakalinya kau benar-benar berguna, jadi berbahagialah...Oh, tapi jangan
khawatir: meski kau membandingkan dengan Namahage yang senang menguliti kulit kepala, aku
tidak berminat dengan kepalamu.”

“Aku bahkan tidak mengkhawatirkan itu...Berhentilah. Jangan melihat ke arah rambut kepalaku
dengan senyum yang seperti itu.”

Ketika berusaha menghindari senyumannya – sebuah ekspresi dimana dia jarang sekali
menunjukkannya – aku memegangi rambutku.

Aku mendengar suara tawa dari Yuigahama. Ternyata, dia sedang berusaha mengikat celemeknya
sambil melihat diriku dan Yukinoshita dari kejauhan.

“Kau belum mengikatnya? Atau karena kau tidak tahu caranya? ...Untunglah, cepat kesini. Aku akan
mengikatkannya untukmu.” Yukinoshita menatap ke arahnya sambil melambai-lambaikan tangannya
untuk memintanya mendekat.

“...Kupikir tidak apa-apa,” Yuigahama menggumamkan itu seperti agak ragu, melihat ke arahku dan
Yukinoshita. Dia seperti anak kecil yang sedang tersesat.

“Cepatlah.”

Nada suara yang dingin dari Yukinoshita menghancurkan keraguan Yuigahama. Aku tidak tahu apa
dia marah atau tidak, tapi aku sendiri sedikit takut dibuatnya.

“Ma-Ma-Maaf!” Yuigahama mengatakan itu dengan gugup, dan berjalan menuju Yukinoshita.
Memangnya gadis ini apa sih, anak anjing?

Yukinoshita mengambil posisi di belakangnya dan mengikatkan ikatan celemeknya.

“Yukinoshita-san...Kau ini seperti kakakku saja, huh?”

“Kurasa jika aku punya adik, dia tidak akan seburuk dirimu.”

Yukinoshita mendesah kecil dan terlihat kurang senang, tapi aku sendiri terkejut, aku setuju dengan
kata-kata Yuigahama.

Jika kau dekatkan Yukinoshita yang terlihat dewasa itu dengan Yuigahama yang berwajah kekanak-
kanakan, mereka seperti kakak-adik. Entah mengapa, aku merasa banyak sekali sesuatu yang mirip
diantara mereka berdua.

Tambahan lagi, karena hanya om-om yang bilang tidak memakai apapun kecuali celemek terlihat
bagus, kupikir memakai seragam sekolah dibalik celemek memang yang terbaik.

Aku merasakan kehangatan dan tiba-tiba memasang senyum yang menjijikkan.

“H-Hei, Hikki...”

“A-Apaan?” Suaraku seperti hilang entah kemana.

Sial...Aku sepertinya baru saja memasang ekspresi yang menjijikkan. Karena itu, rasa gugup ini
seperti meningkatkan level menjijikkan dari ekspresiku ini.

“Ba-Bagaimana pendapatmu tentang gadis yang pandai memasak?”

“Well, aku tidak membenci mereka. Tidak juga menyebut mereka terlihat menarik.”

“Be-Begitu ya...”
Setelah mendengarkan itu, Yuigahama tersenyum lega. “Baiklah! Ayo lakukan ini!” Dia
menggulung lengannya, memecahkan telurnya dan mulai mencampurnya. Dia menambahkan tepung
terigu, gula, butter, dan aroma vanilla.

Bahkan aku, seseorang yang tidak paham bagaimana seni memasak, bisa melihat jelas kalau
kemampuan memasak Yuigahama jauh dari manusia normal. Aku cukup yakin kalau dia berpikir
membuat kue itu adalah sesuatu yang luar biasa, tapi sebenarnya itu adalah hal yang sederhana, sangat
mudah melihat level kemampuannya seperti apa. Dia tidak bisa menyembunyikan itu, dan
kemampuannya terlihat dengan jelas.

Pertama, dia memecahkan telurnya dan ternyata di mangkok masih ada pecahan kulit telur yang
tersisa. Kedua, dia menuang vanilanya tidak merata. Ketiga, butternya masih berbentuk padat.

Seperti dugaanku, dia salah mengira garam sebagai tepung dan mencampurnya dengan vanilla dan
susu.

Aku langsung melihat ke arah Yukinoshita dan ternyata wajahnya sudah terlihat pucat dari melihat
adegan tersebut. Bahkan aku, yang memiliki kemampuan memasak yang rendah, merasa ketakutan.
Bagi Yukinoshita, yang sangat ahli dalam memasak, ini jelas-jelas sesuatu yang sangat terlarang.

“Sekarang kita butuh...” Yuigahama beranjak dari tempatnya, lalu kembali dengan membawa kopi
instan.

“Kopi? Well, kurasa jika ada yang bisa diminum, maka makanannya akan bisa ditelan dengan
baik...Tapi apa itu ide yang bagus?”

“Huh? Bukan begitu – ini adalah resep rahasia. Pria tidak suka yang manis-manis, benar tidak?”

Yuigahama menatapku sambil terus bekerja. Meski pandangannya tidak terfokus ke arah kedua
tangannya, sebuah adonan hitam terbentuk di mangkok tersebut.

“Kurasa aku yakin kalau itu tidak lagi menjadi resep rahasia...”

“Apa? Ack. Well, aku akan menambahkan tepungnya lagi.”

Dengan begitu, dia membuat sebuah adonan berwarna putih di sebelah yang hitam. Lalu dia dia
mencampurnya dengan telur, dan membentuk semacam adonan dari neraka.
Aku mulai menyimpulkan : Skill memasak Yuigahama sangat buruk. Bukannya tentang caranya
salah atau benar – dia memang tidak punya skill itu sejak awal. Dia ini sudah terlampau konyol; dia
membuat sesuatu yang buruk, dia tidak punya satupun kecocokan untuk menjadi orang yang bisa
melakukannya dengan benar. Dia adalah orang yang paling tidak kuinginkan untuk menjadi teman
satu grup di eksperimen laboratorium, seseorang yang sangat tidak cocok dan bisa membuat dirinya
sendiri terbunuh.

Setelah kuenya matang, aku melihatnya seperti kue yang hangus terbakar. Aku bahkan bisa tahu dari
aromanya.

“Me-Mengapa begini?” Yuigahama menatap kue-kue itu dengan ekspresi ketakutan.

“Aku tidak paham...Kenapa bisa membuat kesalahan demi kesalahan seperti itu...” Yukinoshita
menggumam.

Mungkin dia mengatakan itu dengan pelan sehingga Yuigahama tidak bisa mendengarnya. Atau
juga, dia mengatakan itu karena dia merasa tidak bisa menahan dirinya melihat hal itu.

Yuigahama mengambil kue-kue itu dan menaruhnya di atas piring.

“Mungkin dari penampilannya terlihat seperti ini, tapi...Kita tidak akan tahu hingga kita
mencicipinya sendiri!”

“Kau benar – oleh karena itu kita sudah menyiapkan orang untuk mencicipinya.”

Akupun terkejut mendengarnya.

“Yukinoshita. Ini adalah kesalahan terbesarmu...Ini harusnya kau sebut sebagai mencicipi tingkatan
racun dalam makanan.”

“Bagaimana ini bisa disebut beracun?!...Beracun...Yeah, mungkinkah ini memang beracun?”

Mengesampingkan kata-katanya yang penuh percaya diri, dia mulai meragukan kue buatannya; dia
memiringkan kepalanya ke samping, seperti hendak berkata, ‘Bagaimana pendapatmu?’

Aku jelas tidak punya satupun hal yang bisa kukatakan kepadanya. Aku lalu menghindari tatapan
Yuigahama yang seperti anak anjing itu dan mendekati Yukinoshita.
“Hei, apa aku benar-benar harus mencicipi ini? Kuenya itu berbentuk seperti batubara yang orang-
orang jual di Joyful Honda.”

“Kau harusnya baik-baik saja – kulihat dia tidak menggunakan bahan-bahan yang tidak bisa
dimakan. Well, sebenarnya bisa dikatakan mayoritas begitu. Dan – “ Yukinoshita berhenti sejenak
sebelum melanjutkan, “Aku juga akan memakan itu, jadi kurasa baik-baik saja.”

“Serius kamu? Apa kau ini, mungkin orang yang baik? Atau kau ini menyukaiku?”

“...Kalau dipikir-pikir, mungkin lebih baik kalau kau sendiri saja yang menghabiskannya dan tewas
oleh itu.”

“Maaf...Aku hanya terkejut dan tiba-tiba mengatakan sesuatu yang aneh.”

Seperti yang kau harapkan dari okashi (aneh/manis)...Meski, ini tidak perlu ditanyakan lagi jika
melihat kue yang ada di depan kita.

“Akulah yang memintamu untuk mencicipi makanan, meski sebenarnya tidak untuk mencicipi
sesuatu seperti ini. Lagipula, akulah yang menerima requestnya, setidaknya aku akan mengambil
tanggung jawab itu.” Yukinoshita mengambil piring kue tersebut. “Jika kita tidak tahu apa yang salah
dari ini, kita tidak akan bisa mengatasi situasi ini dengan baik. Meski, tidak seharusnya kita
menempuh resiko seperti ini hanya demi mengetahui sesuatu...”

Yukinoshita mengambil satu kue arang tersebut, yang mungkin lebih mirip seperti sebuah bijih besi,
dan menatapku. Kedua matanya seperti hendak menangis saja.

“Kita tidak akan mati, benar kan?”

“Itulah yang ingin kuketahui...” aku mengatakan itu dan melihat ke arah Yuigahama; dia melihat
kami seperti ingin bergabung dengan kami.

...Kurasa akan sempurna jika dia ikut memakan ini. Biarlah dia merasakan sakit yang diterima
orang lain.
x x x

Kami akhirnya memakan kue Yuigahama. Kalau ini adalah adegan di manga, maka setelah kita
memakannya, kita akan jatuh sakit dan muntah-muntah. Kenyataannya, rasanya sangat menjijikkan,
saking jijiknya hingga aku memilih pingsan saja jika memang memungkinkan. Akupun tidak
keberatakan jatuh sakit jika itu berarti aku bisa tidak mencicipi kue ini lagi.

Akupun sempat terpikir begini: Apa dia menaruh semacam usus ikan atau sejenisnya di kue ini?
Meski kurasa kue ini tidak seburuk itu, karena faktanya tidak membunuh kami dengan seketika. Tapi,
jika terus-terusan makan seperti ini, bukan mustahil kue ini suatu hari nanti bisa didiagnosis sebagai
salah satu penyebab kanker.

“Urgh...Rasanya pahit dan menjijikkan...”

Yuigahama mengatakan itu ketika mengunyah kuenya sendiri, diiringi air mata yang muncul dari
kedua matanya. Yukinoshita lalu memberinya secangkir teh.

“Kurasa lebih baik jika kau langsung menelannya saja dan menghindari untuk mengunyah itu sebisa
mungkin. Dan hati-hati, jangan sampai lidahmu menyentuh kue itu. Kue itu, seperti, benda yang
berpotensi untuk menjadi racun di masa depan.”

Jangan mengatakan hal-hal mengerikan dengan santainya, sialan.

Yukinoshita menuangkan air panas ke poci dan membuat teh hitam. Setelah kita mencicipi kue itu,
kita meminum teh tersebut untuk menghilangkan rasa tidak enak kuenya. Akhirnya, semuanya
kembali normal, dan akupun bisa bernapas lega.

Lalu Yukinoshita berbicara lagi. Apa dia mau mengganggu suasana damai ini?

“Sekarang mari kita berpikir bagaimana caranya untuk membuat situasi ini berkembang menjadi
lebih baik?”

“Bagaimana kalau Yuigahama disuruh untuk tidak memasak lagi?”

“Apa aku sudah ditolak?!”


“Hikigaya-kun, itu adalah opsi terakhir kita.”

“Opsi terakhir? Jadi sebenarnya itu termasuk opsi?!”

Yuigahama meresponnya dengan nada yang terkejut. Dia lalu menurunkan bahunya, dan
mengembuskan napas yang sangat panjang.

“Kurasa memasak itu memang tidak cocok untukku...Apa orang-orang menyebut memasak itu
sebagai bakat? Kalau begitu, maka itu adalah bakat yang tidak kupunyai.”

Yukinoshita lalu mendesah. “...Begitu ya. Aku sebenarnya sudah memikirkan tentang sebuah solusi
untuk itu.”

“Oke, coba katakan.” Akupun memintanya untuk melanjutkan.

“Sederhana saja, berusahalah lebih keras lagi,” Yukinoshita menjawabnya dengan tenang.

“Kau menyebut itu solusi?”

Setahuku, itu adalah solusi terburuk yang pernah kudengar. Kalau sudah begini, tidak ada yang bisa
dia lakukan kecuali berusaha dengan keras, karena dia sudah tidak punya pilihan lain lagi.
Sederhananya, kita disini sudah kehabisan ide lagi.

Jujur saja, ini semua hanya akan menjadi usaha yang sia-sia.

Akan lebih mudah jika dia bilang, ‘Tidak ada harapan lagi, ayo kita berhenti saja’. Mencoba
dengan keras, memberikan yang terbaik, itu adalah hal yang sia-sia. Jika Yukinoshita
memberitahukan kebenarannya kalau dia itu dikutuk dalam memasak, maka dia bisa menaruh semua
upaya kita hari ini dalam satu kalimat – itu adalah ide yang paling efisien.

“Berusaha keras adalah solusi yang sempurna – tentunya jika kita melakukan itu dengan benar,”

Yukinoshita mengatakan itu seperti sudah membaca pikiranku. Apa dia punya semacam kemampuan
untuk membaca pikiran orang? “Yuigahama-san, kau bilang kalau kau itu tidak punya bakat, benar?”
“Huh? Oh, ya benar.”

“Tolong hapus pikiran-pikiran semacam itu. Mereka yang belum berusaha dengan keras tidak berhak
iri dengan yang mempunyai bakat itu. Mereka itu tidak bisa sukses karena mereka tidak bisa
membayangkan penderitaan apa saja yang sudah dilalui oleh mereka yang sukses dengan bekerja
keras.”

Kata-kata Yukinoshita itu terdengar pahit. Tapi kata-katanya itu memang kebenaran yang tidak
terbantahkan sehingga tidak ada ruang untuk menyangkalnya.

Yuigahama sendiri seperti kehilangan kata-katanya; dia pasti belum pernah merasakan ada seseorang
yang mengatakan kebenaran ke dirinya secara langsung sebelumnya. Ekspresi panik terlihat di
wajahnya hingga dia menggantinya dengan ekspresi senyum yang dipaksakan.

“Ta-Tapi, uh, bukankah orang-orang memang tidak melakukan hal-hal semacam itu belakangan
ini?...Ini memang tidak cocok denganku.”

Setelah suara tawa kecil dari Yuigahama menghilang, hanya terdengar suara cangkir teh yang
ditaruh. Saking sunyinya, suara tersebut terdengar jelas di telingaku, dan membuat pandangan kami
tertuju ke arahnya. Disana duduk Yukinoshita, memancarkan aura yang ceria.

“...Tolong berhenti untuk mengatakan hal-hal semacam itu ke orang-orang di sekitarmu...Itu sangat
tidak menyenangkan untuk didengar. Bukankah sangat memalukan jika yang kau lakukan hanyalah
menceritakan kekuranganmu, kekonyolanmu, dan semua kebodohanmu itu ke orang lain?”

Kata-kata Yukinoshita sangat kuat. Dia jelas-jelas sangat jijik dengan hal semacam itu, bahkan
akupun bisa merasakannya, sampai-sampai aku hendak mengatakan ‘W-Whoa...’.

Yuigahama hanya bisa terdiam. Dia menundukkan kepalanya, akupun tidak bisa membaca
ekspresinya seperti apa, tapi aku bisa melihat kalau dia meremas-remas ujung roknya, seperti
mengkhianati emosinya sendiri.

Dia ini memang seorang pembicara yang ulung dalam komunitas sosial – lagipula, dia berkumpul
dengan siswa-siswa yang terlihat populer, dan hal itu memang membutuhkan skill dan wajah yang
cantik. Dengan kata lain, dia ini pandai dalam hal menyesuaikan diri dengan orang lain...Tapi itu juga
berarti dia ini tidak berani untuk menjadi dirinya sendiri, karena itu beresiko membuatnya menjadi
seorang penyendiri.
Di lain pihak, Yukinoshita adalah gadis yang memilih untuk berjalan di jalannya sendiri. Dia jela-
jelas memiliki determinasi tinggi dalam hal itu.

Ketika kedua gadis ini dibandingkan, ketika mereka sendirian, kau akan melihat kalau mereka akan
menjadi gadis yang berbeda. Jika kau tanya siapa yang lebih kuat, Yukinoshita pastilah yang terkuat.
Tidak perlu ada perdebatan lagi soal itu.

Kedua mata dari Yuigahama seperti hendak menangis saja.

“A-A...”

Kupikir dia hendak mengatakan, “Aku pulang saja’. Kata-kata itu juga ditunjang fakta kalau dia
akan menangis. Bahunya bergetar, sehingga membuat kata-katanya menjadi bergetar juga.

“Aku kagum sekali...”

“Huh?!”

Yukinoshita dan diriku mengatakan itu secara bersamaan. Apa sih yang gadis ini baru saja
katakan...? Kami berdua hanya bisa menatap satu sama lain.

“Kau benar-benar mengatakannya dengan langsung...Dan itu, well...Sangat keren...”

Yuigahama kembali menatap ke arah Yukinoshita. Sedang Yukinoshita sendiri hanya terdiam, lalu
dia mengambil dua langkah ke belakang.

“A-Apa yang baru saja kau katakan...Apa kau tidak mendengarkan kata-kataku? Aku sendiri yakin
kalau kata-kataku ini sangat kasar.”

“Enggak lah! Tidak sama sekali! Well, maksudku, kata-katamu memang kasar, dan jujur saja aku
sempat terpukul mendengarnya.”

Ya, itu benar sekali...Jujur saja, aku sendiri tidak berpikir kalau Yukinoshita akan mengatakan hal-
hal semacam itu kepada seorang gadis.
Kasar, kurasa kata itu sendiri masih kurang untuk menggambarkan hal itu, aku juga terkejut
mendengarnya. Meski, aku sangat yakin kalau Yuigahama merasakan lebih dari sekedar terkejut.

“Tapi aku pikir kau ini jujur kepadaku. Maksudku, meski kau berbicara dengan Hikki, kalian berdua
memang terlihat saling menyindir, tapi kalian berdua benar-benar berkomunikasi. Aku dari tadi hanya
berusaha menyesuaikan saja dan mengatakan hal-hal yang kurasa cocok untuk dikatakan gadis
sepertiku, jadi ini adalah hal yang pertama bagiku...”

Yuigahama tidak mundur.

“Maaf ya. Aku akan mencobanya lagi dengan benar.”

Setelah meminta maaf, dia menatap ke arah Yukinoshita.

“...”

Kali ini Yukinoshita yang kehilangan kata-kata. Mungkin ini pengalaman pertama Yukinoshita
untuk melihat hal semacam ini. Memang hanya ada sedikit manusia yang memilih hal yang benar dan
meminta maaf. Sisanya memilih untuk berteman dengan emosinya dan menjadi marah.

Yukinoshita memalingkan pandangannya ke samping dan mengibaskan rambutnya. Gerakan itu


berarti dia sedang mencari sesuatu untuk dikatakan, tapi tidak bisa menemukannya. Dia jelas-jelas
lemah ketika menghadapi situasi yang tidak terduga.

“...Apa kau bisa mengajarinya bagaimana membuat kue yang benar? Yuigahama, kau juga harus
mengamati betul bagaimana cara dia membuatnya.”

Setelah aku memecahkan kesunyian ini, Yukinoshita mengembuskan napasnya dan mengangguk.

“Aku akan mencontohkannya, lalu kau buat persis seperti yang aku lakukan.”

Yukinoshita berdiri dan mulai mempersiapkan sesuatunya.

Dia menggulung lengan seragamnya, memecahkan telur dan memasukkannya ke mangkok. Dia
menambahkan tepung terigu dengan takaran tertentu dan mencampurkannya, lalu dia menambahkan
gula, butter, dan perasa makanan, seperti rasa vanilla.
Skillnya jelas-jelas jauh di atas Yuigahama. Dia membuat adonan kue dalam sekejap mata, lalu dia
memotongnya dengan bentuk lingkaran, bintang, dan hati dengan cetakan adonan. Dia menaruh
adonan yang sudah dicetak itu ke nampan. Lalu memasukkannya ke oven.

Dalam waktu singkat, aroma yang enak mulai mengisi ruangan ini. Sangat mudah menyimpulkan
kalau adonannya dibuat dengan sempurna, dan hasilnya akan sangat bagus.

Seperti yang kau duga, kue yang sudah matang terlihat enak untuk dipandang. Kurasa ini layak
untuk dipuji.

Setelah aku mengambil satu dan memakannya, akupun memasang senyum di wajahku.

“Enak sekali! Apa kau ini semacam patissier?”

Aku secara spontan mengatakan kesanku. Aku tidak bisa menghentikan tanganku untuk mengambil
satu lagi dan menaruhnya di mulutku. Tentunya, ini sangat lezat sekali.

Aku mungkin tidak akan pernah mencicipi kue buatan seorang gadis lagi setelah ini, jadi aku
memanfaatkan kesempatan ini untuk menaruh lagi satu di mulutku. Buatan Yuigahama bukanlah kue,
jadi aku tidak menghitungnya.

“Kue ini enak sekali...Yukinoshita-san, kau luar biasa.”

“Terima kasih.”

Yukinoshita tersenyum tanpa menunjukkan adanya satupun sarkasme di dalamnya. “Tapi tahukah
kamu, aku hanya mengikuti resepnya. Karena itulah, kau harusnya mampu membuat kue yang sama.
Jika itu tidak berhasil, maka mungkin ada faktor lain yang membuatmu tidak bisa membuatnya.”

“Well, bolehkah kalau kue buatanmu itu saja yang kupakai?”

“Kurasa ini tidak akan ada gunanya. Jadi, berikan yang terbaik, Yuigahama-san.”

“Y-Ya...Apa kau pikir aku bisa melakukannya? Bisakah aku membuat kue sepertimu?”
“Tentu. Jika kau mengikuti resepnya, itu saja.”

Yukinoshita tidak lupa untuk memperingatkannya. Dengan begitu, usaha kedua dari Yuigahama
dimulai.

Seperti mengulangi langkah-langkah Yukinoshita, Yuigahama menjalankan proses yang sama. Well,
dia tinggal membuat sesuai resep, jadi...Barusan itu terdengar seperti sebuah permainan kata-kata
yang bagus untuk memanipulasi pikiranku. Akupun yakin kalau kuenya nanti akan menjadi kue yang
enak...Aku terus mencamkan kata-kata itu di pikiranku.

Tapi...

“Yuigahama-san, bukan begitu caranya. Ketika mencampur tepungnya, coba membuat gerakan
melingkar...Melingkar, kataku, sebuah lingkaran. Apa kamu mengerti? Apa kau pernah diajari
mengenai lingkaran di SD?”

“Ketika bahan-bahannya hendak dicampur, pastikan kau memegang mangkoknya dengan benar.
Mangkoknya itu juga ikut berputar, jadi kau sebenarnya tidak benar-benar mencampur bahan-bahan
tersebut. Jangan diaduk, tapi campurkan.”

“Bukan, bukan, kau melakukan itu dengan salah. Kau tidak perlu menambahkan rasa lagi. Kita
mungkin bisa menambahkan sesuatu seperti leci kalengan di lain kesempatan. Jika kau menambah
sesuatu yang mengandung banyak sekali air, adonannya akan hancur. Itu tidak akan bercampur
sempurna.”

Yukinoshita – si Yukinoshita Yukino – kebingungan. Dia benar-benar mengalami stress.

Entah darimana adonan itu, akhirnya selesai dan masuk ke oven, dia akhirnya mengembuskan
napasnya dengan berat. Tugasnya telah selesai, dan aku bisa melihat keringat muncul dari keningnya.

Ketika oven dibuka, sebuah aroma yang enak menyebar ke ruangan, mengingatkanku tentang aroma
kue buatan Yukinoshita. Tapi...
“Entah mengapa kok kuenya terlihat berbeda...” Yuigahama mengatakan itu sambil menurunkan
bahunya.
Ketika kucicipi, rasanya sangat jauh berbeda dari kue buatan Yukinoshita. Meski begitu, kurasa ini
kurang-lebih bisa disebut ‘kue’.

Kalau dibandingkan dengan ‘kue batubara’ sebelumnya, jelas ini jauh lebih baik...Jujur saja, meski
rasanya begini, aku masih tidak masalah untuk memakan yang ini.

“...Kira-kira bagaimana cara yang tepat untuk membuatmu mengerti?”

Yukinoshita memiringkan kepalanya ketika mengatakan itu.

Ketika aku menatapnya, aku sadar mengapa ini terjadi: Yukinoshita sangat buruk dalam menjelaskan
sesuatunya.

Jujur saja, Yukinoshita adalah seorang jenius, dan karena itulah mustahil dia bisa memahami
perasaan orang normal. Dia tidak bisa memahami apa yang membuat mereka menjadi gagal.

Kau bisa saja mengikuti resep ini seperti memakai rumus di matematika. Orang yang buruk dalam
matematika tidak bisa mengerti mengapa rumus ini ada, dan mereka tidak paham bagaimana rumus
ini ada untuk mencari jawabannya.

Yukinoshita tidak mengerti mengapa Yuigahama tidak bisa mengerti. Jika aku mengatakan itu
kepadanya, itu akan terdengar kalau aku menganggapnya sebagai pihak yang salah. Sebenarnya bukan
begitu. Yukinoshita sudah memberikan yang terbaik; masalahnya ada di Yuigahama.

“Kenapa kue ini tidak terasa enak?...Bahkan setelah kubuat berdasarkan instruksimu.”

Dia melihat kue-kue itu dengan penasaran.

Kalau kau percaya: orang pintar tidak bagus dalam mengajari orang, tidak peduli seberapa bodoh
yang diajari, maka kau salah. Tidak peduli apa yang hendak kau katakan ke seorang idiot, mereka itu
sebenarnya lebih suka menjadi bodoh, jadi mereka sampai kapanpun tidak akan pernah mengerti. Kau
bisa saja menjelaskan ke mereka berkali-kali, tapi itu tidak akan pernah bisa mereka pahami.

“Hmm...Kue-kue ini sangat berbeda dengan buatanmu, Yukinoshita-san.”


Yuigahama mengatakan itu dengan sedih dan Yukinoshita menaruh telapak tangannya di wajahnya
sendiri.

Sambil melihat ekspresi mereka, akupun memakan 1 kue itu dan berkata.

“Hei, aku punya satu pertanyaan: Kenapa kalian mencoba untuk membuat kue yang enak?”

“Apa?”

Yuigahama melihat ke arahku, ekspresinya itu seperti mengatakan ‘apa sih yang ada di pikiran
kamu, dasar jomblo?!. Aku sedikit terganggu dengan ekspresinya itu.

“Apa kamu lonte yang tidak bisa paham apapun? Apa kamu bodoh?”

“Sudah kubilang jangan menyebutku lonte!”

“Apa kau tidak paham tentang hal pertama yang ada di pikiran pria?”

“Mustahil aku tahu! Aku belum pernah berpacaran dengan seseorang sebelumnya! Well, maksudku,
banyak sekali temanku yang sudah punya pacar...Jadi aku hanya mengikuti cara mereka mendapatkan
pacar, dan akhirnya aku ada di tempat ini...”

Suara Yuigahama terdengar semakin pelan ketika aku mendengarkannya, hingga akhirnya aku tidak
bisa mendengarkannya sama sekali.

Tolong bicara yang jelas, oke? Jelas. Apa kau sedang mengajariku caranya merespon guru yang
sedang menunjukku maju ke depan kelas?

“Separuh terakhir dari penjelasan Yuigahama bukanlah sebuah masalah disini. Jadi, apa yang hendak
kau katakan Hikigaya-kun?”

Well, ada apa dengan istilah ‘separuh terakhir...’. Jaman sekarang saja sudah sangat jarang
mendengar itu dari orang-orang yang melihat iklan di kereta. Sebenarnya kamu ini umur berapa sih?
Aku sengaja menambahkan efek dramatis dengan sedikit tertawa, seolah-olah aku memiliki solusi
terbaik dalam hal ini.

“Hah...Sepertinya kalian berdua tidak paham bagaimana nikmatnya memakan kue buatan sendiri.
Kalian datanglah lagi kesini 10 menit kemudian, dan kalian akan merasakan ‘rasa kue yang
sebenarnya’.”

“Apa katamu...? Sebuah tawaran yang sangat menarik. Aku tidak sabar untuk mengetahuinya!”

Mungkin dia tersinggung karena aku menolak kuenya, tapi Yuigahama mengatakan itu sambil
menarik Yukinoshita keluar dari ruangan ini menuju lorong sekolah.

Well, sekarang...Ini adalah giliranku untuk membuat pergerakan di pertempuran ini. Dengan kata
lain, ini adalah aksi yang menentukan solusi akhir dari masalah ini.

xxx

Suasana ruangan memasak ini langsung diselimuti aura yang kurang menyenangkan.

“Apa ini kue ‘yang sebenarnya’? Kue ini bahkan bentuknya tidak jelas dan banyak sekali bagian
yang gosong. Kue ini...” Yukinoshita menatap kue-kue itu dengan curiga.

Lalu Yuigahama tiba-tiba menggerakkan kepalanya, melihatnya dari samping.

“Hah, ngomongmu saja yang besar, tapi tidak ada yang spesial dari ini. Luar biasa! Kue ini bahkan
tidak cocok untuk dimakan!”

Dia mengatakan itu dengan tawa yang mengejek...Atau mungkin, tawa penuh kemenangan. Sialan...

“Well, daripada kalian berkomentar saja, tolong dicicipi dahulu.”


Aku terus memasang senyum dan menahan mulutku untuk berkomentar lebih jauh. Dengan senyum
ini, aku berpura-pura kalau semua persiapan ini sudah sempurna – dan aku tidak mengharapkan kritik,
dan ini jelas-jelas merupakan kemenanganku.

“Well, ya sudah kalau kau merasa yakin...”

Yuigahama dengan ragu-ragu menaruh kue itu di mulutnya. Yukinoshita juga mengambil satu tanpa
mengatakan apapun.

Setelah aku melihat mereka memakannya, suasana sunyi terjadi. Kurasa ini adalah suasana tenang
sebelum datangnya badai.

“I-Ini!”

Kedua mata Yuigahama terbuka lebar seperti mencari kata yang tepat untuk mengatakan rasanya.

“Tidak ada yang spesial dari ini...Maksudku, bahkan ini sulit sekali untuk dikunyah! Tidak ada
sedikitpun bagian dari kue ini yang bisa dikatakan enak, serius ini!”

Emosinya berubah 360 derajat dari terkejut menjadi marah. Mungkin suasana hatinya berubah secara
drastis, tapi...Yuigahama terus menatapku.

Yukinoshita hanya diam saja menatapku. Sepertinya dia sudah menangkap apa maksudku.

Setelah mengetahui ekspresi mereka, aku merendahkan tatapan mataku.

“Begitu ya. Jadi ternyata tidak enak...Meski aku sudah memberikan yang terbaik.”

“ – Ah ...Maaf.”

Yuigahama tiba-tiba merendahkan tatapan matanya ke arah lantai setelah melihat ekspresiku yang
sedih.

“Kurasa ini lebih baik kubuang saja.”


Akupun mengambil piring kue tersebut dan membalikkan badanku.

“Tu-Tunggu dulu!”

“...Ada apa?”

Yuigahama menarik lenganku dan memintaku berhenti. Dia tidak menjawabku; malahan, dia
mengambil satu kue lagi di piring itu dan memakannya. Setelah itu, wajahnya terlihat pucat.

“Kue-kue itu tidak terlalu buruk, tidak perlu kau buang...Kue itu tidak seburuk yang kukatakan
sebelumnya.”

“...Begitu ya. Kalau begitu, apa kau puas?”

Akupun tersenyum, dan Yuigahama mengangguk sebelum memalingkan pandangannya. Cahaya dari
matahari sore menyinari jendela ruangan ini, membuat wajahnya terlihat memerah.

“Well, jujur saja, ini adalah kue yang kau buat sebelumnya...”

Aku memberitahukannya kebenaran tentang kue itu, tanpa memberi jeda sedikitpun. Aku tidak
bilang kalau aku akan membuatnya, jadi aku tidak membohongi kalian.”

“...Huh?”

Yuigahama menaikkan suaranya. Kedua matanya terbuka lebar dan mulutnya dibiarkan
terbuka...Dengan kata lain, dia ini memang bodoh.

“A-Apa?” Yuigahama mengedip-ngedipkan matanya. Yukinoshita dan diriku hanya bisa menatap
satu sama lain; sepertinya Yuigahama tidak paham sama sekali.

“Hikigaya-kun, aku tidak yakin apa yang sedang kupahami ini apakah sama dengan yang sedang kau
coba tunjukkan disini...Apakah makna sebenarnya tindakanmu ini?” Yukinoshita menatapku dengan
ekspresi yang kurang senang.

“Ada yang bilang, selama ada cinta, maka itu tidak masalah!”
Akupun mengatakan itu dengan senyum dan menunjukkan jempol ibu jariku.

“Itu kan kata-kata dari acara TV yang sudah lama sekali...”

Yuigahama mengatakan itu dengan suara yang kecil. Well, itu adalah acara TV yang mengudara
ketika aku masih SD...Yukinoshita sendiri hanya berdiri disana dan memiringkan kepalanya karena
bingung. Tampaknya dia sendiri tidak mengerti.

“Yang kalian lakukan dari tadi ini hanyalah mencoba melompati rintangan yang terlalu banyak.”

Aku mengatakan itu dengan senyum. Wow, ada apa dengan aura yang tiba-tiba merasakan sebuah
superioritas ini? Aku seperti satu-satunya orang yang punya jawaban benar disini...Aku tidak bisa
menahannya.

“Ya ampun...Inti dari rintangan itu bukanlah agar kita berusaha untuk melompatinya, tapi tujuan kita
itu adalah menyelesaikan perlombaan secepat mungkin. Tidak ada aturan yang menyebutkan kau
harus melompatinya. Jadi kau harusn – “

Aku tiba-tiba mulai mengoceh.

“Aku tahu apa yang hendak kau katakan, jadi tidak perlu dilanjutkan.”

...harusnya tidak perlu memikirkan bagaimana memindahkan, melompati, atau bahkan meledakkan
rintangannya. Itulah yang ingin kukatakan.

“Yang ingin kau katakan adalah semua usaha kami ini tidak selaras dengan maksud dan tujuannya,
benar?”

...Aku tidak benar-benar paham apa maksudnya, tapi aku yakin yang hendak dia katakan adalah hal
yang sama denganku, jadi aku mengangguk saja.

“Intinya adalah semua jerih payah yang kau lalui untuk membuat kue itu. Jika tidak terlihat adanya
usaha, maka itu tidak ada gunanya...Orang itu tidak akan senang jika kue yang kau berikan itu seenak
buatan toko kue. Mungkin kau bisa katakan kalau rasa kue buatanmu itu sedikit kurang enak dari
buatan toko.”
“Sedikit tidak enak?” Ekspresi Yukinoshita menunjukkan hal dimana dia tidak paham.

“Selama kau membuat penerima kue itu berpikir, ‘Ah, begitu ya. Kue ini mungkin tidak terlihat
bagus, tapi dia sudah berusaha keras!’ Lalu mereka secara otomatis akan berpikir, ‘Dia ini sudah
berusaha dengan keras demi diriku...’ Meski itu sebenarnya terdengar menyedihkan.”

“Aku yakin kenyataannya tidak sesederhana itu...”

Yuigahama melihatku dengan curiga; tatapannya mengatakan, ‘Apa sih yang dikatakan jomblo ini?’.

Kurasa aku harus melakukan itu...Mungkin langkah berikutnya adalah yang paling persuasif.

“...Ini adalah cerita dari seorang teman, dari temanku, tapi...Ini terjadi ketika kelas 2 SMP, di awal
semester, dimana mereka memutuskan siapa perwakilan anak laki-laki di kelas mereka. Seperti yang
kau duga, rata-rata anak laki-laki di tingkatan mereka punya sindrom kelas delapan, jadi mereka
semua antusias untuk terpilih. Lalu, diputuskan kalau mereka harus memilih salah satu diantara
mereka. Tiba-tiba, teman dari temanku ini terpilih, dan Wali Kelasnya memutuskan untuk
menunjuknya sebagai ketua kelas. Lalu, selanjutnya memilih perwakilan siswi kelas itu. Jabatan
semacam itu sangat berat bagi seorang anak laki-laki yang pemalu tersebut.”

“Kata-katamu itu banyak yang berarti sama...Dan perkenalan awal ceritamu itu terlalu panjang.”

“Tolong diam dulu dan dengarkan...Waktu itu, ada satu gadis yang bersedia. Gadis itu sangat manis.
Dan akhirnya perwakilan laki-laki dan perempuan kelas itu sudah terpilih. Si gadis itu tersenyum dan
mengatakan, ‘Mohon kerjasamanya di tahun ini’. Lalu gadis ini mulai sering mengajak ngobrol teman
dari temanku itu tentang berbagai hal, jadi dia mulai berpikir, ‘Huh? Apakah mungkin dia
menyukaiku? Mungkinkah dia bersedia menjadi perwakilan siswi disini karena aku yang terpilih
menjadi perwakilan siswanya? Dia sering berbicara denganku, jadi itu artinya dia
menyukaiku!’ Tidak butuh waktu lama untuk meyakinkannya, mungkin dalam waktu seminggu teman
dari temanku itu merasa yakin dengan hal itu.”

“Whoa! Cepat sekali.”

Yuigahama mengatakan itu karena terkejut dan menganggukkan kepalanya.

“Jangan bodoh; kau tidak bisa memutuskan itu cinta atau tidak dari waktu. Jadi, ngomong-ngomong,
suatu hari sepulang sekolah, ketika mereka berdua disuruh untuk mengumpulkan pekerjaan siswa di
kelas, dia memutuskan untuk mengatakannya.”
‘H-Hei, apa kau menyukai seseorang?’

‘H-Huh? Enggak lah!’

‘Jawaban yang seperti itu jelas-jelas berarti ada yang kau suka! Jadi siapa dia?’

‘...Kalau menurutmu sendiri, siapa?’

‘Kalau aku tahu ya aku tidak tanya ke kamu. Ayo beri aku petunjuknya! Petunjuk!’

‘Well, aku sebenarnya tidak ingin memberitahu itu...’

‘Kalau begitu beritahu aku inisialnya. Tidak masalah apakah nama depan atau nama belakangnya,
ayo beritahu!’

‘Well...Kurasa itu tidak masalah.’

‘Benarkah?! Oke! Jadi, apa itu?’

‘...H.’

‘Huh...Apakah itu berarti...Aku?’

‘Huh? Apa yang sedang kau katakan? Mustahil itu! Sangat menjijikkan. Tolong hentikan itu?!’

‘Ah...Haha...Benar, yeah. Itu hanya candaan.’

‘Um...Itu tidak terdengar seperti candaan...Well, kurasa tugas kita sudah selesai, aku akan pulang
dulu.’
‘Y-Yeah, oke.’

“Setelah itu, dia ditinggalkan sendirian di kelas, melihat matahari yang terbenam sedang menyinari
wajahnya...Dan yang terpenting, esoknya dia pergi ke sekolah, dan semua orang tahu tentang kejadian
itu.”

“Jadi itu cerita tentangmu ya...”

Yuigahama menggumamkan itu, merasakan hal yang aneh dan dia memalingkan wajahnya.

“Tunggu, tunggu? Jangan bodoh. Tidak ada yang mengatakan itu tentang diriku. Itu hanya, tahulah,
cerita dari teman.”

Yukinoshita bahkan tidak mempedulikan penjelasanku.

“Setelah kau katakan ini cerita tentang teman dari temanku, aku langsung tahu. Maksudku,
kau kan tidak punya teman.”

“Apa katamu?!”

“Dengan mengesampingkan pengalaman traumatismu itu, inti dari penjelasanmu itu apa?”

Mustahil itu berakhir dengan baik...Insiden itu membuat para gadis untuk semakin membenciku.
Anak laki-laki di kelasku menyebutku ‘Narugaya’ dan...Ah sudahlah, kurasa itu bukanlah masalah.
Akupun menahan emosiku itu, dan terus berbicara.
[Note: Naru = narsis.]

“Well, intinya, pria itu sederhana. Mereka sering salah paham hanya karena seorang gadis berbicara
dengan mereka, dan mereka sangat bahagia jika mendapatkan kue buatan gadis itu. Jadi...”

Akupun berhenti sejenak dan melihat ke Yuigahama. “Kuemu itu jujur saja tidak ada yang spesial di
dalamnya...Kuenya sulit dikunyah, dan jujur saja, itu tidak masalah meskipun rasanya tidak enak.”

“Di-Diam kamu!”
Yuigahama terlihat marah. Tidak lama kemudian, tas plastik dan beberapa benda melayang ke
arahku. Dia mungkin mengenaiku, tapi karena dia memilih benda-benda yang tidak membuat orang
terluka, itu berarti dia sudah bersikap manis.

Tunggu...Mungkinkah itu artinya dia menyukaiku? Atau dia hanya becanda saja? Aku mungkin akan
mengalami pengalaman yang serupa lagi...

“Serius, Hikki! Kau membuatku jengkel. Aku pergi saja!”

Yuigahama menatapku, mengambil tasnya dan pergi. Dia menuju pintu dan mengatakan ‘Hmph!’,
lalu berjalan keluar dari ruangan ini. Bahunya terlihat bergetar ketika berdiri dan memegang kenop
pintu.

Sial. Mungkin kata-kataku terdengar keterlaluan...Kalau dipikir-pikir, aku menyadari kalau aku
membiarkan mulutku ini bebas mengatakan apapun di ruangan ini, merupakan keputusan yang salah.
Jadi aku berusaha menambahkan sesuatu agar terdengar tidak keterlaluan.

“Well, tahu tidak...Asal kau memberi kesan kalau kau memberikan yang terbaik, kau sudah
menyentuh hati si pria itu.”

Yuigahama yang hendak membuka pintu itu melihatku dari balik bahunya. Aku tidak tahu
ekspresinya seperti apa karena cahaya matahari senja ini membelakangi tubuhnya.

“...Kalau Hikki sendiri, apa kamu tersentuh?”

“Huh? Oh, yeah, aku pasti akan tersentuh, tersentuh sekali! Maksudku, jika ada orang yang bersikap
baik kepadaku, aku pasti menyukai gadis itu. Dan jangan panggil aku Hikki.” Aku meresponnya
dengan spontan.

“Ah...Oke.”

Yuigahama memberiku respon yang berbeda dan langsung membuka pintunya. Ketika dia hendak
keluar ruangan, Yukinoshita memanggilnya.

“Yuigahama-san, apa yang harus kami lakukan dengan requestmu?”


“Oh, tidak apa-apa...Jangan khawatir soal itu! Lain kali, aku akan mencoba sendiri. Terima kasih,
Yukinoshita-san.”

Yuigahama menatap Yukinoshita dengan senyumannya.

“Sampai jumpa lagi.” Dia melambaikan tangannya dan pergi keluar ruangan...Tapi dia masih
membawa celemek di tubuhnya.

“...Apa dia akan baik-baik saja?” Yukinoshita menatap ke arah pintu dan berkata ke dirinya sendiri.
“Kupikir orang harusnya berusaha mencapai limit dirinya sendiri dan berusaha melewatinya...Itu
adalah hal yang terbaik bagi Yuigahama demi masa depannya.”

“Benar, kurasa begitu. Kerja keras tidak akan pernah mengkhianatimu...Meski, itu mungkin
mengkhianati impianmu.”

“Memangnya apa yang berbeda?”

Angin yang bertiup menerpa wajah Yukinoshita yang sedang menatapku itu. Rambutnya terlihat
gemulai tertiup angin itu.

“Bekerja dengan keras tidak cukup untuk menjamin mimpimu akan terwujud...Faktanya, itu tidak
membuatnya terwujud. Tapi itu bisa membuatmu merasa puas karena setidaknya kau telah berusaha
dengan sekuat tenaga.”

“Itu hanya bentuk dari sebuah kepuasan terhadap diri-sendiri yang rendah.”

“Well bukannya aku mengatakan itu adalah cara untuk mengkhianati dirimu sendiri.”

“Sangat egois sekali...Kau terlihat menjijikkan.”

“Sosial, termasuk dirimu, sudah bersikap kejam terhadapku...Setidaknya kau membiarkan diriku
untuk bersikap manis ke diriku sendiri. Faktanya, kupikir setiap orang harus memperlakukan dirinya
sendiri dengan baik. Jika semua orang di dunia ini merupakan orang yang putus asa, maka tidak akan
ada satupun orang yang disebut orang yang putus asa.”

“Ini pertamakalinya bagiku mendengar idealisme orang yang pesimistis...Jika idealismemu itu
mendapatkan banyak pendukung, maka dunia ini sudah menjadi puing-puing.”
Yukinoshita tampak terkejut, tapi aku sendiri sangat menyukai bagaimana cara berpikirku itu.

Suatu hari nanti, para NEET akan membuat negara NEET, oleh NEET, untuk NEET,
NEEToria...Meski negara itu akan hancur dalam 3 hari atau sejenis itu.

xxx

Akhirnya aku paham aktivitas Klub Relawan ini: sederhananya, klub ini memberikan saran ke siswa
dan memberikan bantuan agar mereka menyelesaikan masalahnya. Tapi, eksistensi klub ini patut
dipertanyakan. Aku sendiri, tidak tahu kalau ada klub semacam ini, bukannya aku tidak peduli dengan
apa yang terjadi di sekolah ini.

Jika melihat Yuigahama yang tidak tahu kalau klub ini ada, maka pasti ada seseorang yang
membimbing mereka agar menuju kesini untuk mendapatkan saran. Orang itu pastilah Hiratsuka-
sensei.

Sensei pasti mengirim siswa yang memiliki masalah dan kekhawatiran kesini...Menuju ruang isolasi,
begitulah.

Di ruang isolasi ini, kami hanya membaca buku. Lagipula, mencari konseling berarti memberitahu
rahasiamu. Membicarakan sesuatu semacam itu merupakan hal yang sensitif bagi siswa SMA.

Yuigahama datang kesini karena Hiratsuka-sensei; mustahil dia datang kesini atas keinginan sendiri.
Meski tidak ada klien yang datang, tapi bisnis kami tetap berjalan seperti biasa. Yukinoshita dan
diriku adalah tipe orang yang tidak keberatan dengan suasana sunyi ini, jadi ketika kami berdua hanya
membaca saja di ruangan ini, seperti sekarang ini, kami merasa damai.

Oleh karena itu suara ketukan pintu yang kami dengar ini terdengar sangat keras.

“Yahallo!”
Yuigahama membuka pintunya dengan sapaan yang bodoh. Aku berusaha memalingkan pandangan
mataku yang autofokus ke arah pahanya yang diselimuti rok pendek, tapi itu sia-sia karena
autofokusnya pindah ke arah blusnya yang sedikit terbuka. Gadis ini memang memiliki banyak sekali
kekuatan lonte di dirinya.

Yukinoshita menatapnya, lalu dia mendesah, menggumamkan sesuatu ke dirinya sendiri.

“...Apa keperluanmu?”

“Huh? Apa aku tidak disambut baik disini...? Umm, Yukinoshita-san...Apa kau membenciku?”

Bahu Yuigahama terlihat bergetar.

Yukinoshita mengembuskan napasnya seperti sedang memikirkan sesuatu, lalu dia membalasnya.

“Aku sebenarnya tidak membencimu...Hanya saja aku berpikir kalau kau ini orangnya agak
merepotkan.”

“Ketika seorang gadis mengatakan itu, itu artinya dia membencimu!”

Sebenarnya, dia tidak ingin dibenci. Hanya saja dia ini adalah tipe gadis cabe-cabean yang biasa kau
lihat di luar sana, tapi reaksinya adalah reaksi yang bisa kau duga dari seorang gadis yang normal.

“Jadi, kau butuh sesuatu?”

“Well, tahu tidak, aku belakangan ini sering belajar memasak sendiri?”

“Aku tidak tahu, aku pertamakali mendengar hal itu.”

“Well, ini sebagai, rasa terima kasih atas kemarin, jadi aku membuat kue...”

Darah yang ada di kepala Yukinoshita seperti tersedot habis. Jika kau memikirkan tentang ‘masakan
Yuigahama’, yang terbayang di kepalamu adalah kue batubara yang mirip bijih besi yang dia buat
sebelumnya.
Bahkan aku langsung menjadi haus ketika memikirkannya.

“Well, aku sekarang agak kenyang, jadi aku tidak memerlukan itu, terima kasih. Rasa terimakasihmu
itu kurasa sudah cukup.”

Yukinoshita mungkin langsung kehilangan selera makannya seketika...Tapi Yukinoshita kurasa


sudah cukup ramah dengan mengatakan hal itu.

Yukinoshita menolaknya, tapi Yuigahama mengambil sebuah bungkusan dari tasnya. Bungkusan itu
terlihat manis dan berisi kue-kue yang berwarna hitam.

“Well, sebenarnya sangat menyenangkan ketika membuatnya...Mungkin aku akan membuat


semacam menu makan siang atau sejenisnya nanti! Ngomong-ngomong, Yukinon, ayo makan siang
bersama!”

“Tidak. Aku lebih suka makan sendirian, jadi aku benar-benar tidak ingin...Juga, tolong jangan
panggil aku dengan Yukinon. Itu membuatku merasa tidak enak.”

“Mustahil...Apa kau tidak merasa kesepian? Yukinon, kau makan siang dimana?”

“Disini, tapi...Hei, apa kau mendengarkanku?”

“Ah, oke kalau begitu, well...Aku punya waktu luang ketika pulang sekolah, jadi aku akan
membantu aktivitas klubmu. Well, seperti, tahulah...Membalas jasamu kepadaku? Yeah, aku ingin
membalas budi, jadi jangan khawatirkan itu.”

“...Apa kau mendengarkan kata-kataku?”

Kata-kata Yukinoshita sepertinya tenggelam oleh ombak yang diciptakan Yuigahama. Dia terus
menatapku seperti memberiku isyarat, ‘Lakukan sesuatu dengan dia’.

Ketika aku hendak membantunya...Kau selalu menyindirku, dan kau belum membayar minuman
Yasai Seikatsu yang kubelikan tempo hari...Dan dia ini temanmu.

Jujur saja, Yukinoshita sudah berusaha keras untuk membantu Yuigahama, karena itulah Yuigahama
hendak membalas budinya. Oleh karena itu, Yukinoshita harusnya menerima ucapan terima kasihnya.
Kurasa akan sangat buruk jika aku ikut campur, jadi aku menutup bukuku ini dan berdiri. Akupun
menggumamkan ‘sampai jumpa’ dengan pelan, jadi mereka tidak akan mendengarkan itu dan bersiap-
siap meninggalkan ruangan ini.

“Ah, Hikki!”

Aku mendengar namaku dipanggil dan aku membalikkan badanku, lalu aku melihat ada bungkusan
benda hitam dilempar ke arahku. Akupun menangkap benda itu.

“Aku merasa perlu untuk berterima kasih kepadamu, karena kau sudah membantuku juga.”

Bungkusan ini berisi sesuatu yang berwarna hitam pekat dan berbentuk hati...Ini buruk sekali. Tapi,
karena ini ucapan terima kasih, jadi aku menerimanya.

Oh, dan jangan panggil aku Hikki!


x Chapter III | END x
Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru
Volume 01 Bahasa Indonesia
Di translate oleh Aoi.
Zcaoi.blogspot.com

PDF oleh ユウトくん


Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru - Volume 01

Chapter 4 : Meski begitu, kelas tetap berjalan seperti biasanya

xxx

Suara bel ini memberitahukan kalau jam pelajaran keempat sudah berakhir, mengirimkan semacam
gelombang perasaan lega ke seluruh penjuru kelas. Ada beberapa orang yang lari keluar kelas untuk
membeli makan siang, ada juga yang mengambil kotak makan siang mereka yang mereka taruh di
bawah meja, dan sisanya hanya mengobrol saja di kelas.

Seperti biasa, siswa kelas 2F mulai larut dalam suasana jam makan siang.

Karena saat ini sedang turun hujan, jadi aku tidak punya tempat untuk pergi. Biasanya aku punya
tempat sempurna untuk makan siang, tapi aku tidak berminat untuk berbasah-basahan ketika makan
siang.

Sebenarnya aku ingin sekali menghabiskan suasana istirahat siang yang diiringi hujan ini dengan
membaca novel atau manga atau sejenis itu, tapi aku meninggalkan buku-buku yang sedang ingin
kubaca itu di rumah. Mungkin aku harusnya pergi saja mengambilnya di jam istirahat ini...

Tapi kalau melihat waktunya, kereta untuk ke rumahku harusnya sudah lama pergi. Kurasa istilah
Jepang untuk keadaan itu adalah ‘ato no matsuri’. Dalam bahasa Inggris berarti ‘after the
festival’...Bukan, bukan, itu harusnya ‘matsuri no ato’.

Yeah, aku sangat bosan sekali sehingga aku bercanda dengan diriku sendiri dengan berperan sebagai
2 orang yang berbeda.

Serius ini, aku sempat berpikir...Ketika kau menghabiskan waktu sendirian, tiba-tiba hal semacam
ini terjadi begitu saja.

Jika kau sendirian di rumah, kau mulai lebih sering berbicara kepada dirimu sendiri. Lalu kau akan
mulai bernyanyi sendiri dengan suara yang keras. Lalu kemudian adik perempuanmu pulang ke
rumah dan kau akan berkata, ‘MOTTO! MOTT-ahh...Halo yang disana’. Tapi aku tidak mau
bernyanyi di kelas.

Hasilnya, aku berpikir tentang banyak hal.

Secara logika, penyendiri adalah ahli dalam berpikir. Ada orang bilang kalau manusia itu adalah
hewan yang rapuh, meski begitu manusia adalah hewan yang berpikir, dan ketika kau menyadari itu,
tiba-tiba kau akan memikirkan sesuatu. Karena penyendiri tidak punya seorangpun untuk berbagi apa
yang ada di pikirannya, mereka bisa memikirkan banyak hal lebih dalam daripada yang lain. Dengan
begitu, penyendiri sepertiku punya semacam sirkuit di otak yang membuatku bisa berpikir berbeda
seperti orang normal, dan ini kadang memberikan kami kemampuan untuk mendapatkan ide diluar
kemampuan manusia normal.

Sangat sulit untuk mencoba dan menunjukkan sejumlah informasi yang ada di dunia ini dengan
sebuah ceramah saja. Ini seperti komputer. Butuh waktu untuk mengupload banyaknya data ke server
atau mengirim itu memakai email. Itulah mengapa para penyendiri cenderung tidak punya skill
berbicara yang baik.

Tapi kupikir ini bukanlah hal yang buruk. Komputer itu ada tidak hanya demi email, ada juga
internet dan photo-show juga. Jadi jangan sekali berpikir kalau satu sudut pandang saja cukup untuk
menilai seseorang.

Well, aku memakai komputer sebagai contoh bukan berarti aku sangat tahu betul mengenai
komputer...Jika kau ingin orang yang tahu banyak soal komputer maju ke depan kelas, maka kau akan
melihat banyak sekali siswa yang berdiri disana.

Diantara orang itu ada yang memegang PSP dan melakukan permainan Ad-Hoc dengan mode
wireless. Siapa sih nama mereka? Oda...atau Tahara...Sesuatu seperti itu?

“Hei kamu, pakai palu atau semacamnya!”

“Nah, gunlace saja sudah lebih dari cukup^^.”

Mereka terlihat seperti sedang bersenang-senang...Aku memang memainkan permainan yang sama
dengan mereka, tapi kalau boleh jujur, ada bagian dari diriku ini yang ingin pergi dan bergabung
dengan mereka.

Dulu, sesuatu seperti manga, anime, dan game adalah bidang yang didominasi oleh para penyendiri.
Belakangan ini, mereka menjadi semacam cara untuk berkomunikasi, dan bergabung bersama orang
lain seperti itu butuh kemampuan komunikasi.

Sayangnya, aku ini terlihat seperti orang yang setengah-setengah dalam segalanya, jadi jika aku
hendak bergabung dengan mereka, maka mereka akan memangilku cupu atau sok jago ketika aku
tidak mendengarkan mereka. Jadi apa yang harus kulakukan?

Ketika SMP dulu, aku melihat beberapa orang membicarakan soal anime, dan aku ingin bergabung
dengan obrolan mereka. Tapi ketika mereka melihatku datang dan bergabung, mereka semua terdiam.
Itu benar-benar berat bagiku...Itu adalah momen dimana aku sudah tidak mau lagi bergabung dengan
keramaian.

Dan aku ini bukanlah orang yang suka meminta orang untuk mengajakku ikut serta, jadi ini hanya
memperburuk saja. Ketika kami bermain sepakbola atau baseball di pelajaran olahraga, dua anak laki-
laki yang terpopuler akan hom pim pa untuk menentukan siapa yang melakukan lebih dulu. Dan aku
adalah orang terakhir, tahu tidak? Ketika aku mengingat kembali diriku yang berusia 10 tahun itu,
yang kuingat hanyalah betapa menyedihkan dan gugupnya diriku ketika mereka mulai memilih teman
satu tim mereka...Itu hampir membuatku menangis, serius ini.

Bukannya aku punya fisik yang tidak bagus, tapi itulah alasan aku menjadi buruk sekali dengan
olahraga. Aku suka baseball, tapi tidak ada yang mau bermain denganku...Jadi ketika aku masih kecil,
aku hanya melempar-lempar bolanya ke tembok dan bermain sendirian. Aku sangat terbiasa bermain
baseball sendirian; aku berimajinasi kalau ada orang-orang di lapangan atau area memukul bola.

Tapi ada juga orang-orang di kelas ini yang bagus dalam skill komunikasi.

Misalnya, orang-orang yang ada di belakang kelas ini.

Ada dua siswa yang berasal dari klub sepakbola, tiga dari klub basket, dan tiga gadis. Sekali kau
melihat suasana yang hidup dari grup itu saja sudah cukup untuk memberitahumu kalau mereka itu
berada dalam kasta teratas di kelas ini. Ngomong-ngomong, Yuigahama juga bagian dari grup itu.

Dan dalam grup itu, ada dua orang yang bersinar sangat cerah dari yang lain:

Hayama Hayato.

Itu adalah nama orang yang berada di tengah grup itu. Dia pemain andalan klub sepakbola, dan juga
kandidat ketua klub di semester depan. Dia bukanlah orang yang bisa kulihat dengan nyaman dalam
jangka waktu tertentu.

Sederhananya, dia tampan, dan pura-pura bergaya keren. Mati aja lo!

“Nah, aku tidak bisa hari ini. Aku ada latihan.”

“Bisakah kau libur saja untuk sehari? Ada paket murah hari ini untuk dua sendok es krim Baskin
Robbins~~. Aku ingin rasa Coklat Kakao yang double scoop.”

“Bukannya kakao dan coklat itu sama-sama coklat? (haha)”

“Ehhh? Tidak, mereka berbeda! Lagipula, aku benar-benar lapar saat ini.”

Orang yang sedang berbicara tadi adalah teman Hayama, Miura Yumiko.

Rambut pirangnya memiliki model melingkar, dan kalau kau lihat cara dia memakai seragam
sekolahnya yang memperlihatkan dengan jelas bagaimana bahunya, kau pasti berpikir kalau dia
memang sengaja memperlihatkan itu. Apa dia PSK atau semacamnya? Roknya juga terlalu pendek
hingga sulit kukatakan apa dia memakai rok atau tidak.

Tubuhnya bagus dan punya wajah cantik, tapi sikapnya yang bodoh dan penampilan yang mencolok
itu membuatku tidak menyukainya. Atau, lebih tepatnya, aku takut dengannya. Kau tidak akan pernah
tahu apa yang akan dia katakan kepadamu.

Tapi (setidaknya dari apa yang kulihat) Hayama tidak terlihat takut ke Miura, bahkan dia melihat
Miura sebagai orang yang menyenangkan untuk diajak bicara. Oleh karena itu aku tidak mengerti
bagaimana cara berpikir dari Raja dan Ratu yang ada di kasta teratas itu. Tidak peduli bagaimana kau
melihat itu, gadis itu hanya terlihat sebagai ‘orang yang menyenangkan’ ketika berbicara dengan
Hayama. Kalau aku yang berbicara dengannya, dia akan langsung menghabisiku dengan sekali
tatapan.

Well, begitulah, kami berdua tidak punya alasan untuk mengobrol, jadi kurasa ini akan baik-baik
saja.

Sementara itu, Hayama dan Miura masih terlihat sedang becanda satu sama lain.
“Maaf ya, kurasa aku tidak ikut untuk hari ini.”

Hayama mengatakan itu; dia tampaknya harus menghadiri latihan. Miura melihatnya dengan tatapan
kosong. Lalu Hayama mengumumkan sesuatu dengan senyum lebar di wajahnya.

“Tahun ini kami mengincar Kokuritsu!”

Huh? Kokuritsu, bukan Kunitachi? Jadi dia tidak sedang membicarakan Kunitachi, daerah bagian
Tokyo yang bisa didatangi dengan menumpang kereta Chuuou, tapi yang dia maksud Kokuritsu? Apa
itu maksudnya turnamen nasional?
[note: Kokuritsu alias Stadion Nasional Tokyo, kalau Indo seperti Gelora Bung Karno. Tempat final
kejuaraan sepakbola antar SMA berlangsung. Mirip Koshien bagi penggemar baseball antar-SMA.]

“Bwaha...”

Aku bisa mendengar suara tawa dari dalam diriku. Melihatnya bersikap bangga seperti itu, berpura-
pura apa yang dikatakannya keren, serius ini seperti...seperti...Aku tidak bisa membahasnya lebih
jauh. Ini sangat buruk.

“Tapi, Yumiko. Kalau kau makan terlalu banyak, nantinya kau akan menyesal.”

“Tahu tidak, aku tidak pernah gemuk, tidak peduli seberapa banyak yang kumakan. Ahh, kurasa aku
harus pergi makan yang banyak hari ini. Benar tidak, Yui?”

“Ahh, yeah, Yumiko pastinya punya selera yang bagus...Tapi aku sudah ada rencana sebentar lagi,
jadi aku harus...”

“Benar, kan? Hari ini aku ingin makan yang sangat banyak!”

Ketika Miura mengatakannya, orang-orang di sekitarnya tertawa. Terdengar hampa, seperti suara
tawa rekaman yang biasa kau dengar di acara komedi televisi. Tawanya keras, itu saja; aku bahkan
hampir bisa melihat tulisan untuk subtitlenya di bawah layar.

Aku bukannya mau menguping pembicaraan mereka atau sejenisnya, tapi suara mereka sangat keras
sehingga terdengar di telingaku begitu saja. Sekarang aku ingat, otaku atau riajuu yang bergabung
dengan suatu grup selalu ramai. Aku ini sedang duduk di tengah ruangan tanpa seorangpun yang ada
di sebelahku, tapi semua orang terlihat bersuara sangat keras...Aku seperti menjadi mata dari badai.

Hayama tersenyum ceria. Senyumnya itu seperti menegaskan kalau dia adalah pusat perhatian,
dicintai oleh semuanya.

“Cuma mau mengingatkan: jangan makan banyak-banyak atau perutmu bisa meledak.”

“Seperti, kataku. Tidak peduli berapa banyak yang kumakan, aku akan baik-baik saja! Aku tidak
akan gemuk. Benar tidak, Yui?”

“Ahhh, Yumiko sangat luar biasa. Kakimu juga indah sekali. Tapi serius nih, aku harus...”

“Ehh, benarkah? Tapi gadis yang bernama Yukinoshita itu juga punya kaki yang bagus juga, benar
tidak?”
“Ah, itu benar. Kaki Yukinon juga indah...”

“.....”

“...Ah, tapi, maksudku, punya Yumiko pasti yang terbaik!”

Ketika Miura mengerutkan alisnya, Yuigahama dengan cepat berusaha menyelamatkan dirinya. Apa-
apaan ini...Ini seperti melihat drama Ratu dengan pembantunya. Meski begitu, tampaknya kata-kata
tambahan Yuigahama tadi tidak cukup untuk mengembalikan suasana hati Sang Ratu. Tatapan mata
Miura terlihat menajam, dia tampak tidak senang.

“Well, sebenarnya, kurasa sekali-kali tidak apa-apa...Ini hanya latihan biasa, aku bisa menemanimu
pergi.”

Hayama mungkin merasakan tekanan suasananya, karena itulah dia dengan cepat menenangkan
suasana itu.

Sang Ratu tampak tersenyum.

“Oke kalau begitu, SMS saja kalau kau siap!”

Yuigahama memegangi dadanya seperti merasa lega.

Ya ampun, adegan tadi tampaknya parah sekali...Kita ini seperti kembali ke jaman pertengahan atau
semacamnya? Kalau ingin punya kehidupan sosial yang bagus harus berusaha sekeras itu, maka aku
akan memilih untuk menjadi penyendiri saja, terima kasih banyak.

Kemudian, Yuigahama menoleh ke arahku dan menatapku. Dia melihat ke arahku seperti hendak
meyakinkan sesuatu. Dia lalu menarik napas yang dalam.

“Umm, aku...akan pergi keluar untuk makan siang, jadi...”

“Oh, benarkah? Kalau begitu jangan lupa untuk membelikanku sesuatu ketika kembali nanti...tahu
tidak, lemon tea yang itu? Aku lupa membawa minum hari ini. Dan juga, makan siangku roti hari ini,
jadi akan sangat berat sekali jika aku tidak minum teh, benar tidak?”

“A-Ah, ta-tapi mungkin aku baru kembali ketika bel jam kelima berbunyi, itu ketika istirahat siang
selesai, dan, umm..tahu tidak...”

Ketika Yuigahama mengatakan itu, wajah Miura berubah menjadi serius.

Miura seperti sehabis digigit oleh salah satu hewan peliharaannya. Yuigahama mungkin belum
pernah membalas perkataan Miura seperti itu, dan sekarang, dari seluruh hari yang ada, dia tidak mau
melakukan apa yang Miura inginkan darinya.

“Huh? Tunggu, tunggu, ada apa ini? Tahu tidak, Yui, kau belakangan ini jarang mengobrol lama-
lama setelah pulang sekolah? Apa cuma aku, atau memang kau belakangan ini jarang berkumpul
dengan kita?”

“Ah, well, tahulah, umm, ini aku hanya ada beberapa urusan, dan, umm, ini hanya urusan pribadi,
dan aku benar-benar minta maaf, tapi, umm...”

Yuigahama tampak malu untuk mengatakannya, tapi dia meresponnya dengan segala yang dia bisa.
Apa-apaan ini...Dia ini seperti karyawan kantor yang sedang dimarahi oleh bossnya apa semacamnya?

Tapi, respon Yuigahama itu memiliki efek yang terbalik. Miura mulai mengetuk meja dengan
kukunya, seperti terganggu.

Ledakan emosi Ratu mereka membuat seluruh kelas terdiam. Bahkan Oda dan Tahara (atau entah
siapa namanya) langsung mengecilkan suara PSP-nya. Hayama dan grupnya yang berada di
sampingnya tiba-tiba menatap ke arah lantai dan terdiam.

Satu-satunya suara yang bergema di ruangan ini adalah suara dari ketukan kuku Miura ke mejanya.

“Well, bukankah harusnya aku tahu ada apa ini? Kalau kau ingin mengatakan sesuatu, maka katakan
saja. Kita kan teman, benar tidak? Menyembunyikan sesuatu dari teman, tahu tidak...Itu tidak bagus,
benar?”

Yuigahama tiba-tiba menatap ke arah lantai.

Awalnya, kata-kata Miura terdengar sopan dan normal. Bahkan, kata-katanya itu seperti
meneguhkan pertemanan diantara dirinya dan Yuigahama.

Mereka teman, satu grup, jadi mereka akan berbagi apapun satu-sama lain, itulah kata Miura. Tapi
kata-katanya itu juga bisa dimaknai berbeda: “Dan jika kau tidak memberitahuku, maka kita bukan
teman. Bahkan, kita adalah musuh.” Itulah yang kubaca dari laporan penyelidikan berbahasa spanyol
ini.

“Maafkan aku...”

Yuigahama meminta maaf; dia masih melihat ke arah lantai.

“Bukan, bukan, bukan, bukan itu yang ingin kudengar. Tadi kau ingin mengatakan sesuatu
kepadaku, benar tidak?”

Tidak ada seorangpun di dunia ini yang bisa mengatakan sesuatu ketika dihadapkan situasi seperti
itu. Miura tidak hendak membuat sebuah percakapan, dan Miura tidak sedang bertanya. Dia hanya
ingin membuat Yuigahama meminta maaf sehingga dia bisa menyerangnya.

Ini sangat bodoh sekali...Kalau kalian berdua ingin saling bunuh, setidaknya lakukan di tempat lain.

Akupun menoleh ke depan. Lalu aku mulai memakan rotiku sambil bermain HP. Aku kunyah secara
perlahan dan meminum minumanku. Tapi entah mengapa...Seperti ada yang menyangkut di
tenggorokanku, dan ini bukanlah rotinya.

...Apa itu sebenarnya?

Makanan harusnya menjadi hal yang menggembirakan. Seperti pria di The Lonely Gourmet.

Jangan salah paham: Aku tidak ada minat untuk membantu gadis itu, sedikitpun. Hanya saja ketika
di dekatmu ada gadis yang akan menangis, ini membuat perutku merasa tidak enak; selera makan
hilang entah kemana. Dan aku benar-benar ingin menikmati makananku ini...

Plus, menjadi orang yang diserang itu adalah keahlianku. Aku tidak bisa menyerahkan gelar
kehormatanku itu menjadi milik orang lain dengan mudahnya.

Ah, dan ada satu hal lagi:

...Aku benar-benar tidak suka wanita jalang itu.

Mejaku bergetar ketika aku tiba-tiba berdiri dari kursiku.

“Hei, kalian...”

“Kau diam saja!”

Kalian berhentilah ribut. Itu yang ingin kukatakan, tapi sebelum aku mengatakannya, Miura
mengirimkan tatapan iblisnya kepadaku.

“...Ka-Kalian tahu kapan hujan ini akan berhenti? A-Aku harusnya membawa payung, hahaha...”

Ya Tuhan! Gadis ini anaconda apa semacamnya? Membuatku ingin meminta maaf saja.

Akupun turun, ditolak, dan duduk kembali. Miura tampaknya langsung melupakan eksistensiku; dia
melihat ke arah Yuigahama yang sudah terlihat seperti babak belur.

“Tahu tidak, aku ini mengatakan ini demi Yui, tapi...Sikapmu yang diam-diam itu membuatku tidak
nyaman.”

Dia mulai mengatakan kalau ini demi kebaikan Yuigahama, tapi ditutup dengan pendapat yang
mengatakan perasaan Miura. Dia mengkontradiksikan dirinya sendiri dalam satu baris kalimat. Tapi
Miura tidak berpikir kalau itu kontradiksi, dia adalah ratu dalam grup, dan dalam sistem feodal,
pemimpin memiliki kekuatan absolut.

“...Maaf.”

“Itu lagi?”

Miura mengatakan ‘hmmph’ yang mengandung emosi bercampur kesal. Suara itu saja sudah cukup
untuk membuat Yuigahama tenggelam lebih jauh.

Sudah jangan diteruskan lagi, ya ampun...Pertimbangkanlah perasaan para penonton yang terpaksa
melihat adegan ini. Aku tidak tahan dengan tekanan suasananya...Jangan bawa-bawa penonton terlibat
dalam drama kalian berdua, kalian berlebihan.

Sekali lagi, aku mengumpulkan keberanian yang tersisa dariku. Maksudku, mereka mustahil
membenciku lebih dari ini...Aku bisa saja masuk ke pertempuran ini dengan perasaan nothing to lose,
jadi ini bukanlah hal yang buruk untukku.

Aku lalu berdiri kembali dan menatap ke arah mereka, Yuigahama lalu melihat ke arahku dengan
mata yang mulai meneteskan air mata. Dan, seperti menunggu momen yang tepat, Miura mengatakan
sesuatu dengan nada yang dingin.
“Hei, Yui, kau melihat kemana? Tahu tidak, kau ini hanya meminta maaf kepadaku saja dari tadi...”

“Dia itu bukanlah satu-satunya orang dimana kau harus meminta maaf, Yuigahama-san.”

xxx

Suara yang menggema di ruangan ini bahkan lebih dingin, lebih kejam, daripada suara Miura. Semua
orang yang mendengarkannya terlihat ketakutan. Suara itu seperti tiupan angin dari kutub utara, tapi
suara itu juga secantik aurora.

Dia berdiri di ujung ruangan kelas ini, di depan pintu, dan dia langsung menyedot perhatian banyak
orang, seperti berada di pusat dunia.

Dari semua orang yang hidup di planet ini, hanya suara dari Yukinoshita Yukino yang bisa seperti
itu.

Aku tiba-tiba terdiam, dan diriku ini berada dalam posisi separuh berdiri. Dibandingkan dengan itu,
usaha terakhir dari Miura tadi yang berusaha mengintimidasi Yuigahama terdengar seperti permainan
anak kecil. Lagipula, ketika Yukinoshita menjadi lawanmu, kau tidak akan punya peluang untuk bisa
merasa takut. Itu adalah sesuatu yang jauh diluar rasa takut dimana satu-satunya kesan yang
tertinggalkan pada dirimu hanyalah sebuah keindahan.

Semua orang di kelas ini menjadi terpesona oleh Yukinoshita. Bahkan suara ketukan kuku Miura di
meja menghilang, dan ruangan kelas ini menjadi sunyi. Tapi suara Yukinoshita segera
menghancurkan kesunyian itu.

“Yuigahama-san...Kau ini luar biasa sekali. Kau bilang kepadaku untuk menunggumu, tapi kau tidak
muncul juga hingga lewat waktu yang dijanjikan. Bukankah akan lebih baik jika kau mengirimiku
SMS kalau kau akan terlambat?”

Ketika Yuigahama mendengarnya, dia tersenyum, seperti merasa lega. Dia mulai membalikkan
badannya ke arah Yukinoshita.

“...Ma-Maaf. Tapi, umm, aku kan belum tahu nomormu...”

“...Begitu ya? Kurasa itu ada benarnya...Kalau begitu, aku tidak mau mengatakan kalau kaulah yang
bertanggung jawab. Kurasa aku bisa melupakan hal ini.”

Yukinoshita tampaknya tidak mempedulikan orang-orang di sekitarnya, dia terus mengatakan apa
yang dia ingin katakan. Sangat menyenangkan melihat dia melanjutkan begitu saja kata-katanya tanpa
mengurangi temponya.

“Tu-Tunggu dulu! Kami ini masih sedang berbicara!”

Tampaknya Miura baru saja terbebaskan dari status paralisis, dan dia mulai memotong Yukinoshita
dan Yuigahama.

Api amarah dari Sang Ratu muncul, dan apinya mulai menjadi semakin panas.

“Ada apa? Aku tidak punya waktu untuk berdiri disini dan meladenimu berbicara...Aku belum
memakan makan siangku.”

“H-Hh? Kau tiba-tiba muncul dan mengatakan itu? Akulah yang sedang berbicara dengan Yui
disini!”

“Berbicara dengannya? Bukankah yang kau lakukan hanya berteriak-teriak saja kepadanya? Ataukah
itu yang kau sebut dengan ‘pembicaraan’? Bagiku, kau itu terlihat seperti berusaha membuatnya
berada dalam posisi yang tidak diuntungkan lalu memaksakan pendapatmu kepadanya.”

“A-Apa?!?!”

“Maafkan aku karena tidak menyadari ini lebih cepat...Kuakui kalau aku tidak begitu tahu dengan
cara hidupmu, jadi aku tiba-tiba melihat kejadian itu seperti melihat cara para bangsa monyet untuk
menunjukkan dominasinya.”

Bahkan Sang Ratu Api bisa menjadi beku ketika berhadapan dengan Sang Ratu Es.

“Oooo...”
Miura menatap ke Yukinoshita, emosinya jelas sekali. Tapi, Yukinoshita membuat tatapan tajam
Miura itu lewat begitu saja.
“Kau bisa berteriak-teriak sambil menepuk-nepuk dada sesukamu, dan kau juga bisa bersikap seperti
dirimu adalah Raja dari sebuah kerajaan, tapi tolong lakukan itu di tempat pribadi dan waktu tertentu.
Kalau tidak, aktingmu itu bisa luntur, persis seperti make-upmu saat ini.”

“...Huh, apa yang kau katakan? Aku tidak mengerti.”

Miura terlihat seperti orang yang kalah, akhirnya dia duduk dan menyandar ke kursinya. Rambut
pirang melingkarnya melambai ke samping ketika dia mulai menekan-nekan tombol HP-nya dengan
emosi.

Setelah itu, tidak ada satupun orang yang berani berbicara ke dia. Bahkan Hayama, yang biasanya
bisa mencairkan suasana seperti ini, tidak bisa mengucapkan apapun untuk mencairkan suasananya.

Dan di sampingnya ada Yuigahama, yang hanya diam berdiri. Dia hanya meremas-remas roknya,
seperti hendak mengatakan sesuatu. Yukinoshita mungkin sudah bisa menebak apa yang akan
Yuigahama katakan, karena itulah dia mulai berjalan keluar ruangan.

“Aku akan pergi dulu.”

“A-Aku akan menyusulmu...”

“...Terserah kamu.”

“Oke.”

Ketika Yuigahama mendengarnya, dia tersenyum, tapi...Dia adalah satu-satunya orang di ruangan ini
yang tersenyum.

Hei, hei, apa-apaan dengan suasana ini...Situasinya sangat tidak nyaman, bahkan sangat sulit untuk
tetap tinggal di kelas. Tanpa sadar, lebih dari separuh siswa di kelas ini mulai meninggalkan ruangan
ini, mengatakan mereka haus atau ingin pergi ke toilet. Yang tersisa di kelas ini, selain grup Hayama
dan Miura, adalah orang-orang yang penasaran dengan ending drama ini.

Kurasa aku harus mengambil peluang ini dan berselancar keluar dari pintu! Tapi, serius ini...Jika
suasananya lebih suram dari ini, aku bisa menderita dan mati.

Aku mulai berjalan, sesenyap mungkin, menuju pintu, melewati Yuigahama. Ketika hendak
melewatinya, aku mendengar suara bisikannya.

“Terima kasih tadi sudah mau berdiri.”

x x x
Ketika aku keluar dari kelas, aku melihat Yukinoshita disana. Dia sedang menyandar ke tembok di
dekat pintu dengan menyilangkan tangannya dan menutup matanya. Dia menebarkan aura yang sangat
dingin, dan mungkin itu alasannya aku tidak melihat satupun orang di sekitarnya. Suasana lorong ini
sangat sunyi.

Karena itulah aku bisa mendengar pembicaraan yang terjadi di dalam kelas.

“...Umm, maaf. Tahu tidak, aku merasa tidak enak kalau aku tidak bisa akrab dengan
seseorang...Kau bisa katakan kalau aku sedikit kelewatan tadi...Mungkin karena itulah kau merasa
terganggu.”

“.....”

“Uhhh, well, bagaimana ya? Aku memang seperti itu. Bahkan ketika aku bermain ‘pura-pura
menjadi Ojamajo’ dengan teman-temanku, aku ingin menjadi Doremi atau Onpu-chan, tapi jika ada
gadis lain ingin menjadi mereka, maka aku memilih untuk menjadi Hazuki...Aku tumbuh besar di
kompleks apartemen dan dikelilingi orang-orang di sekitarku, mungkin karena itulah aku pikir itu
adalah cara yang terbaik...”

“Aku tidak tahu apa yang hendak kau katakan.”

“Y-Yeah, kurasa begitu, haha. Well, aku juga tidak tahu apa yang aku katakan tadi...Hanya saja,
umm, ketika aku melihat Hikki dan Yukinon, aku menyadari sesuatu. Bahkan ketika tidak ada satupun
orang di sekitarmu, mereka terlihat sedang bersenang-senang...Mereka berdua mengatakan apa yang
ada di pikiran mereka, dan meski mereka ini sebenarnya tidak akrab dengan orang, aku melihat
mereka terlihat seperti terhubung oleh sesuatu...”

Kata-kata yang kudengar itu, sesekali diselingi suara tangisan dari dalam ruangan. Setiap kali itu
terjadi, aku bisa melihat kalau bahu dari Yukinoshita seperti bergetar. Dia membuka matanya lebar-
lebar dan berusaha melihat ke dalam kelas tanpa menolehkan kepalanya. Dasar idiot, kau tidak akan
bisa melihat apapun dari sana. Kalau kau khawatir, masuk ke dalam saja. Gadis ini...Dia kurang jujur
dengan dirinya.

“Setelah melihat itu, aku mulai berpikir mungkin aku yang selama ini berusaha agar bisa akrab
dengan semua orang merupakan tindakan yang salah...Maksudku, sejujurnya, Hikki itu ya Hikki.
Kalau ada waktu luang dia menyendiri dan membaca buku sambil tertawa terkekeh-kekeh...Itu
menjijikkan, tapi dia tampaknya sedang bersenang-senang.”

Menjijikkan katanya...Setelah mendengarkan itu, Yukinoshita tertawa kecil.

“Aku awalnya berpikir kalau kebiasaan anehmu itu hanya ketika di klub saja, tapi tampaknya kau
melakukan kebiasaan itu di kelas juga. Kebiasaanmu itu sangat menjijikkan, kau harusnya
menghentikan itu.”

“Kalau kau tahu dari dulu, kau harusnya memberitahuku sejak awal...”

“Tapi itu membuatku terlihat normal karena aku tidak melakukan seperti itu. Lagipula, siapa yang
mau memberitahumu setelah kau melakukan hal yang menjijikkan seperti itu?”

Aku bersumpah akan lebih hati-hati dari sekarang. Aku tidak akan membaca satupun Light Novel
tentang Dewa yang jahat di sekolah.

“Jadi kupikir, mungkin aku harusnya tidak melakukan ini terlalu keras, aku ingin melakukan ini
dengan santai...Atau sejenis itu. tapi bukannya aku membenci Yumiko atau semacamnya. Kita masih
berteman...bersahabat...setelah ini, benar tidak?”

“...Hmph. Begitu ya. Ya sudah, terserah kamu. Kurasa itu tidak masalah.”

Aku mendengar suara Miura yang menutup HP-nya.

“...Sekali lagi, maaf ya. Terima kasih.”

Dengan begitu, percakapan di ruangan terhenti, dan aku mendengar suara langkah sepatu Yuigahama
ke arah pintu. Mendengar itu sebagai sebuah sinyal, Yukinoshita juga menegakkan posisi tubuhnya
dari yang sebelumnya bersandar di tembok.

“...Well, ternyata dia bisa melakukannya sendiri.”

Untuk sejenak, aku seperti terhipnotis oleh senyum yang ada di wajah Yukinoshita.

Itu adalah sebuah senyuman, senyum yang sederhana, senyum yang tulus, dan tidak ada satupun rasa
sinis atau sarkasme ataupun kebencian.

Tapi, tidak lama kemudian senyum itu menghilang, dan ekspresi Yukinoshita kembali ke dirinya
yang biasa, beku seperti es. Sementara aku terdiam melihat senyuman Yukinoshita itu, dia dengan
cepat berjalan ke ujung lorong dan menghilang, tanpa pamit atau sejenisnya kepadaku. Dia mungkin
bergegas ke tempat pertemuan dimana dirinya dan Yuigahama telah sepakat sebelumnya.

...Well, apa yang harus kulakukan? Aku mulai berjalan pergi, tapi tepat ketika aku mulai berjalan,
pintu kelas terbuka.

“Eh? Ke-Kenapa Hikki berdiri disini?”

Aku hanya bisa terdiam, tapi aku hanya bisa mengangkat lengan kananku dan menyapanya, berharap
aku bisa lolos dari situasi ini. Setelah kulihat, wajahnya mulai memerah.

“Apa kau mendengarnya?”

“A-Apa maksudmu dengan mendengar...?”

“Kau pasti mencuri dengar, ya? Wajahmu berkeringat?! Menjijikan! Stalker! Orang aneh! Um
umm...Menjijikkan! Aku tidak percaya kamu! Kau benar-benar menjijikkan. Kau benar-benar sangat
menjijikkan!”

“Hei tunggu dulu! Tahan dirimu!

Maksudku, aku ini bisa sedih jika kau melemparkan banyak sekali cacian tepat di depan wajahku.
Dan jangan mengatakan bagian terakhir tadi dengan ekspresi yang sangat serius, sialan...Aku merasa
diriku benar-benar terluka saat ini.

“Hmph, sudah telat bagiku untuk berhenti. Dan kau pikir salah siapa tadi? Idiot.”
Yuigahama menunjukkan lidahnya yang berwarna pink untuk mengejekku, setelah melakukan aksi
provokasi imut tadi, dia berlari meninggalkanku. Apa dia anak SD apa semacamnya? Jangan lari-lari
di lorong, sialan.

“Salah siapa...Ya salah Yukinoshita, benar tidak?”

Aku berbicara ke diriku sendiri. Aku sendirian, jadi kurasa itu normal.

Ketika kulihat ke arah jam dinding, waktu istirahat siang ini hanya tersisa sedikit. Yang tersisa dari
jam makan siang ini, hanyalah rasa hausku. Mungkin aku harusnya beli minuman ion agar rasa haus
di tenggorokan dan hatiku ini hilang.

Sambil berjalan ke mesin penjual minuman, aku menyadari sesuatu.

Otaku saja punya komunitas, jadi mereka tidaklah sendirian.

Dan menjadi riajuu berarti berarti kau harus menaruh perhatian lebih kepada aturan dan
keseimbangan, jadi ini benar-benar berat.
[note: riajuu ini semacam gaya hidup damai, istilah populer di masyarakat Jepang.]

Jadi pada akhirnya, akulah satu-satunya orang yang sendirian. Aku tidak butuh Hiratsuka-sensei
untuk mengisolasiku, karena aku sudah terisolasi dari kelasku...Jadi tidak ada gunanya mengisolasiku
di klub relawan.

...Kesimpulan yang sangat menyedihkan. Kenyataan memang sangat kejam.

Satu-satunya hal manis yang terjadi di hidupku adalah rasa dari minuman ion ini.
x Chapter IV | END x
Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru
Volume 01 Bahasa Indonesia
Di translate oleh Aoi.
Zcaoi.blogspot.com

PDF oleh ユウトくん


Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru - Volume 01

Chapter 5 : Sederhananya, Zaimokuza Yoshiteru itu agak gila

xxx

Ini mungkin agak telat untuk menggambarkan apa yang dikerjakan oleh Klub Relawan, jadi yang
kita kerjakan adalah mendengarkan masalah dari siswa dan mencoba membantu mereka.

Jika aku tidak mengatakan itu terus-menerus ke diriku sendiri, maka aku akan benar-benar lupa apa
kegiatan Klub ini. Sepanjang waktu, yang Yukinoshita lakukan hanyalah duduk dan membaca buku.
Lalu Yuigahama sendiri hanya bermain-main dengan HP-nya.

“Hmm...Ah, jadi kenapa kau ada disini?”

Dia menyatu dengan baik di ruangan ini sehingga diriku tidak menyadari kehadirannya, tapi tidak
berarti Yuigahama sendiri ada disini karena dia member Klub. Malahan, aku sendiri tidak yakin kalau
aku adalah member Klub ini. Apa, aku benar-benar member Klub ini? Meskipun benar, aku sendiri
ingin berhenti dari Klub ini...

“Huh? Ah, maksudku, aku sendiri punya banyak waktu luang hari ini, tahu tidak?”

“Tahu tidak katamu? Meski kau mengatakan itu, aku sendiri tidak tahu. Juga, apa-apaan barusan,
apa kau ini Hiroshima atau sejenisnya?”

“Huh? Hiroshima? Aku ini orang Chiba.”

Well, sebenarnya orang-orang asal Hiroshima selalu menambahkan tahu tidak di akhir kata-kata
mereka, tapi mereka sering terkejut sendiri ketika aku menceritakan ini ke mereka. Aku sendiri punya
gambaran yang cukup buruk tentang logat Hiroshima dari seorang pria, tapi gadis-gadis yang
berbicara menggunakan logat asli Hiroshima adalah gadis yang manis. Malahan, logat semacam itu
salah satu dari 10 logat yang paling manis.
[note: Buat yang belum tahu, logat Hiroshima terdengar kasar di telinga.]
“Hmph. Kau ini orang Chiba, tapi itu tidak serta-merta membuatmu bisa mengatakan dengan
santainya kalau kau ini dari Chiba.”

“Hei, Hikigaya-kun. Aku benar-benar tidak tahu apa yang sedang kau bicarakan...”

Yukinoshita menatapku dengan dingin. Aku sendiri memutuskan untuk tidak menanggapinya.

“Okelah, begini Yuigahama. Pertanyaan pertama: Kau sebut apa kondisi ketika tubuhmu tertabrak
sesuatu dan mengalami pendarahan dalam?”

“Bonyok!”

“Hmm...Okelah. Lumayan juga kau mengerti sedikit bahasa khas Chiba...Kalau begitu, pertanyaan
kedua. Kalau kau diperbolehkan memilih makanan pendamping ketika makan siang, kau akan
memilih apa?”

“Miso!”

“Hmmm...Oke, mungkin saja kau ini orang Chiba...”

“Bukannya itu yang sering kulakukan, tahu tidak?”

Yuigahama lalu menaruh kedua tangannya di pinggang dan memiringkan kepalanya ke samping.
Sedang Yukinoshita sendiri, yang menaruh sikunya di meja dan memegangi keningnya, seperti
hendak mengatakan "apa sih yang dibicarakan orang ini?". Dia lalu mengembuskan napasnya.

"...Hei, ada apa ini? Apakah hal-hal barusan memiliki tujuan tertentu?"

Tentu saja ini hanyalah kegiatan yang tidak ada gunanya.

"Ini hanyalah Ultra Kuis Propinsi Trans-Chiba. Lebih jelasnya, kata trans itu semacam pergi dari
Matsudo ke Choushi."
"Bukankah kalau kau tarik garis di peta dari kedua tempat itu, maka tidak akan melewati sebagian
besar Chiba?"

"Oke, oke, kalau begitu ubah saja menjadi dari Sawara ke Tateyama."

"Jadi kau benar-benar niat untuk mencari kota yang paling atas dan terbawah dari peta Chiba..."

...Kalian berdua, darimana kalian tahu berbagai hal tentang kota-kota barusan? Apa sebegitu
besarnya cinta kalian ke Chiba?

"Ya sudah, masuk pertanyaan ketiga: Kalau kau naik kereta Sotobou menuju Toke, kau sebut apa
hewan aneh yang tiba-tiba muncul?"

"Ah, Yukinon, ngomong-ngomong soal Matsudo, kudengar disana banyak sekali restoran ramen.
Ayo kesana kapan-kapan!"

"Ramen...Aku tidak terlalu sering makan ramen, jadi aku tidak terlalu tahu "

"Tidak apa-apa lah! Aku sendiri jarang makan ramen!"

"...Eh? Apanya yang tidak apa-apa? Bisakah kau jelaskan maksudnya?"

"Hmm, dan juga, apa ya soal Matsudo...? Ah benar, katanya ada restoran enak namanya Nantoka..."

"Apa kau dengar apa yang baru saja kukatakan?"

"Hmm? Yeah, aku dengar kok. Ah, tapi ada beberapa restoran enak di sekitar sini juga...Itu juga
dekat rumahku, jadi karena itulah aku tahu banyak. Rumahku itu sekitar lima menit dari sini. Dan juga
ada restoran yang sering kulewati setiap aku mengajak anjingku jalan-jalan."

...Jawaban yang benar adalah Burung Unta, kalau kau naik kereta dan tiba-tiba melihat Burung
Unta di luar jendela, kurasa kau tidak akan terkejut, mungkin lebih tepatnya kau akan kagum.

Kampret.
Kubiarkan saja kedua gadis itu berbincang-bincang (mungkin tepatnya pembicaraan tidak
"nyambung") tentang ramen dan kembali membaca buku bacaanku.

Ada tiga orang di ruangan ini dan aku masih saja menjadi penyendiri. Apa-apaan sih barusan?

Tapi, kurasa menghabiskan waktu seperti ini membuatku merasa seperti siswa SMA kebanyakan.
Kalau dibandingkan dengan siswa SMP, siswa SMA punya lebih banyak kebebasan, jadi mereka
cenderung tertarik dalam bermacam-macam tren dan makanan. Jadi topik ramen barusan memang
terasa seperti topik normal yang dibicarakan oleh siswa SMA.

Meski begitu, aku berani menjamin satu hal, mayoritas siswa SMA tidak melakukan hal semacam
Ultra Kuis Propinsi Trans-Chiba.

xxx

Keesokan harinya, ketika aku sedang berjalan menuju ruangan Klub, aku terkejut melihat
Yukinoshita dan Yuigahama berdiri di depan pintu. Entah apa yang mereka lakukan, tapi mereka
seperti berusaha mengintip situasi di dalam ruangan dari celah-celah pintu.

"Apa yang sedang kalian lakukan?"

"Hyahh!"

Teriakan yang manis itu terjadi bersamaan dengan kedua gadis yang melompat karena terkejut.

"Hikigaya-kun...Kau mengagetkanku..."

"Malah aku yang harusnya kaget disini..."

Respon macam apa barusan? Itu mengingatkanku dengan apa yang terjadi ketika aku menginjak
kucing kami di ruang keluarga saat tengah malam.
"Bisakah kau tidak memanggil kami dengan tiba-tiba seperti itu?"

Tatapan kesal Yukinoshita itu benar-benar mirip kucing peliharaanku. Kalau dipikir-pikir lagi,
kucing tersebut sangat akrab dengan semua anggota keluargaku...Kurasa Yukinoshita benar-benar
mengingatkanku dengan kucing tersebut.

"Ya sudah, maaf ya. Jadi, apa yang kalian lakukan?"

Yuigahama dengan perlahan kembali membuka pintu ruangan dan mengintip ke dalam. Ketika aku
bertanya, dia adalah orang yang menjawabnya.

"Ada orang yang mencurigakan di ruangan Klub."

"Kalianlah yang harusnya menjadi orang mencurigakan itu..."

"Sudah cukup. Apakah kau mau berbagi kemurahan hatimu sedikit untuk pergi ke dalam dan
mencari tahu siapa dia?"

Yukinoshita memberiku perintah dengan ekspresi yang menjengkelkan.

Kulakukan seperti katanya, berdiri di depan kedua gadis tersebut, dan dengan perlahan membuka
pintunya. Lalu, aku masuk ke dalam ruangan.

Di ruangan ini, yang menunggu kami, adalah tiupan angin.

Tepat setelah pintunya kubuka, aku langsung disambut oleh embusan angin. Embusan itu mirip
dengan embusan angin yang sering menerpa sekolah di dekat laut, dan ketika embusan angin terjadi,
kertas-kertas mulai berhamburan.

Adegan ini mengingatkanku dengan trik sulap dimana banyak sekali merpati yang beterbangan dari
topi si pesulap. Dan disini juga, di tengah-tengah dunia yang putih ini, berdirilah sesosok manusia.

"Ku ku ku, aku tidak menyangka akan bertemu di tempat yang seperti ini...Sangat mengejutkanku.
Aku sedari tadi menunggumu, Hikigaya Hachiman."

"A-Apa yang baru saja kau katakan?!"

Dia menungguku, dan dia terkejut...? Apa-apaan pernyataannya barusan? Kalaupun ada orang yang
terkejut, maka orang itu adalah diriku.
Kuacuhkan kertas-kertas yang beterbangan ini dan menatap lebih jauh lawanku kali ini.

Dan di depanku saat ini, sedang berdiri, aku melihat...Ugh, tidak, jangan dibahas, tolong jangan
dibahas. Aku tidak mau terlibat sesuatu dengan Zaimokuza Yoshiteru.

Well, aku sendiri berani menjamin, kalau aku tidak berhubungan dengan mayoritas siswa
disini...Tapi jika aku harus memilih diantara orang-orang tersebut, maka orang di depanku ini adalah
orang terakhir yang berada di daftarku.

Maksudku, coba lihat dia berkeringat seperti sedang berada di musim panas, itu semua gara-gara
mantel dan kaos tangannya.

Meski jika aku mengenalnya, aku akan tetap pura-pura tidak kenal diirnya.

"Hikigaya-kun, makhluk yang disana sepertinya kenal dirimu..."

Yukinoshita, yang sedang bersembunyi di belakangku, tampak menatap curiga ke arahku dan
makhluk yang disana. Zaimokuza sendiri tampak mulai gugup setelah ditatap oleh Yukinoshita, tapi
tidak lama kemudian dia mulai menatap ke arahku. Lalu dia menyilangkan kedua lengannya dan
tertawa dengan suara yang pelan.

Dengan gerakan yang berlebihan, dia lalu menaikkan bahunya dan menggelengkan kepalanya.

"Melihatmu saat ini yang sudah melupakan partner lamamu...Kau sangat memalukan, Hachiman."

"Dia memanggilmu partner lama..."

Yuigahama mengatakan itu dan menatapku dengan dingin, tatapan yang hendak mengatakan, "Mati
saja kau, sampah masyarakat!".

"Memang betul, aku partner lamanya. Apa kau tidak ingat? Bagaimana kita menghadapi masa-masa
sulit tersebut bersama-sama..."

"Aku dipasangkan dengannya di pelajaran olahraga. Hanya itu saja..."

Aku tidak bisa berpura-pura seperti ini terus, dan Zaimokuza mulai tampak kesal.

"Hmph. Cara mereka memasangkan orang itu, pantasnya disebut neraka. Silakan berpasangan
dengan siapapun yang kalian sukai katanya? Ku ku ku, memangnya aku mau berteman dengan para
pemilik tubuh fana!...Seperti aku yang putus asa saja harus berpasangan dengan mereka! Kalau itu
yang disebut cinta, maka aku tidak membutuhkan cinta!"

Dia lalu menatap kejauhan ke arah jendela. Pastinya, banyak sekali image dari pangeran-pangeran
tamvan diluar sana, di langit yang terbentang luas...Atau juga semua orang terlalu menyukai Fist of
The North Star terlalu dalam.

Well, karena sudah sejauh ini, kau mungkin bisa menilai seberapa dalam perilaku orang ini. Kau
mungkin bisa langsung tahu kalau pria ini adalah salah satu dari mereka.

"Apa maumu, Zaimokuza?"


"Hng, jadi kau akhirnya mau berbicara untuk mengemis-ngemis kebaikan jiwaku...Memang, akulah
Sang Ahli Pedang, Zaimokuza Yoshiteru."

Dia lalu mengibaskan mantelnya, dan membelakangi kami, dia lalu memasang ekspresi serius di
wajah chubby-nya. Sepertinya dia sudah menghayati terlalu dalam karakter Sang Ahli Pedang yang
dia ciptakan.

Hanya dengan melihatnya saja, sudah membuat kepalaku serasa pecah saja...

Mungkin, harusnya kukatakan yang sakit sedari tadi adalah hatiku. Tepatnya lagi, tatapan dari
Yukinoshita dan Yuigahama yang jauh menyakitkan dari itu.

"Hei...Memangnya yang dia sebutkan barusan itu apa sih?"

Yuigahama tampak kurang senang dengan itu...Ataukah dia tidak suka?...Lalu dia mulai menatapku.
Tapi, serius ini, mengapa kau harus menatap ke arahku?

"Dia ini Zaimokuza Yoshiteru...Kita biasa berpasangan dalam pelajaran olahraga."

Jujur saja, hanya itu saja hubungan kami, tidak lebih dari itu...Meski tidak salah kalau menyebut
kami sebagai partner yang sudah lama bersama-sama melewati berbagai kesulitan.

Sebenarnya, disuruh berpasangan dengan teman adalah hal yang menyakitkan.

Zaimokuza sudah melewati masa-masa itu, jadi dia paham bagaimana buruknya masa-masa seperti
itu.

Sejak pertama kali mengikuti pelajaran olahraga, Zaimokuza berpasangan denganku karena hanya
kami berdua saja yang ditinggal dan tidak punya pasangan, jadi pada akhirnya kami berdua terus
berpasangan dalam pelajaran olahraga. Sejujurnya, aku ingin menukar pengidap halusinasi
chuunibyou ini dengan tim lain, tapi aku tidak bisa melakukannya, jadi aku berpikir untuk menyerah
saja. Aku juga mempertimbangkan diriku untuk menjadi free agent, sayangnya, orang-orang dengan
level sepertiku ini ternyata biaya sewanya sangat mahal, jadi itu tidak bisa semudah yang
dibayangkan...Oke, baik, baik, aku berbohong tadi Zaimokuza dan diriku adalah dua orang yang
tidak memiliki teman disini.

Setelah Yukinoshita mendengarkan penjelasanku, dia melihat ke arahku dan Zaimokuza. Sepertinya
dia mendapatkan sesuatu, dan diapun mengangguk.

"Kumpulan burung-burung yang sejenis pasti akan berkelompok, benar tidak?"

Seperti biasanya, dia menyimpulkan kesimpulan yang terburuk.

"Dasar bodoh, jangan menyamakanku dengan dia...Aku tidak segila dia. Pertama-tama, aku dan dia
bukanlah teman, kampret."

"Hmph, kurasa aku setuju dengan itu. Memang, aku tidak punya satupun teman...Aku benar-benar
sendirian, hiks."

Zaimokuza mengatakan itu dengan nada yang menyedihkan dan putus asa. Hei, lihat, dia sudah
kembali normal...

"Well, kurasa itu tidak masalah. Temanmu itu kesini sepertinya ada perlu denganmu, benar tidak?"

Kata-kata Yukinoshita hampir membuatku menangis. Kata "teman" tidak pernah membuatku sesedih
ini sejak SMP...

Aku tidak pernah sesedih ini semenjak aku mendengar kata-kata Kaori-chan waktu SMP...

"Aku sebenarnya menyukai Hikigaya-kun dan kau tampaknya seperti orang yang baik, tapi
berpacaran denganmu tampaknya agak...Bisakah kita hanya berteman saja?"

Aku tidak butuh teman yang seperti itu...

"Mwahaha, aku sudah menghapus itu dari kepalaku. Ngomong-ngomong, Hachiman. Apakah ini
benar Klub Relawan?"

Zaimokuza yang sudah kembali ke dirinya, tiba-tiba tertawa dan menatap ke arahku.

Apa-apaan sih tawanya barusan? Ini pertamakalinya aku mendengar hal yang seperti itu.

"Yeah, ini adalah Klub Relawan."

Yukinoshita membantuku untuk menjawabnya. Setelah menjawabnya, Zaimokuza melihat sejenak


ke arah Yukinoshita dan kemudian langsung mengembalikan tatapannya ke arahku. Kampret, ngapain
lo lihat gue terus?

"...Be-Begitu ya? Jika benar apa yang dikatakan oleh Hiratsuka-sensei, Hachiman, maka tugasmu
adalah memenuhi permintaanku, benar tidak? Coba bayangkan, berapa ratus tahun dibutuhkan olehmu
agar bisa kembali melayani diriku...Ini pasti takdir yang ditulis oleh Hachiman, sang Bodhisatva."

"Klub Relawan bukan tempat untuk memenuhi keinginanmu...Kami hanya sedikit memberikan
bantuan."

"...Hmm. Ya sudah, Hachiman, beri aku sedikit bantuan. Fu fu fu, kalau dipikir-pikir lagi...Kita ini
sama, benar tidak? Dahulu kala, kita bersama-sama menaklukkan semua yang ada di bumi!"

"Ada apa dengan cerita Pelayan Malaikat barusan? Juga, kenapa dari tadi kau hanya melihat ke
arahku saja?"

"Ah-Ahem! Hal-hal kecil semacam itu tidak akan mengganggu kita! Aku akan membuat
pengecualian yang spesial dalam kasus kali ini!"

Zaimokuza lalu pura-pura batuk dengan gaya yang konyol, mungkin untuk menyembunyikan
kegugupannya. Kemudian, tentunya, dia melihat ke arahku lagi.
"Oh maafkan aku. Sepertinya sifat seorang pria sudah tidak lagi sama seperti jaman dahulu kala. Oh,
aku sangat merindukan jaman-jaman Muromachi dulu...Apa kau tidak merasakan hal yang sama,
Hachiman?"

"Tentu saja tidak. Dan serius ini, kau mending mati saja."

"Ku ku ku. Kau mengatakan itu seperti berpikir kalau aku akan takut dengan kematian...Itu hanya
memberiku tantangan baru tentang dunia yang harus kutaklukkan!"

Zaimokuza mengangkat lengannya tinggi-tinggi, sedang mantelnya sendiri terlihat berkibar tertiup
angin.

Dia benar-benar kebal dengan orang-orang yang memintanya mati begitu saja.

Aku sendiri sama...Kurasa ketika kau sudah terbiasa dihina dan dibully karena kau memiliki jalan
yang berbeda, kau akhirnya akan terbiasa dan kebal. Itu adalah skill yang menyedihkan...Aku bahkan
hampir saja menangis jika mengingat hal itu lagi.

"Uwahh..."

Yuigahama tampak meresponnya dengan serius. Wajahnya sendiri tampak terlihat pucat.

"Hikigaya-kun, bisakah aku berbicara sebentar denganmu...?"

Setelah mengatakan itu, Yukinoshita menarik lenganku dan berbisik di telingaku.

"Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Ada apa dengan sebutan Sang Ahli Pedang atau entah apa
itu?"

Wajah Yukinoshita yang manis itu sangat dekat denganku dan memberiku aroma yang
menyenangkan, tapi nada suaranya tidak memberikan efek godaan atau sejenisnya.

Dihadapkan dalam situasi seperti ini, kurasa aku sudah punya satu kalimat yang bisa menjawab
pertanyaannya.

"Itu adalah chuunibyou. Hanya chuunibyou."

"Choo-nee-byou?"

Yukinoshita melihat ke arahku, dan memiringkan kepalanya. Aku baru saja sadar, ternyata ketika
gadis berusaha mengeja "choo", bibir mereka terlihat manis sekali...Sebuah temuan yang aneh sekali.

Yuigahama, yang bergabung dengan obrolan kami, bertanya sesuatu.

"Apa itu semacam penyakit?"

"Itu bukanlah penyakit seperti yang kebanyakan orang pikirkan...Itu hanyalah istilah populer atau
istilah gaul."

Sederhananya, chuunibyou berarti sebuah perilaku yang sangat memalukan dan sering dialami oleh
siswa SMP.
Diantara para pengidap chuunibyou, Zaimokuza adalah contoh yang buruk, dia memang pantas
mendapatkan julukan jakigan, atau mata setan, ataupun mata ketiga.

Ada orang-orang yang mendapatkan kemampuan dan kekuatan aneh seperti manga, anime, dan
game yang mereka lihat dan bersikap seperti orang-orang yang memiliki kemampuan itu. Tentunya,
jika mereka merasa memiliki kemampuan itu, maka mereka harus membuat cerita-cerita yang tidak
masuk akal sehingga bisa menceritakan asal-usul kekuatan mereka. Karena itulah, mereka banyak
yang menyebut diri mereka semacam reinkarnasi seorang petarung legenda, orang-orang yang terpilih
oleh Tuhan, ataupun agen rahasia. Lalu mereka bisa bersandiwara sesuai cerita yang mereka yakini
itu.

Kenapa mereka melakukan hal-hal yang semacam itu?

Karena itu sangat keren sekali.

Kujamin, kalau setiap orang yang pernah menjalani masa SMP setidaknya pernah melakukan hal
berikut. Berdiri di depan cermin dan mengatakan sesuatu semacam "Selamat pagi semuanya" dan
bergaya seperti seorang pembawa acara berita. Lalu kadang juga "Kali ini kita punya lagu baru
tentang cinta sejati, dan aku sendiri yang menulis liriknya..."

Sederhananya, chuunibyou adalah perilaku yang sejenis itu, namun dalam level ekstrem.

Jadi, aku mulai menjelaskan apa chuunibyou itu dan Yukinoshita tampak puas dengan jawabanku.
Aku selalu memikirkan hal ini sejak lama, tapi aku selalu mengagumi bagaimana gadis ini sangat
cepat dalam menangkap sesuatu seperti aku menjelaskan sesuatu dan dia tiba-tiba sudah sepuluh
langkah di depanku. Dia bahkan tidak perlu penjelasan panjang lebar untuk mengerti situasinya.

"Aku tidak paham apa yang sedang terjadi..."

Kebalikan dari Yukinoshita, Yuigahama tampaknya terlihat kurang senang; dia seperti sedang "tidak
ada ide". Jujur saja, aku sendiri mungkin tidak akan paham jika ada seseorang yang menjelaskan
tentang itu sepertiku barusan...Jujur saja, memahami hal itu dengan cepat saja sudah membuat
Yukinoshita terlihat aneh.

"Hmm, jadi ini semacam menggunakan cerita latar hasil imajinasimu dan kau mulai memainkan
peranmu disana, benar?"

"Kurang lebih begitu. Dalam kasus orang di depan kita, sepertinya dia memakai cerita Ashikaga
Yoshiteru, generasi ke-13 Shogun Muromachi Bakufu. Mungkin dia memilih cerita itu karena nama
dia mirip dengan tokoh ceritanya."

"Kenapa dia menganggapmu sebagai partnernya?"

"Dia mungkin berpikir kalau nama Hachiman adalah Hachiman sang Bodhisatva, benar tidak? Seiwa
Genji saja menganggapnya sebagai Dewa Perang. Apa kau pernah dengar Kuil Tsurugaoka
Hachiman, benar tidak?"

Setelah aku menjawabnya, Yukinoshita tiba-tiba hanya terdiam. Eh ada apa? Akupun menatapnya
dengan ekspresi penasaran, dan dia hanya menatapku dengan mata yang terbuka lebar.
"Aku terkejut. Ternyata kau tahu banyak."

"...Yeah, kurasa begitu."

Sebuah kenangan yang tidak menyenangkan tiba-tiba hendak muncul, jadi aku putuskan untuk
memalingkan pandanganku. Lalu kuputuskan untuk mengganti topiknya.

"Cara Zaimokuza membawakan perannya dengan dibumbui cerita sejarah memang sangat
menjengkelkan, tapi setidaknya karakternya itu berdasarkan cerita sejarah."

Mendengar hal itu, Yukinoshita terus menatap ke arah Zaimokuza dan bertanya kepadaku dengan
ekspresi yang khawatir.

"...Apa diluar sana banyak yang jauh lebih buruk dari yang sedang terjadi di depan kita?"

"Yeah."

"Jadi, ini hanya sekedar contoh saja. Memangnya, imajinasi semacam apa yang jauh lebih buruk dari
yang ada di depan kita ini?"

"Dulu, ada tujuh Dewa di dunia ini. Ada tiga Dewa Penciptaan, Dewa Bijak Garin, Dewa Pejuang
Mythica, dan Heartia Dewa Pelindung Roh. Ada pula tiga Dewa Penghancur, Dewa Kebodohan
Ortho, Dewa Kuil Hilang Rogue, dan Dewa Kepalsuan Lailai. Dan juga ada Dewa Keabadian yang
tidak memiliki nama. Sejak dulu kala, ketujuh Dewa tersebut membawa kemakmuran dan kehancuran
ke dunia ini. Saat ini, dunia sudah melalui siklus itu sebanyak enam kali, dan kali ini Pemerintah
Jepang berusaha menghindari kehancuran ketujuh itu dengan menemukan reinkarnasi para Dewa itu.
Diantara ketujuh Dewa itu, yang terpenting adalah Dewa Keabadian yang misterius, dimana
kekuatannya masih misterius, dan aku, Hiki ...Whoa, kau benar-benar pintar dalam memberikan
pertanyaan yang menjurus, benar tidak? Hahaha, aku benar-benar terkejut, kau hampir membuatku
mengoceh tadi!"

"Tapi aku sendiri tidak sedang berusaha memancingmu..."

"Kau menjijikkan..."

"Yuigahama, hati-hatilah dalam berbicara. Kau mungkin bisa bunuh diri jika tidak hati-hati."

Yukinoshita lalu mengembuskan napasnya, dan melihat ke arahku dan Zaimokuza.

"Dengan kata lain, Hikigaya-kun ini selevel dengan yang disana. Itulah alasannya mengapa dia tahu
banyak tentang Sang Ahli Pedang atau entah apa itu."

"Tidak tidak tidak, apa yang baru saja kau katakan Nona Yukinoshita? Tentu itu tidak benar, Nona
Yukinoshita. Tentu aku punya alasan yang logis mengapa aku tahu banyak...Itu karena aku belajar
sejarah Jepang, tahu tidak? Itu karena aku juga bermain game Ambisi Nobunaga, tahu tidak?"

"Baiklah..."

Yukinoshita masih menatapku dengan ragu. Sepertinya aku akan terus menjadi tersangka sampai aku
terbukti benar-benar tidak bersalah.
Tapi aku tidak menyerah begitu saja. Aku tidak sama dengan Zaimokuza, jadi aku bisa menatap
langsung ke arah Yukinoshita dengan ekspresi penuh percaya diri. Tentunya, karena apa yang dia
katakan tidaklah benar:

Memang benar, aku tidaklah sama dengan Zaimokuza..Lagi.

Nama "Hachiman" sendiri memang tidak wajar, jadi ketika aku masih kecil dulu, aku sering berpikir
apakah mungkin kalau diriku ini adalah orang yang spesial. Aku juga menyukai anime dan manga,
jadi sangat wajar jika aku memiliki delusi semacam itu.

Setiap aku tiduran di atas futon, aku akan berpura-pura memiliki kekuatan yang tersembunyi, dan
suatu hari nanti, kekuatan itu akan bangkit. Ketika hari itu tiba, aku akan terlibat dalam pertempuran
yang menentukan nasib dunia ini. Untuk mempersiapkan kedatangan hari itu, aku menuliskan diary
roh tentang cerita sehari-hariku, dan aku bahkan menulis laporan rutin setiap tiga bulan ke
Pemerintah. Setiap orang disini pasti melakukan itu, benar tidak?...Pasti seperti itu kan...?

"...Well, bagaimana ya...? Dulu, mungkin kita bisa dikatakan sama, tapi sekarang kita benar-benar
berbeda."

"Hmm, entah kalau itu ya..."

Yukinoshita hanya tersenyum kecil ke arahku dan berjalan meninggalkanku, dia ternyata menuju ke
arah Zaimokuza.

Melihat dirinya yang berjalan menjauhiku, terlintas sebuah pikiran di kepalaku:

Benarkah saat ini aku berbeda dengan Zaimokuza?

Jawabannya "so pasti benar".

Aku sudah tidak berhalusinasi di siang bolong, dan aku tidak menulis diary roh ataupun laporan ke
Pemerintah. Satu-satunya laporan yang kutulis belakangan ini adalah "Daftar orang yang paling
kubenci". Secara otomatis, peringkat pertama dalam daftar itu adalah Yukinoshita.

Aku sudah tidak bermain Gunpla sambil membuat suara efek dengan mulutku lagi, aku juga tidak
bermain dengan jepitan jemuran lagi untuk membuat robot-robotan. Juga aku sudah tidak lagi
memakai karet gelang dan alumunium foil untuk membuat senjata. Dan aku juga sudah tidak lagi
cosplay menggunakan mantel ayahku dan syal bulu milik ibuku.

Aku berbeda dengan Zaimokuza.

Ketika aku sudah mencapai kesimpulan itu, Yukinoshita sudah berdiri di depan Zaimokuza.
Yuigahama sendiri mulai berteriak kencang.

"Yukinon, cepat kabur!"

Ugh, pria yang sangat malang...

"Kupikir aku mengerti sekarang. Kau kesini mencari pertolongan kami untuk menyembuhkan
penyakitmu, benar?"
"...Hachiman. Aku kesini untuk memohon kebijaksanaanmu untuk mengabulkan keinginanku.
Sebuah keinginan yang mengakomodasi keegoisanku."

Zaimokuza berusaha menghindari tatapan Yukinoshita dan melihat ke arahku. Dia jelas-jelas
berusaha menghindari tatapan orang pertama dan mengganti ke tatapan "kita" seketika...Sebenarnya,
orang ini bingung atau bagaimana?

Aku lalu menyadari sesuatu. Orang ini...Setiap kali Yukinoshita berbicara kepadanya, dia langsung
menoleh ke arahku.

Well, bukannya aku tidak mau bersimpati...Sebelum aku tahu seperti apa Yukinoshita, wajahku
selalu memerah setiap kali dia berbicara kepadaku. Dulu, aku tidak bisa menatap langsung ke
arahnya.

Tapi Yukinoshita tidak sensitif seperti orang-orang kebanyakan, dan dia bukanlah tipe orang yang
peduli dengan keanehan para pria yang seperti itu kepadanya.

"Akulah yang sedang berbicara denganmu saat ini. Ketika seseorang berbicara kepadamu, kau harus
berusaha untuk melihat langsung ke orang itu."

Yukinoshita mengatakan itu dengan dingin sambil menarik kerah Zaimokuza, memaksanya untuk
melihat ke arahnya secara langsung.

Memang. Yukinoshita sendiri memang tidak memiliki tata krama, tapi dia benar-benar
menjengkelkan jika berhubungan dengan tata krama yang dimiliki orang lain. Ini membuatku selalu
berusaha meyakinkan diriku sendiri apakah aku sudah menyapanya dengan benar setiapkali aku
bertemu dengannya di ruangan Klub.

Ketika Yukinoshita melepaskan kerah Zaimokuza, dia mulai pura-pura batuk. Ini bukanlah momen
yang tepat baginya untuk terus berhalusinasi.

"...M-Mwahaha...Dengan seizin Jove..."

"Juga, berhenti berbicara seperti itu lagi."

"....."

Yukinoshita membuatnya terdiam, dan Zaimokuza yang terdiam itu hanya bisa melihat ke arah
tanah.

"Kenapa kau memakai mantel di musim yang seperti ini?"

"...H-Hmph. Jubah ini, adalah salah satu equipment unikku, melindungiku dari energi iblis yang ada
di dunia ini. Setiap kali aku berenkarnasi ke dunia ini, mantel inilah yang membuatku bisa memilih
bentuk apa yang kuinginkan. Fuwahahaha!"

"Berhentilah berbicara seperti itu."

"Ah, oke..."

"Jadi, mengapa kau memakai sarung tangan yang model tanpa jari? Apakah ada tujuan tertentu? Itu
tidak akan melindungi jari-jarimu."

"...Ah, ya. Umm...Ini adalah peninggalan reinkarnasiku yang sebelumnya, dan bersama-sama
mantelku, mereka juga termasuk equipment koleksiku. Sarung tangan spesial ini bisa mengeluarkan
berlian, jadi agar aku bisa dengan mudah menggunakan kekuatannya dalam pertempuran, aku harus
membiarkan jariku terbuka seperti ini...Seperti itulah! Fuwahahaha!"

"Kau berbicara itu lagi."

"Hahaha! Hahaha...Hah..."

Zaimokuza yang awalnya tertawa angkuh, kini berubah menjadi tawa tangis. Kemudian, dia terdiam
kembali.

Mungkin Yukinoshita merasa kasihan melihat kondisi orang di depannya itu, tapi...Yukinoshita tiba-
tiba merubah ekspresinya, menjadi lebih lembut seperti biasanya.

"Dengan kata lain, kusimpulkan kalau kau ingin penyakit ini disembuhkan?"

"...Ah, ini sebenarnya bukanlah penyakit..."

Zaimokuza, yang masih tidak bisa melihat langsung ke mata Yukinoshita, menjawabnya dengan
suara yang lemah. Dia lalu hanya berani menatap ke arahku saja dengan ekspresi wajah yang putus
asa.

Dia sudah kembali ke dirinya yang biasanya.

Sepertinya, Zaimokuza tidak bisa berhalusinasi lagi ketika Yukinoshita terus menatapnya.

Ugh! Aku tidak tahan melihatnya yang seperti ini! Zaimokuza sangat kasihan sekali. Membuatku
serasa ingin mengembalikan suasananya.

Kuputuskan kalau langkah pertama adalah memisahkan Zaimokuza dan Yukinoshita, karena itulah
aku mulai melangkah untuk berdiri diantara mereka...Tapi aku merasa seperti menginjak sesuatu.

Ada kertas-kertas yang beterbangan oleh tiupan angin sebelumnya.

Ketika kuambil, aku melihat banyak sekali tulisan kanji yang sulit untuk dibaca. Kertas-kertas ini
benar-benar mencuri perhatianku.

"Ini kan..."

Kulihat dengan cermat tiap halaman kertas-kertas ini. Halaman semacam ini, empat puluh dua huruf
dan ada tiga puluh empat baris, berserakan di lantai ruangan ini. Kuambil kertas-kertas itu satu-
persatu dan mulai mengurutkannya sesuai halaman.

"Hmm, seperti dugaanku...Aku tidak perlu mengatakan sesuatu agar kau menyadarinya. Itu adalah
bukti tentang bagaimana perjuangan kita dalam menghadapi berbagai cobaan."

Zaimokuza mengatakannya dengan penuh emosi, tapi kuputuskan untuk tidak mempedulikannya.
Yuigahama lalu melihat kertas-kertas yang ada di tanganku.
"Apa itu?"

Kuberikan tumpukan kertas itu dan dia mulai membolak-balik halamannya, memeriksa isinya. Aku
hampir bisa melihat tanda tanya sedang mengambang di atas kepalanya setiap kali dia berusaha
membaca halaman tersebut, dia akhirnya menarik napas dalam-dalam dan memberikan kembali kertas
tersebut kepadaku.

"Apa ini?"

"Kalau tidak salah...Ini semacam tulisan novel."

Merespon kata-kataku, Zaimokuza lalu pura-pura batuk seperti hendak mereset topik kali ini.

"Aku berterimakasih atas pengamatanmu yang dalam itu. Memang, itu adalah manuskrip light novel.
Aku berencana untuk ikut kompetisi penulis novel, tapi karena aku tidak punya teman, maka aku tidak
punya seorangpun untuk dimintai pendapat. Jika bisa, tolong novelku dibaca."

"Entah mengapa, aku merasa ada yang menyedihkan di balik semua ini."

Kau bisa mengatakan kalau keinginan untuk menjadi penulis light novel adalah gejala normal bagi
pengidap chuunibyou. Sangat normal bagi mereka untuk membawa imajinasinya menjadi hidup. Dan
tidak aneh bagi pengidap imajinasi berlebihan itu untuk mempercayai kalau mereka mampu menjadi
penulis novel yang bagus. Tentunya, akan sangat menyenangkan jika kau bisa memperoleh uang dari
sesuatu yang kau sukai.

Jadi jika Zaimokuza ingin menjadi penulis light novel, maka itu adalah hal yang wajar.

Datang sejauh ini untuk menunjukkan hasil karyanya ke kami, dengan kata lain, ini tidaklah wajar.

"Ada beberapa situs dimana kau bisa menaruh karya-karya semacam ini dan meminta pendapat
pembacanya, jadi kenapa kau tidak mencoba itu?"

"Tidak ada gunanya, komentar mereka pedas-pedas. Kritiknya terlalu banyak. Aku mungkin saja
tewas ketika membaca kritik mereka."

...Cupu sekali.

Tapi memang, komentar-komentar dari netizen memang sering tanpa ampun dan blak-blakan.
Mereka mengatakan apa yang mereka pikirkan, dimana temanmu sendiri pasti masih akan
mempertimbangkan perasaanmu dan akan mengatakan hal-hal yang akan membuatmu semangat.

Singkatnya, jika mempertimbangkan hubungan kami dengan Zaimokuza, maka kami harusnya tidak
akan terlalu membuatnya tertekan. Akan sangat sulit mengkritik tajam seseorang ketika kau melihat
langsung kedua mata orang tersebut. Mungkin kita akan memberi komentar yang halus kepadanya.
Tapi itu dalam situasi normal, masalahnya...

"Tapi..."

Akupun menoleh ke sampingku dan mengembuskan napasku. Kedua mataku bertemu dengan kedua
mata Yukinoshita; dia menatapku dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Yukinoshita mungkin akan lebih kasar daripada netizen, tahu tidak?"

xxx

Yukinoshita, Yuigahama, dan diriku membawa pulang satu salinan manuskrip novel Zaimokuza.
Diputuskan, kalau kita akan membaca novel itu malam ini.

Kalau aku diberi kuasa untuk memberikan gambaran umum tentang light novel karya Zaimokuza ini,
mungkin aku akan menyebutnya seperti novel aksi para siswa sekolahan dengan kekuatan super.

Lokasinya berada di beberapa kota kecil di Jepang, di sebuah tempat dimana diselimuti kegelapan,
dan ada pertempuran antara organisasi rahasia dan pemilik kekuatan super yang diwariskan secara
turun-temurun. Di tengah-tengah konflik itu, ada seorang anak laki-laki yang memperoleh kekuatan
tersembunyinya dan mulai mengalah mengalahkan musuhnya satu-persatu.

Setelah aku selesai membaca novel itu, ternyata matahari tampak mulai bersinar di timur.

Hasilnya, aku tertidur di jam pelajaran sekolah. Meski begitu, setelah jam pelajaran keenam dan
pengarahan dari Wali Kelas, aku langsung menuju ke ruangan Klub.

"Hei! Tunggu, tunggu dulu!"

Ketika hendak menginjakkan kakiku ke gedung khusus, aku mendengar suara yang memanggilku,
sehingga akupun membalikkan badanku. Yuigahama ternyata sedang mengejarku; suara tas ransel
yang mengantam bahu mulai terdengar setiap dia melangkahkan kakinya.

"Hikki, kau terlihat tidak dalam kondisi yang baik. Apa ada sesuatu?"

"Ah, well, maksudku, membaca manuskrip itu dalam waktu yang lama akan merasa kelelahan...Aku
sangat kurang tidur hari ini. Tapi kenapa kau bisa terlihat baik-baik saja setelah membaca itu?"
"Eh?"

Yuigahama mengedipkan matanya beberapa kali.

"...Ah...Ka-Kau benar. Aku benar-benar kurang tidur hari ini..."

"Kau pasti tidak membaca itu di rumah ya, benar tidak...?"

Yuigahama lalu memalingkan pandangannya ke jendela dan menggumamkan lagu, seperti tidak
mendengarkan pertanyaanku barusan, tapi aku bisa melihat keringat dingin yang mulai turun di
wajahnya, dan mulai merambat ke lehernya.

Apa nantinya keringatnya akan membuat blus seragamnya transparan?

xxx

Kubuku pintu ruangan Klub dan mendapati pemandangan langka dari Yukinoshita yang sedang
tertidur di kursinya.

"Kerja bagus semalam."

Meski aku memanggilnya dengan sapaan itu, Yukinoshita masih tertidur dan menarik napasnya
dengan perlahan; dia masih tertidur pulas. Wajahnya yang tampak tersenyum kecil itu sangat jauh dari
tampilan kesehariannya, gadis yang bersikap sangat tegas, ini membuat detak jantungku semakin
kencang saja.

Pemandangan ini hampir saja membuatku ingin berdiri terus seperti ini, dan melihatnya tertidur
seperti itu selamanya. Rambut hitamnya itu, berkibar kesana-kemari; kulitnya yang putih mulus itu;
matanya yang lebar dan cantik; bibir manisnya yang berwarna pink...
Bibirnya tampak mulai bergerak.

"...Aku terkejut. Melihat sekilas wajahmu saja langsung membuatku terbangun."

Uwah...Kurasa aku baru saja terbangun juga. Dia berusaha menipuku dengan tampilannya yang
cantik, jadi aku hampir saja kehilangan kontrol. Aku akan dengan senang hati membuat gadis ini
tertidur...selamanya.

Yukinoshita lalu menguap dengan gaya yang mirip kucing dan merenggangkan tubuhnya, lalu
menaikkan kedua tangannya ke atas.

"Dari tampilanmu saat ini, sepertinya semalam terjadi pertempuran yang luar biasa, benar tidak?"

"Ya, sudah lama aku tidak begadang...Lagipula, aku belum pernah membaca sesuatu yang semacam
ini. Aku sendiri masih kesulitan untuk mengatakan suka terhadap manuskrip ini."

"Yeah. Menurutku manuskripnya tidak terlalu bagus."

"Kau tidak membacanya sama sekali. Cepat baca sekarang! Kampret."

Mendengarkan kata-kataku, Yuigahama malah mengumpat dan mengambil manuskrip dari tasnya.
Tidak ada satupun kusut ataupun lipatan dalam manuskrip miliknya; kondisinya seperti baru di print.
Kemudian Yuigahama mulai membuka-buka halamannya dengan sangat cepat.

Dia memasang ekspresi kebosanan di wajahnya...Yuigahama yang sedari tadi membaca manuskrip
itu kemudian berkata.

"Ini tidak seperti light novel kebanyakan. Kurasa banyak sekali light novel karya dari para pemula
yang jauh lebih bagus dari ini."

Aku tahu betul kalau komentar semacam itu yang sangat tidak diinginkan oleh Zaimokuza.
Yukinoshita lalu mengatakan sesuatu kepadaku.

"Apa yang biasa kau baca belakangan di ruangan Klub adalah novel-novel yang semacam ini?"
"Yeah, yang kubaca belakangan ini ceritanya sangat bagus. Kusarankan untuk mencoba terbitan
GaGa "

"Mungkin kalau aku ada waktu."

Sepertinya, trend "orang-orang yang mengatakan itu biasanya tidak akan mau membacanya" akan
diaplikasikan dengan baik disini...Lalu, kudengar suara ketukan dari pintu.

"Permisi, saya masuk ya..."

Zaimokuza lalu masuk ke dalam ruangan dan menambahkan sesuatu.

"Oke, sekarang silakan kalian utarakan komentar terhadap manuskripku."

Zaimokuza langsung duduk di kursi dan menyilangkan lengannya, bergaya seolah-olah seperti
pemilik ruangan ini. Dia seperti menebarkan aura superior semacam "Gue Emang Hebat". Ekspresi
wajahnya dipenuhi rasa percaya diri yang tinggi.

Tapi, Yukinoshita, yang duduk di seberangnya, tampak memasang ekspresi yang sebaliknya.

"Pertama-tama, aku ingin meminta maaf. Aku benar-benar tidak paham novel-novel yang semacam
ini, tapi..."

Ketika Yukinoshita mengatakan itu, Zaimokuza memasang ekspresi tenang.

"Tidak masalah. Bahkan orang selevel diriku saja masih mau mendengarkan pendapat dari rakyat
jelata. Silakan katakan pendapatmu."

"Begitu ya."

Yukinoshita hanya menjawabnya singkat dan mulai menarik napas yang dalam.

"Membaca manuskrip ini membuatku bosan. Malahan, semakin lama dibaca, hanya membuat diriku
merasa bertambah tidak nyaman. Kalau kau tanya seperti apa level bosan yang kudapatkan, akan
kujawab kalau levelnya diluar imajinasi manusia."
"Oofgh!"

Zaimokuza langsung terkapar dalam sekali serang...

Kursinya mulai goyah dan seperti hendak kehilangan keseimbangan, tapi Zaimokuza seperti berhasil
menyeimbangkan dirinya kembali dan berhasil duduk dengan stabil.

"H-Hmm...Ya sudah, sebagai masukan saja, apa kau mau memberitahuku tentang bagian mana saja
yang dirasa membosankan?"

"Pertama, tata bahasanya sangat kacau sekali. Kenapa kau banyak sekali membolak-balik urutan
katanya? Apa kau tidak tahu bagaimana caranya menggunakan partikel kata yang benar? Apa kau
tidak diajari caranya semasa SD dulu?"

"Nghhh...Aku percaya kalau gaya penulisan semacam itu adalah gaya yang mengutamakan kualitas
cerita daripada kualitas tata katanya..."

"Bukankah kau seharusnya mengatakan itu setelah bisa menulis kata-kata dengan standar Bahasa
Jepang yang benar? Juga, kau terlalu sering menggunakan furigana. Disini kau menulis kata
nouryoku, tapi di bagian yang lain kau menyebutnya chikara...Tidak ada seorangpun yang
mengatakan kalau kedua kata itu sama artinya. Misalnya lagi, kau menulis Genkou Hasen, dimana
jika diterjemahkan akan menjadi Tebasan Bayangan Merah, tapi kau di bagian lain menyebutnya
Tebasan Mimpi Buruk-Berdarah. Jadi pertanyaannya, dari mana tiba-tiba muncul kata Mimpi Buruk?

"Ufghh! O-Ooo...Kau salah! Belakangan ini, banyak light novel action-supranatural yang memakai
furigana..."

"Pernyataanmu barusan itu hanyalah opini sepihak darimu. Orang lain belum tentu berpendapat
sama. Apa kau benar-benar ingin karyamu ini dibaca oleh orang lain? Kalau benar begitu, maka kau
harusnya membuat plot ceritanya agak sedikit sulit ditebak. Aku saja sudah bisa menebak ceritanya
akan seperti apa di beberapa chapter ke depan dan jika terus membacanya, hanya membuatku merasa
kalau ceritanya tidak menarik. Dan juga kenapa heroinenya harus telanjang disini? Padahal tidak ada
hubungannya dengan cerita."

"Hnghhh! Ta-Tapi novel yang tidak ada cerita heroine yang telanjang tidak akan menjual...Jadi kau
harus menaruh hal itu di novelmu...Itu saja..."
"Juga, narasi ceritanya terlalu panjang, dan banyak sekali tulisan kanji yang tidak jelas, itu hanya
akan membuatnya sulit untuk dibaca. Tambahan lagi, tidak ada satupun plot cerita di dalam novel ini
yang jelas endingnya, semuanya menggantung. Sebelum kita berbicara tentang cara penulisan yang
benar, mungkin kau harusnya pergi keluar dan ikut bimbingan tentang bagaimana caranya berpikir
logis."

"Pnnghyahhh!"

Zaimokuza tiba-tiba menjulurkan kakinya ke depan dan berteriak. Bahunya bergetar hebat, dan dia
melihat ke arah langit-langit ruangan dengan tatapan kosong. Sikapnya yang over-reaktif seperti ini
sangat mengganggu, jadi dia harus menghentikan ini dengan segera...

"Coba kita cukupkan dulu. Mungkin akan terjadi sesuatu yang buruk jika kau mengatakan semuanya
kepadanya."

"Padahal aku masih punya banyak sekali komentar yang harus kusampaikan...Ya sudah. Kupikir
selanjutnya adalah giliran Yuigahama-san."

"Eh?! A-Aku?!"

Yuigahama tampak terkejut, dan wajah Zaimokuza mulai tampak memelas. Kedua matanya seperti
hendak menangis saja. Yuigahama mungkin melihat hal itu dan merasa kasihan, sehingga dia akan
berpikir bagaimana caranya untuk menyemangatinya. Dia mulai memikirkan sesuatu, seperti mencari-
cari kata yang tepat untuk memberinya semangat.

"U-Umm...Ka-Kau sepertinya tahu banyak sekali kata-kata yang sulit untuk dipahami oleh
pembaca."

"Uwaaaghhhh!"

"Kau langsung meng-KO dia..."

Saran-saran yang diterima novelist, kata-kata semacam itu adalah komentar yang terlarang. Coba
kau pikir...Kata-katanya barusan tadi sama saja dengan mengatakan kalau itu adalah satu-satunya hal
bagus yang keluar dari novelnya. Ini seperti berada dalam sebuah ruangan diskusi dengan sesi tanya
jawab antara pembaca dan penulis light novel, tapi yang ditanyakan bukanlah tentang light novelnya.
Ini sama dengan mengatakan kalau karyanya tidak menarik sama sekali.
"Ka-Kalau begitu...Gilirannya, Hikki."

Yuigahama tampaknya mencoba kabur ketika dia berdiri dan menawarkanku tempat duduknya yang
berada di depan Zaimokuza.

Sepertinya, dia sudah tidak tahan lagi untuk melihat Zaimokuza secara langsung, sedang Zaimokuza
sendiri ekspresinya seperti orang yang hampir terbakar habis, pucat seperti orang mati saja.

"G-gnnghh...H-Hachiman. Kau memahamiku, benar tidak? Dunia yang kuciptakan ini, ini adalah
awal dari sebuah cerita mahakarya light novel...Kau paham itu, benar tidak? Kau paham cerita yang
kutulis ini daripada dua orang bodoh yang tidak bisa menghargai karyaku ini...Benar tidak?"

Yeah...Aku sangat memahaminya.

Akupun mengangguk. Zaimokuza melihatku dengan tatapan mata yang penuh percaya diri.

Kupikir, sebagai seorang pria, aku harus memberikan komentar yang sejujurnya. Kutarik napasku
dalam-dalam dan mengatakan sesuatunya dengan perlahan.

"Jadi, kau menjiplak karya siapa kali ini?"

"Hnghh?! B-bbnggh..Gurgle..."

Zaimokuza langsung terkapar di lantai dan berguling-guling, tapi langsung berhenti ketika menabrak
tembok. Lalu dia hanya diam disana, tidak bergerak sedikitpun. Kedua matanya hanya menatap ke
langit-langit, dan diapun mulai menangis. Ini adalah ekspresi wajah dari seorang pria yang siap mati.
"...Komentarmu-lah yang sebenarnya paling kejam. Barusan itu jauh lebih kejam daripada milikku."
Yukinoshita tampaknya menyerahkan situasinya kepadaku.

"...Hei, Hikki..."

Yuigahama kemudian menyikut bahuku...Sepertinya dia ingin aku untuk melakukan sesuatu
terhadap Zaimokuza. Tapi masalahnya, apa yang harus kukatakan kepadanya...? Ketika sedang
memikirkannya, aku menyadari sesuatu, aku lupa menyebutkan sesuatu yang paling penting tentang
light novel.

"Begini, yang paling penting itu adalah ilustrasinya. Jadi kau jangan terlalu khawatir soal kualitas
tulisannya."

xxx

Zaimokuza lalu mulai mengatur napasnya, dan secara perlahan berdiri dengan kedua kakinya yang
bergetar hebat.

Dia lalu menepuk-nepuk pakaiannya untuk membersihkannya dari debu, dan melihat ke arahku.

"...Apa kau...Bersedia membaca karyaku lagi di lain waktu?"

Aku tidak percaya dengan apa yang kudengar. Akupun terdiam, tidak tahu apa maksud dari kata-
katanya itu, tapi dia mengulangi lagi...Kali ini dengan suara yang lebih jelas.

"Apa kalian semua yang ada disini mau membaca lagi karyaku di kemudian hari?"

Dia menatap ke arahku dan Yukinoshita dengan ekspresi yang berapi-api.

"Kau ini..."
"Apa kau ini semacam masokis?"

Yuigahama yang bersembunyi di belakangku, menatap Zaimokuza dengan jijik. Dia seperti berusaha
mengatakan "Dasar mesum, mati saja!". Bukan begitu, Yuigahama...Sebenarnya bukan itu.

"Apa kau masih berniat untuk menulis lagi setelah yang baru saja kau alami?"

"Tentu saja. Barusan itu jelas-jelas kritik yang pedas. Itu membuatku ingin mati saja. Sayangnya,
aku ini bukan pria populer dan tidak punya teman...Jadi lebih tepatnya, serasa membuatku ingin
melihat semua orang mati saja daripada diriku yang mati."

"Yeah, aku paham itu...Jika seseorang mengatakan komentar semacam itu kepadaku, itu membuatku
serasa ingin mati saja."

Tapi Zaimokuza mengambil kata-kata itu dengan berani, dan masih berdiri dengan tegak di hadapan
kami.

"Tapi...Tapi, kata-kata kalian itu membuatku senang. Sesuatu yang kutulis hanya untuk senang-
senang saja dan dibaca orang, dikritik oleh orang...Itu jelas bukanlah hal yang buruk. Aku tidak tahu
harus menyebut apa perasaan yang kualami saat ini...Tapi melihat karyaku dibaca orang, benar-benar
membuatku senang."

Setelah mengatakan itu, Zaimokuza tersenyum.

Itu bukanlah senyuman dari Sang Ahli Pedang...Itu adalah senyuman dari Zaimokuza Yoshiteru.

Ahh...Begitu ya.

Orang ini tidak hanya chuunibyou. Tidak, dia juga menderita penyakit demam penulis novel.

Dia ingin menulis karena dia punya sesuatu untuk diceritakan ke orang lain. Dan jika dia bisa
menyentuh hati seseorang dengan cara itu, maka dia merasa senang. Jadi dia memilih untuk menulis,
menulis, dan menulis. Bahkan jika tidak ada yang mempedulikan tulisannya, dia akan terus menulis.
Itulah yang kusebut sebagai Demam Penulis Novel.

Dan aku sendiri hanya punya satu jawaban untuk itu.


"Tentu saja, aku akan membacanya."

Aku tidak bisa menolaknya. Lagipula, ini adalah kesimpulan akhir dari chuunibyou yang dia idap.
Meski orang lain bilang dia gila, meski orang lain menggosipkannya, meski orang lain tidak
mempedulikannya, mereka tidak mau mengikuti apapun kata orang lain. Dia tidak mau menyerah, dan
dia akan terus bekerja hingga putus asa agar delusinya itu bisa menjadi kenyataan.

"Ketika manuskrip novel baruku yang lain selesai, aku akan membawanya kesini."

Zaimokuza mengatakan kata-kata itu, membelakangi kami, dan pergi menuju pintu keluar.

Pemandangan pintu ruangan Klub yang ditutup olehnya benar-benar terlihat sangat menyenangkan.

Meski dia benar-benar berbeda jalan, kekanak-kanakan, ataupun salah, kalau dia melihat ada jalan
dimana dia bisa menyampaikan pikirannya, maka dia akan melakukannya.

Jika dia mau berubah hanya karena ada orang yang tidak suka, maka itu hanyalah impian palsu dan
dia sudah membohongi dirinya sendiri. Kurasa, Zaimokuza memang lebih baik seperti ini.

...Well, kecuali sifatnya yang menjijikkan itu.

xxx

Beberapa hari telah berlalu.

Saat ini adalah jam pelajaran ke-enam. Dan pelajaran ke-enam hari ini adalah Pelajaran Olahraga.

Seperti biasanya, aku berpasangan dengan Zaimokuza. Tidak ada yang berubah darinya.
"Hachiman. Menurutmu, ilustrator light novel mana yang paling populer saat ini?"

"Jangan besar kepala dulu kau bisa memikirkan itu setelah kau memenangkan penghargaan
debut."

"Hmm...Okelah. Jadi masalah terbesarnya saat ini adalah, aku harus memulai debut dimana?"

"Serius, kenapa kau sekarang sudah berasumsi kalau dirimu pasti menang?"

"...Kalau novelku laku keras, mungkin ada yang berminat mengadaptasikannya ke anime, dan aku
bisa menikahi seiyuu-nya..."

"Oke cukup...Hentikan delusimu itu. Selesaikan dulu manuskrip-manuskrip kampretmu itu, oke?"

Obrolanku dengan Zaimokuza di setiap Pelajaran Olahraga, kurang lebih seperti itu. Topik yang
lebih terfokus ke light novel, hanyalah satu-satunya hal yang berubah belakangan ini.

Begitulah, sebenarnya isi dari obrolan kami hanyalah omong kosong saja...Yang kita bicarakan
bukanlah hal yang membuat orang bahagia, tidak seperti pasangan lain di Pelajaran Olahraga, kita
tidak pernah mengobrolkan sesuatu yang membuat kita tertawa terbahak-bahak.

Topik obrolan kita bukanlah sesuatu yang keren dan sedang trend; hanya obrolan tentang hal-hal
yang menyedihkan.

Aku sempat berpikir kalau kita hanyalah kumpulan orang idiot saja. Aku benar-benar merasa kalau
yang kulakukan dengannya hanyalah membuang-buang waktu saja.

Meski begitu...Setidaknya itu membuat Pelajaran Olahraga yang kuikuti tidak menjadi sebuah
momen yang menyakitkan.

Kurasa, hanya itulah yang kurasakan.


x Chapter V | END x
Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru
Volume 01 Bahasa Indonesia
Di translate oleh Aoi.
Zcaoi.blogspot.com

PDF oleh ユウトくん


Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru - Volume 01

Chapter 6 : Rupanya, akan ada kegiatan bersama Totsuka Saika -1

xxx

Komachi, adikku, sedang memakan roti panggang sambil membaca majalah fashion. Aku melihat
dirinya sambil meminum kopi hitamku di pagi ini.

Judul-judul yang menjengkelkan seperti "Bagaimana Cara Mendapatkan Cowok" dan


"Kekinian" sering muncul beberapa kali; secara umum, artikel-artikelnya berisi topik-topik yang idiot.
Sambil memikirkan itu, akupun meminum kembali kopi hitamku.

Apa Jepang akan baik-baik saja jika terus begini? Artikel-artikel semacam itu adalah artikel yang
paling tidak bermutu, dan adikku dengan mudahnya mengangguk begitu saja dengan isi artikelnya.

Kampret, memangnya artikel semacam itu perlu diberi anggukan?

Majalah "Surga Remaja" atau apalah itu namanya adalah majalah terpopuler bagi gadis SMP.
Majalah itu semacam majalah yang seperti ini: Majalah ini bukan sekedar bacaan biasa semakin
kau tidak membacanya, maka kau akan semakin dibully di sekolah.

"Ohhh..."

Komachi tampak kagum akan sesuatu. Remah-remah roti mulai berjatuhan di halaman majalah itu.
Apa dia hendak meniru Hansel and Gretel atau sejenisnya?

Saat ini sudah jam 7.40 pagi.

"Hei, waktunya."
Karena adikku itu sedang tenggelam dalam bacaan majalahnya, jadi aku menyikut bahunya,
berusaha memberitahunya kalau ini sudah hampir waktunya berangkat sekolah. Setelah itu, Komachi
tiba-tiba menaikkan kepalanya dan melihat ke arah jam dinding.

"Uwahh, tidak!"

Komachi meneriakkan itu, lalu menutup majalahnya dan berdiri seketika.

"Tunggu tunggu tunggu dulu, coba kau lihat dulu mulutmu itu. Ada sesuatu disana."

"Eh, benarkah? Apa mulutku ini mengalami jammed-up?"

"Memangnya mulutmu itu semacam senapan otomatis? Itu jelas bukan penggunaan kata yang tepat
untuk jammed-up."

"Oh no, oh no."

Dia lalu bergegas untuk membersihkan mulutnya dengan lengan piyamanya. Tahu tidak, kadang
adikku ini bisa bersikap sangat maskulin...

"Ngomong-ngomong, Onii-chan, kadang kau juga sering mengatakan sesuatu yang tidak jelas juga,
tahu tidak?"

"Kaulah yang sebenarnya tidak jelas, tahu tidak?"

Tapi adikku yang panik tampak tidak mendengarkan perkataanku dan mulai mengganti pakaiannya
dengan seragam. Dia melepaskan piyamanya, sehingga memperlihatkan kulit putihnya yang mulus,
bra sporty warna putih, dan celana dalam putih.

Jangan buka baju disini, kampret...

Adik perempuan adalah eksistensi yang aneh: tidak peduli seberapa manis mereka, kau tidak akan
pernah merasakan apapun. Bagiku, pakaian dalamnya seperti pakaian biasa. Dia jelas-jelas manis, tapi
pada akhirnya, yang terpikirkan olehku adalah melihat dirinya seperti melihat diriku...Ya begitulah
yang terjadi jika punya adik perempuan.
Komachi, sekarang sudah memakai seragamnya, namun karena dia sedang memakai kaos kakinya,
aku bisa melihat celana dalamnya. Aku melihat itu sambil mengambil gula dan susu.

Apa dia saat ini sedang berencana untuk membesarkan dadanya atau sejenis itu? Komachi
belakangan ini seringkali meminum susu...Ah sudahlah. Aku tidak peduli.

Tapi kalau dipikir lagi, "meminum susu yang diminum oleh adikku" terkesan tidak bermoral dan
erotis...Ah sudahlah. Aku tidak peduli.

Bukannya aku mengambil susu ini karena susu ini "bekas diminum adikku". Aku hanya ingin
menambahkannya di kopi.

Sebagai seseorang yang lahir dan besar di Chiba, seseorang yang mandi pertamanya dimandikan
Max Coffee, seseorang yang dibesarkan oleh Max Coffee daripada ASI, maka aku harus
menambahkan gula di kopiku. Malah jika ada susu kondensasi akan merubahnya menjadi lebih enak.

Tapi aku tidak masalah jika harus meminum kopi hitam.

"Hidup ini sudah pahit, jadi untuk kopi, setidaknya harus manis..."

Aku menggumamkan sesuatu yang harusnya muncul dalam iklan Max Coffee setelah aku meminum
kopi hitam manisku ini.

Barusan mantab sekali...Kalimat tadi, harusnya mereka memakainya sebagai tagline iklan.

"Onii-chan, aku siap!"

"Tapi Onii-chanmu sedang meminum kopi..."

Aku meresponnya dengan santai sambil meniru kalimat di "Kita no Kuni Kara", tapi Komachi
tampak tidak mempedulikannya dan mulai menyanyikan sesuatu.

"Gonna be laaate~ Gonna be laaate~~"


Apa dia hendak mengatakan kalau dia ingin terlambat masuk sekolah atau seharusnya tidak
terlambat? Entahlah.

Beberapa bulan yang lalu, adikku yang idiot ini bangun kesiangan. Ketika waktu menunjukkan kalau
sudah hampir jam masuk sekolah, aku memintanya untuk membonceng sepedaku dan akhirnya
akupun mengantarnya ke sekolah.

Sejak saat itu, secara perlahan, frekuensi dimana aku mengantarnya ke sekolah mulai menjadi sering.

Tidak ada yang lebih ampuh daripada air mata seorang gadis. Itu berlaku terutama ke Komachi,
dimana sayangnya dia sudah menguasai skill yang dimiliki oleh seorang adik. Dia sangat pintar
memanipulasi kakaknya. Dasar gadis brengsek...Dia bertanggungjawab dalam memberikanku
keyakinan kalau semua gadis sama sepertinya, selalu memanfaatkan laki-laki demi egonya.

"Tahu tidak, gara-gara kamu itu, aku mulai sulit percaya ke gadis-gadis. Apa yang harus kulakukan
jika aku akhirnya jomblo sampai tua?"

"Kalau itu benar-benar terjadi, maka Komachi akan melakukan sesuatu."

Komachi lalu tersenyum kepadaku.

Aku selalu menganggap adikku ini adalah anak kecil, tapi melihat adikku yang tampak dewasa ini
mulai membuat hatiku berdetak kencang.

"Komachi akan bekerja keras dan menabung, sehingga bisa menaruh Onii-chan di panti jompo."

Mungkin dia sudah dewasa...Atau juga dia hanya pura-pura dewasa.

"...Kurasa kau benar-benar adikku, huh...?"

Entah mengapa, aku hanya bisa mendesah kecil dibuatnya.

Kuminum kopiku hingga habis dan berdiri. Setelah itu, Komachi mulai mendorongku dari belakang.

"Onii-chan lemot sekali, jam segini masih belum berangkat! Komachi akan telaaaat~~!"
"Dasar bocah tengik..."

Jika dia bukan adikku, maka aku aku kepret hingga terbang entah kemana. Di rumah keluarga
Hikigaya, semuanya serba terbalik. Ayahku memanjakan adikku; dia bahkan berkata kalau akan
menghabisi pria manapun yang mendekati adikku, bahkan jika pria itu adalah kakaknya.
Mendengarnya mengatakan itu dengan serius, membuatku ketakutan. Tapi alasan utamanya, jika aku
berlaku kasar ke adikku, maka aku mungkin akan diusir dan tidak diakui sebagai keluarga Hikigaya.

Sederhananya, aku tidak hanya berada di level sampah masyarakat dalam kasta sosial, aku juga
berada di level terhina dalam kasta keluargaku.

Kami akhirnya keluar dari rumah dan mempersiapkan sepedaku. Komachi sudah bersiap di kursi
belakang dan melingkarkan lengannya di pinggangku.

"Let's go!"

"Bukannya kau harusnya sudah diajari untuk bilang thank you dahulu sebelum mengucapkan itu?"

Mengendarai sepeda secara berboncengan adalah hal yang dilarang oleh undang-undang lalu lintas,
tapi Komachi sendiri punya pikiran yang setara dengan anak kecil, jadi tolong dimaklumi ya Pak
Polisi...

Setelah aku mengatakan siap, Komachi-pun berbicara.

"Tolong hari ini jangan sampai menabrak sesuatu, oke? Soalnya Komachi sedang membonceng di
belakang Onii-chan."

"Jadi tidak apa-apa jika aku naik sepeda sendirian dan terjadi kecelakaan?"

"Bukan bukan bukan. Onii-chan, kadang matamu itu tampak seperti mata ikan mati...Aku ini
sebenarnya khawatir loh denganmu. Inilah yang biasanya orang-orang sebut sebagai cinta dari adik
perempuan, tahu tidak?"

Komachi mengatakan itu sambil menempelkan wajahnya di punggungku. Kalau dia mengatakan hal
tadi tanpa kalimat pertama, maka aku akan mengatakan kepadanya kalau dia sangat manis hari ini,
tapi saat ini dia tampak seperti seorang bajingan kecil.
Jujur saja...Aku tidak ingin menimbulkan trauma bagi anggota keluargaku yang lain.

"...Oke, aku akan hati-hati."

"Pastikan kau benar-benar super hati-hati ketika Komachi membonceng. Serius ini."

"Jadi kau ini mau memohon agar diriku memilih jalan yang agak panjang ke sekolah?"

Tapi jujur saja, aku tidak ingin mengulang kejadian terakhir kali ketika dia membonceng sepedaku.
Yang kudengar hanyalah "Ow, itu sakit sekali!", "aduh pantatku!", dan "Sekarang aku pasti sulit
untuk menikah!" di sepanjang perjalanan, jadi aku memilih jalan yang agak jauh tapi tidak
bergelombang. Kejadian yang lalu itu membuatku mendapatkan gosip yang tidak enak di tetangga
sekitar, tahu tidak...

Jadi, kita utamakan keselamatan dulu.

Dulu, pernah terjadi sebuah kecelakaan lalu lintas di hari pertamaku ke sekolah. Waktu itu aku
sangat gugup dengan adanya harapan kalau aku akan memulai kehidupan yang baru di sekolah
baruku, tapi takdirku sudah tersegel ketika aku memutuskan untuk pergi satu jam lebih awal untuk
menghadiri upacara penerimaan siswa baru.

Kalau tidak salah, waktu itu sekitar jam 7 pagi...Seorang gadis sedang mengajak anjingnya jalan-
jalan di dekat area sekolah, entah mengapa anjingnya lepas dari tali yang mengikatnya. Sayangnya,
waktu itu ada limosin yang tampak mahal sedang melaju dengan cepat. Adegannya berlalu dengan
cepat, aku mengayuh sepedaku dengan sekuat tenaga untuk menyelamatkan anjing itu.

Lalu ambulan datang menjemputku dan membawaku ke rumah sakit. Itu adalah momen dimana aku
ditakdirkan untuk menjadi penyendiri dalam kehidupan SMA-ku.

Kecelakaan itu menghancurkan sepeda baruku, dan tulang kaki kiriku retak.

Kalau aku ini pemain sepakbola, maka dunia persepakbolaan Jepang akan berdukacita di hari itu.
Untungnya, aku bukan pemain sepakbola.

Dan aku juga bersyukur karena cedera kakiku tidaklah parah.


Bahkan, fakta kalau satu-satunya yang menjengukku adalah keluargaku sendiri, tidak membuatku
senang.

Keluargaku hanya mengunjungiku setiap tiga hari sekali. Keluarga kampret, setidaknya jenguklah
aku setiap hari...

Selama dirawat di rumah sakit, adik dan orangtuaku lebih sering pergi keluar dan makan-makan.
Setiapkali adikku datang menjengukku, dia selalu bercerita bagaimana mereka pergi keluar memakan
sushi atau barbeque ala Korea, ini membuatku gemas dan ingin mencolek pipinya.

"Kalau diingat lagi, Onii-chan luar biasa loh bisa sembuh dengan cepat. Gips di kakimu itu pasti
sangat membantu. Gips adalah alat terbaik untuk menyembuhkan memar!"

"Dasar koplo, kau ini salah menyebut salep dengan gips, benar tidak? Juga, yang kualami itu tulang
retak, bukan memar."

"Tuh kan, Onii-chan tiba-tiba mengatakan sesuatu yang aneh lagi."

"Ugh! Kaulah yang tidak jelas!"

Tapi Komachi tampaknya tidak mendengarkanku; dia mengganti topiknya begitu saja seperti sesuatu
yang alami.

"Tau enggak, Onii-chan..."

"Hmm? Tau? apa itu dari Sepia karya Issei Fuu? Kau seperti berkencan dengan dirimu sendiri tadi."

"Tau enggak, Onii-chan...Sepertinya ada yang salah dengan pendengaranmu deh."

"Kaulah yang tidak bisa berbicara dengan benar disini..."

"Tau enggak, setelah kecelakaan itu, si pemilik anjing datang untuk berterimakasih."

"Aku tidak pernah tahu soal itu..."


"Waktu itu, Onii-chan sedang tidur. Juga, dia memberiku beberapa permen. Ternyata enak sekali
loh."

"Hei, aku juga tidak pernah merasa memakan permen yang enak waktu itu. Kenapa bisa kau
memakan dengan santainya dan tidak pernah memberitahuku?"

Ketika mengatakan itu, akupun melihat ke belakangku, kulihat Komachi sedang memasang ekspresi
"tehehe" dan tersenyum. Bocah ini benar-benar menjengkelkan...

"Tapi tahu tidak...Gadis itu bilang kalau dia satu sekolah denganmu, jadi Onii-chan pernah bertemu
dengannya tidak? Kata dia, dia akan berterima kasih langsung kepadamu di sekolah."

Secara spontan, aku menekan rem sepeda.

"Auu!"

Aku mendengarkan teriakan yang berasal dari belakangku, dan wajah Komachi tiba-tiba muncul dari
belakangku.

"Ada apa?"

"...Kau ini...Kenapa kau tidak bilang kepadaku dari dulu? Apa kau tanya siapa namanya atau sejenis
itu?"

"Eh?...Maksudmu gadis pemberi permennya?"

"Memangnya sekarang Festival Bon atau sejenisnya? Jangan menyebut orang seperti "manusia
daging". Jadi, siapa namanya?"

"Hmm, aku lupa...Ahh, kita sudah sampai di sekolahku. Komachi duluan ya!"

Setelah mengatakan itu, Komachi keluar dari sepeda dan bergegas menuju ke gerbang sekolah.

"Dasar bocah tengik..."


Aku menatap punggung adikku dari kejauhan, tapi sebelum dia masuk ke gerbang sekolah, Komachi
membalikkan badannya dan menundukkan kepalanya.

"Komachi pergi dulu, Onii-chan! Terimakasih atas tumpangannya!"

Melihatnya melambaikan tangannya dan tersenyum kepadaku, membuatku merasa kalau dia benar-
benar manis. Akupun melambai balik, tapi yang kudapatkan adalah nasehat darinya.

"Tolong hati-hati di jalan, terutama dengan mobil!"

Akupun mengembuskan napasku dan mulai membalikkan arah sepedaku, menuju ke arah SMA-ku...

...Menuju ke SMA dimana si pemilik anjing tersebut juga bersekolah.

Bukannya aku sudah punya sebuah rencana besar jika aku bertemu dengannya. Aku hanya sedikit
penasaran.

Satu tahun sudah berlalu sejak insiden itu, jadi aku berpikir kalau gadis tersebut benar-benar tidak
peduli tentang janjinya untuk bertemu denganku...Well, kurasa itu wajar saja. Yang kulakukan
hanyalah menumbalkan retak tulang di kakiku demi keselamatan anjingnya. Kurasa datang ke rumah
tempo hari dan memberikan bingkisan sudah lebih dari cukup.

Tatapanku kemudian beralih ke keranjang sepeda, dimana ada sebuah tas sekolah berwarna hitam
dimana tas tersebut bukanlah milikku.

"...Dasar idiot."

Ketika aku membalikkan kembali arah sepedaku, aku melihat Komachi berlari ke arahku dengan
wajah yang dipenuhi air mata.

x Chapter VI Part 1 | END x


Chapter 6 : Rupanya, akan ada kegiatan bersama Totsuka Saika -2

xxx

Setiap memasuki bulan yang berbeda, maka itu artinya akan ada aktivitas yang berbeda di Pelajaran
Olahraga.

Di sekolahku, Pelajaran Olahraga digabung dengan tiga kelas yang lain, dan 60 anak laki-laki yang
ikut Pelajaran Olahraga itu akan dibagi menjadi dua aktivitas yang berbeda.

Bulan lalu, kami harus memilih antara Bola Voli atau Atletik. Bulan ini, kami harus memilih antara
Tenis atau Sepakbola.

Biasanya, karena Zaimokuza dan diriku adalah fantasista, maka kami adalah pemain Sepakbola yang
brilian, sayangnya kami ini hanya jago dalam skill individu saja. Karena itulah, kami merasa kalau
kehadiran kami di tim Sepakbola akan terasa kurang produktif, jadi kami memutuskan untuk memilih
Tenis. Dan sebenarnya...Aku ini adalah pria yang meninggalkan Sepakbola untuk selamanya karena
cedera di kaki kiriku. Bukannya aku sejak awal ada minat dengan sepakbola...

Kampretnya, sepertinya terlalu banyak orang yang ingin bermain Tenis tahun ini. Setelah hom-pim-
pa yang berhasil kumenangkan dengan susah payah, akhirnya aku bisa survive di bagian Tenis
sedangkan Zaimokuza dibuang ke bagian Sepakbola.

"Hmph, Hachiman...Sangat disayangkan pada akhirnya aku tidak bisa mempertontonkankan Teknik
Sepakan Bola Melengkung Ajaib milikku. Tanpamu...Dengan siapa nantinya aku akan berpasangan
untuk melatih umpan bola-bola?"

Itu membuatku merasa bersimpati dengannya: Zaimokuza sudah berubah dari sikapnya yang
biasanya penuh percaya diri menjadi sikap yang putus asa.

Memangnya siapa yang mau berpasangan denganmu? Itu juga berlaku kepadaku.
Akhirnya, aktivitas Tenis dimulai.

Aku sudah melakukan pemanasan sambil mendengarkan instruksi tentang permainan Tenis dari
Guru Olahraga kami, Pak Atsugi.

"Oke, semuanya coba latihan memukul sekarang! Berpasangan, tiap anak berada di sisi net yang
berbeda!"

Setelah Pak Atsugi mengatakan itu, semua orang berpencar dan membentuk grup-grup kecil. Mereka
lalu berada di sisi net yang berbeda.

Kampret, kenapa mereka cepat sekali mencari pasangannya? Mereka bahkan tidak perlu menoleh
untuk mencari pasangan! Apa mereka sudah sangat ahli dalam umpan tanpa melirik atau sejenisnya?

Radar penyendiriku tampak aktif, melihat sebuah peluang dimana seorang penyendiri bisa beraksi.

Percaya atau tidak: Aku sudah menciptakan trik khusus untuk momen yang seperti ini.

"Umm, Pak, saya merasa kurang enak badan saat ini, bisa tidak saya berlatih sendirian dengan
memakai tembok? Saya tidak ingin merepotkan siswa lain."

Setelah mengatakan itu, tanpa menunggu jawaban Pak Atsugi, aku langsung berjalan menuju tembok
dan mulai memukul bola ke arah tersebut. Pak Atsugi mungkin merasa kalau dia sudah melewatkan
momen yang terbaik untuk menjawab permintaanku tadi, jadi dia merasa tidak perlu memperpanjang
masalah tersebut.

Ini sungguh sempurna...

Pernyataan semacam "sedang tidak enak badan" dan "tidak ingin merepotkan orang lain" memiliki
efek yang sinergis, dan memakai kedua kalimat itu bisa memberikan kesan kalau aku sebenarnya
sudah berusaha sebaik mungkin.

Ini semacam itu : Kata-kata ampuh yang kutemukan setelah menjalani banyak sekali jam pelajaran
olahraga dimana aku diminta untuk "berpasangan dengan siapapun sesuka kalian".

Mungkin aku harusnya mengajari Zaimokuza soal ini...Aku yakin dia akan menangis haru
mendengar saranku itu.
Kukejar arah bola itu dan memukulnya lagi ke arah tembok, mengulang hal tersebut beberapa kali.
Waktu berlalu begitu saja ketika aku melakukan aktivitas monoton tersebut.

Aku mendengar teriakan di sekitarku yang menandakan kalau para pria sedang bertukar pukulan
Tenis di lapangan.

"Uryahhh! Ohh?! Barusan itu pukulan yang bagus, benar tidak?! Benar-benar luar biasa, benar
tidak?!"

"Barusan itu keren! Mustahil ada orang yang bisa memukul seperti itu! Luar biasa!"

Teriakan mereka seperti memberitahu orang-orang di sekitarnya kalau mereka sedang bersenang-
senang.

Banyak bacot lu Kampret, mati aja lo!

Itulah yang kupikirkan. Ketika aku membalikkan badanku, aku melihat Hayama.

Pasangan Hayama atau, lebih tepatnya, dia sedang berada di grup yang berisi empat
orang terdiri dari dia, pria berambut pirang yang sering terlihat bersamanya di kelas, dan dua pria
lagi yang tidak kukenal. Mungkin mereka berasal dari kelas C atau kelas I atau entah apa itu...Mereka
tampak berlatih dengan gaya yang lebih keren dari grup yang lain.

"Woahh!"

Pria pirang itu gagal mengembalikan bola yang Hayama pukul dan berteriak. Orang-orang yang
disekitar mereka mulai menoleh ke arah mereka, seperti mencari tahu tentang apa yang sedang terjadi.

"Hayama-kun, pukulan barusan itu levelnya jauh berbeda! Apa barusan bolanya melengkung?
Melengkung kan, benar tidak?!"

"Ahh, kurasa aku tadi memukulnya terlalu sembrono...Maaf ya, tadi memang salahku."

Hayama menaikkan tangannya untuk meminta maaf, tapi kata-katanya itu serasa ditelan oleh reaksi
pria pirang yang berlebihan itu.
"Serius ini?! Pukulanmu bisa melengkung seperti itu?! Hayama benar-benar jago, amfun dah! Jago
banget!"

"Haha, benarkah?"

Hayama menimpali, dan tertawa dengan lepas. Di saat yang bersamaan, sepasang tim Tenis lainnya
yang berada di dekat Hayama juga berbicara.

"Kalau tidak salah, Hayama-kun juga bagus di Tenis, benar tidak? Pukulanmu barusan itu...Bisa ajari
aku tidak?"

Pria yang baru saja mengatakan itu adalah anak laki-laki yang rambutnya berwarna coklat dan
tampangnya seperti orang plin-plan. Mungkin, dia juga sekelas denganku. Aku tidak tahu siapa
namanya, jadi kemungkinan besar dia adalah orang yang tidak penting.

Dalam sekejap saja, kuartet grup Hayama kini menjadi sextet. Sekarang, mereka menjadi sebuah
gerombolan di Pelajaran Olahraga...Ngomong-ngomong, kata sextet barusan terdengar seperti
sexaroid, benar tidak? Yeah, yeah, nakal sekali...

Begitulah akhirnya Kelas Tenis ini menjadi Kerajaan Hayama. Membuatmu merasa seperti tidak
seharusnya berada di kelas jika tidak menjadi bagian dari grup mereka. Biasanya, siapapun yang
berada di luar grup tersebut hanya bisa melihat dengan diam saja. Selamat tinggal kebebasan
mengatakan pendapat...

Kegaduhan dari grup Hayama ini memberikan kesan yang kuat, tapi Hayama sendiri bukanlah
sumber dari suara gaduh tersebut lebih tepatnya, orang-orang di sekitar Hayama-lah pelakunya.
Lebih spesifik lagi, laki-laki berambut pirang tersebut, yang secara sukarela menjadi Penasehat
Kerajaan Hayama, adalah orang yang paling berisik.

"PUKULAN MANTAB!"

Lihat kan? Dia benar-benar berisik.

Bola yang dipukul pria pirang itu tidak tepat sasaran sama sekali, malahan melebar jauh menuju luar
lapangan, menuju salah satu sudut yang suram di Lapangan Tenis ini. Sederhananya, bolanya terbang
ke arahku.

"Ah, maaf, salah gue! U-Umm...Hi...? Hikitani-kun? Hikitani-kun, bisakah kau ambilkan bolanya?"

Kampret, siapa sih orang yang bernama Hikitani?

Tapi aku sendiri tidak berminat untuk menanyakan itu, jadi kuambil saja bola yang menggelinding
ke arahku itu dan melemparnya kembali.

"Terima kasih ya."

Hayama tersenyum ramah ke arahku dan melambaikan tangannya.

Akupun mengangguk saja untuk merespon sikapnya itu.


...Anjriiiit, ngapain barusan gue mengangguk?

Tampaknya, aku secara otomatis berpikir kalau level Hayama berada di atasku...Bahkan jika
memikirkan adegan tadi dengan standarku, barusan itu terlihat terlalu patuh. Saking patuhnya,
membuatku berpikir seolah-olah aku ini sudah kalah dengannya...

Kubuang perasaan suram barusan dan mulai lagi kegiatanku untuk memukul bola ke tembok.

Tembok yang rata dan mulus ini adalah hal yang sangat penting dalam perjalanan masa muda
seseorang.

...Ngomong-ngomong, kenapa tembok rata ini sering dipakai sebagai istilah dada kecil?

Dengan memakai teori yang berbeda, tembok rata ini seperti roh Tanuki, dan tembok itu sendiri
adalah Tanuki yang sedang mempertontonkan kemaluannya. Jadi tembok semacam apa itu?
Temboknya jika disentuh, akan terasa lembut sekali...Dengan kata lain, cukup paradoks, ketika kau
menyindir seorang gadis dengan mengatakan dadanya seperti tembok rata, bukankah dengan kata lain
kau sedang mengatakan kalau dadanya itu sangat lembut? QED, terbukti dengan logis. Teori
Kampret.

Meski begitu, aku yakin kalau Hayama tidak akan pernah menyimpulkan hal yang seperti itu. Teori
yang luar biasa barusan hanya bisa dihasilkan oleh pemikiranku yang langka.

Okelah, anggap saja pertandingan Tenis-ku dengan tembok kali ini berakhir imbang...Yup, kurasa
begitu.

x Chapter VI Part 2 | END x


Chapter 6 : Rupanya, akan ada kegiatan bersama Totsuka Saika -3

xxx

Ini terjadi ketika jam makan siang.

Aku sedang makan siang di tempat yang biasanya. Markasku itu berada di lantai pertama Gedung
Khusus, dekat UKS dan di seberang kantin. Kalau kau masih bingung juga, bisa kukatakan kalau ini
adalah tempat terbaik dimana kau bisa melihat jelas seluruh lapangan tenis.

Aku bersantai sambil memakan hot dog, onigiri tuna, dan roll neapolitan yang kubeli di kantin.

Sungguh suasana yang sangat damai.

Sementara itu, terdengar suara yang berirama dimana itu seperti dengan sengaja memunculkan rasa
kantukku.

Para siswi yang mengikuti kegiatan Klub Tenis, pada saat jam makan siang memiliki latihan
tersendiri, dan sekarang mereka berlatih melawan dinding; mereka memukul bola dengan
semangatnya dan mengejar bola yang memantul itu, begitulah seterusnya.

Aku terus mengikuti gerakan mereka dengan kedua mataku sambil menikmati makan siang. Ketika
jam makan siang akan segera berakhir, angin berembus saat aku meminum sebungkus lemon tea.

Arah embusan angin kali ini berubah lagi.

Arah embusannya memang berubah-ubah setiap harinya, tapi karena sekolahku berada di dekat laut,
arah embusan angin biasanya berubah ketika masuk jam makan siang. Ini seperti hendak mengatakan
kalau embusan angin di pagi hari itu kini berbalik kembali menuju laut.
Menghabiskan waktu sendirian seperti ini, merasakan bagaimana angin menyentuh kulitku, bukanlah
hal yang buruk.

“Huh? Hikki?”

Embusan angin tersebut membawa suara yang familiar ke telingaku. Ketika kulihat asal suara itu,
aku melihat Yuigahama sedang berdiri, memegangi roknya agar tidak berkibar karena tertiup angin.

“Apa yang kau lakukan disini?”

“Aku biasa makan siang disini.”

“Hmm, benarkah? Kenapa begitu? Bukankah akan lebih baik jika makan di kelas?”

“...”

Yuigahama tampak keheranan, sedang aku sendiri hanya meresponnya dengan sebuah kesunyian.
Serius ini, jika aku bisa melakukan itu, terus ngapain gue makan disini? Pake otak dikitlah, kampret.

Mari kita ubah subjeknya dulu.

“Tapi bagaimana denganmu, kenapa kau ada disini?”

“Oh iya! Jujur saja, aku kalah hom-pim-pa dengan Yukinon, jadi...Kurasa aku sedang menjalani
hukumannya?”

“Jadi hukumannya adalah berbicara denganku...?”

Menyedihkan sekali...Membuatku serasa ingin mati saja.

“Bu-Bukan itu! Yang kalah harus membeli jus! Itu saja!”

Yuigahama lalu mengibas-ngibaskan tangannya, berusaha menyangkal pernyataanku barusan.


Untunglah; padahal aku benar-benar sudah siap untuk mati...
Yuigahama lalu menepuk-nepuk dadanya seperti lega akan sesuatu, lalu dia duduk di sebelahku.

“Yukinon awalnya tidak mau. Aku bisa menyediakan sendiri makananku. Memangnya ada alasan
yang kuat mengapa aku harus memenangkan pertandingan yang tidak jelas seperti ini? Begitulah
katanya.”

Entah mengapa, Yuigahama sedang berusaha meniru gaya bicara Yukinoshita. Dia jelas-jelas gagal
dalam menirunya.

“Well, respon yang seperti itu memang mirip dia.”

“Yeah, tapi ketika aku berkata Jadi kau tidak yakin bisa memenangkannya? Lalu tiba-tiba dia setuju
untuk bermain.”

“...Well, dia memang begitu.”

Gadis itu selama ini selalu lekat dengan image keren, tapi kalau berurusan dengan yang namanya
kompetisi, dia benar-benar tidak suka kalah. Dulu, dia tiba-tiba langsung setuju setelah Hiratsuka-
sensei menantangnya.

“Kemudian, ketika Yukinon menang, dia sedikit menaikkan kepalan tangannya ke atas...Dia manis
sekali loh...”

Yuigahama tampak bahagia ketika mengatakannya.

“Kupikir, itu pertamakalinya aku merasa kalau permainan hukuman itu adalah game yang
menyenangkan.”

“Memangnya kau sering melakukan itu?”

Ketika kutanya, Yuigahama menganggukkan kepalanya.

“Yeah, beberapa kali...”


Mendengarkan itu, membuatku teringat akan sesuatu. Ketika jam makan siang akan berakhir, akan
selalu ada suara-suara berisik yang berasal dari para idiot yang bercerita tentang permainan hom-pim-
pa...

“Tch, kurasa kalian terlihat seperti member-member klub elit yang sedang bermain sesuatu.”

“Apaan sich dengan responmu yang menjengkelkan itu? Memangnya kau tidak suka dengan hal-hal
yang semacam itu?”

“Tentu sajalah. Aku benci berkumpul dan becanda di dalamnya...Ah, tapi aku memang tidak suka
kumpul-kumpul semacam itu karena aku tidak diajak!”

“Alasanmu tidak hanya menyedihkan saja, tapi situasimu juga menyedihkan!”

Banyak bacot. Pergi sana...

Yuigahama tampak tersenyum sambil memegangi rambutnya, agar tidak tertiup angin. Ekspresi yang
semacam itu tampak berbeda dari ekspresinya yang biasa dia perlihatkan ketika bersama Miura dan
yang lainnya di kelas...

Ahh, begitu ya. Kalau harus menebak, aku akan bilang karena dia tidak memakai make-up.
Wajahnya tampak lebih natural. Dia mungkin memutuskan untuk berubah, tapi, maksudku, bukannya
aku ini punya hobi untuk sering-sering menatap wajah para gadis...Ah sudahlah.

Tapi meski sedikit, setidaknya itu bukti kalau dia telah berubah.

Mungkin tidak hanya karena make-up yang lebih sedikit...Ketika Yuigahama tersenyum, kedua
matanya tampak tanpa beban dan wajah gadisnya itu tampak lebih bersinar.

“Tapi serius, kupikir Hikki juga punya grup. Ketika kita berada di ruangan Klub, kau selalu tampak
menikmati obrolanmu dengan Yukinon. A-Aku selalu merasa kalau aku tidak akan bisa bergabung
dalam pembicaraanmu dengannya...”

Yuigahama mengatakan itu sambil memegangi lututnya dan mengubur wajahnya dalam-dalam. Dia
lalu melirik ke arahku.
“Tahu tidak, aku juga ingin bergabung dengan obrolannya...A-Aku bukannya punya maksud-maksud
yang aneh ya, oke?! Ma-Maksudku itu ya berbicara dengan melibatkan Yukinon juga, oke?! Kau
paham tidak?!”

“Terserah kamulah...Aku bukan orang yang bisa dengan mudahnya salah paham tentangmu.”

“Apa maksudmu?”

Yuigahama menaikkan kepalanya, memasang ekspresi kesal.

“Ah, tunggu dulu, tunggu, tenanglah!” aku mencoba menenangkannya, lalu menambahkan.

“Well, Yukinoshita itu kasus yang berbeda. Dia adalah force majeure.”

“Apa maksudmu?”

“Hmm? Ahh, force majeure itu artinya sebuah eksistensi atau situasi yang mustahil untuk ditangani
oleh manusia dengan kemampuan yang biasa-biasa saja...Maaf ya kalau aku memakai kata-kata yang
sulit.”

“Bukan begitu! Aku tahulah artinya, ugh! Tahu tidak, kau ini sering meremehkanku! Aku ini masuk
SMA Sobu juga lewat ujian resmi loh, sama sepertimu!”

Yuigahama lalu menebas leherku dengan jari-jarinya. Sangat telak sekali, tepat di kerongkonganku,
membuatku terbatuk-batuk. Kemudian Yuigahama menatap ke arah kejauhan sambil menanyakanku
sesuatu dengan nada yang serius.

“...Hei, ngomong-ngomong soal ujian masuk SMA...Kau ingat tidak waktu pertamakali masuk SMA
dulu?”

“Uhuk uhuk uhuk!...Huh? Ahh, maksudku, entahlah soal itu – aku mengalami kecelakaan lalu lintas
pada hari itu.”

“Kecelakaan...”
“Yeah. Waktu hari pertama masuk SMA, aku sedang asyik mengayuh sepedaku ketika ada pemilik
anjing yang idiot membiarkan tali pengikat anjingnya lepas. Anjing tersebut hampir tertabrak mobil,
jadi kulindungi anjing itu dengan tubuhku...Dengan kata lain, hari itu aku sedang melakukan sesuatu
yang luar biasa dan terlihat heroik.”

Kupikir, aku baru saja melebih-lebihkan ceritanya, tapi persetan dengan itu, toh tidak ada yang tahu
cerita yang sebenarnya...Jikapun ada yang tahu soal itu, maka orang itu pasti merasa bersimpati
daripada mengkomentarinya. Jadi dalam situasi yang seperti ini, pilihan terbaiknya adalah membuat
diriku seolah-olah melakukan hal yang hebat.

Tapi ketika dia mendengar hal itu, wajah Yuigahama tampak tegang.

“Bo-Bodoh, huh...Jadi, Hikki tidak ingat sama sekali siapa pemilik anjingnya?”

“Maksudku, meski aku berniat untuk melihat siapa pemiliknya, aku tidak bisa karena aku sendiri
sedang kesakitan. Well, aku sendiri tidak dalam kondisi yang fokus untuk mengingat sesuatunya, jadi
kurasa pemiliknya itu berwajah standar, semacam itu.”

“Berwajah standar...Ku-kurasa waktu itu aku memang tidak memakai make-up...Ah rambutku juga
masih belum diwarnai, dan aku juga memakai piyama yang aneh atau sejenisnya...Ah, piyamanya
ada gambar beruang kecil disana, jadi mungkin aku memang terlihat seperti seorang idiot...”

Suaranya terdengar sangat lemah sehingga aku tidak begitu jelas mendengarnya – yang kulihat
hanyalah bibirnya yang bergetar seperti menggumamkan sesuatu sambil melihat ke arah lantai. Apa
lututnya cedera atau sejenisnya?

“Ada apa?”

“Tidak ada apa-apa...Ngomong-ngomong! Hikki tidak ingat siapa gadis pemilik anjing tersebut,
benar tidak?!”

“Yeah, seperti kataku tadi, aku tidak ingat jelas...Tunggu dulu, apa aku barusan mengatakan kalau
pemiliknya seorang gadis?”

“Huh?! Y-Ya, kau mengatakannya tadi! Kau jelas-jelas mengatakannya! Malahan, yang kau ocehkan
sedari tadi hanyalah gadis itu, gadis ini, gadis yang beginilah!”

“Serius, apa aku tadi terlihat seperti orang yang menjijikkan...?”


Ketika aku mengatakan itu, Yuigahama hanya tertawa aneh dan tersenyum, lalu dia melihat ke arah
lapangan tenis. Merespon sikapnya, akupun menatap ke arah yang sama.

Kurasa ini sudah saatnya bagi para gadis Klub Tenis untuk menyelesaikan latihan mereka; mereka
sedang menyeka keringat mereka sambil berjalan menuju gedung sekolah.

“Hei! Sai-chaaan~~!”

Yuigahama melambaikan tangannya dan memanggil seseorang. Sepertinya, ada seseorang di


rombongan Klub Tenis itu yang dia kenal.

Gadis tersebut memperhatikan Yuigahama dan bergegas ke arah kami.


“Hei. Apa baru saja latihan?”
“Yeah, tim kami cukup lemah saat ini, jadi kami harus berlatih di jam istirahat siang...Kami sejak
dulu memang sudah meminta ijin ke pihak sekolah untuk menggunakan lapangan ketika jam makan
siang, dan akhirnya mereka mengijinkannya. Apa yang Yuigahama-san dan Hikigaya-kun lakukan
disini?”

“Ahh, tidak ada sih...”

Yuigahama mengatakan itu dan melihat ke arahku, seperti meminta bantuan untuk
mengkonfirmasinya. Well, sebenarnya aku sedang makan siang, dan dia sendiri sedang ada urusan ke
kantin, benar tidak? Apa dia ini punya aura yang bisa menarik burung-burung untuk berkumpul di
dekatnya atau sejenisnya...

“Begitu ya.” Gadis itu, Sai-chan atau entah siapa, tersenyum ke arah kami.

“Sai-chan, kau kan sudah bermain tenis di Pelajaran Olahraga, dan sekarang jam makan siang juga
berlatih tenis...Itu pasti berat sekali.”

“Yeah, tapi aku juga menyukainya, jadi tidak masalah...Ah, juga, Hikigaya-kun, apa kau bisa
bermain tenis?”

Aku terkejut, gadis ini mengganti topiknya dengan namaku, tentunya itu membuatku hanya bisa
terdiam. Ini pertamakalinya aku mendengar hal itu. Juga, siapa sih gadis ini? Darimana dia bisa tahu
namaku?

“Oh ya...?”

Aku sebenarnya hendak menanyakan gadis itu tentang beberapa hal, tapi sebelum aku mengatakan
sesuatu, Yuigahama langsung memotong dan menunjukkan kekagumannya.

“Benarkah dia bisa bermain tenis dengan baik?”

“Yeah, dia punya cara bermain yang bagus.”

“Ahh, kau membuatku malu saja, ha ha ha...”

Lalu aku berbisik ke Yuigahama.


“Siapa orang ini?”

Kupelankan kata-kataku barusan sehingga hanya Yuigahama saja yang bisa mendengarkanku, tapi
Yuigahama langsung membuyarkan usahaku itu.

“Hwahhh?! Kau ini sekelas dengannya! Kau bahkan ikut Pelajaran Olahraga yang sama dengannya!
Kenapa kau tidak tahu?! Sulit untuk dipercaya!”

“Dasar idiot, tentu saja aku tahu! Hanya saja aku lupa!...Juga kuberitahu ya, laki-laki dan perempuan
kelas olahraganya dipisah!”

Aku sebenarnya sudah cukup berbaik hati dengan Yuigahama, tapi dia malah menghancurkan
seluruh usahaku...Sekarang semua orang di dunia ini tahu kalau aku tidak tahu nama gadis ini. Dan
gadis ini mungkin saja sekarang kesal denganku.

Ketika memikirkan itu, akupun menatap Sai-chan dan melihat kedua matanya seperti hendak
menangis saja...Kampret, ini gawat sekali. Kalau kita membandingkannya dengan anjing, maka dia
terlihat seperti Chihuahua, dan kalau di dunia kucing, dia mirip munchkin...Seperti itulah ekspresi
wajahnya yang manis dan sedih.

“A-Ahaha. Kurasa kau benar-benar tidak mengingat namaku...Aku Totsuka Saika. Kita sekelas loh.”

“A-ah, maaf ya. Kita semua baru saja berganti kelas karena naik kelas, jadi ini agak susah bagiku
untuk mengingat semua orang...Haha.”

“Kita juga sekelas waktu kelas 1 dulu...Ehehe, mungkin aku sendiri memang tidak punya aura
kehadiran yang kuat ya...”

“Nah, bukan itu...Oh, aku tahu! Itu pasti karena aku sendiri jarang berkumpul dengan para gadis di
kelasku! Tahu lah, aku sendiri tidak begitu tahu nama-nama gadis di sekolah ini!”

“Jangan aneh-aneh, coba ingat lagi!”

Yuigahama memukul kepalaku dari belakang, tapi itu malah membuat Totsuka memasang wajah
yang kecut.
“Kau ternyata berteman akrab dengan Yuigahama-san...”

“E-ehh?! Ki-kita ini bukan teman! Kalaupun ada hubungan, maka hubungan itu adalah aku ingin
membunuh orang ini! Kubunuh Hikki lalu aku akan bunuh diri juga...Semacam itu!”

“Yeah, semacam itu!...Juga, kampret barusan itu menakutkan sekali! Sungguh menakutkan! Apa itu
semacam adegan bunuh diri karena masalah asmara?! Aku tidak ingin itu terjadi!”

“Huh?! Ka-Kau ini benar-benar idiot?! Aku tidak bermaksud seperti itu!”

“Kalian berdua benar-benar akrab ya...”

Totsuka mengatakannya dengan nada yang sedih, dan kali ini dia menatap ke arahku.

“Ngomong-ngomong, aku ini sebenarnya laki-laki...Apa tampilanku ini terlihat seperti perempuan?”

“Eh?”

Otak dan tubuhku serasa berhenti. Aku lalu melihat ke arah Yuigahama.

Ini pasti bohong, benar tidak?

Kutanya itu kepadanya melalui tatapan mataku. Tapi Yuigahama yang mungkin masih marah,
dimana wajahnya tampak memerah, baru saja mengangguk ke arahku.

Tunggu dulu...Serius nih? Ini pasti ada yang salah. Pasti ini semacam prank atau sejenisnya.

Totsuka melihat ekspresiku yang ragu itu dan wajahnya memerah. Kepalanya sedikit menunduk, dan
dia menatapku secara perlahan.

Tangan Totsuka secara perlahan mulai menyentuh celananya. Gerakannya itu saja sudah cukup
untuk membuatku terpana.

“...Aku bisa menunjukkan buktinya kepadamu kalau kau mau.”


Aku merasakan sesuatu di dalam nuraniku yang sedang bergejolak.

Satu iblis kecil Hachiman tiba-tiba muncul di bahu kananku. “Ohh, itu bagus sekali, kau harusnya
iyakan saja dan lihat buktinya – kau mungkin bisa beruntung, tahu tidak?”

Well, itu benar, ini memang kesempatan yang langka.

“Tunggu dulu, Nak!” Ahh, kini malaikat Hachiman muncul. “Mumpung, sekalian minta lepas
bagian atasnya juga?”

Kampret...malaikat-malaikat macam apa ini?

Pada akhirnya, yang kudengarkan hanyalah logikaku.

Ya, ini adalah karakter yang tampilannya seperti perempuan. Tampilannya yang seperti itulah yang
membuat jenis kelaminnya masih dipertanyakan! Jadi, dengan tercapainya kesimpulan yang logis itu,
aku menenangkan diriku dan mendinginkan kepalaku.

“Begini...Aku minta maaf. Aku benar-benar tidak tahu, tapi jika kau merasa tidak nyaman, tolong
maafkan aku.”

Ketika Totsuka mendengarkan kata-kataku, dia lalu menyeka air matanya itu dan tersenyum
kepadaku.

“Nah, tidak apa-apa.”

“Tapi Totsuka...Aku terkejut kau tahu namaku.”

“Eh, ahh...Well, Hikigaya-kun kan populer di kelas.”

“Eh serius? Tapi wajahnya standar gitu...Pasti butuh usaha yang luar biasa untuk bisa menyadari
kalau ada pria seperti dirinya di kelas.”
“Kampret, tentu sajalah aku populer! Aku ini bersinar terang seperti kumpulan bintang di langit
malam!”

“Kenapa begitu?”

Wow, dia mengatakan itu tanpa mengedipkan matanya sama sekali.

“...Be-begini, ketika ada seseorang duduk di salah satu sudut kelasmu dan berbicara dengan dirinya
sendiri, bukankah itu akan menjadikannya bahan pembicaraan orang-orang di kelas...?”

“Ah, itu ya – Ahh, umm...Maaf ya atas situasimu...”

Yuigahama langsung memalingkan pandangannya. Sikap yang semacam inilah yang membuatku
langsung menjadi suram...

Suasana kali ini mulai terlihat suram, jadi Totsuka berusaha untuk mencairkannya.

“Tapi serius, Hikigaya-kun itu bagus dalam bermain Tenis. Apa kau pernah bermain Tenis
sebelumnya?”

“Maksudku, aku sering bermain Mario Tenis ketika SD, tapi aku sendiri tidak pernah menggeluti
olahraga Tenis di dunia nyata.”

“Oh, itu kan game yang sering dimainkan orang-orang. Tahu tidak, aku juga bermain itu. Main mode
double sangat menyenangkan loh.”

“...Aku hanya bermain sendirian.”

“Eh?...Ah. Umm, maaf.”

“Kampret, apa kau ini semacam penjinak ranjau psikologis atau sejenisnya? Apa kerjaanmu itu
hanya menggali-gali trauma dari diriku?”

“Hikkilah yang punya terlalu banyak bom!”


Totsuka, yang berdiri di sebelahku, tampaknya menikmati percakapanku dengan Yuigahama.

Akhirnya, bel yang menandakan berakhirnya jam makan siang telah berbunyi.

“Ayo kita kembali.”

Totsuka mengatakan itu, dan Yuigahama mengikutinya dari belakang.

Aku yang melihat mereka berdua dari belakang, tiba-tiba merasakan sebuah kejanggalan.

Begitu ya...Ternyata kita ini sekelas, jadi sangat normal jika kita bertiga pergi bersama...Entah
mengapa, aku merasa tergugah oleh hal itu.

“Hikki? Apa yang kau lakukan?”

Yuigahama lalu berbalik ke arahku, tampak terheran-heran. Totsuka juga berhenti dan kini dia
menatap ke arahku.

Apa aku boleh pergi bersama mereka? Ketika aku hendak menanyakan itu, sesuatu menghentikanku.

Malahan, aku mengatakan hal yang lain:

“Apa yang terjadi dengan jus hukuman yang harusnya kau beli?”

“Huh?...Ahhh!!”

x Chapter VI Part 3 | END x


Chapter 6 : Rupanya, akan ada kegiatan bersama Totsuka Saika -4

xxx

Beberapa hari setelahnya, tibalah Pelajaran Olahraga di kelasku.

Karena seringnya aku berlatih dengan dinding, membuatku menjadi ahli dalam memukul dinding.
Kalau begini terus, aku bisa terus-terusan memukul ke arah dinding tanpa perlu menggerakkan kaki
sama sekali.

Untuk Pelajaran Olahraga minggu depan, akan diadakan pertandingan tenis antar siswa. Dengan kata
lain, Pelajaran Olahraga hari ini adalah terakhirkalinya aku bisa berlatih bersama dinding.

Karena ini adalah latihan terakhirku dengan tembok, maka aku akan memberikan yang terbaik, tapi
tiba-tiba aku merasakan ada seseorang yang menepuk bahu kananku.

Siapa ya?

Tidak ada yang mau berbicara denganku, jadi tepukan barusan pastilah fenomena supranatural, benar
tidak?

Akupun menolehkan kepalaku, tiba-tiba aku merasa ada jari yang mengenai pipiku.

"Ahah, kena kau~"

Ternyata Totsuka Saika, dimana dia sedang memberikan senyum manisnya.


Oof, perasaan macam apa ini...? Jantungku berdetak dengan kencang. Jika dia bukanlah seorang pria,
aku berniat untuk menembaknya dan ditolak. Wow, jadi aku sendiri sudah berpikir kalau aku akan
ditolak?

Maksudku begini, setelah kau melihat Totsuka yang memakai seragam biasa, maka terlihat jelas
kalau dia adalah seorang laki-laki. Tapi ketika dia sedang memakai pakaian olahraga, dimana tipe
pakaiannya sama antara laki-laki dan perempuan, jenis kelaminnya langsung menjadi ambigu. Kalau
kaos kakinya berwarna hitam dan setinggi lutut, kau pasti akan sangat kesulitan untuk mengetahui
dirinya.

Kedua lengannya, kaki, dan pinggangnya tampak ramping, dan kulitnya putih pucat.

Well, memang benar kalau dadanya tidak besar, tapi Yukinoshita sendiri juga dadanya tidak besar.

Entah mengapa, aku merasakan rasa takut yang luar biasa.

Setelah sedikit tenang, akupun berbicara ke Totsuka, dimana dia sendiri sedang berdiri dan
tersenyum kepadaku.

"Ada perlu apa ya?"

"Ah. Begini, orang yang biasanya berpasangan denganku tidak masuk sekolah. Jadi...Umm, kalau
boleh, maukah kau menjadi partnerku?"

Kampret, jangan melihatku dengan tatapan memelas. Kau terlihat sangat manis. Wajahmu jangan
memerah juga, ugh.

"Ahh, ya sudah. Aku sendiri juga sedang sendirian."

Maaf ya dinding. Aku tidak bisa bermain denganmu hari ini...

Setelah meminta maaf ke dinding dan merespon permintaan Totsuka, dia tampak senang sekali.

"Ah, untunglah!" gumamnya.


Kampret, itu membuatku tegang sekali. Dia benar-benar manis sekali.

Menurut Yuigahama, karena Totsuka yang terlihat manis, banyak gadis di sekolah yang
menyebutnya Sang Putri. Begitu ya, karena Totsuka adalah pria cantik dimana dia punya tampilan
feminin yang manis, nama itu sangat cocok untuknya. Ditambah lagi, nama Sang Putri membuatmu
ingin melindunginya.

Akhirnya, latihanku dengan Totsuka dimulai.

Totsuka adalah member Tim Tenis, jadi wajar jika dia sangat baik dalam bermain Tenis.

Dia mendapatkan pelayanan premium dariku yang sudah ahli dalam melawan tembok, dan dia
mengembalikan bolanya tepat ke arahku.

Setelah kita mengulangi itu berkali-kali, Totsuka mulai membuka obrolannya, seperti untuk
mencegahnya kebosanan dalam latihan ini.

"Seperti dugaanku, Hikigaya-kun cukup jago."

Karena jarak kami berdua cukup jauh, suara Totsuka terdengar samar-samar.

"Aku super jago dalam memukul tembok, jadi karena itulah aku sangat ahli dalam Tenis."

"Itu Squash, bukan Tenis..."

Kami akhirnya membuka obrolan kami dan membahas berbagai topik, sambil memukul bola. Para
siswa yang lain banyak yang gagal memukul dan tidak bisa mengembalikan bola, tapi kami sendiri
terus melanjutkan pukulan rally panjang kami.

Kemudian, rally terhenti. Totsuka menangkap bola dengan tangannya.

"Ayo kita istirahat dulu."

"Oke."
Kami lalu duduk di tempat duduk.

Kampret, ngapain duduk dekat gue?

Bukankah ini aneh? Ketika ada dua pria duduk bersama, bukankah normalnya duduk di ujung
satunya atau duduk berseberangan? Bukankah dia ini terlalu dekat? Bukankah ini terlihat intim sekali?

"Hei, aku ingin meminta pendapat dari Hikigaya-kun..."

Totsuka memasang ekspresi wajah yang serius.

Begitu ya. Kalau dia ingin meminta pendapat secara rahasia, kurasa normal kalau harus sedekat ini.
Karena itulah dia duduk sangat dekat denganku.

Tapi kenapa sedekat ini?

"Pendapatku ya, huh...?"

"Yeah. Ini tentang Tim Tenis-ku...Kita saat ini berada dalam situasi yang kurang bagus. Membernya
tidak begitu banyak. Dan jika para senior kelas tiga pensiun setelah Turnamen berikutnya, maka
situasinya akan jauh lebih buruk lagi. Akan banyak member baru yang bergabung dimana mereka
sendiri belum pernah bermain Tenis, jadi mereka belum terbiasa sama sekali...Karena kita sendiri
lemah, kita kesusahan untuk memotivasi mereka. Maksudku, bukannya aku ingin menekankan kalau
mereka harus kompetitif atau bagaimana, jadi..."

"Begitu ya."

Cukup masuk akal. Sebenarnya, masalah semacam ini cukup lumrah ditemui di Tim Olahraga yang
lemah.

Karena tim-mu sendiri tidak bagus, maka tidak banyak orang yang mau bergabung. Dan karena tidak
banyak orang di Klub itu, maka tidak ada suasana kompetitif dimana mereka berjuang mati-matian
untuk menjadi pilihan utama Klub.

Meski jika kau sering bolos latihan, kau masih diikutsertakan dalam turnamen, selama kau dirasa
bisa bermain, maka kau akan dimainkan. Banyak sekali orang di luar sana yang merasa puas dengan
hasil turnamen meskipun mereka tidak pernah menang sama sekali.
Pemain yang semacam itu tidak akan menjadi pemain yang lebih baik. Kemudian, karena kualitas
mereka yang meragukan, maka tim terlihat kurang menarik di mata siswa yang hendak bergabung.
Dan begitulah lingkaran itu berputar.

"Jadi...Kalau Hikigaya-kun tidak keberatan, apa kau mau bergabung dengan Klub Tenis?"

"...Huh?"

Kenapa ujung-ujungnya bisa begini?

Totsuka melihat ekspresi kebingungan yang ditunjukkan oleh kedua mataku, dan dia mulai
menenggelamkan dirinya sambil memeluk kedua lututnya. Sesekali dia menatapku dengan tatapan
memelas.

"Hikigaya-kun sangat bagus dalam bermain Tenis, dan kupikir kau ada bakat untuk berkembang.
Kupikir kau juga bisa memotivasi member yang lainnya. Dan...Jika bersama Hikigaya-kun, kupikir
aku bisa berusaha dengan lebih keras lagi. U-Umm...Maksudku tadi bukan sesuatu yang aneh-
aneh ya! Ha-Hanya saja, aku ingin bertambah kuat dalam hal Tenis."

"Kurasa tidak masalah menjadi lemah dalam sesuatu...Aku akan melindungimu."

"...Apa?"

"Ah, maaf barusan."

Melihat tatapan lugu dari Totsuka membuatku salah tingkah, dimana aku harusnya meresponnya
dengan serius. Ayolah, dia ini terlalu manis. Saking manisnya sehingga aku hampir setuju untuk
bergabung dengan Klubnya. Aku hampir menaikkan tanganku diselimuti semangat seperti orang yang
berlari ke sebuah pertempuran untuk memperebutkan kue terakhir di kantin.

Tapi tidak peduli seberapa manis Totsuka, akan selalu ada request dimana aku sendiri tidak bisa
mengabulkannya.

"...Maaf ya. Kupikir aku tidak bisa melakukannya..."


Aku tahu sifatku seperti apa.

Aku malas untuk pergi ke Klub setiap hari, juga aku tidak suka olahraga di pagi hari. Satu-satunya
orang yang melakukannya adalah kakek-nenek tua yang melakukan Tai Chi di taman, benar
tidak? Lagipula, "Maaf ya, sepertinya aku tidak bisa~~" mulai menjadi motto favorit dalam
kehidupanku.

Mungkin terdengar seperti mengambil kata-kata Korosuke, karakter Kiteretsu, tapi masalahnya
adalah aku pasti akan berhenti dari Klub semacam itu. Bahkan ketika aku bekerja paruh waktu untuk
pertamakali, aku akhirnya bolos selama tiga hari.

Jika orang sepertiku bergabung dengan Klub Tenis, kujamin yang akan terjadi adalah aku menjadi
penyebab depresi Totsuka.

"...Begitu ya..."

Totsuka tampak kecewa. Sementara itu, aku mencoba mencari-cari sesuatu untuk mencairkan
suasananya.

"Well umm...Jangan khawatir. Aku akan mencoba untuk membantu menyelesaikan masalahmu."

Meski aku tahu kalau tidak ada yang bisa kulakukan.

"Terimakasih ya. Aku merasa lebih baik setelah berbicara dengan Hikigaya-kun."

Totsuka tersenyum kepadaku, tapi aku tahu kalau pikirannya yang tenang itu hanya bersifat
sementara. Di saat yang bersamaan, ada bagian kecil dari diriku meski itu hanya sementara, jika
Totsuka merasa senang, maka apapun yang kulakukan itu tidak akan kusesali.

x Chapter VI Part 4 | END x


Chapter 6 : Rupanya, akan ada kegiatan bersama Totsuka Saika -5

xxx

“Mustahil”

Itulah respon pertama Yukinoshita.

“Mustahil, huh...Tapi, umm.”

“Hal mustahil barusan sangatlah mustahil.”

Sekali lagi, aku ditolak.

Ini bermula ketika aku menceritakan permintaan Totsuka dan meminta saran dari Yukinoshita.

Rencanaku yang sebenarnya adalah agar aku bisa berhenti secara wajar dari Klub Relawan dan
bergabung dengan Klub Tenis. Lalu, secara perlahan, aku akan bolos dan akhirnya berhenti dari Klub
Tenis...Tapi sekarang, rencana itu ditolak.

“Maksudku begini, aku paham mengapa Totsuka memintaku bergabung dengan Klub Tenis –
sederhananya begini, aku akan menakut-nakuti mereka sehingga mereka bisa menjadi lebih aktif di
Klub Tenis. Bukankah jika ada member baru yang bergabung ke Klub, akan membuat mereka merasa
tersaingi?”

“Apa kau pikir kau bisa bertahan hidup dalam grup yang seperti itu? Apa kau pikir mereka akan
menerima begitu saja makhluk sepertimu?”

“Uguu...”
Itu ada benarnya...Aku tidak akan berhenti begitu saja dari Klub Tenis, tapi jika aku melihat member
mereka yang hanya bermalas-masalan, mungkin akan menghajar mereka satu-persatu dengan raket.

Yukinoshita lalu tersenyum, tapi suaranya tampak seperti mengembuskan napasnya yang berat.

“Kau tidak tahu rasanya bagaimana berada di dalam sebuah grup, benar tidak? Kau ini adalah
seorang ahli penyendiri.”

“Kau orang terakhir yang harusnya mengatakan kata-kata itu...”

Tapi, Yukinoshita terus berbicara dan tidak mempedulikan komplainku.

“Kuakui mungkin mereka akan bersatu-padu jika memilikimu sebagai musuh bersama...Tapi
kerjasama mereka itu hanya sebatas untuk mengusirmu keluar, dimana itu tidak akan meningkatkan
kemampuan mereka bermain Tenis. Karena itulah, yang kau katakan tadi bukanlah solusi. Aku sendiri
punya bukti atas pernyataanku barusan.”

“Begitu ya...Tunggu dulu, memangnya buktinya apa?”

“Ya. Aku kembali dari luar negeri waktu sewaktu SMP dulu, dimana aku harusnya berada di
lingkungan yang baru, tapi para gadis di kelasku...Atau tepatnya, semua gadis di sekolah berusaha
untuk menyingkirkanku. Meski begitu, tidak ada seorangpun yang berhasil mengalahkanku disana.
Dasar kumpulan orang tidak berguna...”

Sumpah, aku merasa seperti melihat api hitam yang menyala-nyala dari belakang Yukinoshita.

Kampret, kurasa aku baru saja menginjak ranjau darat...

“U-Uh, yeah, kurasa masuk akal juga...Maksudku, kalau ada gadis yang semanis dirimu, memang
hal-hal semacam itu bisa terjadi...”

“...E-Eh, benar. Kalau dibandingkan gadis yang lain, hanya karena mereka menganggap tampilanku
lebih baik dari mereka, bukan berarti mereka harus menyerah begitu saja dan tidak berusaha
sedikitpun, namun hal-hal semacam itu normal terjadi disini. Sebenarnya, Yamashita-san dan
Shimamura-san juga cukup cantik...Mereka juga populer dengan para anak laki-laki. Tapi mereka
hanya unggul di tampilan saja. Ketika berhubungan dengan akademis, olahraga, seni, bahkan dalam
tata-krama, mereka bahkan tidak bisa menyamaiku. Dan jika mereka sudah pontang-panting seperti
itu masih saja tidak bisa mengalahkanku, maka yang bisa mereka lakukan hanyalah memegangi
kakiku dan berusaha menarikku hingga terjatuh...”

Sejenak, Yukinoshita tampak kehilangan kontrol dirinya, tapi tidak lama kemudian dia kembali ke
dirinya yang sebelumnya dan mulai mengatakan sesuatu dengan cepat tentang bagaimana hebat
dirinya secara bersambung dan terkontrol.

Bisa dikatakan, kata-katanya itu mengalir seperti sungai, mungkin lebih mirip aliran Air Terjun
Niagara...Mengatakan semua itu tanpa menurunkan tempo dalam mengucapkannya benar-benar
mengagumkan.

Mungkinkah itu hanya sekedar alasan Yukinoshita untuk menyembunyikan ekspresi wajahnya yang
memerah? Mungkinkah dia sebenarnya memang benar-benar punya sisi yang manis di dalam
dirinya...

Yukinoshita kemudian mengatur napasnya, mungkin karena dia baru saja berbicara dengan tempo
yang lama. Wajahnya juga masih memerah.

“...Bisakah kau tidak mengatakan sesuatu yang aneh? Aku benar-benar dibuat ketakutan olehmu.”

“Ahh, untunglah...Seperti dugaanku. Kau ternyata tidak manis sama sekali.”

Jujur ya, Totsuka jauh lebih manis dari semua gadis yang kukenal...

Kamfret, apa-apaan barusan?

Oh, benar...Totsuka harusnya menjadi topik kita disini.

“Tapi Totsuka kurasa cukup senang jika ada sesuatu yang bisa meningkatkan performa Klub
Tenisnya...”

Ketika aku mengatakan itu, Yukinoshita membuka matanya lebar-lebar dan menatapku.

“Cukup aneh...Sejak kapan kau menjadi orang yang peduli dengan orang lain?”
“Hei, ayolah...Itu adalah momen dimana pertamakalinya ada orang yang meminta saran dariku,
tahulah...”

Pada akhirnya, menjadi orang yang dimintai bantuan memang membuatku merasa senang. Plus,
Totsuka tampak manis...Tanpa sadar, bibirku mulai tersenyum dengan sendirinya. Yukinoshita lalu
memotong, seperti hendak menghentikan senyumku barusan.

“Dulu, aku juga sering dimintai saran tentang asmara.”

Dia membusungkan dadanya dengan bangga ketika mengatakannya, tapi entah mengapa ekspresinya
tampak suram.

“...Meski sebenarnya ketika seorang gadis meminta saran soal asmara, yang terjadi adalah mereka
sedang menerapkan sebuah strategi untuk mengikat orang lain.”

“Huh? Apa maksudmu?”

“Jika aku memberitahu siapa orang yang kusuka, maka orang-orang yang disekitarku akan mulai
hati-hati dalam bersikap, benar tidak? Itu seperti memberitahu area kekuasaanmu. Setelah kau tahu
batas wilayahnya seperti apa, jika kau melintas tanpa ijin, maka kau akan diperlakukan seperti
seorang pencuri dan diusir keluar. Bahkan jika sebenarnya yang terjadi adalah pria yang mereka sukai
itulah yang menembakku, mereka tetap mengusirku. Apa kau serius hendak memberitahuku
pengalamanmu soal itu...?”

Aku marasakan kembali api hitam yang berkobar setelah Yukinoshita mengatakan “para gadis
meminta saran”. Aku memang berharap ada cerita yang lumayan bagus darinya, tapi yang barusan itu
benar-benar tidak enak untuk di dengar.

Kenapa sih dia selalu berusaha menggagalkan impianku yang sudah lama aku impikan ini? Apa dia
sedang menikmati ini?

Yukinoshita tiba-tiba tertawa sinis, seperti hendak mengusir sebuah memori kelam tentang dirinya.

“Sederhananya, jangan pernah berpikir kalau mendengarkan masalah orang lain dan berharap bisa
menolongnya akan memberikan sesuatu yang bagus. Bukankah ada pepatah – Bahkan induk Singa
sendiri akan melempar anak-anak mereka di jurang dan membunuhnya.”

“Membunuh anaknya sendiri hanya akan membuat tujuannya dipertanyakan kembali...”


Lagipula, yang benar menurutku adalah – Bahkan ketika mereka memburu anak mereka sendiri,
Singa akan kehabisan tenaganya.

“Jadi, apa yang akan kau lakukan jika kau menjadi diriku?”

“Aku?”

Yukinoshita yang tampak kebingungan, mulai mengedip-ngedipkan matanya dan memasang pose
berpikir untuk sejenak.

“Kurasa aku akan membuat mereka terus berlari hingga mati, lalu membuat mereka berlatih
mengayunkan raket hingga mati, lalu setelah itu membiarkan mereka bertanding satu sama lain
hingga mati.”

Dia mengatakan itu sambil memasang sebuah senyuman. Itu menakutkan sekali.

Tiba-tiba, pintu terbuka dan menimbulkan suara yang mengagetkanku.

“Heyoo~~!!”

Kebalikan dari Yukinoshita, Yuigahama masuk ke ruangan dengan ekspresi yang ceria.

Yuigahama memasang senyum bodohnya yang biasa. Dia tampak seperti orang yang tidak memiliki
beban sama sekali.

Tapi, ada seseorang yang berada di belakangnya, dengan ekspresi serius tapi lembut.

Matanya yang menghadap ke bawah seperti merasa kurang percaya diri, dan dia tampak memegangi
lengan blazer Yuigahama. Kulitnya tampak putih pucat. Dia mengingatkanku dengan sebuah
halusinasi yang samar-samar, ketika kau melihatnya di bawah cahaya yang terang, maka sosoknya
akan hilang seketika.

“Ah...Hikigaya-kun!”
Dia lalu tersenyum kepadaku setelah melihat diriku disini, dan kulitnya yang awalnya pucat kini
menghilang. Ketika dia tersenyum seperti itu, aku akhirnya tahu siapa dirinya. Kenapa dia tampak
suram sekali...?

“Totsuka...”

Dia lalu bergegas ke arahku, dan kali ini, memegangi lengan seragamku.

Hei, hei, itu melanggar aturan...Meski aku tahu kalau dia adalah seorang pria.

“Hikigaya-kun, apa yang kau lakukan disini?”

“Ah, aku adalah member Klub ini...Kalau kau sendiri?”

“Aku kesini membawa klien baru, fufu~~”

Yuigahama tiba-tiba menunjuk ke arah dadanya berkali-kali seperti membanggakan sesuatu.

Gue enggak tanya lo...Gue pengen denger jawabannya dari bibir Totsuka yang manis...

“Hei, ayolah~~! Bukankah aku juga bagian dari Klub ini? Jadi kupikir aku ingin melakukan tugasku.
Juga, Sai-chan tampak seperti punya sesuatu untuk dikatakan, jadi kubawa dia kesini.”

“Yuigahama-san.”

“Yukinon, kau tidak perlu berterimakasih kepadaku. Sebagai member Klub, setidaknya inilah yang
bisa kulakukan~~”

“Yuigahama-san, aku tidak tahu sejak kapan kau menjadi member Klub ini...”

“Aku tidak termasuk?!”

Eh, dia bukan?! Itu cukup mengagetkanku...Kupikir sangat jelas kalau dia secara perlahan memang
menjadi bagian dari Klub ini.
“Benar sekali. Kau tidak pernah mengirimkan surat permohonan untuk menjadi anggota Klub dan
Guru Pembina kami juga tidak mengetahui tentang keanggotaanmu disini, jadi jelas kau bukan
member Klub ini.”

Yukinoshita memang cukup ketat kalau membahas soal aturan.

“Aku akan tulis! Kalau kau maunya begitu, maka aku akan menulis jutaan surat kalau perlu! Biarkan
aku bergabung!”

Yuigahama tampak mulai meneteskan air matanya ketika mengambil secarik kertas dari tasnya dan
mulai menulis “surat permohonan anggota”

Kampret, setidaknya beri huruf besar di judulnya!

“Jadi, Totsuka Saika-kun...Benar? Apa keperluanmu disini?”

Yukinoshita tidak mempedulikan Yuigahama yang menulis dengan terburu-buru dan langsung fokus
ke Totsuka. Totsuka tampak mulai gugup karena tatapan dingin Yukinoshita.

“U-Umm...Aku ingin...Ingin membuat Tim Tenis kami...Menjadi lebih baik, kurasa begitu...?”

Awalnya, Totsuka melihat ke arah Yukinoshita, tapi semakin jauh kalimatnya keluar, dia mulai
memindahkan pandangannya ke arahku. Totsuka sendiri lebih pendek dariku, jadi dia agak melirik ke
atas untuk melihat reaksiku.

Tolong jangan terus menatapku...Jantungku bisa berdetak lebih kencang, Kampret betul, tolong
lihat tempat lain sana!

Ketika aku memikirkan itu, meski aku sendiri tahu kalau dia tidak berniat untuk menyelamatkanku,
Yukinoshita menggantikanku untuk menjawabnya.

“Aku tidak tahu apa yang Yuigahama-san ceritakan tentang kami, tapi Klub Relawan ini bukan
semacam tempat untuk mendapatkan keajaiban. Kami disini hanya membantu usaha klien kami. Jadi
apakah Tim Tenis-mu itu akan menjadi lebih baik atau tidak, semuanya kembali kepada dirimu.”
“Be-Begitu ya...”

Bahu Totsuka tampak menurun; dia tampak kecewa. Yuigahama pasti bercerita sesuatu yang aneh-
aneh kepadanya sehingga ekspektasinya menjadi tinggi...

“Mana stempel-ku, mana stempel-ku...”

Yuigahama menggumamkan itu sambil mencari-cari sesuatu di tasnya. Akupun menatapnya, dan
dia-pun menatap ke arahku.

“Huh? Ada apa?”

“Jangan pura-pura bodoh...Kau menjanjikannya aneh-aneh, dan sekarang yang kami lakukan adalah
menghancurkan impian anak muda yang rapuh ini.”

Yukinoshita malah yang mengatakan kata-kata tersebut ke Yuigahama, tapi Yuigahama hanya
memiringkan kepalanya seperti kebingungan.

“Hmm? Hmmm? Tapi, maksudku, kupikir Yukinon dan Hikki pasti bisa melakukan sesuatu...Apa itu
salah?”

Yuigahama mengatakan itu dengan santainya. Ini tergantung bagaimana kau mendengar
pernyataannya barusan, kau bisa mendengar sedikit nada tantangan di dalamnya.

Dan sayangnya, disini ada seseorang yang bisa mendengar nada yang sedikit barusan.

“...Hmph. Karena kau mengatakan itu, Yuigahama-san...Kalau masalah makhluk yang disana bisa
melakukan sesuatu atau tidak, itu masalah yang lain. Tapi kalau kau menantangku seperti itu...”

Yukinoshita tampak tertawa. Ahh, sepertinya ada yang menekan salah satu tombol aneh di
dirinya...Yukinoshita Yukino adalah tipe orang yang akan mengambil semua tantangan yang tersedia
dan menggunakan seluruh kekuatannya untuk mengalahkan mereka – kampret, bahkan dia tetap akan
mengalahkan mereka berkeping-keping jika tidak ditantang. Dia adalah tipe orang yang tidak ragu
untuk menghancurkan orang yang sudah damai sedamai Gandhi, misalnya diriku.

“Ya sudah, Totsuka-kun, aku akan menerima requestmu. Yang harus kulakukan adalah
membantumu meningkatkan permainan Tenismu, benar?”
“Y-Ya, benar. Ka-Kalau permainanku meningkat, kupikir semua orang akan berusaha lebih keras.”

Mungkin dia merasakan tekanan oleh tatapan Yukinoshita, tapi Totsuka sendiri menjawabnya sambil
bersembunyi di belakangku. Wajahnya hanya muncul sekilas saja dari bahuku, dan aku bisa
merasakan ketakutan yang dia alami. Aku seperti melihat kelinci hutan yang sedang ketakutan...Dan
itu membuatku ingin memakaikan kostum Bunny Girl kepadanya.

Tentunya, ketika Ratu Es menawarkanmu bantuan, sangat normal untuk merasa takut. Yang
kurasakan seperti melihat Yukinoshita mengatakan sesuatu semacam “Aku akan membuatmu kuat,
tapi itu jika kau mau memberikan jiwamu kepadaku!”

Apa dia penyihir atau semacamnya?

Aku ingin menenangkan Totsuka, jadi akupun berinisiatif untuk melindunginya.

Ketika posisiku berdekatan dengan Totsuka, aku bisa merasakan aroma shampoo dan deodorannya.
Baunya sangat mirip dengan gadis-gadis SMA...Kampret, memangnya dia pakai shampoo apa?

“Ya sudah, aku setuju-setuju saja kalau kita membantunya, tapi apa yang akan kita lakukan?”

“Apa kau tidak ingat? Bukankah aku baru saja memberitahumu? Kalau kau tidak bisa mengandalkan
ingatanmu, mungkin kau harusnya mencatat saja jika ada momen yang serupa?”

“Tunggu dulu, jangan bilang kalau yang kau katakan tadi itu serius...”

Seingatku, Yukinoshita tadi mengatakan akan memaksa orang-orang untuk bekerja sampai mati, dan
Yukinoshita kali ini tersenyum kepadaku...Dia seperti sudah membaca pikiranku barusan. Kampret,
senyumnya sungguh mengerikan...

Kulit Totsuka yang putih terlihat bertambah pucat saja, dan tubuhnya tampak bergetar hebat.

“Apa aku...Akan mati...?”

“Jangan khawatir. Aku akan melindungimu.”


Aku mengatakan itu dan menepuk bahu Totsuka. Ketika aku melakukannya, Totsuka tampak
memerah.

“Hikigaya-kun...Apa kau serius mengatakan hal barusan?”

“Nah, maaf...Itu hanya spontanitas saja.”

Aku akan melindungimu! adalah salah satu dari tiga kalimat favorit pria. Kalau kau penasaran,
nomor satu adalah Serahkan padaku, kalian jalan lebih dulu! Ngomong-ngomong, jika aku bukanlah
lawan sepadan Yukinoshita, maka mustahil aku bisa melindungi siapapun darinya. Hanya saja...Jika
aku tidak mengatakan sesuatu untuk membuat Totsuka merasa lebih baik, maka perasaan tidak
nyaman ini tidak akan pernah hilang.

Totsuka lalu menggumam.

“Aku kadang benar-benar tidak mengerti Hikigaya-kun...Tapi...”

“Hmm, jadi Totsuka-kun ada jadwal latihan seusai jam sekolah, benar? Kalau begitu, mari kita mulai
latihan spesialnya ketika jam makan siang. Bagaimana kalau besok kita berkumpul di lapangan
Tenis?”

Yukinoshita memotong Totsuka dan mulai membuat rencana untuk besok dan seterusnya.

“Siap~~!”

Yuigahama lalu menyodorkan surat permohonan setelah menjawab itu. Totsuka sendiri juga
mengangguk. Jadi...Itu artinya...

“Jadi...Aku harus ikut juga?”

“Normalnya begitu. Lagipula, kau sendiri tidak punya acara ketika jam makan siang, benar tidak?”

...Super sekali.
x Chapter VI Part 5 | END x

Chapter 6 : Rupanya, akan ada kegiatan bersama Totsuka Saika -6

xxx

Dan begitulah rencana latihan maut kami dibuat. Disepakati, kalau latihan perdana akan dimulai
besok.

Kampret, ngapain gue harus ikutan?

Kalau begini, bukankah Klub Relawan sendiri hanyalah sebagai tempat tujuan bagi orang-orang
lemah dan melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan mereka? Bukankah ini akhirnya hanyalah
sebuah Klub yang menyediakan hiburan sementara bagi orang-orang yang tidak berguna di
masyarakat?

Lalu apa bedanya dengan masa muda yang sangat kubenci itu?

Tentunya, Hiratsuka-sensei sendiri mungkin berusaha mengubah tempat ini menjadi semacam tempat
rehabilitasi, tempat dimana orang-orang dirawat dan dikurung...

...Tapi jika penyakit kami ini bisa disembuhkan dengan hal yang sesederhana itu, bukankah harusnya
kita sudah sembuh dengan mudahnya sejak dulu?
Begini, mari kita ambil contoh Yukinoshita, misalnya saja ya. Aku tidak tahu apa masalah yang
hinggap di pikirannya, tapi aku yakin kalau pergi ke Klub setiap hari tidak akan membuat masalahnya
pergi begitu saja.

Sebenarnya, satu-satunya cara tempat seperti ini agar bisa menyembuhkan luka adalah Totsuka yang
berubah menjadi seorang gadis. Mungkin, lewat masalah Tenis ini, akan muncul situasi rom-com
diantara kami berdua, dan itu jelas akan membuatku merasa lebih baik...

Setahuku, Totsuka Saika adalah orang paling manis di dunia ini. Dia baik, dan terpenting lagi, baik
kepadaku. Jika kita berdua ditempatkan di ruangan yang sama dan diberi waktu untuk berkenalan satu
sama lain dengan lebih baik, mungkin saja aku akan menjadi seorang manusia yang tumbuh dewasa
dengan wajar.

...Tapi, tahulah, Totsuka adalah seorang laki-laki. Oh Dewa, kenapa kau goblok sekali...

Itu membuatku sedikit depresi, tapi aku tetap mengganti pakaianku ke pakaian olahraga. Lalu, aku
menuju ke Lapangan Tenis. Hei, aku masih percaya kalau ada peluang kecil kalau Totsuka itu
sebenarnya gadis. Aku akan mempertaruhkan seluruh harapan dan impianku ke peluang itu!

Seragam olahraga kami sendiri berwarna biru muda dengan ditambahi sedikit fluorescent, dan itu
mencolok sekali. Mengesankan kalau pakaian olahraga kami ini terlihat kuno dan setiap siswa disini
tidak suka memakainya, jadi mereka tidak pernah memakainya kecuali di Pelajaran Olahraga ataupun
latihan.

Jadi ketika semua orang mengenakan seragam biasa mereka, dan aku kini terlihat seperti orang idiot
yang mencolok dengan seragam ini.

Karena itulah, aku bisa ditemukan dengan mudah oleh orang yang menyebalkan ini.

“Hah hah hah hah Hachiman.”

“Jangan membuat suara tawamu seperti sedang memanggilku...”

Dari seluruh siswa SMA Sobu, hanya Zaimokuza-lah yang memiliki tawa menjijikkan seperti
barusan. Dia berdiri tegak, menyilangkan lengannya, dan menghalangi jalanku.
“Kebetulan sekali...Aku sendiri hendak memberikan karya baruku. Ayo bersiaplah, kenyangkan kedua
matamu dengan karyaku! Kuatkan dirimu!”

“Ahh, maaf...Aku agak sibuk sekarang.”

Akupun langsung bergegas melewatinya dengan sedikit memutari badannya, juga menghindari
tumpukan kertas yang dia sodorkan kepadaku...Tapi Zaimokuza berhasil menangkap bahuku.

“...Jangan membohongiku dengan alasan yang menyedihkan semacam itu. Bagaimana mungkin orang
sepertimu bisa sibuk?”

“Serius gue...Kaulah orang terakhir di dunia ini yang ingin kudengar mengatakan hal itu.”

Kenapa sih semua orang selalu mengatakan itu? Apa aku terlihat seperti orang yang tidak punya
sesuatu untuk dilakukan?...Well, bukannya aku mau mengatakan mereka salah sih...

“Hmph, Hachiman, aku paham...Kau sebenarnya ingin pura-pura keren di depanku, jadi kau sedikit
berbohong barusan. Lalu, untuk melindungi kebohonganmu terbongkar lebih jauh lagi, kau berbohong
lagi. Tapi yang kau lakukan itu hanyalah lingkaran yang tanpa ujung, sebuah loop yang tidak
berakhir. Kau harus tahu, Hachiman, loop semacam itu tidak akan membawamu kemana-mana.
Secara umum, hubungan antar manusia pada akhirnya tidak akan membawamu kemanapun. Jadi, kau
masih punya waktu untuk kabur dari Neraka itu!...Kau dulu pernah menolongku kabur dari sana, dan
sekarang saatnya bagiku untuk membalas budimu!”

Kata-kata Zaimokuza barusan adalah kata-kata kedua dalam daftar kata-kata yang ingin diucapkan
oleh semua pria. Gayanya yang mengacungkan jari jempolnya ke arahku dengan ekspresi yang
memberikan jaminan akan sesuatu, benar-benar menjengkelkan...

“Serius, gue ada kegiatan sekarang...”

Aku sebenarnya mulai kesal, dan aku berniat untuk mengatakannya dengan lebih keras lagi. Tapi...

“Hikigaya-kun!”

Ketika suara sopran itu mencapai telingaku, aku seperti merasakan kalau Totsuka melompat ke
lenganku.
“Kebetulan sekali. Ayo kita pergi sama-sama?”

“Ba-Baiklah, ayo...”

Totsuka sedang membawa tas berisi raket di bahunya, dan entah mengapa, tangan kanannya
memegangi tangan kiriku.

Anjrit...

“H-Hachiman...Si-Siapa ini...?”

Zaimokuza melihatku dan Totsuka dengan tatapan yang terkejut. Lalu entah mengapa, ekspresinya
berubah menjadi sesuatu yang familiar...Ah, benar, apa ini semacam Kabuki? Aku juga hampir
mendengar suara lyoo~~~ pon pon pon yang merupakan efek suara dari Kabuki ketika kedua mata
Zaimokuza terbuka lebar dan memasang ekspresi yang aneh.

“Dasar bajingan! Kau mengkhianatiku!”

“Kampret, apa maksudmu dengan mengkhianati...”

“Diam kau! Dasar playboy tanggung! Kau sudah gagal sebagai pria cantik! Aku ini kasihan kepadamu
karena kamu ini adalah penyendiri, tapi yang kulihat sekarang adalah kau ini malah banyak gaya!”

“Tanggung? Gagal? Itu sudah terlalu jauh...”

Tapi aku memang penyendiri, jadi aku tidak bisa membantahnya.

Zaimokuza, terus menatapku dengan tatapan iblisnya, dan mulai menggerutu.

“Aku tidak akan memaafkanmu...”

“Hei, tenang dulu Zaimokuza. Totsuka ini bukanlah seorang gadis. Dia itu laki-laki...Mungkin sih.”

“Ja-Jangan main-main! Orang semanis ini mustahil dia seorang pria!”


Aku memang tidak begitu meyakinkan ketika mengatakannya, dan Zaimokuza-pun merespon balik.

“Begini, Totsuka ini pastilah pria yang manis.”

“Itu...Dipanggil dengan sebutan manis...Agak...”

Totsuka, masih berdiri di sampingku, wajahnya memerah dan berusaha memalingkan pandangannya.

“Umm...Apa dia ini teman Hikigaya-kun?”

“Nah itulah, itu pertanyaan yang sangat bagus...”

“Hmph...Mustahil aku menganggap orang sepertinya sebagai musuh yang tangguh.”

Zaimokuza tampak menghinaku. Uwahh, orang ini benar-benar menjengkelkan...

Tapi bukannya aku tidak paham dengan dirinya. Normal jika merasa sedikit sedih dan dikhianati
ketika kau tahu kalau orang yang selama ini kau anggap sebagai seperjuangan denganmu, lalu tiba-
tiba berubah drastis.

Apa yang bisa kukatakan dalam situasi ini untuk tidak merusak hubungan kita? Sayangnya, karena
aku tidak berpengalaman dalam hal ini, aku benar-benar tidak tahu.

Aku merasa blank dengan situasi ini. Kupikir, Zaimokuza dan diriku, suatu hari nanti, akan mencapai
situasi dimana kita bisa memahami satu sama lain dan tertawa bersama-sama...

Tapi, hal semacam itu adalah sesuatu yang mustahil.

Bersimpati dengan seseorang, berusaha membuatnya merasa lebih baik, tidak membuatnya marah,
berempati dengan mereka, dan akhirnya, menjadi lebih dekat dengan seseorang...Pertemanan
semacam itu bukanlah pertemanan sama sekali. Kalau hal yang mengganggu semacam itu disebut
masa muda, maka aku tidak masalah jika tidak memilikinya.
Berkumpul dengan grup yang stagnan, selalu bersikap seolah-olah kau sedang menikmatinya, hanya
untuk membuatmu terlihat dihargai dan eksis. Hal-hal semacam itu tidak ubahnya sebagai usaha
untuk menipu dirimu sendiri. Sangat menyedihkan.

...Maksudku, lihat situasi ini: menghadapi kecemburuan dari Zaimokuza benar-benar menjengkelkan.

Setelah aku menyadari betapa berharganya diriku, aku langsung memilih jalan penyendiri.

“Totsuka, ayo pergi.”

Kusenggol lengan Totsuka untuk memberi isyarat pergi.

“Ah, oke...”

Dia meresponnya, tapi tidak mau bergerak sama sekali.

“Zaimokuza-kun...Benar tidak?”

Zaimokuza tampak bimbang, namun akhirnya dia mengangguk.

“Kalau kau teman dari Hikigaya-kun, mungkin kita bisa...Menjadi teman juga? Itu akan
membuatku...Senang sekali. Aku tidak punya banyak teman pria...”

Totsuka mengatakan itu sambil tersenyum malu.

“Fu...ku, ku ku ku ku. Memang, Hachiman dan diriku adalah teman dekat...Tidak, kita adalah rekan
seperjuangan...Bukan, bukan, bukan, akulah Tuannya dan dia adalah Budaknya...Well, kalau kau
tanya kita ini apa, kurasa seperti itulah. Aku akan...Umm...menerima pertemanan kita. Bahkan, kita
bisa menjadi sepasang kekasih.”

“Uhh, kupikir itu bukanlah...Ide yang bagus. Kurasa yang pertama tadi sudah cukup.”

“Hmm, begitu ya...Hei, Hachiman. Kau pikir orang ini menyukaiku? Kalau begitu, bukankah artinya
aku ini menjadi lebih populer? Benar tidak?”
Zaimokuza tiba-tiba berada di dekatku dan berbisik.

...Sudah kuduga: Zaimokuza ini bukanlah temanku.

Seseorang yang berubah 180° ketika mereka berpikir bisa mendekati seorang gadis cantik bukanlah
temanku.

“...Totsuka, ayo pergi...Kalau kita telat, Yukinoshita bisa meledak nantinya.”

“Hmm, itu bukanlah hal yang bagus...Ayo kita bergegas saja. Dia itu...Benar-benar menakutkan.”

Zaimokuza lalu mengikutiku dan Totsuka. Sepertinya, dia memutuskan untuk ikut dalam tim
ini...Lagipula, kalau kita berjalan seperti ini di lorong, semua orang yang menonton pasti akan
berpikir kalau kita berasal dari Dragon Quest. Atau mungkin...Bukan Dragon Quest, tapi sejenis King
Bomby dari seri Momotetsu...

x Chapter VI Part 6 | END x


Chapter 6 : Rupanya, akan ada kegiatan bersama Totsuka Saika -7

xxx

Ketika kami sampai di Lapangan Tenis, ternyata Yukinoshita dan Yuigahama sudah berada disana.

Yukinoshita masih memakai seragamnya yang biasa, tapi Yuigahama sudah mengganti seragamnya
ke seragam olahraga.

Dugaanku, mereka mungkin makan siang disini. Ketika mereka melihat kami berdua dari kejauhan,
mereka dengan cepat membereskan kotak-kotak kecil tempat makan siang mereka.

"Kalau begitu, mari kita mulai."

"A-Aku harap kita bisa bekerjasama dengan baik."

Totsuka yang menghadap Yukinoshita, membungkukkan kepalanya.

"Pertama, kita harus membangun kekuatan ototnya dahulu, dimana disitulah kelemahan utama
Totsuka-kun. Bisep, Deltoid, Pectoral, Abdominal, Obliques, Dorsam, Femoral kita akan
melakukan push-up untuk menciptakan itu...Jadi, silakan lakukan sampai kalian serasa ingin mati
saja."

"Uwaah, Yukinon sepertinya sangat pintar sekali...Tunggu, sampai serasa ingin mati?"

"Ya. Semakin rusak ototmu, maka tubuhmu akan berusaha memperbaiki dirinya sendiri, tapi setiap itu
terjadi maka jaringan otot akan menjadi lebih kuat. Inilah yang disebut kompensasi-super. Dengan
kata lain, kalau kalian bisa berlatih sampai serasa ingin mati, maka kalian bisa menyelesaikan seluruh
kekurangannya dalam sekali latihan."

"Anjrit, kita ini bukan Bangsa Saiyan atau sejenisnya..."


"Well, kau sebenarnya tidak akan bisa membangun ototmu dengan cepat, tapi setidaknya itu
mempercepat basal metabolisme dalam tubuhmu."

"Basal Metabolisme?"

Aku serasa bisa melihat tanda tanya besar di atas kepala Yuigahama. Serius, apa dia benar-benar tidak
tahu apa itu...? Yukinoshita sendiri tampak tertegun melihat kejadian itu. Sepertinya, dia berpikir
kalau menjelaskan apa artinya, akan lebih baik daripada membiarkannya begitu saja dan dijadikan
materi alasan untuk menghindari ini, jadi dia memutuskan untuk menjelaskannya,

"Sederhananya begini, itu adalah cara untuk membuat tubuhmu lebih siap dalam berlatih. Kalau nilai
basal metabolisme-mu naik, maka kau akan lebih mudah dalam menggunakan kalorimu. Dengan kata
lain, meningkatkan efisiensi konversi energi dari tubuh."

Yuigahama mengangguk ketika mendengarkan penjelasan itu. Lalu, tiba-tiba kedua matanya berbinar-
binar.

"Memudahkan untuk menggunakan kalori...Jadi kita bisa menurunkan berat badan?"

"...Kurang lebih begitu. Kau bisa menggunakan kalori dengan lebih mudah, bahkan ketika kau sedang
bernapas atau mencerna, jadi kau bisa mengurangi berat badan tanpa usaha yang ekstra."

Kata-kata Yukinoshita malah membuat mata dari Yuigahama bersinar...Entah mengapa, malah
Yuigahama yang tampak lebih termotivasi daripada Totsuka. Motivasi berlebih yang dimiliki
Yuigahama tampaknya memicu sesuatu dari Totsuka, yang juga sedang mengepalkan tangannya.

"A-Ayo kita lakukan!"

"A-Aku akan segera melakukannya juga!"

Totsuka dan Yuigahama kemudian mulai melakukan push-up.

"Nngh...Khh, fuu, hah..."

"Ooo, khh...Nnngh, hahh, hahh, nngh!"

Aku mendengar suara desah dan rintihan, suara dari orang-orang yang sedang berlatih keras. Wajah
mereka seperti dipenuhi siksaan, keringat mulai bercucuran, dan wajah mereka tampak memerah.
Mungkin, lengan Totsuka yang kurus benar-benar membuatnya kesulitan, tapi sesekali dia menatapku
dengan wajah kasihan. Ketika dia melihatku seperti itu, dari posisi itu...Entahlah...Membuatku merasa
aneh.
Setiap kali Yuigahama menurunkan lengannya, aku bisa melihat kulitnya yang berada di area kerah
seragam olahraganya.

Aduh sial...Aku jangan sampai melihat itu secara langsung.

Jantungku mulai berdetak kencang dan lebih kencang lagi, mungkin levelnya ini setara dengan
pengidap arrhythmia.

"Hachiman...Ada apa dengan adegan ini? Entah mengapa, aku merasakan kedamaian dalam hatiku..."

"Wah, kebetulan sekali. Aku juga merasakan hal yang sama."

Ketika kita berdua saling menatap satu sama lain dan tersenyum, aku mendengar suara yang dingin
dari belakangku yang membuatku seperti baru saja disiram dengan air dingin.

"...Bagaimana jika kalian berdua juga latihan seperti mereka, sekalian untuk mengeluarkan pikiran
kalian yang sedang berada di selokan?"

Ketika aku menolehkan pandanganku, aku melihat Yukinoshita sedang berdiri di sana, melihatku
dengan ekspresi sinis. Pikiran yang ada di selokan...Apa kita ketahuan...?

"H-Hmm. Sebagai seorang Ksatria, aku tidak boleh melewatkan satupun latihan. Kurasa aku harusnya
juga ikut bergabung!"

"Y-Yeah. Memiliki tubuh yang tidak proporsional benar-benar menakutkan...Kau bisa terkena
diabetes, artitis, sirosis, atau sejenis itu!"

Kami berdua langsung "melantai" dan melakukan push-up. Ketika melakukan push-up, Yukinoshita
mengelilingiku dan sekarang berdiri tepat di depanku.

"Ketika kau melakukannya, kau seperti sedang melakukan sujud gaya baru..."

Yukinoshita-pun tertawa kecil.

Bajingan...Apa yang baru saja dia katakan? Bahkan bagi seorang pecinta damai sepertiku, bisa saja
saja sesuatu dalam diriku terbangun gara-gara barusan. Heh...Memangnya apa yang terbangun, coba
jelaskan? Kalaupun ada, pasti sesuatu yang manis dari push-up ini...

...Kampret, sebenarnya apa sih yang sedang kita lakukan?

Tahu tidak dengan quote Debu yang bertumpuk akan membentuk gunung? Atau mungkin Tiga tangan
lebih baik daripada satu tangan. Dengan kata lain, ketika orang-orang berkumpul bersama, mereka
akan merasa lebih kuat dan lebih aman.

Tapi masalahnya, kami adalah grup yang berisikan orang-orang gagal, berkumpul dan melakukan
sesuatu yang tidak berguna.

Pada akhirnya, kami menghabiskan jam makan siang kami dengan melakukan push-up, dan
menghabiskan istirahat malamku dengan memegangi ototku yang kesakitan.
x Chapter VI | END x
Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru
Volume 01 Bahasa Indonesia
Di translate oleh Aoi.
Zcaoi.blogspot.com

PDF oleh ユウトくん


Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru - Volume 01

Chapter 7 : Dewa Rom-Com Kadang Bisa Bermurah Hati-1

xxx

Dan begitulah, hari-hari telah terlewati dan kita segera berpindah ke tahap dua dari latihan Tenis
kami.

Mungkin yang barusan itu terdengar terlalu dramatis. Sederhananya, kami sudah menyelesaikan
latihan dasar kami dan akhirnya kami berlatih dengan peralatan Tenis.

Meski aku mengatakan kami, yang kumaksud sebenarnya adalah Totsuka. Dia adalah satu-satunya
orang yang harus menghabiskan waktunya memukul bola ke arah tembok, sesuai instruksi dari
Pelatih Iblis, Yukinoshita.

Well, bukannya aku ini santai-santai karena aku punya kemampuan yang setara dengan member Klub
Tenis, tapi situasi ini benar-benar membuat kami memiliki waktu bebas.

Yukinoshita hanya duduk dan membaca buku di bawah pohon yang teduh, tapi sesekali dia seperti
ingat kalau ada Totsuka disini, jadi dia kadang berjalan ke arah Totsuka untuk memastikan
perkembangannya dan memberikan instruksi lebih lanjut.

Awalnya, Yuigahama bergabung dengan latihan Totsuka, tapi dia merasa bosan dan saat ini dia hanya
tiduran di sebelah Yukinoshita. Dia ini mirip anjing yang dibawa pemiliknya ke taman, setelah lelah
dia hanya duduk di dekat tempat minum air di taman.

Dan seperti gaya Zaimokuza yang biasanya, dia berusaha mengembangkan Pukulan Maut
Ajaib miliknya. Hei, berhentilah melempar biji-bijian di tanah, kampret...Dan juga berhentilah
menggali-gali sesuatu di lapangan tanah liat ini!

Pada akhirnya, tidak ada gunanya mengumpulkan banyak sekali orang-orang tidak berguna di satu
tempat.

Dan diriku sendiri?

Aku hanya duduk di pojokan dan mengamati para semut. Ini sangat menyenangkan.

Tidak, serius ini, super menyenangkan.

Aku tidak tahu apa yang dipikirkan makhluk-makhluk kecil ini, bergerak begitu saja seperti tanpa
lelah, tapi pastinya mereka sedang melakukan rutinitas kesibukan kehidupan mereka. Ini membuatku
merasa seperti melihat ke arah jalan dari sebuah gedung perkantoran yang tinggi di Tokyo.
Image dari semut dan karyawan ber-jas hitam mulai muncul di kepalaku.

Apakah suatu hari nanti aku akan menjadi salah satu karyawan tersebut? Apakah akan ada orang lain
yang akan melihatku menjadi karyawan tersebut dari gedung perkantoran yang tinggi di Tokyo? Apa
yang ada dipikiranku jika itu benar-benar terjadi?

Bukannya aku membenci konsep menjadi karyawan...Sial, bahkan ada bagian dari diriku yang ingin
untuk menjadi salah satu dari mereka. Itu adalah peringkat kedua dalam Daftar cita-citaku, tepat
setelah Suami Rumahan. Nomer tiga dalam daftar tersebut adalah Mesin Pengapian. Tunggu dulu,
anjrit, apa aku punya cita-cita untuk menjadi mobil...?

Aku sendiri sebenarnya tahu dan sadar kalau menjadi karyawan juga memiliki sisi negatif. Aku selalu
kagum dengan bagaimana ayahku pulang setiap hari dengan ekspresi seperti lelah dengan kehidupan.
Aku kagum bagaimana dia bisa berangkat bekerja setiap harinya, meski dia sendiri merasa tidak
senang dengan itu.

Entah mengapa aku melihat image ayahku di gerombolan semut ini dan aku sendiri berupaya untuk
menyemangatinya.

Ayah, lakukan yang terbaik; Jangan menyerah, ayah; Jangan sampai botak, ayah.

Ketika aku sedang membayangkan bagaimana masa depanku kelak, aku mulai khawatir dengan masa
depan dari rambutku ini.

Doaku mungkin didengar, karena semut-semut itu mulai berjalan kembali menuju rumahnya. Aku
yakin kalau disana sedang menunggu kehangatan bersama keluarganya.

Aku lega.

Diriku mulai dipenuhi dengan emosi, sesekali sesenggukan dan menyeka air mataku.

Dan di momen itulah

Whoosh!

"Tidak, ayaaaah~!!!"

Semut yang merefleksikan ayahku barusan tiba-tiba lenyap; bola yang menghancurkannya sekarang
sedang berada di salah satu sudut lapangan.

Kutatap siapa yang menyebabkan bola ini terbang kemari dengan penuh emosi.

"Hmm, jadi kau sedang menciptakan debu-debu yang beterbangan untuk membingungkan musuhmu,
lalu mengambil peluang itu untuk mengembalikan bolanya...Sepertinya pukulan ajaibku sudah
sempurna, benar tidak? Fatamorgana ini kini berubah menjadi ladang emas, Blasting Sand Rock!"

Jadi kau, Zaimokuza...Apa yang telah kau lakukan kepada ayah versi semut milikku...? Well,
sudahlah, itu hanya semut. Kutepuk-tepuk tanganku dan mendoakan semut itu sejenak.

Sementara itu, Zaimokuza masih larut dalam situasi merasa telah menyempurnakan jurusnya; dia
mengibas-ngibaskan raketnya kesana-kemari sebelum menaruhnya di atas bahu sambil memasang
pose yang keren. Dia seperti baru saja memperoleh beberapa exp.

Well, persetan dengan Zaimokuza, dan juga persetan dengan semut tadi.

...Mungkin aku harus menghabiskan waktuku dengan menonton apa saja yang dilakukan oleh Si
Manis Totsuka.

Ketika kulihat situasinya, kulihat Yuigahama sudah terbangun. Yukinoshita sendiri menyuruhnya
untuk mengambil satu keranjang bola Tenis.

Dia disuruh untuk mengambil bola-bola itu dari keranjang dan memukulkannya ke arah Totsuka, dan
Totsuka harus berusaha keras untuk mengejar dan mengembalikan bola tersebut.

"Yuigahama-san, tolong lempar bolanya di sudut-sudut yang sulit, misalnya disana dan di arah yang
itu...Latihan ini sia-sia jika kita tidak melakukannya."

Yukinoshita tampak tenang dan terkendali; Totsuka, di lain pihak, sedang tersengal-sengal mengejar-
ngejar bola, dari belakang garis hingga di dekat net.

Yukinoshita ternyata serius...Maksudku, serius gila!

...Tidak, dia hanya sedang serius melatih Totsuka.

Jangan melihat ke arahku, kampret...Itu menakutkanku! Kenapa kau bisa tiba-tiba membaca
pikiranku?

Arah lemparan Yuigahama benar-benar random, setiap bola yang dia lempar pasti mengarah ke arah
yang tidak bisa ditebak.

Totsuka lalu berlari dan berusaha mengejar bola tersebut, tapi, sekitar bola yang keduapuluh, dia
akhirnya terkapar di lapangan.

"Uwah, Sai-chan! Kau baik-baik saja?!"

Yuigahama mengehentikan lemparannya dan berlari menuju area dekat net. Totsuka lalu tampak
menggosok-gosok lututnya, tapi dia tersenyum meski kedua matanya dipenuhi air mata, hanya
sekedar memberi tahu kalau dia tidak apa-apa. Dia ini memang pemberani...

"Aku tidak apa-apa, ayo lanjutkan."

Tapi, Yukinoshita sendiri tampak ragu ketika mendengarnya.

"Kau...Masih mau lanjut?"

"Yeah...Semua orang membantuku, jadi aku ingin berusaha lebih keras lagi."

"Begitu ya...Yuigahama-san, kuserahkan sisanya kepadamu."

Yukinoshita mengatakan itu, lalu dia membalikkan badannya dan bergegas menuju gedung sekolah.
Totsuka tampaknya keheranan melihat Yukinoshita yang pergi begitu saja.
"Apa aku...Mengatakan sesuatu...Yang membuatnya marah...?"

"Nah, dia memang seperti itu...Malahan, dia tidak memanggilmu bodoh atau tidak berbakat, jadi bisa
kubilang kalau suasana hatinya sedang bagus."

"Bukannya Yukinon hanya mengatakan itu ke Hikki?"

Nah, Yuigahama, dia juga mengatakan hal-hal itu kepadamu, sering malahan...Hanya saja kau tidak
sadar.

"Mungkin dia hanya...Kesal denganku...?Aku tidak bertambah baik, dan yang bisa kulakukan hanya
push-up sebanyak lima kali..."

Bahu Totsuka tampak menurun ketika melihat ke arah lantai. Hmm, well, kurasa yang dia katakan
bisa juga dikatakan karakter dari Yukinoshita...

Tapi...

"Kurasa bukan itu masalahnya. Yukinon tidak akan pernah meninggalkan orang yang datang untuk
meminta bantuannya."

Yuigahama mengatakan itu sambil memutar-mutarkan ujung jarinya.

"Well, itu benar...Maksudku, dia bahkan berusaha membantu Yuigahama agar bisa memasak. Kau
masih punya peluang, aku sendiri ragu kalau Yukinoshita menyerah."

"Apa maksudmu barusan?!"

Yuigahama melemparkan bola ke kepalaku. Bola tersebut mengenaiku dengan telak dan membuat
suara clonk! Kampret, kontrol bolanya ternyata benar-benar bagus...Aku tidak heran jika dia terpilih
dalam atlit pelempar bola terbaik.

Kuambil bola yang sekarang sedang menggelinding di lapangan dan melemparnya kembali ke arah
Yuigahama.

"Dia mungkin akan segera kembali, jadi...Ayo kita lanjutkan?"

"...Oke!"

Totsuka menjawabnya dengan penuh semangat dan kembali berlatih.

Setelah itu, tidak terdengar lagi komplain-komplain, tidak juga air mata yang keluar.

Totsuka sedang memberikan yang terbaik.

"Ugh, aku capek~~...Hikki, gantian dong."

Malahan, komplain pertama datang dari Yuigahama...

Tapi jujur saja, aku sendiri tidak melakukan apapun disini.


Yang bisa kulakukan saat ini hanyalah menonton semut lagi.

...Tapi Zaimokuza sudah membunuh semut-semut itu, jadi aku jelas akan kebosanan saat ini. Aku
benar-benar tidak memiliki sesuatu yang bisa dikerjakan.

"Ya sudah. Ayo gantian."

"Yay~~. Oh, ngomong-ngomong, biasanya akan menjadi bosan setelah lemparan ke-enam, jadi hati-
hatilah."

Lemparan ke-enam?! Itu cepat sekali! Apa staminanya benar-benar buruk?

Ketika aku berjalan ke arah Yuigahama untuk mengambil bola, aku melihat ekspresi senyumnya yang
enerjik barusan sudah berubah menjadi kecut dan suram.

"Ah, ada yang sedang bermain Tenis! Tenis loh!"

Kulihat asal suara yang ceria tersebut, dan yang kulihat adalah gerombolan dari grup Hayama dan
Miura. Mereka sedang berjalan ke arah kami, dan ketika mereka melewati Zaimokuza, mereka
tampak menyadari diriku dan Yuigahama.

"Ah...Ternyata Yui..."

Gadis yang berada di samping Miura mengatakan itu.

Miura lalu menatapku dan Yuigahama, lalu memindahkan pandangannya ke Totsuka.

Sepertinya dia sama sekali tidak melihat ke arah Zaimokuza.

"Hei, Totsuka. Bisakah kami juga bermain disini?"

"Miura-san, sebenarnya aku tidak sedang...Bermain-main...Aku sedang berlatih..."

"Huh? Apa? Aku tidak dengar barusan."

Totsuka mengatakan itu dengan pelan, jadi Miura tampaknya tidak mendengar kata-katanya barusan.
Totsuka hanya meresponnya dengan diam, tapi...Maksudku, jika seseorang menanyaiku pertanyaan
semacam itu, maka aku pasti tidak bisa meresponnya balik. Gadis ini benar-benar menakutkan.

Totsuka lalu mengumpulkan segenap keberaniannya dan mencoba sekali lagi.

"A-Aku ini sedang latihan..."

Tapi Sang Ratu merasa "persetan dengan itu".

"Hmm, tapi tahu tidak, ada beberapa orang disini yang bukan bagian dari Klub Tenis, Jadi...Juga hak
memakai Lapangan Tenis ini bukanlah hak eksklusif dari sekolah untuk Klub Tenis, benar tidak?"

"I-Itu memang benar...Tapi..."


"Kalau begitu, bukankah tidak masalah kalau kita juga menggunakannya? Jadi kenapa tidak?"

"...Tapi..."

Setelah mengatakan itu, Totsuka tampaknya kesulitan dan menatap ke arahku...

Tunggu, ke arahku?

Kurasa memang tidak ada orang lagi yang bisa dimintai bantuan olehnya. Yukinoshita sedang pergi
entah kemana, Yuigahama sendiri berusaha membuang muka dengan ekspresi yang kurang nyaman,
dan tidak ada yang peduli dengan Zaimokuza...Jadi kurasa pilihannya hanyalah aku.

"Ah, maaf, tapi Totsuka yang meminta ijin untuk menggunakan lapangan ini, jadi orang lain tidak
bisa begitu saja memakainya."

"Huh? Tapi, seperti yang kukatakan tadi, kau sendiri bukanlah Member Klub Tenis, tapi kau sendiri
sedang menggunakan Lapangan Tenis."

"Ah, umm, itu karena kita sedang membantu latihan Totsuka, jadi, ini semacam, outsourcing atau
sejenis itu."

"Huh? Kamu ngomong apaan sih? Itu agak menjijikkan."

Uwah, gadis ini jelas-jelas tidak ada niatan untuk mendengarkan kami...Karena itulah aku benci lonte
goblok yang semacam ini. Primata macam apa yang tidak mengerti bahasa manusia? Bahkan anjing
saja mengerti kata-kata manusia.

"Oke, oke, tidak perlu sampai segitunya."

Hayama lalu memotong dan berusaha memediasi.

"Ayolah, bukankah lebih menyenangkan jika semua orang bisa bermain juga? Bagaimana jika kita
bersama-sama berusaha mewujudkan itu?"

Kata-kata Hayama seperti menusuk diriku. Miura sendiri sudah dalam posisi siap menembakkan
pelurunya, hanya saja dia menahan diri untuk menarik pelatuknya.

Well, yang bisa kulakukan hanyalah menembak balik.

"Apa sih yang kau maksud dengan semua orang...? Apa semua orang yang kau katakan barusan itu
maknanya sama seperti ketika kau meminta sesuatu ke orang tuamu? Misalnya ketika kau bilang, Tapi
semua orang punya itu! atau sejenisnya...? Jadi siapa yang kau maksud semua orang...? Aku sendiri
tidak punya teman, jadi aku sendiri tidak pernah menggunakan kata-kata yang semacam itu..."

Ini adalah tembakan double yang berisi tembakan sebenarnya dan kesuraman! Sebuah kombinasi
yang maut!

Bahkan Hayama sendiri tampak merespon itu dengan segera.

"Ah, umm...Aku tidak bermaksud apa barusan. Umm...Maaf? Kalau kau ada ide untuk dibicarakan,
kau bisa mengatakannya kepadaku, kita bisa membicarakan semuanya."
Dengan cepat, dia berusaha membuatku nyaman.

Hayama adalah pria baik...Aku sendiri saja hampir menangis dan berterima kasih kepadanya.

Tapi...

Jika aku bisa diselamatkan hanya dengan simpati murahan, maka aku sejak awal tidak perlu
diselamatkan. Jika masalahku bisa selesai dengan beberapa kata, maka sebenarnya aku tidaklah punya
masalah.

"...Hayama, kebaikanmu barusan itu benar-benar membuatku senang. Aku tahu betul kalau kau punya
sifat yang baik. Juga, kau ini andalan di Klub Sepakbola. Kau juga berwajah tamfan, benar tidak? Aku
yakin kau sangat populer di kalangan para gadis!"

"A-Ada apa, kenapa tiba-tiba menjadi seperti ini...?"

Hayama tampak mulai terguncang dengan pujianku yang tiba-tiba itu.

Bagus, bagus, bagus, silakan nikmati dulu semua pujian dariku.

Aku berani bertaruh kalau Hayama tidak tahu...

Tahu kenapa orang suka memuji orang lain? Itu karena semakin banyak pujiannya, maka jatuhnya
akan semakin sakit!

Itu disebut Kematian karena pujian.

"Banyak sekali yang kau miliki, dan kau sendiri orangnya pintar. Meski begitu, kau masih ingin
mengambil Lapangan Tenis ini dari kami yang tidak punya apa-apa? Apa kau tidak malu?"

"Tepat sekali! Tuan Hayama! Apa yang baru saja kau lakukan adalah hal yang hina dari yang terhina!
Ini sebuah penjajahan! Akulah yang harusnya membalas dendam!"

Entah mengapa, Zaimokuza langsung ikut dalam pembicaraan dengan mengucapkan kata-kata level
tinggi seperti itu.

"Ke-Ketika mereka berdua berdiri bersama-sama, situasinya menjadi dua kali lebih menyedihkan dan
lebih hina..."

Yuigahama hanya bisa terdiam di dekat kami, sedang Hayama tampak menggaruk-garuk kepalanya.
Dia lalu mengembuskan napasnya.

"Hm, well, hmm..."

Mengesampingkan ekspresiku saat ini, sebenarnya aku memasang senyum licik di wajahku. Tepat
sekali...Hayama bukanlah tipe orang yang suka membuat masalah dimana saja. Saat ini, kata dimana
saja ini adalah antara dia, aku, dan Zaimokuza. Jika dia tipe orang yang menerima suara mayoritas,
maka Hayama tidak punya pilihan lain selain menyerah dengan tempat ini.

"Hei, ayolah, Hayato~~..."


Sebuah suara merajuk muncul dari samping.

"Kenapa kau hanya berdiri saja disana? Aku ingin bermain Tenis."

Dan orang idiot yang memainkan ujung rambutnya sudah muncul. Apa ada yang salah dengan
otaknya? Fokus kembali ke pembicaraan barusan, kampret...Apa kau ini tipe orang yang mencampur
gas dan rem menjadi satu?

Memang, Miura baru saja menekan gas daripada rem.

Dan itu baru saja memberikan Hayama sedikit waktu untuk berpikir. Waktu yang sejenak itu sudah
cukup untuk menyalakan otaknya.

"Hmm, ya sudah, bagaimana kalau kita lakukan ini : semua orang yang bukan bagian dari Klub Tenis
akan bermain, yang menang boleh memakai Lapangan Tenis untuk seterusnya. Secara otomatis,
pemenangnya juga harus membantu latihan Totsuka. Bukankah bagus jika bisa berlatih dengan
pemain yang lebih baik, benar tidak? Dengan begitu, ini akan menjadi menyenangkan bagi semua
orang."

...Kampret, kenapa dia malah bisa memikirkan logika yang semacam itu? Apa dia seorang jenius?

"Pertandingan Tenis?...Hmm, kedengarannya menyenangkan."

Miura memasang senyum yang menakutkan dimana senyum tersebut hanya bisa dilakukan oleh Sang
Ratu Api.

Dan semua orang yang melihat adegan ini tampak setuju dengan saran Hayama.

Dan begitulah, seperti terbawa oleh panasnya pertempuran, mengabdi pada kekacauan dan amarah,
kami akhirnya menuju ke tahap tiga dari latihan kami.

...Mungkin barusan terdengar terlalu keren. Dengan kata lain, kita mempertaruhkan penggunaan
Lapangan Tenis ini dalam sebuah pertandingan.

Kampret, kenapa bisa jadi begini...?

x Chapter VII part 1 | END x


Chapter 7 : Dewa Rom-Com Kadang Bisa Bermurah Hati-2

xxx

Kata-kataku tadi tentang kekacauan dan amarah, awalnya hanya sebuah candaan dariku. Kini, kurasa
itu benar adanya.

Beberapa orang mulai berkumpul di sekitar Lapangan Tenis, dimana lokasinya berada di salah satu
sudut di halaman sekolah ini.

Kalau kau tanya jumlahnya secara persis, yang bisa kukatakan adalah sekitar 100-an orang.
Perhitungan itu sudah termasuk Grup Hayama, dan sisanya adalah orang-orang yang datang setelah
mendengar tentang pertandingan ini.

Kebanyakan orang-orang ini adalah teman-teman Hayama ataupun fans-nya. Kebanyakan siswa kelas
2 SMA, meski begitu aku masih bisa melihat beberapa siswa kelas satu dan tiga disana.

Apa orang semacam ini benar-benar ada eksistensinya...? Dia bahkan lebih populer dari para politikus
kita!

"HA~YA~TO~GO!! HA~YA~TO~GO!!"

Para penonton tampak menyemangati Hayama dan mulai meneriakkan yel-yel. Ini seperti berada di
tengah-tengah konser idol...Tapi mungkin saja orang-orang disini bukanlah fans Hayama, mereka
hanya kebetulan mampir untuk melihat pertandingan yang jarang-jarang digelar ini...

Benar begitu kan? Aku sebenarnya sangat ingin mempercayai skenario barusan...

Entah mengapa, melihat kerumunan massa ini membuat bulu kudukku berdiri. Mereka ini semacam
pendukung aliran sesat...Memang, sebuah aliran sesat yang diikuti oleh kumpulan anak muda terlihat
menyeramkan.
Dan Hayama Hayato langsung merespon situasi ini, berjalan dengan santainya menuju ke tengah
Lapangan. Meski penontonnya banyak, dia tampak tenang-tenang saja. Mungkin dia sudah terbiasa
mendapatkan perhatian yang sebegitu banyaknya. Fansnya yang kukira kebanyakan berasal dari kelas
sendiri, ternyata ini membuktikan kalau kelas lain juga banyak yang menjadi fansnya.

Kami seperti ditelan sebuah lubang misterius, kurang lebih begitu. Kami hanya bisa menatap ke
kerumunan orang ini. Kututup kedua mataku; aku bisa merasakan sesuatu yang kurang nyaman ini
dari suara bisikan orang-orang di sekitarku.

Hayama sudah memegangi raketnya dan berdiri di tengah Lapangan. Dia lalu menatap kami dengan
penasaran, seperti ingin tahu siapa dari kami yang akan maju.

"Hei...Hikki, apa yang harus kita lakukan?"

"Apa yang harus kita lakukan, katamu..."

Yuigahama tampak gelisah. Lalu kulihat ke arah Totsuka; dia tampak seperti seekor kelinci yang
ketakutan di tengah-tengah hutan belantara.

Bahkan ketika dia mengatakan sesuatu kepadaku, dia melakukannya dengan gugup dan kedua kakinya
tampak gemetaran. Ya ampun, itu sangat manis sekali...

Aku bukanlah satu-satunya orang yang berpikir seperti itu. Ketika Totsuka berjalan dengan polosnya,
aku mendengar para gadis di sekitar berteriak "Sang Putri~~!!" atau "Saichaaan~~!!"

Tapi setiap kali Totsuka mendengar teriakan itu, dia semakin gemetaran. Melihat hal itu, membuat
fans Totsuka semakin berteriak lebih kencang lagi. Sedang aku sendiri juga merasa terhibur dengan
hal itu.

"Kurasa, Totsuka tidak bisa ikut serta..."

Hayama tadi berkata kalau pertandingan ini antara orang-orang yang tidak menjadi member Klub
Tenis...Dengan kata lain, ini adalah pertandingan untuk memenangkan hak penggunaan Lapangan dan
Totsuka itu sendiri.

"...Zaimokuza, kau bisa bermain Tenis?"


"Serahkan padaku. Aku sudah membaca seluruh seri manganya dan bahkan aku juga menonton
musikal-nya, jadi aku bisa dikatakan ahli dalam el-tenis."

"Akulah yang bodoh dengan bertanya kepadamu...Dan jika kau hendak mengatakan Tenis dalam
bahasa Spanyol, maka katakan Musikal dalam bahasa Spanyol juga."

"Ya sudah, kuserahkan kepadamu...Tunggu, memangnya bahasa Spanyol dari Musikal itu apa?"

"Yeah, kurasa aku akan melakukannya..."

"Kau pikir kau punya peluang untuk menang?...Juga, serius, apa bahasa Spanyol dari Musikal?"

"Tidak ada peluang sama sekali...Juga, tutup mulutmu. Kalau kau tidak bisa menyebutnya dengan
benar, maka pilih karakter lain saja. Karaktermu barusan sudah benar-benar cacat."

"Be-Begitu ya...Hachiman, kau ini ternyata lumayan pintar juga ya?"

Zaimokuza tampak terkesan. Sepertinya, aku baru saja memecahkan masalahnya, tapi aku sendiri
tidak bisa memecahkan masalahku...Ugh. Apa yang harus kulakukan?

Aku berusaha menenggelamkan kepalaku di lipatan lenganku. Ketika aku melakukannya, aku
mendengar suara yang menjengkelkan.

"Hei, bisa lebih cepat, tidak?"

Kampret, lonte ini benar-benar menjengkelkan...Kulihat asal suara itu, ternyata Miura yang sedang
melihat-lihat tampilannya sendiri. Sedang Hayama, tampak melihat Miura dengan keheranan.

"Huh? Yumiko mau bermain juga?"

"Apa? Jelas lah...Ingat tidak, akulah yang tadi bilang ingin bermain Tenis?"

"Aku tahu, tapi...Tim lain mungkin akan menampilkan laki-laki. Tahulah, itu, umm...Si Hikitani-kun?
Dia. Jika kau bertanding dengannya, maka itu akan terasa tidak imbang."
Siapa Si Kampret Hikitani-kun ini? Hikitani-kun tidak akan bermain disini. Hikigaya-kun-lah yang
bermain...Maksudku "mungkin" bermain.

Miura yang mendengarkan kata-kata Hayama, tampak mulai berpikir, dengan gaya bermain-main
dengan rambutnya yang bergelombang.

"Oh, kalau begitu kita bermain ganda campuran saja! Ya ampun, aku pintar juga ya? Tapi
memangnya ada yang mau bermain bersama Hikitani-kun? Haha, itu pasti lucu sekali!"

Miura mulai mengatakan itu dengan nada yang tinggi disertai tawa yang vulgar, dan para penonton
juga mulai tertawa mengikutinya. Aku sendiri entah mengapa juga tertawa dengan itu.

Ku ku ku, ku ku ku...Ugh, jujur saja, itu sangat menyakitkanku, tapi barusan itu sangat efektif. Aku
sendiri bisa merasakan kalau diriku mulai dimakan pelan-pelan oleh kegelapan.

"Hachiman, ini buruk sekali...Kau sendiri tidak punya teman perempuan, dan tidak ada gadis yang
mau menolong bajingan berwajah tanggung sepertimu, bahkan jika kau mengemis pertolongan ke
mereka. Jadi apa yang akan kau lakukan?"

Zaimokuza, jangan banyak bacot lu...Dan dia benar, jadi aku tidak bisa menyangkalnya.

Saat ini situasinya sudah lewat dari dimana aku bisa keluar dari situasi ini dengan berkata "ahahah,
maaf ya~~". "Ayo kita lupakan saja ini semua *mengedipkan mata*". Akupun menatap ke arah
Zaimokuza untuk meminta bantuan, tapi dia hanya memalingkan wajahnya dariku dan mulai bersiul.

Akupun mendesah kesal. Itu sepertinya memicu desahan lainnya ; Yuigahama dan Totsuka juga
tampak mendesah pasrah.

"....."

"Hikigaya-kun, maaf ya...Kalau saja aku perempuan, aku dengan senang hati akan bermain
bersamamu, tapi..."

Itu benar sekali. Kenapa Totsuka bukan seorang gadis? Dia sangatlah manis...

"...Tenang saja soal itu."


Aku tidak boleh memperlihatkan ketakutanku; aku lalu menepuk kepala Totsuka.

"Juga...Kau tidak perlu khawatir soal ini. Jika kau memiliki sebuah tempat dimana kau merasa disitu
dirimu seharusnya berada, maka kau harus melindungi tempat itu."

Bahu Yuigahama tampak terguncang. Dia seperti menggigit bibirnya sendiri dan menatapku dengan
ekspresi seperti orang yang sedang meminta maaf.

Yuigahama sendiri, punya posisi di kelas. Tidak seperti diriku, dia orang yang sangat bagus dalam hal
hubungan antar manusia, jadi dia punya keinginan untuk bisa terus akrab dengan Miura dan yang lain.

Aku adalah seorang penyendiri, tapi itu tidak berarti aku akan cemburu dengan orang lain yang punya
hubungan dengan sesamanya. Aku tidak mengharap mereka itu punya kesialan atau
semacamnya...Serius, aku katakan sekali lagi. Aku tidak berbohong.

Kami disini bukanlah semacam grup pertemanan atau sejenisnya; aku tidak mau memanggil salah satu
dari mereka sebagai temanku. Kita hanyalah orang-orang yang secara kebetulan berkumpul disini
dengan alasan yang berbeda.

Aku memiliki sesuatu untuk dibuktikan. Seorang penyendiri tidaklah berarti orang itu harus
dikasihani mereka juga baik seperti yang lainnya. Aku ingin menunjukkan itu ke mereka.

Aku juga sadar kalau aku tidak hanya terlihat sebagai pria yang sibuk dengan imajinasinya sendiri,
tapi aku juga terlihat seperti bermain dengan duniaku sendiri ketika aku sendirian. Sial, bahkan aku
bersikap seperti bisa teleport ataupun mengeluarkan napas api jika sendirian.

Tapi aku tidak mau menolak siapa diriku sekarang ataupun siapa diriku dulunya. Aku menolak
percaya kalau kesendirian itu adalah sebuah dosa ataupun sesuatu yang salah.

Jadi aku akan bertarung demi sesuatu yang kupercayai itu.

Aku mulai berjalan menuju tengah lapangan, sendirian.

".......................melakukannya."
Aku mendengar suara yang super pelan karena riuhnya penonton tempat ini.

"Huh?"

"Kataku, aku akan melakukannya!"

Yuigahama tampak menggerutu, sementara wajahnya sendiri memerah.

"Yuigahama? Bodoh sekali. Apa kau ini idiot? Sudah hentikan itu."

"Kenapa aku ini bisa disebut idiot?!"

"Kenapa kau mau melakukannya? Apa kau ini seorang idiot? Ataukah kau ini sebenarnya
menyukaiku?"

"H...Huh? A-Apa yang kau katakan? Kau bodoh? KAU BODOOOOOOHHH!!"

Wajah Yuigahama tampak memerah dan menyebutku bodoh berulang kali, dia tampak marah sekali.
Dia lalu mengambil raket itu dariku dan mulai mengayunkannya ke arahku.

"Ma-Maaf! Maafkan aku!"

Aku mulai meminta maaf sambil menghindari ayunannya. Mendengar suara whoosh dari raket yang
hampir menyentuh telingaku benar-benar menakutkan...Tapi meskipun aku meminta maaf, aku tetap
menatapnya dengan penuh tanda tanya, Yuigahama dengan malu-malu kemudian memalingkan
wajahnya.

"...Well, umm, bagaimana ya...? Aku sendiri kan member Klub Relawan, jadi...Bukankah normal jika
aku melakukan ini...Disana-lah tempatku berada."

"Tunggu, tenang dulu...Kau harusnya sadar dengan apa yang terjadi saat ini. Klub Relawan bukanlah
satu-satunya tempat dimana kau berada, benar tidak? Coba lihat disana, gadis yang berasal dari
Grupmu di kelas mulai menatap ke arahmu."

"Eh, serius kamu?"


Yuigahama yang tampak tegang mulai melihat ke arah Grup Hayama. Aku sendiri saja hampir
mendengar suara creak dari tulang lehernya yang menoleh perlahan ke arah tersebut. Aku hampir saja
menyarankannya untuk menggunakan balsem atau obat pelemas otot.

Grup gadis di dekat Hayama, dimana Miura sebagai pemimpinnya, sedang melihat ke arah kita. Wajar
saja dia melakukannya, karena apa yang baru saja diumumkan oleh Yuigahama.

Ada semacam aura pemburu yang dipancarkan oleh mata Miura, mata yang dipoles dengan warna
hitam mascara dan eyeliner. Rambut pirangnya yang dimodel bergelombang dengan ujung yang
melingkar, tampak kurang senang.

Apa dia ini Madam Butterfly dari Ace wo Warae atau sejenisnya...?

"Yui, tahu tidak, kalau kau bergabung di tim sana, maka kau akan melawan kita loh?"

Miura bersikap seperti seorang Ratu, menyilangkan lengannya dan menghentak-hentakkan kakinya di
tanah. Itu adalah pose Sang Ratu Yang Marah. Yuigahama merasakan tekanan dari pose tersebut dan
melihat ke arah tanah. Dia lalu meremas-remas roknya. Dia mungkin saja sedang ketakutan kedua
tangannya tampak bergetar hebat.

Para penonton mulai berbisik satu sama lain. Ini semacam eksekusi mati di depan publik.

Tapi Yuigahama lalu menegakkan kepalanya kembali, dan melihat lurus ke depan.

"...Itu...Bukannya aku mau begitu. Tapi, Klub...Klub juga penting bagiku! Jadi, aku akan melakukan
ini."

"Hmm...Begitu ya. Jangan sampai kau mempermalukan dirimu."

Miura meresponnya dengan datar, tapi aku melihat dirinya yang tersenyum. Senyum itu, seperti
berasal dari api neraka.

"Ya sudah, ayo kita ganti baju dulu. Aku mau meminjam pakaian olahraga untuk bermain Tenis dari
Klub Tenis bagian perempuannya, jadi kau akan ikut denganku kesana."
Miura menggerak-gerakkan kepalanya ke arah ruangan Klub Tenis di dekat Lapangan. Dia mungkin
tampak terlihat baik, tapi bagiku itu seperti mengatakan "Aku akan menjeratmu di ruangan itu". Dan
ketika Yuigahama pergi bersamanya, ekspresinya tampak tegang sekali, dan semua orang yang
melihat adegan itu mulai menebak-nebak apa yang sedang terjadi.

Well, uhh...Terima kasih sudah mengenal dirimu, selamat tinggal...

"Hei, Hikitani-kun."

Ketika aku mendoakan keselamatan Yuigahama, Hayama berbicara denganku. Dia pasti memiliki
skill komunikasi yang sangat bagus karena bisa berbicara denganku...Meski menyebutku dengan
nama yang salah.

"Apaan?"

"Aku tidak begitu tahu aturan di permainan Tenis, dan bermain double juga tampak sulit bagiku. Apa
kau tidak keberatan kalau kita membuat peraturan yang lebih mudah?"

"Well, lagipula ini hanyalah pertandingan Tenis untuk pemula...Bagaimana kalau kita melakukan
rally-rally pukulan dan poinnya seperti biasa saja? Semacam Bola Voli."

"Ah, kurasa itu cukup mudah dipahami...Kedengarannya oke."

Hayama lalu tersenyum kepadaku. Lalu aku meresponnya dengan senyum yang kurang
menyenangkan.

Ketika itu pula, kedua gadis sudah kembali.

Wajah Yuigahama tampak memerah dan berusaha membetulkan posisi roknya. Dia juga memakai
kaos polo.

"Seragam Tenis ini agak...Bukankah roknya ini agak kependekan?"


"Bukankah kau sendiri selalu memakai rok yang sependek itu..."
"Apa...?! Apa maksudmu barusan?! A-Apa kau selalu melihat ke arahku! Menjijikkan! Menjijikkan!
Kau benar-benar menjijikkan!"

Yuigahama menatapku dengan emosi, lalu mengayun-ayunkan raketnya.

"Bukan apa-apa! Aku tidak melihatmu sama sekali! Aku tidak menyadarimu sama sekali! Jangan
khawatir! Juga, jangan memukulku!"

"Entah mengapa...Jawabanmu barusan sangat menjengkelkan..."

Yuigahama menggumamkan itu dan secara perlahan berhenti mengibaskan raketnya.

Zaimokuza lalu memotongnya dengan suara pura-pura batuk.

"Hemm...Hachiman. Lalu bagaimana dengan strategimu?"

"Well, strategi terbaiknya pasti mengincar pemain perempuannya, benar tidak?"

Gadis sebodoh dia pasti bisa kuhancurkan dalam sekejap, benar tidak? Jadi gadis itu jelas-jelas sebuah
celah di pertahanan mereka.

Akan lebih efisien jika memukul ke arahnya daripada melakukan rally dengan Hayama...Tapi ketika
Yuigahama mendengar rencana itu, dia langsung menolak itu dengan tergesa-gesa.

"Huh? Hikki, kau tidak tahu? Yumiko itu member Klub Tenis sewaktu SMP dulu. Dia juga terpilih
sebagai atlet yang mewakili Propinsi, kau tidak tahu?"

Setelah aku mendengar itu, aku lalu menatap ke arah Madam Butterfly (atau yang dia sebut Yumiko).
Bentuk tubuhnya memang mendukung, dan gerakannya tampak lincah...Zaimokuza juga mulai
memperhatikannya.

"Hmm, jadi stereotipe gadis dengan model ujung rambut melingkar bukanlah sekedar bahan
candaan..."

"Sebenarnya, kau bisa menyebut gaya rambut semacam itu dengan gaya rambut bergelombang..."
Terserah kau saja.

x Chapter VII Part 2 | END x

Chapter 7 : Dewa Rom-Com Kadang Bisa Bermurah Hati-3

xxx

Pertandingan dimulai, dan jual-beli serangan dilakukan untuk memperoleh poin.

Awalnya, para penonton berteriak histeris, tapi semakin lama pertandingan berjalan, mereka hanya
bisa menahan napas mereka dan mengejar pergerakan bola dengan mata mereka, seperti memberikan
semacam perasaan senang ketika ada kubu yang mendapatkan poin. Jujur saja, ini seperti
pertandingan Tenis tingkat Pro yang biasa kau lihat di TV.

Dengan rally-rally panjang, bola dikembalikan dari lapangan satu ke lapangan lainnya, tapi aku mulai
merasakan semacam ketakutan yang menjalar di tubuhku.

Pada akhirnya, rally panjang ini dihancurkan oleh pukulan dari seorang gadis.

Ping!
Aku mendengar suara raket yang menghantam bola. Setelah itu, bola langsung melewatiku dengan
kecepatan yang tidak masuk akal.

Anjrit, apa-apaan barusan...?

Apa cuma aku saja atau yang lainnya juga melihat, bolanya barusan seperti meluncur deras dengan
kecepatan tinggi?

Dengan kata lain, Madam Butterfly ini benar-benar pemain level tinggi.

"Gila, dia benar-benar jago..."

Aku tidak bisa menghentikan mulutku untuk mengatakan itu.

"Sudah kubilang tadi..."

Suara Yuigahama barusan terdengar bangga akan sesuatu.

Bukankah dia harusnya satu tim denganku dan mendukungku?

"Tahu tidak, kau dari tadi tidak pernah memukul balik bolanya..."

"Ah, umm, sebenarnya...Aku tidak terlalu bisa bermain Tenis."

Aku hanya bisa menelan ludahku sendiri ketika mendengar itu.

"...Kau...Kau tidak bisa main Tenis tapi masih disini?"

"Ngh...I-Iya iya, itu salahku!"

Dengan kata lain, kau ini idiot...Kau ini terlalu baik ke orang lain. Kau tidak bisa bermain Tenis,
meski begitu kau masih disini, bermain di depan banyak orang demi Totsuka...
Itu bukanlah sesuatu yang mudah. Memang, kau akan terlihat keren jika kau juga bisa bermain Tenis,
tapi sayangnya hidup tidak semudah itu.

Aku sendiri memberikan perlawanan yang serius dengan pukulan servis yang mengarah ke tempat
sulit dan mengembalikan bola seakurat laser dari hasil latihanku memukul bola ke tembok, tapi ketika
masuk babak kedua, perbedaan angkanya semakin besar.

Ini dikarenakan arah bola sengaja diarahkan lawan ke arah Yuigahama.

Mungkin mereka kaget karena aku ternyata sangat jago dan mereka merubah target mereka...Atau
mungkin juga mereka tidak mempedulikan eksistensiku.

"Begini Yuigahama, kau urus bagian depan saja. Biar aku yang urus bagian belakang."

"Oke."

Kami menyepakati rencana sederhana barusan dan mengambil posisi.

Dengan cepat, Hayama melakukan servis. Bola mengarah ke ujung lapangan dan lokasinya agak jauh
dari kita. Akupun melompat dengan segenap kekuatan untuk berusaha mengembalikan bola itu.
Kujulurkan raketku sejauh mungkin agar bisa mengenai bolanya. Dengan segenap tenaga, aku pukul
balik bolanya.

Bola berhasil kukembalikan, tapi Madam Butterfly sepertinya sudah bersiap untuk itu. Dia lalu
memukul bolanya ke sudut yang sebaliknya, aku bahkan tidak sempat berpikir dimana lokasi persis
bola akan membentur lapangan, dimana aku sendiri sudah menduga kalau dia akan mengarahkan
bolanya ke arah itu.

Kedua kakiku yang ceroboh ini ternyata masih mendengarkan apa yang dikatakan oleh otakku. Aku
berhasil mengembalikan bolanya, kuarahkan di salah satu sudut lapangan lawan.

Tapi, Hayama tampaknya sudah membaca rencanaku itu dia sudah menunggu bola yang
dikembalikan olehku. Dia memukul balik bolanya, dengan sebuah drop shot diantara diriku dan
Yuigahama.

Aku sudah kehilangan keseimbangan, jadi mustahil bagiku untuk memukul balik bola tersebut.
Akupun mengirimkan tatapan memohon ke arah Yuigahama, lalu dia berlari ke arah bola tersebut dan
memukulnya balik...Namun karena pukulan barusan dipukul dengan sekuat tenaga, bola melambung
tinggi, jatuh tepat dimana Madam Butterfly berdiri.

Lalu bolanya di smash dengan kekuatan penuh, jatuh tepat di belakang kita. Madam Butterflu
memasang senyum sadis di wajahnya setelah bola barusan hampir menyentuh wajah Yuigahama dan
jatuh ke salah satu sudut lapangan.

"Kau tidak apa-apa?"

Aku tidak pergi untuk mengambil bolanya aku hanya memanggil Yuigahama yang baru saja
terjatuh.

"...Barusan itu sangat menakutkan..."

Ketika Yuigahama menggumamkan itu, Madam Butterly tampak sedikit khawatir akan kondisinya.

"Yumiko, bola barusan sepertinya terlalu kejam untuknya."

"Apa ?! Enggak lah! Ini biasa terjadi di pertandingan normal! Aku tidaklah seburuk itu!"

"Ahh, bisa jadi kau ini orangnya sadis."

Hayama dan Madam Butterfy tampak saling becanda dan tersenyum. Para penonton juga tampak
mengikuti mereka dan tersenyum.

"...Hikki, ayo kita menangkan pertandingan ini."

Yuigahama lalu berdiri dan berusaha mengambil raketnya.

"O-Ouch!" aku mendengar suara rintihan.

"Hei, kau baik-baik saja?"

"Maaf...Kupikir aku terkilir atau sejenisnya."


Yuigahama mengatakan itu sambil tertawa dengan ekspresi malu-malu. Meski begitu, kedua matanya
tampak dipenuhi air mata.

"Kalau kita kalah...Maka akan menyebabkan masalah ke Sai-chan...Ah, ini tidak bagus, kalau begini
terus maka situasinya tidak akan membaik...Kalau ini gagal, kurasa permintaan maaf yang sederhana
tidak akan menyelesaikannya dengan mudah...Ugh!"

Yuigahama mengatakan itu dengan frustasi.

"Well, kita akan cari jalan keluarnya. Skenario terburuk, kita akan dandani Zaimokuza dengan
pakaian perempuan."

"Itu pasti akan ketahuan dengan cepat!"

"Benar juga...Kalau begitu, aku ada ide lain...Kau pergilah ke pinggir lapangan dan beristirahat. Aku
akan menangani sisanya."

"...Bagaimana caramu menangani itu?"

"Ada sebuah jurus terlarang di Tenis yang sudah ada sejak dulu kala. Nama jurusnya adalah 'Raketku
tiba-tiba melayang!'"

"Itu pelanggaran loh!"

"...Well, skenario terburuknya, yaitu aku berubah menjadi mode serius. Kalau aku menjadi serius,
maka aku akan menjadi ahli dalam meminta ampunan dan menjilati kaki mereka."

"Barusan itu terlalu serius dalam hal yang salah..."

Yuigahama yang tampak terkejut itu mengembuskan napasnya, lalu dia tersenyum. Kedua matanya
tampak memerah bercampur air mata, mungkin ototnya terluka karena tertawa sampai menangis. Dia
lalu menatapku dengan kedua matanya yang memerah.

"Ah, Hikki memang idiot...Sifatnya benar-benar buruk, dan bertambah buruk ketika hendak
menyerah. Waktu itu, kau tidak menyerah sama sekali...Kau bergegas dengan cepat seperti seorang
idiot dan setelahnya mengucapkan hal-hal yang putus asa, suaramu sangat menjijikkan...Aku masih
ingat semua itu."

"Apa sih yang kamu bicaraka "

"Kurasa barusan aku hanya berbicara melantur saja..."

Yuigahama memotong kata-kataku dan berbicara dengan tergesa-gesa.

Dia lalu membalikkan badannya, dan berjalan keluar.

"Tolong beri jalan, tolong beri jalan!" dia meneriakkan itu dan membuat para penonton kebingungan.

"...Apa sih yang baru saja dia katakan...?"

Aku terus menatapa kepergian Yuigahama yang meninggalkanku sendirian di lapangan ini. Lalu, aku
mendengar suara tawa yang sinis dan menggema di lapangan ini.

"Ada apa tuh? Apa kau bertengkar dengan temanmu? Ditinggalkan?"

"Jangan konyol...Aku tidak pernah bertengkar dengan siapapun selama hidupku. Bukannya aku
sendiri punya orang untuk bertengkar atau semacamnya."

"Ehh..."

Hayama dan Madam Butterfly merespon kata-kataku barusan.

Hmm? Mereka barusan harusnya menertawaiku...

Begitu ya, humor yang merendahkan diri sendiri hanya bekerja efektif jika kau dekat dengan orang
yang diajak becanda...

Zaimokuza adalah satu-satunya orang yang berusaha menahan tawanya. Kutatap dirinya, namun
Zaimokuza langsung pura-pura berbicara dengan seeorang sambil menghilang dalam keramaian.
...Bajingan kau. Kau malah kabur ya?

Well, kalau dalam situasi yang seperti ini, aku juga pasti akan pura-pura tidak melihat dan kabur.
Totsuka sendiri juga melihatku dengan ekspresi yang menyedihkan.

Ugh, ya sudah...Saatnya memohon ampunan? Akan kutunjukkan seperti apa kemampuanku jika aku
sudah serius.

Agar bisa menggugah simpati seseorang, kau harus membuang jauh-jauh harga dirimu dan tangkap
simpatinya dengan sekuat tenaga...Aku sangat bangga dengan bagaimana ahlinya diriku dengan hal
itu.

Mungkin hanya akulah orang disini yang merasa gerah dengan situasi ini...

Tiba-tiba, aku mendengar suara riuh dari arah penonton.

Entah mengapa, tembok manusia penonton di pinggir lapangan tiba-tiba terbelah dengan sendirinya.

"Apa yang terjadi? Kenapa tempat ini bisa menjadi gaduh begini?"

Ternyata itu Yukinoshita dia memakai kaos olahraga dan rok, dan ekspresinya tampak kurang
senang. Dia membawa kotak P3K di tangan satunya.

"Ah, kau tadi pergi kemana...? Kenapa kau malah memakai itu?"

"Aku tidak tahu...Yuigahama-san tadi mendatangiku dan memintaku untuk memakai pakaian ini."

Yukinoshita mengatakan itu dan membalikkan badannya, dimana Yuigahama tiba-tiba muncul di
sampingnya. Sepertinya, mereka baru saja bertukar pakaian, dan dia memakai seragam Yukinoshita.

Mereka ganti baju dimana? Apa diluar?! Hmm...

"Kalah dalam pertandingan ini kurasa akan sangat menjengkelkan, jadi Yukinon akan bermain untuk
kita."
"Kenapa aku harus melakukan itu...?"

"Well, bukankah Yukinon satu-satunya teman yang bisa kuandalkan di dunia ini!"

Yukinoshita tampak kaget dengan respon Yuigahama.

"Te...Teman?"

"Yup, teman."

Yuigahama menjawab itu dengan cepat. Tunggu dulu, barusan itu agak...

"Apa kau benar-benar meminta temanmu untuk melakukan hal yang cukup mengganggu seperti ini?
Entah mengapa aku merasa kalau kau hanya memanfaatkannya..."

"Eh? Justru dalam situasi seperti inilah, aku hanya meminta bantuan teman. Kenapa kau harus
meminta tolong seseorang yang tidak kau pedulikan untuk melakukan sesuatu yang kau anggap
penting?"

Dia mengatakan itu seolah-olah itu adalah hal yang wajar di sunia ini.

Oh, jadi begitu ya...

Dulu, aku sering diminta untuk mengerjakan tugas piket kebersihan karena mereka selalu mengatakan
"bukankah kita teman?" setelah memintaku untuk melakukannya, jadi aku benar-benar tidak punya
pengalaman dalam sudut pandang Yuigahama kali ini.

Kalau begitu, bukankah itu artinya dulu aku benar-benar teman mereka...

Yukinoshita mungkin sedang memikirkan hal yang sama denganku. Dia menaruh satu jarinya di bibir
dan memikirkan sesuatu.

Sikapnya yang hati-hati itu memang wajar; aku dan dirinya bukanlah tipe-tipe orang yang bisa
mempercayai orang dengan mudah.
Tapi Yuigahama Yui ini adalah kasus khusus. Lagipula, dia ini bodoh.

"Hei, dia hanya mengatakan itu tanpa berpikir panjang. Tahulah, dia kan bodoh atau semacamnya."

"Tolong jangan remehkan aku...Mungkin kau tidak tahu, tapi aku punya mata yang bagus untuk
mengamati sikap orang-orang. Kecil kemungkinan orang yang memperlakukan diriku dan Hikigaya-
kun dengan baik adalah orang yang jahat."

"Logikamu barusan agak suram..."

"Tapi itu benar."

Memang benar.

"Aku tidak masalah dengan bermain Tenis, tapi...Bisakah kau beri aku waktu sebentar?"

Yukinoshita mengatakan itu dan berjalan ke Totsuka.

"Kalau tidak salah, kau paham caranya memakai kotak P3K ini untuk merawat lukamu?"

Totsuka tampak kaget dan mulai mengambil kotak P3K yang diberikan kepadanya.

"Eh, ah, yeah..."

"Yukinon, jadi kau tadi pergi untuk mengambil itu...Kau ternyata baik sekali."

"Begitukah? Meski begitu, masih ada saja pria yang memanggilku Ratu Es dari belakangku..."

"Ka-Kau tahu dari mana...Ah! Apa kau membaca Daftar Orang Yang Tidak Akan Pernah
Kumaafkan?!"

Kampret. Aku selama ini sudah memanggil Yukinoshita dengan kata-kata yang buruk dari buku itu.
"Aku juga terkejut. Apa kau benar-benar menyebutku seperti itu?...Well, bukannya aku peduli dengan
apa yang orang-orang pikirkan tentangku."

Yukinoshita lalu menatapku. Tapi, ekspresinya kali ini tidak sedingin yang biasanya, tapi seperti
bercampur dengan keraguan. Suaranya yang biasanya tegas kali ini tampak agak kurang kuat, dan dia
memalingkan pandangannya.

"...Juga...Aku tidak masalah jika kau berpikir kalau aku ini temanmu..."

Aku seperti hampir mendengar suara Pop! dan wajah Yukinoshita tampak memerah. Dia memegangi
raket dari Yuigahama dan menatap ke arah lantai lapangan.
Sisi super manis darinya barusan itu, sudah cukup untuk membuatnya mendapatkan pelukan...Dari
Yuigahama.
"Yukinon!"

"Hentikan itu...Jangan terlalu menempel denganku. Itu membuatku gerah..."

...Huh? Bukankah ini momen dimana dia harusnya bersikap deredere kepadaku? Apakah hanya aku
yang merasa kalau dia hanya bersikap deredere ke Yuigahama saja? Itu tidak benar, benar kan? Apa
kita sedang berada di situasi rom-com dimana laki-laki dikumpulkan dengan laki-laki saja dan
perempuan dengan perempuan?

Semua Dewa Rom-Com ternyata idiot.

Setelah berhasil menjauhkan Yuigahama darinya, dia lalu pura-pura batuk beberapa kali dan
melanjutkan kalimatnya.

"Memang aku sangat menyesal karena harus satu tim dengannya, tapi...Sepertinya aku tidak punya
pilihan lain, benar tidak? Aku akan menerima requestmu. Jadi yang harus kulakukan hanyalah
memenangkan pertandingan ini?"

"Okay!...Yeah, aku tidak bisa membantu banyak untuk mendukung kemenangan Hikki."

"Maaf ya sudah membuatmu melakukan ini."

Aku agak merendahkan kepalaku, tapi Yukinoshita hanya menatapku dengan dingin.

"...Tolong jangan salah paham ya. Aku tidak melakukan ini demi dirimu."

"Ha ha ha, ternyata kau ini tsundere."

Ha ha ha, ya ampun, ha ha ha ha...Sudah lama aku tidak mendengar kalimat klise itu.

"Tsundere...? Entah mengapa, kata itu sepertinya cukup menakutkanku."


Yeah, serius ini...Kurasa wajar kalau Yukinoshita tidak tahu apa tsundere...Terlebih lagi, gadis ini
tidak berbohong dia selalu mengatakan kebenarannya, meskipun kejam. Jadi mungkin dia tidaklah
bohong ketika dia berkata kalau tidak melakukan ini demi diriku.

Well, bukannya aku ingin dia menyukaiku atau sejenisnya, kurasa tidak apa-apa begitu.

"Yang terpenting, tunjukkan daftar yang kau katakan tadi setelah ini. Aku ingin melihatnya dan
memberikan responku kepadamu."

Yukinoshita lalu tersenyum manis kepadaku, seperti setangkai bunga yang mulai mekar. Tapi
mengapa senyumnya tidak membuatku merasa hangat sedikitpun...?

Aku sangat ketakutan. Seperti baru saja ditatap oleh seekor Harimau.

Kalau di depanku sekarang ada Harimau...Hmm, itu berarti ada seekor serigala di belakangku, seperti
pepatah lolos dari panci penggorengan, malah tercebur ke bara api. Ataukah belakangku nanti ada
seekor keledai?

"Yukinoshita-san...Benar tidak? Maaf memotong ya, tapi aku ini tidak setengah-setengah ke siapapun.
Kau ini bukan tipe-tipe putri yang manja, benar tidak? Kalau kau tidak ingin terluka, kusarankan
untuk tidak melakukan ini."

Kulihat asal suara itu dan Miura ternyata sudah berdiri disana sambil memainkan ujung rambutnya
yang melingkar, bahkan dia memasang senyum yang sinis ke arah kami.

Kau bodoh, Miura...Menantang Yukinoshita sama saja dengan mendapatkan "death flag".

"Tenang saja, aku tidak akan terlalu serius nanti. Akan kuhancurkan harga dirimu itu hingga
berkeping-keping."

Yukinoshita mengatakan itu dan memberikan invisible smile. Setidaknya, dialah yang invisible
bagiku.

Dia adalah musuh yang menakutkan, tapi akan sangat bagus jika kau bisa satu tim dengannya...Aku
sungguh merasa kasihan dengan orang-orang yang menjadi musuhnya.
Hayama dan Miura kini menatapnya dengan serius. Senyum Yukinoshita sendiri sangatlah cantik dan
cukup dingin untuk membuatku membeku seketika.

"Kau dari tadi sudah membully teman "

Wajah Yukinoshita tiba-tiba memerah. Mungkin dia merasa malu ketika menggunakan kata itu, jadi
dia kini berusaha mengatakannya sekali lagi.

"...Kau sudah membully anggota Klub-ku dari tadi. Siapkan dirimu...Mungkin aku terlihat seperti ini,
tapi aku bukanlah tipe orang yang mendendam."

Tidak, kau jelas tipe orang yang seperti itu...110% kau seperti itu.

x Chapter VII Part 3 | END x


Chapter 7 : Dewa Rom-Com Kadang Bisa Bermurah Hati-4

xxx

Kini, seluruh pemain yang terlibat sudah berkumpul. Pertandingan akhirnya kembali dilanjutkan
menuju tahap akhir.

Tim Hayama dan Miura memperoleh kesempatan pertama. Madam Butterfly alias Gadis Dengan
Ujung Rambut Melingkar, melakukan servis.

"Ya bukannya bagaimana, aku tidak tahu apa Yukinoshita-san tahu atau tidak, tapi sebenarnya aku
cukup jago di Tenis."

Miura mengatakan itu sambil mengembalikan pukulan yang mengarah ke arahnya, mirip cara pemain
basket mendribble bola. Yukinoshita bahkan tidak meresponnya; kedua matanya hanya menunggu
Miura saja.

Miura lalu tersenyum. Senyum tersebut sangat berbeda dari senyum Yukinoshita sebelumnya...Itu
adalah senyum dari seekor binatang buas.

"Jangan salahkan aku ya kalau wajahmu nanti kena bola."

...Uwah, menakutkan. Ini pertamakalinya aku mendengar seseorang membuat prediksi yang semacam
itu.

Ketika aku memikirkan itu, aku mendengar suara bola yang dipukul dengan cepat, seakan-akan
seperti sedang membelah angin.

Bola tersebut meluncur deras ke arah kiri Yukinoshita, dekat sekali dengan garis kiri lapangan.
Yukinoshita sendiri memegang raketnya di tangan kanan, jadi ini benar-benar diluar jangkauannya.

"...Mudah sekali."

Ketika aku mendengar suara bisikan tersebut, Yukinoshita sudah siap untuk mengembalikan bolanya.
Dia menguatkan pijakan kaki kirinya sebagai titik putar, lalu dia berputar seperti sedang berdansa
Waltz. Itu adalah sebuah backhand yang sempurna dengan memakai tangan kanannya.

Raketnya mengibas seperti pedang seorang Samurai, dan mengembalikan bolanya ke arah Miura
dengan secepat kilat.

Bola meluncur ke arah Miura, dekat di kakinya, dan dia terlihat ketakutan ketika bolanya memantul di
lapangan. Pengembalian bola tersebut membuat Miura terbangun.

"Entah apa kau tahu atau tidak ya, tapi aku juga bagus di Tenis."

Yukinoshita lalu mengarahkan ujung raketnya dan melihat dengan dingin Miura, seperti melihat
seekor serangga. Miura lalu tampak mundur selangkah dan melihat Yukinoshita dengan kedua mata
penuh dengan rasa takut. Bibirnya tampak terguncang hebat dan dia terlihat seperti seseorang yang
baru saja dikutuk.

Bisa membuat Ratu Miura seperti itu...Yukinoshita memang luar biasa.

"...Kau mengembalikan pukulan barusan dengan bagus sekali."

Yukinoshita tidak terpengaruh sedikitpun dengan provokasi Miura, dia hanya fokus untuk
mendapatkan poin.

"Well, wajahnya mirip dengan kakak kelas yang sering membullyku. Mudah sekali membaca isi
pikiran dari orang-orang tidak berguna yang semacam itu."

Yukinoshita tampak tersenyum penuh kemenangan dan mengatakan kata-kata tersebut.

Bahkan cara dia bertahan saja sudah merupakan gerakan menyerang. Ini tidak seperti pepatah kuno
"pertahanan yang baik adalah menyerang" tapi cara bertahannya adalah menyerang. Dia bisa
mengembalikan servis musuh dengan pengembalian yang kuat.

Para penonton mulai terpengaruh oleh permainan cantiknya.

"Fuhahaha! Anak buahku memang kuat-kuat! Ayo, habisi mereka!"

Zaimokuza yang mencium aroma kemenangan mulai kembali muncul, dan sekarang dia berada di
pihakku. Ini benar-benar membuatku jengkel...Tapi jika kita berpikir sebaliknya, fakta kalau
Zaimokuza ada di pihak kita, ini artinya situasinya sudah berbalik.

Ketika hanya ada diriku dan Yuigahama, kami merasa seperti tim tamu yang sedang bertandang, tapi
sekarang secara perlahan penonton mulai pindah ke pihak Yukinoshita.

Maksudku, para penonton prianya sedang menyemangati Yukinoshita.

Well, benar kalau Yukinoshita ini adalah spesies yang berbeda, dan tidak banyak orang yang tahu
sifatnya yang sebenarnya. Dan tentunya, dia juga cantik. Dia juga memiliki aura misterius di
sekitarnya; dia memberikan kesan seperti setangkai bunga yang berada di puncak gunung. Dia tidak
terkesan menakutkan, hanya saja dia terasa seperti makhluk yang tidak bisa kita sentuh ataupun kita
ajak bicara.

Yuigahama pasti punya keberanian yang luar biasa untuk mendobrak tembok itu...Dan dia juga
mungkin seorang idiot, yang bertipe super.

Tapi, kejujuran dan kebaikannya menggema di hati Yukinoshita. Yuigahama adalah satu-satunya
orang di dunia ini yang bisa meyakinkan Yukinoshita untuk datang kesini, dan Yukinoshita bermain
dengan sepenuh hati karena keberanian Yuigahama. Dia mungkin tidak akan mau datang jika aku
yang meminta langsung kepadanya.

xxx

Perbedaan poin yang terjadi sedari tadi, kini mulai hilang.

Melihat Yukinoshita yang berlari ke kanan dan kiri lapangan, membuatku berpikir kalau dia ini mirip
seorang peri. Caranya berdansa dengan kedua kakinya yang sedang berlari itu benar-benar menarik
perhatian penonton. Aku terlihat seperti penggenap saja disini, setiap kali aku berlari untuk
mengembalikan bola, semua orang menatap ke arahku seperti berusaha mengatakan "eh jangan
kamu!"

Tapi permintaan penonton ini dikabulkan karena sekarang giliran Yukinoshita untuk melakukan
serve.

Dia meremas bolanya dengan erat dan melemparkannya tinggi ke udara. Bola tersebut seperti ditelan
oleh langit biru dan mengarah ke arah lapangan. Arah mendarat bolanya tidak akan berada di dekat
Yukinoshita.

Semua orang akan berpikir kalau dia akan gagal, tapi...

Yukinoshita lalu mengambil ancang-ancang.

Dia melangkahkan kaki kanannya, lalu menekan kaki kirinya, dan lalu melompat dengan kedua
kakinya yang merapat. Seperti sebuah langkah kaki staccato.

Lalu dia melompat ke udara. Dia seperti Elang yang terbang di udara, dan tidak ada satupun orang
yang tidak terkejut oleh pemandangan itu. Selain cantik, dia juga cepat. Tidak ada yang mau
mengedipkan matanya karena tidak ingin melewatkan adegan ini tidak terekam sedikitpun dalam
ingatan mereka.
Sebuah bunyi bola yang terpukul di udara terdengar, lalu bola meluncur deras ke arah lapangan. Para
penonton, aku, Hayama, dan Miura...Tidak ada seorangpun yang bergerak.

"...Se...Sebuah jumping serve..."

Aku mengatakan itu meski sebenarnya aku juga kehilangan kata-kata disana. Melihat hal yang
mustahil yang dilakukan Yukinoshita barusan, membuatku kesulitan untuk menutup mulutku. Tadi
kita ketinggalan banyak sekali poin, tapi dia dengan mudahnya membalikkan keadaan. Sekarang, kita
unggul dua poin, dan jika kita mendapatkan poin lagi, maka kita akan memenangkan pertandingan ini.

"Kau memang luar biasa. Ayo kita pertahankan dan menangkan ini dengan mudah."

Aku mempercayai itu akan terjadi dan membuat pernyataan barusan, tapi Yukinoshita tiba-tiba
menyanggahku.

"Sebenarnya, aku juga ingin melakukan itu...Tapi permintaanmu barusan itu sangat mustahil."

Aku ingin bertanya kenapa, tapi Hayama tampak sudah siap untuk melakukan servis.

...Ah, ya terserah saja...Sepertinya kita akan memenangkan ini sebentar lagi ketika Yukinoshita
mengembalikan pukulan tersebut. Aku juga tidak akan mengendurkan kewaspadaanku, aku hanya
menaruh harapan kalau kita akan memenangkan ini.

Hayama juga tampaknya sudah tidak ada niatan untuk bermain lagi; dia tidak melakukan servis
sekeras sebelumnya. Servisnya cukup cepat, tapi itu normal, arah bolanya berada diantara Yukinoshita
dan diriku.

"Yukinoshita."

Kupikir, aku akan menyerahkan ini kepadanya, jadi aku memanggil namanya, tapi dia tidak
meresponnya sama sekali. Malahan, aku hanya mendengar suara bola yang dikembalikan dengan
pelan.

"H-Hey!"

"Hikigaya-kun...Apa kau tidak keberatan jika aku sedikit memuji diriku?"


"Huh? Juga, ada apa dengan permainan Tenismu barusan?"

Yukinoshita tampak tidak pedui dengan apa yang baru saja kukatakan, tapi dia hanya menarik napas
dalam-dalam dan mengembuskannya.

"Seingatku, aku selalu bisa melakukan semuanya, jadi aku tidak pernah melakukan semuanya dalam
waktu yang lama."

"Ada apa ini?"

"Bahkan dengan Tenis, ada seorang guru privat yang mengajariku, tapi aku mengalahkannya dalam
tiga hari. Kebanyakan semua olahraga juga begitu...Tidak, tidak hanya olahraga, tapi musik juga, aku
bisa ahli dalam semuanya hanya dalam waktu tiga hari."

"Ya ampun, kau ini kebalikan dari Si Tiga Hari Lalu Berhenti. Dan kau benar-benar memuji dirimu
sendiri! Jadi intinya apa?"

"...Satu-satunya hal yang kukhawatirkan adalah ketahanan staminaku."

Lalu Yukinoshita kembali mengembalikan bolanya dengan pengembalian yang pelan.

Kau benar-benar terlambat untuk memberitahuku soal itu...

Karena Yukinoshita bisa melakukan semuanya, dia tidak pernah lama dengan sesuatunya, dan dia
tidak pernah fokus dengan sesuatunya. Artinya, dia tidak pernah punya stamina yang terlatih untuk
itu. Ini mengingatkanku dengan latihan kita selama ini di jam makan siang, dia hanya melihat latihan
kita...Well, kurasa itu sudah dijelaskan oleh penjelasannya barusan. Kalau kau ingin menjadi lebih
baik maka kau harus terus berlatih, semakin sering kau berlatih, maka ketahanan staminamu akan
terbentuk.

Tapi karena dia sudah bisa bermain dengan baik, maka dia tidak berlatih lagi, karena itulah ketahanan
fisiknya sangat lemah.

"Uh, kurasa kau harusnya tidak mengatakan itu keras-keras...?"


Kulihat ke arah Miura dan Hayama, dan kulihat Sang Ratu dari Binatang Buas sedang tersenyum
licik.

"Oh, sayangnya kita sudah mendengar itu~~."

Miura mengirimkan pernyataan perangnya kepadaku. Sepertinya, semua beban di pundaknya


menghilang entah kemana. Tepat di sampingnya, Hayama juga tertawa kecil.

Ini adalah situasi terburuk yang pernah kubayangkan...Dari sebelumnya kita unggul, kini poin kita
seimbang, dan berakhir dalam situasi deuce.

Kita ini sedang bermain Tenis ala pemula, dengan peraturan yang aneh. Setelah kita masuk deuce,
hanya tim dengan keunggulan dua poin saja yang bisa memenangkan ini.

Sang andalan, Yukinoshita kini kehabisan energi dan terdiam. Tidak hanya itu, musuh kita juga
menyadari situasi itu. Servisku tidak akan meluncur deras ke arah mereka mereka bisa
mengembalikannya dengan mudah, dan itu adalah akhir dari ini semua.

"Wah wah, sepertinya nona yang barusan ikut campur sudah kehabisan bensin?"

Aku tidak bisa membalas kata-kata Miura barusan. Yukinoshita hanya bisa terdiam...Sebenarnya, dia
agak sedikit mengangguk. Dia tampak kelelahan. Kampret, apa kamu ini semacam Hiei di Yu Yu
Hakusho atau sejenisnya?

Miura menatap kami dengan arogan dan tampak hendak tertawa lebar. Sepertinya, dia ingin
menyelesaikan pertandingan ini. Aku merasa seperti ditatap oleh seekor ular...Ular kampret semacam
apa sih dirimu ini, anaconda atau bagaimana?

Hayama yang merasakan situasi berbahaya ini, memilih untuk ikut campur.

"Be-Begini saja, kita kan sudah berusaha sekuat tenaga...Jangan terlalu serius lah. Ini kan sudah
menyenangkan, jadi kenapa kita tidak sepakat menyelesaikan ini saja dalam situasi imbang?"

"Apa? Hei, Hayato, apa yang kau katakan barusan? Ini adalah pertandingan, jadi kita harus serius dan
membereskannya."
Dengan kata lain, mereka akan memenangkan pertandingan ini dan mengambil hak lapangan dari
Totsuka. Juga membereskan...Itu menakutkan sekali. Kira-kira apa yang akan dia lakukan
kepadaku...Aku tidak menyukai ini...Apa akan menyakitkanku? Aku tidak suka jika ini sudah masuk
ke tahap melukai...

Ketika aku sedang berdiri, menunggu situasinya, kudengar seseorang berkata dengan nada yang kesal.

"Bisakah kau diam sebentar?"

Yukinoshita mengatakan itu dengan nada yang kesal. Dia melanjutkannya sebelum Miura merespon
balik.

"Pria ini yang akan menyelesaikan pertandingannya, jadi kalian bisa kalah dengan tenang."

Semua orang tampak ragu dengan yang mereka dengar barusan. Sebenarnya, itu termasuk aku
juga...Juga, akulah orang yang paling terkejut saat ini.

Tiba-tiba, mata semua orang di lapangan ini mengarah kepadaku. Dari tadi aku adalah orang yang
eksistensinya tidak dianggap, orang yang tidak ingin ada disini, tapi tiba-tiba aku sangat populer saat
ini.

Lalu kulihat ke arah Zaimokuza. Kampret, ngapain lu kasih jempol ke gue?

Lalu kutatap Totsuka. Kampret, kenapa menatapku dengan tatapan penuh ekspektasi?

Lalu kulihat ke arah Yuigahama. Kampret, jangan menyemangatiku dengan keras...Memalukan tahu!

Lalu kutatap Yukinoshi ah, dia memalingkan pandangannya. Dia hanya melemparkan bolanya ke
arahku.

"Kau sendiri tahu, kan...? Aku mungkin mengatakan hal-hal yang menyindir dan menghinamu, tapi
aku tidak pernah mengatakan sesuatu yang bohong tentangmu."

Angin tiba-tiba berhenti berembus, karena itulah suaranya terdengar dengan jelas.
Yeah, aku tahu itu...Para pembohong disini hanyalah diriku dan mereka.

x Chapter VII Part 4 | END x

Chapter 7 : Dewa Rom-Com Kadang Bisa Bermurah Hati-5

xxx

Kesunyian yang tidak wajar mulai terasa di lapangan ini, dengan satu-satunya suara yang terdengar
adalah suara bola yang sedang dipantul-pantulkan.

Di tengah suasana aneh dan penuh tekanan ini, aku memaksakan diriku untuk mensugesti diriku.

Aku bisa melakukannya...Aku bisa melakukannya...Aku akan percaya dengan diriku tidak, aku
memang sejak lama percaya dengan diriku ini.

Lagipula, tidak ada alasan bagiku untuk kalah disini.

Aku adalah seorang pria yang telah lolos dan bertahan dari betapa menyedihkan, tidak bergunanya,
dan menyakitkannya kehidupan sekolah, dimana aku melalui masa muda yang rusak dan meracuniku
ini dengan sendirian. Tidak ada alasan bagiku untuk kalah kepada orang yang selalu butuh kerumunan
orang untuk melihatnya pada setiap langkah yang dia lalui.

Jam istirahat siang akan segera berakhir.

Biasanya, ini adalah waktu dimana aku menyelesaikan makan siangku yang biasanya kulakukan di
sebelah UKS, juga bisa kaukatakan itu berada di seberang Lapangan Tenis.

Ini mengingatkanku kalau aku pernah berbicara dengan Yuigahama disana, juga berbicara dengan
Totsuka untuk pertamakalinya.
Kutajamkan indra pendengaranku.

Aku sudah tidak mendengar lagi suara sinis dari Miura; aku bahkan tidak mendengar lagi suara para
penonton pertandingan ini...

Tapi, aku mendengar suara itu...Suara yang mungkin hanya aku seorang, yang mendengarkan suara
itu setahun belakangan.

Ketika momen itu datang, aku melakukan servis.

Pukulan yang cukup mudah untuk dikembalikan, tidak begitu keras, servis pelan yang diarahkan
tinggi-tinggi ke arah langit.

Aku melihat Miura berlari ke arah bola dengan ekspresi senang. Akupun melihat Hayama mengikuti
dari belakangnya. Aku melihat para penonton terasa kecewa dengan hal itu. Akupun sekilas melihat
Totsuka yang menatap ke arah tanah. Aku tidak mau melihat Zaimokuza yang sedang mengepalkan
tangannya. Akupun melihat ke arah Yuigahama yang sedang berdoa. Dan kemudian, kedua mataku
melihat senyum Yukinoshita yang penuh dengan keyakinan yang tinggi.

Arah pukulanku tidak begitu jelas akan jatuh dimana.

"Hyahhh!!"

Miura mengeluarkan suara yang mirip seperti seekor ular dan dia sudah berdiri di sekitar lokasi
jatuhnya bola.

Tiba-tiba, angin berembus.

Miura, kau mungkin tidak tahu...

...Tentang embusan angin spesial yang terjadi ketika mendekati akhir jam makan siang, ini adalah
sebuah keunikan yang hanya dirasakan oleh SMA Sobu dan sekitarnya.

Bola lalu tampak tergoncang dan berubah jalur mengikuti arah angin. Bolanya menjauh dari Miura
dan menyentuh titik pojok lapangan, tapi Hayama masih berusaha mengejar bola tersebut.

Hayama, kau mungkin tidak tahu...

...Angin ini tidak berembus hanya sekali saja.

Aku adalah satu-satunya orang yang tahu soal ini: Aku, yang sepanjang tahun duduk sendirian, tidak
berbicara kepada siapapun, hanya menghabiskan waktuku dengan diam...Dan hanya angin inilah yang
menjadi saksi bagaimana aku menghabiskan waktuku sendirian selama ini.

Dan begitulah cerita keajaiban dari bola melengkung yang dimana aku, dan hanya aku, yang bisa
melakukannya.

Tiupan angin kedua mulai berembus ketika bolanya memantul di lapangan.

Sama seperti sebelumnya, setelah memantul di sudut lapangan, bola tersebut berputar arah dan
menjauh dari lokasi.
Semua orang disini hanya bisa terdiam, seakan-akan telinga mereka hanya difokuskan untuk
mendengarkan apa yang sedang terjadi, dan seluruh pasang mata tampak terkejut dengan itu.

"Ah, aku baru saja ingat tentang sebuah cerita...Ada sebuah skill yang memberikan kekuatan kepada
penggunanya untuk mengontrol angin, Sang Penerus Angin, Eulen Sylpheed!"

Satu-satunya orang yang tidak mengikuti fenomena ini hanyalah Zaimokuza, dan dia meneriakkan itu
dengan kerasnya.

Kampret, jangan seenaknya menamai gerakan seseorang...Kau benar-benar mengacaukan situasi ini.

"Mu-Mustahil..."

Miura tampak sangat terkejut. Kata-katanya barusan membuat para penonton terdiam; para penonton
awalnya hanya riuh ramai seperti biasanya, tapi setelah itu mereka mulai meneriakkan Eulen
Sulpheed!, Eulen Sylpheed!

Ya Tuhan, tolong jangan buat mereka terus meneriakkan itu...

"Wah ternyata gagal ya...Sepertinya bola barusan melengkung secara ajaib."

Hayama menatapku sambil tersenyum ceria. Senyumnya seperti orang yang sudah berteman
denganku selama beberapa tahun...Sambil menerima senyumnya itu, aku meremas bola di tanganku
ini dengan keras dan tetap berdiri, tidak bergerak dari posisiku.

Aku benar-benar tidak tahu bagaimana merespon situasi yang semacam ini.

Jadi, aku hanya meresponnya dengan sebuah percakapan yang tidak berguna.

"Hayama. Apa kau pernah bermain baseball waktu kecil dulu?"

"Oh, iya. Aku sering bermain itu juga...Ada apa?"

Hayama tampak dipenuhi tanda tanya dengan pertanyaan yang tiba-tiba diarahkan kepadanya barusan,
meski begitu dia tetap menjawabku dengan langsung. Dia mungkin benar-benar orang yang baik...

"Memangnya, kau bermain baseball dengan berapa orang?"

"Huh...? Kalau kau tidak punya 18 orang, maka kau tidak bisa bermain baseball."

"Yeah, itulah yang kupikirkan...Tapi, tahukah kau, selama ini aku selalu sendirian."

"Huh? Apa maksudmu?"

Hayama bertanya balik kepadaku, tapi kupikir dia tidak akan mengerti meski aku memberitahunya.

Ini tidak hanya sekedar baseball secara solo.

Apakah orang-orang seperti kalian tahu bagaimana sakitnya mengayuh sepeda sendirian seperti
seorang idiot, berkeringat selama musim panas dan menggigil selama musim dingin? Kalian
mengalihkan hal-hal semacam itu dengan mengeluh "Panasnya", "Dinginnya, ini buruk sekali" aku
menjalani itu semua dengan sendirian.

Asal tahu saja...Kau tidak tahu rasanya menjadi takut untuk bertanya ke orang lain tentang materi
ujian yang akan datang, dan akhirnya kau memilih untuk belajar sendirian dan menghadapi
konsekuensinya secara langsung. Kau pasti sering mencoba mencocokkan jawaban ujianmu dengan
temanmu, membandingkan nilainya, lalu saling memanggil "goblok kau" atau hal-hal berlebihan
lainnya dan lari dari kenyataan, sementara itu aku hanya bisa menghadapi realita itu secara langsung.

Bagaimana dengan penjelasanku tadi? Apakah aku kini terlihat seperti orang yang terkuat?

Sambil dihinggapi emosi yang semacam itu, aku mempersiapkan diriku untuk melakukan servis.

Satu kaki berada di depan, dan satunya agak kebelakang seperti yang sudah diajarkan, lalu membuat
tubuhku serasa seperti sebuah busur. Kulempar bolanya tinggi-tinggi di udara. Kupegang raketku
dengan kedua tanganku dan kuposisikan di belakang leherku.

Langit yang biru, musim semi yang mulai menjauh, dan musim panas yang akan segera
datang...Kuambil semua itu dan kukirim langsung ke neraka.

"Masa muda, MAMPUSLAH KALIAN!!"

Dengan sekuat tenaga, ketika bola sudah berada di depanku, kupukul ke udara dengan sekali ayunan.

Terdengar "crack!" ketika bola menyentuh pinggiran frame raket dan mulai meluncur ke langit,
seperti tertelan oleh birunya langit.

Bola terus meluncur ke langit. Juga, bola mulai tampak mengecil karena perbedaan jarak.

"I-Itu...Tekad Penghancur yang mengaum hingga surga, Meteor Strike!"

Zaimokuza meneriakkan itu dengan kencang. Sekali lagi, ngapain lo namain pukulan tenis gue?
Kampret!

"Meteor Strike..."

Para penonton mulai berbisik satu sama lain dengan kata-kata barusan.

Serius, kenapa kalian malah kompak dengannya?!

Sebenarnya ini bukanlah hal yang luar biasa...Ini hanyalah permainan pukul dan tangkap saja.

Biar kujelaskan: Ketika aku kecil, aku tidak punya banyak teman, jadi aku menciptakan olahraga baru
dimana baseball dimainkan oleh satu orang Aku akan melempar bola sendiri, memukul sendiri, dan
menangkap sendiri. Ketika aku mencoba untuk menciptakan cara agar pertandingannya bisa lebih
lama lagi, aku menyadari kalau versi super dari pukul dan tangkap ini adalah cara yang terbaik untuk
membuat pertandingannya lebih lama.

Kalau aku berhasil menangkap bolanya karena batter gagal memukul, maka si batter out. Kalau aku
berhasil memukul bolanya terlalu jauh, maka aku menganggapnya home run. Kelemahan game ini
adalah, ketika kau mulai menyukai satu sisi (batter atau catcher), maka permainan ini sudah tidak
berimbang. Untuk memainkan permainan ini, sangat penting untuk menekankan objektivitas seperti
bermain hompimpa dengan diri sendiri. Para hadirin sekalian, tolong jangan ditiru; bermain baseball-
lah dengan teman-teman kalian.

Tapi itu adalah simbol dari diriku yang terisolasi, dan juga senjata terkuatku.

Ini semacam palu yang tiba-tiba muncul dari lubang dimensi yang akan menghancurkan para pemuja
masa muda yang bodoh.

"A-Apa-apaan barusan?"

Miura melihat ke arah langit dengan mata yang terbuka lebar. Hayama juga menatap ke arah langit,
tapi ekspresinya tiba-tiba berubah menjadi panik dan dia-pun berteriak.

"Yumiko! Jangan kejar!"

Hayama berteriak ke Miura, yang tetap menatap ke arah bola dengan ekspresi terkejut. Seperti yang
kuduga, Hayama menyadari apa yang terjadi...Tapi dia sudah terlambat.

Bola tersebut terus naik ke langit, namun secara perlahan melambat karena efek gravitasi, hingga
kedua gaya tersebut menjadi imbang, maka bola akan berhenti sejenak.

Kemudian, perimbangan gaya tersebut selesai, dan energi potensial barusan berubah menjadi energi
kinetik. Bola mulai bergerak turun. Ketika menghantam tanah, energi tersebut akan meledak.

Setelah perjalanan panjangnya di langit, bola tersebut mulai diselimuti oleh awan dan turun dengan
kencang.

Miura mengejar bola yang diselimuti awan tersebut dengan langkah yang tidak menentu, berusaha
untuk memukulnya.

Bola memantul di lapangan dan dengan arah yang tidak stabil, mengarah ke arah pagar pembatas
lapangan yang ada di belakangnya.

Sial...Miura akan menabrak pagar!

"Ugh!"

Hayama membuang raketnya dan berlari ke arah Miura.

Apa dia akan sempat?! Apakah dia akan gagal?!

Keduanya lalu menghilang dari pandangan akibat debu yang beterbangan di sekitar mereka.

Semua orang hanya bisa terdiam.

Aku mendengar suara orang yang menelan ludahnya sendiri...Malahan, mungkin orang itu adalah aku.

Lalu, debu mulai menghilang, dan mereka berdua mulai terlihat olehku.

Punggung Hayama tampak menghantam pagar; dia sedang memeluk Miura untuk melindunginya.
Sedang Miura sendiri yang berpegangan ke kaos Hayama, wajahnya tampak memerah.

Selanjutnya, para penonton langsung heboh dan bertepuk tangan. Ini semacam standing-ovation.

Hayama tampak memegangi kepala Miura, dan wajah Miura semakin memerah.

Sambil menyemangati, para penonton mulai mengelilingi Hayama dan Miura.

"HA~YA~TO~GO!! HA~YA~TO~GO!!"

Seperti hendak berpartisipasi dalam perayaan tersebut, bel tanda jam makan siang berakhir berbunyi.
Ini seperti sedang berada di situasi dimana akan ada adegan ciuman sebelum bagian terakhir, bagian
info nama-nama pemeran muncul.

Pada akhirnya, semua orang tampak puas dan kelelahan, mereka seperti sehabis menonton film yang
menarik atau habis membaca sebuah cerita epik tentang rom-com masa muda.

Setelah itu, sambil berteriak "hip hip hooray!" para penonton mengangkat mereka ke udara dan secara
perlahan mereka mulai pergi ke arah gedung sekolah.

TAMAT.

Kampret.

xxx

Tidak lama kemudian, kita menjadi orang terakhir yang berada di lapangan.

"Kurasa kau bisa katakan kalau kita memenangkan pertandingannya, tapi kalah dalam perangnya."

Suara Yukinoshita barusan terdengar menyedihkan sekali, tapi itu malah membuatku tertawa.

"Jangan konyol...Dari awal ini bukanlah pertandingan demi mereka."

Mereka yang merayakan masa mudanya adalah orang-orang yang selalu berada dalam cahaya lampu
sorot.
"Yeah, itu benar...Menjadi seperti ini gara-gara Hikki ada disini. Tidak dipedulikan meski kau
menang...Itu sangat menyedihkan sekali."

"Hei, Yuigahama, tolong jaga ucapanmu. Kau harusnya sadar kalau kadang kata-katamu yang jujur
itu bisa melukai seseorang, daripada hanya sekedar kata-kata sindiran langsung."

Aku menatap Yuigahama dengan kesal, tapi tampaknya dia tidak peduli sama sekali.

Well, kurasa yang dia katakan ada benarnya, jadi dia tidak punya alasan untuk meminta maaf. Sejak
awal, Hayama dan Miura tidak benar-benar peduli tentang kompetisi ataupun pertandingan semacam
itu.

Akupun kagum bagaimana mereka bisa merubah kekalahan menyakitkan menjadi sebuah halaman
yang indah dalam buku mereka tentang masa muda.

Kampret, apa-apaan barusan? Masa muda, mampus saja kau, kampret...

"Ugh, kampret, apa-apaan dengan Hayama...Kalau aku terlahir dan dibesarkan berbeda dengan saat
ini, aku juga bisa seperti itu, kampret..."

"Kalau begitu, bukankah kau akan menjadi orang yang berbeda...? Well, tapi ada benarnya kalau kau
mungkin butuh full reset."

Yukinoshita menatapku dengan dingin seperti hendak memberitahuku untuk mati saja.

"...Ta-Tapi, maksudku, umm...Kurasa aku aku lega kalau Hikki seperti ini, atau, umm...Well, kurasa
tidak buruk juga, umm..."

Yuigahama menggumamkan sesuatu. Aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Tolong bicara
dengan jelas...Kau mengingatkanku dengan diriku sendiri ketika berada di toko baju dan ada
karyawannya yang mendatangiku dan bertanya kepadaku.

Tapi, Yukinoshita tampaknya tidak mendengar apa yang Yuigahama katakan, dia hanya tersenyum
kecil dan diikuti dengan sedikit anggukan.

"Well, sayangnya...Ada beberapa orang yang sudah diselamatkan oleh jalanmu yang berbeda dari
orang kebanyakan."
Yukinoshita mengatakan itu dan tiba-tiba memalingkan pandangannya dariku. Ketika aku mengikuti
arah tatapannya, kulihat Totsuka berjalan ke arah kami dengan pelan sambil memegangi lututnya.
Zaimokuza juga mengikutinya dari belakang seperti seorang Stalker yang menyeramkan.

"Hachiman, bagus sekali...Seperti yang kuharapkan dari partnerku. Tapi, sayangnya, mungkin akan
tiba saatnya bagi kita untuk menyelesaikan ini untuk terakhir kalinya, dan selamanya..."

Entah mengapa, Zaimokuza mulai berbicara dengan dirinya sendiri dengan mata yang berkaca-kaca.
Kuacuhkan dia dan akupun mulai berbicara dengan Totsuka.

"Apa lututmu baik-baik saja?"

"Yeah..."

Ternyata, aku baru sadar kalau hanya ada laki-laki saja disini. Mungkin gara-gara ada Zaimokuza
disini, Yukinoshita dan Yuigahama mulai meninggalkan tempat ini.

Hayama bisa membuat para gadis mengelilinginya dengan mudah seperti seorang James Bond, tapi
disini aku malah dikelilingi para pria. Jadi, dia berada di ending film James Bond, dan aku
mendapatkan ending film A-Team...Kampret, kenapa tidak berimbang?

Rom-com sendiri ternyata hanyalah sebuah isapan jempol.

"Hikigaya-kun...Umm, terima kasih."

Totsuka berdiri di depanku dan menatapku langsung. Dia mengatakan itu lalu memalingkan
pandangannya. Dari posisiku saat ini, aku hampir saja hendak memeluknya dan menciumnya, tapi aku
teringat kalau dia adalah laki-laki...

Hal-hal rom-com disini semuanya serba salah, termasuk jenis kelamin dari Totsuka. Juga, Totsuka
sudah berterimakasih ke orang yang salah.

"Aku tidak melakukan apapun. Kalau kau mau berterimakasih, maka kau harus berterimakasih ke
mereka..."
Aku mencoba mencari orang yang sedang kubicarakan ini dengan melihat ke sekitarku. Ketika
kulakukan, aku melihat rambut twin-tail yang berkibas kesana-kemari dari arah samping ruangan
Klub Tenis.

Jadi mereka ada disana?

Aku lalu berjalan menuju ruangan Klub tersebut, kupikir aku harusnya menyampaikan terimakasihnya
ke mereka.

"Yukinoshi...Ah."

Dia ternyata sedang ganti baju.

Blusnya tampak terbuka,dan aku bisa melihat bra-nya yang berwarna hijau muda. Dia masih memakai
roknya, tapi tampilan yang tidak berimbang ini justru menunjukkan proporsi tubuh kurusnya secara
jelas.

"W...Wha wha wha "

Ugh, kenapa kau sangat berisik ketika aku sedang berkonsentrasi dan menyimpan ini dalam
memoriku? Oh, ternyata ada Yuigahama juga disini.

Dia ternyata juga sedang ganti baju.

Sepertinya, dia adalah tipe orang yang melepas kancing dari bawah. Kemejanya tampak terbuka, bra
pinknya dan belahan dadanya tampak terlihat jelas. Dia sedang memegang roknya dengan satu tangan
dan satunya lagi memegangi Yukinoshita...Well, sederhananya, dia tidak sedang memakai rok.

Bentuk pantat yang proporsional yang selaras dengan pakaian dalamnya yang berwarna pink, dan
kedua kakinya memakai kaus kaki berwarna biru gelap yang cukup tinggi.

"Serius ini, mati saja kau!"

Wham! Dia melemparkan raketnya dan tepat mengenai wajahku.


...Ahh, ya, ini memang sudah mirip dengan rom-com.

Kerja bagus, Dewa Rom-Com. Hiks.


x Chapter VII | END x
Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru
Volume 01 Bahasa Indonesia
Di translate oleh Aoi.
Zcaoi.blogspot.com

PDF oleh ユウトくん


Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru - Volume 01

Chapter 8 : Dan Kemudian, Inilah Yang Dipikirkan Oleh Hikigaya Hachiman

xxx

Masa muda.

Frase yang sederhana, meski begitu, frase itu bisa menggerakkan hati dari manusia. Memberikan
kedewasaan, memberikan nostalgia bagi orang dewasa, mengingatkan seorang wanita mengenai masa
gadisnya, dan memberikan orang sepertiku sebuah rasa cemburu dan benci yang sangat dalam.

Masa-masa SMA-ku tidaklah seperti sebuah kebun yang ada di surga, seperti yang pernah
kuceritakan sebelumnya. Itu hanyalah sebuah tempat berdebu, suram, dan membosankan. Pada hari
pertama masuk SMA, ketika aku mendapati kecelakaan itu, kehidupan SMA-ku sudah dipastikan
akan suram. Setelah itu, kehidupanku hanya terasa seperti sekedar antara di rumah dan sekolah saja,
ketika liburanpun aku hanya pergi ke perpustakaan. Aku benar-benar menjalani hidup yang sangat
jauh berbeda dengan bagaimana seharusnya kehidupan siswa normal SMA. Di duniaku ini, tidak akan
pernah ada situasi rom-com bagiku.

Tapi, aku tidak pernah menyesalinya sedikitpun. Bahkan, kau bisa katakan kalau aku cukup bangga
dengan hal itu.

Pergi ke perpustakaan dan menyelesaikan kegiatan membaca novel fantasi yang super panjang
itu...Menyalakan radio ketika malam dan mulai terkesan oleh cara penyiar radio itu menceritakan
ceritanya...Menemukan kehangatan dari lautan kata-kata di internet...Semua itu terjadi karena aku
memang selama ini terbiasa hidup dengan cara seperti itu.

Aku sangat bersyukur, aku tergugah, setiap kali aku bertemu dan berjanji untuk bertemu lagi.
Kadang aku seperti hendak menangis saja, tapi itu bukanlah air mata kesedihan.

Aku tidak pernah menolak semua waktu yang pernah kuhabiskan selama menjalani satu tahun
pertama “Masa Muda” di SMA-ku. Tidak, aku akan menerima itu semua dengan senang hati. Dan aku
tidak akan mengubah kata-kataku itu, baik hari ini ataupun esok.

Tapi, aku ingin menekankan sesuatu: meski begitu, aku tidak mau menolak cara hidup setiap orang
yang berbeda dariku. Aku tidak akan menolak bagaimana orang lain menjalani masa muda mereka.

Bagi mereka yang sedang menjalani masa mudanya, bahkan kegagalan bisa berubah menjadi
kenangan yang indah. Bahkan perdebatan, pertengkaran, dan masalah bisa menjadi momen lain dari
masa muda mereka.

Dunia akan berubah jika kau melihatnya dari sudut pandang mereka yang menjalani masa mudanya.
Kalau begitu, mungkin suatu hari nanti akan terjadi situasi rom-com di kehidupan masa mudaku.
Kurasa harapan yang seperti itu tidak sepenuhnya salah.

Mungkin juga, suatu hari nanti, aku akan melihat sebuah cahaya cerah menyinari jalan hidupku ini,
meski cahaya itu dilihat oleh mataku yang seperti mata ikan mati ini. Aku bisa merasakan, tumbuh
dalam diriku, sesuatu yang membuatku setidaknya berharap kalau sesuatu seperti itu akan terjadi.

Memang, itulah kesimpulan yang kudapatkan ketika aku menghabiskan keseharian waktuku di Klub
Relawan.

Kesimpulanku...

Aku menghentikan tanganku untuk terus menulis.

Akupun melemaskan tubuhku. Aku adalah satu-satunya orang yang ada disini, di kelasku, setelah
jam pelajaran terakhir selesai.

Aku tidak sedang dibully atau sejenisnya...Aku hanya menulis kembali kuisioner tentang masa
SMA, yang pernah ditugaskan oleh Hiratsuka-sensei. Aku sedang menulisnya dengan jujur, oke? Aku
tidak sedang dibully, oke?

Aku menulisnya dengan lancar, tapi aku agak kesulitan di bagian kesimpulannya, jadi pada akhirnya
aku hanya duduk disini saja meski kelas sudah kosong.

Mungkin aku harus melanjutkan ini di ruangan klub saja...

xxx

Setelah memutuskan itu, akupun menaruh kertas kuisioner itu dan peralatan menulis ke tasku, lalu
aku meninggalkan kelasku.

Tidak ada satupun orang di lorong Gedung Khusus, kupikir aku akan mendengar suara-suara orang
berteriak yang berasal dari member Klub Olahraga yang sedang berlatih di lapangan.

Yukinoshita mungkin sedang ada di ruangan klub dan sedang membaca buku...Kalau begitu, aku
bisa melanjutkan untuk menulis kesimpulan kuisioner ini tanpa diganggu orang lain.

Kalau begitu, kami tidak melakukan apapun di klub itu.

Kadang, mungkin tepatnya jarang, ada orang aneh yang datang ke kami, tapi itu jarang sekali;
kebanyakan orang akan menceritakan masalahnya ke orang yang mereka anggap nyaman, seseorang
yang mereka percayai, atau mereka menyimpan masalah mereka sendiri dan menghadapinya di
kemudian hari.

Mungkin itulah jawaban yang sebenarnya. Itulah yang seharusnya dilakukan orang-orang pada
umumnya. Tapi, kadang ada orang yang tidak bisa melakukannya, seseorang itu seperti aku, atau
Yukinoshita, atau Yuigahama, atau Zaimokuza.

Bagi kebanyakan orang, hal seperti persahabatan, cinta, ataupun mimpi adalah hal yang indah.
Bahkan momen dimana kau mendapatkan masalah atau tidak tahu harus melakukan apa akan terlihat
sebagai sesuatu yang positif.

Memang, itulah yang kami sebut dengan “masa muda”.

Tapi, ada saja orang cerewet yang melihat orang-orang sepertiku itu seperti sedang diracuni
idealisme “masa muda” dan mengatakan apapun yang mereka mau. Misalnya adikku yang
mengatakan, “Masa muda? Apa itu? Apa sejenis buah?”. Bukan, maksudmu tadi itu “mangga muda”.
Kau terlalu banyak menonton acara komedi ya?

xxx

Ketika membuka pintu klub, aku melihat Yukinoshita sedang membaca buku di tempat biasanya.

Ketika dia mendengar suara pintu dibuka, dia menolehkan kepalanya ke arahku.

“Oh...Kupikir kau tidak akan datang hari ini.”

Dia menaruh penanda buku di bukunya. Kalau dibandingkan dengan hari pertamaku di klub ini,
ketika itu dia terlihat tidak mempedulikanku dan terus membaca saja, kurasa dia memang sudah
membuat perkembangan.

“Oh, yeah...Aku juga sempat berpikir kalau aku harusnya tidak kesini untuk hari ini, tapi aku kesini
karena ingin mengerjakan sesuatu.”

Aku lalu menarik kursiku dan duduk di seberang Yukinoshita. Ini adalah posisi duduk kami yang
biasanya. Kuambil kertas kuisioner dari tasku dan menaruhnya di meja. Yukinoshita, yang melihatku
dari tadi, terlihat kurang senang.

“...Memangnya kau pikir ruangan klub itu digunakan untuk apa?”

“Coba lihat dirimu dulu, kau sendiri membaca buku disini...”

Yukinoshita memalingkan wajahnya dariku, wajahnya terlihat memerah.

Sepertinya tidak ada klien yang datang ke klub hari ini. Satu-satunya suara yang terdengar di
ruangan ini adalah suara jarum jam dinding. Kalau dipikir-pikir, sudah lama sekali kita tidak
memperoleh suasana tenang seperti ini...Mungkin karena munculnya beberapa orang berisik yang
mengisi tempat ini.

“Yuigahama kemana?”

“Sepertinya dia pergi keluar bersama Miura-san dan temannya yang lain hari ini.”

“Begitu ya...”

Kurasa itu mengejutkan...Atau mungkin tidak. Mereka adalah teman, dan setelah pertandingan tenis
waktu itu, aku merasa Miura terlihat semakin akrab dengannya. Mungkin karena Yuigahama akhirnya
bisa mengatakan apa yang ada di pikirannya dengan jelas.

“Kalau begitu akan kutanyakan hal yang sama, Hikigaya-kun. Kau tidak bersama temanmu hari ini?”

“Totsuka sedang ada latihan. Mungkin karena efek latihan spesial bersama kita tempo hari, tapi dia
terlihat bersemangat sekali untuk latihan belakangan ini...”

Itu secara tidak langsung mengatakan kalau aku tidak sering bersamanya belakangan ini. Itu
membuatku sangat sedih.

“Bukan Totsuka-kun, tapi yang satunya.”

“...Memangnya siapa?”

“Siapa katamu...Masa tidak tahu, itu loh yang selalu bersembunyi dibalik bayang-bayangmu.”

“Hei, jangan menceritakan hal-hal yang menakutkan...Jangan bilang kalau kau bisa melihat hantu
atau semacamnya?”

“...Ya ampun, jangan konyol...Hantu itu tidak ada.”

Yukinoshita mendesah kesal dan melihatku seperti mengatakan “Apa kau mau kuubah menjadi
hantu?”...Ah, kurasa sudah lama aku tidak mengobrol seperti ini dengan Yukinoshita.

“Maksudku, kalau tidak salah orang itu namanya Zai...Zai...Zaitsu-kun? Atau sejenis itu...”

“Ah, Zaimokuza? Dia itu bukan temanku.”

Sial, aku bahkan ogah untuk menyebut dia ‘bukan temanku’.

“Dia tadi mampir kesini dan berbicara sendiri seperti “Aku sedang dalam momen yang bagus saat
ini...Maaf tapi aku harus memprioritaskan deadlineku hari ini’, lalu dia pergi begitu saja.”

“Dia memang banyak omong seperti dirinya seorang novelis terkenal saja...”

Yukinoshita menggerutu dengan memasang ekspresi yang menjijikkan di wajahnya.

Ayolah, sedikitnya kau bersimpati kepadaku – akulah yang menjadi korban untuk membaca karya-
karyanya. Mending kalau itu dalam bentuk novel, dia hanya memberiku kertas berisi gambar-gambar
jelek dan rangkuman ceritanya, tahu tidak? “Hei, hachiman! Aku punya ide cerita yang bagus!
Heroinenya terbuat dari karet dan sub-heroinenya punya kekuatan untuk menangkal kekuatan
heroinenya! Ini pasti akan menjadi mahakarya!” Dasar goblok! Itu bukanlah ide yang keren, itu
sampah. Bukankah itu tidak masuk akal?

Well, pada akhirnya, memang kadang ada saja kumpulan orang-orang yang seperti itu, meski pada
akhirnya kita akan kembali lagi ke tempat dimana kita seharusnya berada. Mungkin kau bisa
menyebut orang-orang seperti itu adalah hal yang jarang kau temui dalam hidupmu.

Tapi jika kau tanya kepadaku dimana Yukinoshita dan diriku harusnya berada, kurasa aku akan
menjawab kalau kami berada di tempat yang tidak seperti itu.

Percakapan kami akhirnya berakhir dan suasana yang biasanya kembali ke ruangan ini.

“Aku masuk.”

Pintu klub terbuka.

“...Ya ampun.”

Yukinoshita menaruh tangannya di kening dan mendesah kesal. Dia tampaknya sudah menyerah
dengan keadaan itu. Begitu ya...Ketika suasananya mendadak sunyi dan pintu tiba-tiba terbuka seperti
itu, kau akan kesal dan menyalahkan orang yang melakukannya...

“Hiratsuka-sensei...Tolong ketuk pintu dulu sebelum masuk.”

“Hmm? Apa aku baru saja mendengar kalimat khas dari Yukinoshita?”

Hiratsuka-sensei terlihat agak bingung, tapi dia menarik kursi terdekat dan duduk.

“Apa Sensei ada keperluan?”

Setelah Yukinoshita menanyakan itu, mata Hiratsuka-sensei terlihat bersinar terang.

“Aku ingin mengumumkan hasil sementara pertempuran kalian!”

“Ahh, itu ya...”

Aku lupa...Sebenarnya, aku tidak ingat kalau aku pernah menyelesaikan sesuatu disini, kurasa wajar
jika aku lupa.

“Pertempurannya berakhir dengan masing-masing pihak mendapatkan dua kemenangan, jadi


hasilnya imbang untuk sementara. Ya, pertandingan yang ketat adalah jiwa dari manga
pertempuran...Meski jujur saja, aku lebih suka melihat Yukinoshita seperti membangkitkan sesuatu
dalam dirinya ketika melihat kematian dari Hikigaya...”

“Aku mati? Bagaimana bisa sampai ke topik bahasan itu...? Umm, dan tiap pihak memperoleh dua
kemenangan? Aku tidak ingat kalau aku menyelesaikan sesuatu, dan sampai saat ini hanya ada 3
orang yang datang kesini dan meminta bantuan kita.”

Apa orang ini tahu bagaimana menghitung sesuatu?


“Menurut perhitunganku, ada empat orang. Apa kalian lupa dengan aturannya? Aku akan selalu
memutuskan sesuatu sesuai penilaianku. Ketika kau memainkan game yang memiliki aturan tidak
jelas, sebenarnya itu akan terasa sangat menyegarkan...”

Apa dia ini Gian di Doraemon apa sejenisnya?

“Sensei...Apakah anda bisa menjelaskan alasan perhitungan anda itu? Seperti kata dia, kita
sebenarnya tidak benar-benar menyelesaikan masalah orang-orang yang datang kesini.”

“Hmm...”

Hiratsuka-sensei terlihat diam dan berpikir untuk sejenak.

“Well, begini...Masalah-masalah kalian ini sebenarnya berasal dari hati kalian, dan begitu pula
dengan masalah-masalah orang ketika mereka kesini, kemungkinan besar bukan itulah masalah
mereka yang sebenarnya.”

Dengan kata lain, pemenang dan siapa yang kalah di permainan ini tidak memiliki patokan yang
jelas. Hiratsuka-sensei melihat kami berdua seperti tersinggung akan sesuatu.

“Ugh...Kalian berdua terlihat bisa bekerjasama dengan baik ketika hendak menyerang orang secara
bersama-sama...Seperti teman lama atau sejenisnya.”

“Aku tidak pernah mengatakan kalau aku adalah teman dari pria ini.”

Yukinoshita menaikkan bahunya. Aku awalnya yakin kalau dia melirikku sejenak, tapi ternyata dia
tidak sekalipun menoleh ke arahku.

“Hikigaya, jangan bersedih seperti itu...Kata orang, akan selalu ada serangga yang menyukai berada
di semak belukar daripada taman bunga yang indah. Kurasa itu hanya sekedar bagaimana caramu
menganggap kata-kata itu seperti apa.”

Sensei mencoba untuk menghiburku. Aku bukannya bersedih, sialan...Dan sejak kapan kebaikannya
ini terasa menyakitkan...?

“Memang betul...”

Menambah keterkejutanku, Yukinoshita tampaknya setuju akan hal itu...Tunggu, bukannya dia yang
membuatku depresi sejak awal?

Tapi, Yukinoshita hanya mengatakan kebenarannya, dia tidak akan bohong dengan perasaannya, jadi
dia mungkin mempecayai kata-kata Sensei. Dia lalu tersenyum kepadaku.

“Aku yakin kalau suatu hari nanti akan ada serangga yang akan menyukai Hikigaya-kun.”

“Setidaknya kau menyebut hewan yang lebih manis lah, sial!”

Kurasa itu cukup sopan, bahkan bagiku, untuk tidak menyebut makhluk bernama manusia...

Mungkin dia cukup puas dengan apa yang baru saja dia katakan, tapi kedua matanya bersinar; dia
sepertinya menikmati hal itu.
Aku, di lain pihak, tidak melihat itu adalah sesuatu yang menyenangkan. Maksudku, bukankah
berbicara dengan seorang gadis harusnya lebih hah-hah-he-he-manis-dan menggoda? Bukankah ini
sangat aneh?

Ketika aku hendak menulis itu, Yukinoshita melihat ke arahku.

“Sebenarnya, apa yang sedang kau tulis dari tadi?”

“Diamlah, ini bukan apa-apa.”

Dan kemudian, aku menulis kesimpulan kuisioner itu:

Seperti dugaanku, rom-com masa mudaku sudah kacau balau.

x Volume 1 | END x
Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru
Volume 01 Bahasa Indonesia
Di translate oleh Aoi.
Zcaoi.blogspot.com

PDF oleh ユウトくん


Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru - Volume 01

Afterwords

x x x

Lama tidak berjumpa. Disini Watari Wataru. Juga, senang bertemu denganmu. Disini Watari
Wataru.
Mungkin ini agak tiba-tiba, tapi masa muda adalah sesuatu dimana dunia ini salah ketika
mengartikannya. Sebenarnya itu adalah kata lain dari kebohongan. Pergi berkencan ke LalaPort
bersama gadis manis di sekolahmu, diajak teman ke sekolah lain untuk makan siang bersama seorang
gadis...Hal-hal semacam itu tidak pernah ada. Hal tersebut hanyalah karangan belaka.

Pernah tidak membaca sebuah cerita rom-com masa muda dan melihat sebuah tulisan yang berjudul
disclaimer pada akhir cerita?

*Cerita ini hanyalah fiksi belaka, tidak ada hubungannya dengan tempat, orang, atau organisasi
yang sebenarnya.

Dengan kata lain, rom-com masa muda adalah sesuatu yang berisi kebohongan. Dan semua orang
tertipu olehnya.

Masa muda yang sebenarnya adalah sepulang sekolah bersama temanmu, nongkrong di Saizeriya
hingga malam dengan bermodal minuman dan focaccia.

Dan yang kau lakukan dengannya hanya menggosipkan tentang teman sekelasmu dan sekolahmu.
Itulah gambaran yang benar tentang masa muda. Aku ini berbicara berdasarkan pengalamanku, jadi
aku cukup yakin soal ini.

Tapi di saat yang bersamaan, aku juga tidak membenci masa muda yang seperti itu.

Terlihat antusias tentang mencampurkan soda melon dan jus jeruk, lalu menyebutnya
"melange"...Pergi darmawisata dan bermain mahjong dengan 3 orang pria lain di tengah ruangan
kamar yang seperti kapal pecah...Hanya bisa terdiam ketika melihat gadis yang kusukai seperti sedang
bermesraan dengan pacarnya...Kalau aku memikirkan masa-masa itu, aku bisa mengingat dengan jelas
tiap detailnya.

Maaf, tapi itu hanyalah bohong. Aku benci masa muda yang seperti itu. Aku ingin berkencan dengan
gadis di sekolahku. Sial, aku bahkan sampai saat ini masih menginginkan itu.

Itulah hal-hal yang kurasakan ketika menulis ini. Kuharap kalian menyukainya.

.....

x Afterwords | END x
Analisis oleh Aoi.
Analisis ini berisi pemikiran penerjemah yang bisa saja salah. Jika punya pendapat, dapat berkunjung
ke zcaoi.blogspot.com

Chapter 1

Melihat semua klien Klub Relawan hingga volume 11, tidak mendapatkan tiga pertanyaan serupa
yang diterima Hachiman dari Hiratsuka-sensei, jelas Hiratsuka-sensei memiliki maksud terselubung
dengan menempatkan Hachiman di Klub Relawan.

Vol 2 chapter 5, Sensei mengatakan kalau adanya Yui di Klub Relawan mengacaukan kalkulasinya.
Vol 9 chapter 5, Sensei mengatakan kalau dia berharap Hachiman akan berjalan di sisi Yukinoshita
dan mampu membuat Yukinoshita membuka dirinya.

Vol 9 chapter 5 juga menceritakan kalau Sensei dulunya punya masalah yang sama dengan
Hachiman, dan itu menjadi salah satu penyebab mengapa Sensei masih single.

Apa yang terpikirkan oleh saya sebagai berikut:

Di tahun ajaran ini, Sensei yang mengajar Sastra Jepang (Tepatnya Sastra Modern), diperbantukan di
bagian BK (Bimbingan dan Konseling). Sensei lalu melihat essay kehidupan SMA milik Yukino,
mengingatkannya tentang sifat pria di masa lalunya. Mengetahui bagaimana sosial sekitar bersikap ke
Yukino, Sensei 'mengisolasi' Yukino di Klub Relawan, Klub yang Sensei naungi sebagai pembinanya.

Lalu Sensei melihat ada sebuah essay tentang kehidupan SMA dari Hachiman, mirip dengan dirinya
waktu SMA dulu. Menurut pengalamannya, orang bertipe Hachiman (dirinya di masa lalu) ini bisa
membuka hati orang bertipe Yukino (pria masa lalunya).

Untuk memastikan rencananya bisa berjalan, Sensei menempatkan Hachiman satu ruangan dengan
Yukino, alias Klub Relawan. Oleh karena itu, pertanyaan "apakah Hachiman punya klub?" menjadi
relevan.

Tentunya, tahap awal dari sebuah hubungan adalah pertemanan. Untuk memastikan kalau Hachiman
benar-benar memberi 'value' penting dalam hubungannya dengan Yukino, Sensei bertanya "apa
Hachiman punya teman?". Artinya, apapun jenis hubungan dekat antara Hachiman dan Yukino
nantinya, Hachiman akan benar-benar memperlakukannya sebagai sesuatu yang berharga, karena itu
adalah hubungan pertamanya. Pertanyaan kedua ini ada relevansi dengan request Sensei, yaitu
menghilangkan sifat tertutup Hachiman. Request selesai jika Hachiman mengakui kalau dia memiliki
hubungan yang berharga dengan seseorang.

Karena Sensei bisa bersikap seperti ini dari pengalaman masa lalunya, tentunya Sensei tahu kalau ini
akan berakhir dengan sebuah kisah asmara, entah good atau bad ending. Maka pertanyaan ketiga
"Apakah Hachiman punya pacar?" menjadi relevan.

...
Perlu menyematkan tanda tanya besar mengapa Hachiman tahu gadis di depannya adalah
Yukinoshita Yukino. Alasan terkenal dan berpikir semua orang tahu Yukino disanggah di vol 3
chapter 5, dua member Klub Gamers, Sagami dan Hatano, tahu nama Yukinoshita Yukino. Tapi,
mereka berdua tidak yakin gadis yang di depannya adalah Yukino.

Kemungkinan besar ada di vol 6 chapter 0, Hachiman mengakui kalau sampai saat ini dia masih
stalker. Dan juga diperkuat di edisi ANOTHER kalau Hachiman juga masih buka praktek sebagai
stalker. Ini juga diperkuat dengan monolog Hachiman di vol 8 chapter 2, gadis di depannya adalah
Isshiki Iroha. Yui hanya menyebutnya sebagai Iroha-chan, bahkan di vol 7.5 side B disebut Iroha-
chan. Patut dipertanyakan pula darimana Hachiman memperoleh nama lengkap Iroha.

Tapi, Iroha adalah target sampingan stalker Hachiman, karena Hachiman lupa nama Iroha, baru
ingat setelah Yui menyebut "Iroha-chan". Sedang Yukino, Hachiman langsung tahu.

Juga, di vol 1 chapter 3, Hachiman tidak mengenal Yui, padahal sekelas. Vol 1 chapter 6, Hachiman
tidak mengenal Totsuka, padahal sekelas. Vol 2 prolog, tidak mengenal Saki, padahal sekelas. Vol 4
chapter 4, tidak tahu nama lengkap Ebina adalah Ebina Hina, padahal sekelas.

...

Hachiman menyukai gadis tsundere.

...

Cerita Nighthawk Star mirip cerita hidup Yukino. Memisahkan diri dari Ibunya agar bisa hidup lebih
baik.

...

Kemungkinan besar, Yukino tahu nama Hikigaya Hachiman dari kecelakaan satu tahun lalu.

Chapter 2

Sensei sendiri memberi pernyataan kalau maksud dia menaruh Hachiman dan Yukino di Klub
Relawan memang untuk membuat mereka berdua lebih dekat...
...

Satu-satunya penjelasan logis mengapa Sensei bisa menjelaskan kounibyou dengan baik adalah
Sensei pernah atau saat ini masih mengidap penyakit tersebut.

Diperkuat lagi vol 9 chapter 5 kalau saran-sarannya terhadap Hachiman waktu itu berdasarkan
pengalamannya sendiri.

...

Semua dugaan Yukino terhadap Hachiman, belakangan diketahui benar adanya. Hachiman memang
menyukai Yukino. Hachiman juga seorang stalker.

...

Lima kali sepatu indoor Yukino diambil paksa oleh anjing. Saya katakan diambil paksa karena jika
dicuri oleh anjing, maka tidak ada yang tahu kalau yang mengambil itu adalah anjing. Karena Yukino
tahu yang mengambil itu adalah anjing, artinya anjing tersebut tiba-tiba datang dan mengambil paksa
sepatu indoornya, lalu pergi bersama sepatunya.

...

Teman masa kecil Yukino itu adalah Hayama. Gara-gara Yukino terlihat memberikan coklat di hari
Valentine ke Hayama (vol 11 chapter 1), Yukino dibully. Ini menjelaskan mengapa 83% pelaku bully
ke Yukino adalah gadis, mereka semua penggemar Hayama.

Nasib Hayama sendiri dibenci oleh Yukino, karena Hayama menolak membantu Yukino untuk
mengatasi gosip itu. Jika merunut pernyataan Hayama sendiri di vol 8 chapter 5, maka Hayama waktu
itu salah paham. Hayama mengira kalau Yukino menyukainya (coklat valentine), belakangan
diketahui kalau Haruno juga menerima coklat serupa (vol 11 chapter 5), artinya itu adalah coklat
persahabatan.

...

Ada dua orang dimana ketika situasi hubungan Hachiman dengan orang tersebut ada sesuatu, maka
judul "Cerita Rom-Com milikku...blablabla".
Satu orang tersebut adalah Totsuka Saika. Satunya lagi seorang gadis, anda bisa tebak siapa gadis
tersebut...

Chapter 3

Patut diduga kalau Hiratsuka-sensei pernah berhubungan atau menjadi korban gigolo.

...

Kata-kata Sensei tentang Hachiman yang kelak bisa berubah jika sudah mencicipi masakan rumahan
dari seorang gadis terjadi di chapter ini, Hachiman mencicipi kue Yukino.

...

Hachiman tidak mengenali Yui ketika pertamakali bertemu. Tapi, Yui mengenali Hachiman. Dengan
kata lain, ada pertemuan sebelumnya dimana Hachiman tidak sadar, tapi Yui sadar akan hal itu.
Dimana? Yep, di kecelakaan setahun lalu.

...

Ironi dari monolog Hachiman yang mengatakan grup Miura adalah gerombolan gadis yang hanya
melihatnya sebagai sampah. Karena, dua dari tiga gadis di grup tersebut menyukai Hachiman. Ebina
Hina dan Yuigahama Yui.

...

Hachiman mengatakan tidak ingin berurusan dengan gadis manapun. Ironisnya, Hachiman berharap
kalau panggilan Yukino sebelum dirinya meninggalkan ruangan adalah Yukino menyukainya. Ironis?
Atau memang sejak awal berharap seperti itu?

...

Jadi kesimpulannya, request Yui ini adalah meminta tolong kepada Klub Relawan untuk
mengajarinya membuat kue. Dimana, kue tersebut akan diberikan Yui kepada pria yang disukainya.

Menurut Yui, saran dari teman-temannya yang punya pacar adalah memberi pacar atau pria yang
mereka sukai dengan masakan sendiri.

Konfirmasi resmi kalau Hachiman pria penerima kue ini ada di vol 11 chapter 9.

...

Alasan Yui soal Miura dan Ebina yang menolak membantunya membuat kue, karena membuat kue
sudah kuno, akan terbukti bohong di vol 11 chapter 1. Miura dan Ebina tidak bisa memasak ataupun
membuat kue, ada di vol 11 chapter 2. Artinya, Yui sendiri tidak pernah meminta tolong kepada
Miura atau Ebina, sehingga Yui menjawab pertanyaan mengapa grupnya tidak membantu dengan
jawaban asal-asalan.
Kemungkinan besar Yui tidak meminta bantuan ke grupnya karena pria tersebut (Hachiman)
merupakan warga level bawah dalam kasta komunitas sekolah.

...

Hachiman kembali berharap kalau Yukino menyukainya...Mungkinkah...

...

"Kita tidak akan mati..." dari Yukino adalah kata-kata yang sama, diucapkan oleh Yukino lagi
sebelum Yukino dan Hachiman naik perahu atraksi Spride Mountain, Disney Land.

...

Hachiman yang mengatakan tidak benci atau tidak melihat gadis yang bisa memasak itu
menarik...adalah bohong.

Di vol 5 chapter 6, Hachiman dalam monolognya menaruh syarat harus bisa memasak sebagai calon
istrinya.

Dalam vol 11 chapter 2, Hachiman kembali mengatakan di monolognya kalau memasak adalah
sebuah keahlian wajib yang harusnya dimiliki oleh seorang gadis.

...

Kata-kata Hachiman kalau dia menyukai gadis yang bersikap baik kepadanya adalah bohong belaka.

Hachiman membenci gadis yang bersikap baik kepadanya...nice girl. Vol 2 chapter 5.

Dalam vol 9 chapter 6, Hachiman malah berharap kalau si gadis adalah gadis yang terbuka
kepadanya.

Chapter 4

Sebuah misteri yang tidak terpecahkan hingga volume 11, siapa sebenarnya nama Ketua Kelas 2F?
Oda atau Tahara?

...

Jawaban mengapa Hachiman berdiri ketika Yui dibully kata-kata Miura ada di volume 4 chapter 4.

Hachiman tidak suka jika ada orang yang dipaksa untuk tunduk mengikuti jalan hidup yang bukan
dirinya.

Sayangnya, Hachiman mengurungkan niatnya ketika Miura melabraknya. Perlakuan berbeda


diterima Rumi dan Yukino, Hachiman terus maju.

...
Alasan Hayama dekat dengan Miura ada di volume 10 chapter 7, Hayama memanfaatkan Miura.
Yumiko Miura ditakuti oleh gadis-gadis SMA Sobu, sehingga jika Hayama terlihat dekat dengan
Miura, maka akan membuat gadis-gadis lainnya berpikir ulang untuk menembak ataupun mendekati
Hayama.

Sayangnya, Miura dekat dengan Hayama karena Miura mencintainya. Ada di volume 10 chapter 4.

...

Yang saya tidak mengerti, mengapa Hachiman memberikan nilai lebih kepada Yukino dimana poin
tersebut harusnya lebih parah dari Miura. Misalnya saja nada suara yang dingin dan menusuk seperti
dari kutub utara, tapi Hachiman masih menambahkan tetapi menghasilkan aurora yang cantik.
Misalnya dalam hal menebarkan rasa takut, Hachiman mengatakan Yukino menebarkan rasa takut
yang lebih dalam, tapi mengapa masih menambahkan tapi satu-satunya kesan yang timbul darinya
adalah sebuah keindahan. Apa Hachiman sengaja membuat pengecualian itu karena Hachiman
menyukainya? Hmm...

...

Watari mencoba sarkasme dengan kalimat penutup, mengatakan satu-satunya hal manis dalam hidup
Hachiman adalah rasa manis minuman isotonik tadi. Padahal dalam chapter ini setidaknya Hachiman
3x mengatakan hal-hal manis yang terjadi dalam dirinya. Yaitu aurora yang cantik, satu-satunya kesan
adalah sebuah keindahan, senyum yang tulus.

...

Dalam animenya, Hayama yang menghentikan perdebatan Yukino-Miura, tapi versi LN tidak. Oh
anime... mengapa kau jahaaat! Eh, tapi itu juga yang terjadi di edisi Zoku, tapi itu bukan urusan
saya...nyahahaha!

Chapter 5

Yui bohong dengan mengatakan ada di Klub Relawan sepulang sekolah karena ada waktu luang. Di
vol 1 chapter 4 Miura jelas-jelas mengatakan kalau Yui jarang hangout bersama mereka. Artinya, Yui
sepulang sekolah berada di Klub Relawan dengan tujuan tertentu.

Kita semua tahu apa "tujuannya".

.............

Yukino sebenarnya berbohong mengatakan jarang makan ramen. Sebenarnya dia tidak pernah
memakan ramen. Ramen bersama Hachiman dan Hiratsuka-sensei di Kyoto adalah ramen
pertamanya.
.............

Sebenarnya, kesimpulan Hachiman kalau mayoritas siswa SMA tidak akan melakukan kuis ultra
trans Chiba terbantahkan di vol 7.5 special. Hachiman, Yukino, Yui, Totsuka, Komachi, Zaimokuza,
dan Hiratsuka-sensei memainkan kuis tersebut di arena arcade.

..............

Yukino yang berada #1 orang paling dibenci, nantinya akan berada di #1 orang yang
paling...Ehemm.

Ada daftar lainnya, yaitu orang yang paling tidak ingin ditemui, #1 adalah Orimoto Kaori, vol 8
chapter 3.

.............

Kaori-chan...

...........

Hachiman bohong dengan mengatakan awalnya berkenalan dengan Yukino dirinya sulit untuk
menatap langsung ke arahnya karena malu-malu. Faktanya, Hachiman menggambarkan dengan detail
Yukinoshita seperti apa sejak pertemuan pertamanya. Dalam setiap monolognya, dia selalu menatap
ke arah Yukinoshita tanpa adanya perasaan malu-malu.

............

Kalau kita jeli, anggapan Hachiman kalau dia sudah sembuh dari chuunibyou adalah halusinasi dan
peran yang dia mainkan. Hachiman berpikir kalau dirinya penyendiri, tidak punya teman, faktanya dia
punya Zaimokuza dan Totsuka.

Hachiman berpikir kalau Yui dan Ebina adalah nice girl dan sumber salah paham. Faktanya,
Hachiman tahu kalau Yui dan Ebina benar-benar menyukainya, dan tetap menggantung cinta mereka.

Halusinasi Hachiman saat inilah yang membuatnya tetap menjadi chuunibyou.


Hmm, harus saya akui gaya penulisan Watari kali ini sangat bagus sekali.

...........

Tentu saja Yukino terkejut kalau Hachiman tahu banyak soal karya sastra dan sejarah, karena pria
medioker yang di depannya ternyata kutu buku.

...........

Cermati respon Hachiman ketika Yukino berbisik kepadanya. Yukino #1 orang yang paling dia
benci? Gombal.

Jika Hachiman masih tetap memaksa kalau dirinya adalah penyendiri yang tidak punya orang teman,
maka dia sudah salah besar. Bahkan sejak volume 1 saja dia sudah punya teman, Zaimokuza
Yoshiteru.

.......

Meski hal-hal yang dibicarakan Zaimokuza dan Hachiman bukanlah hal yang membuat mereka
tertawa lepas, tapi yang mereka bicarakan dan respon dari Hachiman adalah hal yang jujur. Tidak ada
yang menikam dari belakang.

.......

Di chapter-chapter dan volume selanjutnya, pelajaran olahraga Hachiman akan menjadi hal yang
menyenangkan. Terutama, volume 10.

......

Kisah Zaimokuza yang bercita-cita menikahi seiyuu, mirip manga Bakuman yang terbit tahun 2008.
Mungkinkah Watari mengambil referensi disitu?

......

Jelas sekali, sejak di volume ini, Hachiman benar-benar menyukai Yukino. Bandingkan respon
Hachiman terhadap Yui dan Yukino. Satunya hanya sex appeal (Yui), satunya tidak (Yukino). Ini
sendiri menyangkal kata-kata Hachiman di awal chapter 5 kalau Yukino adalah #1 orang yang paling
dia benci.

Ini juga menjawab pengakuan Hachiman sendiri di vol 7 chapter 3 kalau dia sudah menyukai
seorang gadis sejak volume pertama. Dan ini menjawab siapa gadisnya.

......

Cerita light novel Zaimokuza ini, kemungkinan besar yang Watari bawa ke rapat tiga penulis LN
dan membawa temanya tentang proyek Qualidea.

......

Monolog Hachiman tentang adegan Yukino yang tertidur itu, berlanjut di vol 9 chapter 8. Bedanya,
kali ini Yukino tidak tidur dan menggenggam tangannya. Dan kalimatnya pun sedikit
berubah : Hachiman bahagia dan menginginkan adegan itu terus berlangsung selamanya.

......

Tentu saja Watari tidak perlu khawatir terhadap ilustrasi LN-nya, karena ada Dewa Ponkan8!

Chapter 6 -1

Seluruh pertanyaan Hachiman tentang Yui terjawab di vol 2 chapter 5, vol 3 chapter 5, dan vol 3
chapter 6.

Yui memang tidak memiliki niatan untuk bertemu Hachiman, alias janji tersebut hanya sekedar basa-
basi. Namun mereka tiba-tiba sekelas di kelas 2F. Melihat Hachiman di 2F menjadi penyendiri,
menimbulkan perasaan kasihan dan Yui mulai melihat Hachiman sebagai pria dengan sifat yang baik.
Buktinya, Hachiman rela mengorbankan dirinya hanya demi menyelamatkan seekor anjing.

Jika memang Yui berniat untuk bertemu Hachiman, maka sejak kelas 1 SMA Yui sudah menemui
Hachiman.
Dalam perjalanan dari vol 1 chapter 3 hingga vol 2 chapter 5, Hachiman tahu dan sadar kalau Yui
mencintainya. Masalahnya, yang Yui cintai itu adalah Pria Malang Penyelamat Anjingnya, bukan
Hikigaya Hachiman.

Oke, becanda.

Hachiman sudah menyukai seorang gadis sejak pertemuan pertama dengan gadis tersebut. Sehingga
gadis apapun yang muncul sesudahnya dan mencintai Hachiman, maka Hachiman akan selalu punya
alasan untuk menolak perasaan gadis tersebut.

Chapter 6 -2

Anda sedang membaca asal-usul mengapa Hachiman tidak menyukai Tobe...

.......

Kemungkinan dua orang yang datang mendekati Hayama adalah Oda atau Tahara...Nyahaha!

.......

Sebenarnya, teori Hachiman tentang dada rata adalah dada yang lembut itu ada kaitannya dengan vol
1 chapter 1, dimana dia mengkomentari dada Yukino yang rata.

Mungkinkah Hachiman ini karakter penggemar dada rata? Nyahaha!

Chapter 6 -3

Sebenarnya, kata-kata Yui kalau waktu itu (kecelakaan) dia tidak pakai make-up saja sudah
mengatakan kalau Yui yang di sekolah adalah Yui yang memakai make-up. Alias, tebakan Hachiman
kalau Yui sekarang tidak memakai make-up kemungkinan besar salah.

........
Kata-kata Hachiman kalau dia tidak sering-sering menatap wajah para gadis di kelasnya sebenarnya
bersambung ke vol 9 chapter 1, dimana dia secara jelas mengatakan kalau dia melirik ke arah grup
Miura untuk mengintip paha para gadis.

.......

Peluang terbaik Yui untuk mengatakan kalau dia pemilik anjing tersebut adalah di adegan ini. Tapi
Yui memilih untuk tidak mengatakannya karena yakin Hachiman tidak akan mengenalinya.

Lalu, apakah salah jika Hachiman menganggap Yui mencintainya karena berawal dari simpati
kondisi dirinya?

........

Kemungkinan besar, Hachiman makan siang di markas ini karena bisa melihat para gadis Klub Tenis
latihan. Tahulah apa yang "dilihat"...

Ini juga menjelaskan mengapa Hachiman menyukai paha gadis-gadis...

.......

Lucu juga jika melihat part ini. Yui mengira Hachiman dan Yukino akrab, sedang disini Totsuka
mengira Hachiman dan Yui akrab.

Tapi di vol 10 chapter 5, Totsuka tahu siapa yang Hachiman sukai. Yeah, semuanya sudah tahu lah.

........

Kata-kata Yui soal butuh usaha ekstra agar bisa menyadari kehadiran Hachiman di kelas. Ini bertolak
belakang dengan fakta vol 1 chapter 3.

Yui langsung tahu siapa Hachiman, bahkan sudah menaruh kata-kata panggilan akrab
"Hikki" kepadanya. Artinya, sebelum itu Yui memang sudah menaruh perhatian ekstra ketika mereka
sekelas pertamakali.
Sayangnya, Ebina juga melakukan hal yang sama. Ada kemungkinan besar kalau panggilan Hikitani
itu dipopulerkan Ebina, lalu ditiru Tobe, Hayama, dll. Buktinya, Hayama tidak lagi memanggil
Hikitani di volume-volume yang lain. Tobe kemungkinan besar untuk mendekati Ebina, sehingga
masih memakai sebutan Hikitani.

.......

Buat yang belum tahu, Yui ini adalah seorang gamers. Ada di vol 3 chapter 5.

........

Sekarang pembaca pasti mulai membayangkan kalau para gadis yang cantik di seri ini kebanyakan
memakai make-up...

.......

Ada satu gadis dimana Hachiman tahu dan kenal betul di pertemuan pertamanya...

Jadi alasan Hachiman kalau dia tidak tahu betul gadis-gadis di SMA Sobu itu tidaklah benar.

Chapter 6 -4

Watari/ Hachiman jelas memiliki ketertarikan sesuatu dengan dada rata. Di chapter sebelumnya,
menyinggung dada rata yang lembut. Lalu kali ini, menyinggung dada rata Yukino...

.......

Rasa takut ketika membicarakan dada Yukino ini muncul lagi ketika vol 10 chapter 2, berbelanja
hadiah ulang tahun. Sama persis...

.......

Jika memang tidak punya niat menghadiri kegiatan Klub, kenapa Hachiman tidak pernah membahas
tentang kegiatannya setiap hari menghadiri Klub Relawan? Karena kita tahu, di volume-volume
selanjutnya Hachiman tidak pernah mengeluh lagi tentang kehadiran Klub karena ancaman Hiratsuka-
sensei.
Sebenarnya terjawab sendiri di vol 7 chapter 3, Hachiman melihat gadis yang disukainya di Klub
tersebut, lalu dia mencari-cari pembenaran untuk membuat dirinya seolah-olah dipaksa masuk kesana.

Ironisnya, hal serupa dilakukan Yui untuk mendekati Hachiman.

........

Aku ingin melindungi senyumannya....

Chapter 6 -5

Di vol 3 chapter 4, kencan Lalaport, Hachiman akan mengakui kalau Yukinoshita memang gadis
yang manis.

Tapi kita tahu sebenarnya kalau ini bullshit karena Hachiman sudah menyukai Yukino sejak
pertemuan pertamanya.

...........

What the hell???!!!

Kalau Hachiman mengatakan aroma Totsuka persis seperti aroma gadis-gadis SMA kebanyakan,
tahu darimana aroma para gadis SMA seperti itu?

Fvckin Stalker and Maniac!

.........

Dalam kuisioner konseling, Hiratsuka-sensei ingin memakaikan Totsuka kostum suster. Disini,
Hachiman ingin memakaikan Totsuka kostum Bunny Girl...

..........

Serahkan kepadaku, kalian jalan lebih dulu!


Kata-kata tersebut sangat populer di anime Saint Seiya ketika Saga 12 Kuil Ksatria Emas Athena.

.........

Chapter 6 -6

Well, kita semua tahu apa yang terjadi di Klub Relawan. Justru Hachiman disana-lah yang akan
membuat Yukino terbuka dan bisa menyelesaikan masalahnya. Persis dengan apa yang terjadi pada
Hiratsuka-sensei di masa lalu.

....

Saya merasa sedang translate sesuatu yang berbau material untuk Ebina Hina...

Chapter 7-1

Kata-kata Hachiman kalau Yukino pernah mengatakan kata-kata negatif tentang Yui, ada di vol 1
chapter 3. Seperti kata Hachiman, Yui tidak menyadarinya.

.....

Buat yang belum tahu, disini mungkin tertulis ayah Hachiman hampir botak. Tapi menginjak vol 9 ke
atas, Hachiman jelas-jelas mengatakan kalau ayahnya botak.

.....

Hachiman akan menyerah dengan impiannya menjadi suami rumahan di vol 10.5 chapter 1, dan
mulai memikirkan opsi nomor dua, yaitu menjadi karyawan kantoran. Ini dipicu oleh Yukino yang
awalnya berniat menjadi Ibu Rumah Tangga, merubahnya dan mempertimbangkan diri untuk menjadi
wanita karir.

.....

Outsourcing ini, kata yang sering digunakan di Oregairu. Misalnya, vol 6.5. Apa Watari punya
pengalaman dengan outsourcing?

.....

Dengan memakai logika yang sama, Hayama yang memiliki spek tinggi harusnya bisa bersama
dengan gadis yang lebih baik, bukan Miura. Namun sayangnya, Hayama harus dekat dengan Miura
agar tidak ada gadis yang berani menembaknya.
.....

Permainan Tenis semacam ini, pernah diungkapkan Watari kalau dia fans berat dari manga Prince of
Tenis. Bisa jadi, karakter Totsuka sebagai karakter yang disukai Hachiman sendiri asalnya dari fans
Watari ke manga tersebut. Juga, tidak lupa kalau ping-pong juga disukai oleh Watari. Ini juga
diterapkan di vol 10.5 chapter 2.

.....

Jika anda jeli, pola pemikiran dan perilaku Hachiman sebenarnya kebalikan dari Hayama. Yang
mengatakan ini sendiri adalah Yukinoshita Yukino di vol 10 chapter 3.

Lucunya, di vol 6.5 chapter 1, Hachiman juga mengatakan kalau Miura ini adalah kebalikan dari
Yukino.

Hachiman akhirnya di vol 5 chapter 6 di-binding oleh perasaan Yui, sedang Hayama di-binding oleh
perasaan Miura. Sayangnya, Hachiman melakukan itu demi Yukino, sedang Hayama melakukannya
demi egonya sendiri.

.....

Yui harusnya bisa menengahi ini jika dia benar-benar teman dari Miura. Sayangnya, ugly
truth muncul di vol 6 chapter 3, Yui hanya ingin berada di grup terpopuler di kelasnya. Hubungan
pertemanan bukanlah tujuannya, tapi status.

Chapter 7-2

"Jika kau memiliki sebuah tempat dimana kau merasa disitu dirimu seharusnya berada, maka kau
harus melindungi tempat itu."

Kata-kata itu terucap lagi oleh Hachiman di vol 7.5 side B.

"Mungkinkah suatu saat nanti aku akan memiliki tempat dimana aku pulang?"

Lalu Hiratsuka-sensei mempertegas apa tempat itu di vol 9 chapter 5.

"Semua hal yang kau lakukan itu, demi Klub Relawan atau demi Yukinoshita?"

.............
Yang harus kita cermati disini, Yui sedari tadi memiliki peluang untuk menjadi gadis pasangan
Hachiman dalam Tenis. Tapi, Yui tampak membuang mukanya dan memasang ekspresi meminta
maaf. Baru setelah Hachiman mengatakan kalau Totsuka punya tempat dimana dia seharusnya berada,
maka Totsuka harus memperjuangkannya.

Setelah itu, Yui tampak shock. Jelas jika demi Klub Relawan, ini bullshit karena seharusnya Yui sejak
awal mengatakan bersedia. Ada sesuatu yang lebih besar dari sekedar Grup Miura dan Klub Relawan,
yaitu Hachiman sendiri. Jika Yui benar mencintainya, maka Yui harus melindunginya untuk
dipermalukan.

Apa yang Hachiman katakan tentang Yui menyukainya ketika mengatakan bersedia, adalah bulls-eye
alias tepat.

Anggapan Hachiman kalau Yui menyukainya ini, beruntun terjadi di volume satu, yaitu chapter ini.
Lalu volume 2 di chapter 5, juga di vol 3 chapter 6. Semua tebakan Hachiman kalau Yui sebenarnya
mencintainya, adalah benar dan akurat.

...........

Miura yang memakai eyeliner dan maskara...Yui yang juga memakai make-up. Seriously, what the
fvck...

...........

Mungkin, ini menjawab mengapa Miura bisa masuk SMA Sobu dengan akademis pas-pasan, yaitu
jalur prestasi olahraga. Miura adalah mantan atlit tingkat Propinsi. Ini juga didukung fakta vol 10
chapter 5 kalau SMA Sobu juga punya kerjasama dengan Universitas lewat jalur prestasi olahraga.
Jika SMA Sobu punya kerjasama dengan Universitas, bukankah tidak heran jika SMA Sobu juga
menerima siswa dengan prestasi olahraga dari SMP?

Mungkin juga, Yui ini teman satu SMP dari Miura. Mungkinkah? Entahlah.

Yang masih misteri, bagaimana Yui bisa masuk SMA Sobu dengan akademis yang seperti itu.

...........

Cukup mencurigakan kalau Hachiman ini sebenarnya suka melihat pemandangan paha para gadis,
melihat bagaimana komentarnya kalau Yui sering memakai rok pendek. Kemungkinan besar
Hachiman suka melihat hal tersebut, dan ketika musim dingin tiba dimana banyak para gadis
memakai celana pendek di balik roknya dan Miura tidak, Hachiman mulai fokus ke (paha) Miura,
ditambah insiden pink di double date.

Apa-apaan analisis barusan?!!

Chapter 7-3

Menarik, jadi ketika Hachiman hendak menyelamatkan Sable, Hachiman tampak seperti pria 'yang
seharusnya'. Tidak heran Yui menyukainya.

...........

Apakah pembaca disini masih ragu kalau Yukino menganggap Yui adalah temannya? Sedang
Hachiman sendiri melihat Yui-Yukino adalah teman.

Sayangnya, Hachiman mendapatkan kesimpulan tentang kebenaran hubungan pertemanan Yui-


Yukino di vol 3 chapter 3. Yeah, hubungan pertemanan mereka tergantung dengan situasi Yui-
Hachiman.

..........

Buat yang belum tahu, Hachiman ini menyukai tipikal gadis tsundere.

...........

Hachiman mengatakan: Well, bukannya aku ingin dia menyukaiku atau sejenisnya

Kalimat di atas adalah bullshit dari Hachiman. Kita bisa baca dengan jelas di vol 1 chapter 3 kalau
Hachiman berpikir kalau Yukino juga menyukainya, adegan sebelum pergi membeli minuman.

...........

Yeah Yui melakukan itu demi Totsuka...Err sebenarnya demi Hachiman.


..........

Jika anda membaca sampai sejauh ini, berarti anda sudah menyadari kalau versi LN ternyata lebih
seru dari versi anime atau manga...

Chapter 7-4

Sebenarnya, Yui tidak benar-benar berani untuk mendekati Yukinoshita demi berteman dengannya.
Tapi karena Yui hendak mendekati Hachiman di Klub Relawan. Oleh karena itulah, ketika Hachiman
tahu Yui menyukainya, pertemanan Yui-Yukino langsung retak meski Yukino tidak ada
hubungannya, vol 3 chapter 3.

........

Ini mungkin momen pertama Hayato melihat langsung bagaimana Yukino dengan mudahnya
berbicara dengan Hachiman.

Kemungkinan besar, ini yang menjadi trigger request Hayato di vol 2 chapter 3, request SMS
berantai. Untuk mendatangi Klub Relawan dan melihat hubungan Hachiman-Yukino seperti apa.

........

Sebenarnya, jika Yukino tahu atau diberitahu kalau Yui tidak bisa bermain Tenis, dan fakta kalau
Hachiman sendirian melayani Miura dan Hayama, mudah saja menyimpulkan kalau Hachiman
sendiri, cukup jago dalam Tenis.

........

Adegan terakhir tadi cukup tsundere...

Chapter 7-5

Sebenarnya, jika kita telusuri kata-kata Yukino berikut, kita menemui beberapa kejanggalan.
"Well, sayangnya...Ada beberapa orang yang sudah diselamatkan oleh jalanmu yang berbeda dari
orang kebanyakan."

Jika kita bicara request ke Klub, vol 1 chapter 3 request Yui, hasilnya Yui memutuskan untuk belajar
sendiri. Artinya, hasilnya masih ongoing.

Lalu request Zaimokuza di vol 1 chapter 5, hasilnya Zaimokuza mengatakan akan membuat karya lagi
(meski kita tahu kalau ini bullshit). Oke, satu orang tertolong. Lalu siapa lagi satunya(minimal) jika
kita bicara beberapa orang?

Request Totsuka? Err, ini masalah hak pemakaian lapangan tenis. Jadi kita skip ini.

Lalu siapa minimal satu orang lagi yang terselamatkan oleh jalan hidup Hachiman?

Yep, satu orang lagi adalah Yukinoshita Yukino sendiri. Ingat perdebatan mereka berdua tentang lari
dari kenyataan, vol 1 chapter 1. Kalau melihat vol 10 dan 11, mudah sekali menarik kesimpulan
seperti ini:

Yukino memilih tinggal sendirian di apartemen karena berusaha kabur dari tirani Ibunya. Yukino
memilih "mengisolasi dirinya" dari siswa/siswi lain karena tidak ingin ada salah paham lagi. Namun
ada seorang Hachiman yang menghadapi semua itu, berani menjadi dirinya sendiri di hadapan
semua orang. Pertanyaan besar bagi Yukino, apakah Hachiman bisa survive dengan jalan hidupnya
yang seperti itu?

Ironisnya, Hachiman sebenarnya ke SMA Sobu karena hendak kabur dari kenyataan, karena SMA
Sobu adalah SMA dengan kemungkinan terkecil untuk bertemu Kaori-chan.

...........

Tentu saja Yui ingin Hachiman seperti yang saat ini, karena Hachiman versi inilah yang menjadi
pahlawannya.

............

Mengapa tidak ada monolog berusaha mengingat image Yui yang sedang berganti baju, seperti ketika
Hachiman melihat Yukino?

Wah saya mulai terdengar seperti Yukino-fags. Onoreeee!

...........

Tentu saja Miura tidak peduli dengan pertandingannya, karena dia sudah dapat apa yang lebih penting
dari itu, momen bersama Hayama!

...........
Chapter 8

Disini, Yui memberitahu dengan jujur kepada Yukino (mungkin via SMS) kalau dia sedang pergi
bersama Miura Cs. Sedang di vol 3 chapter 1, Yui berbohong dengan ada perlu di rumah padahal dia
pergi bersama Miura Cs. Apa perbedaan chapter ini dengan volume 3? Perbedaannya di volume 3
Hachiman menolak perasaan Yui. Yui kemungkinan besar ada di Klub Relawan untuk mendekati
Hachiman.

Essay tentang masa SMA Hachiman kali ini, mungkin essay masa SMA terbaik yang pernah saya
baca...Kecuali kesimpulan akhirnya.

Believe or not, Hachiman benci serangga.

Dalam vol 9 chapter 5, Hiratsuka-sensei menyarankan Hachiman untuk melakukan tindakan, karena
mereka masih muda, sehingga mereka akan bisa dimaafkan jika yang mereka lakukan ternyata salah.

Tindakan yang dimaksud adalah melakukan sesuatu terhadap orang yang Hachiman anggap paling
penting baginyah selama ini.

Ini ironis karena Hachiman sendiri di volume ini mengutuk sikap yang seperti itu. Dan, di volume 9
chapter 6, Hachiman benar-benar melakukan saran Sensei tersebut.

Afterwords

Semua kesan masa muda Watari itu terjadi di seri novel ini.
...

Pergi kencan ke LalaPort dengan gadis manis di sekolahmu - terjadi di volume 3 chapter 4, Hachiman
berkencan dengan Yukino di LalaPort.
...

Diajak teman ke sekolah lain untuk makan siang dengan gadis itu terjadi di vol 8 chapter 5. Hayama
mengajak Hachiman kencan ganda dengan Kaori dan Nakamachi, mereka akhirnya makan malam di
kafe.
...

Pulang sekolah bersama teman pria, nongkrong di Saizeriya dan memesan focaccia terjadi di vol 8
chapter 7. Teman yang dimaksud adalah Zaimokuza.
...
Mencampurkan kata seperti "melon-orange" = melange itu terjadi di vol 7 chapter 2, Yui
mencampurkan 2 nama kuil menjadi Rokuonji+ Jishouji = Rokuonji Shouji.
...

Bermain mahjong dengan 3 pria lain terjadi dengan Hayama, vol 7 chapter 6. Hayama bermain
dengan Ooka, Yamato, dan Tobe.
...

Hanya bisa terdiam ketika melihat gadis yang disukai sedang bermesraan dengan pacarnya, terjadi ke
Yui di vol 10 chapter 7. Yui mengintip pria yang disukainya hampir xxx dengan gadis pria itu di
UKS.
...

Setidaknya Hachiman pernah pergi berkencan dengan Yukino, Yui, dan Iroha.

Anda mungkin juga menyukai