Anda di halaman 1dari 18

REFERAT I/TAHUN II II.

Patofisiologi
Penyebab stroke kardioembolik dapat dibagi menjadi tiga kelompok dasar: (1)
Oleh : dr.Aris Dharma Putra kelainan dinding jantung dan kelainan ruang , kardiomiopati, hipokinetik dan daerah
ventrikel akinetik setelah infark miokard, aneurisma septum atrium, aneurisma ventrikel,
Pembimbing: dr. Lisda Amalia, Sp.S (K) mioma atrium, papiler fibroblastoma dan tumor lainnya, defek septum dan paten foramen
ovale ; (2) kelainan katup, penyakit jantung rematik dan penyakit katup aorta, katup
Tanggal :
prostetik, endokarditis bakteri, lesi endokard fibrous dan fibrinous, prolaps katup mitral dan
kalsifikasi anulus mitral ; dan (3) Gangguan irama, terutama fibrilasi atrium dan sindrom
STROKE KARDIOEMBOLI
"sick- sinus".3
I. Pendahuluan
Virchow, pada tahun 1856, menggambarkan tiga kondisi terbentuknya trombus di
Stroke adalah penyebab utama kecacatan dan yang paling banyak kedua
pembuluh darah dan jantung: (1) adanya daerah dimana terjadinya stasis dari sirkulasi
penyebab umum kematian di seluruh dunia.1 Stroke kardioemboli menyumbang 14 - 30%
darah, (2) adanya kerusakan permukaan dari endotel, (3) meningkatnya faktor koagulasi
dari semua infark serebral.2 Non valvular atrial fibrilasi (NVAF) terhitung sekitar 50%
darah. Pada daerah yang terjadi stasis, tidak lacarnya aliran darah, mengaktivasi kaskade
kasus ini, diikuti oleh infark miokard, trombus intraventrikular, penyakit katup jantung dan
klasik koagulasi, menyebabkan terbentuknya formasi trombus eritrosit – fibrin. Stasis
berbagai penyebab. Insiden penyakit jantung emboli dalam populasi bisa sekitar 30 kasus
umunya terjadi di daerah atrial. Stasis juga bisa terjadi di ruang ventrikel pada daerah
per 100.000 penduduk per tahun, dan prevalensinya antara 5 dan 10 kasus per 1.000 orang
dengan kontraktilitas miokard yang rendah. Juga bisa terjadi pada infark miokard,
yang berusia 65 tahun atau lebih. Angka kematian di rumah sakit tinggi, dan kelangsungan
aneurisma ventrikular, inflamasi dan kardiomiopati dan ganggguan endokardial lainnya.
hidup 5 tahun hanya satu dari setiap lima pasien.1
Valvular endotel dapat rusak oleh berbagai kondisi. Hilangnya proteksi permukaan
Tingkat kekambuhan dari jenis stroke ini sekitar 12% pada 3 bulan, lebih tinggi
endotelial menyebabkan jaringan dibawahnya terkena sirkulasi dari darah dan mengaktivasi
daripada stroke non-kardioembolik. Tingkat keparahan stroke kardioembolik dan kecacatan
platelet, adhesi dan sekresi dengan demikian mengaktivasi kaskade koagulasi.3
yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan stroke non-kardioembolik. Umur, riwayat
Gambar 1. Patofisiologi Stroke Kardioemboli
stroke atau serangan iskemik transien, hipertensi, diabetes dan gagal jantung memainkan
peran dalam stroke dengan fibrilasi atrium sebagai faktor risiko tambahan untuk emboli di
masa depan. Angka kecacatan stroke bisa mencapai lebih dari 20% per tahun dan oleh
karena itu pencegahan dan perawatan dari kejadian ini sangat penting.2
Pada referat ini akan dibahas mengenai patofisiologi, gambaran klinis, pemeriksaan dan
tatalaksana dari stroke kardioemboli.
Gangguan jantung yang memberikan resiko terjadinya emboli dapat dibagi menjadi 6 grup : Gambar 2. Mekanisme terjadinya stroke Kardioemboli

1. Aritmia terutama atrial fibrilasi


Efek terhadap bagian
2. Penyakit katup jantung, terutama mitral stenosis, katup jantung prostetik, endokarditis otak
3. Abnormalitas dari ventrikel jantung, terutama penyakit arteri koroner, miokarditis dan
Embolus mem blok aliran
kardiomiopati dilatasi darah di bagian otak

4. Lesi di ruang ventrikel, seperti tumor, miksoma dan trombus


Arteri karotis interna
5. Shunt, terutama intra atrial septal defek, dan paten foramen ovale
6. Lesi atrial seperti atrial dilatasi, atrial infark dan trombus, atrial septal aneurisma. 3

Arteri karotis
komunis
Atrial fibrilasi di atrium kiri
Embolus

Aorta Trombus

jantung

Dikutup dari : National, Heart, Lung and Bood Institute, 2014.


III. Faktor resiko kelainan jantung yang berpotensi menyebabkan stroke 3.1 Atrial Fibrilasi
kardioemboli
Atrial Fibrilasi (AF) adalah salah satu yang paling umum kondisi jantung. Lebih dari 2,5
Tabel 1. Faktor Resiko Stroke Kardioembolik juta orang di Amerika Serikat memiliki atrial fibrilasi, terutama mereka yang memiliki
Resiko tinggi Resiko rendah/Resiko yang belum jelas kelainan jantung berupa mitral stenosis. Sekitar 0,4% dari populasi memiliki atrial fibrilasi
Atrium dan gangguan menjadi jauh lebih tinggi sesuai meningkatnya usia pasien. Mungkin sebagai
Atrial Fibrilasi Paten Foramen Ovale sebanyak 5% dari individu yang lebih tua dari 60 tahun memiliki atrial fibrilasi. 3Score For
Atrial Fluter Aneurisma Atrial Septal Targetting of Atrial Fibrilasi (STAFF) diciptakan untuk memudahkan para klinisi mencari
Sindrom Sick Sinus adanya atrial fibrilasi sebagai pencegahan sekunder pada stroke.3
Trombus Atrium Kiri
Tabel 2. Score For Targetting of Atrial Fibrilasi (STAFF)
Miksoma atrium kiri
Valvular Nilai

Stenosis Mitral Kalsifikasi Anulus Mitral


Katup Prostetik Prolaps Katup Mitral
Endokarditis Infeksi Kalsifikasi Stenosis Aorta Skor awal NIHSS
Endokarditis Non Infeksi
Ventrikel Dilatasi atrium kiri
Trombus Ventrikel Kiri Akinetik/ diskinetik dinding ventrikel
Miksoma Ventrikel Kiri Kardiomiopati Hipertrofi Subaorta Etiologi vaskular
Infark Miokardial Anterior Baru Gagal Jantung
Kariomiopati dilatasi

Dikutip dari : The Lancet Neurology.2003


Dikutip dari : Suissa, L.2016

STAF score ≥ 5 mempunyai sensitivitas 89% dan spesifisitas 88% dalam mendiagnosis
AF.5
3.2 Sick Sinus Syndrome sebelum atau selama 2 minggu pertama dari antimikroba yang sesuai terapi. Emboli bisa
terjadi, terutama dalam kasus infeksi katup prostetik dan infeksi karena agen agresif, seperti
Penting untuk diagnosis adalah adanya disfungsi nodus sinus . Ditandai dengan adanya
Staphylococcus aureus. Transesofageal Ekokardiogram dapat mengkonfirmasi katup
irama jantung yang cepat atau lambat , atau keduanya. kekacauan itu sebagai tanda adanya
vegetasi lebih andal daripada prosedur transthoracic, dan harus menjadi prosedur
aktivitas atrium yang kacau, mengubah kontur gelombang p, dan bradikardia, dengan
diagnostik awal untuk semua pasien dengan kecurigaan klinis sedang hingga tinggi pada
ektopik multipel dan denyut berulang dan mengaktifkan atrial dan nodus menjadi
endocarditis infektif.7
takikardi.24

3.4 Akut Miokard Infark


Tabel 3. Gejala Sick Sinus Sindrome
Sekitar 2,5% pasien dengan Akut miokard infark mengalami stroke dalam 2
Sistem saraf pusat Sistem kardiovaskular Lainnya
sampai 4 minggu,serta 8% pria dan 11% wanita akan memiliki stroke iskemik dalam 6
Demensia Nyeri dada Gangguan pencernaan tahun ke depan. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko stroke termasuk disfungsi
Iritabilitas Tromboemboli atrial Pusing
Letargi Penyakit Serebrovascular Ketidakmampuan mengambil ventrikel kiri yang berat dengan curah jantung rendah, aneurisma ventrikel kiri atau
Hilangnya memori Gagal jantung keputusan thrombus, dan aritmia terkait seperti fibrilasi atrium. Pasien dengan fraksi pengeluaran
Kelemahan diwaktu Palpitasi Kemerahan di wajah
malam Kelelahan kurang dari 28% memiliki risiko relatif stroke 1,86 dibandingkan dengan pasien dengan
Pingsan Oliguri
fraksi pengeluaran lebih besar dari 35%. Itu insidens emboli awal tinggi, mungkin hingga
22% di kehadiran trombus mural dan kemungkinan besar saat thrombus bergerak atau
Dikutip dari : Victor Adan. 2003 menonjol ke ventrikel.8

3.3 Endocarditis Bakterialis 3.5 Gagal Jantung Kongestif

Dua jenis endokarditis, infektif dan non-infeksi, bisa menyebabkan stroke. Tingkat stroke tahunan pada pasien dengan kongestif gagal jantung kongestif
Endokarditis non infektif dapat berkomplikasi menjadi lupus, dan sindrom antifosfolipid. adalah 2%. Risiko stroke berkorelasi dengan keparahan disfungsi ventrikel kiri. Penyakit
Lesi valvular sering terjadi pada pasien dengan tingginya konsentrasi antibodi koeksistensi memiliki efek kumulatif, dan kombinasi baru-baru ini gagal jantung kongestif
antikardiolipin. Non infektif endokarditis sulit didiagnosis, dan diagnosis membutuhkan dan fibrilasi atrium menempatkan pasien berisiko tinggi untuk stroke kardioembolik.9
transoesophageal ekokardiogram pada sebagian besar kasus. Karena risiko emboli yang
3.6 Penyakit Katup
tinggi, pasien dengan stroke dan endokarditis non-infektif harus menerima heparin diikuti
oleh antikoagulan oral.6 Penyakit katup jantung rematik dan mekanis katup prostetik merupakan faktor
Endokarditis infektif dapat berkomplikasi menjadi stroke 10% dari kasus. risiko yang diakui untuk stroke bahkan tanpa adanya fibrilasi atrium yang
Sebagian besar stroke pada endokarditis infektif terjadi di awal perjalanan penyakit dan
didokumentasikan. Dua kelainan katup rematik yang paling sering disebut adalah stenosis menunjukkan sindrom wallengberg, infark serebelum, sindrom infark basiler, multilevel
mitral dan kalsifikasi stenosis aorta.9 infark, atau infark arteri serebral posterior. Gangguan lapang pandang, neglect dan afasia
juga merupakan gejala yang sering muncul pada stroke kardioemboli jika dibandingkan
3.7 Kardiomiopati
dengan stroke yang non kardioemboli.4
Presentasi klasik gejala stroke kardioemboli termasuk onset terjadinya gejala
Kardiomiopati merupakan kelainan jantung dengan berbagai penyebab yang
menimbulkan disfungsi jantung yang progresif, dibagi 3 tipe : dilatasi, hipertrofi dan yang diprovokasi setelah valsava provoking activity ( seperti batuk) di curigai dari adanya

restriktif. Sekitar 15 % pasien dengan kardiomiopati akan mengalami emboli ke otak. paradoksikal emboli yang difasilitasi oleh meningkatnya secara tiba – tiba tekanan atrial.
Gejala klinis yang lain dapat berupa nyeri kepala, kejang dan onsetnya saat aktivitas. 3
Kardiomiopati tipe dilatasi dan restriktif mempunyai kemungkinan emboli lebih besar
dibanding tipe hipertrofi. Pada tipe dilatasi sering terjadi atrial fibrilasi dan kejadian Data neuroimaging dapat mendukung diagnosis dari stroke kardioemboli.

trombus mural lebih sering daripada tipe yang lain. Mekanisme pembentukan trombus pada Gambaran lesi yang luas, aliran emboli jantung yang memasuki pembuluh darah
intrakranial merupakan kasus terbanyak dan menyebabkan masif, superfisial, lesi tunggal di
kardiomiopati dilatasi adalah karena stasis aliran darah akibat hipokinesis dinding ventrikel
dan tidak memerlukan permukaan yang trombogenik tidak seperti pada mekanisme striatokapsular, atau multiple infark di arteri serebri media. Infark Kardioemboli
predominan di karotis dan distribusi area arteri serebri media.
trombus pada paska akut miokard infark.23
Gambar 3. Area Otak yang terkena Stroke Kardioembolik
III. Gejala Klinis
Presentasi klinis dari suatu pasien dengan emboli otak berhubungan dengan
daerah yang terkena; gejala dan tanda tergantung pada sifat dasar dan ukuran embolus,
lokasi pembuluh darah yang terkena, dan berapa lama embolus berlanjut memblok aliran
darah pada lokasi tersebut.3
Gambaran klinis yang mendukung diagnosis stroke kardioemboli termasuk onset
mendadak hingga maksimal defisit (<5 menit), dengan persentasi sekitar 47-74% kasus dan
penurunan tingkat kesadaran saat onset dalam 19-31% kasus. Pada 4,7-12% kasus, infark
kardioembolik menunjukkan regresi gejala cepat (penyusutan yang spektakuler sindrom
defisit). Pengenalan gejala ini penting untuk mencurigai suatu kardioemboli stroke pada
kasus infark serebri. Peningkatan secara dramatik perbaikan defisit neurologik ini
kemungkinan berhubungan dengan migrasinya emboli diikuti dengan rekanalisasi dari
pembuluh darah yang teroklusi.3
Afasia wernicke atau global afasia tanpa hemiparesis merupakan gejala kedua
terbanyak pada stroke kardioemboli. Pada sirkulasi posterior kardioemboli dapat Dikutip dari : Caplan. 1999
Gambar 4. Area vaskularisasi otak Arteri serebri anterior Kelemahan kontralateral (distal lengan, bahu),
abulia,mutisme, apraksia lengan kiri (
anterior disconection syndrome), afasia
transcortikal, Frontal release sign,
inkontinensia urin
Arteri serebri media
M1 Sindrom kontralateral hemisensori/motor,
global afasia (dengan keterlibatan hemisfer
dominan), neglek visuospasial dengan
keterlibatan hemisfer non dominan,
contralateral gaze paresis, hemianopia
homonim kontralateral, delirium

M2 ( divisi superior) Sindrom kontralateral hemisensori/motor,


afasia broca, neglek visuospasial,
contralateral gaze paresis

M2 ( divisi inferior) Hemispasial neglek, hemianopia/kuadranopia,


afasia sensorik, delirium, agitasi
Area Arteri vertebral

Dikutip dari : Draga,J. 2015 Arteri serebelar posterior inferior Ipsilateral sindrom horner, vertigo, nistagmus,
ataksia, disfagia, disartri, gaze paresis, letargi,
Tabel 4. Lesi pada area vaskularisasi otak beserta gejala koma

Vaskularisasi Gejala
Area Arteri karotis
Area arteri basilaris
Arteri koroidal anterior Kontralateral hemiparesis, defisit
Arteri serebelar anterior inferior Vertigo, muntah, nistagmus, ipsilateral
hemisensori, hemianopia homonim
anestesi dan kelemahan pada wajah, bagian yang lebih distal, menyebabkan iskemik jaringan dan rusaknya dinding pembuluh
ipsilateral sindrom horner, ketulian ipsilateral, darah dan kapiler karena reperfusi.1
ipsilateral ataksia, kontralateral hipestesi
Pada pasien dengan stroke iskemik akut, risiko terjadinya transormasi perdarahan
terhadap temperatur dan nyeri di anggota
dini sekitar 9%. Sifat kardioembolik dari stroke akut merupakan faktor risiko independen
gerak.
untuk terjadinya hematoma parenkim (PH), jenis transformasi perdarahan terkait dengan
peningkatan mortalitas dan kecacatan .14 Di sebuah penelitian termasuk 300 pasien dengan
Arteri paramedian sirkumferensial Sindrom lakunar, sindrom yang berhubungan
stroke akut kardioembolik, sekitar 7% mengalami transformasi haemorrhagik tipe PH
basilaris denganketerlibatan nervus cranialis
dalam tujuh hari. Pada periode antara 48-72 jam dari onset stroke dan 90 hari, risiko
Vertigo, nistagmus, ipsilateral sindrom
transformasi hemoragik bergejala sekitar 4%. Ukuran lesi yang besar merupakan faktor
Arteri serebelaris superior horner, paresis kontralateral N.IV, ipsilateral
risiko independen untuk perdarahan intraserebral.14 Usia dikaitkan dengan peningkatan
ataksia, ipsilateral tremor/diskinesia,
risiko kedua transformasi hemoragik akut stroke iskemik dan stroke berulang.
hilangnya sensasi suhu dan nyeri kontralateral
pada tubuh Penurunan kesadaran, infark total dari sirkulasi, NIHSS >14, oklusi proksimal
Arteri Serebri posterior Kontralateral hemianopia homonim, cortical arteri serebri media, hipodensitas lebih dari 1/3 teritorial arteri serebri media dan
blindness, afasia disnomik dengan aleksia terlambatnya rekanalisasi > 6 jam setelah onset bersama sama dengan tidak adanya aliran
tanpa agrafia, gangguan memori, disnomi kolateral dapat diprediksi terjadinya transformasi hemoragik pada akut stroke
warna, agitasi, delirium, defisit hemisensori kardioemboli.1
dengan stroke talamik
Dikutip dari : Liberato. 2016 V. Kriteria Diagnosis

IV. Komplikasi Diagnosis stroke kardioemboli dapat diprediksi dengan skala klinik Davis and Hart.
Transformasi hemoragik dari suatu stroke iskemik dan rekanalisasi yang terlalu
cepat dari suatu oklusi pembuluh darah otak, sugestif stroke nya disebabkan oleh jantung. 1 Tabel 5. Kriteria Davis and Hart
Transformasi hemoragik terjadi pada 71 % kasus stroke kardioemboli. Ada dua jenis No Kriteria Nilai
transformasi hemoragik yaitu petechial atau multifokal dimana kadang asimtomatik dan 1 Sumber Utama Jantung :
secondary hematome dimana menunjukkan gejala desak ruang dan deteorisasi. Secondary Atrial Fibrilasi 3
hematome jarang terjadi dan ditemukan 0,8 % kasus. Penjelasan klasik dari terjadinya Sick Sinus Syndrome 3
transformasi hemoragik yaitu adanya blok dari arteri besar oleh trombus, blok ini Stenosis Mitral 4
menyebabkan lokal vasospasm , membaiknya spasme lokal dan pecahnya trombus ke Katup Prostesis 4
Trombosis Ventrikel Kiri 4 VI. Pemeriksaan
Infark Miokard Akut 4 5.1 Foto Thorak
Aneurisma ventrikel kiri tanpa trombus 3
Seringkali sulit untuk mendiagnosis subtipe stroke saat masuk, terutama dalam
2 Kejadian defisit neurologi maksimal dan mendadak 1
kasus irama sinus. Vascular pedicle width (VPW) pada X-ray dada (CXR) dan durasi
(<5 menit) pada pasien aktif
gelombang P maksimal (P-max) pada elektrokardiogram (ECG) sekali lagi direalisasikan
3 Aterosklerosis tidak ada/minimal pada :
sebagai parameter yang berguna yang mencerminkan volume intravaskular dan status
USG 1
konduksi atrium. VPW (≥59.3 mm), P-max di lead II (≥120 ms), level D-dimer (≥1.11
Angiografi karotis 2
µg/ml), dan adanya PAC (premature Artery Contraction) dikatakan berguna sebagai
4 Infark kortikal atau sub cortical luas 1
parameter diagnosis stroke kardioemboli pada pasien dengan sinus rhytm yang masuk
(klinis atau dengan CT scan / MRI kepala)
perawatan.25
5 Infark kortikal sebelumnya di daerah vaskular yang 1
berbeda (klinis atau dengan CT scan / MRI kepala) 5.2 Neuroimaging
Kombinasi dengan tidak tampak aterosklerosis pada
arteriografi Profil neuroimaging pada emboli jantung mengikuti dari pola infark serebral di

6 Infark hemoragik pada CT scan kepala 1 pasien dengan kondisi jantung berisiko tinggi dan tidak ada sebab yang lain selain stroke.
Mayoritas stroke kardioembolik ini melibatkan lesi di wilayah kortikal. Sebaliknya,
7 Tidak ada hipertensi kronis 1
lakunar stroke menurut definisi terbatas pada lokasi subkortikal. Sekitar setengah dari
stroke kardioembolik melibatkan banyak teritori serebral arteri (kedua arteri serebri
Dikutip dari : Palacio dkk.2001
internal atau satu internal arteri serebral serta arteri basilar), yang membedakan emboli
Keterangan : jantung dari emboli arteri ke arteri karena besar aterosklerosis arteri dalam sirkulasi
serebral. Pada fase akut, pencitraan vaskular intracranial sirkulasi, seperti dengan
Kriteria diagnostik :
computed tomographic (CT) atau magnetic angiografi resonansi (MRI), sering

Nilai > 4 : possible menampakkan potongan pembuluh darah yang tidak jelas tanpa penyempitan aterosklerotik
yang signifikan dari distal pembuluh darah. CT scan kepala gambaran yang khas adalah
Nilai > 6 : probable bentuk baji ( wedge shaped) yang hipodens, meluas ke permukaan kortikal, diikuti udem
otak. 10,11
Nilai > 8 : highly likely
5.3 Evaluasi Vaskular dan Jantung mencegah terjadinya stroke iskemik dan emboli sistemik > 7 hari post prosedur
dibandingkan penggunaan warfarin.25
Stroke iskemik tidak dapat dibedakan subtipe nya tanpa evaluasi vaskular untuk
Pedoman Eropa saat ini merekomendasikan oklusi tambahan atrium dengan kelas IIb
menyingkirkan plak arteri besar dan evaluasi jantung untuk mengidentifikasi kondisi
tingkat bukti B pada pasien dengan AF dan kontraindikasi untuk Oral anti Coagulant
jantung yang berisiko tinggi untuk menentukan penyebab stroke.
(OAC) jangka panjang juga pada pasien dengan AF yang menjalani operasi jantung atau

5.3.1 Elektrokardiografi untuk menyingkirkan AF atau akut MI.12 operasi torakoskopik AF.25

5.3.2 Ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang utama pada evaluasi adanya


Gambar 5. Prosedur Left Atrial Appendage
kelainan jantungsebagai sumber emboli. Ekokardiografi M – mode dan
khususnya dua dimensi baik untuk menunjukkan ruang dan anatomi jantung,
termasuk konfigurasi katup dan pergerakannya, fungsi dinding jantung dan
deteksi adanya massa di ruang jantung.12
5.3.3 Transesofageal ekokardiografi lebih superior untuk mengevaluasi atrium kiri,
katup mitral dan septum atrium. Juga sensitif untuk mendeteksi ateroma di arkus
aorta, yang dikenal sebagai sumber sistemik emboli.12
5.3.4 Transkranial dopler (TCD) dapdat mendeteksi mikroemboli dari ateroma,
trombosit dan fibrinogen. Lebih sensitif dari ekokardiografi dua dimensi dengan
kontras untuk mendeteksi shunt jantung.12

VI. Tatalaksana Dikutip dari : Journal of stroke.2018


Tatalaksana pada pasien dengan stroke kardioemboli dapat berupa non farmakologik dan
farmakologik. 6.1.2 Intra arterial trombektomi dengan perangkat mekanik
6.1 Non Farmakologik Dalam uji coba, non randomized MERCI trial, perangkat ini digunakan pada 141
6.1.1 Left Atrium Appendage occlution (LAAO) pasien yang tidak memenuhi syarat untuk pengobatan alteplase intravena dan yang direkrut
Merupakan strategi pengobatan untuk mengurangi risiko bekuan darah di atrium dalam 8 jam setelah onset stroke. Rekanalisasi angiografi dilaporkan pada 48% pasien
kiri yang memasuki aliran darah dan menyebabkan stroke pada pasien dengan atrial sedangkan perdarahan intrakranial tercatat di 8%. Uji coba multi-MERCI yang bersifat
fibrilasi (AF) non-katup. . Teknik bedah Left Atrium Appendage (LAA) saat ini telah tunggal, prospektif, dan tunggal termasuk 164 pasien dalam 8 jam setelah onset gejala yang
ditampilkan dalam beberapa dekade dan menjadi prosedur tambahan pada tindakan bedah tidak memenuhi syarat untuk atau gagal pengobatan dengan alteplase intravena dan yang
jantung. Pada beberapa studi yang sudah dilakukan LAA mengatakan bahwa LAA dapat memiliki oklusi pembuluh darah besar. Penggunaan perangkat menyebabkan rekanalisasi di
57% dari individu, dan setelah pengobatan ajuvan dengan alteplase intraarterial, 69% telah
rekanalisasi. Yang menguntungkan hasil klinis didefinisikan sebagai skor skala Rankin 6.1.4 Bedah dekompresi untuk stroke maligna
termodifikasi 2 atau kurang - dilaporkan pada 36% pasien. Perdarahan intrakranial Mengambil tempurung kepala untuk memungkinkan ruang untuk memperluas jaringan otak
simtomatik dilaporkan pada 10% pasien.26 setelah infark adalah pilihan bedah yang digunakan untuk pasien yang memiliki infark
supratentorial besar yang jika tidak dapat menyebabkan kematian oleh herniasi batang otak.
6.1.3 Ultrasound-enhanced thrombolysis Meskipun operasi dekompresif dilakukan di banyak pusat stroke di seluruh dunia, kandidat
ideal untuk prosedur, waktu terbaik untuk melakukan perawatan, dan teknik operasi itu
Ide menggunakan ultrasound untuk memperkuat pengobatan trombolitik, pertama kali
sendiri masih menjadi bahan perdebatan.26
dijelaskan pada tahun 1970-an, bahwa rekanalisasi dapat difasilitasi oleh gelombang
Peneliti pada DECIMAL trial Perancis, TAKSANA trial Jerman, dan uji coba HAMLET
ultrasonic dengan tekanan mekanis. Sonothrombolysis dengan mikrosfer dan alteplase
Belanda, pasien yang dialokasikan secara acak dengan infark luas di wilayah arteri serebral
intravena menunjukkan kecenderungan ke tingkat yang lebih tinggi dari rekanalisasi dan
media baik untuk operasi dekompresi atau konservatif pengobatan. Protokol kolaboratif
pemulihan klinis dibandingkan dengan pengobatan standar alteplase intravena saja.26
diusulkan untuk analisis gabungan, yang menunjukkan bahwa pada pasien dengan infark
Gambar 6. Ultrasound trombolysis maligna dari arteri serebral media, operasi yang sedini mungkin dengan dekompresi dalam
48 jam pertama mengurangi kematian dan meningkatkan jumlah pasien dengan hasil
fungsional yang menguntungkan.26
6.1.5 Hipotermia dan Neuroproteksi
Manfaat terapeutik dan neuroprotektif dari hipotermia eksperimental telah dicatat setelah
serebral iskemik fokal dan global. Mekanisme yang mungkin dari efek ini bisa termasuk
penghambatan neurotransmitter eksitotoksik dan stabilisasi sawar darah otak.27
Hipotermia dicapai dengan pendinginan hingga suhu 34–35 ° C dalam 6 jam onset gejala
stroke dan dipertahankan selama 24 jam. Titik akhir primer adalah peningkatan skor
Rankin yang dimodifikasi pada 90 hari. Para peneliti bertujuan untuk mengobati 750 pasien
hipotermia. Kondisi Hipotermia mungkin juga memberikan pilihan pengobatan untuk
pasien yang hadir di luar time window dan dapat dikombinasikan dengan agen
farmakologis.26
6.1.6 Laser Transkranial
Temuan-temuan dari percobaan fase 3 NEST-3 menunjukkan keamanan dan kemampuan
Dikutip dari : The Journal of the American Society for Experimental transkranial perawatan laser diberikan antara 4 · 5 jam dan 24 jam onset stroke pada pasien
NeuroTherapeutics.2007 stroke akut. Termasuk data untuk 331 pasien stroke yang menerima perawatan laser
transkranial. 36% dari kelompok perlakuan mencapai hasil yang menguntungkan pada perdarahan dan untuk memperbaiki mereka yang dapat dimodifikasi, yaitu, dengan
luarannya.26 mengendalikan tekanan darah, menghapus bersamaan antiplatelet atau nonsteroid obat
antiinflamasi, dan konseling pasien tentang mengurangi konsumsi alcohol (jika berlebihan).
6.2 Farmakologi Demikian, penilaian risiko perdarahan dengan HASBLED tidak boleh digunakan sebagai
alasan untuk tidak memberikan OAC melainkan untuk memberikan perhatian pada pasien-
Pada pasien dengan kelainan katup jantung mekanik atau dengan moderate atau
pasien yang perlu diwaspadai, sehingga dengan perawatan dapat diperbaiki kondisinya.14
severe mitral stenosis, maka antikoagulan menjadi obat pilihan. Namun pada pasien dengan
Tabel 6. CHA2DS-VASc dan HAS - BLED
non valvular maka ada beberapa ketentuan yang perlu dijadikan pertimbangan dalam
menentukan jenis obat yang tepat pada pasien. Karena hampir sebagian besar pasien
dengan stroke kardioembolik etiologinya AF, maka pada referat kali ini akan membahas
lebih dalam untuk tatalaksana AF terutama yang non valvular atrial fiblilasi.13
Skor CHA2DS2-VASc (2 poin untuk riwayat stroke atau usia >75 tahun dan 1
poin untuk usia 65 hingga 74 tahun, riwayat hipertensi, diabetes, gagal jantung, penyakit
pembuluh darah dan jenis kelamin perempuan) dikembangkan untuk meningkatkan
stratifikasi risiko untuk stroke pada pasien NVAF .18 Pada pasien dengan stroke akut dan
AF, studi RAF menemukan bahwa skor CHA2DS-VASc adalah faktor prediktif untuk
kejadian utama hasil komposit (kekambuhan iskemik dan simtomatik transformasi
haemoragik) dalam 90 hari dari onset stroke .14 Namun, skor CHA2DS-VASc adalah faktor
prediktif untuk kejadian rekuren iskemik atau perdarahan serebral dan oleh karena itu tidak Dikutip dari : Clinician Update.2012
dapat dipertimbangkan sendiri untuk stratifikasi risiko untuk hasil yang merugikan pada
pasien dengan stroke akut dan AF.14
Banyak faktor risiko untuk stroke juga faktor risiko pendarahan pada penggunaan
obat antikoagulan . Pertimbangan untuk memutuskan tentang apakah akan memberikan
antikoagulan pada pasien AF diperlukan suatu penilaian risiko pendarahan. Skor risiko
perdarahan baru, yang dikenal dengan akronim HAS-BLED ( Hipertensi, Abnormal fungsi
ginjal dan liver, stroke, Bleeding Tendency, Labile INRs , Eldery, Drug or Alcohol ) adalah
salah satu dari sejumlah Tool yang digunakan untuk menilai risiko perdarahan pada pasien
AF. HAS-BLED tidak boleh digunakan sendiri untuk tidak memberikan pasien OAC (Oral
Anticoagulant) terapi; itu memungkinkan dokter untuk mengidentifikasi faktor risiko
Gambar 7. Tatalaksana AF berdasarkan Skor CHAD2VAS2 stroke, tetapi hanya perawatan dengan dabigatran dan apixaban dikaitkan dengan risiko
perdarahan intrakranial yang lebih rendah, dibandingkan dengan VKA/warfarin.13

Pasien dengan stroke iskemik akut dan Non Valvular Atrial Fibrilasi (NVAF) beresiko
tinggi kekambuhan dini. Terapi antikoagulan memainkan peran utama dalam pencegahan
stroke iskemik berulang. Transformasi haemorrhagik merupakan perhatian utama pada
fase akut stroke yang terkait ke NVAF, waktu optimal untuk memulai terapi antikoagulan
masih menjadi isu yang menjadi kontroversial.13
Pedoman klinis tidak memiliki banyak bukti tetapi mereka membuat rekomendasi. The
American Heart Association /Pedoman Asosiasi Stroke Amerika merekomendasikan: 1)
untuk sebagian besar pasien dengan stroke atau Tansient Iskemik Attack (TIA) dengan AF,
masuk akal untuk memulai antikoagulasi oral dalam 14 hari setelah timbulnya gejala
neurologis (Kelas IIa; Tingkat Bukti B); 2) Di hadapkan dengan risiko tinggi untuk
Transformasi hemoragik (mis. infark besar, transformasi haemoragik pada awalnya
pencitraan, tidak terkendali hipertensi, atau kecenderungan pendarahan ), masuk akal untuk
menunda inisiasi antikoagulan oral melampaui 14 hari (Kelas IIa; Tingkat Bukti B).13

Dikutip dari : European Heart Journal.2016

Pilihan jenis obat antikoagulan pada pasien dengan stroke kardioembolik,


warfarin secara umum merupakan pilihan perawatan untuk pasien berisiko tinggi untuk
stroke kardioembolik dan risiko rendah yang dapat diterima dengan komplikasi hemoragik,
terutama perdarahan intrakranial. Pengobatan dengan warfarin dosis-disesuaikan (target
INR, 2 hingga 3) dengan kuat melindungi terhadap stroke.( Meschia et al Stroke December
2014). Warfarin dan NOAC, tetapi tidak aspirin, efektif mencegah stroke pada pasien AF,
dibandingkan dengan aspirin, dosis warfarin yang disesuaikan mengurangi stroke hingga
39%. Di antara pasien antikoagulan dengan AF, pengobatan dengan dabigatran,
ivaroxaban, dan apixaban (NOAC) tidak terkait dengan signifikan menurunkan risiko
Tabel 7. Penggunaan antikoagulan sesuai pedoman AHA 2018

Antikoagulan Class of Level of evidence (LOE) Keterangan


Recommendation
(COR)
1. Pemberian antikoagulan yang mendesak dengan tujuan III : tidak ada A Rekomendasi dan LOE tidak berubah dari
mencegah awal stroke berulang, memperbaiki perburukan klinis keuntungannya panduan stroke iskemik akut ahun 2013.
neurologik atau meningkatkan keluaran setelah stroke iskemik
akut, tidak direkomendasikan diberikan pada pasien dengan
stroke iskemik akut
2. kegunaan antikoagulasi yang mendesak pada pasien dengan II b B-NR Rekomendasi dan Kelas tidak berubah
stenosis yang berat pada arteri karotis interna ipsilateral pada dari Pedoman AIS 2013. LOE diubah
stroke iskemik belum diketahui dengan baik. untuk menyesuaikan dengan ACC / AHA 2015

3. Keamanan dan kegunaan dari antikoagulan jangka pendek untuk IIb C-LD Rekomendasi baru
trombus intraluminal ekstrakranial
non-inklusif dalam penanganan stroke iskemik akut belum
diketahui dengan baik.

4. Saat ini, kegunaan argatroban, dabigatran, atau lainnya IIb B-R Rekomendasi diambil dari pedoman stroke
inhibitor trombin untuk pengobatan pasien dengan Stroke iskemik akut iskemik akut tahun 2013
belum diketahui dengan baik. Uji klinis lebih lanjut diperlukan.
5. Keamanan dan kegunaan dari f IIb C-LD Rekomendasi baru
inhibitor faktor Xa dalam pengobatan stroke iskemik akut belum
diketahui dengan baik. Uji klinis lebih lanjut diperlukan.

Dikutip dari : American Heart Association journal. 2018


Randomised clinical trials gagal menghasilkan bukti pendukung administrasi antara 8 sampai 16 = sedang; lebih dari 16 = parah .20 Ukuran lesi pada neuroimaging lebih
heparin dalam waktu 48 jam dari onset stroke pada pasien dengan stroke iskemik akut .15 tepat daripada NIHSS. Sebagai contoh, pasien dengan NIHSS 10 hingga 12 dapat memiliki
Suatu metaanalisis yang melibatkan 4,624 pasien dengan stroke kardioembolik akut, lesi kecil di wilayah thalamo-kapsuler.
terutama dengan AF, antikoagulan dini dikaitkan dengan pengurangan yang tidak
Studi yang dilakukan menemukan bahwa pembesaran atrium kiri sedang sampai
signifikan pada kekambuhan stroke iskemik, tidak ada penurunan substansial dalam
berat adalah prediktor independen dari stroke berulang subtipe embolik di pasien dengan
kematian dan kecacatan, dan peningkatan perdarahan intrakranial .16 Antagonis vitamin K
stroke iskemik bahkan pada pasien tanpa bukti AF.21 Selanjutnya, dilatasi atrium
(diberikan 2-3 hari setelah stroke untuk mencapai tingkat antikoagulasi terapeutik pada hari
berkorelasi dengan tingkat keparahan stroke . Dalam studi prospektif besar dengan tindak
ke 5-7) adalah terbukti berhubungan dengan berkurangnya kejadian stroke berulang secara
lanjut median empat tahun, 65 pasien dari 529, mengalami stroke berulang . Secara
substansial selama beberapa minggu berikutnya dengan tidak ada risiko yang berlebih
multivariate model, pembesaran atrium kiri sedang berat dikaitkan dengan risiko stroke
terjadinya perdarahan intraserebral .17 Perawatan dini (selama rawat inap) dengan
berulang yang lebih besar dibandingkan dengan ukuran atrium kiri normal (rasio hazard
antikoagulan ditemukan untuk mengurangi kekambuhan stroke, kematian dan kecacatan .
yang disesuaikan 2,83, 95% interval kepercayaan 1,03-7,81). Selanjutnya, pada pasien
Studi RAF menunjukkan bahwa pada pasien dengan stroke akut dan AF, waktu terbaik
dengan AF dan stroke akut, pembesaran atrium berat dikaitkan dengan kekambuhan stroke
untuk memulai pengobatan antikoagulan untuk sekunder pencegahan stroke adalah 4
dini.22 Penelitian selanjutnya diperlukan untuk mengevaluasi apakah pembesaran atrium
hingga 14 hari dari onset stroke.14
kiri dapat digunakan untuk mendorong terapi antikoagulan cepat pada pasien dengan stroke
Pada pasien dengan stroke akut dan NVAF, sebagian besar dokter akan akut dan AF untuk mengurangi risiko kekambuhan.
menyukainya untuk dapat mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi untuk kekambuhan
dini, yang mungkin kandidat potensial untuk menggunakan antikoagulasi, untuk
mempehitungkan risiko pendarahan otak yang terkait dengan awal pengobatan
antikoagulan. Beberapa faktor risiko dapat digunakan untuk memperkirakan itu risiko dari
kekambuhan dan perdarahan intraserebral.

Ukuran lesi dianggap sebagai faktor risiko utama untuk transformasi


haemorhagik.14 Lesi besar dikaitkan dengan tingginya tingkat perdarahan otak serta
kekambuhan stroke . Sebaliknya, kecil lesi dikaitkan dengan rendahnya tingkat perdarahan
serebral juga kekambuhan stroke.19 Memang, lesi iskemik kecil, terutama subkortikal, bisa
disebabkan oleh etiologi lain yang mendasari selain kardioemboli, termasuk penyakit
pembuluh darah kecil yang berhubungan dengan risiko kekambuhan yang lebih rendah.
Pedoman European Heart Rhythm Association (EHRA) menyarankan untuk
mengklasifikasikan tingkat keparahan stroke sesuai dengan NIHSS: kurang dari 8 = ringan;
Tabel 8. Algoritma Pemberian Antikoagulan pada pasien stroke kardioembolik Tabel 9. Algoritma pemberian antikoagulan sesuai ukuran Lesi pada stroke iskemik
dengan NFAF dengan NFAF

Pasien dengan atrial fibrilasi dan akut transient ischemic attack atau stroke iskemik
Ekslusi perdarahan intraserebral dari CT/MRI

TIA Stroke ringan Stroke sedang Stroke berat


(NIHSS<8) (NIHSS 8-15) (NIHSS≥16)

Pertimbangan faktor klinik untuk pemberian segera/penundaan antikoagulan oral

Faktor pemberian segera OAC


- NIHSS<8 - NIHSS ≥8
- Lesi infark kecil di otak pada Pencitraan - Lesi infark sedang/besar di pencitraan
- Resiko tinggi berulang karena trobus di - Perlu gastrotomi atau pembedahan besar
jantung pada ekhokardiografi - Perlu bedah karotid
- Tidak perlu untuk endoskopi - Transformasi hemoragik
perkutaneus gastrotomi - Klinis neurologik yang tidak stabil
- Tidak perlu untuk pembedahan karotis - Pasien usia tua
- Tidak ada transformasi hemoragik - Hipertensi tidak terkontrol
- Klinis stabil
- Pasien usia muda
- Tekanan darah terkontrol

Evaluasi transformasi hemoragik Evaluasi transformasi


dengan CT/MRI saat hari ke 6 hemoragik dengan CT/MRI
saat hari ke 12

Mulai Hari I setelah Hari ke 3 6 hari setelah 12 hari setelah


OAC onset setelah onset onset onset
Dikutip dari : Schattauer Journal. 2016

Dikutip dari European Heart Journal .2016


Keterangan : Gambar 4. Algoritma terapi antikoagulan pada pasien dengan AF yang menderita
perdarahan intracranial
Lesi kecil ≤ 1,5 cm di sirkulasi anterior atau posterior
Lesi sedang Di kortikal cabang arteri serebri media (MCA), di cabang dalam
Pasien penderita AF dengan perdarahan intrakranial konsumsi OAC
MCA, di batas area zona internal, di superfisial kortikal dari arteri
serebri posterior (PCA), di cabang superfisial kortikal dari arteri
serebri anterior (ACA)
Pertimbangan informasi lebih lanjut untuk mengambil keputusan
Lesi Besar Melibatkan komplit area MCA,PCA atau ACA di 2 cabang
Kontraindikasi
Faktor yang mendukung penundaan OAC : Faktor mendukung reinisiasi OAC :
superfisial kortikal dari MCA, di cabang superfisial kortikal dari
OAC - Perdarahanpada pemberian NOAC pada - Perdarahan berhubungan denagn over dosis VKA
dosis rendah - traumatik atau penyebab yang bisa ditangani
- Usia tua - Usia muda
MCA berhubungan dengan cabang dalam MCA atau di lebih dari 1 - Hipertensi yang tidak terkontrol - hipertensi terkontrol
- Perdarahan kortikal - Perdarahan basal ganglia
area arteri ( contoh area MCA dengan ACA) - Perdarahan intrakranial yang hebat - Lesi kecil di materi putih otak
- Perdarahan mikro yang multiple (>10) - Pembedahan perdarahan subdural
Lesi ≥1,5 di batang otak atau serebelum di konfirmasi sebagai lesi besar - Penyebab perdarahan tidak bisa dihilangkan - Perdarahan subarakhnoid : kliping atau koiling aneurisma
atau diatasi - Resiko tinggi stroke iskemik
- Penyalahgunaan alkohol
- Membutuhkan dual antiplatelet setelah PCI

Informasi pemilihan atas saran dengan multidisiplin tim

Tidak ada Oklusi LAA Mulai atau melanjutkan OAC dengan memilih obat
proteksi stroke (IIb) dengan resiko perdarahan intracranial yang rendah
( tidak ada setelah 4-8 minggu (IIb)
bukti)

Dikutip dari : European Heart Journal. 2016


VII. Penutup DAFTAR PUSTAKA
Banyak faktor resiko penyakit jantung yang dapat menyebabkan terjadinya stroke
kardioemboli. Diantaranya yang paling sering menyebabkan stroke kardioemboli adalah 1. Ferro JM. Brain embolism. Answers to practical questions. J Neurol 2003; 250:
atrial fibrilasi. Ananmesis yang lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan dengan ditunjang 139-47.
pemeriksaan penunjang lainnya dapat memudahkan para klinisi untuk mendiagnosis suatu 2. Murtagh B, Smalling RW. Cardioembolic stroke. Curr AtherosclrRep 2006; 8:
stroke kardioemboli. Tatalaksana yang tepat baik non farmakologi maupun farmakologi 310-6.
dengan mempertimbangkan kerugian dan keuntungan dari masing - masing terapi secara 3. Caplan LR. Brain embolism. In: Caplan LR, Hurst JW, Chimowitz MI, editors.
individual setiap pasiennya dapat memberikan luaran yang baik bagi pasien serta terutama Clinical Neurocardiology. Marcel Dekker: New York; 1999. p. 35-185.
dalam mencegah terjadinya stroke berulang. Penggunaan antikoagulan sebagai terapi yang 4. Martin R, Bogousslavsky J. Embolic versus nonembolic causes of ischemic
masih menjadi pilihan pada kasus stroke kardioemboli khususnya pada pasien NVAF harus stroke. Cerebrovasc Dis 1995; 5: 70-4.
menjadi perhatian para klinisi, terutama pada jenis obat antikoagulan yang digunakan, 5. Suissa, l. (2016). Score for the Targeting of Atrial Fibrillation (STAF). research
waktu pemberian yang tepat, dan kemungkinan terjadinya komplikasi perdarahan gate, 2868.
intrakranial pada pasien. 6. Turiel M, Muzzupappa S, Gottardi B, Crema C,Sarzi-Puttini P, Rossi E.
Evaluation of cardiac abnormalities and embolic sources in primary
antiphospholipid syndrome by ransesophageal echocardiography. Lupus 2000; 9:
406–12.
7. Bayer AS, Bolger AF, Taubert KA, et al. Diagnosis and management of infective
endocarditis and its complications. Circulation 1998; 98: 2936–48.
8. MacDougall NJJ, Amarasinghe S, Muir KW. Secondary prevention of stroke.
Expert Rev Neurother 2009; 7: 1103-15.
9. Weir NU. An update on cardioembolic stroke. Postgrad Med J2008; 84: 133-42.
10. Arboix A, Oliveres M, Massons J, Pujades R, Garcia-Eroles L. Early
differentiation of cardioembolic from atherothrombotic cerebral infarction:
amultivariate analysis. EurJ Neurol. 1999;6:677–683.
11. Ringelstein EB, Koschorke S, Holling A, Thron A, Lambertz H, Minale
C.Computed tomographic patterns of proven embolic brain infarctions.
AnnNeurol. 1989;26:759–765. doi: 10.1002/ana.410260612.
12. Giruparajah M, Bosch J, Vanassche T, Mattina K, Connolly SJ, Pater C,Hart RG. 20. Heidbuchel H, Verhamme P, Alings M, et al. Updated European Heart Rhythm
Global survey of the diagnostic evaluation and management of cryptogenic Association Practical Guide on the use of non-vitamin k antagonist anticoagulants in
ischemic stroke. Int J Stroke. 2015;10:1031–1036. doi:10.1111/ijs.12509. patients with non-valvular atrial fibrillation. Europace 2015; 17: 1467–1507.
13. Kernan WN, Ovbiagele B, Black HR, et al. American Heart Association Stroke 21. Osranek M, Bursi F, Bailey KR, et al. Left atrial volume predicts cardiovascular events
council, Council on cardiovascular and Stroke Nursing, Council on Clinical in patients originally diagnosed with lone atrial fibrillation: three-decade follow-up. Eur
Cardiology, and Council on Peripheral Vascular Disease. Guidelines for the Heart J 2005; 26: 2556–2561.
prevention of stroke in patients with stroke and transient ischaemic attack: a 22. Paciaroni M, Agnelli G, Falocci N, et al. Prognostic value of trans-thoracic
guideline for healthcare professionals from the American Heart chocardiography in patients with acute stroke and atrial fibrillation: findings from the
Association/American Stroke Association.Stroke 2014; 45: 2160–2236. RAF study. J Neurol 2015; Epub ahead of print.
14. Paciaroni M, Agnelli G, Corea F, et al. Early haemorrhagic transformation of 23. Toole F.J. Cerebrovascular disorder. 3 rd Ed. Raven Press Books.Ltd, Newyork, 1984 :
brain infarction: rate, predictive factors, and influence on clinical outcome: 187-196.
results of a prospective multicenter study. Stroke 2008; 39: 2249–2256. 24. Liberato, B. (2016). Ischemic stroke: mechanisms, evaluation, and treatment. Neupsy
15. Gubitz G, Sandercock P, Counsell C. Anticoagulants for acute ischaemic stroke. key.

Cochrane Database Syst Rev 2004; 3: CD000024.


16. Micheli S, Agnelli G, Caso V, et al. Clinical benefit of early anticoagulation in 25. Ueberham, L. (2017). Pharmacological and Non-pharmacologicalTreatments for Stroke
cardioembolic stroke. Cerebrovasc Dis 2008; 25: 289–296. Prevention in Patientswith Atrial Fibrillation. crossmark, 2274.
17. Abdul-Rahim AH, Fulton RL, Frank B, et al; VISTA collaborators. Association
26. MD, P. M. (2013). Non-pharmacological strategies for the treatment of acute stroke.
of improved outcome in acute ischaemic stroke patients with atrial fibrillation
crossmark, 572-84.
who receive early antithrombotic therapy: analysis from VISTA. Eur J Neurol
2015; 22: 1048–1055.
18. Lip GY, Nieuwlaat R, Pisters R, et al. Refining clinical risk stratification for
predicting
Stroke and thromboembolism in atrial fibrillation using a novel risk factor-based
approach: the euro heart survey on atrial fibrillation. Chest 2010; 137:
263–272.
19. Paciaroni M, Agnelli G, Falocci N, et al. Early Recurrence and Cerebral Bleeding
in Patients With Acute Ischaemic Stroke and Atrial Fibrillation: Effect of
Anticoagulation and Its Timing: The RAF Study. Stroke 2015; 46: 2175–2182.

Anda mungkin juga menyukai