Anda di halaman 1dari 84

2014

Laporan Analisis:
Evaluasi Kinerja UPT/UPTD
Dalam Pelayanan Tera dan
Tera Ulang UTTP

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri


Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Kementerian Perdagangan – 2014
LAPORAN AKHIR

EVALUASI KINERJA UPT/UPTD DALAM


PELAYANAN TERA DANTERA ULANG UTTP

Heny Sukesi
Ranni Resnia
Erizal Mahatama
Bagus Wicaksena
Dwi Ariestyani

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri


Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
KEMENTERIAN PERDAGANGAN - 2014
RINGKASAN EKSEKUTIF

Latar belakang

1. Pelayanan tera dan tera ulang terhadap alat ukur dilakukan agar konsumen
dapat memperoleh barang sesuai dengan ukuran yang seharusnya dan nilai
tukar yang dibayarkan. Kementerian Perdagangan melaksanakan pengawasan
terhadap Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) dalam
rangka meningkatkan perlindungan kepada konsumen dan menjaga kualitas
barang beredar dan jasa
2. Akurasi dan reliabilitas UTTP sebagai alat ukur barang yang diperdagangkan
diperlukan agar masing-masing pihak memperoleh perlindungan yang setara.
Pedagang dilindungi dari kerugian karena memberikan barang yang melebihi
volume yang disepakati, sedangkan konsumen dilindungi dari kerugian karena
menerima jumlah barang yang lebih rendah dari volume yang
diminta/dibayarkannya.
3. Walaupun demikian, UPT dan UPTD masih menghadapi kendala dalam
pelaksanaan pelayanannya. Hasil penelitian Puska Dagri (2013) menunjukkan
bahwa jangkauan untuk pelayanan tera dan tera ulang di daerah penelitian
hanya mencapai 30,6% dari keseluruhan populasi UTTP yang digunakan. Hal
ini disebabkan antara lain karena terbatasnya anggaran untuk pelaksanaan
tera dan tera ulang, jumlah sumber daya penera mengalami penurunan
sebanyak 5% selama periode 2 tahun terakhir, dan sarana dan prasarana yang
kurang memadai.

Metodologi
4. Untuk mendapatkan pandangan awal yang menyeluruh terhadap kinerja dan
pemetaan kebutuhan UPTD secara nasional, maka nformasi kinerja dan
pemetaan kebutuhan UPTD direncanakan diperoleh dari seluruh UPTD yang
ada di Indonesia. Karena sifatnya yang menyeluruh/nasional, maka pemetaan
direncanakan hanya untuk menggambarkan kondisi umum yang ada.
Sedangkan pengetahuan yang lebih mendalam akan dikumpulkan melalui
wawancara mendalam (in-depth interview) dan pengamatan langsung ke
daerah.
5. Kinerja UPTD merupakan fungsi dari pelayanan tera, pemeliharaan
ketertelusuran standar ukuran yang dimilikinya, pembinaan SDM internal
UPT/UPTD, pemeliharaan dokumen sistem manajemen mutu, dan partisipasi
dalam kegiatan interkomparasi seperti berikut :
𝐾𝑖𝑛𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑈𝑃𝑇𝐷𝑡
= 𝑓(𝑃𝑒𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡 , 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑡 , 𝑆𝐷𝑀𝑡 , 𝐷𝑜𝑘𝑢𝑚𝑒𝑛 𝑚𝑢𝑡𝑢𝑡 , 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑘𝑜𝑚𝑝𝑎𝑟𝑎𝑠𝑖𝑡 )
6. Memetakan kebutuhan UPT/UPTD dalam pelaksanaan tera dan tera ulang
yaitu kebutuhan SDM, anggaran dan sarana dengan melakukan perhitungan
gap pelayanan maksimal dengan kebutuhan potensi alat UTTP dan
pengelompokan ususlan kebutuhan dari pertanyaan terbuka kepada
responden.

Pembahasan dan Kesimpulan

7. Berdasarkan PP 32 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan


seharusnya pemerintah daerah melaksanakan pelayanan tera/tera ulang.
Namun belum seluruh daerah memiliki unit kerja pelayanan metrologi legal. Hal
ini menunjukkan kurangnya komitmen Pemerintah dalam melaksanakan
undang-undang nomor 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal untuk menjamin
kebenaran pengukuran dan kepastian hukum dalam pemakaian alat UTTP.

8. Dalam satu tahun, UPTD Provinsi hanya dapat melakukan pelayanan antara 32-
48 hari untuk seluruh kabupaten kota yang ada di wilayah kerjanya. Jangkauan
pelayanan tera/tera ulang hanya 46,28% dari estimasi populasi jumlah UTTP.
Faktor yang menyebabkan kondisi tersebut, adalah perencanaan yang kurang
baik, anggaran yang terbatas, kurang optimalnya prosedur pelayanan tera ulang
di luar kantor (khususnya di pasar tradisional yang belum pasar tertib ukur),
kurangnya tenaga penera, kebijakan daerah kurang mendukung pelaksanaan
pelayanan, serta sarana dan prasarana yang belum memadai. Dengan
jangkauan yang hanya sekitar 46,28%, maka sebuah pasar hanya dapat
dilayani 1 (satu) kali setiap 3 (tiga) tahun.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP ii


9. Sarana untuk pelayanan tera/tera ulang di daerah relatif telah usang dan tidak
mencukupi untuk melayani seluruh UTTP yang ada. Kondisi tersebut
menggambarkan kondisi sarana UPTD secara nasional. Sarana meliputi
gedung, peralatan, kendaraan operasional, dan standar ukuran. Setiap UPTD
provinsi minimal memerlukan 3 (tiga) set standar ukuran untuk pelayanan tera
ulang minimal yang tertelusur secara baik.

10. Berdasarkan analisis kapasitas Penera dibutuhkan jumlah penera sebanyak


3.444 orang secara nasional. Kondisi saat ini jumlah penera hanya sebesar 787
orang (22,9% dari kebutuhan tenaga penera). Jika tidak ada upaya
penambahan jumlah SDM metrologi legal, maka rasio ini akan semakin
menurun. Hambatan lain dalam menambah SDM penera adalah karena
kesulitan memperoleh SDM yang sesuai dengan kualifikasi metrologi legal (S1
Teknik).

11. Salah satu fungsi metrologi legal adalah pengawasan, namun belum semua
daerah memiliki tenaga pengawas, umumnya pelaksana pengawasan dirangkap
oleh penera. Hal ini mengakibatkan penegakan hukum di bidang metrologi legal
menjadi lemah. Selama ini pengawasan lebih fokus pada barang beredar, bukan
khusus untuk metrologi legal.

12. Berdasarkan data survey, biaya operasional tidak mencukupi biaya pelayanan
maksimal karena rendahnya prioritas pemerintah daerah. Pemerintah daerah
seharusnya memprioritaskan kegiatan pelayanan tera/tera ulang karena
kegiatan tersebut wajib dilaksanakan dalam rangka perlindungan konsumen,
bukan sebagai sumber PAD.

13. Estimasi kebutuhan biaya pelayanan luar kantor berkisar antara Rp 19.500.000
– Rp 42.900.000 per kabupaten per tahun. Sehingga, perkiraan kebutuhan
biaya pelayanan nasional per tahun adalah antara Rp 9.964.500.000 hingga Rp
21.921.900.000. Kondisi ini belum memperhitungkan tambahan biaya transpor
untuk menjangkau pulau terluar atau daerah remote.

14. Untuk melakukan perencanaan pelayanan dan evaluasi kinerja diperlukan data
UTTP yang lengkap dan valid, namun UPTD pelaksana dan satuan kerja yang
menangani metrologi legal di daerah belum memiliki data tersebut.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP iii


15. Penyuluhan tentang pentingnya tera/tera ulang kepada pelaku usaha/pedagang
jarang dilakukan, hal ini ditunjukkan oleh tidak adanya program penyuluhan
yang rutin. Penyuluhan dilakukan hanya pada saat pelaksanaan tera ulang di
pasar tradisional yang menjadi tempat pelaksanaan tera ulang.

Rekomendasi Kebijakan

16. Mendorong daerah untuk membangun unit kerja yang membidangi Metrologi
Legal di daerah, sesuai amanat UU No. 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal
dan PP No. 32 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

17. Meningkatkan sarana operasional UPTD seperti kendaraan, kelengkapan


peralatan, dan standar ukuran untuk pelayanan tera/tera ulang minimal melalui
Dana Alokasi Khusus (DAK).

18. Meningkatkan jumlah SDM penera melalui rekrutmen SDM kemetrologian yang
intensif oleh Direktorat Metrologi untuk ditempatkan di daerah. Program intensif
dapat dilakukan dengan memperhatikan tingkat pendidikan berbasis
keterampilan (jenjang pendidikan D-1, D-2 maupun D-3). Menambah kelas
pendidikan dan pelatihan pada Pusat Pelatihan Sumber Daya Manusia
Kemetrologian (PPSDMK), dan membangun PPSDMK di tingkat regional.

19. Memotivasi tenaga fungsional penera agar tidak pindah ke unit kerja lain
dengan meningkatkan tunjangan profesi. Menyusun peraturan bersama antara
Menteri Perdagangan dengan Menteri Dalam Negeri untuk mencegah
pemindahan/mutasi Penera dan PPNS-ML oleh kepala daerah ke unit lain tanpa
ada pengganti.

20. Membangun unit kerja pengawas kemetrologian khusus ditingkat provinsi untuk
mengawasi kegiatan kemetrologian di daerah. Untuk itu diusulkan perlunya
Peraturan Menteri Perdagangan tentang pedoman pengawasan metrologi legal.

21. Mendorong koordinasi penggunaan (sharing) anggaran antara Pemerintah


Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengoptimalkan jangkauan
pelayanan.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP iv


22. Mendorong UPTD dan BSML untuk melakukan pendataan UTTP yang beredar
di wilayah kerjanya. Data riil mengenai jumlah UTTP yang beredar di suatu
wilayah merupakan dasar bagi UPTD dalam rangka peningkatan Pelayanan
tera dan tera ulang di wilayahnya.

23. Melanjutkan program Pasar Tertib Ukur dan Daerah Tertib Ukur, serta
pembinaan dan penyuluhan oleh UPTD kepada pelaku usaha/pedagang dan
konsumen baik dalam bentuk sosialisasi, temu usaha, tayangan di media
massa dan elektronik secara berkelanjutan sebagai bentuk kampanye Gema
Tertib Ukur seperti “PASTI PAS”, Mulai dari “NOL”, dan pro-aktif dalam layanan
pengaduan.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP v


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahNya, sehingga
laporan analisis “Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP”
dapat diselesaikan. Kajian ini dilatarbelakangi bahwa peran pelayanan tera dan tera
ulang UTTP sangat epnting untuk menjamin bahwa produk yang diterima konsumen
saat jual beli sesuai dengan ukuran yang seharusnya dan nilai uang yang
dibayarkan. Namun, pihak yang berwenang unutk melakukan pelayanan tersebut
yaitu UPTD di daerah masih menemui berbagai kendala sehingga pelayanannya
belum maksimal.
Faktor-faktor yang menyebabkan kurang optimalnya pelayanan tera dan tera
ulang tersebut antara lain perencanaan yang kurang baik, anggaran yang terbatas,
belum adanya standar kerja, kurangnya tenaga penera, peraturan daerah dirasa
kurang mendukung, serta sarana dan prasarana yang masih belum memadai.
Kajian ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan
Perdagangan Dalam Negeri dengan tim penelitian yaitu Heny Sukesi, Ranni Resnia,
Erizal Mahatama, dan Bagus Wicaksena.
Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan baik ditinjau
dari aspek substansi, analisa, maupun data-data yang sifatnya pendukung. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dalam
kesempatan ini tim peneliti mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang
membantu terselesaikannya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga penelitian ini
dapat menjadi bahan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan di
bidang standarisasi dan perlindungan konsumen.

Jakarta, Mei 2014


Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP vi


DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................................. i


KATA PENGANTAR .................................................................................................... vi
DAFTAR ISI..................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………………….ix
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………… x

BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1. Latar belakang .................................................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................................................. 3
1.3. Keluaran.............................................................................................................. 3
1.4. Dampak analisis ................................................................................................. 3
1.5. Ruang lingkup ..................................................................................................... 3
1.6. Sistematika penulisan laporan ........................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR............................................. 5
2.1. Tinjauan pustaka.................................................................................................... 5
2.1.1. UPTD Sebagai Otoritas Peneraan ........................................................... 5
2.1.2. Peranan Badan Standardisasi Metrologi Legal (BSML)…………………7
2.1.3. Pengukuran Kinerja Pelayanan Tera dan Tera Ulang………………… 10
2.1.4. Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Tera/Tera
Ulang UTTP…………………………………………………………………..11
2.1.5. Hasil Penelitian Sebelumnya ................................................................. 13
2.2. Kerangka Pikir ...................................................................................................... 17
BAB III. METODOLOGI ............................................................................................ 20
3.1. Pendekatan pelaksanaan analisis ...................................................................... 20
3.2. Metode analisis ................................................................................................... 21
3.3. Daerah analisis ................................................................................................... 24
3.4. Sampel ................................................................................................................ 25
3.5. Sumber Data Dan Teknik Pengumpulan Data ................................................... 25
BAB IV. GAMBARAN KINERJA PELAYANAN TERA/TERA ULANG ..................... 26
4.1. Banjarmasin-Kalimantan Selatan ....................................................................... 26
4.1.1. UPTD Pelayanan Metrologi Legal Provinsi Kalimantan Selatan………...27

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP vii


4.1.2. Balai Standardisasi Metrologi Legal (BSML) Regional III Kalimantan . 36
4.2. Daerah Istimewa Yogyakarta.............................................................................. 38
4.2.1. UPTD Yogyakarta.................................................................................. 38
4.2.2. BSML Regional II D.I.Yogyakarta…………………………………………44
4.3. Jangkauan Pelayanan Tera/Tera Ulang Per Daerah 41
4.4. Permasalahan Pelayanan Tera/Tera Ulang ....................................................... 43
BAB V. PEMETAAN KEBUTUHAN PELAYANAN TERA/TERA ULANG UTTP
PADA UPT/UPTD ............................................................................................. 47
5.1. Kalimantan Selatan ............................................................................................. 47
5.1.1. Kebutuhan SDM .................................................................................... 47
5.1.2. Kebutuhan Anggaran ............................................................................ 49
5.1.3. Kebutuhan Sarana................................................................................. 50
5.2. DI Yogyakarta ..................................................................................................... 52
5.2.1. Kebutuhan SDM…………………………………………………………… 52
5.2.2. Kebutuhan Anggaran…………………………………………………….

5.3. Estimasi Kebutuhan UPTD ................................................................................. 54


5.3.1. Estimasi Kebutuhan Penera dan SDM ................................................. 54
5.3.2. Estimasi Kebutuhan Anggaran.............................................................. 57
5.4. Evaluasi Terhadap Pelayanan Tera/Tera Ulang ................................................. 59
BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .......................................................... 62
6.1. Kesimpulan ......................................................................................................... 62
6.2. Rekomendasi ...................................................................................................... 64

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP viii


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Metode Analisis 23


Tabel 4.1 Perhitungan Potensi UTTP dan Estimasi Kebutuhan Hari
Pelayanan dan Jumlah Penera 28
Tabel 4.2 Jumlah Penera UPTD Kalimantan Selatan Tahun 2013 30
Tabel 4.3 Penilaian Standar Kerja yang Dimiliki Untuk Pelayanan
Tera/Tera Ulang UTTP Tahun 2013 31
Tabel 4.4 Anggaran BPK Kalimantan Selatan Tahun 2013 32
Tabel 4.5 Potensi, Kinerja, dan Jangakauan Tera/tera Ulang UPTD
Regional III Kalimantan 2013 35
Tabel 4.6 Perhitungan Potensi UTTP dan Estimasi Kebutuhan Hari
Pelayanan dan Jumlah Penera 40
Tabel 4.7 Sumber Daya Manusia UPTD D.I.Yogyakarta Tahun
2013 41
Tabel 4.8 Anggaran UPTD Yogyakarta Tahun 2013 40
Tabel 4.9 Penilaian Standar Kerja yang Dimiliki Untuk Pelayanan
Tera/tera Ulang UTTP Tahun 2013 42
Tabel 4.10 Jumlah UTTP yang ditera dan Ditera Ulang Oleh Balai
Metrologi (UPTD) D.I.Yogyakarta Tahun 2013 44
Tabel 4.11 Jangkauan Pelayanan Tera/tera Ulang Nasional Tahun
2011 46
Table 5.1 PerhitunganPotensi UTTP dan Estimasi Kebutuhan Hari
Pelayanan dan Jumlah Penera 52
Tabel 5.2 Kebutuhan SDM UPTD Kalimantan Selatan Tahun 2013 54
Tabel 5.3 Perhitungan Biaya Pelayanan Luar Kantor 55
Tabel 5.4 Identifikasi Kebutuhan Sarana 56
Tabel 5.5 Jumlah Penera UPTD D.I. Yogyakarta 58
Tabel 5.6 Anggaran UPTD Metrologi Legal Yogyakarta 59
Tabel 5.7 Perhitungan kebutuhan Anggaran Pelayanan tera/tera
Ulang Luar Kantor di UPTD D.I. Yogyakarta 59
Tabel 5.8 Estimasi Kebutuhan Penera dan SDM per Daerah 61
Tabel 5.9 Estimasi Kebutuhan Anggaran Pelayanan Tera/Tera
Ulang 63

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP ix


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peran BSML Dalam Tera/Tera Ulang 8


Gambar 2.2 Pembentukan UPTD di Daerah 9
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Evaluasi Kinerja UPT/UPTD
Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP 18
Gambar 3.1 Pendekatan Analisis 20
Gambar 3.2 Unsur pembentuk Kinerja UPTD 21
Gambar 3.3 Daerah Analisis 25
Gambar 4.1 Jalur Pelayanan Tera/Tera Ulang Banjarmasin 27
Gambar 4.2 Faktor Pengaruh Kinerja Tera/Tera Ulang BPK
Kalimantan Selatan 32
Gambar 4.3 Jalur Pelayanan Tera/Tera Ulang Yogyakarta 37
Gambar 4.4 Pohon Permasalahan 49

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP x


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
mengamanatkan pemerintah, pelaku usaha maupun konsumen untuk melakukan
usaha-usaha perlindungan konsumen yang berasaskan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum.
Dengan demikian, tiap pihak seharusnya dapat memahami hak dan kewajibannya
sesuai peraturan. Salah satu hak konsumen yang penting adalah memilih dan
mendapatkan barang dan jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan. Untuk itu, informasi dan kondisi yang jujur dan benar mengenai
barang yang ditransaksikan harus tersampaikan dengan baik.
Salah satu cara untuk memastikan bahwa konsumen mendapatkan barang
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi yang seharusnya adalah dengan menjamin
timbangan atau takaran yang digunakan oleh pelaku usaha atau pedagang tepat
dan benar. Jaminan tersebut dilakukan melalui pelayanan tera dan tera ulang
terhadap alat ukur dan timbangan oleh pemerintah daerah setempat. Dengan
demikian, konsumen dapat memperoleh barang sesuai dengan ukuran yang
seharusnya dan nilai tukar yang dibayarkan. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian
Perdagangan melaksanakan pengawasan terhadap Alat Ukur, Takar, Timbang dan
Perlengkapannya (UTTP) dalam rangka meningkatkan perlindungan kepada
konsumen dan menjaga kualitas barang beredar dan jasa (Laporan Kinerja Menteri
Perdagangan Tahun 2011).
Lebih lanjut, dalam peraturan berikut yang merupakan regulasi turunan dari
Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal yaitu Peraturan
Pemerintah No. 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera
dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-Syarat Bagi Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang dan
Perlengkapannya, kemudian Peraturan Menteri Perdagangan No. 08/M-
DAG/PER/3/2010 tentang Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya
(UTTP) Yang Wajib Ditera dan Ditera Ulang, dan Surat Edaran Direktur Jenderal
Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Nomor 01/SPK/SE/5/2011 tentang Tera

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan Tera Ulang UTTP 1
UTTP mengamanatkan agar UTTP yang secara langsung atau tidak langsung
digunakan atau disimpan dalam keadaan siap pakai untuk keperluan menentukan
hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan wajib ditera atau ditera ulang.
Alat-alat ukur dan timbangan yang digunakan dalam transaksi dagang, yang
selanjutnya disebut UTTP, digunakan oleh pedagang sepanjang waktu dengan
frekuensi yang cukup tinggi sehingga dimungkinkan terjadinya perubahan pada
bagian tertentu (Puska Dagri, 2013). Hal tersebut berpotensi untuk terjadinya
kesalahan timbangan atau ukuran yang akan merugikan konsumen dan juga pelaku
usaha. Untuk itu, tera dan tera ulang terhadap UTTP berperan penting dalam usaha
perlindungan konsumen. Dari sisi pelaku usaha, mereka yang dalam melakukan
transaksi dagangnya menggunakan UTTP wajib untuk memeriksakan atau
melakukan tera ulang UTTP tersebut melalui sidang tera. Jika ada pelaku usaha
yang tidak tertib dalam memeriksakan UTTP yang digunakan dan terbukti rusak
atau tidak sesuai takaran namun tidak diperbaiki, pelaku usaha tersebut maka bisa
dikenakan sangsi. Akurasi dan reliabilitas UTTP sebagai alat ukur barang yang
diperdagangkan diperlukan agar masing-masing pihak memperoleh perlindungan
yang setara. Pedagang dilindungi dari kerugian karena memberikan barang yang
melebihi volume yang disepakati, sedangkan konsumen dilindungi dari kerugian
karena menerima jumlah barang yang lebih rendah dari volume yang
diminta/dibayarkannya (Puska Dagri, 2013).
Kemudian, sebagaimana yang diatur dalam Permendag No.50 Tahun 2009
tentang Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis Metrologi Legal, maka pihak yang
berwenang dalam melakukan pengujian UTTP serta pelaksanaan tera dan tera
ulangnya adalah UPT dan UPTD tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Namun
demikian, UPT dan UPTD masih menghadapi kendala dalam pelaksanaan
pelayanannya. Berdasarkan hasil penelitian Puska Dagri (2013), jangkauan untuk
pelayanan tera dan tera ulang di daerah penelitian hanya mencapai 24,7% dari
keseluruhan populasi UTTP yang digunakan. Penyebabnya antara lain terbatasnya
anggaran untuk pelaksanaan tera dan tera ulang, jumlah sumber daya penera
mengalami penurunan sebanyak 5% selama periode 2 tahun terakhir, dan sarana
dan prasarana yang kurang memadai.
Dengan demikian, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam terkait
dengan kinerja pelayanan dan kebutuhan UPT/UPTD di daerah dalam rangka

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 2
pelaksanaan pelayanan tera dan tera ulang, mencakup antara lain kebutuhan SDM
penera, sarana pelayanan, anggaran, dan prosedur pelayanan yang baik.

1.2. Tujuan
1. Menganalisis kinerja UPT/UPTD dalam pelaksanaan tera dan tera ulang (jumlah
populasi timbangan yang harus dilayani, jumlah pelayanan tera yang dilakukan,
2. Memetakan kebutuhan UPT/UPTD dalam pelaksanaan tera dan tera ulang
3. Merumuskan usulan kebijakan untuk meningkatkan pelaksanaan tera dan tera
ulang

1.3. Keluaran
1. Kinerja UPT/UPTD dalam pelaksanaan tera dan tera ulang di daerah
2. Peta kebutuhan UPT/UPTD dalam pelaksanaan tera dan tera ulang di daerah
3. Rumusan usulan kebijakan untuk meningkatkan pelaksanaan tera dan tera
ulang di daerah

1.4. Dampak analisis


Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengambil
kebijakan dan lembaga terkait dalam membantu tercapainya perdagangan yang adil
bagi pedagang dan perlindungan konsumen melalui penerapan tera dan tera ulang
alat UTTP.

1.5. Ruang lingkup


1. Jenis UTTP yang dianalisis adalah semua jenis UTTP yang menjadi lingkup
pelayanan UPTD setempat
2. Aspek yang dianalisis: peraturan pusat maupun daerah mengenai pelayanan
tera dan tera ulang, ruang lingkup pelayanan (jenis UTTP yang dapat dilayani
tera/tera ulangnya), sarana pelayanan, sumber daya manusia, anggaran,
mekanisme pelayanan, sanksi terhadap pelanggaran
3. Daerah penelitian dipilih berdasarkan representasi daerah tertib ukur dan
keterbatasan pelayanan sebagai kasus perbandingan

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 3
- Kota Yogyakarta, merupakan salah satu daerah yang memiliki BSML,
dan UPTD Metrologi Legal yang berprestasi baik pada tahun 2013.
- Kota Banjarmasin, merupakan daerah yang diduga memiliki tingkat
pelayanan tera/tera ulang terbatas

1.6. Sistematika penulisan laporan


Laporan analisis ini terdiri dari enam bab sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan. Bab ini mendeskripsikan latar belakang, tujuan,


keluaran, dampak dan ruang lingkup analisis yang dilakukan.

BAB II : Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pikir. Bab ini menjelaskan


tinjauan literatur yang digunakan sebagai referensi serta kerangka
pikir analisis ini.

BAB III : Metodologi Penelitian menjelaskan metode yang digunakan dalam


analisis ini meliputi kerangka pemikiran, kebutuhan informasi,
responden dan sampling, metode pengumpulan data, metode
analisis data, sumber data, dan tahapan pelaksanaan analisis.

BAB IV Gambaran Kinerja Pelayanan Tera/Tera Ulang. Bab ini


menguraikan hasil analisis pengolahan data primer dan sekunder

BAB V : Pemetaan Kebutuhan Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP. Pada


bab ini memuat hasil temuan lapangan, analisis deskriptif dan
kuantitatif dari pelayanan tera/tera ulang UTTP di daerah analisis.

BAB VI : Kesimpulan dan Rekomendasi. Memberikan kesimpulan dan


saran untuk usulan kebijakan terkait upaya peningkatan pelayanan
tera/tera ulang UTTP.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

United Nation Conference on Trade and Development/UNCTAD (2004)


menyatakan bahwa Metrologi adalah ilmu tentang pengukuran, termasuk
didalamnya satuan ukuran beserta standarnya, instrumen pengukuran dan
penerapannya, serta teori dan permasalahan dalam aplikasi yang berkaitan dengan
pengukuran. Pengukuran sangat penting dan menjadi bagian dari berbagai aktivitas
manusia, mulai dari pengawasan produksi, pengukuran kualitas lingkungan,
persyaratan kesehatan dan keselamatan, persyaratan kesesuaian produk dalam
melindungi konsumen dan jaminan terselenggaranya perdagangan yang terbuka.
Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1981
tentang Metrologi Legal, definisi dari metrologi adalah ilmu pengetahuan tentang
ukur mengukur secara luas. Metrologi meliputi semua aspek pengukuran praktis dan
teoritis, termasuk juga ketidakpastian pengukuran di bidang aplikasinya.
Puslitbang Dagri (2007) juga menyebutkan bahwa manfaat metrologi dalam
kehidupan sehari-hari dapat dijumpai dalam berbagai bidang antara lain
perdagangan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan (K3L). Pada sektor
perdagangan, metrologi merupakan aspek yang sangat penting karena terkait
dengan kegiatan jual beli. Beberapa aspek yang terkait dengan Metrologi Legal
antara lain kalibrasi dan peneraan, otoritas metrologi, dan sumberdaya metrologi.

2.1. Tinjauan pustaka

2.1.1. UPTD Sebagai Otoritas Peneraan


Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang benar, pemerintah telah
menetetapkan Otoritas Metrologi yang diakui sebagai rujukan. Otoritas metrologi
terbagi dalam tiga bidang: bidang metrologi ilmiah dalam hal kebenaran ilmiah
menjadi tanggung jawab Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Puslit KIM-LIPI); bidang metrologi legal
dalam hal pengukuran yang berkaitan dengan regulasi menjadi tanggung jawab
Direktorat Metrologi Kementerian Perdagangan, dan bidang akreditasi laboratorium

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 5
dalam hal menentukan kompetensi suatu laboratorium untuk melakukan pengukuran
(baik pengujian maupun kalibrasi) menjadi wewenang Komite Akreditas Nasional
(KAN).
Direktorat Metrologi Kementerian Perdagangan Republik Indonesia memiliki
tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, standardisasi dan
bimbingan teknis, pengawasan serta evaluasi di bidang Kemetrologian. Adapun
fungsinya meliputi: a) penyiapan perumusan kebijakan; b) penyiapan perumusan
standar, norma, kriteria, dan prosedur; c) bimbingan dan pelaksanaan teknis; d)
pengawasan dan evaluasi pelaksanaan di bidang sarana dan tenaga, standar
ukuran dan laboratorium, teknik, pengawasan dan penyuluhan serta kerjasama
kemetrologian; e) pelaksanaan urusan tata persuratan dan rumah tangga Direktorat.
Dengan demikian secara garis besar, tugas pokok dan fungsi Direktorat Metrologi
adalah mengelola standar ukuran dan satuan ukuran, melaksanakan tera dan tera
ulang UTTP, melakukan pengawasan UTTP dan BDKT serta penyuluhan
kemetrologian (Ditjen PDN, 2013).
Pada era otonomi daerah dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah kewenangan dalam pelaksanaan dan
pengawasan metrologi legal berada di daerah (Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota). Untuk memfasilitasi pelayanan kemetrologian legal di
daerah dibentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Metrologi Legal sebagai
unsur pelaksana tugas teknis di bidang metrologi legal di daerah.
Kualitas SDM Metrologi dipengaruhi oleh kompetensi yang memadai.
Suparno (2001) menyebutkan bahwa kompetensi merupakan kecakapan yang
memadai untuk melakukan suatu tugas atau kepemilikan atas suatu kecakapan dan
keterampilan yang disyaratkan. Terkait dengan metrologi, kompetensi penera
merupakan kemampuan untuk memenuhi kuantitas dan kualitas pelayanan
kemetrologian. Sementara dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 48/M-
DAG/PER/12/2010 tentang Pengelolaan Sumber Daya Kemetrologian, jenis SDM
Metrologi meliputi penera, pengamat tera, pranata laboratorium kemetrologian, dan
penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) metrologi legal. Secara detil mengenai fungsi
SDM metrologi dijelaskan sebagai berikut:
a. Penera adalah pegawai berhak dalam proses menandai dengan tanda tera sah
atau tanda tera batal yang berlaku ataumemberikan keterangan tertulis yang

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 6
bertanda tera sah atau tanda terabatal yang berlaku berdasarkan pengujian
yang dijalankan atas UTTP.
b. Pengamat tera bertugas melakukan pengawasan terhadap UTTP, Barang
Dalam Kemasan Terbungkus (BDKT), dan Satuan Sistem Internasional (SI).
c. Pranata laboratorium kemetrologian bertugas melakukan pengelolaan standar
ukuran dan laboratorium kemetrologian untuk menjamin kesesuaian dengan
peraturan dan persyaratan yang berlaku serta ketertelusuran standar di tingkat
nasional atau internasional.
d. PPNS Metrologi Legal berwenang dalam melakukan penyidikan tindak
pidanaUndang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.

2.1.2. Peranan Badan Standardisasi Metrologi Legal (BSML)

BSML adalah wakil pemerintah Pusat dalam mengawal pelaksanaan urusan


Kemetrologian di daerah, meliputi BSML Regional I (Medan) dengan wilayah kerja
pulau Sumatera, BSML Regional II (D.I.Yogyakarta) dengan wilayah kerja pulau
Jawa, Nusa Tenggara dan Bali, BSML Regional III (Banjarmasin) dengan wilayah
kerja pulau Kalimantan, dan BSM Regional IV (Makassar) yang wilayah kerjanya
meliputi pulau Sulawesi dan Indonesia Bagian Timur. Sebelum tahun 2000, UPTD
dikelola secara terpusat oleh Direktorat Metrologi. Dalam era sentralisasi, seluruh
urusan yang berhubungan dengan ketertelusuran standar, monitoring, SDM,
anggaran, dan peralatan dikelola secara langsung oleh Pemerintah Pusat melalui
Direktorat Metrologi di Bandung. Pada tahun 2001, ketika Otonomi Daerah
dilaksanakan, maka urusan perdagangan menjadi salah satu urusan yang dapat
diserahkan kepada daerah (dalam hal ini Pemerintah Provinsi). Dengan demikian
pengelolaan SDM, anggaran, dan peralatan kemudian beralih ke pemerintah daerah.
BSML kemudian dibentuk tahun 2007 untuk menjamin terlaksananya peran
ketertelusuran standar dan monitoring pelaksanaan urusan metrologi legal ini oleh
daerah.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 7
UTTP

Sebelum Beredar Asal Dalam Asal Luar


Negeri Negeri

Tera awal oleh UPTD Izin Tanda


Izin Tipe
di wilayah pabrik Pabrik
Verifikasi standar,
bantuan teknis,
fasilitasi tera ulang
oleh BSML
Tera Ulang oleh UPTD Pengguna UTTP di Daerah
di wilayah pengguna

Sesudah Beredar Konsumen di Daerah

Gambar 2.1. Peran BSML Dalam Tera/Tera Ulang

Selanjutnya, berdasarkan Direktorat Metrologi, tugas dan wewenang BSML


adalah sebagai berikut :

1. Memberikan bimbingan dan pembinaan bagi Unit Pelaksana Teknis Daerah


(UPTD) Metrologi Legal dan Pegawai Berhak. Bimbingan dan pembinaan
tersebut dapat dilakukan melalui melaksanakan bimbingan teknis pengelolaan
laboratorium uji dan melayani konsultasi teknis di bjdang metrologi legal.
2. Melaksanakan interkomparasi standar acuan Tingkat IV pada UPTD Metrologi
Legal Provinsi untuk memastikan kesamaan kemampuan dan keakurasian
standar antar UPTD Metrologi Legal Provinsi. Interkomparasi atau uji banding
merupakan program tahunan bekerjasama dengan UPTD, frekuensinya
tergantung pada anggaran masing-masing. Interkomparasi dilakukan antar
UPTD dalam satu region/wilayah, idealnya interkomparasi juga dilakukan antar
region/wilayah

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 8
3. Verifikasi standar acuan Tingkat IV, dan verifikasi standar uji/kerja UPTD
Metrologi Legal Kabupaten/Kota apabila UPTD Metrologi Legal Provinsi belum
siap/mampu menangani.
4. Monitoring standar uji/kerja pada UPTD Metrologi Legal Kabupaten/Kota dan
standar acuan Tingkat IV pada UPTD Metrologi Legal Provinsi untuk menjamin
standar tersebut telah tertelusur secara berkala sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
5. Melaksanakan tera/tera ulang UTTP di wilayah kerja provinsi apabila
pemerintah daerah provinsi tersebut belum membentuk UPTD Metrologi Legal.
6. Memberikan bantuan Pegawai Berhak untuk pelayanan tera/tera ulang UTTP
sesuai dengan permintaan dari UPTD Metrologi Legal Provinsi atau UPTD
Metrologi Legal Kabupaten/Kota. Jika UPTD provinsi atau kabupaten/kota
kekurangan personel dalam melakukan tera dan tera ulang di wilayahnya,
makan BSML dapat mengirimkan peneranya untuk membantu UPTD tersebut.
7. Melakukan pemantauan dan penyuluhan di bidang metrologi legal.

Gambar 2.2. Pembentukan UPTD di daerah

Pemerintah
Daerah
Usulan
Pembentukan
Penilaian
persyaratan
Pemenuhan Kajian data
BSML
persyaratan populasi

Koordinasi

Direktorat
Penilaian
Metrologi

Layak

UPTD

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 9
Lebih lanjut, terkait dengan peran BSML dalam pembentukan UPTD di
daerah, dalam Permendag No.50/M-DAG/PER/10/2009 dipersyaratkan bahwa
pembentukan UPTD meliputi ketersediaan gedung, peralatan, SDM (minimal 1
penera ahli dan 3 penera trampil), memiliki sarana mobilitas, dan memiliki sistem
mutu. Setelah persyaratan pembentukan dipenuhi, kemudian dilakukan penilaian
oleh Direktorat Metrologi. Jika lulus penilaian, maka akan memperoleh surat izin
dari Menteri Perdagangan untuk melaksanakan pelayanan tera/tera ulang.

2.1.3. Pengukuran Kinerja Pelayanan Tera dan Tera Ulang


Mahsun (2009) menjelaskan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi suatu organisasi yang tertuang dalam
perencanaan strategi organisasi. Sedangkan menurut Time (2000), kinerja adalah
prestasi kerja yang ditentukan oleh beberapa faktor eksternal karyawan diantaranya
adalah lingkungan dan perilaku manajemen. Secara umum kinerja merupakan
tingkat pencapaian hasil atau sejauh mana tujuan organisasi dapat dicapai atau
dijalankan.
Moeheriono (2009) mengemukakan bahwa dalam organisasi dikenal tiga
jenis kinerja yaitu operasional, administratif, dan stratejik. Kinerja operasional adalah
hal yang berkaitan dengan efektivitas penggunaan setiap sumberdaya yang
digunakan oleh organisasi seperti modal, bahan baku, teknologi, dan sebagainya
yang digunakan untuk mencapai tujuan organisasi. Kinerja administratif berkaitan
dengan struktur admisnistrasi yang mengatur hubungan otoritas, wewenang, dan
tanggung jawab dari orang yang menduduki jabatan. Kinerja administratif juga
mengatur tentang aliran komunikasi dalam organisasi. Sedangkan kinerja stratejik
merupakan kinerja perusahaan yang dievaluasi dengan ketepatan perusahaan
dalam memilih lingkungannya dan kemampuan adaptasi organisasi dalam mencapai
misinya.
Kinerja adalah gambaran mengenai tingkatan pencapaian pelaksanaan
suatu kegiatan atau program. Kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,
visi, misi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (stretegic
Planning) suatu organisasi (Indra Bastian, 2001 dalam I Dewa Komang Ary

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 10
Gunartha dan Nyoman Djinar Setiawina, 2012). Secara umum dapat juga dikatakan
bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode
tertentu. Untuk mengetahui keberhasilan/kegagalan suatu organisasi seluruh
aktivits organisasi tersebut harus dapat diukur. Pengukuran kinerja pelayanan
tera atau tera ulang kepada masyarakat pada Unit Pelaksana Teknis Metrologi
yang tersebar diseluruh Kabupaten atau kota se-Bali dengan 14 variabel yang di
pakai, variabel tersebut meliputi prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan,
kejelasan dan kepastian petugas pelayanan, kedisiplinan petugas pelayanan,
tanggungjawab petugas pelayanan, kemampuan petugas pelayanan, kecepatan
pelayanan, keadilan mendapatkan pelayanan, kesopanan dan keramahan petugas
dan kewajaran biaya pelayanan, yang cukup memuaskan pelanggan atau
masyarakat. Hasil perhitungan secara keseluruhan dikategorikan cukup efektif, Ini
berarti bahwa pengukuran kualitas pelayanan yang diberikan kepada konsumen
dalam hal ini masyarakat yang memiliki alat UTTP dengan melihat ke 14
variabel diatas sudah cukup efektif namun perlu ditingkatkan lagi (I Dewa Komang
Ary Gunartha dan Nyoman Djinar Setiawina, 2012).

2.1.4. Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Tera/Tera Ulang


UTTP

Peran pengawasan pelayanan metrologi legal merupakan aspek penting


dalam perlindungan konsumen. Sejauh ini, lembaga pengawasan pelayanan
metrologi legal seperti pelayanan tera dan tera ulang dilakukan oleh Balai Metrologi
dan Unit Pelayanan Teknis Daerah yang membidangi metrologi. Peran lembaga
pengawas tidak lepas dari produk kebijakan pemerintah yang mengaturnya. Dengan
demikian, tingkat efektifitas lembaga pengawas pelayanan kemetrologian sangat
bergantung dari eksistensi kebijakan dan pelaksanaannya.
Berdasarkan Permendag No.50/M-DAG/PER/10/2009 tentang unit kerja dan
unit pelaksana teknis metrology legal, maka kegiatan pengawasan terhadap
pelaksanaan tera/tera ulang UTTP dilakukan oleh pemerintah daerah setempat.
Dalm peraturan tersebut, kepala daerah harus membentuk unit kerja yang berfungsi
untuk melakukan kegiatan penyuluhan, pengamatan, pengawasan, dan penyidikan
tindak pidana di bidang metrology legal di lingkungan kantor dinas propinsi. Unit

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 11
kerja tersebut harus memiliki pengamat tera dan atau penyidik pegawai negeri sipil
di bidang metrologi legal.
Hidayat, Warella, dan Sulandari (2007) menelaah tentang implementasi
Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal khususnya
pelayanan tera ulang kWh meter di Surakarta. Dalam uraiannya, Undang – Undang
tersebut secara jelas mengatur lembaga yang berwenang dalam melakukan
pengawasan pelayanan kemetrologian. Undang –Undang tersebut juga merupakan
suatu produk kebijakan publik untuk mengatasi permasalahan di bidang kebenaran
alat UTTP dalam transaksi jual beli di bidang industri, perdagangan, pertanian,
perikanan, dan perkebunan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada
kepentingan umum dalam hal kebenaran pengukuran.
Berdasarkan hasil studi, Hidayat et al (2007) menjelaskan bahwa minimnya
sumberdaya pelayanan dan pengawasan serta komunikasi dalam implementasi
kebijakan merupakan faktor utama rendahnya pelaksanaan pelayanan dan
pengawasan kemetrologian, khususnya kWh meter di Surakarta. Hidayat et al
(2007) mengusulkan salah satu cara untuk meningkatkan peran lembaga pengawas
adalah dengan melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di bidang
perlindungan konsumen. Keterlibatan LSM diharapkan dapat meningkatkan peran
pengawasan baik secara preventif maupun represif.
Ardimento dan Clemente (2002) juga menilai peran lembaga pengawas
dalam pelayanan kemetrologian sangat penting karena menjamin keadilan dalam
usaha dan perlindungan konsumen. Pada kawasan Uni Eropa, Local Metrology
Authority (LMA) merupakan badan yang bertanggung jawab atas kebenaran alat
ukur di negara anggota. Namun dalam pelaksanaanya, dengan semakin banyaknya
jumlah alat ukur yang secara hukum harus diawasi menyebabkan tugas dari LMA
menjadi tidak efisien.
Perkembangan kebijakan kemetrologian juga mengarah pada izin bagi
produsen (manufacturers) melakukan “self-certify” untuk menjamin sistem mutu dan
keandalan ukuran. Oleh karena itu, peran lembaga pengawasan yang selama ini
berada di bawah LMA dapat diserahkan kepada pihak swasta atau laboratorium
dengan mengedepankan semangat kemandirian dan kompetensi (independence
and competence). Selanjutnya, LMA dapat terus melanjutkan tugasnya sebagai
lembaga pengawas dengan melakukan pengambilan contoh (sample) produk yang

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 12
telah diverifikasi oleh lembaga swasta untuk menjamin kompetensi pengawasan
lembaga tersebut.

2.1.5. Hasil Penelitian Sebelumnya


a. Penelitian PT SUCOFINDO
Hasil survey Sucofindo (2011) menunjukkan bahwa secara nasional jumlah
total UTTP yang ada di pasar tradisonal diperkirakan berjumlah 7.737.904 UTTP.
Penggunaan UTTP terbanyak terdapat pada pasar tradisional di wilayah Jawa Barat
yakni sebanyak 2.007.397 unit atau sekitar 26% dari total jumlah UTTP nasional.
Sementara jenis UTTP yang paling banyak digunakan di pasar tradisional sebanyak
11 jenis dari total 40 jenis UTTP yang tercatat di Direktorat Metrologi. Jenis UTTP
yang paling banyak beredar adalah anak timbangan dengan dugaan berjumlah
5.411.338 unit atau sekitar 69,93% dan jenis kedua yang banyak beredar yakni
timbangan meja beranger dengan dugaan sebanyak 1.172.042 unit atau sekitar
15.15%. Jenis kedua tersebut merupakan yang paling banyak beredar di pasar
tradisional di pulau Jawa.
Lebih lanjut, tanda tera yang ditemukan pada 7.737.904 UTTP yang beredar
di pasar tradisional, hanya sekitar 53% yang ditemukan dalam kondisi baik.
Sementara dengan kondisi tanpa tanda tera (38.67%), rusak (3.74%), bahkan ada
beberapa yang sudah putus (1.67%) dan sekitar 3% tidak ada keterangan.
Sementara untuk tanda tera sah atau bertanda setahun terakhir hanya sekitar 40%
UTTP dan sisanya bertanda tera lebih dari setahun (Sucofindo; 2013).
Pelaksanaan sistem metrologi legal di Indonesia belum efektif yang
diakibatkan belum optimalnya kondisi faktor pembentuk sistem metrologi legal di
Indonesia serta interaksi antar komponennya. Komponen utama pembentuk sistem
metrologi legal di Indonesia yaitu: (1) peraturan perundang-undangan yang menjadi
landasan bekerjanya sistem metrologi legal; (2) Kelembagaan unit metrologi di
tingkat nasional dan unit metrologi legal di daerah, beserta tupoksi dan
kewenangannya; (3) sumberdaya metrologi, seperti SDM, laboratorium uji, sarana,
peralatan dan standar kerja, dukungan anggaran, dan sumberdaya lainnya yang
berpengaruh terhadap pelaksanaan sistem metrology; (4) manajemen dan

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 13
pelaksanaan kemetrologian seperti layanan kemetrologian; dan (5) lingkungan
kemetrologian yaitu perkembangan jumlah dan jenis UTTP (Puska Dagri, 2007).
Berlakunya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan aturan pelaksanaannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan yang mendukung pelaksanaan
otonomi daerah kurang diantisipasi secara memadai atau terlambatnya pedoman
pengaturan mengenai pengelolaan laboratorium metrologi legal telah mengakibatkan
bentuk kelembagaan unit metrologi daerah dan tupoksinya bervariasi satu daerah
dengan daerah lainnya. Bentuk kelembagaan unit metrologi daerah umumnya
berupa UPTD Metrologi, Subdin Metrologi atau Kantor Metrologi (Kajian Sistem
Metrologi Legal, 2007).

b. Kajian Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)


Selanjutnya, studi yang dilakukan oleh Badan Perlindungan Konsumen
Nasional (BPKN) menunjukkan saat ini baru 10% dari sekitar 66 juta unit UTTP wajib
ditera dan ditera ulang yang telah dilakukan tera/tera ulang. Salah satu penyebab
hal ini adalah jumlah pegawai (penera) yang melaksanakan tera/tera ulang UTTP
yang minim hanya 857 orang di seluruh UPTD. Jumlah ini terus mengalami
penurunan akibat bermacam-macam hal, antara lain karena pensiun, mutasi ke luar
UPTD dan sulitnya memperoleh tambahan formasi baru.
Menyadari pentingnya peran metrologi legal dalam upaya memberikan
perlindungan konsumen khususnya di era otonomi daerah, BPKN melakukan kajian
tentang pelaksanaan perlindungan konsumen dalam bidang Metrologi dengan
mengambil timbangan sebagai objek di 18 (delapan belas) daerah (16 UPTD). Hasil
Kajian BPKN sebagai berikut:
1. Lebih dari 60% Konsumen dan 57% Pedagang ternyata tidak mengenal dengan
baik tentang Metrologi;
2. Seluruh UPTD sebagai unit pelayanan kemetrologian di daerah menyatakan
bahwa hambatan utama pelayanan tera/tera ulang UTTP adalah keterbatasan
anggaran, peralatan standar/sarana/prasarana, dan SDM Kemetrologian.
3. Adanya penetapan biaya tera yang berbeda setiap daerah dengan penetapan
pemerintah menyebabkan pelaksanaan tera dan tera ulang menemui kendala.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 14
4. Lemahnya pengawasan terhadap penyelenggaraan Kemetrologian di lapangan
terutama dalam penggunaan UTTP.
Dari hasil kajian yang dilanjutkan dengan workshop tersebut, BPKN
merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
1) Mengingat pelaksanaan Kemetrologian menyangkut berbagai sektor dan
kewenangan, pelaksanaannya dibagi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah
Propinsi, dan Kabupaten/Kota, maka BPKN merekomendasikan perlunya
peningkatan koordinasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan juga
upaya sosialisasi Kemetrologian kepada masyarakat luas.
2) Perbedaan penetapan biaya tera dan tera ulang disetiap daerah dengan
penetapan biaya yang diatur UUML menjadi permasalahan bagi setiap UPTD dan
pemilik UTTP, menyebabkan disharmonisasi penyelenggaraan Kemetrologian
antara satu daerah dengan daerah lain. Sesuai tugas pokok dan fungsi
Kementerian Perdagangan, maka BPKN merekomendasikan untuk dapat segera
menyusun pedoman penetapan biaya tera dan tera ulang yang berlaku sama di
seluruh Indonesia sebagai konsekuensi mandat yang diamanatkan dalam UUML.
3) Karena jumlah tenaga teknis penera maupun PPNS Metrologi Legal yang
terbatas jika dibandingkan dengan kebutuhan dan luasnya cakupan wilayah kerja,
maka diperlukan langkah terobosan bagi pemenuhan kebutuhan penera. Sistem
pendidikan sebagai sarana pengadaan tenaga teknis yang menjadi
tanggungjawab pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan dirasakan
belum optimal. Oleh karena itu BPKN merekomendasikan kepada Kementerian
Perdagangan untuk melakukan evaluasi mengenai sistem pendidikan guna
mengejar kebutuhan tenaga teknis penera maupun PPNS di lapangan.
4) Sejak diundangkannya UUML, sampai era globalisasi saat ini telah terjadi
perubahan-perubahan dibidang IT dan Informatika termasuk bidang ukur
mengukur. Disamping itu, UUML lahir pada era pemerintahan sentralistik yang
dapat dilihat dari tidak terdapatnya akses masyarakat dalam penyelenggaraan
Kemetrologian. BPKN menyarankan untuk segera merevisi UUML dan
mengikutsertakan peran masyarakat dalam penyelenggaraan UUML.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 15
c. Analisis Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri
Hasil pengawasan UTTP pada 2010 yang dilakukan di 66 pasar tradisional
terdapat 21.814 UTTP, ditemukan UTTP yang tidak bertanda tera sah sebanyak
9.843 (45,1%). Sebagai alat untuk mengukur volume yang diperdagangkan,
maka akurasi dan reliabilitas alat-alat UTTP diperlukan agar masing-masing pihak
memperoleh perlindungan yang setara. Pedagang dilindungi dari kerugian
karena memberikan barang yang melebihi volume yang disepakati, sedangkan
konsumen dilindungi dari kerugian karena menerima jumlah barang yang lebih
rendah dari volume yang diminta/dibayarkannya.
Kegiatan pelayanan tera/tera ulang UTTP masih mengandalkan
Pemerintah Pusat yang saat ini masih menghadapi permasalahan seperti
keterbatasan jumlah dan kompetensi SDM, anggaran, serta sarana dan
prasarana tera/tera ulang. Sedangkan pemerintah daerah belum memprioritaskan
kegiatan tersebut, karena semata-mata hanya sebagai sumber PAD melalui
retribusi bukan tugas yang sifatnya mandatory dalam rangka perlindungan
konsumen. Selain pelayanan tera/tera ulang UTTP, kegiatan pengawasan dan
penyuluhan relatif tidak dilaksanakan karena belum semua kabupaten/kota yang
sudah memiliki unit/seksi pelayanan dan pengawasan memperoleh alokasi SDM
yang sesuai dengan persyaratan (requirement) dan kompetensi di bidang
pelayanan dan pengawasan tera/tera ulang UTTP.
Pelaksanaan tera dan tera ulang UTTP di daerah, secara umum kapasitas
pelayanan tera/tera ulang hanya dapat menjangkau sekitar 24,7% dari estimasi
populasi timbangan yang ada di pasar tradisional. Penyebabnya yaitu pertama,
jumlah hari pelayanan dalam 5 tahun terakhir rata-rata turun hampir sebesar
82%/tahun. Saat ini pelayanan metrologi legal di kabupaten hanya dapat dilayani
1 kali setiap 3 tahun per pasar, seharusnya wajib tera ulang dilakukan setiap
tahun. Kondisi ini disebabkan karena keterbatasan anggaran. Kedua, jumlah
petugas penera turun sebesar 5% dalam 2 tahun terakhir. Ketiga, kondisi
sarana/prasara pelayanan relatif sudah tua (telah terdepresiasi) seperti peralatan
standar, gedung laboratorium, alat transportasi,dll yang dinilai tidak memadai.
Dengan demikian, diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas
pelayanan tera/tera ulang UTTP agar dapat menjangkau seluruh populasi
timbangan yang ada di pasar tradisional dengan cara membentuk standar operasi

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 16
dan prosedur (SOP) pelayanan tera ulang yang lebih baik dan teratur sehingga
jangkauan pelayanan dapat lebih banyak dan dilakukan secara periodik serta
tidak ada komplain timbangan rusak sesudah di tera ulang. Berdasarkan SOP ini
akan diketahui kebutuhan jumlah hari pelayanan tera ulang di setiap pasar.
Kemudian, perlu juga untuk memetakan kebutuhan tenaga penera/PPNS
Metrologi Legal di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota. Penambahan dan
perbaikan kondisi sarana/prasara pelayanan relatif sudah tua (telah terdepresiasi)
seperti peralatan standar, gedung laboratorium, alat transportasi juga dirasakan
penting.

2.2. KERANGKA PIKIR


Tujuan analisis ini secara umum berada dalam kerangka kegiatan Monitoring
dan Evaluasi terhadap sebuah program pembangunan, yaitu pembangunan
perlindungan konsumen melalui pelaksanaan bidang metrologi legal di Indonesia.
Monitoring adalah pengumpulan data terus menerus pada indikator tertentu untuk
menilai implementasi suatu intervensi dalam pembangunan (proyek, program atau
kebijakan) dalam kaitannya dengan jadwal kegiatan dan pengeluaran dana yang
dialokasikan, serta kemajuan (progress) dan pencapaian (achievements)
dibandingkan dengan tujuannya. Hal ini dilakukan dengan mengumpulkan dan
menganalisis data dari indikator-indikator yang dibentuk untuk tujuan monitoring
tersebut. Informasi kinerja yang dihasilkan kegiatan monitoring akan menjadi
wahana umpan balik pembelajaran dari pengalaman sehingga dapat memperbaiki
program yang sedang dilaksanakan.
Dalam analisis ini langkah monitoring dilakukan melalui pengukuran kinerja
UPTD dalam melaksanakan pelayanan tera/tera ulang UTTP di masing-masing
wilayah kerjanya. Kinerja tersebut kemudian dibandingkan dengan standar
pelayanan minimal dan/atau besarnya potensi UTTP di wilayah tersebut.
Mengacu pada Permendag No.51/Tahun 2009 dalam pelaksanaan fungsi
UPT/UPTD, disampaikan bahwa selain kemampuan melaksanakan pelayanan tera
dan tera ulang UTTP, kinerja sebuah UPTD juga diukur dari kemampuannya untuk
melakukan (1) Pemeliharaan ketertelusuran standar ukuran yang dimilikinya, (2)
Pembinaan SDM internal UPT/UPTD, (3) Pemeliharaan dokumen sistem

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 17
manajemen mutu, dan (4) Partisipasi dalam kegiatan interkomparasi. Keempat
indikator kinerja ini akan turut digambarkan dalam analisis ini, mendampingi ukuran
tingkat pelayanan tera/tera ulang UTTP yang dianggap sebagai ukuran kinerja
utama dari UPTD metrologi legal.

Wilayah kerja UPT/UPTD Metrologi Legal • Sumberdaya UPTD (SDM,


anggaran, sarana, timbangan
pengganti; strategi, prosedur)
Perlindungan konsumen dan • Koordinasi dan sharing
produsen di wilayah kerja UPTD sumberdaya antar Pemprov
dan Pemkab/Pemkot
diwilayahnya
• Pelaksanaan amanat urusan
Hambatan- perdagangan (Tuntutan
Pelaksanaan pemenuhan SPM)
hambatan Kebutuhan Tingkat Tera/tera ulang,
pelayanan pelayanan pengawasan,
tera/tera ulang tera/tera ulang penyuluhan
UTTP UTTP saat ini UTTP

• Jumlah UTTP;
• Pengetahuan, • Pemeliharaan
kesadaran, ketertelusuran standar
kepedulian ukuran Perkuatan urusan
produsen & • Pembinaan SDM perdagangan
konsumen; internal daerah oleh
• Pengawasan dan • Partisipasi dalam Pemerintah Pusat
penegakan aturan; kegiatan interkomparasi

Monitoring

Umpan
• Kinerja UPT/UPTD saat ini balik
• Informasi kebutuhan UPTD agar dapat melaksanakan pelayanan tera/tera
ulang yang penuh dan optimal di wilayah kerjanya,

Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Evaluasi Kinerja UPT/UPTD Dalam


Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 18
Hasil perbandingan ini (gap) dan masukan pihak UPTD, kemudian digunakan
untuk mengidentifikasi dan memetakan kebutuhan UPTD agar dapat melaksanakan
pelayanan tera/tera ulang yang penuh dan optimal di wilayah kerjanya. Informasi ini
kemudian digunakan untuk menyusun serangkaian rekomendasi perkuatan yang
dapat diberikan kepada UPTD sebagai pelaksana urusan metrologi legal di daerah,
dalam rangka mencapai pembangunan perlindungan konsumen Indonesia. Gambar
kerangka pemikiran dapat diikuti dalam gambar 2.7.
Pelayanan tera/tera ulang yang dilakukan oleh sebuah unit pelayanan
metrologi legal di daerah (UPTD Metrologi legal) pada dasarnya merupakan fungsi
dari sumberdaya yang dimilikinya. Pada analisis terdahulu, ditemukan bahwa
kapasitas sumberdaya ini dapat diperluas jika UPTD di tingkat Provinsi mampu
melakukan koordinasi dan sharing pembiayaan operasional pelayanan tera/tera
ulang dengan pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di wilayah kerjanya; dan jika
memperoleh perkuatan urusan perdagangan dari pemerintah pusat.
Sebagai bagian dari program perlindungan konsumen Indonesia,
pelaksanaan pelayanan tera/tera ulang ini seharusnya disediakan dalam
jumlah/tingkat yang sesuai dengan potensi permintaan/kebutuhan akan pelayanan
tera/tera ulang yang ada di dalam wilayah kerja UPTD. Idealnya adalah, setiap
UTTP yang digunakan untuk transaksi dengan masyarakat, yang ada di daerah
tersebut, dapat ter-tera ulang paling tidak satu kali setiap tahunnya. Kemampuan
UPTD untuk memenuhi permintaan/potensi kebutuhan pelayanan ini di wilayah
kerjanya, merupakan sebuah ukuran kinerja pelayanan UPTD yang ingin dimonitor
(diukur) dalam analisis ini.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 19
BAB III.
METODOLOGI

3.1. Pendekatan pelaksanaan analisis


Informasi kinerja dan pemetaan kebutuhan UPTD direncanakan diperoleh
dari seluruh UPTD yang ada di Indonesia. Hal ini dilakukan agar diperoleh
pandangan awal yang menyeluruh terhadap kinerja dan kebutuhan UPTD secara
nasional. Karena sifatnya yang menyeluruh/nasional, maka pemetaan
direncanakan hanya untuk menggambarkan kondisi umum yang ada. Pemetaan
dilakukan menggunakan kuesioner yang direncanakan untuk diisi sendiri oleh
responden (self-administered questioner). Sedangkan pengetahuan yang lebih
mendalam akan dikumpulkan melalui wawancara mendalam (in-depth interview)
dan pengamatan langsung ke daerah. Untuk pengamatan langsung ini hanya
akan dipilih 2 (dua) daerah yang merupakan perwakilan dari daerah yang relatif
baik (1 daerah) dan relatif rendah (1 daerah) kualitas pelaksanaan tingkat
pelayanan tera/tera ulangnya.

Gambar 3. 1. Pendekatan Analisis

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 20
3.2. Metode analisis
Secara umum, data dan informasi yang diperoleh dikelola menggunakan
alat-alat yang ada dalam lingkup statistika deskriptif. Melalui alat-alat statistika
deskriptif seperti perhitungan nilai sentral dan dispersi, pembuatan grafik, dan
penyusunan tabel kontijensi, maka perilaku dari setiap daerah dapat dengan
segera diamati dan diperbandingkan, sehingga karakteristik yang
berbeda/menarik dapat dengan segera teridenitifkasi.

Sarana,
gedung
SDM Dokumentasi
Kemetrologian mutu

Legalitas Standar

UPTD
Pelayanan
Tera/Tera Ketertelusuran
Ulang

Gambar 3. 2. Unsur Pembentuk Kinerja UPTD

Kinerja UPTD merupakan fungsi dari pelayanan tera, pemeliharaan


ketertelusuran standar ukuran yang dimilikinya, pembinaan SDM internal
UPT/UPTD, pemeliharaan dokumen sistem manajemen mutu, dan partisipasi
dalam kegiatan interkomparasi, yang dapat dituliskan sebagai:

𝐾𝑖𝑛𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑈𝑃𝑇𝐷𝑡
= 𝑓(𝑃𝑒𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡 , 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑡 , 𝑆𝐷𝑀𝑡 , 𝐷𝑜𝑘𝑢𝑚𝑒𝑛 𝑚𝑢𝑡𝑢𝑡 , 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑘𝑜𝑚𝑝𝑎𝑟𝑎𝑠𝑖𝑡 )

• Kinerja pelayanan tera/tera ulang diukur dengan menghitung tingkat


jangkauan pelayanan tera/tera ulang UPTD di wilayah kerjanya. Ukuran
ini diperoleh dengan menghitung proporsi jumlah UTTP yang dapat
ditera/tera ulang, terhadap jumlah UTTP total yang ada di wilayah kerja.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 21
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑈𝑇𝑇𝑃 𝑑𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡
𝐽𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑢𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑈𝑇𝑇𝑃 𝑑𝑖 𝑤𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑡

• Kinerja pemeliharaan standar ukuran yang dimiliki, diukur dari nilai


akreditasi Lab yang dimiliki, frekwensi kegiatan pemeliharaan standar,
dan proporsi standar jenis UTTP yang telah dipelihara terhadap total jenis
standar yang dimiliki.
• Kinerja pembinaan SDM internal diukur dari rasio jumlah penera yang
dihasilkan secara mandiri oleh daerah terhadap jumlah penera total, rasio
jumlah penera terhadap jumlah UTTP total, rasio jumlah PPNS-ML
terhadap jumlah UTTP total, dan jumlah pelatihan/seminar sesuai
kompetensi yang diikuti pada tahun yang bersangkutan.
• Kinerja pemeliharaan dokumen sistem manajemen mutu diukur dari
keberadaan dokumen sistem manajemen mutu tahun terakhir.
• Upaya interkomparasi diukur dari keberadaan atau keikutsertaan UPTD
dalam kegiatan yang bersifat interkomparatif.

Data pelayanan akan diukur langsung dari survey yang dilakukan,


sedangkan 4 (empat) variabel lainnya (kinerja pemeliharaan standar, pembinaan
SDM, pemeliharaan dokumen mutu, dan upaya menjaga ketertelusuran) akan
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Direktorat Metrologi. Kelima
rasio ini kemudian digunakan untuk menggambarkan profil kinerja masing-
masing UPTD menggunakan diagram jaring atau diagram batang yang
disamakan skalanya. Penggunaan diagram ini dinilai akan memudahkan proses
perbandingan profil antar UPTD yang diamati.
Kebutuhan sumberdaya dilihat dari besarnya potensi UTTP yang harus
dilayani oleh UPTD di dalam wilayah kerjanya, dibandingkan dengan kinerja
jangkauan pelayanan yang dihasilkan pada tahun yang bersangkutan,
dihubungkan dengan masukan UPTD mengenai kebutuhan SDM, anggaran,
sarana, dan masukan lain yang diperoleh dari proses pengumpulan data.
Masukan terhadap kebutuhan ini dilakukan melalui metode pengumpulan data
yang relatif terbuka untuk mengeksplorasi jenis kebutuhan yang lebih beragam.
Diharapkan analisis dapat memperoleh informasi kebutuhan yang diluar
kebutuhan “tradisional” sebuah pelayanan tera/tera ulang.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 22
Profil kinerja dan besar gap kebutuhan yang dimiliki kemudian
diperbandingkan untuk melihat pengaruh faktor lain terhadap kinerja UPTD
seperti:
• Faktor sumberdaya UPTD (SDM, anggaran, sarana)
• Faktor geografis (jawa-luar jawa, atau menurut pulau)
• Faktor anggaran (anggaran rata-rata per jumlah UTTP, relatif terhadap
rata-rata nasional)
• Faktor kepedulian daerah terhadap urusan metrologi legal (keberadaan
peraturan daerah, keberadaan standar operasi dan prosedur baku yang
dikembangkan secara mandiri oleh daerah, persepsi pengelola UPTD)
• Koordinasi (keberadaan kegiatan koordinasi dalam sharing pembiayaan
dan sumberdaya)
• Dan faktor lain yang muncul dalam wawancara dan pengamatan ke
daerah analisis.

Perbandingan tersebut dianalisis menggunakan alat uji chi-square. Uji


chi square digunakan jika data bersifat nominal atau ordinal, atau data yang
bersifat interval namun di downgrade skala pengukurannya. Perbandingan
diharapkan memberi pengetahuan yang lebih mendalam.

Tabel 3.1. Metode Analisis

Tujuan Sumber Sumber Keluaran Alat Bantu/


Analisis Informasi Analisis
Menganalisis UPTD • Data primer Profil identitas umum • Pencatatan
kinerja Direktorat (dikumpulkan UPTD dan
UPT/UPTD Metrologi menggunakan pengelolaan
• Lokasi dan kondisi
dalam kuesioner data
wilayah pelayanan
pelaksanaan yang menggunakan
tera dan tera dikirimkan • Sumberdaya dimiliki statistika
ulang (jumlah kepada UPTD (Jumlah dan deskriptif
populasi Kepala UPTD; komposisi SDM, (tabulasi dan
timbangan yang dan hasil in- anggaran, sarana grafik).
harus dilayani, depth dimiliki saat ini)
jumlah interview)
pelayanan tera • Bentuk lembaga,
yang dilakukan • Data tingkat eselon,
sekunder dasar legalitas

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 23
Tujuan Sumber Sumber Keluaran Alat Bantu/
Analisis Informasi Analisis
(yang dimiliki.
diperoleh dari
Direktorat
Metrologi)

• • Kinerja masing- • Perhitungan


masing UPTD rasio kinerja
UPTD (parsial)
• Perhitungan
skor kinerja
gabungan per
UPTD
• Penggambaran
profil kinerja
UPTD dan skor
gabungan
menggunakan
diagram jaring
atau diagram
batang

Memetakan UPTD • • Kebutuhan SDM • Perhitungan


kebutuhan Direktorat UPTD gap pelayanan
UPT/UPTD Metrologi maksimal
dalam • Kebutuhan
dengan
pelaksanaan anggaran UPTD
kebutuhan
tera dan tera • Kebutuhan Sarana potensi
ulang UPTD
• Pengelompokk
an usulan
kebutuhan dari
pertanyaan
terbuka

Merumuskan Hasil keluaran Hasil keluaran • Identifikasi variabel • Analisis chi-


usulan dari tujuan 1 dari tujuan 1 profil umum yang square masing-
kebijakan untuk dan 2 dan 2 memiliki pengaruh masing faktor
meningkatkan terhadap kinerja profil umum
pelaksanaan UPTD terhadap skor
tera dan tera kinerja
ulang
• • Daftar usulan • Pengolahan
kebijakan/ program Pohon
yang perlu masalah dan

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 24
Tujuan Sumber Sumber Keluaran Alat Bantu/
Analisis Informasi Analisis
dilakukan untuk Kerangka logis
meningkatkan
pelaksanaan
tera/tera ulang

3.3. Daerah analisis


Daerah analisis pada dasarnya bersifat nasional, meliputi 53 UPTD yang
ada di seluruh Indonesia. Sedangkan 2 (dua) daerah analisis untuk in-depth
interview, untuk sementara ditetapkan: (1) Provinsi DI Yogyakarta (sebagai wakil
daerah pelayanan baik), dan (2) Provinsi Kalimantan Selatan (sebagai wakil
daerah pelayanan relatif rendah).

Gambar 3. 3. Daerah Analisis

3.4. Sampel
Secara umum, analisis menggunakan data sekunder mencakup UPTD yang ada
di seluruh Indonesia. Sedangkan secara khusus, pemilihan daerah analisis
untuk in-depth interview dilakukan menggunakan metode purposive sampling,

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 25
yaitu satu daerah yang menurut catatan Direktorat Metrologi memiliki kinerja
pelayanan yang relatif baik (DI Yogyakarta) dan satu daerah yang kinerja
pelayanannya relatif kurang baik (Kalimantan Selatan).

3.5. Sumber Data Dan Teknik Pengumpulan Data


a. Data primer : Hasil survey dan wawancara dengan narasumber pada
UPT/UPTD dan lembaga terkait lainnya.
b. Data sekunder : Data SDM, anggaran, pelaksanaan tera dan tera ulang,
lingkup pelayanan tera dan tera ulang, sarana dan prasarana

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 26
BAB IV.
GAMBARAN KINERJA PELAYANAN TERA/TERA ULANG

Dua daerah yang dianalisis secara in-depth adalah Banjarmasin dan kota
Yogyakarta. Berikut ini gambaran pelaksanaan pelayanan tera/tera ulang di kedua
daerah tersebut.

4.1. Banjarmasin-Kalimantan Selatan

4.1.1. UPTD Pelayanan Metrologi Legal Provinsi Kalimantan Selatan


Unit Pelaksana Teknis Daerah pelayanan metrologi legal yang ada di
Banjarmasin disebut dengan nama Balai Pelayanan Kemetrologian Kalimantan
Selatan (BPK Kalsel). UPTD ini berada dibawah pengelolaan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan. UPTD ini melayani seluruh wilayah Kalimantan Selatan, yang
meliputi 2 (dua) kota dan 11 kabupaten, yaitu Kabupaten Tanah Laut, Kab.
Kotabaru, Kab. Banjar, Kab. Barito Kuala, Kab. Tapin, Kab. Hulu Sungai Selatan,
Kab. Hulu Sungai Tengah, Kab. Hulu Sungai Utara, Kab. Tabalong, Kab. Tanah
Bumbu, Kab. Balangan, Kota Banjarmasin, dan Kota Banjarbaru. BPK Kalsel
berada dalam binaan Balai Standarisasi Metrologi Legal (BSML) Regional III
Kalimantan.

a) Metode Pelaksanaan Pelayanan Tera/Tera Ulang


BPK Kalimantan Selatan melaksanakan pelayanan tera/tera ulang di kantor
dan diluar kantor. Pelayanan luar kantor dilakukan untuk melakukan tera ulang
UTTP yang tidak dapat dibawa ke kantor UPTD (seperti timbangan konveyor dan
jembatan timbang yang terpasang tetap), atau mendekati pemilik UTTP yang
berkumpul dalam jumlah besar di satu tempat (misalnya pedagang pasar). Pemilik
UTTP yang menjadi pelanggan UPTD relatif beragam, mulai dari perusahaan swasta
yang memang membutuhkan ketelitian UTTP bagi kegiatan usahanya, hingga
pedagang pasar yang relatif tidak terlalu peduli dengan akurasi UTTP yang
digunakannya. Dari seluruh jenis UTTP tersebut, pelayanan luar kantor untuk UTTP

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan Tera Ulang UTTP 27
yang digunakan pedagang pasar tradisional, masih menjadi kekurangan pada UPTD
karena jumlahnya yang besar dan menyentuh masyarakat banyak secara langsung.
Hingga saat ini, BPK Kalimantan Selatan masih menggunakan jalur
pelayanan tera/tera ulang timbangan dengan cara konvensional biasa seperti tersaji
dalam gambar 4.1. berikut

Pendaftaran
Mulai
administrasi

Tera-1

ya
Lulus?

tidak

Reparasi (Oleh ya
Bisa
Perusahaan
reparasi?
Reparatir ditunjuk)

tidak
Tera-2

Stempel tanda
Lulus? Batal
tidak

ya
Pembayaran
Stempel tanda biaya tera dan
Sah
reparasi

Selesai

Gambar 4. 1. Jalur Pelayanan Tera/Tera Ulang Banjarmasin

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 28
Kelemahan jalur pelayanan seperti ini adalah UPTD butuh waktu yang
banyak untuk menyelesaikan pelayanan tera ulang, karena jumlah timbangan dan
jumlah pasar yang relatif banyak.

b) Jenis UTTP Beredar dan Jangkauan Pelayanan


Tabel 4.1 (kolom nomor 2/warna biru) menunjukkan jenis UTTP yang beredar
di Kalimantan Selatan. Secara keseluruhan ada 24 jenis UTTP yang diduga
beredar/dilayani tera/tera ulangnya di Kalimantan Selatan. Kolom berwarna orange
menunjukkan estimasi jumlah UTTP tersebut menurut keterangan BPK Kalsel,
sedangkan kolom warna kuning menunjukkan jumlah estimasi yang dikoreksi
sebesar 20% dari data awal. Koreksi dilakukan untuk “mendorong” estimasi
mendekati data dari BSML Regional III Kalimantan.

Tabel 4. 1. Perhitungan Potensi UTTP dan Estimasi Kebutuhan Hari


Pelayanan dan Jumlah Penera

Jumlah UTTP
No Jenis UTTP Estimasi estimasi
Tera Dugaan Koreksi
Tera Total UTTP- UTTP-
ulang Jangkauan jangkauan
awal koreksi
1 Meter kayu 37 6 43 50% 30% 86 144
2 Takaran Kering 572 572 50% 30% 1.144 1.907
3 Takaran Basah 313 313 50% 30% 626 1.044
4 Bejana Ukur 57 57 90% 70% 64 82
5 TUT Bentuk Silinder Datar 59 28 87 90% 70% 97 125
6 Tangki Ukur Gerak/Mobil 637 214 851 90% 70% 946 1.216
7 Timbangan ban berjalan 14 14 70% 50% 20 28
8 Timbangan Elektronik 1.197 5 1.202 90% 70% 1.336 1.718
9 Timbangan Pegas 551 5 556 50% 30% 1.112 1.854
10 Timbangan Cepat 8 8 90% 70% 9 12
11 Neraca emas 89 89 90% 70% 99 128
12 Neraca obat 3 3 50% 30% 6 10
13 Dacin 409 409 60% 40% 682 1.023
14 Timbangan sentisimal 402 402 60% 40% 670 1.005
15 Timbangan bobot ingsut 52 52 60% 40% 87 130
16 Timbangan meja Beranger 2.665 2.665 75% 55% 3.554 4.846

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 29
Jumlah UTTP
No Jenis UTTP Estimasi estimasi
Tera Dugaan Koreksi
Tera Total UTTP- UTTP-
ulang Jangkauan jangkauan
awal koreksi
17 Timbangan kuadran 1 1 90% 70% 2 2
18 Timbangan jembatan 119 32 151 90% 70% 168 216
Anak Timbangan Ketelitian
19 Biasa 15.436 15.436 75% 55% 20.582 28.066
Anak Timbangan Ketelitian
20 Halus 1.311 1.311 90% 70% 1.457 1.873
21 Anak timbangan obat 40 40 50% 30% 80 134
22 Meter arus kerja 237 5 242 75% 55% 323 440
23 Pompa BBM 610 18 628 100% 80% 628 785
24 Meter Air Dingin 7 3.490 3.497 50% 30% 6.994 11.657
TOTAL 24.826 3.803 28.629 72% 52% 40.772 58.445
Sumber: BPK Kalsel, BSML Regional III Kalimantan, Diolah.

Memperhatikan jenis UTTP yang dilayani, tampak bahwa UPTD Banjarmasin


baru dapat melakukan pelayanan tera/tera ulang pada lingkup yang minimal (sesuai
Permendag 51/M-DAG/PER/10/2009 Tentang Penilaian terhadap unit pelaksana
teknis dan Unit pelaksana teknis daerah metrologi legal. Data pada tabel 4.1
menunjukkan jumlah pelayanan tahun 2013 adalah sebesar 28.629 unit, sedangkan
jumlah UTTP yang ada di wilayah Kalimantan Selatan diestimasi berjumlah antara
40.772 unit hingga 58.445 unit (dugaan BSML 58.004 unit). Angka estimasi minimal
berasal dari dugaan BPK Kalsel, sedangkan angka estimasi maksimal berasal dari
BSML Regional III Kalimantan. Berdasarkan data tersebut, jangkauan pelayanan
BPK Kalimantan Selatan berkisar antara 48,9% hingga 70,2% pada tahun 2013.

c) Sumberdaya Manusia
BPK Kalimantan Selatan memiliki 6 (enam) orang penera aktif, yang terdiri
dari 1 orang Penera Trampil, dan 5 (lima) orang Penera Ahli (menyusul akan ada
satu lagi Penera Terampil, namun saat survey masih dalam pendidikan). Dari 5
(lima) orang penera ahli yang ada, 3 (tiga) diantaranya menjabat pada posisi
Struktural. Disamping Penera, BPK memiliki 3 (tiga) orang tenaga Penyidik Pegawai

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 30
Negeri Sipil (PPNS), 4 (empat) orang Pembantu Teknik, dan 5 (lima) orang tenaga
Administrasi. Total sumberdaya manusia (SDM) BPK Kalimantan Selatan pada saat
analisis berjumlah 19 orang. Di SDM BPK tidak terdapat petugas Laboratorium,
Pengamat Tera, dan Penyuluh Metrologi Legal. Tugas-tugas dari SDM tersebut,
pada dasarnya dapat dilaksanakan juga oleh petugas Penera, atau oleh satuan kerja
Pemerintah Daerah (SKPD) yang lain. Untuk saat ini, jumlah SDM yang ada dinilai
sudah mencukupi kebutuhan pelayanan tera/tera ulang, namun pada tingkatan yang
minimal.
Kompetensi dan ketrampilan SDM dinilai sudah mencukupi untuk saat ini,
yang diperlukan adalah upgrading secara rutin setiap tahun untuk mengembangkan
pengetahuan mengikuti perkembangan UTTP yang ada. Butuh waktu untuk
mengembangkan kompetensi dan ketrampilan SDM, menurut Ka Balai, kompetensi
SDM baru berkembang dalam praktek/pekerjaan. SDM yang baru lulus pendidikan
relatif hanya menguasai sisi teorinya saja, namun belum sepenuhnya mampu
melaksanakan pelayanan tera/tera ulang UTTP secara baik.

Tabel 4. 2. Jumlah Penera UPTD Kalimantan Selatan Tahun 2013

SDM Jumlah Kompetensi Keterangan


Penera terampil 2 orang Mencukupi 1 (satu) orang masih pendidikan di
Bandung
Penera Ahli 5 orang Mencukupi 3 (tiga) orang diantaranya menjadi
struktural
Pembantu Teknik 4 orang Mencukupi Dari lulusan SLTA/STM Mesin
PPNS Metrologi 3 orang Mencukupi
Legal
Administrasi 5 orang Kurang Kompetensi administrasi kantor UPTD
Mencukupi kurang (harus mampu mengoperasikan
komputer, mengisi formulir/sertifikat/nota,
dan menyusun laporan)
Pranata - Belum ada
Laboratorium
Pengamat Tera - Belum ada
TOTAL 19
Sumber: BPK Kalsel

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 31
d) Fasilitas/Peralatan
UPTD baru saja menempati kantor barunya di Jalan A. Yani Km 7
Banjarmasin selama 1 tahun ini, karena itu beberapa fasilitas tampak belum
terpasang secara baik, seperti instalasi listrik yang masih bermasalah sehingga
aliran listrik di dalam kantor menjadi sering terganggu. Hal ini bisa mengganggu
pelayanan tera ulang yang akan dilakukan.

Tabel 4. 3. Penilaian Standar Kerja yang Dimiliki Untuk Pelayanan


Tera/Tera Ulang UTTP Tahun 2013

No Jenis UTTP Penilaian


1 Meter kayu Cukup
2 Takaran Kering Cukup
3 Takaran Basah Cukup
4 Bejana Ukur Cukup
5 TUT Bentuk Silinder Datar Tidak cukup
6 Tangki Ukur Gerak/ Mobil Cukup
7 Timbangan ban berjalan Tidak cukup
8 Timbangan Elektronik Tidak cukup
9 Timbangan Pegas Cukup
10 Timbangan Cepat Cukup
11 Neraca emas Cukup
12 Neraca obat Cukup
13 Dacin Tidak cukup
14 Timbangan sentisimal Cukup
15 Timbangan bobot ingsut Cukup
16 Timbangan meja Beranger Cukup
17 Timbangan kuadran Cukup
18 Timbangan jembatan Cukup
19 Anak Timbangan Ketelitian Biasa Cukup
20 Anak Timbangan Ketelitian Halus Cukup
21 Anak timbangan obat Cukup
22 Meter arus kerja Tidak cukup
23 Pompa BBM Cukup
24 Meter Air Dingin Tidak cukup
Sumber: BPK Kalsel

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 32
Secara umum, fasilitas yang dimiliki UPTD dinilai kurang memadai untuk
melaksanakan pelayanan tera/tera ulang jenis-jenis UTTP yang dilayaninya.
Terutama dari sisi jumlah standar/standar kerja. Akibat kurangnya jumlah standar,
penera tidak dapat melakukan pelayanan secara bersamaan untuk 2 jenis UTTP
yang membutuhkan standar yang sama. Hal ini menyebabkan: (1) Penera terpaksa
bergantian menggunakan standar. Dan (2) Penera terpaksa melakukan tera ulang
menggunakan standar yang bukan khusus ditujukan bagi UTTP yang bersangkutan.

e) Anggaran
Data anggaran BPK – KalSel Tahun 2012 dan 2013 mengalami peningkatan.
Anggaran tersebut sudah termasuk anggaran pengadaan gedung baru yang
ditempati saat ini. Jumlah anggaran ini oleh Kepala UPTD dinilai sudah mencukupi
untuk melakukan pelayanan tera/tera ulang di seluruh wilayah Kalimantan Selatan.

Tabel 4. 4. Anggaran BPK Kalimantan Selatan Tahun 2013

Anggaran 2012 2013


Total anggaran 2,5 M 2,8 M
Anggaran pelayanan tera/tera ulang NA 1,6 M
Sumber: Kepala BPK Kalsel

f) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pelayanan Tera/Tera Ulang


Gambaran yang ada menunjukkan bahwa dari sisi SDM dan Anggaran,
UPTD Banjarmasin relatif memiliki jumlah yang cukup untuk melaksanakan
pelayanan bagi populasi UTTP yang ada di wilayah kerjanya. Kendati demikian,
jangkauan pelayanan UPTD ternyata baru pada tingkat 49-70%-an. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh kekurangan fasilitas (sarana, gedung, standar
ukuran, peralatan), kekurangan penyuluhan/pengawasan untuk membangun
kesadaran pemilik UTTP, hambatan dari peraturan daerah yang tidak mendukung,
dan kemampuan manajerial pengelola UPTD yang rendah.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 33
Penyuluhan/
Fasilitas:
Pengawasan:
Kurang
Kurang

Peraturan
Anggaran: Daerah:
Cukup Kurang
mendukung

Kinerja
Tera/Tera Kemampuan
Penera: Cukup Manajerial:
ulang BPK kurang
Kalsel

Gambar 4. 2. Faktor Pengaruh Kinerja Tera/Tera Ulang BPK Kalimantan


Selatan

Kekurangan standar kerja peralatan yang digunakan bergantian


menyebabkan penera tidak dapat melakukan pelayanan bersamaan terhadap UTTP
yang membutuhkan standar yang sama, dan ada UTTP yang ditera tidak
menggunakan standar yang seharusnya. Kekurangan standar membuat layanan
tera/tera ulang tidak dapat dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) tim secara bersamaan.
Selain itu, jumlah outlet pelayanan terbatas, maka mekanisme Pelayanan
tera/tera ulang paling mudah dilakukan dengan jalan mendekati pengguna
UTTP/memberikan pelayanan di tempat UTTP berada. Misalnya dengan
mendatangi pasar untuk memberikan pelayanan tera ulang kepada pedagang
pemilik timbangan dan UTTP lainnya yang ada di pasar. Pelayanan diluar kantor
seperti ini hanya efektif bagi UTTP-UTTP yang memiliki/memerlukan standar uji
yang relatif kecil dan mudah dibawa, seperti timbangan meja, TBI, takaran kering,
takaran basah, ukuran panjang, dan lain-lain yang sejenis. Memperhatikan hal
tersebut, maka sebuah UPTD Metrologi Legal pada tingkatan Provinsi, sebaiknya
memiliki paling tidak 3 (tiga) set standar kerja bagi pelayanan minimal tersebut,
dimana 2 (dua) standar kerja akan dibawa oleh 2 (dua) tim pelayanan berkeliling
menuju kabupaten/kota di wilayah kerja, dan 1 (satu) standar kerja ada di ruang tera
di kantor UPTD, sehingga UPTD tetap dapat melakukan pelayanan di dalam kantor.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 34
Pengalaman UPTD Banjarmasin pada tahun 2011 hingga tahun 2013
menunjukkan pentingnya proses pengawasan oleh Seksi Pengawasan Dinas
Perdagangan masing-masing kabupaten/kota, untuk dilaksanakan beriringan
dengan pelaksanaan pelayanan tera/tera ulang oleh UPTD Provinsi. Pelaksanaan
yang beriringan (Pengawasan dulu, baru pelayanan tera ulang) membuat pemilik
UTTP aware dengan pentingnya melakukan tera ulang, dan mengetahui kapan
jadwal pelaksanaan tera ulang bagi daerahnya akan dilangsungkan. Hal ini
dipercaya telah meningkatkan partisipasi pemilik UTTP dalam melakukan tera ulang
di tahun 2013.
Kendala pelayanan lain yang dihadapi adalah adanya pembatasan lama
perjalanan dinas yang diperkenankan. Sebuah pelayanan tera ulang ke
Kabupaten/Kota, paling tidak membutuhkan waktu selama 6 (enam) hari. Namun,
peraturan daerah di Kalimantan Selatan, membatasi perjalanan ke daerah hanya
dapat dilakukan paling lama selama 3 hari per orang per perjalanan. Pembatasan
waktu perjalanan dinilai membuat membatasi waktu pelayanan ke kabupaten/kota.
Jika ingin tetap memberikan pelayanan yang cukup, UPTD harus mengirim lebih dari
1 (satu) tim pelayanan ke daerah yang sama. Hal ini dinilai akan meningkatkan
biaya operasional, mengingat jarak tempuh antar daerah di Kalimantan relatif jauh
dan membutuhkan ongkos perjalanan yang relatif tinggi.
Hambatan terhadap pencapaian kinerja lainnya adalah rendahnya
kemampuan manajerial dari pengelola UPTD. Kalimantan Selatan menjadi daerah
survey karena record data kinerja pelayanan tera/tera ulangnya relatif rendah pada
tahun 2011-2012. Saat hal ini dikonfirmasikan, maka hal pertama yang muncul
adalah masalah sarana, yaitu kurangnya sarana gedung yang mendukung
operasional pelayanan tera/tera ulang. Namun dari wawancara yang dilakukan,
tampak bahwa pada periode tersebut, UPTD tampak dipimpin oleh orang yang
bukan berasal dari latar belakang Kemetrologian. Tim menduga, latar belakang
manajerial ini yang membuat UPTD tidak optimal melakukan pelayanan tera/tera
ulang.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 35
4.1.2. Balai Standardisasi Metrologi Legal (BSML) Regional III Kalimantan
BSML regional III Kalimantan dibentuk pada tahun 2007. BSML bertugas
memverifikasi ketertelusuran standar-standar satuan ukuran laboratorium Metrologi
Legal yang dimiliki oleh UPTD, fasilitasi tera atau tera ulang UTTP, peningkatan
kompetensi SDM Metrologi serta penyuluhan kemetrologian di wilayah kerjanya.

a) Jangkauan Pelayanan UPTD di Kalimantan Menurut BSML III


Secara umum, data yang ada menunjukkan jangkauan pelayanan UPTD
Metrologi Legal di wilayah Regional III baru berkisar sebesar 52,2%. Dari 5 (lima)
UPTD yang ada di wilayah kerja BSML, UPTD yang paling tinggi jangkauan
pelayanannya adalah UPK Singkawang, dengan jangkauan sebesar 94,1%.
Singkawang adalah Daerah Tertib Ukur di tahun 2011.
Informasi potensi UTTP yang dimiliki oleh BSML bersumber pada hasil kajian
Direktorat Metrologi bersama Sucofindo tahun 2011, yang sifatnya estimasi.
Menurut BSML, potensi UTTP di seluruh Kalimantan adalah sebesar 176.942 unit,
dari beragam jenis, diluar meter Kwh dan meter air. Kedua UTTP ini dikeluarkan
dari perhitungan karena memiliki umur operasi yang relatif panjang (10 tahun),
sehingga tidak memerlukan tera ulang setiap tahunnya. Hasil rekapitulasi laporan
bulanan UPTD Metrologi Legal menunjukkan pada tahun 2013 berhasil ditera dan
tera ulang sebanyak 92.358 unit UTTP.

Tabel 4. 5. Potensi, Kinerja, dan Jangkauan Tera/Tera Ulang UPTD


Regional III Kalimantan 2013

UPTD Potensi Kinerja tera/ Jangkauan


UTTP1) tera ulang2) Pelayanan
UPK Pontianak 32.310 16.009 49,5%
UPK Singkawang 8.607 8.097 94,1%
BPK Banjarmasin 58.004 28.713 49,5%
UPTD Palangkaraya 43.190 20.246 46,9%
UPTD Samarinda 34.831 19.293 55,4%
Total 176.942 92.358 52,2%
Keterangan: 1) Diluar meter Kwh dan meter air, sumber Sucofindo; 2)
Sumber Laporan Bulanan UPTD Metrologi Legal
Sumber: BSML Reg. III Kalimantan

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 36
Tata cara/prosedur untuk tera dan tera ulang telah disusun oleh Direktorat
Metrologi untuk seluruh jenis UTTP yang ada, yaitu melalui Syarat-Teknis Alat Ukur
dan SOP tera/tera ulang.

b) Kendala Pengembangan Kemetrologian Kalimantan


Potensi Kendala pengembangan Kemetrologian yang dihadapi Kalimantan
adalah:

• Kurangnya pembinaan SDM metrologi, khususnya Penera. Pada era


desentralisasi otonomi daerah, monitoring dan penindakan SDM metrologi
yang melanggar kode etik dan SOP tidak dapat dilakukan secara langsung.
Penindakan (teguran, pemindahan, atau penghentian) dikembalikan kepada
UPTD masing-masing.
• Tingkatan struktur BSML secara vertikal. Kepala BSML harus berkoordinasi
dan mengkoordinasikan kepala dinas terkait perlindungan konsumen melalui
metrologi legal di wilayah kerjanya. Kepala dinas yang dikoordinasikan
berada dalam tingkatan eselon 2, sedangkan kepala BSML hanya eselon 3.
Idealnya posisi ini setara agar dinas tidak berkeberatan dengan permintaan
koordinasi dan arahan yang dilakukan. Pada saat ini di wilayah regional III,
kepala dinas belum terlalu memahami posisi BSML sehingga tidak menjadi
masalah. Namun ke depan, seiring dengan makin tingginya pemahaman
daerah terhadap BSML, dapat terjadi masalah.
• Pertentangan antara PP38/2007 dan UU 2/1981 dalam hal prioritas urusan.
UU 2/1981 mengamanatkan urusan metrologi legal bersifat wajib
dilaksanakan oleh pemerintah, sedangkan dalam PP38/2007, urusan ini
menjadi bersifat pilihan bagi pemerintah. Perlu ada batas yang jelas, apakah
urusan perdagangan secara langsung berarti urusan metrologi legal.
• Pertentangan antara PP 16 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor
26 Tahun 1983 Tentang Tarif Biaya Tera dengan Perda dalam hal tarif.
• Tidak adanya fungsi pengawasan terhadap UTTP. Menurut Keputusan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 01/M/Per/3/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan(?), tugas dan fungsi
BSML adalah (1) memverifikasi ketertelusuran standar-standar satuan

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 37
ukuran laboratorium Metrologi Legal yang dimiliki oleh UPTD, (2) fasilitasi
tera atau tera ulang UTTP, (3) peningkatan kompetensi SDM Metrologi serta
(4) penyuluhan kemetrologian di wilayah kerjanya. Peran 1 dan 2 relatif
sudah dilaksanakan. Sedangkan tugas 3 dan 4 belum dilaksanakan secara
optimal. Yang utama adalah, peran pengawasan belum dilaksanakan baik
oleh pusat maupun daerah.
• Keterbatasan jumlah Penera. Persyaratan menjadi penera adalah S1 teknik.
Pada saat ini minat S1 teknik untuk menjadi penera amat rendah.
• Kurangnya jumlah tenaga administrasi yang kompeten, memahami
penganggaran dan pelaporan dan mampu mengoperasikan komputer untuk
membantu pelaksanaan tugas.

4.2. Daerah Istimewa Yogyakarta


4.2.1. UPTD Yogyakarta

a) Metode Pelaksanaan Pelayanan Tera/Tera Ulang


Dalam melaksanakan pelayanan tera/tera ulang bagi UTTP yang ada di
masyarakat, UPTD Yogyakarta memiliki alur pelaksanaan yang sedikit berbeda.
Untuk memangkas waktu pelayanan tera ulang di pasar, maka alih-alih pemilik
UTTP memeriksakan dahulu UTTP-nya kepada Penera, maka di daerah DIY,
pemilik UTTP malah mendatangi dahulu pihak Reparatur, untuk memastikan
timbangannya dalam keadaan baik atau melakukan perbaikan jika rusak, baru
kemudian menerakan timbangannya kepada petugas penera, dengan berbekal
keterangan dari reparatur, atau dibantu pengantarannya oleh perusahaan
reparatur. Langkah ini memiliki kelebihan dalam menghemat waktu pelayanan,
karena sebagian tugas telah dilaksanakan oleh reparatur, dan proses pelayanan
tidak perlu dilakukan di pasar, namun dapat dilakukan di tempat yang lebih
umum (misal balai kecamatan), karena UTTP diantarkan oleh reparatur. Disini
seolah-olah UPTD memiliki outlet pelayanan yang lebih banyak. Sistem ini
hanya dapat digunakan pada pelayanan tera ulang UTTP yang berukuran
kecil/portabel.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 38
Menghubungi
Mulai
reparatur
Pemilik –
Reparatur di
tempat
biaya Pemeriksaan,
pemilik
pemeriksaan, dan perbaikan,
reparasi, & tera oleh reparatur

Tera ulang oleh


Penera UPTD tidak

Reparatur –
UPTD di
Stempel tanda
Lulus? tempat
Batal
tidak UPTD

ya

Stempel tanda Pembayaran


Sah biaya tera

Selesai

Gambar 4. 3. Jalur Pelayanan Tera/Tera Ulang Yogyakarta

b) Jenis UTTP Beredar dan Jangkauan Pelayanan


Berdasarkan data sekunder dan hasil wawancara yang dilakukan pada
UPTD D.I.Yogyakarta, berikut Tabel 4.6 yang menggambarkan estimasi
jangkauan Pelayanan dan estimasi jumlah UTTP yang beredar. Dari hasil
estimasi tersebut, dilakukan perhitungan kebutuhan hari Pelayanan dan
kebutuhan jumlah penera. Kebutuhan hari Pelayanan diestimasi berdasarkan

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 39
waktu yang dibutuhkan oleh penera untuk melakuka tera/tera ulang untuk tiap
jenis UTTP.

Tabel 4. 6. Perhitungan Potensi UTTP dan Estimasi Kebutuhan Hari


Pelayanan dan Jumlah Penera
Estimasi Estimasi Jumlah Kebutuhan hari Kebutuhan
No Jenis UTTP
Jangkauan UTTP pelayanan Penera
1 Ukuran panjang 0.6 528 159 1
2 Takaran (untuk barang kering atau cair) 0.6 83 2 0
3 Anak timbangan biasa 0.6 172,535 575 4
4 Anak timbangan halus 0.6 11,028 184 1
5 Timbangan meja 0.6 61,905 2,064 13
6 Dacin logam 0.6 273 9 0
7 Timbangan bobot ingsut/sentisimal 0.6 3,672 367 2
8 Timbangan cepat 0.6 1,267 253 2
9 Timbangan elektronik 0.6 1,567 313 2
10 Neraca 0.6 865 87 1
11 Meter arus kerja 0.6 53 27 0
12 Pompa ukur BBM 0.95 1,833 183 1
13 Meter air 0.95 9,807 327 2
14 Meter KWh 1 phasa 0.95 26 5 0
15 Meter KWh 2 phasa 0.95 397 159 1
16 Tangki ukur tetap silinder datar 0.7 24 24 0
17 Tangki ukur tetap silinder tegak 0.7 7 7 0
18 Tangki ukur mobil 0.8 224 224 1
19 Tangki ukur wagon 0.8 69 69 0
20 Gelas ukur 0.6 25 3 0
21 Pipet 0.6 222 22 0
22 Buret 0.6 7 1 0
23 Labu ukur 0.6 10 1 0
24 Bejana ukur 0.6 155 16 0
25 Meter taksi 0.6 1,783 178 1
26 Meter kadar air 0.6 33 3 0
27 Alat ukur tinggi 0.6 250 25 0
28 Tensimeter 0.6 30 3 0
29 Manometer 0.6 - - -
30 Thermometer 0.6 503 50 0
31 Timer 0.6 28 3 0
32 Stop watch 0.6 107 11 0
Total 0.6625 269,317 33
Sumber : UPTD D.I. Yogyakarta (diolah)

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 40
Sementara untuk menghitung kebutuhan jumlah penera didasarkan pada
kemampuan dan kapasitas tiap tingkatan fungsional penera dalam melakukan
tera/tera ulang untuk tiap jenis UTTP. Data pada UPTD D.I. Yogyakarta
menunjukkan ada 32 jenis UTTP yang diduga beredar dan dilayani tera/tera
ulangnya di provinsi ini.
Dengan demikian, dengan memperhatikan jenis UTTP yang dilayani dan
jangkauan Pelayanan serta kebutuhan, dapat disimpulkan bahwa UPTD
D.I.Yogyakarta sudah dapat melakukan pelayanan tera/tera ulang pada lingkup
yang relatif baik sesuai Permendag 51/M-DAG/PER/10/2009 Tentang Penilaian
terhadap unit pelaksana teknis dan Unit pelaksana teknis daerah metrologi legal.

c) Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia pada UPTD D.I. Yogyakarta berjumlah 23 orang,
dengan komposisi sebagai berikut:

Tabel 4. 7. Sumber Daya Manusia UPTD D.I. Yogyakarta Tahun 2013

SDM Jumlah
Penera merangkap struktural 4 orang
Penera ahli 7 orang
Penera terampil 12 orang
Pengamat tera -
Sumber: UPTD Yogyakarta

Saat ini jumlah SDM dirasa cukup, namun perlu penambahan personel
dalam 3 – 4 tahun ke depan. Hal ini dikarenakan dalam waktu 3 – 4 tahun yang akan
datang, beberapa fungsional penera akan memasuki mas pensiun. Selain itu,
potensi perdagangan di provinsi D.I.Yogyakarta juga cenderung meningkat sehingga
diperkirakan jumlah alat UTTP akan meningkat pula. Saat ini, UPTD tersebut sudah
merencanakan program penambahan fungsional penera untuk tahun-tahun
mendatang seperti perencanaan pelatihan dan pendidikan untuk calon penera serta
estimasi jumlah penera yang dibutuhkan untuk selanjutnya diajukan ke Badan
Kepegawaian Daerah.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 41
d) Anggaran
Jumlah anggaran untuk operasional pelayanan tera/tera ulang di UPTD
Yogyakarta tahun 2013 adalah sebesar Rp 400 juta. Jumlah anggaran ini oleh
UPTD dinilai kurang mencukupi untuk melakukan pelayanan tera/tera ulang,
pengawasan serta penyuluhan metrologi di seluruh wilayah D.I. Yogyakarta.

Tabel 4. 8. Anggaran UPTD D.I. Yogyakarta Tahun 2013

Uraian Anggaran Tahun 2013


Pelayanan tera/tera ulang Rp 400.000.000
Pengawasan dan penyuluhan Rp 100.000.000
Total PAD yang disumbangkan Rp 165.000.000
Sumber: UPTD Yogyakarta

e) Fasilitas/Peralatan
Secara umum, fasilitas yang dimiliki UPTD dinilai relatif cukup memadai
untuk melaksanakan pelayanan tera/tera ulang jenis-jenis UTTP yang
dilayaninya. Terkait dengan standar kerja, masih ada keterbatasan yaitu
jumlahnya kurang mencukupi. Dengan demikian, standar kerja harus digunakan
secara bergantian untuk melakukan pelayanan tera/tera ulang.

Tabel 4.9. Penilaian Standar Kerja yang Dimiliki Untuk Pelayanan


Tera/Tera Ulang UTTP Tahun 2013

No Jenis UTTP Penilaian


1 Meter kayu Cukup
2 Takaran Kering Cukup
3 Takaran Basah Cukup
4 Bejana Ukur Cukup
5 TUT Bentuk Silinder Datar Cukup
6 Tangki Ukur Gerak/ Mobil Cukup
7 Timbangan ban berjalan Tidak cukup
8 Timbangan Elektronik Tidak cukup
9 Timbangan Pegas Cukup
10 Timbangan Cepat Cukup

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 42
11 Neraca emas Cukup
12 Neraca obat Cukup
13 Dacin Cukup
14 Timbangan sentisimal Cukup
15 Timbangan bobot ingsut Cukup
16 Timbangan meja Beranger Cukup
17 Timbangan kuadran Cukup
18 Timbangan jembatan Cukup
19 Anak Timbangan Ketelitian Biasa Cukup
20 Anak Timbangan Ketelitian Halus Cukup
21 Anak timbangan obat Cukup
22 Meter arus kerja Tidak cukup
23 Pompa BBM Cukup
24 Meter Air Dingin Cukup
25 Tensimeter Cukup
26 Manometer Cukup
27 Thermometer Cukup
28 Timer Cukup
29 Stopwatch Cukup
30 Meter taksi Cukup
31 Meter kadar air Cukup
32 Alat ukur tinggi Cukup
Sumber: UPTD D.I.Yogyakarta

f) Permasalahan Pelayanan Tera/Tera Ulang


Permasalahan yang dihadapi UPTD di D.I.Yogyakarta sebagai berikut :
1. Kurang optimalnya kegiatan pengawasan dan penyuluhan karena belum
semua kabupaten/kota yang sudah memiliki unit/seksi pelayanan dan
pengawasan memperoleh alokasi SDM yang sesuai dengan persyaratan
(requirement) dan kompetensi di bidang pelayanan dan pengawasan
tera/tera ulang UTTP. Kurang optimalnya kegiatan ini juga mengakibatkan
tingkat kepedulian pemilik UTTP juga rendah terhadap tera dan tera ulang
2. UPTD pelaksana dan satuan kerja yang menangani pelayanan tera/tera
ulang UTTP di daerah tidak memiliki data jumlah UTTP yang lengkap dan

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 43
valid. Sehingga sulit untuk mengukur kinerja UPTD dalam hal jangkauan
pelayanan tera dan tera ulang
3. Kondisi sarana/prasara pelayanan di beberapa UPTD seperti peralatan
standar, gedung laboratorium, alat transportasi,dll yang dinilai kurang
memadai. Hal ini dikarenakan pengadaan sarana/prasarana tersebut
membutuhkan biaya yang besar dan pengajuan anggaran untuk pengadaan
tersebut sering tidak disetujui oleh lembaga legislative daerah karena tingkat
pengembalian yang kecil.
4. Tidak ada sanksi jika ada pelanggaran yang ditemukan. Hal ini karena UPT
tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan dan tindakan.
Tindakan pelanggaran yang sangat merugikan dilaporkan kepada pihak
kepolisian.

4.2.2. BSML Regional II Daerah Istimewa Yogyakarta


BSML Regional II adalah wakil pemerintah Pusat dalam mengawal
pelaksanaan urusan Kemetrologian di pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
BSML bertugas memverifikasi ketertelusuran standar-standar satuan ukuran
laboratorium Metrologi Legal yang dimiliki oleh UPTD, fasilitasi tera atau tera
ulang UTTP, peningkatan kompetensi SDM Metrologi serta penyuluhan
kemetrologian di wilayah kerjanya. Wilayah kerja BSML meliputi 24 (dua puluh
empat) UPTD yang ada di 4 (empat) provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan
Nusa Tenggara Timur..

Tabel 4.10. Jumlah UTTP Yang Ditera Dan Ditera Ulang Oleh Balai
Metrologi (UPTD) D.I. Yogyakarta Tahun 2013

No Jenis UTTP Jumlah UTTP


Tera Tera Ulang Total
1 Ukuran panjang - 317 317
2 Takaran (untuk barang kering atau - 50 50
cair)
3 Anak timbangan biasa 51,800 51,721 103,521

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 44
4 Anak timbangan halus - 6,617 6,617
5 Timbangan meja 27,602 9,541 37,143
6 Dacin logam - 164 164
7 Timbangan bobot ingsut/sentisimal - 2,203 2,203
8 Timbangan cepat - 760 760
9 Timbangan elektronik - 940 940
10 Neraca - 519 519
11 Meter arus kerja - 32 32
12 Pompa ukur BBM - 1,741 1,741
13 Meter air 6,494 2,823 9,317
14 Meter KWh 1 phasa - 25 25
15 Meter KWh 2 phasa - 377 377
16 Tangki ukur tetap silinder datar - 17 17
17 Tangki ukur tetap silinder tegak - 5 5
18 Tangki ukur mobil - 179 179
19 Tangki ukur wagon - 55 55
20 Gelas ukur - 15 15
21 Pipet - 133 133
22 Buret - 4 4
23 Labu ukur - 6 6
24 Bejana ukur - 93 93
25 Meter taksi - 1.070 1.070
26 Meter kadar air - 20 20
27 Alat ukur tinggi - 150 150
28 Tensimeter - 18 18
29 Manometer - - -
30 Thermometer - 302 302
31 Timer - 17 17
32 Stop watch - 64 64
Total 85.896 79.978 165.874
Sumber: BSML Regional II D.I.Yogyakarta

Data yang ada pada Balai Metrologi (UPTD) provinsi D.I.Yogyakarta


menunjukkan bahwa jumlah UTTP yang ditera dan ditera ulang selama tahun 2013
adalah sebanyak 165.874 buah. Target tera UTTP tahun 2013 adalah 44.060 dan
target tera ulang adalah 81.222. Dengan demikian, realisasi tera melebihi target atau

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 45
sekitar 194% dari target pencapaian. Namun untuk realisasi tera ulang sedikit
kurang dari target atau sebesar 98,5% dari target.

4.3. Jangkauan Pelayanan Tera/Tera Ulang Per Daerah


Menggunakan data dari Buku Statistik Kemetrologian dan estimasi jumlah
UTTP oleh PT Sucofindo tahun 2011, kemudian dihitung jangkauan pelayanan
tera/tera ulang per daerah secara nasional, makahasil estimasi PT Sucofindo tidak
dapat digunakan secara langsung untuk menghitung jangkauan pelayanan tera/tera
ulang secara nasional karena hasil estimasi tampaknya terlalu rendah (under
estimate). Hal ini terlihat pada beberapa daerah yang memiliki hasil pelayanan yang
jauh lebih tinggi diatas nilai estimasinya. Dalam kasus jumlah pelayanan lebih tinggi
dari nilai estimasinya, maka data yang digunakan adalah data jumlah pelayanan.
Nilai estimasi gabungan ini kemudian ditingkatkan dengan faktor 10% (dikalikan 1,1)
untuk mengakomodasi pendapat BSML Regional II yang menyatakan hasil estimasi
Sucofindo cenderung terlalu rendah. Data yang dapat diolah hanyalah data tahun
2011, meskipun data pelayanan ada hingga triwulan III tahun 2013.

Tabel 4.11. Jangkauan Pelayanan Tera/Tera Ulang Nasional Tahun


2011

Provinsi Pelayanan Estimasi Jangkauan Rerata


2011 1) 2011 2) 2011 Jangkauan
menurut pulau
Aceh 30.373 65.870 46,1% 40,7%
Sumatera Utara 46.546 185.412 25,1%
Sumatera Barat 24.820 68.751 36,1%
Riau 23.540 52.815 44,6%
Kep Riau 18.325 20.158 90,9%
Jambi 15.299 37.945 40,3%
Bengkulu 4.263 28.050 15,2%
Sumatera Selatan 16.280 89.251 18,2%
Kep Bangka Belitung 8.746 10.652 82,1%
Lampung 16.162 204.384 7,9%
Banten 165.780 389.979 42,5% 72,9%
DKI Jakarta 3.328.499 3.661.349 90,9%
Jawa Barat 4.569.992 5.026.991 90,9%

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 46
Provinsi Pelayanan Estimasi Jangkauan Rerata
2011 1) 2011 2) 2011 Jangkauan
menurut pulau
Jawa tengah 2.172.640 2.389.904 90,9%
DIY Jogjakarta 187.396 206.136 90,9%
Jawa Timur 775.853 2.491.382 31,1%
Bali 63.880 88.141 72,5% 55,2%
Nusa Tenggara Barat 43.480 71.444 60,9%
Nusa Tenggara Timur 14.608 45.465 32,1%
Kalimantan Barat 22.595 33.353 67,7% 67,8%
Kalimantan tengah 20.814 37.990 54,8%
Kalimantan Selatan 45.415 54.643 83,1%
Kalimantan Timur 19.434 29.735 65,4%
Sulawesi Barat 801 9.068 8,8% 64,1%
Sulawesi Selatan 92.896 102.186 90,9%
Sulawesi Tenggara 7.096 13.453 52,7%
Sulawesi Tengah 11.875 18.360 64,7%
Sulawesi Utara 13.716 17.965 76,3%
Gotrontalo 12.052 13.257 90,9%
Maluku 1.570 1.888 83,2% 72,9%
Maluku Utara 868 1.386 62,6%
Papua Barat 3.455 3.801 90,9% 90,9%
Papua 7.065 7.772 90,9%
Nasional 11.786.134 10.450.513 60,4%
Sumber: 1) Buku Statistik Kemetrologian. Direktorat Metrologi
2) PT Sucofindo 2011, diolah

Akurasi data estimasi memang menjadi isu bagi beberapa UPTD. Misalnya,
untuk provinsi Jawa Timur, nilai jangkauan pelayanannya hanyalah 31%. Padahal
jika diperhatikan hasil penilaian Direktorat Metrologi terhadap UPTD-UPTD yang ada
di Jawa Timur, tampak bahwa UPTD memiliki kinerja pelayanan yang baik hingga
istimewa. Ini berarti jangkauan pelayanan Jawa Timur, seharusnya sebesar 60-70%.
Hasil perhitungan jangkauan secara umum menunjukkan bahwa jangkauan
pelayanan tera/tera ulang baru berkisat pada tingkatan 60,4%. Jika diperhatikan
rata-rata menurut pulaunya, tampak bahwa jangkauan pelayanan relatif rendah di
Sumatera dan Bali-Nusa Tenggara, pada tingkatan 40% - 55%. Pelayanan di
Kalimantan dan Sulawesi ada pada tingkat 60%-an. Jawa dan Maluku pada tingkat

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 47
72%, dan Papua pada tingkat 90%. Terlepas dari akurasi hasil estimasi yang ada,
hasil ini menunjukkan: (1) perbedaan karakteristik kemajuan industri dan
perdagangan, dan (2) Faktor aksesibilitas transportasi antar daerah perlu
dipertimbangkan dalam menganalisis kebutuhan UPTD Metrologi Legal. Perlu ada
koefisien Teknis dan koefisien Wilayah yang menyesuaikan perhitungan kebutuhan
UPTD.

4.4. Permasalahan Pelayanan Tera/Tera Ulang


Permasalahan dalam pelayanan tera/tera ulang yang ditangkap dari
responden UPTD, BSML, dan Pedagang selama proses survey di 5 (lima) daerah
kemudian disusun dalam pohon permasalahan seperti tampak dalam gambar 4.6
berikut ini. Permasalahan yang ada dibagi ke dalam area sebab dan akibat, dengan
titik potong (cut off) pada permasalahan pokok yaitu “Jumlah anggaran tidak
mencukupi kebutuhan pelayanan”. Permasalahan pokok ini dipilih karena paling
banyak diajukan oleh responden yang ditemui.

Dari permasalahan-permasalahan tersebut, tampak bahwa permasalahan yang


dianggap utama (menyebabkan permasalahan pokok) adalah:
1. Rendahnya prioritas urusan Kemetrologian di pemerintah daerah
2. Belum optimalnya pemanfaatan dana yang bersumber dari Pemerintah Pusat.
3. Tidak adanya data UTTP
4. Lemahnya koordinasi dalam pelayanan dan pengawasan UTTP
5. Tidak adanya UPTD atau Unit Kerja di pemertintah daerah (Pemda) yang
bertugas mengawasi UTTP
6. Lemahnya koordinasi antara Pemda dan Direktorat Metrologi dalam
penyediaan SDM kemetrologian
7. Rendahnya kinerja reparatur UTTP
8. Biaya reparasi yang dinilai tidak transparan
9. Rendahnya kompetensi kepemimpinan di UPTD

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 48
Belum seluruh UTTP
dapat dilayani dalam
waktu periode
pakainya
Jumlah
pelayanan tera
ulang menurun

Partisipasi
Belum memiliki UPTD terlambat
Pengetahuan pemilik UTTP
Standar utk UTTP melaksanakan
pemilik UTTP melakukan tera
jenis baru/ digital tera ulang
ulang

Tempat
Standar yang Kondisi geografis Jumlah
MInat menjadi Jumlah SDM pelaksanaan tera
dimiliki sudah lama daerah pengawas tera
penera kurang penera menurun ulang di pasar
dan kurang jumlah kepulauan kurang
seadanya

Jumlah anggaran tidak AKIBAT


mencukupi kebutuhan
pelayanan
SEBAB

Pemanfaatan Koordinasi Peraturan


Kompetensi dan sumber dana Tidak ada Data
dalam Belum ada daerah Transparansi Prioritas
Kepemimpinan pusat (DAK, TP, UTTP
pelayanan & PPNS utk membatasi biaya tera Metrologi Legal
UPTD Dekon) belum pengawasan penyidikan perjalanan (reparasi) di daerah
optimal UTTP dinas

Koordinasi
Tidak ada
Dirmet dengan Kinerja
UPTD untuk
Pemda dalam reparatur
pengawasan
penyediaan rendah
UTTP
SDM

Gambar 4. 4. Pohon Permasalahan

Permasalahan-permasalahan tersebut diatas, dianggap mengakibatkan:


1. Tidak mencukupinya anggaran untuk pelayanan tera/tera ulang
2. Rendahnya minat menjadi SDM metrologi legal
3. Menurunnya jumlah SDM penera dan kurangnya jumlah pengawas tera
4. Tidak optimalnya mekanisme pelayanan tera/tera ulang
5. Standar kerja yang dimiliki kurang atau tidak uptodate

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 49
6. Keterlambatan UPTD dalam melaksanakan pelayanan tera/tera ulang
7. Rendahnya pengetahuan dan partisipasi pemilik UTTP
8. UPTD tidak dapat mengatasi kondisi geografis (luas wilayah dan kesulitan
mencapainya) yang dihadapi daerahnya dalam memberikan pelayanan tera
ulang.
9. Menurunnya jumlah pelayanan tera ulang.
10. Tidak seluruh UTTP dapat dilayani dalam periode pakainya

Permasalahan masukan gabungan responden tersebut bersifat umum, dan dapat


dipadankan dengan masukan permasalahan khusus yang disampaikan secara
langsung oleh pihak BSML atau Kepala UPTD.

a. Permasalahan yang dihadapi BSML:


1. Tidak optimalnya tingkatan eselonisasi pada BSML menghambat upaya
koordinasi BSML kepada Kepala Dinas yang berhubungan di daerah
menjadi tidak terlalu mudah.
2. Pelaksanaan tugas penyuluhan kemetrologian masih belum optimal karena
masalah keterbatasan anggaran dan luasnya wilayah kerja.
3. Masalah utama dalam hal sumber daya manusia adalah minat yang rendah
untuk menjadi penera, terutama unutk penera ahli yang kualifikasi
pendidikannya adalah Sarjana Teknik. Sedangkan untuk penera terampil,
kualifikasi pendidikannya adalah Diploma 3 Teknik.

b. Permasalahan yang dihadapi UPTD:


1. Persyaratan pembentukan UPTD dalam Permendag No.50 Tahun 2009
Tentang Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis Metrologi Legal pasal 5 (3).
Yang menjadi kendala adalah bahwa tiap kabupaten/kota memiliki tingkat
perekonomian yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi besar kecilnya
volume/transaksi perdagangan di kabupaten/kota tersebut. Dengan
demikian, potensi penggunaan UTTP pada suatu kabupaten/kota bisa jadi
kurang “feasible” untuk daerah tersebut membangun sebuah UPTD tingkat
kabupaten/kota.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 50
2. UPTD pelaksana dan satuan kerja yang menangani pelayanan tera/tera
ulang UTTP di daerah tidak memiliki data jumlah UTTP yang lengkap dan
valid. Sehingga sulit untuk mengukur kinerja UPTD dalam hal jangkauan
pelayanan tera dan tera ulang
3. Kondisi sarana/prasara pelayanan di beberapa UPTD seperti peralatan
standar, gedung laboratorium, alat transportasi,dll yang dinilai kurang
memadai. Hal ini dikarenakan pengadaan sarana/prasarana tersebut
membutuhkan biaya yang besar dan pengajuan anggaran untuk pengadaan
tersebut sering tidak disetujui oleh lembaga legislative daerah karena
tingkat pengembalian yang kecil (kontribusi terhadap PAD).
4. Terkait SDM penera, permasalahan yang dihadapi oleh UPTD antara lain
minat yang rendah untuk menjadi penera, diklat untuk penera cukup lama
(5 (lima) bulan) dan harus dilakukan pada Pusat Pengembangan Sumber
Daya Manusia Kemetrologian di Bandung sehingga menimbulkan kendala
waktu dan biaya
5. Dari 3 (tiga) fungsi metrologi legal (yaitu: Pelayanan, Pengawasan, dan
Penyuluhan), baru fungsi Pelayanan yang telah dilaksanakan. Dua fungsi
lainnya relatif tidak dilaksanakan karena bersifat cost center, dan/atau salah
pemahaman dengan dianggap sama dengan unit pelaksana pengawasan
barang beredar.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 51
BAB V.
PEMETAAN KEBUTUHAN PELAYANAN TERA/TERA ULANG UTTP PADA
UPT/UPTD

5.1. Kalimantan Selatan

5.1.1. Kebutuhan SDM


Perhitungan kebutuhan SDM dilakukan dalam tabel 5.1. Tabel tersebut
menunjukkan jenis UTTP yang dinilai beredar di Kalimantan Selatan. Secara
keseluruhan ada 24 jenis UTTP yang diduga beredar di Kalimantan Selatan. Kolom
berwarna kuning menunjukkan estimasi jumlah UTTP tersebut.

Tabel 5. 1. Perhitungan Potensi UTTP dan Estimasi Kebutuhan Hari


Pelayanan dan Jumlah Penera
Estimasi Estimasi Hari Penera
No Jenis UTTP jangkauan Jumlah UTTP pelayanan /tahun
1 Meter kayu 30% 144 2,9 1,0
2 Takaran Kering 30% 1.907 38,1 1,0
3 Takaran Basah 30% 1.044 20,9 1,0
4 Bejana Ukur 70% 82 82,0 1,0
TUT Bentuk
5 Silinder Datar 70% 125 125,0 3,0
Tangki Ukur
6 Gerak/Mobil 70% 1.216 121,6 3,0
Timbangan
7 ban berjalan 50% 28 84,0 3,0
Timbangan
8 Elektronik 70% 1.718 171,8 1,0
Timbangan
9 Pegas 30% 1.854 185,4 1,0
Timbangan
10 Cepat 70% 12 0,6 1,0
11 Neraca emas 70% 128 12,8 1,0
12 Neraca obat 30% 10 1,0 1,0
13 Dacin 40% 1.023 51,2 1,0
Timbangan
14 sentisimal 40% 1.005 50,3 1,0

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan Tera Ulang UTTP 52
Estimasi Estimasi Hari Penera
No Jenis UTTP jangkauan Jumlah UTTP pelayanan /tahun
Timbangan
15 bobot ingsut 40% 130 2,9 1,0
Timbangan
16 meja Beranger 55% 4.846 107,7 1,0
Timbangan
17 kuadran 70% 2 0,2 1,0
Timbangan
18 jembatan 70% 216 216,0 3,0
Anak
Timbangan
19 Ketelitian Biasa 55% 28.066 561,3 3,0
Anak
Timbangan
Ketelitian
20 Halus 70% 1.873 37,5 1,0
Anak
21 timbangan obat 30% 134 2,7 1,0
Meter arus
22 kerja 55% 440 146,7 2,0
23 Pompa BBM 80% 785 78,5 2,0
Meter Air
24 Dingin 30% 11.657 388,6 2,0
TOTAL 52% 58.445
Sumber: Tabel 4.1,

Kolom berwarna hijau muda, menunjukkan kebutuhan hari pelayanan untuk


setiap jenis UTTP. Kebutuhan hari pelayanan dihitung dengan membagi potensi
jumlah UTTP dengan kapasitas pelayanan UPTD. Misalnya untuk meter kayu, untuk
seluruh wilayah Kalimantan Selatan, dibutuhkan 2,9 (dibulatkan 3) hari kerja untuk
menyelesaikan pelayanannya.
Kolom berwarna hijau tua menunjukkan kebutuhan penera untuk melayani
masing-masing jenis UTTP (perhitungan masih dilakukan satu per satu). Kebutuhan
penera dihitung dengan membagi kebutuhan hari pelayanan dengan jumlah hari
kerja dalam setahun (dipilih 231 hari). Jadi, tanpa mempertimbangkan kenyataan
untuk pergi ke daerah untuk melakukan pelayanan; pembagian tim untuk menjaga
pelayanan loko, pelayanan di kantor, dan pelayanan diluar kantor; kemungkinan ada
yang cuti/sakit; dll; maka kebutuhan penera untuk pelayana tera / tera ulang di

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 53
Kalimantan Selatan adalah sebanyak 3 orang. Kebutuhan pembantu teknik adalah 6
orang (sekitar 2 kali jumlah penera), sedangkan kebutuhan tenaga administrasi
adalah 6 orang (sekitar 2 kali jumlah penera).
Jika memperhatikan keterangan Kepala Balai, untuk jumlah SDM yang
sesuai, jumlah SDM di 3 (tiga) tahun mendatang perlu ditambah paling tidak 2 (dua)
kali lipat dari jumlah yang ada saat ini. Penambahan ini diperlukan untuk
mengantisipasi (1) kondisi geografis yang dihadapi oleh UPTD, dan (2)
Pertumbuhan SDM yang aman. Seperti diketahui, disamping melakukan pelayanan
di Banjarmasin, BPK Kalsel juga harus melakukan pelayanan tera/tera ulang di
kabupaten/kota yang belum memiliki UPTD Metrologi Legal (pelayanan luar kantor),
padahal Kalimantan Selatan memiliki kondisi geografis yang khas, dimana ada
kabupaten/kota yang masih sulit dicapai melalui jalan darat, atau jalan penghubung
yang relatif rusak. Akibatnya idealnya BPK Kalsel perlu memiliki paling tidak 3 (tiga)
tim, yaitu 1 (satu) tim jaga untuk melakukan pelayanan di kantor, dan 2 (dua) tim
pergi, untuk melakukan pelayanan luar kantor ke kabupaten/kota yang menjadi
daerah kerja. Jumlah SDM yang ada saat ini dinilai cukup untuk menjadi hanya 2
(dua) tim saja (satu jaga, satu pergi) pada jumlah yang “pas-pasan“.

Tabel 5. 2. Kebutuhan SDM UPTD Kalimantan Selatan Tahun 2013

SDM Jumlah Kebutuhan Keterangan


Penera terampil 2 orang 6 orang 1 (satu) orang masih pendidikan di
Bandung
Penera Ahli 5 orang 12 orang 3 (tiga) orang diantaranya menjadi
struktural
Pembantu Teknik 4 orang 8 orang Dari lulusan SLTA/STM Mesin
PPNS Metrologi 3 orang 4 orang
Legal
Administrasi 5 orang 10 orang Yang memiliki kompetensi administrasi
kantor UPTD yang mencukupi (mampu
mengoperasikan komputer, mengisi
formulir/sertifikat/nota, dan menyusun
laporan)
Pranata - 2 orang
Laboratorium
TOTAL 19 42
* Keterangan: Menurut BPK Kalsel

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 54
Perhitungan kebutuhan SDM dilakukan dalam tabel 5.1. Data jumlah penera,
pembantu teknik dan tenaga administrasi ditampilkan dalam tabel 5.2.
Memperhatikan perhitungan ini, tampak bahwa jumlah penera relatif dinilai
mencukupi. Yang masih dinilai kurang adalah jumlah pembantu teknis, dan tenaga
administrasi yang sesuai dengan kompetensinya.

5.1.2. Kebutuhan Anggaran


Jumlah anggaran pelayanan sebesar Rp 1,6 Milyar dinilai sudah mencukupi
untuk melakukan pelayanan tera/tera ulang di seluruh wilayah Kalimantan Selatan.
Analisis kemudian mencoba menghitung kebutuhan anggaran untuk pelayanan
tera/tera ulang. Seperti diketahui, pelaksanaan pelayanan tera/tera ulang dapat
dilakukan di 3 (tiga) tempat: (1) pelayanan di kantor, (2) pelayanan diluar kantor, dan
(3) pelayanan Loko (akibat permintaan).
Komponen biaya bagi pelayanan tera ulang luar kantor adalah biaya
perjalanan, biaya penginapan, uang harian, dan biaya bahan bakar. Estimasi
anggaran pelayanan luar kantor adalah:

Tabel 5. 3. Perhitungan Biaya Pelayanan Luar Kantor

Komponen Jumlah Unit Jumlah


Biaya perjalanan 150.000 Orang 5 orang x 2 1.500.000
perjalanan perjalanan
Biaya penginapan 300.000 Orang hari 5 orang x 5 hari 7.500.000
Uang harian 380.000 Orang hari 5 orang x 5 hari 9.500.000
Biaya bahan bakar 200.000 Hari 5 hari 1.000.000
perjalanan
1 kabupaten 19.500.000
12 234.000.000
kabupaten/kota
Per tahun (2 x 468.000.000
pelayanan)

Perhitungan dilakukan dengan asumsi setiap bulan akan dilakukan 1 kali


kunjungan ke kabupaten; Setiap kunjungan dilakukan dalam 5 hari kerja; Kunjungan

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 55
dilakukan oleh 1 tim yang terdiri dari 5 orang (3 penera, 1 pembantu teknis, 1 tenaga
administrasi) menggunakan 1 mobil. Dari perhitungan tampak bahwa kebutuhan
biaya pelayanan tera/tera ulang luar kantor selama 1 tahun masih dalam batas
anggaran pelayanan tera/tera ulang, yang untuk Kalimantan Selatan tahun 2013
sebesar Rp 1,6 milyar.

5.1.3. Kebutuhan Sarana


Secara umum UPTD memiliki fasilitas yang kurang untuk melaksanakan
pelayanan tera/tera ulang jenis-jenis UTTP yang dilayaninya. Terutama dari sisi
jumlah standar/standar kerja. Akibat kurangnya jumlah standar, penera tidak dapat
melakukan pelayanan secara bersamaan untuk 2 jenis UTTP yang membutuhkan
standar yang sama. Akibatnya: (1) Penera terpaksa bergantian menggunakan
standar. Dan (2) Penera terpaksa melakukan tera ulang menggunakan standar
yang bukan khusus ditujukan bagi UTTP yang bersangkutan. Karena itu kebutuhan
fasilitas UPTD Kalimantan Selatan adalah:

1. Penambahan sarana gedung bagi pelayanan tera/tera ulang dan tempat


penyimpanan.
2. Penambahan jumlah standar kerja agar bisa ada 2 tim yang melakukan
pelayanan bersama.
3. Pengadaan standar khusus yang belum dimiliki atau sudah rusak, sehingga
kegiatan tera dilakukan menggunakan standar yang memang ditujukan untuk
UTTP yang bersangkutan.
4. Perbaikan/Revitalisasi truk angkut untuk menjamin pengangkutan standar kerja
yang besar/berat tidak terhambat.

Tabel 5. 4. Idenitifkasi Kebutuhan Sarana

Sarana paling dibutuhkan


No Jenis UTTP Penilaian Jumlah
untuk pelayanan UTTP
Standar kerja untuk dibawa 2 atau 3
1 Meter kayu Cukup
ke lapangan buah lagi
2 set (untuk
2 Takaran Kering Cukup Bourje
2 tim)

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 56
2 set (untuk
3 Takaran Basah Cukup Bourje
2 tim)
Standar untuk di
4 Bejana Ukur Cukup 2 buah
laboratorium
TUT Bentuk Standar untuk flowmetrik 1 set
5 Tidak cukup
Silinder Datar Standar untuk geometrik 1 set
Tangki Ukur Tambahan 1 alat Tangki
6 Cukup 1 set
Gerak/ Mobil Ukur Mobil (TUM)
Timbangan ban Standar khusus dan alat
7 Tidak cukup 1 set
berjalan untuk uji konveyor
Timbangan Penambahan Standar kerja
8 Tidak cukup 1 set
Elektronik (sudah lama)
Timbangan Standar khusus untuk tera
9 Cukup 1 set
Pegas timbangan pegas
Timbangan Standar khusus untuk tera
10 Cukup 1 set
Cepat timbangan cepat
11 Neraca emas Cukup
12 Neraca obat Cukup
Penambahan jumlah standar
13 Dacin Tidak cukup 1 set
kerja
Timbangan Penambahan jumlah standar
14 Cukup
sentisimal kerja
Timbangan Penambahan jumlah standar
15 Cukup
bobot ingsut kerja
Timbangan Penambahan jumlah standar
16 Cukup
meja Beranger kerja
Timbangan
17 Cukup
kuadran
Penambahan jumlah standar
Timbangan kerja untuk tera timbangan
18 Cukup
jembatan dengan kapasitas diatas 8
ton
Anak
19 Timbangan Cukup
Ketelitian Biasa
Anak
20 Timbangan Cukup
Ketelitian Halus
Anak
21 Cukup
timbangan obat
22 Meter arus kerja Tidak cukup Meter arus (Rusak) 1 buah
Penambahan set peralatan
23 Pompa BBM Cukup 1 set
dan standar ukuran yang

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 57
diperlukan
Instalasi air untuk
24 Meter Air Dingin Tidak cukup pelaksanaan tera. Sekarang 1 set
bekerjasama dengan PDAM
Sumber: BPK Kalimantan Selatan

5.2. DI YOGYAKARTA

5.2.1. Kebutuhan SDM


Kebutuhan sumber daya manusia pada UPTD D.I.Yogyakarta didasarkan
pada perkiraan jumlah UTTP yang beredar di wilayah D.I.Yogyakarta.

Tabel 5. 5. Jumlah Penera UPTD D.I.Yogyakarta

SDM Jumlah Kebutuhan*)


Penera merangkap struktural 4 orang 4 orang
Penera ahli 7 orang 10 orang
Penera terampil 12 orang 15 orang
Pengamat tera - 4 orang
Sumber : UPTD D.I.Yogyakarta
*) Saat ini jumlah SDM dirasa cukup, namun perlu penambahan personel
dalam 3 – 4 ke depan

5.2.2. Kebutuhan anggaran


Jumlah anggaran UPTD dinilai kurang mencukupi untuk melakukan
pelayanan tera/tera ulang, pengawasan serta penyuluhan metrologi di seluruh
wilayah D.I.Yogyakarta. Analisis kemudian mencoba menghitung kebutuhan
anggaran untuk pelayanan tera/tera ulang. Seperti diketahui, pelaksanaan
pelayanan tera/tera ulang dapat dilakukan di 3 (tiga) tempat: (1) pelayanan di kantor,
(2) pelayanan diluar kantor, dan (3) pelayanan Loko (permintaan oleh
perusahaan/industri). Data anggaran pelayanan yang diperoleh untuk tahun 2012
dan 2013 adalah sebagai berikut:

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 58
Tabel 5. 6. Anggaran UPTD Metrologi Legal Yogyakarta

Uraian Anggaran Tahun 2013


Pelayanan tera/tera ulang Rp 400.000.000
Pengawasan dan penyuluhan Rp 100.000.000
Total PAD yang disumbangkan Rp 165.000.000
Sumber: UPTD Metrologi Legal Yogyakarta

Biaya pelayanan tera ulang luar kantor. Komponen biaya bagi pelayanan
tera ulang luar kantor adalah biaya perjalanan dan uang harian. Estimasi anggaran
pelayanan luar kantor ditunjukkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 5. 7. Perhitungan Kebutuhan Anggaran Pelayanan Tera/Tera


Ulang Luar Kantor di UPTD D.I. Yogyakarta
Komponen Satuan Jumlah (Rp)
Biaya transport Per orang per hari 150.000
Uang harian Per orang per hari 45.000
Biaya per orang per bulan 3.900.000
Total biaya per bulan per tim (4 orang) 15.600.000
Total biaya per tahun (Jan-Nop) 171.600.000
Sumber: UPTD Metrologi Legal Yogyakarta

Biaya pelayanan tera/tera ulang luar kantor, yaitu pelayanan ke


kabupaten/kota dilakukan sepanjang tahun dari bulan Januari sampai Nopember.
Total hari kerja yang digunakan dalam pelayanan ini adalah rata-rata 20 hari per
bulan atau sekitar 220 hari per tahun. Kabupaten yang dikunjungi antara lain
Kabupaten Sleman, Gunung Kidul, Bantul, dan Kulonprogo. Kunjungan per
kabupaten dilakukan selama 2 – 3 bulan tergantung banyaknya kecamatan dan
UTTP yang beredar di daerah tersebut. Kunjungan ke tiap kabupaten tersebut
dilakukan secara tim yang beranggotakan 4 orang. Masing-masing anggota tim
membutuhkan biaya sekitar Rp 3.900.000 per bulannya atau sekitar Rp 171.600.000
per tahunnya untuk keseluruhan tim. Dengan demikian, biaya pelayanan tera/tera
ulang di luar kantor tersebut masih dalam batas anggaran pelayanan tera/tera ulang
Rp 400.000.000 seperti yang tercantum pada Tabel 5.6. Namun demikian, perincian
biaya untuk pelayanan tera/tera ulang di kantor dan Loko tidak diperoleh. Sehingga

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 59
tidak dapat diperkirakan mengenai struktur biaya pelayanan tera/tera ulang secara
keseluruhan.

5.3. ESTIMASI KEBUTUHAN UPTD


Hasil kunjungan kedua daerah menghasilkan beberapa pengetahuan
sebagai dasar untuk mengestimasi kebutuhan SDM, anggaran, dan sarana yang
dibutuhkan suatu UPTD.

5.3.1. Estimasi Kebutuhan Penera dan SDM


Pengetahuan yang diperoleh dari analisis daerah survey adalah bahwa
estimasi dasar kebutuhan penera dapat didekati dengan rumus. menggunakan
asumsi hari kerja= 200 hari /tahun, dan kemampuan penera =45 UTTP /hari.
Berdasarkan hal tersebut, kebutuhan penera dihitung dengan rumus:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑈𝑇𝑇𝑃
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎 =
ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 × 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑎 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖

Terhadap rumus dasar tersebut kemudian dapat ditambahkan koefisien


penyesuai bagi perbedaan akses transportasi (koefisien wilayah) dan penyesuaian
perbedaan tingkat kemajuan jenis UTTP yang ditera (koefisien Teknis). Rumus
penyesuaian adalah:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑈𝑇𝑇𝑃
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎 = × (𝑘𝑤 + 𝑘𝑡)
ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 × 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑎 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖

Koesfisien wilayah (kw), adalah cara untuk memasukkan unsur kondisi


wilayah, khususnya akses transportasi, dalam menjalankan pelayanan (masukan
dari BPK Banjarmasin). Dengan koefisien ini, di daerah yang akses transportasinya
relatif baik, maka jumlah penera dapat ditentukan dengan besaran:

• 0,5=jika akses transportasi di daerah kerja relatif mudah;


• 1=jika akses cukup sulit;
• 1,5=jika akses tergolong sulit; dan
• 2=akses dianggap sangat sulit.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 60
Penentuan tingkat kesulitan dapat didekati oleh beberapa faktor seperti:
kemungkinan harus menyeberangi sungai/laut, atau pesawat udara untuk mencapai
daerah pelayanan, kondisi jalan akses (diukur jenis mobil yang dapat digunakan
untuk menempuh jalan darat. Jika untuk seluruh daerah kerja dapat dijangkau
dengan kendaraan roda empat 1000-1300 cc (seperti Xenia) maka berarti akses
relatif “Mudah”, jika sebagian besar harus kendaraan roda empat 1600-2000 cc
(seperti Innova) maka daerah dapat dianggap “Cukup Sulit”, jika harus
menggunakan mobil bergardan ganda maka berarti “Sulit”, dan jika sudah harus
truk/kendaraan khusus maka berarti “Amat Sulit”), dan lainnya.

Tabel 5. 8. Estimasi Kebutuhan Penera dan SDM per Daerah


Estimasi Kebutuhan Penera Penera Existing SDM
Estimasi
Propinsi Jumlah Koef Est
Est. Koef Jumlah surplus/ Pemb. Admin
UTTP 1) Dasar 2) wilayah Wilayah
teknik 4) 2011 5) Teknis 6) 7)
Wilayah 3) defisit
& Teknis
Aceh 65.870 9 9 1 12 0,5 19 7 38 19
Sumatera Utara 185.412 22 22 1 43 1 44 1 88 44
Sumatera Barat 68.751 9 9 1 13 0,5 21 8 42 21
Riau 52.815 7 7 1 13 1 18 5 36 18
Kep Riau 20.158 4 5 1,5 7 1 9 2 18 9
Jambi 37.945 6 6 1 8 0,5 13 5 26 13
Bengkulu 28.050 5 5 1 6 0,5 9 3 18 9
Sumatera Selatan 89.251 11 11 1 21 1 14 -7 28 14
Kep Bangka Belitung 10.652 3 3 1 3 0,5 8 5 16 8
Lampung 204.384 24 24 1 36 0,5 21 -15 42 21
banten 389.979 45 23 0,5 88 1,5 24 -64 48 24
DKI Jakarta 3661.349 408 205 0,5 815 1,5 52 -763 104 52
Jawa Barat 5.026.991 560 281 0,5 1119 1,5 124 -995 248 124
Jawa tengah 2.389.904 267 134 0,5 533 1,5 113 -420 226 113
DIY Jogjakarta 206.136 24 13 0,5 36 1 24 -12 48 24
Jawa Timur 2.491.382 278 140 0,5 555 1,5 83 -472 166 83
Bali 88.141 11 6 0,5 16 1 23 7 46 23
Nusa Tenggara Barat 71.444 9 9 1 13 0,5 11 -2 22 11
Nusa Tenggara Timur 45.465 7 7 1 9 0,5 19 10 38 19
Kalimantan Barat 33.353 5 7 1,5 11 1 18 7 36 18
Kalimantan tengah 37.990 6 8 1,5 12 1 12 0 24 12
Kalimantan Selatan 54.643 8 11 1,5 17 1 8 -9 16 8
Kalimantan Timur 29.735 5 6 1,5 10 1 14 4 28 14

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 61
Estimasi Kebutuhan Penera Penera Existing SDM
Estimasi
Propinsi Jumlah Koef Est
Est. Koef Jumlah surplus/ Pemb. Admin
UTTP 1) Dasar 2) wilayah Wilayah
teknik 4) 2011 5) Teknis 6) 7)
Wilayah 3) defisit
& Teknis
Sulawesi Barat 9.068 3 3 1 3 0,5 0 -3 0 0
Sulawesi Selatan 102.186 13 7 0,5 19 1 22 3 44 22
Sulawesi Tenggara 13.453 3 2 0,5 3 0,5 12 9 24 12
Sulawesi Tengah 18.360 4 4 1 5 0,5 14 9 28 14
Sulawesi Utara 17.965 3 2 0,5 4 1 14 10 28 14
Gotrontalo 13.257 3 2 0,5 3 0,5 6 3 12 6
Maluku 1.888 2 2 1,5 2 0,5 6 4 12 6
Maluku Utara 1.386 2 2 1,5 2 0,5 2 0 4 2
Papua Barat 3.801 2 2 2 3 0,5 4 1 8 4
Papua 7.772 2 3 2 4 0,5 6 2 12 6
Dir. Metrologi 102
15478934 1.770 980 3.444 787 (2.657) 1.574 787
Sumber: Dir Metrologi, Sucofindo, Diolah
Keterangan:
1) data sucofindo 2011, disesuaikan dengan buku statistik Metrologi, di
ditambah 10%
2) estimasi dasar menggunakan asumsi hari kerja= 200 hari /tahun, dan
kemampuan penera 45 UTTP /hari
3) Koesfisien wilayah : 0,5=akses mudah; 1=akses cukup sulit; 1,5=akses
sulit; 2=akses sangat sulit
4) Koefisien Teknis: 0,5=rjenis UTTP sederhana; 1=jenis UTTP berkembang;
1,5=jenis UTTP maju; 2=jenis UTTP sangat maju
5) sumber: Buku Statistik Metrologi Legal, Dir Metrologi
6) Asumsi, 1 penera membutuhkan 2 pembantu teknis
7) Asumsi: 1 penera membutuhkan 1 tenaga administrasi

Koefisien Teknis (kt), adalah cara untuk memasukkan unsur jumlah dan
tingkat keragaman UTTP yang dihadapi UPTD di daerah kerjanya. Koefisien ini
sementara ditentukan dengan besaran:
• 0,5=jenis UTTP sederhana;
• 1=jenis UTTP berkembang;
• 1,5=jenis UTTP maju;
• 2=jenis UTTP sangat maju

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 62
UTTP “sederhana” meliputi jenis UTTP minimal, terutama yang digunakan di pasar
tradisional dan industri rumah tangga. UTTP “berkembang” adalah jika jenis UTTP
yang dihadapi meliputi seluruh UTTP minimal atau lebih, namun belum memerlukan
standar kerja yang canggih. Daerah UTTP “maju” memiliki ragam UTTP mulai dari
tradisional hingga modern, yang membutuhkan standar kerja khusus yang canggih
dan relatif baru. UTTP “sangat maju” jika daerah telah memiliki kebutuhan untuk
standar kerja khusus, canggih, dan membutuhkan penera ahli dengan spesialisasi
yang baru/langka. Koefisien teknis kemudian dapat dihubungkan dengan kebutuhan
penera ahli dengan spesialisasi khusus.
Penentuan jumlah pembantu teknis ditentukan dengan asumsi, 1 (satu)
penera membutuhkan 2 (dua) pembantu teknis. Sedangkan penentuan jumlah
tenaga administrasi ditentukan dengan asumsi seorang penera membutuhkan satu
orang tenaga administrasi (Keterangan dari BPK Banjarmasin). Estimasi dan
sebaran kebutuhan Penera dan SDM disajikan dalam tabel 5.8.

5.3.2. Estimasi Kebutuhan Anggaran


Analisis terhadap data operasional luar kantor di BPK Banjarmasin dan
UPTD Yogyakarta menunjukkan bahwa pelayanan luar kantor membutuhkan
anggaran antara Rp 19.500.000 – Rp 42.900.000 per kabupaten per tahun. Dengan
demikian, perkiraan kebutuhan biaya pelayanan per daerah seperti disajikan dalam
tabel 5.9. Dalam estimasi ini, biaya pelayanan di kantor dianggap disatukan dengan
biaya pelayanan di kota tempat kantor UPTD berada.

Tabel 5. 9. Estimasi Kebutuhan Anggaran Pelayanan Tera/Tera


Ulang

Kebutuhan Anggaran
No. Provinsi Kabupaten Kota Total
Bawah Atas
1 Aceh 18 5 23 448.500.000 986.700.000
2 Sumatera Utara 26 7 33 643.500.000 1.415.700.000
3 Sumatera Barat 12 7 19 370.500.000 815.100.000
4 Riau 10 2 12 234.000.000 514.800.000
5 Kepulauan Riau 5 2 7 136.500.000 300.300.000
6 Jambi 9 2 11 214.500.000 471.900.000

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 63
Kebutuhan Anggaran
No. Provinsi Kabupaten Kota Total
Bawah Atas
7 Bengkulu 9 1 10 195.000.000 429.000.000
8 Sumatera Selatan 13 4 17 331.500.000 729.300.000
9 Kep.Bangka Belitung 6 1 7 136.500.000 300.300.000
10 Lampung 13 2 15 292.500.000 643.500.000
11 Banten 4 4 8 156.000.000 343.200.000
12 Jawa Barat 18 9 27 526.500.000 1.158.300.000
13 DKI Jakarta 1 5 6 117.000.000 257.400.000
14 Jawa Tengah 29 6 35 682.500.000 1.501.500.000
15 Jawa Timur 29 9 38 741.000.000 1.630.200.000
16 DI Yogyakarta 4 1 5 97.500.000 214.500.000
17 Bali 8 1 9 175.500.000 386.100.000
18 Nusa Tenggara Barat 8 2 10 195.000.000 429.000.000
19 Nusa Tenggara Timur 21 1 22 429.000.000 943.800.000
20 Kalimantan Barat 12 2 14 273.000.000 600.600.000
21 Kalimantan Selatan 11 2 13 253.500.000 557.700.000
22 Kalimantan Tengah 13 1 14 273.000.000 600.600.000
23 Kalimantan Timur 7 3 10 195.000.000 429.000.000
24 Kalimantan Utara 4 1 5 97.500.000 214.500.000
25 Gorontalo 5 1 6 117.000.000 257.400.000
26 Sulawesi Selatan 21 3 24 468.000.000 1.029.600.000
27 Sulawesi Tenggara 12 2 14 273.000.000 600.600.000
28 Sulawesi Tengah 12 1 13 253.500.000 557.700.000
29 Sulawesi Utara 11 4 15 292.500.000 643.500.000
30 Sulawesi Barat 6 0 6 117.000.000 257.400.000
31 Maluku 9 2 11 214.500.000 471.900.000
32 Maluku Utara 8 2 10 195.000.000 429.000.000
33 Papua 28 1 29 565.500.000 1.244.100.000
34 Papua Barat 12 1 13 253.500.000 557.700.000
Total 414 97 511 9.964.500.000 21.921.900.000

Estimasi kebutuhan anggaran belum menghitung kebutuhan anggaran


barang modal. Kebutuhan pembelian barang modal, seperti asset kantor,
penambahan standar kerja baru, penambahan bangunan, dan lain-lain,
sesungguhnya dapat diestimasi dengan memperhatikan koefisien teknis.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 64
5.4. Evaluasi Terhadap Pelayanan Tera/Tera Ulang
Komitmen daerah untuk melaksanakan perlindungan konsumen melalui
pelaksanaan urusan Metrologi Legal masih relatif rendah. Hal ini tercermin dari
jumlah unit kerja yang bertugas melaksanakan urusan metrologi legal di daerah
yang masih rendah. Urusan perdagangan memang merupakan urusan pilihan,
namun dari seluruh kabupaten/kota yang memilih untuk mengatur urusan
perdagangannya (memiliki dinas perdagangan), belum seluruhnya memiliki unit kerja
yang menangani urusan metrologi legal. Dari 511 kabupaten/kota yang ada, baru 4
(empat) kota yang memiliki unit kerja metrologi legal (0,8%), dimana untuk
pelaksanaan pelayanannya pun masih menggunakan sumberdaya dari UPTD
provinsi.
Secara umum, daerah tidak dapat melaksanakan fungsi metrologi legal. Hal
ini tampak dari 3 fungsi metrologi legal yang ada (yaitu: Pelayanan, Pengawasan,
dan Penyuluhan), baru fungsi Pelayanan yang relatif telah dilaksanakan, itupun baru
pada tingkat 46%-60,4%. Dua fungsi lainnya relatif belum dilaksanakan. Fungsi
pelayanan dapat relatif lebih berjalan karena berada dalam bentuk UPTD yang relatif
lebih terlindung, dan memiliki fokus tugas yang jelas. Hal ini berbeda dengan fungsi
pengawasan dan penyuluhan yang dilaksanakan oleh Unit Kerja yang ada dibawah
SKPD yang membidangi perdagangan di daerah. Unit kerja ini biasanya berada
pada tingkat eselon yang rendah (biasanya Eselon 4 atau Staf), sering mengalami
mutasi/pergantian personil, menangani lebih dari satu fungsi pengawasan (dapat
pengawasan barang, pemantauan harga, pengawasan metrologi legal), dan
biasanya tidak memiliki SDM yang telah dilatih khusus untuk melakukan
pengawasan metrologi legal (pengamat tera dan PPNS Metrologi Legal), sehingga
fungsi pengawasan dan penyuluhan tidak berjalan optimal.
Kinerja UPTD diukur melalui beberapa unsur seperti: jumlah pelayanan
tera/tera ulang yang diberikan; pemilikan/kejelasan legalitas lembaga; jumlah dan
kegiatan pengembangan SDM Kemetrologian; kondisi Sarana, bangunan, gedung;
pengelolaan Dokumen mutu; pemilikan standar kerja yang cukup; serta penjagaan
Ketertelusuran standar kerja. Dari unsur-unsur tersebut, bidang yang paling lemah
pada saat analisis adalah: Pelayanan tera/tera ulang, Jumlah SDM kemetrologian,
Kondisi sarana dan gedung, serta kecukupan jumlah standar kerja yang dimiliki.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 65
Jangkauan pelayanan tera ulang secara nasional baru pada tingkat 60,4%
(46% di daerah sampel). Hal ini adalah imbas dari rendahnya pertumbuhan unit
kerja pelaksana urusan metrologi legal di daerah, rendahnya proses perencanaan
pelayanan Metrologi Legal yang lebih didorong oleh tidak adanya data UTTP di
daerah, rendahnya anggaran pelayanan tera/tera ulang yang hanya cukup untuk 32-
48 hari kerja, sistem/mekanisme pelayanan tera ulang yang belum optimal, dan
defisit jumlah penera. Tanpa dorongan bagi penumbuhan unit kerja metrologi legal
di daerah, atau dukungan penuh pada UPTD provinsi, maka jangkauan penuh
pelayanan metrologi legal tidak akan pernah terwujud.
Tanpa upaya rekrutmen SDM Kemetrologian (Penera, Tenaga Pembantu
Teknis, dan Administrasi) yang aktif/intensif, pada tahun 2016 Indonesia akan
mengalami defisit SDM Kemetrologian yang berbahaya. Estimasi kebutuhan Penera
tahun 2013 adalah sejumlah 3.444 orang. Jumlah Penera existing (menurut data
tahun 2011) adalah sebesar 787 orang (22,9%). Hal ini menunjukkan secara
nasional Indonesia kekurangan penera sekitar 2.657 orang penera. Berdasarkan
jumlah Penera ini, diestimasi kebutuhan tenaga Pembantu Teknik sebesar 1.574
orang, dan tenaga Administrasi sebanyak 787 orang. Defisit SDM Penera ini
disebabkan oleh tidak adanya strategi penambahan jumlah SDM Kemetrologian dan
Perencanaan serta pengorganisasian SDM Kemetrologian oleh Pemerintah Daerah,
Jumlah penera tidak dapat dijaga karena mutasi oleh Pemerintah Daerah dan
rendahnya Kompetensi tenaga administrasi yang ditugaskan ke UPTD membuat
Penera harus ditugaskan untuk mengurus masalah administrasi.
Daerah memerlukan strategi pelayanan tera-tera ulang yang lebih baik dan
menjamin titik pelayanan dan jangkauan yang lebih luas kepada masyarakat.
Beberapa contoh mekanisme pelayanan oleh DI Yogyakarta dan Jawa Barat
menunjukkan kemungkinan menyusun mekanisme berjenjang untuk memperluas
jangkauan ini. Mekanisme ini menuntut koordinasi yang erat antara UPTD Metrologi
Legal Provinsi, Unit Kerja Metrologi Legal di Kabupaten/Kota, perusahaan reparatur
bersertifikat yang baik, serta pengelola pasar. Upaya ini membutuhkan
pertumbuhan unit kerja yang menangani urusan metrologi legal di Kabupaten/Kota,
dan jumlah penera yang cukup.
Sumber pendanaan bagi pelaksanaan pelayanan urusan Metrologi Legal
yang berasal dari Pemerintah Pusat relatif cukup tersedia melalui beragam sumber

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 66
kepada daerah, seperti Dana Alokasi Khusus, Dana Tugas Perbantuan, dan Dana
Dekonsentrasi. Kenyataannya, SKPD dan pemerintah daerah belum bisa mengelola
dan memanfaatkan dana-dana ini secara optimal untuk tujuan pelaksanaan
pelayanan metrologi legal.
Penegakan peraturan merupakan salah satu issue dalam pelaksanaan
perlindungan konsumen melalui metrologi legal. Perlindungan tidak dapat dilakukan
tanpa penegakan hukum yang konsisten dan kuat. Situasi saat ini menunjukkan
kekuatan penegakan hukum metrologi legal amat rendah. PPNS Metrologi Legal
kebanyakan belum memiliki legalitas untuk bertindak untuk penegakan hukum.
Disamping itu, kekuatan PPNS Metrologi Legal tetap tunduk pada kekuatan Kepala
Dinas atau Kepala Daerah.
Pelaksanaan program Pasar Tertib Ukur (PTU) dan Daerah Tertib Ukur
(DTU) merupakan salah satu cara untuk menjawab beberapa kebutuhan pelayanan
metrologi legal ini. Persyaratan PTU dan DTU yang mengharuskan pengelola pasar,
atau Pemerintah Daerah memiliki data UTTP akan menjadi salah satu basis yang
kokoh bagi proses perencanaan kegiatan pelayanan yang lebih baik. PTU dan DTU
juga meningkatkan pengetahuan (awareness) pemerintah daerah kepada urusan
metrologi legal.
Sisi manajerial juga perlu diperhatikan dalam pengelolaan metrologi legal di
daerah. Wawancara dan pengamatan menunjukkan faktor kepemimpinan dan latar
belakang pengetahuan kepala UPTD sangat penting bagi pencapaian target
pelayanan tera/tera ulang, serta pelayanan lainnya di daerah. Reward dan
Punishment seperti pemberian tunjangan tenaga fungsional dan penerapan kode
etik penera diperlukan agar motivasi penera tetap tinggi.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 67
BAB VI.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. Kesimpulan
1. Pelayanan tera dan tera ulang terhadap alat ukur dilakukan agar konsumen
dapat memperoleh barang sesuai dengan ukuran yang seharusnya dan
nilai tukar yang dibayarkan. Berdasarkan Permendag No.50/M-
DAG/PER/10/2009 tentang Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis Metrologi
Legal, pihak yang berwenang dalam melakukan pengujian UTTP serta
pelaksanaan tera dan tera ulangnya adalah UPT dan UPTD tingkat provinsi
maupun kabupaten/kota, namun belum semua daerah memiliki Unit
dimaksud.

2. UPT dan UPTD tersebut masih memiliki kendala dalam pelaksanaan


pelayanan tera/tera ulang UTTP. Hal ini terlihat dari pelayanan tera dan
tera ulang hanya menjangkau rata-rata 46,28% dari keseluruhan populasi
UTTP yang digunakan.

3. Berdasarkan PP 32 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan


seharusnya pemerintah daerah melaksanakan pelayanan tera/tera ulang.
Namun belum seluruh daerah memiliki unit kerja pelayanan metrologi legal.
Hal ini menunjukkan kurangnya komitmen Pemerintah dalam
melaksanakan undang-undang nomor 2 tahun 1981 tentang Metrologi
Legal untuk menjamin kebenaran pengukuran dan kepastian hukum dalam
pemakaian alat UTTP.

4. Dalam satu tahun, UPTD Provinsi hanya dapat melakukan pelayanan


antara 32-48 hari untuk seluruh kabupaten kota yang ada di wilayah
kerjanya. Jangkauan pelayanan tera/tera ulang hanya 46,28% dari estimasi
populasi jumlah UTTP. Faktor yang menyebabkan kondisi tersebut, adalah
perencanaan yang kurang baik, anggaran yang terbatas, kurang
optimalnya prosedur pelayanan tera ulang di luar kantor (khususnya di
pasar tradisional yang belum pasar tertib ukur), kurangnya tenaga penera,

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan Tera Ulang UTTP 68
kebijakan daerah kurang mendukung pelaksanaan pelayanan, serta sarana
dan prasarana yang belum memadai. Dengan jangkauan yang hanya
sekitar 46,28%, maka sebuah pasar hanya dapat dilayani 1 (satu) kali
setiap 3 (tiga) tahun.

5. Sarana untuk pelayanan tera/tera ulang di daerah relatif telah usang dan
tidak mencukupi untuk melayani seluruh UTTP yang ada. Kondisi tersebut
menggambarkan kondisi sarana UPTD secara nasional. Sarana meliputi
gedung, peralatan, kendaraan operasional, dan standar ukuran. Setiap
UPTD provinsi minimal memerlukan 3 (tiga) set standar ukuran untuk
pelayanan tera ulang minimal yang tertelusur secara baik.

6. Berdasarkan analisis kapasitas Penera dibutuhkan jumlah penera


sebanyak 3.444 orang secara nasional. Kondisi saat ini jumlah penera
hanya sebesar 787 orang (22,9% dari kebutuhan tenaga penera). Jika
tidak ada upaya penambahan jumlah SDM metrologi legal, maka rasio ini
akan semakin menurun. Hambatan lain dalam menambah SDM penera
adalah karena kesulitan memperoleh SDM yang sesuai dengan kualifikasi
metrologi legal (S1 Teknik).

7. Salah satu fungsi metrologi legal adalah pengawasan, namun belum


semua daerah memiliki tenaga pengawas, umumnya pelaksana
pengawasan dirangkap oleh penera. Hal ini mengakibatkan penegakan
hukum di bidang metrologi legal menjadi lemah. Selama ini pengawasan
lebih fokus pada barang beredar, bukan khusus untuk metrologi legal.

8. Berdasarkan data survey, biaya operasional tidak mencukupi biaya


pelayanan maksimal karena rendahnya prioritas pemerintah daerah.
Pemerintah daerah seharusnya memprioritaskan kegiatan pelayanan
tera/tera ulang karena kegiatan tersebut wajib dilaksanakan dalam rangka
perlindungan konsumen, bukan sebagai sumber PAD.

9. Estimasi kebutuhan biaya pelayanan luar kantor berkisar antara Rp


19.500.000 – Rp 42.900.000 per kabupaten per tahun. Sehingga,
perkiraan kebutuhan biaya pelayanan nasional per tahun adalah antara Rp
9.964.500.000 hingga Rp 21.921.900.000. Kondisi ini belum

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 69
memperhitungkan tambahan biaya transpor untuk menjangkau pulau
terluar atau daerah remote.

10. Untuk melakukan perencanaan pelayanan dan evaluasi kinerja diperlukan


data UTTP yang lengkap dan valid, namun UPTD pelaksana dan satuan
kerja yang menangani metrologi legal di daerah belum memiliki data
tersebut.

11. Penyuluhan tentang pentingnya tera/tera ulang kepada pelaku


usaha/pedagang jarang dilakukan, hal ini ditunjukkan oleh tidak adanya
program penyuluhan yang rutin. Penyuluhan dilakukan hanya pada saat
pelaksanaan tera ulang di pasar tradisional yang menjadi tempat
pelaksanaan tera ulang.

6.2. Rekomendasi
1. Mendorong daerah untuk membangun unit kerja yang membidangi
Metrologi Legal di daerah, sesuai amanat UU No. 2 tahun 1981 tentang
Metrologi Legal dan PP No. 32 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

2. Meningkatkan sarana operasional UPTD seperti kendaraan, kelengkapan


peralatan, dan standar ukuran untuk pelayanan tera/tera ulang minimal
melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).

3. Meningkatkan jumlah SDM penera melalui rekrutmen SDM kemetrologian


yang intensif oleh Direktorat Metrologi untuk ditempatkan di daerah.
Program intensif dapat dilakukan dengan memperhatikan tingkat
pendidikan berbasis keterampilan (jenjang pendidikan D-1, D-2 maupun D-
3). Menambah kelas pendidikan dan pelatihan pada Pusat Pelatihan
Sumber Daya Manusia Kemetrologian (PPSDMK), dan membangun
PPSDMK di tingkat regional.

4. Memotivasi tenaga fungsional penera agar tidak pindah ke unit kerja lain
dengan meningkatkan tunjangan profesi. Menyusun peraturan bersama
antara Menteri Perdagangan dengan Menteri Dalam Negeri untuk

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 70
mencegah pemindahan/mutasi Penera dan PPNS-ML oleh kepala daerah
ke unit lain tanpa ada pengganti.

5. Membangun unit kerja pengawas kemetrologian khusus ditingkat provinsi


untuk mengawasi kegiatan kemetrologian di daerah. Untuk itu diusulkan
perlunya Peraturan Menteri Perdagangan tentang pedoman pengawasan
metrologi legal.

6. Mendorong koordinasi penggunaan (sharing) anggaran antara Pemerintah


Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengoptimalkan
jangkauan pelayanan.

7. Mendorong UPTD dan BSML untuk melakukan pendataan UTTP yang


beredar di wilayah kerjanya. Data riil mengenai jumlah UTTP yang beredar
di suatu wilayah merupakan dasar bagi UPTD dalam rangka peningkatan
Pelayanan tera dan tera ulang di wilayahnya.

8. Melanjutkan program Pasar Tertib Ukur dan Daerah Tertib Ukur, serta
pembinaan dan penyuluhan oleh UPTD kepada pelaku usaha/pedagang
dan konsumen baik dalam bentuk sosialisasi, temu usaha, tayangan di
media massa dan elektronik secara berkelanjutan sebagai bentuk
kampanye Gema Tertib Ukur seperti “PASTI PAS”, Mulai dari “NOL”, dan
pro-aktif dalam layanan pengaduan.

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 71
DAFTAR PUSTAKA

Ardimento, G dan Clemente, E (2002). Surveillance Policies on Weighing and


Measuring Instruments. OIML Bulletin, Vol XLIII, No. 03:5-9.

Hidayat, T. Warella, Y. dan Sulandari, S. (2007). Implementasi Undang-Undang No


2 Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal Khususnya Pelaksanaan Tera Ulang Meter
kWh di Balai Metrologi Wilayah Surakarta Dinas Perdagangan Propinsi Jawa
Tengah. Dialogue: Jurnal Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. 4, No. 1: 1-22.

I Dewa Komang Ary Gunartha dan Nyoman Djinar Setiawina. (2012). Analisis
Potensi Retribusi, Efektifitas, Efisiensi dan Kinerja Pelayanan Tera dan Tera Ulang
pada Unit Pelaksana Teknis Metrologi Provinsi Bali. Universitas Udayana, Bali
Indonesia.

Mahsun, M. (2009). Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE

Moeheriono. (2009). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bogor: Ghalia


Indonesia

Nasrul, Isa. (2000). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tera Ulang Metrologi Legal.
FISIP UI. Tesis. Diunduh dari http://www.pustaka.ut.ac.id/pdftesis/40686.pdf

Puska Dagri. (2007). Kajian Sistem Metrologi Legal. Kementerian Perdagangan.

Puska Dagri. (2013). Analisis Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP di Pasar


Tradisional. Kementerian Perdagangan.

Robbins S.P & Judge A.T. (2008). Organizational Behavior. Edisi Ke-12. Jakarta:
Salemba Empat

Timpe A.D. (2000). Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta : Elekmedia


Komputindo

Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP 72

Anda mungkin juga menyukai