Atikel Tekfar Solid D3-4A
Atikel Tekfar Solid D3-4A
DISUSUN OLEH :
KELAS DIII-4A
DOSEN PENGAMPU :
BENNI ISKANDAR, M.Si, Apt
1
DAFTAR ISI
COVER ...................................................................................................................1
DAFTAR ISI ...........................................................................................................2
BAB I PENGERTIAN SEDIAAN SOLID ...............................................5
1.1 Kapsul (Capsulae ........................................................................5
1.2 Tablet (Compressi) .....................................................................5
1.3 Pil (Pilulae) .................................................................................5
1.4 Serbuk (Pulvis) ...........................................................................6
1.5 Serbuk Bagi (Pulveres) ...............................................................6
1.6 Supositoria (Suppositoria) ..........................................................6
DAFTAR PUSTAKA .................................................................7
BAB II JENIS - JENIS SEDIAAN SOLID...............................................8
2.1 Pengertiaan Sediaan Solid ..........................................................8
2.2 Macam-Macam Sediaan Solid ....................................................8
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................14
BAB III METODE PEMBUATAN TABLET ..........................................15
3.1 Granulasi Basah (Wet Granulation) .........................................15
3.2 Granulasi Kering (Dry Granulation) ........................................17
3.3 Kempa Langsung ( Direct Granulation) ...................................17
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................19
BAB IV PREFORMULASI ........................................................................20
4.1 Defenisi.....................................................................................20
4.2 Tujuan Preformulasi .................................................................20
4.3 Data Yang Harus Di Lengkapi .................................................21
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................25
BAB V FORMULASI SEDIAAN SOLID ...............................................26
5.1 Defenisi.....................................................................................26
5.2 Tablet ........................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................34
2
BAB VI EVALUASI SEDIAN TABLET ..................................................35
6.1 Evaluasi Massa Tablet ..............................................................35
6.2 Kompresebilitas ........................................................................36
6.3 Keseramagaman Bobot ............................................................36
6.4 Waktu hancur............................................................................37
6.5 Kekerasan .................................................................................37
6.6 Keseragaman ukuran ................................................................38
6.7 Friabilitas (kerenyahan) ............................................................39
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................40
BAB VII CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK (CPOB)
SEDIAAN SOLID ........................................................................41
7.1 Defenisi.....................................................................................41
7.2 Manajemen Mutu......................................................................42
7.3 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan
Kembali Produk dan Produk Kembalian ..................................49
7.4 Penarikan Kembali Obat Jadi ...................................................50
7.5 Obat kembalian .........................................................................50
7.6 Dokumentasi .............................................................................50
7.7 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ........................50
7.8 Kualifikasi dan Validasi ...........................................................51
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................52
BAB VIII KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN SEDIAAN SOLID ..........53
8.1 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Kapsul ..............................53
8.2 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Tablet ...............................53
8.3 Keuntungan dan Kekurangan Sediaan Pil ................................54
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................55
BAB IX DRUG DELIVERY SYSTEM .....................................................56
9.1 Extended Release Drug Products ............................................ 57
9.2 Controlled Release....................................................................58
9.3 Delayed Release Drug Products ...............................................58
9.4 Formulasi Sediaan Lepas Lambat ............................................61
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................64
3
BAB X PERKEMBANGAN TERBARU TEKNOLOGI
FARMASI SEDIAAN SOLID .....................................................65
10.1 Tablet Likuisolid ....................................................................65
DAFTAR PUSTAKA .............................................................69
4
BAB I
PENGERTIAN SEDIAAN SOLID
Kapsul adalah bentuk sediaan obat terbungkus cangkang kapsul, keras atau
lunak. Cangkang kapsul dibuat dari Gelatin dengan atau tanpa zat tambahan lain.
(FI Edisi III Hal 5)
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras
atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari Gelatin; tetapi dapat
juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai. (FI Edisi IV Hal 2)
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat
tambahan yang di gunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang,
zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau zat lain yang cocok. (FI Edisi III Hal 6)
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. (FI Edisi IV Hal 4 )
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk rata atau
cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan
atau tanpa zat tambahan. (Moh.Anief, 1997)
Pil adalah suatu sediaan berupa massa bulat, mengandung satu atau lebih
bahan obat. (FI Edisi III Hal 23)
Pil adalah suatu sediaan yang berbentuk bulat seperti kelereng mengandung
satu atau lebih bahan obat. Berat pil berkisar antara 100 mg sampai 500 mg.
(Moh.Anief, 1997).
5
Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang diserbukkan.
(FI Edisi III Hal 23)
Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan,
ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar. (FI Edisi IV Hal 14)
Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang diserbukkan.
(Moh.Anief, 1997)
Serbuk bagi adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang
sama, dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum.
(FI Edisi III Hal 23).
Serbuk bagi adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang
sama, dibungkus dengan kertas perkamen atau bahan pengemas yang lain yang
cocok. (Moh.Anief, 1997)
6
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes
RI.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes
RI.
7
BAB II
JENIS - JENIS SEDIAAN SOLID
B. Pulvis
Pulvis adalah serbuk tidak terbagi untuk pemakaiannya, yang terdiri dari
campuran kering satu atau lebih bahan yang homogen di dalam nya. Dimana untuk
sediaan pulvis ini diharapkan tidak higroskopis sehingga tidak mudah mencair
ataupun menguap sehingga penyimpanan serbuk harus terlindungi dari lembab,
udara, panas dan oksigen serta memperhatikan homoghenitas dalam pencampuran.
Contoh sediaan pulvis ini adalah bedak tabur, serbuk gigi dan serbuk effervescent.
Karakteristik serbuk :homogen dan kering, homogenitasnya dipengaruhi ukuran
partikel dan denditasnya/berat jenis.
C. Pulveres
8
Keuntungan serbuk.
1. Campuran obat dan bahan obat yang sesuai kebutuhan
2. Dosis lebih tepat, lebih stabil dari sediaan larutan
3. Disolusi/melarut cepat dalam tubuh
4. Tidak memerlukan bahan tambahan yang tidak perlu
5. Kerugiaan serbuk
6. Kurang baik untuk obat yang mudah terurai karena kontak denganudara.
7. Sulit untuk di tutupi rasa dan bau yang tidak enak.
8. Peracikan membutuhkan waktu yang relative lama.
D. Tablet
Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang terdiri dari satu atau lebih
bahan obatyang dibuat dengan pemadatan.Tablet juga memiliki perbedaan dalam
ukuran, bentuk, berat, kekerasan ataupun ketebalannya. Kebanyakan tipe atau jenis
tablet dimaksudkan untukditelan dan kemudian dihancurkan dan kemudian
melepaskan bahan obat yang ada di dalam tablet tersebut ke dalam saluran
pencernaan.Saudara mahasiswa, sekedar rujukan untuk Anda bahwa dari berbagai
informasi yangdiperoleh di beberapa sumber, yang dimaksud dengan tablet adalah
sebagai berikut.
Tablet adalah sedian padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk rata atau
cembung rangkap. Namun demikian, umumnya bulat yang didalamnya
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. (Ilmu
Meracik Obat)
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa-cetak, dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, serta
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat
tambahan yang di gunakandapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat
pengikat, zat pelicin, zatpembasah atau zat lain yang cocok. (FI III hal 6). Tablet
adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.(FI
IV hal 4)
Tablet dapat di definisikan sebagai bentuk sediaan solida yang mengandung
satu ataulebih zat aktif dengan atau tanpa eksperimen (yang meningkatkan mutu
9
sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohesivitas, kecepatan
disintegrasi, dan sifat antilekatserta dibuat dengan cara mengempa campuran
Serbuk Dalam mesin tablet. (Dasar UmumPembuatan Tablet).
Bentuk Tablet
Sediaan solida yang berupa tablet ini terdapat dalam berbagai macam
bentuk. Namun demikian, Tablet umumnya berbentuk bundar dengan
permukaandatar atau konveks. Tablet juga ada yang berbentuk khusus. Bentuk
khusus tablet, seperti kaplet, segitiga, lonjong, empat persegi, dan enam persegi
(heksagonal) juga telah dikembangkan oleh beberapa pabrik. Hal ini dimaksudkan
oleh produsen tablet tersebut hanya sekedar untuk membedakan produknya
terhadap produk dari pabrik lain. Selain itu, tablet dapat dihasilkan dalam berbagai
bentuk, yaitu dengan membuat pons dan lubang kempa (lesung tablet) cetakkan
yang di desain khusus.
10
Keuntungan Tablet
1. Praktis dan efisien,
2. Mudah digunakan dan tidak memerlukan keahlian khusus,
3. Dosis mudah diatur karena merupakan sistem satuan dosis (unit dose system),
4. Efek yang ingin dihasilkan dapat diatur,
5. Bentuk sediaan tablet lebih cocok dan ekonomis untuk produksi skala besar,
6. Dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak,
7. Memiliki sifat stabilitas yang baik.
Kekurangan Tablet
1. Dapat menimbulkan kesulitan dalam terapi individual,
2. Waktu hancur lebih lama dibanding bentuk sediaan lain,
3. Tidak dapat digunakan terhadap pasien yang dalam kondisi tidak sadar atau
pingsan,
4. Sasaran kadar obat dalam plasma lebih sulit tercapai.
1. Kapsul
Pengertian Kapsul
Kata kapsul berasal dari bahasa latin, yaitu Capsula. Capsula jika
diterjemahkan berarti kotak kecil atau wadah kecil.Sekarang ini istilah kapsul
dalam bidang farmasi menggambarkan sediaan solida dosis oral yang terdiri dari
wadah dan berisi senyawa obat.Wadah yang dimaksud berupa cangkang dan
biasanya biasanya terbuat dari gelatin. Namun demikian, cangkang dapat juga
terbuat dari dari pati atau bahan lain yang sesuai.
Kapsul dapat juga diartikan sebagai sediaan padat yang terdiri dari satu
macam obat atau lebih atau bahan inert lainnya yang dimasukan ke dalam cangkang
kapsul gelatin keras atau lunak yang dapat larut.Kebanyakan kapsul yang diedarkan
dipasaran biasanya digunakan sebagai obat dimanacara penggunaannya ditelan
lewat oral. Namun demikian, ada juga kapsul yang penggunaannya disisipkan ke
dalam rectum sehingga obat dilepaskan dan diabsorpsi ditempat tersebut. Kapsul
Rectum.kapsul memiliki keuntungan dan kekurangan (kerugian). Berikut ini akan
dipaparkan keuntungan dan kerugian dari solida kapsul.
11
Keuntungan Kapsul
1. Bentuknya menarik dan praktis,
2. Tidak berasa sehingga bisa menutup rasa dan bau dari obat yang kurang enak,
3. Mudah ditelan dan cepat hancur di dalam perut sehingga bahan segera
diabsorbsi usus,
4. Dokter dapat memberikan resep kombinasi,
5. Kapsul dapat diisi dengan cepat.
Kerugian Kapsul
1. Tidak dapat digunakan untuk diisi dengan zat-zat mudah menguap,
2. Tidak untuk zat-zat yang higroskopis (mudah mencair),
3. Tidak untuk zat-zat yang bereaksi dengan cangkang kapsul,
4. Tidak untuk balita,
5. Tidak bisa dibagi (misal ¼ kapsul).
F. Pil
Pil adalah suatu sediaan berupa massa bulat, mengandung satu atau lebih
bahan obat (FI III, 1979 : 23). Pil adalah sediaan kecil, berbentuk bulat atau bulat
telur untukpemakaian dalam (Eric W. Martin, 1971 : 802). Pil adalah suatu sediaan
yang berbentuk bulat seperti kelereng mengandung satu atau lebih bahan obat.
(Moh. Anief, 2008 : 80)
12
4. Memenuhi keseragaman bobot. Timbang 20 pil satu -
persatu,hitung bobot rata -rata, penyimpangan terbesar terhadap bobot
rata-rata.
Keuntungan Sediaan Pil
1. Menutupi rasa obat yang tidak enak,
2. Relatif lebih stabil dibanding sediaan lain yang mudah bereaksi dengan udara
dancahaya,
3. Baik untuk obat yang di kehendaki memberikan aksi yang lambat,
4. Mudah digunakan atau ditelan.
Kerugian Sediaan Pil
1. Kurang cocok untuk obat yang dikehendaki memberikan aksi yang cepat,
2. Obat tertentu dalam larutan pekat dapat mengiritasi lambung,
3. B.O. Padat volominous dan B.O. Cair dalam jumlah lebih.
13
DAFTAR PUSTAKA
14
BAB III
METODE PEMBUATAN TABLET
Bahan obat dan zat-zat tambahan umumnya berupa serbuk yang tidak dapat
langsung dicampur dan dicetak menjadi tablet karena akan langsung hancur dan
tablet menjadi mudah pecah. Campuran serbuk itu harus diubah menjadi granul-
granul, yaitu kumpulan serbuk dengan volume lebih besar yang saling melekat satu
sama lain.Cara mengubah serbuk menjadi granul ini disebut granulasi. (
Syamsuni,2007)
Cara pembuatan tablet dibagi menjadi tiga cara yaitu granulasi basah,
granulasi kering (mesin rol atau mesin slug), dan kempa langsung.
Metode ini biasanya digunakan apabila zat aktif tahan terhadap lembab dan
panas. Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan
kompresibilitasnya tidak baik. Metode ini memproses campuran partikel zat aktif
dan eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan
pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat
digranulasi. (Agoes,2012)
15
Metode ini memiliki prinsip : memproses campuran partikel zat aktif dan
eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambah cairan pengikat,
sehingga terjadi massa lembab, dan melewatkan massa lembab melalui pengayak
yang sesuai lalu dikeringkan. (Anief,1994). Tahapannya adalah sebagai berikut :
(Siregar,2007)
16
3.2 Granulasi Kering (Dry Granulation)
17
a. Jumlah zat berkhasiat per tabletnya cukup untuk dicetak,
b. Zat khasiatnya mempunyai sifat alir yang baik (free-flowing),
c. Zat khasiat berbentuk kristal yang bersifat free-flowing,
d. Mempunyai kompresibilitas yang baik,
e. Mampu menciptakan adhesifitas dan kohesifitas dalam massa tablet.
Bahan pengisi untuk kempa langsung yang paling banyak digunakan adalah
selulosa mikrokristal, laktosa anhidrat, laktosa semprot-kering, sukrosa yang dapat
dikempa dan beberapa pati yang termodifikasi, misalnya tablet Hexamin, tablet
NaCl, tablet KMnO4 . (Martin,1993)
18
DAFTAR PUSTAKA
19
BAB IV
PREFORMULASI
4.1 Defenisi
20
Penerangan formula menggunakan pengalaman dan pengetahuan
mengetahui bahan tambahan untuk menjagaukuran tablet ini seminimal mungkin
tanpa mengorbankan bagian –bagian yang perlu. Formulasi dari tablet
membutuhkan pertimbangan antara lain:
21
e. Disolusi in vitro : obat murni, obat pil murni, dialysis obat
murni, penyerapan obat, efek dari bahan tambahan dan surfaktan.
A. Anilisis Organoleptik
Program preformulasi yang khas harus dimulai sesuai dengan bahan obat.
Penggambaran istilah warna, bau, dan rasa pada obat baruharus di cacat.Ini penting
guna menetapkan standar istilah penggambaran perintah kelengkapan guna
menghindari kebingungan yang berbeda antara ilmu pengetahuan yang digunakan
dengan beberapa istilah penggambaran kelengkapan. (Lieberman, 1990)
B. Analisi Kemurnian
22
Diketahui bahwa makin luas permukaan per gram partikel, makin kecil dan
partikel tersebut. Penurunan ukuran partikel meningkatkan luas permukaan efektif
dan bahan tersebut dalam kontak dengan lapisan pelarut stasioner dan laju larutan.
Makin tinggi kelarutan, makin laju disolusi.Tapi penurunan ukuran atau
peningkatan luas permukaan efektif tidak selalu mengakibatkan lebih
cepatnya disolusi. Jika diserbukkan lebih dan bila obat bersifat hidrofobik, agregasi
mungkin dapat sesudah itu dan ini dapat mengakibatkan kesulitan-kesulitan dari
pembasah dan disolusi. (Marten, 1993)
Sifat aliran serbuk sangat penting untuk operasi tablet yang efisien. Aliran
yang baik dari bubuk atau granulasi yang akan di kompresi diperlukan
untuk menjamin keseragaman bobot pencampuran yang efisien dan dapat diterima
untuk tablet kompresi. Jika obat diindentifikasi pada tahap preformulasi
“kurangmengalir”, masalah ini dapat dipecahkan dengan memilih bahan pembantu
yang sesuai. Dalam beberapa kasus, serbuk obat sebelum pengempaan harus
diperbaiki sifat alirannya, selama evaluasi preformulasi bahan obat.
Oleh karenaitu, segi karakteristiknya harus dipalajari terutama ketika dosis besar
obat harus diantisipasi. (Lieberman, 1990)
F. Sifat Higroskopis
23
Pengolahan yang tepat dan kondisi penyimpanan sampel mungkin dipilih
berdasarkan absobsi isoterm. Studi preformulasi harus dilakukan dengan bentuk
bahan yang akan digunakan dalam perumusan akhir. Kelembaban dari
zat tambahan. Juga dapat mempengaruhi sifat fisika kimia dari bentuk sediaan
padat. Analisis absorbs isotherm terhadap bahan tambahan, seperti turunan selulosa
dan pati yang menunjukkan adanya air yang mungkin ada dalam dua bentuk
“terikat” (solid like) dan “bebas”. (Lieberman, 1990)
Salah satu contoh bahan obat yang mempunyai bentuk polimorf adalah
kloramfenikol pamitat. Polimorf dapat diperoleh dengan cara rekristalisasi dengan
berbagai pelarut ,suhu maupun kecepatan pendinginan. Macam dan jumlah plimorf
yang terbentuk tergantung pada jenis pelarut ,suhu, dan proses pengendapannya.
Dengan demikian adanya perubahan pada proses pelarutan maupun kondisi
kristalisasi dan kecepatan pendinginan dapat menyebabkan terjadinya bentuk
Kristal yang berbeda.
Banyak bahan obat yang lebih dari satu Kristal dengan ruang kiri yang
berbeda. Sifat ini dikenal degan polimorfisme. Perbedaan bentuk Kristal dapat
disebut polimorp. Kadang-kadang, baik suatu Kristal padat, mengikat molekul
pelarut yang berada dalam sebuah ruang kiri yang berisi dalam sebuah stoikiometri
tetap. Menghasilkan solvair atau pseudo plomifulsune mungkin tersedia dalam
bentuk polimorf tertentume lalu dimanipulasi sesuai kondisi kristalisasi. Keadaan
ini termasuk sifat alami pelarut, temperatur, dan factor lainnya.
Biasanya, zat terlarut mengendap dalam larutan, makam olekul dari hasil
padatan sudah tidak tergolong dalam kesatuan tetap. Tetapi kurang lebih dalam
susunan yang acak, keadaan ini dikenal dengan bentuk amorf. Biasanya kristalnya,
mendadakakan mengubah komposisi dari pelarut pada proses kristalisasi, atau hasil
proses liopilisasi dari sebuah bentuk amorf. (Lieberman, 1990)
24
DAFTAR PUSTAKA
25
BAB V
5.1 Defenisi
5.2 Tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet
cetak dan tablet kempa. Selain bahan pengisi digunakan juga zat tambahan lain
yang berfungsi sebagai bahan pengembang, pengikat, pelicin, pembasah atau zat
lain yang cocok. (Ditjen POM, 1995)
Komposisi utama dari tablet adalah zat berkhasiat yang terkandung di
dalamnya, sedangkan bahan tambahan yang sering digunakan dalam pembuatan
tablet yaitu bahan pengisi, bahan penghancur, bahan penyalut, bahan pengikat,
bahan pemberi rasa dan bahan tambahan lainnya. (Ansel, 1989)
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya
dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat
berbeda-beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan aspek
lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya.
Umumnya tablet digunakan pada pemberian obat secara oral. (Ansel, 1989)
Komponen Tablet Untuk membuat tablet diperlukan bahan tambahan
berupa:
a. Bahan pengisi (diluent) Bahan pengisi adalah suatu zat inert secara
farmakologis yang ditambahkan ke dalam suatu formulasi sediaan tablet,
bertujuan untuk penyesuaian bobot dan ukuran tablet sesuai dengan yang
26
dipersyaratkan, untuk membantu kemudahan dalam pembuatan tablet, dan
meningkatkan mutu sediaan tablet. Berikut ini beberapa zat pengisi yang sering
digunakan: laktosa, laktosa anhidrat, laktosa semprot kering, fast flo lactose
(FFL), starch 1500, dan mikrokristalin selulosa. (Siregar, 2010)
b. Bahan pengikat (binder) Bahan pengikat ditambahkan ke dalam formulasi
tablet untuk menambah kohesivitas serbuk sehingga memberi ikatan yang
penting untuk membentuk granul yang dibawah pengempaan akan membentuk
suatu massa kohesif atau kompak yang disebut tablet. Beberapa jenis pengikat
yang sering digunakan: pati 5-10%, pati pragelatinisasi 0,5%, starch 1500,
gelatin 2-10%, sukrosa 50-75%, akasia 10-25%, polivinilpirolidon 3-15%.
(Siregar, 2010).
c. Bahan penghancur (disintegrator) Bahan ini dimaksudkan agar tablet dapat
hancur dalam saluran cerna. Zatzat yang digunakan seperti: amilum kering,
gelatin, agar-agar, natrium algina.
d. Bahan pelicin (lubricant) Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada
cetakan. Zat-zat yang digunakan seperti: talcum, magnesii stearat, asam stearat.
zat berkhasiat dan bahan tambahan, kecuali bahan pelicin dibuat granul
(butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan dengan baik.
Dengan dibuat granul akan terjadi free flowing, mengisi cetakan secara tetap
dan dapat dihindari tablet menjadi capping (retak). (Anief, 1987)
A. Kriteria Tablet
a. Harus mengandung zat aktif dan non aktif yang memenuhi persyaratan,
b. Harus mengandung zat aktif yang homogen dan stabil,
c. Keadaan fisik harus cukup kuat terhadap gangguan fisik/mekanik,
d. Keseragaman bobot dan penampilan harus memenuhi persyaratan,
e. Waktu hancur dan laju disolusi harus memenuhi persyaratan,
f. Harus stabil terhadap udara dan suhu lingkungan,
g. Bebas dari kerusakan fisik,
h. Stabilitas kimiawi dan fisik cukup lama selama penyimpanan,
27
i. Zat aktif harus dapat dilepaskan secara homogen dalam waktu tertentu,
j. Tablet memenuhi persayaratan Farmakope yang berlaku. ( Proceeding
Seminar Validasi, Hal 26 )
a. Tablet dapat bekerja pada rute oral yang paling banyak dipilih,
b. Tablet memberikan ketepatan yang tinggi dalam dosis,
c. Tablet dapat mengandung dosis zat aktif dengan volume yang kecil sehingga
memudahkan proses pembuatan, pengemasan, pengangkutan, dan
penyimpanan,
d. Bebas dari air, sehingga potensi adanya hidrolisis dapat dicegah/diperkecil.
28
c. Untuk zat yang higroskopis, jangan menggunakan metode granulasi basah
memakai mucilago amyli karena massa cetak yang terjadi sulit untuk
dikeringkan. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan adsorben seperti
Aerosol < 3%.
d. Untuk zat yang tidak tahan air dan pemanasan dapat digunakan metode pe
mbuatantablet dengan cara kempa langsung atau granulasi kerinG.
e. Pemilihan bahan pembantu yang cocok Untuk penentuan eksipien perlu
diperhatikan OTT dengan zat aktif. Di samping itu, bahan pembantu yang
digunakan harus mempunyai titik leleh yang cukup tinggi sehingga pada
pencetakan tidak meleleh.
f. Konsentrasi Mg stearat sebagai lubrikan maksimal 2%. Jika terlalu besar a
kan terjadi laminating.
g. Penggunaan mucilago amyli sebagai pengikat pada proses pembuatan tabl
et akan mempersulit disolusi zat aktif dari dalam granul karena mucilago
amyli yang sudahkering sulit ditembus air. Untuk mengatasinya, perlu
ditambah pembasah (Tween 800.05%-0.15%) sehingga tablet mempunyai
waktu hancur lebih baik.
h. Pada penggunaan PVP sebagai pengikat, PVP sebaiknya dilarutkan dalam
alkohol 95%.Tetapi pada tahap awal, volume alkohol yang digunakan tidak
diketahui sehingga dapatdiberikan sebagai serbuk.
i. Penggunaan amylum yang terlalu banyak (maksimal 30%) menyebabkan t
ablet tidak dapat dicetak karena kompresibilitasnya sangat
jelek.10. Amylum yang digunakan sebagai penghancur luar haruslah
amylum kering karena dengan adanya air akan menurunkan kemampuannya
sebagai penghancur. Pengeringan amylum dilakukan pada suhu 70C karena
pada suhu ini tidak terjadi gelatinasi dari amylum.
j. Pada pembuatan tablet dengan metode KL, sebagai pembawa dapat
digunakan kombinasiAvicel dengan Primogel atau Avicel dan Starch 1500
dengan perbandingan 7:3 (penelitanAliyah) atau 3:1. Karena Avicel
memiliki kompresibilitas yang baik tapi alirannya kurang baik, maka untuk
memperbaiki alirannya dapat digunakan Primogel atau Starch 1500.
29
k. Untuk mengatasi kekeringan granul akibat pengeringan yang tidak
terkontrol maka perlu penambahan humektan yaitu gliserin atau propilen
glikol 4% dihitung terhadap mucilago.Gliserin ditambahkan pada mucilago
(pengikat) untuk mempermudah homogenitas gliserin pada tablet, sama
halnya dengan penambahan Tween untuk zat aktif hidrofob pada mucilago.
Penambahan gliserin dan Tween adalah untuk tujuan:-Gliserin
dikhawatirkan pada waktu pengeringan airhilang/ menguap semua Tween
dikhawatirkan komposisi yang digunakan menolak air, sehingga perlu
penambahan Tween agar tablet tidak pecah. Jumlah Tween yang tepat
tergantung pada Jumlah zat aktif Jumlah bahan pembantu yang digunakan.
l. Jumlah aerosil yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 3% karena aerosil
bersifat voluminous dan menyerap air sehingga tablet dapat membatu yang
menyebabkan waktu hancur lebih lama.
Adalah zat inert yang ditambahkan dalam formula tablet yang ditujukan
untuk membuat bobot tablet sesuai dengan yang diharapkanBiasanya tablet yang
mengandung zat aktif dengan dosis kecil memerlukan zat pengisi yang banyak. Jika
dosis besar maka pengisi sedikit atau tidak sama sekali.
30
b. Kalsium sulfat trihidrat Digunakan sebagai pengisi untuk granulasi dengan
jumlah zat aktif 20-30%.- Sinonim: terra
alba, snow white filler.- Insoluble, non-
higroskopis.- Semakin tinggi grade-nya semakin putih, pengisi paling
murah, bisa dipakai untukzat aktif asam, netral, basa; punya kapasitas
abisaorbisai yang tinggi untuk minyak. Pengikat yang disarankan: PVP,
MC, starch paste.
c. Kalsium fosfat dibasic Digunakan sebagai pengisi dan pengikat untuk kem
pa langsung dengan memiliki ukuran paling kecil, tidak mahal, tidak dapat
digunakan bersama senyawa asam ataugaram asam Jika digunakan cairan
pengikat yang terlalu banyak maka jadi lengket dan keras,tidak dapat
digranul sehingga solusinya dikombinasi dengan starch/Avicel4. Laktosa
Tablet Pengisi yang paling umum, ada 2 bentuk: hidrat dan
anhidrat- Jarang bereaksi dengan obat (hidrat dan anhidrat) Untuk GB pak
ai laktosa HIDRAT; laktosa anhidrat tidak mengalami reaksi Maillard
(dengan zat aktif mengandung amina dengan adanya logam stearat), tetap
imenyerap lembab. Secara umum tablet menunjukkan.
d. Keburukan: laktosa dpr berubah warna dengan adanya basa amin dan Mg
stearat Dikenal 4 macam bentuk: granul kasar (60 80 mesh), granul halus
(80 100 mesh), granul spray dried (100-200 mesh), dan laktosa
anhidrat- Dikenal sebagai gula susu. (Lachman Industri )
e. Sukrosa Bisa berfungsi sebagai pengisi/ pengikat Jika digunakan sebagai
pengikat tunggal, sukrosa membentuk granul yang kerasdan tablet lebih
cenderung terdisolusi daripada terdisintegrasi. Oleh karena itu banyak
dikombinasi dengan pengisi insoluble lain.
2. Adsorben
Adsorben harus memiliki titik leleh yang tinggi. Dengan titik leleh tinggi
setelah terjadi lelehan pertama akan terbentuk massa yang bertitik leleh lebih
tinggi. Manfaat adsorben mencegah tablet basah oleh lelehan zat aktif, jika tablet
basah maka tablet akan lengket dalam cetakan. Bekerja menyerap lelehan zat aktif.
31
Contoh:
a. Avicel,
b. Bolus alba,
c. Kaolin, bentonit, Mg silikat, MgO, trikalsium fosfat,
d. Aerosol.
3. Pengikat
Pengikat bisa berupa gula dan polimer. Pengikat yang berupa polimer alam:
starch, gum (acacia, tragacanth, gelatin) Pengikat yang berupa polimer sintetik:
PVP, metilselulosa, etilselulosa, hidroksipropil selulosa bisa dengan cara kering/
basah. Cara basah lebih sedikit membutuhkan bahan.
4. Flavour
5. Disintegran
a. Starch (amylum),
b. Starch 1500,
c. Sodium starch glycolate (primogel, explotab) .
6. Lubrikan
32
7. Glidan
8. Anti Adheren
Yang paling baik adalah yang larut air, dan yang paling efisien adalah DL-
Leusine Biasa digunakan pada produk yang mengandung vitamin E dosis tinggi
Karena cenderung terjadi picking
1. Talk : 1-5%,
2. Logam stearat : <1%,
3. Cab-O-Sil : 0,1-0,5%,
4. Syloid : 0,1-0,5%,
5. Corn starch : 3-10%,
6. DL-Leusine : 3-10%,
7. Na-lauril sulfat: <1%.
33
DAFTAR PUSTAKA
Anief,M .1987. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. EGC Press: Yogyakarta
34
BAB VI
35
6.2 Kompresebilitas
Alat : Juling volumenter
Cara : Timbang sisa granul = X gram. Masukkan kedalam gelas
ukur dari alat “ Jouling volumenter”. Volume awal = 50
ml. Hitung 100 ketukan. Catat volumeya sampai volume
konstan (tidak bergeral lagi).
𝑉𝑜−𝑉𝑛
Perhitungan : 𝐾𝑃 = 𝑋 100%
𝑉𝑜
𝐾𝑝 = % 𝑃𝑒𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛⁄𝑘𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠
Vo = volume awal
Vn = volume pada jumlah pada setiap ketukkan
36
Tabel 3. Kolom % penyimpangan bobot rata-rata tablet
Bobot rata-rata Penyimpangan bobot Rata-rata dalam %
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg - 150 mg 10% 20%
151 mg – 300 mg 7,5% 15%
151 mg – 300 mg 5%
6.5 Kekerasan
Cara : ambil tablet ukur kekerasan menggunakan alat ukur
kekerasan. Hitung rata-rata dan SD.
37
Persyaratan :ukuran yang didapat pertabletminimal 4 𝑚𝑔/𝑐𝑚2 ,
maksimal 10 𝑚𝑔/𝑐𝑚2. (Agoes, 2008 )
No kekerasan persyaratan
1
2
3 4 − 10 𝑚𝑔/𝑐𝑚2
4
5
6
kesimpulan Memenuhi syarat
38
6.7 Friabilitas (kerenyahan)
Alat : Friabilator
Cara :ambil tablet, bersihkan dari serbuk halus, timbang,
masukkan kedalam alat uji (frisibilator), putar
sebanyak100 putaran.keluarkan tablet,bersihkan dari
serbuk yang terlepas dan timbang kembali. Hitung %
fribilitasnya (F).
𝑊𝑜−𝑊1
Perhitungan : 𝐹 = 𝑋 100%
𝑊𝑜
Wo = Bobot awal
W1 = Bobot setelah pengujian
Persyaratan : Nilai F dinyatakan baik jika <1%, jika F>1% maka tablet
bisa diperbaiki dengan cara meningkatkan/ menambah
kekerasan tablet. ( Voight, 1994 )
Tabel 7. Pengujian kerapuhan
Tablet Berat F Rata- persyaratan
awal akhir (%) rata
1
2 <1%
3
Kesimpulan memenuhi syarat
39
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 2000. Ilmu Meracik Obat. Edisi Revisi. Cetakan ke 9. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, hal 168-169.
Lachman, C.L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J,L., 1994. Teori dan Praktek
Farmasi Industri. Edisi II. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
40
BAB VII
41
9) Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan
Produk Kembalian,
10) Dokumentasi,
11) Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak,
12) Kualifikasi dan Validasi. (BPOM RI Nomor 13, 2018)
42
sejak awal ke dalam produk, dan memastikan bahwa mutu produk tidak akan
berubah hingga ke tangan konsumen. (Soebagyo, S.S. 2001)
A. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat
yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung
jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam
jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas.
Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-
masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai
higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya. (BPOM RI Nomor 13, 2018)
kualitas sediaan obat yang dihasilkan ditentukan oleh beberapa faktor
penunjang, salah satu faktor terpenting adalah faktor manusia. Oleh karena itu alur
produksi hanya bisa terjadi bila personel yang mengerjakannya mempunyai kualitas
yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan pengalamannya. Seluruh personil
hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan
berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan
pekerjaannya. (BPOM RI Nomor 13, 2018)
43
Personel yang bekerja di industri farmasi harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Sehat,
b. Kualifikasi sesuai dengan pendidikan,
c. Berpengalaman,
d. Jumlah karyawan harus sesuai/memadai,
e. Setiap karyawan tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan,
f. Harus ada pelatihan secara berkala. (Soebagyo, S.S. 2001)
44
terpisah (akses hewan) serta unit pengendali udara yang terpisah. (BPOM RI
Nomor 13, 2018)
C. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat,
agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari betske-bets dan untuk
memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi
silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak
buruk pada mutu produk. (BPOM RI Nomor 13, 2018)
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan
pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber
pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui
suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. (BPOM RI
Nomor 13, 2018)
Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan
dan perlengkapan, alat produksi beserta wadahnya, dan setiap hal yang dapat
merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah
dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan
terpadu. (BPOM RI Nomor 13, 2018)
Sanitasi merupakan segala usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga
kesehatan lingkungan sekitar, dengan tujuan agar tidak timbul penyakit yang pada
45
akhirnya akan merugikan manusia sedangkan Higiene merupakan upaya kesehatan
dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu. (Wulandari. Y.K.
2007)
Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk
keselamatan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung yang
bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Pakaian kerja kotor
dan lap pembersih kotor (yang dapat dipakai ulang) hendaklah disimpan dalam
wadah tertutup hingga saat pencucian, dan bila perlu, didisinfeksi atau disterilisasi.
(BPOM RI Nomor 13, 2018)
Untuk sanitasi bangunan dan fasilitas, Bangunan yang digunakan untuk
pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk
memudahkan sanitasi yang baik Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup
sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi personil yang letaknya
mudah diakses dari area pembuatan dan disediakan sarana yang memadai untuk
penyimpanan pakaian personil dan milik pribadinya di tempat yang tepat. (BPOM
RI Nomor 13, 2018)
E. Produksi
Hal-hal yang dapat dilakukan agar tidak terjadi pencemaran silang adalah :
1. Produksi di dalam gedung terpisah (diperlukan untuk produk seperti penisilin,
hormon seks, sitotoksik tertentu, vaksin hidup, dan sediaan yang mengandung
bakteri hidup dan produk biologi lain serta produk darah)
2. Tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara
3. Memperkecil risiko pencemaran yang disebabkan oleh udara yang disirkulasi
ulang atau masuknya udara yang tidak diolah atau udara yang diolah secara
tidak memadai
46
4. Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area di mana produk yang
berisiko tinggi terhadap pencemaran silang diproses
2. Pencetakan Tablet
Mesin pencetak tablet hendaklah dilengkapi dengan fasilitas pengendali
debu yang efektif dan ditempatkan sedemikian rupa untuk menghindarkan
kecampurbauran antar produk. Tiap mesin hendaklah ditempatkan dalam ruangan
terpisah. Kecuali mesin tersebut digunakan untuk produk yang sama atau
dilengkapi sistem pengendali udara yang tertutup maka dapat ditempatkan dalam
ruangan tanpa pemisah.
Untuk mencegah kecampurbauran perlu dilakukan pengendalian yang
memadai baik secara fisik, prosedural maupun penandaan. Hendaklah selalu
tersedia alat timbang yang akurat dan telah dikalibrasi untuk pemantauan bobot
tablet selama-proses.Tablet yang diambil dari ruang pencetak tablet untuk
keperluan pengujian atau keperluan lain tidak boleh dikembalikan lagi ke dalam
bets yang bersangkutan.Tablet yang ditolak atau yang disingkirkan hendaklah
47
ditempatkan dalam wadah yang ditandai dengan jelas mengenai status dan
jumlahnya dicatat pada Catatan Pengolahan Bets. (BPOM RI Nomor 13, 2018)
3. Penyalutan
Udara yang dialirkan ke dalam panci penyalut untuk pengeringan hendaklah
disaring dan mempunyai mutu yang tepat. Larutan penyalut hendaklah dibuat dan
digunakan dengan cara sedemikian rupa untuk mengurangi risiko pertumbuhan
mikroba. Pembuatan dan pemakaian larutan penyalut hendaklah
didokumentasikan. (BPOM RI Nomor 13, 2018)
F. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan
obat yang baik, untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten
mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. (BPOM RI Nomor 13,
2018)
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian
serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan
bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan
untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah
dibuktikan memenuhi persyaratan. (BPOM RI Nomor 13, 2018)
48
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus
terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang penting
agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan. (BPOM RI
Nomor 13, 2018)
Penarikan kembali obat jadi berupa penarikan kembali satu atau beberapa
batch. Hal ini dilakukan bila ada produk yang mengalami masalah medis yang
49
menyangkut fisik, reaksi-reaksi alergi, efek toksik. Penanganan keluhan dan
laporan hendaknya dicatat dan ditangani, kemudian dilakukan penelitian dan
evaluasi. Indak lanjut dilakukan berupa tindakan perbaikan, pnarikan obat, dan
dilaporkan kepada pemerintah yang berwenang. (BPOM RI Nomor 13, 2018).
7.6 Dokumentasi
50
Seluruh kegiatan validasi hendaknya direncanakan. Unsur utama program
validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam
RencanaInduk Validasi (RIV) atau dokumen yang setara. RIV hendaklah dokumen
yang singkat, tepat dan jelas. (BPOM RI Nomor 13, 2018)
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang
perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang
dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan danproses yang dapat
memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko
hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.
(BPOM RI Nomor 13, 2018)
51
DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI No.13. 2008. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Soebagyo, S.S. 2001, Manajemen Produksi dan Jaminan Mutu, MMF UGM,
Yogyakarta.
Wulandari. Y.K. 2007, „Analisis Pengendalian Kualitas Kaplet Salut “X” dengan
Metode Statistical Quality Control (SQC) di PT. Berlico Mulia Farma
Yogyakarta‟, Tesis, MSc, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
52
BAB VIII
Adapun keuntungan dari obat dalam bentuk sediaan kapsul, antara lain:
Sementara itu, beberapa kerugian atau kekurangan dari obat dalam bentuk sediaan
kapsul. Antara lain:
a. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang mudah menguap, karena pori-
pori kapsul tidak dapat menahan penguapan.
b. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang higroskopis (menyerap lembab)
c. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang
kapsul.(Hendra Widodo, 2013)
53
b. Mudah digunakan, tidak memerlukan keahlian khusus.
c. Dosis mudah diatur, karena menggunakan sistem satuan dosis.
d. Efek yang ingin dihasilkan dapat diatur, seperti: lepas lambat, extended
release, tablet enterik.
e. Bentuk sediaan tablet lebih cocok dan ekonomis untuk produksi dalam skala
besar
f. Dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak, dengan penambahan salut
selapu atau salut gula.
g. Bentuk sediaan tablet memiliki sifat stabilitas gabungan kimia, mekanik,
dan mikrobiologi yang cenderung lebih baik dari bentuk sediaan lain.
(Gloria martini, 2018)
B. Kerugian Bentuk Sediaan Tablet
54
DAFTAR PUSTAKA
Murtini Gloria, Yetri elisa.2018. Teknik Sediaan Solid. KemenKes RI: Jakarta
55
BAB IX
56
Bentuk sediaan konvensional yang diberikan peroral umumnya berupa
bentuk padat (seperti : serbuk, granul,pellet, mikrokapsul, tablet, kapsul, tablet
salut, tablet salut enterik,dll), dan cair (larutan, suspensi, emulsi). Obat dapat masuk
ke pembuluh darah apabila sudah dilepaskan dari bentuk sediaannya dan dalam
bentuk terlarut ditempat terjadinya absorpsi. Oleh karna itu profil kadar obat dalam
darah dapat diprediksi dari model pelepasan obat dari bentuk sediaannya. Walaupun
pada hakekatya model pelepasan obat ini hanya mempersiapkan obat dalam bentuk
terlarut di tempat pemberian yang siap untuk diabsorpsi. Hal ini disebabkan karna
pada pemberian oral banyak sekali faktor yang mempengaruhinya seperti adanya
makanan,minuman, enzim, adanya asam lambung, dll.
Pelepasan obat Peroral dari Sistem Penghantaran obat Baru. Model
pelepasan yang dikenal dalam sistim penghantaran obat cukup banyak, seperti
controlled release, sustain release. delayed release, continous release, prolong
release. depot, gradual release, long term release, programe release, proportionate
release, protracted release, repository, retrad, slow release, dan Iain-lain. Istilah
baku yang digunakan dalam USP XXIII ada dua, yaitu delayed release dan extended
release.
SR dirancang untuk melepaskan suatu dosis terapi awal obat (loading dose)
secara tepat yang diikuti pelepasan obat yang lebih lambat dan konstan. Kecepatan
pelepasan obat dirancang sedemikian rupa agar jumlah obat yang hilang dari tubuh
karena eliminasi diganti secara konstan. Keunggulannya adalah dihasilkan kadar
obat dalam darah yang merata tanpa perlu mengulangi pemberian dosis (shargel,
dkk, 2005).
B. Prolonged action
57
9.2 Controlled Release
Contro lled release menunjukkan bahwa pelepasan obat dari bentuk sediaan
terjadi sesuai dengan yang direncanakan, dapat diramalkan dan lebih lambat dari
biasanya (Ansel, 1995) Kurva hubungan antara kadar obat dalam darah terhadap
waktu dari berbagai bentuk sediaan obat dapat dilihat pada gambar berikut:
Bentuk sediaan yang termasuk DRDP adalah repeat action. Repeat action
adalah bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan suatu dosis obat pada
permulaan dan dosis kedua pada waktu berikutnya, bahkan beberapa produk
mempunyai bagian ketiga yaitu dosis yang baru dilepaskan setelah bagian kedua
dilepaskan. Pelepasan yang berurutan ini diatur oleh suatu “time barier”atau enteric
coating. (martodiharjo, 1996)
58
6. Meningkatkan bioavabilitas pada beberapa obat.
7. Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan karena lebih sedikit satuan dosis
yang harus digunakan.
A. Dosis
Produk oral yang digunakan peroral dengan dosis lebih besar dari 500 mg
sangat sulit untuk dijadikan sediaan lepas lambat karena pada dosis yang besar akan
dihasilkan volume sediaan yang terlalu besar yang tidak dapat diterima sebagai
produk oral.
B. Kelarutan
Obat dengan kelarutan dalam air yang terlalu rendah atau terlalu tinggi tidak
cocok untuk sediaan lepas lambat. Batas terendah untuk kelarutan pada sediaan
lepas lambat adalah 0,1 mg/ml. Obat yang kelarutannya tergantung pada pH
fisiologis akan menimbulkan masalah yang lain karena variasi pH pada saluran
cerna dapat mempengaruhi kecepatan disolusinya.
59
C. Koefisien Partisi
Obat yang mudah larut dalam air memungkinkan tidak mampu menembus
membran biologis sehingga obat tidak sampai ke tempat aksi. Sebaliknya, untuk
obat yang sangat lipofil akan terikat pada jaringan lemak sehingga obat tidak
mencapai sasaran.
D. Stabilitas obat
E. Ukuran molekul
Molekul obat yang besar menunjukkan koefisien difusi yang kecil dan
kemungkinan sulit dibuat sediaan lepas lambat.
F. Absorbsi
G. Volume Distribusi
H. Durasi
60
Obat dengan waktu paro pendek dan dosis besar tidak cocok untuk sediaan
lepas lambat. Obat dengan waktu paro yang panjang dengan sendirinya akan dapat
mempertahankan kadar obat pada indeks terapetiknya sehingga tidak perlu dibuat
sediaan lepas lambat.
J. Metabolisme
Sediaan lepas lambat dapat digunakan pada obat yang metabolisme secara
luas asalkan kecepatan metabolismenya tidak terlalu tinggi.
Kandungan bahan aktif dan bahan non aktif dari bentuk sediaan lepas lambat
biasanya 2 kali atau lebih banyak dari sediaan lepas segera. formulasi sediaan lepas
lambat digunakan suatu barrierkimia atau fisika untuk mendapatkan pelepasan yang
lambat dari dosis maintenance, diantaranya adalah dengan penyalutan, matrik
lemak atau plastik, mikroenkapsulasi, ikatan kimia dengan resin penukar ion, dan
sistem pompa osmotik (Collett dan Moreton, 2002). Teknologi yang sering
digunakan dalam formulasi sediaan lepas lambat menurut Simon (2001) adalah:
61
channeling agentsehingga membentuk matrik porous dan berkelok-
kelok. Partikel obat terlarut dalam medium air, dan mengisi porous yang
dibentuk channeling agent, berdifusi keluar dari matriks.
Pelepasan obat dari sistem pompa osmotik dikontrol oleh suatu membran
yang mempunyai satu lubang (hole).Obat dimasukkan dalam suatu tablet inti yang
bersifat larut air dan dapat melarutkan obat ketika kontak dengan air. Tablet ini
disalut dengan suatu membran semipermiabel (dapat dilewati air yang masuk ke
dalam tablet inti dan malarutkannya). Ketika tablet inti terlarut maka timbul tekanan
hidrostatik dan menekan larutan obat keluar melewati lubang membran. Salah satu
pendekatan yang tidak begitu rumit untuk pembuatan bentuk sediaan pelepasan
berkesinambungan meliputi kompresi langsung dari campuran obat, bahan penahan
dan bahan penambah untuk membentuk tablet dimana obat dimasukkan dalam
suatu inti matriks penahan. Cara lain, campuran obat dan penahan dapat digranulasi
sebelum kompresi (Lordi, 1989). Matriks adalah zat pembawa yang didalamnya
obat tersuspensi secara merata, zat pembawa ini umumnya akan memperpanjang
laju pelepasan obat. (Shargel, dkk,2005)
62
polimer hidrofilik yang dikempa. Sistem ini mampu mengembang, diikuti oleh
erosi bentuk gel dan terdisolusi dalam media air. Pada saat komponen koloid
hidrofilik kontak dengan air maka akan membentuk suatu lapisan matriks yang
terhidrasi. Lapisan inilah yang mengontrol difusi air selanjutnya kedalam matriks.
63
DAFTAR PUSTAKA
Collett, J., and Moreton, C. 2002. Modified – release Peroral Dosage Form,
dalamAulton, M. E., Pharmaceutics: The Science Of Dosage Form
Design, Edisi II.Churchill Livingstone, Edinburg – Londion – New York
– Philadelphia – St Louis Sydney – Toronto, 289-305.
Lapidus, H. and Lordi, N.G. 1989. Drug release from compressed hydrophilic
matrices. J. Pharm. Sci., 57, 1292-1301.
Shargel, L., Yu, A., and Wu, S. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan, Edisi kedua .Surabaya: Air langga University Press. 167 – 187.
64
BAB X
65
padat (tablet, kapsul, serbuk, seppositoria), sediaan sistem terdispersi (suspensi dan
emulsi), atau sediaansediaan semisolid (salep, krim, pasta) mengalami disolusi
dalam media/cairan biologis kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi
sistemik.Peningkatan laju disolusi obat merupakan salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki bioavaibilitas.
Untuk meningkatkan laju disolusi obat, bermacam-macam metode telah
dilakukan, termasuk mengurangi ukuran partikel untuk meningkatkan luas
permukaan, lalu meningkatkan laju disolusi obat; dilarutkan dalam suatu surfaktan
dengan konsentrasi rendah sehingga akan dapat menurunkan tegangan permukaan;
bentuk kompleks yang larut dalam air; diubah menjadi bentuk garamnya; dan
menurunkan kristalisasi dari obat melalui bentuk larutan padat. Pemakaian garam
yang larut air dan bentuk polimorfik, bentuk kompleks molekul yang larut air,
mikronisasi obat, dispersi padat, co-precipitation, lyofilisasi, microencapsulation,
pengisian larutan obat ke dalam kapsul gelatin lunak merupakan beberapa teknik
formulasi obat yang ditunjukkan dapat meningkatkan karakteristik disolusi dari
obat yang tidak larut dalam air (Barry and Yadav, 2009).
Saat ini, teknik likuisolid merupakan salah satu teknik baru yang
dikembangkan oleh Spireas et al, yang telah terbukti menjadi suatu cara penting
untuk meningkatkan laju disolusi obat yang tidak larut air (Karmarkar et al., 2009).
Teknik likuisolid dibuat dengan cara melarutkan bahan aktif dosis kecil yang lipofil
atau sukar larut dalam air yang akan dilarutkan dalam pelarut non volatile seperti
polietilen glikol (PEG) 200 dan 400, gliserin, dan polisorbat 80 menjadi suspensi
atau bentuk cair yang kemudian diubah menjadi bentuk serbuk yang mudah
mengalir, nonadherent dan siap dikompresi setelah penambahan bahan pembawa
(carrier) dan bahan coating, yang kemudian siap untuk dikempa. (Gubbi and Jarag,
2009)
Penelitian yang dilakukan oleh Nokhodchi (2005) adalah mengenai laju
disolusi dari indomethacin dengan teknik likuisolid yang menggunakan berbagai
pelarut non volatile seperti polietilen glikol 400 (PEG 400) dan polisorbat 80 (tween
80) serta bahan tambahan seperti microcrystalline cellulose atau Avicel, silicon
dioxide atau aerosil, dan sodium starch glycolate (SSG). Bahan aktif indomethacin
dicampur dengan pelarut non volatile, kemudian campuran tersebut dicampur
66
dengan microcrystalline cellulose, silicon dioxide dan sodium starch glycolate
untuk mendapatkan massa serbuk yang kering, mudah mengalir, dan dapat
dikompresi langsung menjadi tablet likuisolid. Berdasarkan hasil uji disolusi pada
penelitian ini, didapatkan adanya peningkatan laju disolusi pada tablet likuisolid
indomethacin yang menggunakan pelarut non volatile berupa PEG 400
dibandingkan dengan menggunakan pelarut non volatile tween 80.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Javadzadeh et al. (2007), bahan aktif
yang digunakan adalah carbamazepin.Kemudian bahan aktif tersebut ditambahkan
polimer seperti polivinil pirolidon (PVP K-30) dalam liquid medication dan
memungkinkan menghasilkan serbuk kering dengan kandungan bahan aktif yang
besar. Tiap tablet mengandung carbamazepin 100 mg dan juga digunakan PEG 200
sebagai pelarut non volatile, dan digunakan beberapa polimer yang berbeda (PVP
K-30, HPMC dan PEG 4 35000). Tablet dibuat dengan cara mendispersikan
carbamazepine dalam PEG 200, kemudian ditambahkan polimer, diikuti dengan
Avicel atau laktosa sebagai bahan pembawa (carrier) dan silika sebagai bahan
coating serta sodium starch glycolate (SSG) sebagai disintegran. Hasil uji disolusi
in vitro menunjukkan adanya peningkatan laju disolusi pada tablet likuisolid
dengan PVP K-30 sebagai polimer.
Polimer hidrofilik seperti PVP K-30 yang ditambahkan ke dalam liquid
medication dapat menghasilkan massa serbuk yang kering dengan konsentrasi obat
yang tinggi, sehingga hal ini dapat mengurangi penggunaan jumlah bahan tambahan
yang digunakan (Javadzadeh et al. 2007).Bahan aktif yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ibuprofen.Ibuprofen merupakan salah satu obat golongan
AINS (anti inflamasi non steroidal) turunan asam propionat yang mempunyai efek
farmakologis sebagai anti inflamasi, analgesik, dan antipiretik. Ibuprofen
mempunyai kelarutan sangat kecil dalam air atau praktis tidak larut dalam air.
(Sweetman, 2009)
Pelarut non volatile yang digunakan dalam penelitian ini adalah polietilen
glikol 400 (PEG 400) dan polimer hidrofilik yang digunakan adalah PVP K-30.
Beberapa formula tablet likuisolid yang dibuat terdiri dari berbagai macam
konsentrasi PVP K-30 dalam larutan atau suspensi obat sebesar 2,5%, 5%, dan 10%
dari liquid medication dengan perbandingan jumlah obat dan pelarut PEG 400
67
adalah 5 : 1 (b/b) Konsentrasi PVP K-30 yang digunakan dalam liquid medication
pada penelitian ini berdasarkan dari penelitian Javadzadeh et al. (2007) dengan
konsentrasi PVP K-30 sebesar 10%, 20%, dan 30% dengan bahan aktif
carbamazepin yang memberikan hasil peningkatan laju disolusi terbesar pada
konsentrasi 10%. Berdasarkan penelitian diatas, maka pada penelitian ini dibuat
konsentrasi polimer hidrofilik PVP K-30 sebesar 2,5%, 5%, dan 5 10% dari liquid
medication. Perbandingan microcrystalline cellulose atau Avicel sebagai pembawa
dibuat konstan pada semua formula yaitu 1 : 24 (b/b).
68
DAFTAR PUSTAKA
69