Disusun oleh :
Kelas : 6 AK 3- Kelompok 5
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “Divestasi dan Contoh Kasus ” ini. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna
dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta.
Kami sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata
kuliah Adavance Accounting II dengan judul “Divestasi dan Contoh Kasus”. Disamping itu,
kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama
pembuatan makalah ini berlangsung sehingga dapat terealisasikanlah makalah ini.
Kami menyadari bahwa Tak Ada Gading Yang Tak Retak, begitu juga dalam penulisan
makalah ini masih banyak terdapat kekurangannya.Oleh karena itu,saya mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak untuk perbaikan makalah selanjutnya.Semoga
makalah ini dapat bermanfaat.
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan.
1. Memahami apa yang dimaksud dengan divestasi.
2. Memahami apa saja motif dan metode yang ada dalam divestasi.
3. Memahami kekurangan dan kelebihan dari divestasi.
4. Mempelajari contoh kasus divestasi dalam PT Newmont Nusa Tenggara.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah divestasi berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu divestment. Pengertian
divestasi ditemukan dalam Pasal 1 Angka 13 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008
Tentang Investasi Pemerintah dan Pasal 1 Angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
183/PM.05/2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Divestasi terhadap Investasi Pemerintah.
Divestasi adalah: “Penjualan surat berharga dan/atau kepemilikan pemerintah baik sebagian
atau keseluruhan kepada pihak lain.”
Divestasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang penjualan saham yang dimiliki
oleh perusahaan atau cara mendapatkan uang dari investasi yang dimiliki oleh seseorang.
Divestasi dapat juga dikonstruksikan sebagai keputusan perusahaan untuk meningkatkan nilai
penting aset yang dimiliki perusahaan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kekuatan
perusahaan dalam mengubah struktur aset dan pengalokasian sumber daya.
Seiring dengan peraturan pemerintah tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012 (Permen ESDM) yang
mengatur tentang keharusan mengolah hasil tambang mineral dan batu bara kepada semua
pemegang izin usaha pertambangan tiga bulan setelah Permen ESDM keluar, tanpa pengolahan,
hasil tambang tidak boleh dieskpor.
Dalam pandangan Menko Perekonomian yang lalu, Hatta Rajasa, PP No. 24 Tahun 2012
merupakan penegasan agar perusahaan asing hanya memiliki saham maksimum 49 persen.
Perusahaan yang telah diwajibkan antara lain, Newmont Nusa Tenggara dan Kaltim Prima
4
Coal. Selain itu, pemerintah juga akan mengambil alih semua saham Nippon Asahan
Aluminium Jepang, dari PT. Inalum pada31 Oktober 2013.
5
2.4 Proses Terjadi Divestasi.
1) Penjualan
Tipe paling umum dari kegiatan divestasi adalah penjualan sebuah divisi, unit bisnis,
segmen atau sekelompok aset ke perusahaan lain. Pembeli umumnya, namun tidak
selalu, membayar tunai. Beberapa alasan kenapa metode penjualan yang dipilih ketika
melakukan divestasi.
a) Penjualan aset adalah pertahanan terhadap pengambilalihan yang tidak bersahabat.
b) Penjualan aset memberikan dana tunai untuk perusahaan yang dilikuidasi.
2) Spin-off
Dalam spin-off perusahaan induk merubah sebuah divisi menjadi entitas yang terpisah
dan membagikan saham entitas tersebut kepada pemegang saham perusahaan induk.
Spin-off berbeda dengan penjualan karena dua alasan yaitu :
a) Perusahaan induk tidak memperoleh dana tunai dari spin-off
b) Pemegang saham awal dari divisi yang dipisahkan adalah sama dengan pemegang
saham induk.
3) Carve-Out
Dengan carve-out, perusahaan induk merubah sebuah divisi menjadi entitas yang
terpisah dan kemudian menjual saham entitas tersebut kepada masyarakat. Umumnya
pemegang saham perusahaan induk mempertahankan kepemilikan mayoritasnya di
entitas baru tersebut.
4) Tracking Stock
Perusahaan induk menerbitkan tracking stock untuk “menelusuri” kinerja divisi
tertentu dalam perusahaan. Misalnya, jika tracking stock membagikan dividen maka
jumlah dividennya akan bergantung pada kinerja divisi. Divisi yang memiliki tracking
stock tetap menjadi bagian dari perusahaan induk meskipun sahamnya diperdagangkan
secara terpisah dengan perusahaan induk.
Kelebihan Divestasi :
6
b. Meningkatkan daya saing dari perusahaan yang mengalami divestasi karena dapat
meningkatkan kinerja dari perusahaan itu.
c. Divestasi membuat perusahaan yang sedang tumbuh menjadi go internasional.
Kekurangan Divestasi :
a. Berkurangnya asset kepemilikan dari perusahaan
b. Memicu ketidaktransparansian yang dapat berakibat munculnya korupsi.
Ada lima poin putusan yang dihasilkan, yaitu panel memerintahkan PT Newmont Nusa
Tenggara (NNT) melaksanakan ketentuan Pasal 24 Ayat 3 kontrak karya, menyatakan bahwa
NNT telah melakukan pelanggaran perjanjian, memerintahkan kepada PT NNT untuk
melakukan divestasi 17 persen saham yang terdiri dari divestasi tahun 2006 sebesar 3 persen
dan 2007 sebesar 7 persen kepada pemerintah daerah. Adapun untuk tahun 2008 sebesar 7
persen kepada Pemerintah RI. Semua kewajiban tersebut di atas harus dilaksanakan dalam
waktu 180 hari sesudah tanggal putusan arbitrase. Panel arbitrase juga menyatakan bahwa
saham yang didivestasikan harus bebas dari gadai dan sumber dana untuk pembelian saham
tersebut bukan urusan PT NNT.
Sementara, pada hari yang sama, Newmont Mining Corporation, induk perusahaan NNT
di Denver, Amerika Serikat, mengeluarkan pernyataan resmi tentang putusan arbitrase yang
mengatakan pemerintah tidak berhak memutus kontrak.
7
Pemerintah Indonesia, yaitu M Sonnarajah, dan pihak Newmont (Stephen Schwebel) dan
satu ahli independen yang sekaligus menjadi ketua panel (Robert Briner). Pemerintah Indonesia
mengajukan dua tuntutan, yaitu meminta panel arbitrase agar memutuskan bahwa pemerintah
bisa melakukan terminasi kontrak karya Newmont dengan alasan karena perusahaan melakukan
kelalaian alias default.
Jaksa Pengacara Negara (JPN) Joseph Suwardi Sabda mengatakan, panel arbitrase
menilai, kesalahan NNT yang lalai dalam melakukan divestasi 17 persen sahamnya, belumlah
fatal sehingga tidak sebanding jika harus diganjar terminasi kontrak. Kondisinya akan berbeda
apabila porsi saham yang lalai didivestasi itu 50 persen lebih. ”Panel menggunakan hukum
yang berlaku di Inggris. Mengacu pada aturan itu, maka ganjaran yang diberikan yang
seminimal mungkin,” kata Joseph. Namun, ia mengatakan, masih ada kemungkinan kontrak
NNT diakhiri jika tidak sanggup mematuhi putusan arbitrase. Sebab sesuai bunyi kontrak
karya, terminasi bisa dilakukan jika perusahaan tidak sanggup memperbaiki kesalahan sampai
batas waktu yang diberikan.
Direktur Eksekutif Reforminer Pri Agung Rakhmanto mengatakan, kisruh divestasi yang
berujung pada arbitrase itu sebenarnya menunjukkan dua hal. Pertama, potret ketidakberdayaan
pemerintah atas rezim kontrak karya. Kedua, berkuasanya investasi asing bermodal besar.
”Untuk menyatakan NNT lalai melakukan divestasi saja, pemerintah harus maju ke arbitrase,
dan justru panel menolak tuntutan utama soal memutus kontrak,” kata Pri Agung.
8
Barat, yang dikelola oleh NNT, menghasilkan emas dan tembaga. Direktur Indonesia Coal
Society Singgih Widagdo menilai, pelaksanaan divestasi saham perusahaan tambang asing
masih jauh dari semangat Pasal 33 Undang-Undang Dasar. Sejauh ini, divestasi tidak pernah
benar-benar dimanfaatkan untuk mengelola sendiri kekayaan tambang. ”Apabila pemerintah
serius, seharusnya dari awal badan usaha milik negara didorong membeli saham tersebut. Kalau
itu dilakukan dari dulu, sekarang kita sudah punya BUMN tambang yang besarnya sama
dengan perusahaan multinasional,” ujar Singgih.
Ia mencontohkan BUMN tambang asal Brasil, Companhia Vale do Rio Doce (CVRD),
yang menjadi salah satu perusahaan tambang kelas dunia. Dari catatan Kompas, dalam kasus
divestasi NNT, pemerintah pusat sebagai pihak pertama yang punya hak untuk membeli saham,
menyatakan tidak memiliki dana. Hak pembelian saham yang mulai ditawarkan tahun 2006 itu
kemudian diberikan kepada pemerintah daerah, yakni Provinsi Nusa Tenggara Barat,
Kabupaten Sumbawa, dan Kabupaten Sumbawa Barat. Pemda jelas tidak memiliki kemampuan
sendiri untuk membeli saham NNT tahun 2006 dan 2007 yang jika digabungkan mencapai 400
juta dollar AS. Pemda melalui badan usaha milik daerah kemudian menggandeng pihak swasta,
yaitu BUMI dan Trakindo.
Proses divestasi semakin ruwet dengan masuknya pihak swasta. Trakindo adalah mitra
lama Newmont dalam mengelola tambang Batu Hijau, sedangkan BUMI dipandang Newmont
sebagai kompetitor yang akan mengancam posisi pemegang saham utama NNT jika terus diberi
kesempatan ikut dalam divestasi. Komposisi saham NNT sebanyak 20 persen dimiliki oleh PT
Pukuafu Indah yang tercatat sebagai bagian dari 51 persen saham nasional, 35 persen
Sumitomo, dan 45 persen Newmont Mining Corporation. Untuk melindungi posisinya, NNT
menawarkan skema pinjaman lunak kepada pemda, bahkan memakai alasan bahwa saham yang
didivestasikan itu dalam posisi dijaminkan kepada sejumlah bank asing. Artinya, siapa pun
yang membeli saham NNT, tidak bisa menjual sahamnya, sampai utang NNT itu lunas.
Semua langkah itu dilakukan NNT yang menginterpretasikan bahwa jika swasta sudah
mulai ikut, proses divestasi harus dilakukan melalui mekanisme B (business) to B murni. NNT
ingin bisa memilih badan usaha swasta yang sejalan dengan rencana pengembangan bisnisnya
dan bisa memberi penawaran paling maksimal atas nilai saham yang akan dijual. Isu-isu
semacam ini tidak diatur secara detail dalam kontrak. Hal ini, menurut salah satu saksi yang
ikut dalam sidang arbitrase, menjadi salah satu argumentasi Newmont kepada panel arbitrase.
Pengamat pertambangan, Ryad Charil, menilai ada skenario tertentu di balik putusan arbitrase.
Ia memperkirakan keruwetan atas pelaksanaan divestasi masih berpotensi pasca-arbitrase. Isu
asal dana pihak ketiga, status saham yang digadai, juga isu-isu lain masih akan muncul.
”Menarik untuk dilihat, siapa yang menalangi dana pembelian saham untuk pemda, apakah
pemerintah pusat memakai haknya untuk mengambil saham yang ditawarkan NNT,” kata Ryad.
9
BAB III
PENUTUP
Dari sumber diatas dapat disimpulkan bahwa divestasi adalah pengurangan beberapa
asset perusahaan dalam bentuk uang atau barang, dan divestasi dapat menghasilkan keuntungan
yang lebih baik bagi perusahaan karena divestasi merupakan usaha usaha menjual bisnis agar
memperoleh uang, kadang nilai perusahaan yang telah melakukan divestasi lebih tinggi dari
pada nilai perusahaan sebelum melakukan divestasi.
Dan dalam contoh kasus yang kelompok kami ambil dapat disimpulkan bahwa , Kasus
divestasi pada saham PT.Newmont Nusa Tenggara telah memunculkan good practice maupun
bad practice dalam pengelolaan kebijakan publik terutama ketika menghadapi sebuah konflik
yang terjadi pada PT Newmont Nusa Tenggara. Contoh good practice yang ada dalam kasus ini
yaitu upaya Dewan Perwakilan Daerah untuk mendorong negosiasi guna menyelesaikan
konflik yang ada, dalam proses negosiasi tersebut juga kemudian Kementerian Keuangan
bersedia untuk membagi saham dengan Pemda setempat. Kementerian Keuangan yang bersedia
untuk membagi saham ini juga merupakan suatu langkah besar dalam formulasi kebijakan
publik, dimana salah satu stakeholder harus dan mampu mengakomodir kepentingan
stakeholder lainnya. Tanpa proses negosiasi dan kerendahan hati antar stakeholders maka akan
sulit untuk mengakomodir kepentingan stakeholder lain dan sangat mustahil apabila akan
disusun suatu kebijakan publik yang inklusif.
Contoh Bad practicenya yaitu, yang akan dilakukan stakeholders dalam menghadapi suatu
konflik dalam kasus divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara ini adalah upaya
penyelesaian konflik yang dilakukan oleh DPR dan Presiden dengan membawanya ke ranah
hukum.
Keputusan hukum yang tidak diiringi dengan upaya negosiasi nantar stakeholders
menyebabkan terhentinya proses kebijakan yang kemudian menyebabkan kerugian baik
ekonomi maupun politik bagi kepentingan nasional. Dalam sistem pemerintahan yang
demokratis ini pemerintah legislatif maupun eksekutif semestinya mendorong penyelesaikan
konflik kebijakan melalui negosiasi, selain itu hendaknya lembaga eksekutif maupun legislatif
jangan terjebak pada perkara yang sifatnya prosedural yang kemudian mengabaikan tujuan
awal kebijakan. Dalam proses kebijakan kepentingan nasional harus diutamakan diatas
kepentingan masing-masing stakeholders.
10
DAFTAR PUSTAKA:
Https://www.academia.edu
https://ekonomi.kompas.com/read/2009/04/07/08382967/skenario.di.balik.divestasi.new
mont?
https://hukumperdataunhas.wordpress.com/2013/04/16/divestasi-dan-kontrak-karya/
11