Anda di halaman 1dari 6

Nama : Widiya Perwita Sari

NIM : FAB 117 021

Patofisiologi Trombus

Trombus terdiri daari berbagai kombinasi agregasi trombosit, endapan fibrin serta
leukosit yang terjaring. Jika thrombus mulai terbentuk dalam aliran darah, unsur pertama yang
sering adalah gumpalan trombosit yang melekat pada endotel. Hal ini dapat terjadi karena aliran
darah yang abnormal yang memungkinkan trombosit berdiam pada endotel atau terlempar ke
endotel; hal ini dapat terjadi karena lapisan endotel menjadi kasar, sehingga menciptakan tempat
untuk agregasi trombosit. Sewaktu mengalami agregasi, trombosit melepaskan zat-zat yang
mendorong terjadinya pengendapan fibrin, sehingga dengan segera agreagasi trombosit tersebut
dikelilingi oleh fibrin dan menjaring eritrosit. Gelombang peristiwa yang berturut-turut semacam
ini dapat mengakibatkan struktur thrombus menjadi suatu kompleks.

Sebaliknya, jika thrombus terbentuk dalam pembuluh yang aliran darahmya lambat, maka
bekuan darahnya hanya terdiri dari jalinan difus fibrin yang menangkap unsur-unsur darah yang
kurang lebih sama. Tetapi berbeda dengan proses yang baru saja dijelaskan, postmortem
terbentuk agak lambat sehingga unsur-unsur darah yang terbentuk berlapis-lapis sebelum bekuan
mengeras, menyebabkan eritrosit, leukosit, dan fibrin terpisah.
Pembentukan emboli yang menoklusi arteri di otak bisa bersumber dari jantung sendiri
atau berasal dari luar jantung, tetapi pada perjalanannya melalui jatung, misalnya sel tumor,
udara dan lemak pada trauma, parasit dan telurnya. Yang sering terjadi adalah emboli dari
bekuan daran (clots) karena penyakit jantungnya sendiri. Trombus intracardiak di atrium
ventrikel kiri paling sering menyebabkan emboli, walaupun trombus di atrium, ventrikel kanan
dan ekstremitas dapat menyebabkan emboli otak melalui septal defek di jantung. Trombus di
ventrikel kiri dapat pula terjadi karena proses koagulopati trombosik tanpa disertai kelainan
jantung.

Pembentukan emboli dari jantung


Pembentukan trombus atau emboli dari jantung belum sepenuhnya diketahui, tetapi ada beberapa
faktor prediktif pada kelainan jantung yang berperan dalam proses pembentukan emboli, yaitu:
1. Faktor mekanis
Perubahan fungsi mekanik pada atrium setelah gangguan irama (atrial fibrilasi), mungkin
mempunyai korelasi erat dengan timbulnya emboli. Terjadinya emboli di serebri setelah terjadi
kardioversi elektrik pada pasien atrial fibrilasi. Endokardium mengontrol jantung dengan
mengatur kontraksi dan relaksasi miokardium, walaupun rangsangan tersebut berkurang pada
endokardium yang intak. Trombus yang menempel pada endokardium yang rusak (oleh sebab
apapun), akan menyebabkan reaksi inotropik lokal pada miokardium yang mendasarinya, yang
selanjutnya akan menyebabkan kontraksi dinding jantung yang tidak merata, sehingga akan
melepaskan material emboli.
Luasnya perlekatan trombus berpengaruh terahadap terjadinya emboli. Perlekatan
trombus yang luas seperti pada aneurisma ventrikel mempunyai resiko (kemungkinan) yang
lebih rendah untuk terjadi emboli dibandingkan dengan trombus yang melekat pada permukaan
sempit seperti pada kardiomiopati dilatasi, karena trombus yang melekat pada oermukaan sempit
mudah lepas. Trombus yang mobil, berdekatan dengan daerah yang hiperkinesis, menonjol dan
mengalami pencairan di tengahnya serta rapuh seperti pada endokarditis trombotik non bakterial
cenderung menyebabkan emboli.

2. Faktor aliran darah


Pada aliran laminer dengan shear rate yang tinggi akan terbentuk trombus yang terutama
mengandung trombosit, karena pada shear rate yang tinggi adesi trombosit dan pembentukan
trombus di subendotelial tidak tergantung pada fibrinogen, pada shear rate yang tinggi terjadi
penurunan deposit fibrin, sedangkan aggregasi trombosit meningkat. Sebaliknya pada shear rate
yang rendah seperti pada stasis aliran darah atau resirkulasi akan terbentuk trombus yang
terutama mengandung fibrin, karena pada shear rate yang rendah pembentukan trombus
tergantung atau membutuhkan fibrinogen. Stasis aliran darah di atrium, merupakan faktor
prediktif terjadinya emboli pada penderita fibrilasi atrium, fraksi ejeksi yang rendah, gagal
jantung, Infark miokardium, kardiomiopati dilatasi.

3. Proses trombolisis di endokardium


Pemecahan trombus oleh enzim trombolitik endokardium berperan untuk terjadinya
emboli, walupun pemecahan trombus ini tidak selalu menimbulkan emboli secara klinik. Hal ini
telah dibuktikan bahwa bekuan (clot) setelah Infark miocard, menghilang dari ventrikel kiri
tanpa gejala emboli dengan pemeriksaan ekhokardiogram. Keadaan kondisi aliran lokal yang
menentukan kecepatan pembentukan deposit platelet disertai dengan kerusakan endotelium yang
merusak proses litik, kedua hal ini akan menyebabkan trombus menajdi lebih stabil

Perjalanan emboli dari jantung


Emboli yang keluar dari ventrikel kiri, akan mengikuti aliran darah dan masuk kearkus
aorta, 0% akan menuju ke otak, melalui. A.karotis komunis (90%) dan a.veterbalis (10%).
Emboli melalui a.karotis jauh lebih banyak dibandingkan dengan a.veterbalis karena penampang
a.karotis lebih besar dan perjalanannya lebih lurus, tidak berkelok-kelok, sehingga jumlah darah
yang melalui a.karotis jauh lebih banyak (300 ml/menit), dibandingkan dengan a.veterbalis (100
ml/menit). Emboli mempunyai predileksi pada bifurkatio arteri, karena diameter arteri dibagian
distal bifurkasio lebih kecil dibandingkan bagian proksitelnya, terutama pada cabang
a.serebrimedia bagian distal a.basilaris dan a.serebri posterior.
Emboli kebanyakan terdapat di a.serebri media, bahkan emboli ulang pun memilih arteri
ini juga, hal ini disebabkan a.serebri media merupakan percabangan langsung dari a. karotis
interna, dan akan menerima darah 80% darah yang masuk a.karotis interna. Emboli tidak
menyumbat cabang terminal korteks ditempat watershead pembuluh darah intrakranial, karena
ukurannya lebih besar dari diameter pembuluh darah ditempat itu. Berdasarkan ukuran emboli,
penyumbatan bias terjadi di a.karotis interna, terutama di karotis sipon. Emboli mungkin
meyumbat satu atau lebih cabang arteri.

Emboli yang terperangkan di arteri serebri akan menyebabkan reaksi:


1. endotel pembuluh darah
2. permeabilitas pembuluh darah meningkat
3. vaskulitis atau aneurisma pembuluh darah
4. iritasi lokal, sehingga terjadi vasospasme lokal
selain keadaan diatas, emboli juga menyebabkan obstrupsi aliran darah, yang dapat
menimbulkan hipoksia jaringan dibagian distalnya dan statis aliran darah, sehingga dapat
membentuk formasi rouleaux, yang akan membentuk klot pada daerah stagnasi baik distal
maupun proksimal. Gangguan fungsi neuron akan terjadi dalam beberapa menit kemudian, jika
kolateral tidak segera berfungsi dan sumbatan menetap. Bagian distal dari obstrupsi akan terjadi
hipoksia atau anoksia, sedangkan metabolisme jaringan tetap berlangsung, hal ini akan
menyebabkan akumulasi dari karbondiaksida (CO2) yang akan mengakibatkan dilatasi maksimal
dari arteri, kapiler dan vena regional. Akibat proses diatas dan tekananaliran darah dibagian
proksimal obstrupsi, emboli akan mengalami migrasi ke bagian distal.

Emboli dapat mengalami proses lisis, tergantung dari:


1. faktor vaskuler, yaitu proses fibrinolisis endotel lokal, yang memegang peran dalam proses
lisis emboli.
2. komposisi emboli, emboli yang mengandung banyak trombosit dan sudah lama terbentuk lebih
sukar lisis, sedangkan yang terbentuk dari bekuan darah (Klot) mudah lisis.

PENYAKIT JANTUNG SEBAGAI SUMBER EMBOLI


Caplan (1994) mengelompokkan penyakit jantung sebagai sumber emboli menjadi 3:
1. kelaianan dinding jantung, seperti kardiomiopati, hipokinesis dan akinesis dinding ventrikel
pasca Infark miocard,aneurisma atrium, aneurisma ventrikel, miksoma atrium dan tumor lainnya,
defek septum dan paten foramen ovale.
2. kelaianan katup,seperti kelainan katup mitral rematik, penyakit aorta, katup protesis,
endokarditis bakterial, endokarditis trombotik non bakterial, prolaps katup mitral dan kalsifikasi
annulus mitral
3. kelaianan irama, terutama fibrilasi atrium dan sindrom sick sinus

Sumber emboli pada jantung yang menyebabkan iskemia serebri


Gangguan Loaksi potensial materi emboli
IM Baru dengan kerusakan Permukaan endokard ventrikel kiri
endokarium Apek ventrikel kiri, terperangkap
IM lama dengan akinetik segmen atau dalam trabekula cornea cordis
aneurisma dilatasi Aurikel atau atrium dilatasi
Rematik mitral stenosis * Lesi jet atau atrial endocardium
Rematik mitral regurgasi * Permukaan katup dan pangkalnya
Endokarditis infektif Permukaan katup
Trombotik endokarditis non bakterial Permukaan katup dan pangkalnya
Prolaps katup mitral* diatrium

Kalsifikasi annulus mitral* Pangkal permukaan katup^


Aorta stenosis kalsifikasi Kalsifikasi pada dasar cuping
Katup protesis* Tempat pangkal dan permukaan
Kardiomiopati katup
Atrium atau ventrikel, terperangkap
Miksoma atrial pada trabekula cornea cordis
Atrial fibrilasi Tumor pada septum sekundum
Sindrom sick sinus Trombus di atrium kiri

* keadaan ini mudah terjadi infeksi endokarditis


^ selain trombus, material kalsium dari katup degenaratif bisa lepas sebagai
emboli
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses. Penyakit. Ed.6. Jakarta:
EGC;2005.
2. ISKANDAR JAPARDI. PATOGENESA STROKE KARDIOEMBOLI. Fakultas
Kedokteran. Universitas Sumatera Utara.
3. Asinger RW.Cardiogenic brain embolism. The second report of the cerebral embolism task
force. Arc. Neurol. 1989 (46): 727-43
4. Caplan RL. Stroke a clinical approach. 2nded. Boston: Butterworth, 1993: 349-60
5. Helgason CM. Cardioembolic stroke: topography and pathogenesis in cerebrovascular and
brain metabolism reviews. New York: Raven Press, 1989: 28-58
6. Mohr JP.Classification of ischemic stroke, in Barnett. Stroke pathophysiology, diagnosis and
management. 2nded. New York: Churcill, 1992: 271-2
7. Streifler JY.Cardiogenic brain embolism: incidence, varieties treatment, in Barnett. Stroke
pathophysiology, diagnosis and management. 2nded. New York: Churcill, 1992: 967-86
8. Toole JF.Cerebrovasculer disease. 3th ed. New York: Raven Press, 1984: 187-92
9. Whisnant et al,Special report from the National Institute of Neurogical disorders and Stroke
Classification of cerebrovascular disease III. stroke 1990 (21): 637-76

Anda mungkin juga menyukai