Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Telur Itik 2
Salted Egg Sauce 3
Bumbu dan Bahan Pelengkap 3
Daun Kari 4
Antioksidan 4
METODE 4
Lokasi dan Waktu Penelitian 4
Alat 4
Bahan 5
Prosedur 5
Pembuatan Telur Asin 5
Pembuatan Salted Egg Sauce 5
Peubah 6
Analisis Aktivitas dan Kapasitas Antioksidan 6
Analisis Fisik 7
Analisis Kimia 7
Uji Organoleptik 9
Rancangan Penelitian 9
Analisis Data 9
DAFTAR PUSTAKA 9
LAMPIRAN 12
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Telur merupakan salah satu hasil produk ternak unggas bergizi tinggi dan
merupakan salah satu sumber protein, asam lemak, vitamin, dan mineral yang baik
untuk tubuh. Telur memiliki rasa yang lezat dan umum dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia karena mudah diperoleh dan memiliki harga relatif murah. Telur sebagai
sumber protein memiliki daya guna lain sebagai pengemulsi, kontrol kristalisasi,
koagulasi, perekat, dan pemberi cita rasa. Pemanfaatan daya guna telur sudah
banyak dikenal oleh masyarakat. Namun demikian diversifikasi produk olahan dari
telur itik masih sedikit. Hal ini disebabkan oleh bau amis yang dihasilkan oleh telur
itik tersebut. Jika dibandingkan dengan telur ayam, telur itik memiliki kandungan
protein lebih tinggi dibandingkan telur ayam yakni 12.58 g per 100 g, sedangkan
telur itik memiliki kandungan protein 12.81 g per 100 g (USDA 2007). Selain itu,
telur itik memiliki volume yang lebih besar dibandingkan telur ayam yaitu dengan
rata rata 6075 g (Resi 2009). Oleh karena itu telur itik memiliki potensi yang baik
untuk dikembangkan diversifikasinya dalam berbagai olahan pangan.
Salah satu bentuk pemanfaatan daya guna telur itik yang sedang berkembang
saat ini yaitu pemanfaatan telur itik untuk diolah menjadi saus. Saus telur itik yang
saat ini dikenal luas adalah saus itik telur asin atau biasa disebut salted egg sauce.
Saus telur itik merupakan saus dengan bahan utama kuning telur itik yang diolah
bersama rempah-rempah dan dihidangkan sebagai saus pasta dalam hidangan suatu
makanan. Penggunaan saus ini biasanya dihidangkan dengan makanan ringan
maupun makanan berat. Saus telur asin belum umum diketahui oleh masyarakat
luas. Namun dalam upaya pengembangannya memiliki potensi yang cukup tinggi
dalam dunia kuliner. Selain berfungsi sebagai dressing hidangan, saus telur itik
dapat menambahkan kandungan protein dalam makanan.
Salted egg sauce diolah menggunakan telur itik yang telah mengalami proses
pengasinan. Menurut Winarno dan Koswara (2002), proses pengasinan yang
dilakukan pada telur itik dapat menurunkan kadar lemak telur itik yang tinggi.
Salted egg sauce dimasak menggunakan margarin, susu, bumbu dan daun rempah.
Daun rempah yang umum digunakan dalam pembuatan salted egg sauce ini adalah
daun kari. Daun kari memiliki bau yang tajam dan dapat menghilangkan bau amis
pada telur itik. Daun kari merupakan sumber antioksidan yang baik dan biasa
digunakan sebagai bahan penyedap makanan. Konsentrasi penggunaan daun kari
yang tepat dalam proses pembuatan produk diharapkan dapat menghasilkan
karakteristik yang khas, sifat fungsional yang baik, dan meningkatkan nilai
ekonomis telur itik yang disukai oleh konsumen.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh taraf penambahan daun


kari dalam salted egg sauce terhadap sifat fisikokimia dan organoleptiknya.
2

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian meliputi tahap persiapan, pembuatan telur asin,


pembuatan salted egg sauce, penyimpanan produk pada suhu ruang, analisis
fisikokimia dan uji organoleptik. Analisis kimia mencakup analisis kadar air,
aktivitas air, kadar lemak, kadar protein, kadar garam dan antioksidan.

TINJAUAN PUSTAKA

Telur Itik

Telur merupakan salah satu produk hewani yang berasal dari ternak unggas
dan telah dikenal sebagai bahan pangan sumber protein yang bermutu tinggi yang
memiliki rasa lezat, mudah dicerna, dan memiliki harga yang relatif murah sehingga
dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat (Idayanti et al. 2009). Telur itik
umumnya berukuran besar dengan warna kerabang putih sampai hijau kebiruan.
Rata-rata bobot telur itik adalah 6075 g (Resi 2009). Data gizi telur puyuh, telur
ayam dan telur itik dalam 100 g disediakan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan gizi per 100 g telur puyuh, telur ayam, dan telur itik
Zat gizi Telur puyuh Telur ayam Telur itik
Energi (kkal) 158.00 143.00 185.00
Protein (g) 13.05 12.58 12.81
Total lemak (g) 11.09 9.94 13.77
Karbohidrat (g) 0.41 0.77 1.45
Kalsium/Ca (mg) 64.00 53.00 64.00
Besi/Fe (mg) 3.65 1.83 3.85
Magnesium/Mg (mg) 13.00 12.00 17.00
Fosfor/P (mg) 226.00 191.00 220.00
Kalium/K (mg) 132.00 134.00 222.00
Natrium/Na (mg) 141.00 140.00 146.00
Seng/Zn (mg) 1.47 1.11 1.41
Tembaga/Cu (mg) 0.06 0.10 0.06
Mangan/Mn (mg) 0.04 0.04 0.04
Tiamin (mg) 0.07 0.07 0.16
Riboflavin (mg) 0.48 0.48 0.40
Niasin (mg) 0.07 0.07 0.20
Asam Pantotenat (mg) 1.44 1.44 1.86
Vitamin B6 (mg) 0.14 0.14 0.25
Vitamin E (mg) 1.08 0.97 1.34
Kolesterol (mg) 844.00 423.00 884.00
Vitamin B12 (mkg) 1.58 1.29 5.40
Selenium/Se (mkg) 32.00 31.70 36.40
Vitamin K (mkg) 0.30 0.30 0.40
Vitamin A (IU) 543.00 487.00 674.00
Sumber: USDA (2007)
3

Keunggulan telur itik dibandingkan dengan telur unggas lainnya antara lain
kaya akan mineral, vitamin B6, asam pantotenat, tiamin, vitamin A, vitamin E,
niasin, dan vitamin B12. Selain keunggulan, telur itik juga mempunyai kekurangan
dibandingkan dengan telur unggas lainnya yaitu mempunyai kandungan asam
lemak jenuh yang tinggi sehingga merangsang peningkatan kadar kolesterol darah.
Kadar kolesterol telur itik bernilai dua kali lipat dibandingkan dengan telur ayam.
Telur itik juga memiliki kadar karbohidrat dua kali lipat dari telur ayam dan dapat
menyumbangkan energi yang baik untuk tubuh.

Salted Egg Sauce

Menurut Musaddad dan Hartuti (2003), saus adalah olahan makanan yang
umumnya berasal dari buah dan sayur yang merupakan jenis bumbu penyedap
makanan berbentuk bubur, dengan warna oranye hingga merah yang berasal dari
bahan baku alami maupun penambahan zat pewarna makanan. Saus memiliki
berbagai variasi rasa tergantung bumbu yang ditambahkan. Salted Egg Sauce
merupakan inovasi saus berbahan dasar kuning telur asin yang diolah bersama
rempah-rempah, susu, margarin dan dimasak sebagai adonan untuk dijadikan
sebagai saus berbentuk pasta dalam olahan makanan.

Bumbu dan Bahan Pelengkap

Bumbu sebagai campuran dari dua atau lebih bahan rempah-rempah atau
ekstrak bahan rempah yang digunakan pada makanan sebelum diolah sehingga
memperkuat timbulnya flavor (Farrel 1990). Bawang putih (Allium sativum Linn.)
termasuk salah satu rempah-rempah yang telah terbukti dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Komponen bawang putih yang telah terbukti dapat
menghambat mikroba adalah alisin atau asam diallil tiosulfinat. Daya antimikroba
tinggi yang dimiliki bawang putih disebabkan kandungan alisin yang tinggi dan
senyawa sulfida lain yang terkandung dalam minyak atsiri bawang putih
(Whitmore dan Naidu 2000).
Susu merupakan suatu emulsi lemak di dalam air yang mengandung gula,
garam-garam, mineral dan protein dalam bentuk koloid (Buckle et al. 1987). Air
dalam susu berfungsi sebagai pelarut dan membentuk emulsi, suspensi koloidal.
Flavour pada susu sangat ditentukan oleh lemak susu (Muchtadi 1992).
Penambahan susu dalam adonan olahan pangan akan menimbulkan rasa gurih dan
menambah cita rasa masakan. Rasa gurih pada susu disebabkan oleh komponen
lemak dan protein dalam susu (Mudjajanto 1995).
Menurut SNI (2014), margarin adalah produk pangan berbentuk emulsi
(w/o) padat, semipadat atau cair, dibuat dari lemak makan dan atau minyak
makan nabati dan air dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan
bahan tambahan pangan yang diizinkan dengan komposisi bahan baku terdiri dari
minyak dan atau lemak nabati. Formulasi dasar margarin adalah lemak atau minyak
80%, garam 2 sampai 4%, air 16%, antioksidan 0.2%, pengemulsi 0.3%, pewarna
dan perasa secukupnya (Rahayuningsih 1989).
4

Daun Kari

Daun kari (Murayya koeginii L.) banyak terdapat di Provinsi Aceh, dan
dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat sebagai rempah penyedap masakan.
Daun kari dalam bahasa daerah disebut juga daun temurui atau salam koja
mengandung senyawa polifenol yang termasuk dalam golongan protein yang
memiliki sifat sebagai antioksidan. Total fenolik ekstrak etanol daun kari dalam
sebesar 16.21% dengan kapasitas antioksidan sebesar 1,289 mg asam askorbat
dalam 1 g ekstrak (Hanum 2016). Daun kari sering digunakan dalam pengolahan
pangan karena memiliki aroma yang khas, memiliki senyawa fenolik aktif sehingga
potensial sebagai antioksidan (Biswas et al. 2012).

Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi,


dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Salah satu
bentuk senyawa oksigen reaktif adalah radikal bebas (Winarsi 2007). Fungsi
antioksidan dalam industri pangan digunakan untuk mencegah terjadinya proses
oksidasi yang dapat menyebabkan kerusakan seperti ketengikan, perubahan warna
dan aroma, serta kerusakan fisik lainnya (Tamat et al. 2007). Antioksidan sangat
penting sebagai inhibitor peroksidasi lipid sehingga bisa digunakan untuk
mencegah terjadinya peroksidasi lipid pada bahan pangan.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2018.
Lokasi penelitian akan dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan
Laboratorium Organoleptik Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
serta Laboratorium Jasa Analisis.

Alat

Alat yang digunakan untuk persiapan telur itik yaitu timbangan digital dan
candler. Alat yang digunakan dalam pembuatan telur asin dan salted egg sauce
adalah gelas ukur, toples kaca, wadah, alat pengaduk, saringan, wajan, dan kompor.
Alat yang digunakan pengujian sifat fisikokimia dan antioksidan adalah cawan
porselen, chamber, labu ukur 100 mL, labu kjeldhal, aw meter, spektofotometer,
eksikator dan oven. Peralatan yang digunakan untuk uji organoleptik yaitu borang
uji organoleptik dan mangkuk saji.
5

Bahan

Telur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan telur itik segar mentah
yang diperoleh dari kandang itik vokasi IPB dengan jumlah telur untuk seluruh
perlakuan yaitu 200 butir telur. Proses pengasinan telur dengan metode perendaman
menggunakan garam dapur, kertas saring, dan aquadest. Bahan kimia yang
digunakan antara lain H2SO4 pekat, NaOH 30%, Indikator PP, Larutan asam borat
2%, HCl 0.01 N, akuades, larutan NaCl jenuh, NH4SCN 0.1 N, HNO3, AgNO3 0.1
M, K2CrO4 5% dan AgCl, larutan DPPH, dan metanol murni. Sedangkan bahan
yang digunakan dalam pembuatan salted egg sauce yakni daun kari yang dikirim
langsung dari Aceh, bawang putih, merica halus, susu dan margarin.

Prosedur

Pembuatan Telur Asin


Tahap persiapan dimulai dengan pengumpulan telur itik segar dengan bobot
seragam yakni 60-70 g. Telur dibersihkan menggunakan air hangat dengan suhu
35°C yang sudah dicampurkan detergen makanan antibakteri. Pengasinan telur
menggunakan metode perendaman dari Wibowo (2008) dengan menggunakan
larutan garam dengan perbandingan 1:5 yaitu 1 kg garam dilarutkan dalam 5 liter
air. Pembuatan larutan garam tersebut dilakukan dengan melarutkan garam dalam
air yang telah dimasak hingga mendidih, kemudian didiamkan selama satu malam
dan disaring dengan menggunakan kain blacu agar larutan garam bersih dari
kotoran. Telur kemudian dimasukkan ke dalam toples kaca dan ditambahkan
larutan garam. Perendaman dilakukan selama 12-14 hari.

Pembuatan Salted Egg Sauce


Telur yang telah diasinkan dipisahkan bagian kuning telur dari putih telurnya.
Kuning telur ditimbang dan dilumatkan hingga halus menggunakan air matang.
Bawang putih yang sudah diparut ditumis dengan margarin hingga harum kemudian
kuning telur yang sudah halus dimasukkan ke dalam wajan. Selanjutnya
dimasukkan daun kari sesuai dengan perlakuan yang akan di berikan. Adonan
ditambahkan susu dan merica kemudian diaduk hingga merata. Perlakuan
konsentrasi yang diberikan pada pengolahan salted egg sauce ini meliputi formulasi
bahan yang terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2 Formulasi produk salted egg sauce
Perlakuan (g)
Jenis Bahan
P0 P1 P2 P3 P4
Kuning telur 48.5 48.5 48.5 48.5 48.5
Merica halus 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
Bawang putih 3.7 3.7 3.7 3.7 3.7
Margarin 30 30 30 30 30
Air matang 42.5 42.5 42.5 42.5 42.5
Susu full cream 10 10 10 10 10
Daun kari 0 1.0 2.0 3.0 4.0
Keterangan : Formulasi hasil trial and error
6

Selanjutnya adonan dimasak hingga matang, dan ditiriskan. Daun kari


diambil pada bagian saus kemudian sampel dianalisis karakteristik fisik, kimia,
TBARS, serta uji organoleptik hedonik dan mutunya. Salted egg sauce disimpan
pada suhu ruang selama tujuh hari untuk selanjutnya dilakukan pengamatan
karakteristik fisik perubahan setelah penyimpanan, TBARS, dan uji organoleptik
tanpa hedonik.

Peubah

A. Tahapan Pengujian Peubah


Analisis Aktivitas dan Kapasitas Antioksidan. Analisis aktivitas dan
kapasitas antioksidan diujikan pada formulasi bumbu salted egg sauce untuk
selanjutnya diketahui pengaruh antioksidan dari penambahan formulasi bumbu.
Karakteristik Fisik, Kimia, TBARS, dan Organoleptik pada 0 hari.
Setelah dilakukan uji aktivitas antioksidan pada bumbu, dilakukan uji proksimat
salted egg sauce yang sudah dicampurkan dengan penambahan konsentrasi daun
kari sesuai perlakuan, kemudian dilakukan pengujian bilangan TBARS serta
dilakukan uji organoleptik pada 0 hari.
Karakteristik Fisik Perubahan Setelah Penyimpanan, TBARS, dan
Organoleptik tanpa Hedonik pada 7 hari. Salted egg sauce diamati karakteristik
fisik perubahan setelah penyimpanan serta dilakukan pengujian bilangan TBARS
dan organoleptik tanpa hedonik.

B. Metode Analisis Peubah yang Diukur


Analisis Aktivitas dan Kapasitas Antioksidan
Ekstraksi Metanol (Tangkanakul et al. 2009 yang dimodifikasi).
Sebanyak 1 g sampel diekstrak secara duplo dengan 2.5 mL metanol selama 24 jam
pertama pada suhu ruang. Sampel kembali diekstrak dengan metanol untuk 24 jam
kedua dengan 2.5 mL metanol. Filtrat dari kedua ekstraksi dicampur dan
ditambahkan metanol hingga mencapai volume 10 mL. Ekstrak metanol disimpan
dalam suhu -25 °C untuk analisis selanjutnya.

Analisis Penghambatan DPPH (Sceavenging Activity) (Tangkanakul et al.


2009). Sebanyak 0.15 mL ekstrak metanol direaksikan dengan larutan DPPH 0.01
mM (pelarut methanol) sebanyak 0.9 mL pada tabung vial. Larutan diinkubasi pada
waterbath dengan suhu 37℃ selama 20 menit lalu diukur absorbansinya pada
panjang gelombang (λ) 517 nm. Metanol murni digunakan sebagai kontrol.
Aktivitas penangkap radikal bebas DPPH dinyatakan dalam % scavenging activity
(SA) ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
absorbansi sampel
%SA = (1  ) x 100%
absorbansi standar
7

Analisis Kapasitas Antioksidan (Tangkanakul et al. 2009). Kapasitas


antioksidan diperoleh dengan mengonversikan nilai %SA berdasarkan kurva
standar. Kurva standar diperoleh dengan pengukuran absorbansi hasil reaksi
asamaskorbat (konsentrasi 0, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0 dan 2.5 mg 100 ml-1 akuades) dengan
DPPH (spektrofotometer (λ) 517 nm). Kapasitas antioksidan dinyatakan sebagai
mg ekuivalen vitamin C 100 g-1.

Analisis Fisik
Analisis fisik yang dilakukan meliputi uji organoleptik pada sampel 0 hari,
uji organoleptik tanpa hedonik pada sampel 7 hari dan perubahan yang terjadi
selama penyimpanan dengan parameter warna, bau dan tekstur serta ada tidaknya
kapang yang tumbuh pada produk selama penyimpanan tersebut.

Analisis Kimia
Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 2005). Sampel diambil sebanyak
5 g lalu dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah dikeringkan dan diketahui
beratnya. Sampel tersebut kemudian dikeringkan pada oven bersuhu 105°C hingga
mencapai bobot konstan. Cawan dari oven didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Kadar air dapat dihitung dengan rumus:

(Wo + Ws)  Wi
Kadar Air = x 100%
Ws
Keterangan:
W0 : Bobot cawan kosong
Ws : Bobot sampel
Wi : Bobot cawan + sampel setelah di oven

Analisis Aktivitas Air (aw). Sampel diambil sebanyak 5 g dan dimasukkan


ke dalam chamber sampel. Alat aw meter dikalibrasikan terlebih dahulu, kemudian
tombol start ditekan dan sampel akan terukur dan terbaca oleh alat.

Analisis Kadar Protein Metode Kjedahl (AOAC 2005). Sampel ditimbang


sebanyak 0.51 g cuplikan, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal 100 mL.
Ditambahkan 2 g campuran selen dan 25 mL H2SO4 pekat. Sampel dipanaskan
diatas pemanas listrik sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan
(sekitar 2 jam pada suhu 420ºC). Sampel dibiarkan hingga dingin dan kemudian
diencerkan serta dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Sampel ditepatkan
sampai tanda garis. Larutan dipipet sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke dalam alat
penyuling tambahkan 5 mL NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP. Larutan
disulingkan selama 10 menit, sebagai penampung digunakan 10 mL larutan asam
borat 2% yang telah dicampur indikator. Kemudian ujung pendingin dibilas dengan
air suling dan dititrasi dengan HCl 0.01 N.

(V1-V2) x N x 0.014 x fk x fp
Kadar Protein =
W
Keterangan:
V1 : Volume titrasi sampel
V2 : Volume titrasi blanko
8

N : Volume NaCl yang telah distandardisasi


fk : Faktor koreksi
fp : Faktor pengenceran
W : Berat sampel

Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 2005). Sampel yang telah
ditimbang sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi
dengan kapas. Kemudian selongsong kertas berisi contoh sampel tersebut disumbat
dengan kapas dan keringkan didalam oven pada suhu tidak lebih dari 80°C selama
1 jam. Selanjutnya dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah diberi labu lemak
yang berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya.
Kemudian lemak diekstrak dengan heksan (pelarut) lemak lainnya selama 6 jam.
Heksan disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan didalam oven pengering pada
suhu 105ºC. Lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang, perlakuan ini
diulangi hingga tercapai bobot tetap.

(berat akhir labu  berat awal labu)


Kadar Lemak = x 100%
berat sampel

Analisis Kadar Garam (AOAC 2012 yang dimodifikasi). Sebanyak 3 g


sampel dimasukkan ke dalam cawan porselen, kemudian diabukan menggunakan
tanur listrik pada suhu 400600°C selama 12 jam hingga terbentuk abu berwarna
putih atau memiliki berat tetap. Abu sampel dalam cawan dicuci 3 kali dengan 12
mL air destilata. Total air destilata yang digunakan untuk membilas adalah 1015
mL. Larutan abu dipindahkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL dan ditambah 1 mL
larutan K2CrO4 5% lalu dititrasi dengan larutan AgNO3 0. 1M sampai timbul
warna merah bata pertama.

Volume AgNO3 x Molaritas x AgNO3 x 5.84


%NaCl =
berat sampel saat pengabuan

Pengujian Bilangan TBARS (Sorensen and Jorgeensen 1996) Sampel


dihomogenisasi dengan 50 mL akuades yang mengandung 0.1% PG (propylgallate)
dan 0.1% ETDA (ethylenediaminetetraacetic acid) selama satu menit. Selanjutnya,
ditambahkan akuades 47.5 mL yang mengandung 0.1% ETDA dan 0.1% PG
ditambahkan HCL 2.5 mL (perbandingan HCl:akuades = 1:1) serta lima tetes
antibuih A (sigma-Aldrich Co USA). Campuran kedua larutan didestilasi
menggunakan alat destilasi dengan kecepatan minimal 2.1 mL per menit dan
dihasilkan 20 mL destilat untuk setiap sampel. Sebanyak 5 mL destilat diambil dan
dicampur dengan 5 mL larutan TBA 0.02 M di dalam tabung reaksi dan diinkubasi
selama 40 menit pada suhu 70°C lalu didinginkan dengan air mengalir. Destilati
dimasukkan dalam spektofotometer dengan Panjang gelombang () 532 nm untuk
penentian nilai TBARS. Kurva kalibrasi dibuat dari larutan TEP (1.1.3.3
Tetraetioksipopamana) (Sigma-Aldrich Co USA) 0.002 M yang direaksikan dengan
larutan TBA 0.02 dan diperlakukan sama dengan sampel. Kurva standar dibuat dari
hubungan antara absorbansi pada () 532 nm dengan konsentrasi TEP atau MDA.
Bilangan TBARS dinyatakan sebagai MDA per kg sampel.
9

CMDA x volume destilat (mL)


TBARS =
berat sampel (g)
Keterangan :
CMDA : Konsentrasi MDA yang terbaca

Uji Organoleptik
Uji organoleptik menggunakan 40 orang panelis untuk membedakan respon
mutu salted egg sauce. Jenis uji yang digunakan yaitu uji hedonik dan mutu
hedonik. Peubah yang diamati pada uji hedonik, yaitu: warna, tekstur, rasa, aroma,
dan penampilan umum, sedangkan peubah yang diamati pada uji mutu hedonik
yaitu: warna, tekstur, dan aroma.
Skala hedonik yang digunakan yaitu 1 (sangat tidak suka); 2 (tidak suka); 3
(suka) dan 4 (sangat suka). Skala mutu hedonik yang digunakan yaitu warna: 1
(putih); 2 (agak kuning); 3 (kuning); 4 (kuning kecokelatan). Tekstur: 1 (tidak
masir); 2 (masir) 3 (agak masir); 4 (sangat masir). Aroma dibagi menjadi dua yaitu,
bau amis dan aroma daun kari. Aroma amis: 1 (tidak bau amis); 2 (sedikit bau amis);
3 (bau amis); 4 (sangat bau amis). Aroma daun kari: 1 (tidak berbau daun kari); 2
(sedikit berbau daun kari); 3 (berbau daun kari); 4 (sangat berbau daun kari).

Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancagan acak lengkap (RAL) pola searah
dengan total lima perlakuan dan lima kali ulangan. Model matematika yang
digunakan untuk rancangan acak lengkap (RAL) pola searah sebagai berikut
(Mattjik dan Sumertajaya 2002):

Yij = μ + τi + εij

Keterangan:
Yij : Respon penelitian pada taraf perlakuan konsentrasi ke-i dan ulangan ke-j
μ : Rataan umum respon penelitian
τi : Respon terhadap pengaruh perlakuan konsentrasi daun kari yang berbeda terhadap sifat
fisikokimia salted egg sauce.
εij : Pengaruh galat percobaan dari perlakuan perbedaan konsentrasi daun kari ke-i pada
ulangan ke-j

Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan ANOVA jika
data yang didapatkan berpengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji Tukey. Uji hedonik
dan uji mutu hedonik dianalisis dengan menggunakan analisis non-parametrik
Kruskal-Wallis.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Offical Method of


Peroxide Value of Oils and Fats. Virginia (US): The AOAC Inc.
10

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2014. Margarin SNI 3541:2014. Jakarta (ID):
BSN.
Biswas AK, Chatli MK, Sahoo J. 2012. Antioxidant potential of curry (Murraya
koenigii L.) and mint (Mentha spicata) leaf extracts and their effect on colour
and oxidative stability of raw ground pork meat during refrigeration
storage.Food Chem. 133 (4): 467-472.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wotton M. 1987. Ilmu. Pangan. Jakarta (ID):
Universitas Indonesia Pr.
Farrel KT. 1990. Spice, Condiments and Seasoning. 2nd ed. New York (US):
Nostrand Reinhold.
Hambali E, Suryani A, Ihsanus M. 2006. Membuat Saus Cabai dan Tomat. Jakarta
(ID): Penebar Swadaya.
Hanum Z. 2016. Potensi susu kambing fermentasi dengan penambahan daun kari
(Murraya koenigii) sebagai pemutih kulit. [disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Idayanti S, Darmawati U, Nurullita. 2009. Perbedaan variasi lama simpan telur
ayam pada penyimpanan suhu lemari es dengan suhu kamar terhadap total
mikroba. Jurnal Kesehatan. 1(2): 19-26.
Matjjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan. Jilid I. Ed ke-2.
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Mudjajanto ES. 1995. Susu dan Produk Olahannya. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Musaddad D, Hartuti N. 2003. Produk Olahan Tomat. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Rahayu WP. 2000. Aktivitas antimikroba bumbu masakan tradisional hasil olahan
industri terhadap bakteri patogen dan perusak. Buletin Teknologi dan Industri
Pangan. 11(2).
Rahayuningsih T. 1989. Mempelajari Pembuatan Margarin dari RBD Stearin serta
Karakterisasi Mutunya. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Resi K. 2009. Pengaruh sistem pemberian pakan yang mengandung duckweed
terhadap produksi telur itik lokal. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan
Universitas Mataram.
Tamat SR, Wikanta T dan Maulina LS. 2007. Aktivitas antioksidan dan toksisitas
senyawa bioaktif dari ekstrak rumput laut hijau ulva reticulata forsskal.
Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 5 (1) : 31-36.
Tangkanakul P, Auttaviboonkul P, Niyomwit B, Charoenthamawat P, Lowvitoon
N, Trakoontivakorn G. 2009. Antioxidant capacity, total phenolic content and
nutritional composition of Asian foods after thermal processing. International
Food Research Journal. 16: 571-580.
[USDA] United States Department od Agriculture. 2007. Food Safety Inspection
Service: Shell Eggs from Farm to Table [internet]. [diunduh 2017 Des 10].
Tersedia pada: http://www.fsis.usda.gov/PDF/Shell_Eggs_from_Farm_to_
Table.pdf.
Whitmore BB, Naidu AS. 2000. Thiosulfinates. New York (US): CRC Press.
11

Wibowo LH. 2008. Sifat fisik, kimia, dan. organoleptik telur asin akibat pemberian
tepung daun beluntas dalam pakan pada konsentrasi garam yang berbeda.
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG, Koswara S. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan, dan
Pengolahannya. Bogor (ID): M-Brio Press.
Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius.
12

LAMPIRAN

Tabel 1 Rencana Anggaran Penelitian


Harga
No Bahan Jumlah Biaya (Rp)
Satuan (Rp)
1 Penelitian pendahuluan 250.000
2 Telur itik 2.500 200 butir 500.000
3 Daun kari 50.000 500 g 100.000
4 Margarin 75.000 0.75 kg 56.250
5 Rempah-rempah 50.000 1 paket 50.000
6 Sewa laboratorium 200.000 2 laboratorium 400.000
7 Sewa peralatan 300.000
laboratorium
8 Buku catatan dan alat tulis 20.000
9 Print proposal 100.000
10 Print skripsi 150.000
11 Transportasi 250.000
12 Analisis Kimia
Uji proksimat 350.000 5 sampel 1.750.000
13 Analisis Antioksidan 250.000 5 sampel 1.250.000
5.176.250

Tabel 2 Jadwal Kegiatan Penelitian


Bulan Ke-
Rencana
No I II III
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Konsultasi dengan
dosen
pembimbing
2 Studi literatur
3 Perizinan
administrasi
laboratorium
4 Pra-penelitian
4 Persiapan bahan
5 Proses pembuatan
telur asin
6 Analisis kimia
7 Analisis
Antioksidan
8 Rekap data
9 Pengolahan Data
10 Publikasi dan
Skripsi
13

Anda mungkin juga menyukai