Anda di halaman 1dari 70

TUGAS KHUSUS

PENYAKIT GASGRITIS

Disusun Oleh:

Anja Tamabri KF No.375 Universitas Indonesia


Akmal Rhizqi Purnomo KF No.389 Universitas Pancasila
Hamzan Wadi KF No.389 UIN syarif hidayatullah
Noer Azizah KF No.394 ISTN
Novia Wulan Sari KF No.394 ISTN
Agung Gemino Pratama KF No.394 ISTN
Septyana Patabang KF No.394 ISTN
Aisyah Eteriliani KF No.375 ISTN
Yudi Retno Sari KF No.375 ISTN

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI

JAKARTA
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah subhana huwata΄ala,karena

berkat rahmat-nya kami dapat menyelesaikan Tugas Khusus Makalah Gastritis.Makalah

ini disusun untuk memenuhi tugas Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Apotek

Kimia Farma.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih

jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Dengan kerendahan hati, keterbukaan tangan dan keleluasaan waktu “tak ada

gading yang tak retak” oleh karena itu penyusun berterima kasih atas saran dan kritik

sahabat pembaca budiman. Semoga memberikan manfaat bagi kita semua

Akhirnya semoga makalah ini dapat menjadi lading amal saleh yang diterima

oleh Allah SWT, ilmu yang bermanfaat dan menjadi bagian dalam mewujudkan agen

perubahan ke arah yang diridhai Allah SWT serta memberikan informasi dan bermanfaat

untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Amin

Jakarta, Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................1
1.3 Tujuan.................................................................................................. ........2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................3


2.1. Definisi .........................................................................................................3
2.2. Patofisiologi .................................................................................................3
2.3. Penyebab .....................................................................................................5
2.4. Manifestasi Klinik .......................................................................................7
2.5. Diagnosis .....................................................................................................8
2.6. Prognosis ......................................................................................................9
2.7. Komplikasi ...................................................................................................9
2.8 Penata laksanaan Gasgritis…………………………………..………..…. ..9
2.9 Terapi Farmakologi……………………………………………………… 10
2.10 Algoritma Gasgritis……………………………………………………... 14
2.10.1 Penata laksanaan gasgritis pada pelayanan primer……………….15
2.10.2 Penggunaan Obat Secara Rasional………………………….…… 16
2.10.3 Peresepan Obat.………………………………………………….. 16
2.10.4 Peresepan Obat Rasional.……………………………………….. .16
2.10.5 Peresepan Obat yang Tidak Rasional.………………………….. ..17
2.11 Pencegahan Infeksi H. Pylori……………………………………………..18
2.12 Terapi Non Farmakologi Maag………………………………… ...............18

BAB III METODE ...............................................................................................26


3.1. Lokasi dan Waktu………………………………………………………...26

ii
3.2. Metode Pelaksanaan ……………………………………………………..26

BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 27


4.1 PengkajianResepApotek Kimia Farma 375…………..………………...27
4.1.1 Resep 1 Apotek Kimia Farma No. 375…………….………………27
4.1.2 Resep 2 Apotek Kimia Farma No. 375……………….……………32
4.2 PengkajianResepApotek 389……………………………………..…….37
4.2.1 Resep 1 Apotek Kimia Farma 389…………………………….……37
4.2.2Resep 2 Apotek Kimia Farma 389………………………………….....42
4.3PengkajianResepApotek Kimia Farma 394………………………....…..49
4.3.1 Resep 1 Apotek Apotek 394…………………………………………49
4.3.2 Resep 2 Apotek Kimia Farma 394………………………………..…54

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................62

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.Tandadan GejalaGasgritis……………………………………………......9


Tabel 2. Rekomendasi Untuk Pasien Ulkus Peptikum………………………….21
Tabel 3. Makanan yang diperbolehkan, diawasi, dan dilarang pada pasien ulkus
peptikum…………………………………………………………………………24
Tabel 4.kajian administrative……………………………………………………28
Tabel 5.Perhitungan Bahan……………………………………………………...38
Tabel 6.kajian administratif……………………………………………………..39
Tabel 7.kajian administratif……………………………………………………..51
Tabel 8.kajian administratif……………………………………………………..57

iv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Gastritis atau istilah yang sering dikenal oleh masyarakat sebagai maag atau
penyakit lambung adalah kumpulan gejala yang dirasakan sebagai nyeri ulu hati,
orang yang terserang penyakit ini biasanya sering mual, muntah, rasa penuh, dan rasa
tidak nyaman. Biasanya keluhan yang diajukan penderita tersebut ringan dan dapat
diatasi dengan mengatur makanan, tetapi kadang-kadang dirasakn berat, sehingga ia
terpaksa meminta pertolongan dokter bahkan sampai terpaksa diberi perawatan
khusus (Wardaniati, 2016).
Menurut WHO di Indonesia pada tahun 2012 angka kejadian gastritis
mencapai 40,8% pada beberapa daerah dengan prevalensi 274.396 kasus dari
238.452.952jiwa penduduk. Selain itu pada tahun 2007 penyakit gastritis menempati
urutan kelima dengan jumlah penderita 218.872 dan kasus kematian 899 orang
(Suryono, 2016).
Tingginya angka kejadian gastritis dipengaruhi oleh beberapa faktor secara
garis besar penyebab gastritis dibedakan atas zat internal yaitu adanya kondisiyang
memicu pengeluaran asam lambung yang berlebihan, dan zat eksternal yang
menyebabkan iritasi dan infeksi.
Gastritis merupakan penyakit yang cenderung mengalami kekambuhan
sehingga menyebabkan pasien harus berulang kali untuk berobat. Salah satu
penyebab kekambuhan gastritis adalah karena minimnya pengetahuan pasien dalam
mencegah kekambuhan gastritis.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah yang dimaksud denganpenyakit Gastritis?
2. Bagaimana pengobatan yang dapat dilakukan untuk pasien Gastritis?
3. Apakah pengobatan Gastritis yang diberikan kepada pasien di tiapapoteksudah
tepat?
4. Apakah pelayanan informasi pengobatan Gastritis kepada pasien sudah tepat?

1
1.3 TUJUAN

Tujuan pembuatan tugas khusus mengenai penyakit gastritis selama praktik


kerja profesi Apoteker, yaitu:
1. Memahami tentang penyakit Gastritis.
2. Mengetahui pengobatan yang dapat dilakukan untuk pasien Gastritis.
3. Menganalisis ketepatan pengobatan yang diberikan kepada pasien Gastritis di
Apotek Kimia Farma No. 375, No. 389 dan No. 394.
4. Mengetahui pelayanan informasi terkait pengobatan yang tepat kepada pasien
Gastritis.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gastritis merupakan peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung


dan berkembang di penuhi bakteri (Notoatmodjo, S (2007b).). Gastritis (penyakit
maag) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya asam lambung yang berlebih
atau meningkatnya asam lambung sehingga mengakibatkan imflamasi atau
peradangan dari mukosa lambung seperti teriris atau nyeri pada ulu hati. Gejala yang
terjadi yaitu perut terasa perih dan mulas.
Ada dua jenis penyakit gastritis yaitu:
a. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut.
Gatritis Akut paling sering diakibatkan oleh kesalahan diet, misalnya makan
terlalu banyak, terlalu cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu atau
makanan yang terinfeksi. Penyebab lain termasuk alcohol, aspirin, refluks
empedu atau terapi radiasi.
b. Gastritis Kronis
Gastritis kronik adalah Suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung
yang menahun yang disebabkan oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau
bakteri Helicobacter pylori. Bakteri ini berkoloni pada tempat dengan asam
lambung yang pekat.

2.2 Patofisiologi

Terdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dan faktor defensif yang


berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa. Faktor agresif adalah asam
lambung, pepsin, AINS, infeksi bakteri Helicobacter pylori, bahan korosif yang
meliputi asam dan basa kuat. Sedangkan faktor defensif yaitu mukus, bikarbonas
mukosa, prostaglandin mikrosirkulasi. Dalam keadaan normal, faktor defensif dapat

3
mengatasi faktor agresif sehingga tidak terjadi kerusakan/ kelainan patologi (Arif
Mansjoer, 2001:492).
Patofisiologi Gastritis Akut dan Kronik

a. Gastritis Akut
Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiritasi mukosa lambung.Jika
mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi :
a) Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi lambung.
Lambung akan meningkat sekresi mukosa yang berupa HCO3, di lambung
HCO3 akan berikatan dengan NaCL sehingga menghasilkan HCI dan
NaCO3.Hasil dari penyawaan tersebut akan meningkatkan asam lambung.
Jika asam lambung meningkat maka akan meningkatkan mual muntah, maka
akan terjadi gangguan nutrisi cairan & elektrolit.
b) Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika mukus
yang dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari kerusakan HCL
maka akan terjadi hemostatis dan akhirnya akan terjadi penyembuhan tetapi
jika mukus gagal melindungi mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada
mukosa lambung. Jika erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh
darah maka akan terjadi perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan
hypovolemik.

b. Gastritis Kronik
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi
iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang
tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya
sel pariental dan sel chief.Karena sel pariental dan sel chief hilang maka
produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan menurun dan dinding
lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh
dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser

4
2.3 Penyebab

Beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan terjadinya gastritis antara lain :


1. Infeksi bakteri.
Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang hidup di
bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak
sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun
diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan
makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H. pylori
sering terjadi pada masa kanak – kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika
tidak dilakukan perawatan. Infeksi H. pylori ini sekarang diketahui sebagai
penyebab utama terjadinya peptic ulcer dan penyebab tersering terjadinya
gastritis.
Infeksi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan peradangan
menyebar yang kemudian mengakibatkan perubahan pada lapisan pelindung
dinding lambung. Salah satu perubahan itu adalah atrophic gastritis, sebuah
keadaan dimana kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung secara perlahan
rusak. Peneliti menyimpulkan bahwa tingkat asam lambung yang rendah dapat
mengakibatkan racun-racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat
dihancurkan atau dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga
meningkatkan resiko (tingkat bahaya) dari kanker lambung. Tapi sebagian besar
orang yang terkena infeksi H. pylori kronis tidak mempunyai kanker dan tidak
mempunyai gejala gastritis, hal ini mengindikasikan bahwa ada penyebab lain
yang membuat sebagian orang rentan terhadap bakteri ini sedangkan yang lain
tidak.

2. Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus.


Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan
naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara
mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika
pemakaian obat – obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya

5
masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus
menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan
peptic ulcer.

3. Penggunaan alkohol secara berlebihan.


Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan
membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada
kondisi normal.

4. Penggunaan kokain.
Kokain dapat merusak lambung dan menyebabkan pendarahan dan gastritis.

5. Stress fisik.
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi berat
dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada lambung.

6. Kelainan autoimmune.
Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang
sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan
peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung, menghancurkan
kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan menganggu produksi faktor
intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B-12).
Kekurangan B-12, akhirnya, dapat mengakibatkan pernicious anemia, sebuah
konsisi serius yang jika tidak dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam
tubuh. Autoimmune atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua.

7. Crohn’s disease.
Walaupun penyakit ini biasanya menyebabkan peradangan kronis pada dinding
saluran cerna, namun kadang-kadang dapat juga menyebabkan peradangan pada
dinding lambung. Ketika lambung terkena penyakit ini, gejala-gejala dari

6
Crohn’s disease (yaitu sakit perut dan diare dalam bentuk cairan) tampak lebih
menyolok daripada gejala-gejala gastritis.

8. Radiasi and kemoterapi.


Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan
peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi
gastritis dan peptic ulcer. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan
yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan
kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta
merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung.

9. Penyakit bile reflux.


Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-lemak dalam
tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati
serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal,
sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan
mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak
bekerja dengan benar, maka empedu masuk ke dalam lambung dan
mengakibatkan peradangan dan gastritis.

2.4 Manifestasi Klinik

1. Gastritis Akut yaitu Anorexia, mual, muntah, nyeri epigastrium, perdarahan


saluran cerna pada hematemesis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia
2. Gastritis Kronik, Kebanyakan klien tidak mempunyai keluhan, hanya sebagian
kecil mengeluh nyeri ulu hati anorexia, nausea, dan keluhan anemia dan
pemeriksaan fisik tidak di jumpai kelainan.

7
2.5 Diagnosis
Bila seseorang didiagnosa gastritis, gejala yang biasa dirasakan yaitu nyeri
pada saluran pencernaan terutama bagian atas, mula, muntah, lambung terasa penuh,
kembung, bersendawa, mersa cepat kenyang, perut keroncongan dan sering kentut
serta timbulnya luka pada dinding lambung. Gejala ini biasa menjadi akut,berulang
dan kronis. Disebut kronis bila gejala ini berlangsung lebih dari satu bulan terus-
menerus dan gastritis inidapat ditangani sejak awal yaitu: mengkonsumsi makan
lunak dalam porsi kecil, berhenti mengkonsumsi makanan pedas dan asam, berhenti
merokok serta minuman beralkohol dan jika memang diperlukan dapat minum
antasdia sekitar setengah jam sebelum makan atau (Misnadiarly, 2009).
Tanda danGejala Penyebab
Mual HCl meningkat
Muntah Adanya penekanan terhadap saraf vagus dan
memberikan reflex ingin muntah
Tidak Nafsu Makan Karena lambung banyak terisi HCl maka lambung
akan terasa penuh, selain itu rasa mual juga dapat
menyebab kan tidak nafsu makan.
Nyeri Peradangan oleh ageniritasi lambung terhadap
lambung
Hematemesis Perdarahan lambung akibat erosi oleh ageniritasi
lambung yang mengenai pembuluh darah di lambung
Dalam Tinja Terdapat Perdarahan lambung akibat erosi oleh ageniritasi
Darah lambung yang mengenai pembuluh darah di lambung
Mulut Terasa Asam Lambung yang terisi HCl yang penuh dapat
menyebabkan HCl terasa sampai di rongga mulut
Tabel 1.Tanda dan Gejala Gasgritis

Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis
kronik. Gastritis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas
berupa hematemesis dan melena. Komplikasi ini dapat berkhir syok hemoragik.

8
Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus,
perforasi dan anemia (Mansjoer, 2001).

2.6 Prognosis
a. Gastritis akut umumnya sembuh dalam waktu beberapa hari.
b. Insidensi ulkus lambung dan kanker lambung meningkat pada gastritis
kronis tipe A.
c. Gastritis dapat menimbulkankomplikasi perdarahan saluran cerna dan
gejala klinis yang berulang.

2.7 Kompikasi
Kompikasi pada gastritis dibagi menjadi 2 jenis, Komplikasi yang timbul pada
Gastritis Akut dan komplikasi pada gastritis kronik :

1. Kompikasi gastritis akut diantaranya :


1) Perdarahan saluran cerna bagian atas, yang merupakan kedaruratan medis,
terkadang perdarahan yang terjadi cukup banyak sehingga dapat
menyebabkan kematian.
2) Ulkus, jika prosesnya hebat
3) Gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah hebat.
2. Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik yaitu :
Gangguan penyerapan vitamin B 12, akibat kurang pencerapa yang
menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan
penyempitan daerah antrum pylorus.

2.8 Penatalaksanaan gastritis


Penatalaksanaan Gastritis Penatalaksanaan gastritis secara umum adalah
menghilangkan factor utama yaitu etiologinya, diet lambung dengan porsi kecil dansering,
sertaObat-obatan. Namun secara spesifik dapat dibedakan sebagai beriktut:
1. Gastritis Akut:
a. Pantang minum alkohol dan makan sampai gejala-gejala menghilang; ubah
menjadi diet yang tidakmengiritasi.

9
b. Jika gejala-gejala menetap, mungkin diperlukan cairanIV.
c. Jika terdapat perdarahan, penatalaksanaannya serupa dengan hemoragie yang
terjadi pada saluran gastrointestinal bagianatas.
d. Jika gastritis terjadi akibat menelan asam kuat atau alkali, encerkan dan
netralkan asam dengan antasida umum, misalnya aluminium hidroksida,
antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik dan sukralfat
(untuksitoprotektor).
e. Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat,gunakan sari buah jeruk yang
encer atau cuka yang diencerkan.
f. Jika korosi parah, hindari emetik dan bilas lambung karena bahaya perforasi.
2. Gastritis Kronis:
a. Modifikasi diet, reduksi stress, danfarmakoterapi.
b. H. phylory mungkin diatasi dengan antibiotik (mis; tetrasiklin atau
amoxicillin) dan garam bismuth (pepto bismol)

2.9 Terapi Farmakologi


Tujuanterapimaagyaitumengurangiataumenghilangkangejalapada
penderita, menurunkan frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks
gastroesofagus, mengobati mukosa yang terluka, dan mencegah berkembangnya
komplikasi. Terapi penyakit maag dikelompokkan menjadi beberapa bagian
yaitu modifikasi gaya hidup dan terapi dengan antasida, antagonis reseptor H2
dan atau inhibitor pompa proton, pemberian terapi farmakologi dengan
mengurangi kekuatan asam, dan terapi intervensi (pembedahan antirefluks dan
endoskopi) (Dipiro,2008).
Berikutnya adalah obat anti asam yang dapat mengurangi asam pada
lambung. Obat antiasam ini ada yang sifatnya ringan dan berat tergantung
penyebabmaag.Selainituadakelompokobatprokinetik,untukmemperbaiki motilitas
(pergerakan)lambung.Jika penyebabnya adalah infeksi oleh Helicobacter pylori,
maka diberikanbismuth,antibiotikmisalnyaamoxicillindanclaritromycindanobat
antitukak (omeprazole).Sakit maag pada awalnya diobati secara simptomatik
dengan pemberianobatyangmenetralisasiataumenghambatproduksiasamlambung

10
berlebihan (jenis antasida) atau obat penghambat produksi asam yang
memperbaiki motilitas usus (sistem gerakan usus). Apabila setelah dua minggu
obat tidak memberikan reaksi yang berarti, dokter akan memeriksa dengan
bantuan peralatan khusus seperti USG, endoskopi, dan lain-lain.
1. Antasida
Antasida adalah senyawa yang mempuyai kemampuan menetralkan asam
lambung atau mengikatnya.Semua obat antasida mempunyai fungsi untuk
mengurangi gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung,
tukak lambung, gastritis, tukak usus dua belas jari, dengan gejala seperti
mual, nyeri lambung, nyeri ulu hati dan perasaan penuh pada
lambung.Kebanyakan kerja antasida bersifat local karena hanya sebagian
kecil dari zat aktifnya yang diabsorpsi. Karena merupakan basa maka jika
berikatan dengan asam yang ada di lambung menyebabkan keasaman
lambung berkurang(Priyanto,2008).Penggunaan antasida bersama-sama
dengan obat lain sebaiknya dihindari karena mungkin dapat mengganggu
absorpsi obat lain. Selain itu antasida mungkin dapat merusak salut enterik
yang dirancang untuk mencegah pelarutan obat dalam lambung.
Antasida yang mengandung magnesium tidak boleh digunakan pada
pasien dengan klirens kreatinin kurang dari 30 ml/ menit karena ekskresi
magnesium dapat menyebabkan toksisitas. Hiperkalemia dapat terjadi pada
pasien dengan fungsi renal normal denganintake kalsium karbonat lebih dari
20 gram/hari dan pasien gagal ginjal dengan intake lebih dari 4 gram/hari
(Dipiro, 2008).Sediaan antasida dapat digolongkan menjadi:
a. Antasida dengan kandungan alumunium dan magnesium
Antasida yang mengandung alumunium dan magnesium relative tidak larut
dalam air seperti magnesium karbonat, oksida, dan trisilikat serta alumunium
glisinat dan hidroksida, bekerja lama bila berada dalam lambung sehingga
sebagian besar tujuan pemberian antasida tercapai.

a) Alumuniumhidroksida
Zat koloidal ini sebagian terdiri dari alumunium hidroksida

11
dan sebagian lagi sebagai alumunium oksida terikat pada molekul
air. Zat ini berkhasiat adstringens,yakni menciutkan selaput lender
berdasarkan sifat ion alumunium yang membentuk kompleks
dengan protein.Juga dapat menutupi tukak lambung dengan suatu
lapisan pelindung.
Dosis yang digunakanadalah 1-2 tablet dikunyah 4 kali
sehari dan sebelum tidur atau bila diperlukan dan sediaan suspensi
1-2sachet(7-14mL), 3-4kalisehari, anak dibawah 8 tahun 1/2-1
sachet,3-4 kali sehari. Contoh obat yang mengandung alumunium
hidroksida antara lain: Alumunium hidroksida, Alumunium
hidroksida dan Magnesium trisilikat, Antasida DOEN, Decamag,
Hufamag, Magasida, Mylanta, Promag, Stopmag,Waisan.

b) Magnesiumhidroksida
Magnesium hidroksida memiliki daya netralisasi kuat, cepat dan
banyak digunakan dalam sediaan terhadap gangguan lambung
bersama alumunium hidroksida, karbonat, dimetikon, dan alginat
(Tjay dan Rahardja, 2007). Dosis yang digunakan 1-2 tablet
dikunyah 4 kali sehari dan sebelum tidur atau bila diperlukan dan
sediaan suspensi 5 mL, 3-4 kali sehari. Contoh obatnya adalah
Alumunium hidroksida dan Magnesium trisilikat, Antasida DOEN,
Decamag, Hufamag, Magasida, Mylanta, Promag, Stopmag,
Waisan.

c) Antasida dengan kandungansimetikon

Senyawa antasida lain seringkali ditemukan dalam sediaan tunggal


maupun kombinasi. Simetikon diberikan sendiri atau ditambahkan
pada antasida sebagai antibuih untuk meringankan kembung
(flatulen) (Anonim, 2009). Pada perawatan paliatif dapat mengatasi
cegukan (Anonim, 2008).

12
2. Antagonis reseptor histamin2
Semua antagonis reseptor H2 mengatasi tukak lambung dan
duodenumdengancaramengurangisekresiasamlambungsebagaiakibat
penghambatan reseptor histamin (H2). Antagonis H2 sebaiknya digunakan
dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan ginjal, kehamilan dan pada
pasien menyusui (Anonim,2008).Efek samping antagonis reseptor H2 adalah
diare dan gangguan saluran cerna lainnya, pengaruh terhadap pemeriksaan
fungsi hati, sakit kepala, pusing, ruam, dan rasa letih (Anonim, 2009).
Contohobat-obatan yang termasuk golongan antagonis reseptor H2 antara
lain yaitu famotidin, ranitidin, ranitidin bismuth nitrat dan simetidin
(Anonim, 2008).

3. Kelator dan senyawa kompleks


Trikalium disitratobismutat adalah suatu kelat bismuth yang efektif
dalam mengatasi tukak lambung dan duodenum. Peran Trikalium disitrat
obismutat pada regimen eradikasi H.pylori pada pasien yang tidak respons
terhadap regimen lini pertama. Sukralfat melidungi mukosa dari asam-pepsin
pada tukak lambung dan duodenum. Sukralfat merupakan kompleks
aluminuium hidroksida dan sukrosa sulfat yang efeknya sebagai antasida
minimal. Contoh obat yang termasuk jenis golongan sukralfat antara lain:
benofat, crafal, inpepsa, propepsa, dan ulsidex (Anonim,2008).

4. Analogprostaglandin
Misoprostol merupakan suatu analog prostaglandin sintetik,
memiliki sifat anti sekresi dan proteksi, memper cepat penyembuhan tukak
lambung dan duodenum. Senyawa ini dapat mencegah terjadinya tukak
karena NSAID.Penggunaannya paling cocok bagi pasien yang lemah atau
sangat lansia dimana penggunaan NSAID tidak mungkin dihentikan. Contoh
obat yang termasuk analog prostaglandin antara lain: arthrotec, cytotec,
gastrul, dan invitec (Anonim,2008).

13
5. Penghambat pompa proton (Proton pumpinhibitor)
Penghambat pompa proton yaitu omeprazol, lansoprazol, pantoprazol
dan rabeprazol menghambat sekresi asam lambung dengan cara menghambat
sistem adenosin trifosfatase hidrogen-kalium (pompa proton) dari sel parietal
lambung. Penghambat pompa proton efektif untuk pengobatan jangka
pendek tukak lambung dan duodenum. Selain itu, juga digunakan secara
kombinasi dengan antibiotika untuk eradikasi H.pylori (Anonim,2008).
Terapi awal jangka pendek dengan penghambat pompa proton merupakan
terapi pilihan pada penyakit refluks gastroesofagal dengan gejala yang berat.
Pasien dengan esofagitis kronis, ulseratif atau striktur yang ditegakkan
melalui pemeriksaan endoskopi juga biasanya memerlukan terapi
pemeliharaan dengan penghambat pompa proton. Selain itu juga,
penghambat pompa proton juga digunakan untuk mencegah dan mengobati
tukak yang menyertai penggunaan NSAID (Anonim, 2009).

2.10 Algoritme Gastritis

14
2.10.1 Penatalaksanaan gastritis pada pelayanan primer

1. Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari pemicu terjadinya


keluhan, antara lain dengan makan tepat waktu, makan sering dengan porsi
kecil dan hindari dari makanan yang meningkatkan asam lambung atau perut
kembung seperti kopi, teh, makanan pedas dan kol.
2. Konseling dan edukasi pasien serta keluarga mengenai faktor risiko
terjadinya gastritis.
3. Terapi diberikan per oral dengan obat, antara lain (Wehbi, 2008) :

a. Antasida adalah obat yang umumnya digunakan untuk mengatasi gejala


sakit maag yang tergolong ringan atau menengah.Digunakan untuk
profilaksis secara umum. Antasida mengandung alumunium dan
magnesium yang dapat membantu penurunan keluhan gastritis dengan
menetralkan asam lambung. Antasida bekerja dengan cara menetralkan
asam lambung berlebih, sehingga menurunkan risiko iritasi pada dinding
saluran pencernaan dan dapat dibeli tanpa resep.
b. Obat antagonis H2 adalah obat Penghambat H2 agen ini mempunyai
organisme sebagai penghambatreseptor histamin. Histamin dipercaya
mempunyai peran penting dalamsekresi asam lambung. Penghambat H2
secara efektif akan menekan pengeluaran asam lambung dan stimulasi
pengeluaran asam oleh makanan dari sistem saraf. beberapa obat dari
agen ini meliputi simetidin, ranitidin, famotidin dan nizatidin.
c. Obat penghambat pompa proton (PPI). Sama seperti H2RA, obat PPI
bertujuan untuk menurunkan kadar asam lambung. Contoh obat ini
adalah omeprazole.
d. Prokinetik adalah obat golongan prokinetik mampu meredakan gejala
sakit maag dengan cara mempercepat proses pencernaan makanan.
Contoh obat ini adalah domperidone.
e. Antibiotik, obat ini diresepkan dokter jika sakit maag yang disebabkan
oleh bakteri Helicobacter pylori.

15
f. Antidepresan, obat ini diresepkan dokter untuk meredakan rasa nyeri saat
sakit maag.
g. Psikoterapi, dokter akan merekomendasikan psikoterapi untuk
menangani rasa cemas dan depresi yang menjadi penyebab gangguan
pencernaan. Beberapa jenis terapi psikologis yang mungkin dilakukan,
yaitu meditasi, latihan relaksasi, atau terapi bicara.
4. Lama pengobatan selama 5 hari, bila dalam 5 hari tidak ada perbaikan klinis
maka harus dirujuk.

2.10.2 Penggunaan Obat Secara Rasional

Dalam situsnya, WHO menjelaskan bahwa definisi Penggunaan Obat


Rasional adalah apabila pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan
klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dalam periode waktu yang
sesuai dan dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyarakat.
Dengan empat kata kunci yaitu kebutuhan klinis,dosis, waktu dan biaya yang sesuai.
POR merupakan upaya intervensi untuk mencapai pengobatan yang efektif (WHO,
2012).

2.10.3 Peresepan Obat

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai
peraturan perundangan yang berlaku. Pelayanan resep adalah proses

28kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis yang harus dikerjakan mulai
dari penerimaan resep, peracikan obat sampai dengan penyerahan obat kepada
pasien.

2.10.4 Peresepan Obat Rasional

Peresepan yang rasional menurut WHO (1985) adalah jika pasien yang
mendapat obat-obatan sesuai dengan diagnosis penyakitnya, dosis dan lama
pemakaian obat yang sesuai dengan kebutuhan pasien, serta biaya yang serendah
mungkin yang dikeluarkan pasien maupun masyarakat untuk membuat obat.

16
Menyimpang dari ketentuan di atas dapat dikatakan "tidak rasional".Pengobatan
yang rasional itu merupakan suatu hal yang kompleks dan dinamis. Prosesnya mulai
dari diagnosis, penentuan dan pemilihan jenis obat, penyediaan pelayanan obat,
petunjuk pemakaian obat, bentuk sediaan yang tepat, cara pengemasan, pemberian
label/ etiket dan kepatuhan penggunaan obat oleh penderita (Pane dkk, 2010).

2.10.5 Peresepan Obat yang Tidak Rasional

Pola peresepan yang menyimpang memiliki peranan besarpada pengobatan


tidak rasional. Peresepan yang tidak rasional dapat juga dikelompokkan dalam lima
bentuk:

1. Peresepan boros (Extravagant Prescribing)Peresepan dengan obat-obat yang lebih


mahal, padahal ada alternatif obat yang lebih murah dengan manfaat dan
keamanan yang sama. Termasuk disini adalah peresepan yang terlalu berorientasi
ke pengobatan simptomatik hingga mengurangi alokasi obat yang lebih vital
contoh pemakaian obat antidiare yang berlebihan dapat menurunkan alokasi untuk
oralit yang lebih vital untuk menurunkan mortalitas.

2. Peresepan berlebihan (Over Prescribing)Peresepan yang jumlah, dosis dan lama


pemberian obat melebihi ketentuan, serta peresepan obat-obat yang secara medik
tidak atau kurang diperlukan.

3 .Peresepan yang salah (Incorrect Prescribing)Pemakaian obat untuk indikasi yang


salah, obat yang tidak tepat, cara pemakaian salah, mengkombinasi dua atau lebih
macam obat yang tak bisa dicampurkan secara farmasetik dan terapetik, serta
pemakaian obat tanpa memperhitungkan kondisipenderita secara menyeluruh.

4. Peresepan majemuk (Multiple Prescribing)Pemberian dua atau lebih kombinasi


obat yang sebenarnya cukup hanya diberikan obat tunggal saja.Termasuk disini
adalah pengobatan terhadap semua gejala yang muncul tanpa mengarah ke
penyakit utamanya.

17
5. Peresepan kurang (Under Prescribing)Terjadi kalau obat yang diperlukan tidak
diresepkan, dosis obat tidak cukup, dan lama pemberian obat terlalu pendek
waktunya (Kimin, 2008)

2.11 Pencegahan Infeksi H. Pylori

Pencegahan infeksi H. Pylori dapat mengurangi tingkat keparahan gastritis


dan mengurangi risiko kanker gastritis. Terapi antibiotik secara indiskriminasi
terbukti dapat mencegah penyakit akibat H. Pylori. Pendekatan alternatif dalam
pencegahan infeksi H. Pylori adalah dengan menerapkan batasan saat penggunaan
antibiotik dalam rangka pencegahan resistensi antibiotik. Peran vaksin H. Pylori
masih belum cukup mengingat seringnya terjadi kegagalan sistem imun untuk
membersihkan infeksi dan aksi protektif vaksin yang tidak cukup kuat untuk
mencegah infeksi. Selain itu, vaksin ini harus diberikan pada usia yang sangat muda
sebelum infeksi menyerang, dan pada usia ini seringkali sistem imun masih belum
cukup matang untuk merespon vaksin H. Pylori. Ada banyak upaya untuk
mengembangkan vaksin yang aman dan efektif terhadap H. pylori, tetapi meskipun
ada beberapa hasil yang baik, pekerjaan lebih lanjut diperlukan untuk menghasilkan
kandidat yang efektif dan aman bagi manusia. Selain itu, beberapa penelitian telah
membuktikan kontribusi dari probiotik dalam mencegah infeksi H. Pylori(Habeeb et
al., 2016).

2.12 Terapi Non farmakologi Maag

a. Manajemen Diet
Nutrisi adalah sebuah aspek dari asupan makanan yang sehat dan
keperluan untuk menghasilkan promosi kesehatan dan mencegah serta
menangani berbagai macam penyakit, tidak terkecuali ulkus peptikum.
Manajemen diet atau dietotherapy diketahui memegang kunci dalam pencegahan

18
dan pengobatan dari ulkus peptikum, dengan tujuan utama sebagai
berikut(Vomero and Colpo, 2014):
1. Memulihkan dan melindungi dinding lapisan gastrointestinal
2. Meningkatkan fungsi pencernaan
3. Meredakan sakit
4. Memberikan status nutrisi yang lebih baik

a) Makanan yang direkomendasi untuk pasien


Tujuan dari dietotherapy untuk mencegah hipersekresi dari
asamlambung untuk mengurangi nyeri dan sakit pada mukosa lambung
dan usus. Terdapat beberapa rekomendasi nutrisi untuk manajemen diet
pada pasien ulkus peptikum. Distribusi kalori untuk pasien harus
normal, dengan komposisi karbohidrat 50-60%, protein 10-15%, dan
lemak 25-30%, dengan total energy yang cukup untuk menjaga atau
memulihkan status nutrisi. Selanjutnya, makronutrien seperti protein
sebaiknya dikonsumsi 1,2 g/kg/BB pasien/hari pada fase akut (minggu
ke 5 hingga 8), dan 1,5 g/kg/BB pasien/hari pada fase pemulihan.
Rekomendasi makanan sehari-hari untuk pasien dengan ulkus peptikum
diinterpretasikan dalam tabel di bawah ini(Vomero and Colpo, 2014).

19
Karakteristik Rekomendasi

Kebutuhan Energi Nilai Energi Total untuk Mencukupi/Memulihkan Status Gizi


Harian
Fase Akut Fase Pemulihan (Recovery)

Karbohidrat (%) 50-60 50-60

Protein (g/KgBB) 1.2 1.5

Lemak (%) 25-30 25-30

Seng/Zinc (mg) 11 40

Selenium (μg) 55 400

Vitamin A (μg) 900 3000

Vitamin C (mg) 75 500

Vitamin B¹² (μg) 2.4 2.4

Asam Folat (μg) 400 400

Zat Besi (mg) 45 45

Serat (g) 20-30 20-30


9 11
Probiotik (CFU/hari) Bakteria asam laktat 10 - 10 Bakteria asam laktat 109 - 1011

Tabel 2. Rekomendasi Untuk Pasien Ulkus Peptikum

b) Manfaat Serat
Sifat fisikokimia dari fraksi serat menghasilkan berbagai efek
fisiologis pada organisme. Serat yang larut air (ditemukan pada apel,
oatmeal dan pir) berfungsi untuk meningkatkan viskositas dalam isi
intestinal. Serat yang tidak larut air (ditemukan pada whole grains,
granola, flaxseed) berfungsi untuk meningkatkan massa tinja, sehingga
mengurangi waktu singgah pada usus besar, dan membuat proses
defekasi menjadi lancar.World Health Organization (WHO)
merekomendasikan asupan serat untuk pasien dengan ulkus peptikum
sebanyak 20-30 gram/hari. Serat berfungsi sebagai buffer yang akan
mengurangi konsentrasi dari asam dalam lambung dan waktu singgah
intestinal, yang menghasilkan pengurangan dari bloating, dan akhirnya
mengurangi ketidaknyamanan dan nyeri pada saluran
pencernaan(Vomero and Colpo, 2014).

20
c) Manfaat Probiotik
Probiotik adalah suplemen makanan yang berisi
mikroorganisme hidup yang mempunyai manfaat positif pada manusia
dalam keseimbangan mikrobial. Probiotik memegang peranan penting
dalam penanganan infeksi oleh H. pylori dalam patogenesis ulkus
peptikum pada orang dewasa. Probiotik menunjukkan efek terapeutik
dan efikasi dari probiotik untuk menangani bakteri patogen ini.
Probiotik berkontribusi untuk mengurangi laju infeksi, tetapi tidak
menghilangkan atau membunuh H. pylori tersebut. Probiotik hanya
mempunyai kemampuan untuk mengurangi jumlah bakteri dan
mengurangi infeksi yang disebabkannya. Direkomendasikan asupan
probiotik sebanyak 109 hingga 1011 CFU/hari bakteri asam laktat.
Sumber dari probiotik yang telah diteliti adalah yogurt yang
mengandung Bifidobacterium animalis dan L. acidophilus yang dapat
secara efektif menginhibisi pertumbuhan H.pylori dan mengurangi
infeksi yang disebabkannya(Vomero and Colpo, 2014).
d) Manfaat Antioksidan
Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa pengobatan
terbaik adalah penghilangan bakteri patogen yang menyebabkan ulkus
peptikum, yaitu H. pylori. Sebuah studi menunjukkan bahwa vitamin C
mempunyai efek yang penting dalam penghilangan bakteri patogen
dalam dosis 500 mg/hari dalam periode 3 bulan. Antioksidan lain yang
disarankan adalah capsaicin yang ada pada paprika dan cabai. Studi
pada hewan coba menunjukkan bahwa senyawa ini mempunyai efek
untuk menyembuhkan lesi pada GIT. Tetapi, studi pada subjek
menunjukkan bahwa senyawa ini mempunyai efek gastroprotektif
hanya pada pasien yang mempunyai lesi GIT terinduksi aspirin.
Namun, paprika dan cabai diketahui dapat mengiritasi mukosa lambung
dan mungkin tidak punya efek gastroprotektif pada pasien dengan ulkus
peptikum(Vomero and Colpo, 2014).

21
e) Substansi makanan yang berpotensi pada gejala ulkus peptikum
Infeksi yang disebabkan bakteri H. pylori pada ulkus peptikum
dapat disembuhkan dengan mengganti asupan makanan dan gaya hidup.
Konsumsi alkohol dapat merusak saluran cerna dengan penampakan
gejala seperti ulser. Merokok juga dapat menghambat sekresi mucus
dan bikarbonat, yang akan meningkatkan laju duodenal dan lambung
dan meningkatkan resiko pembentukan ulser. Kopi, bahkan kopi decaf,
meningkatkan produksi asam lambung yang dapat mengiritasi mukosa
GIT. Minuman bersoda juga dapat meningkatkan produksi asam serta
menyebabkan distensi lambung. Berikut ini adalah tabel yang
menggambarkan makanan yang diperbolehkan, diawasi, dan dilarang
pada pasien dengan ulkus peptikum(Vomero and Colpo, 2014).

22
Tabel 3. Makanan yang diperbolehkan, diawasi, dan dilarang pada pasien ulkus
peptikum

f) Penggunaan antasida versus Bioavailabilitas Berbagai Nutrien


Defisiensi dari vitamin B12 menjadi umum pada pasien
dengan ulkus peptikum karena penggunaan antasida yang
berkepanjangan, sehingga menghambat bioavailabilitas dari vitamin
ini. Vitamin B12 dapat disintesis dengan mikroba usus besar, tetapi

23
tidak diabsorbsi. Defisiensi dari vitamin ini menyebabkan gangguan
pembelahan sel dan anemia megaloblastik. Oleh karena itu, konsumsi
vitamin B12 direkomendasikan sebanyak 2,4 µg/hari, yang didapatkan
dari susu, daging dan telur(Vomero and Colpo, 2014).
Absorbsi dari asam folat dapat terganggu karena penggunaan
antasida berbasis alumunium, contohnya Gastran®, karena antasida
dapat membuat pH usus menjadi lebih basa. Oleh karena itu, asupan
dari asam folat dianjurkan sebanyak 400 µg/hari, yang didapatkan dari
kacang-kacangan dan daging(Vomero and Colpo, 2014).

Antasida juga dapat mengganggu absorbsi dari besi yang


menyebabkan anemia defisiensi besi. Perdarahan GIT juga dapat
terjadi dan dihubungkan dengan kejadian anemia. Infeksi yang
disebabkan H. pylori juga menyebabkan ketidakseimbangan besi
karena H. pylori membutuhkan besi untuk pertumbuhannya. Untuk
mencegah atau mengobati defisiensi besi, direkomendasikan asupan
besi sebanyak 45 mg/hari, yang didapat dari daging merah, serta jus
buah yang mengandung vitamin C(Vomero and Colpo, 2014).

b. Manajemen Gaya Hidup


Aktivitas fisik terlibat dalam patogenesis ulkus peptikum melalui beberapa
mekanisme beberapa diantaranya melalui pengaruhnya terhadap sistem imun,
sekresi asam lambung, dan stress emosional. Olahraga ringan yang dilakukan
rutin dapat meningkatkan sistem imun, menurunkan asam lambung, dan
mengurangi stress emosional. Namun, olahraga yang berlebihan harus dihindari
karna dapat menyebabkan stress fisiologis yang dapat memperparah ulkus
peptikum (Cheng, 2000).
Pekerjaan juga dikaitkan dengan kejadian ulkus peptikum, dimana pekerjaan
fisik yang berat mempengaruhi fungsi lambung dan menyebabkan ulserasi dari
lambung. Selain pekerjaan fisik, stress karna pekerjaan juga dilaporkan memiliki
hubungan dengan kejadian ulkus peptikum. Karna itu disarankan paisen untuk
mendapatkan istirahat yang cukup, minimal 7-8 jam tidur di malam hari atau

24
tidur siang selama 30 menit untuk mengurangi stress fisik maupun stress
psikologis (Cheng, 2000).

25
BAB III

METODE

3.1 LokasidanWaktu
Penelitian terkait tugas khusus dilakukan Selama Praktik Kerja Profesi
Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 375,389 dan 394 pada periode Maret 2019

3.2 MetodePelaksanaan
Pengkajian resep dilakukan berdasarkan penelusuran resep yang ada di
Apotek Kimia Farma No. 375,389 dan 394. Dilakukan pula penelusuran pustaka
terkait dengan gastritis (maag) dan selanjutnya dipilih resep yang ditujukan untuk
pasien yang menderita maag. Resep yang diperoleh kemudian dianalisis
berdasarkan kelengkapan administratif, kesesuaian farmasetis, dan pertimbangan
klinis sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek (Permenkes No. 73
Tahun 2016). Pendalaman literatur yang berkaitan dengan kajian kasus juga
dilakukan untuk memberikan pelayanan kefarmasian yang optimal seperti
karakterisasi obat, PIO (Pemberian Informasi Obat), dan KIE (Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi).

26
27
BAB IV

PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian Resep Apotek Kimia Farma 375

4.1.1 Resep 1 Apotek Kimia Farma No. 375

R/ Bisoprolol 2,5 mg No. XXX

S1 dd 1 Cap (pagi, pc)

R/ Ranitidin 150 mg No. XXX

S1 dd 1 Cap (pagi, ac)

Pro: Ny. Fatimah

a. Kelengkapan Resep
1. Kajian administratif
Kajian administratif meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, dan berat badan;
nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon, dan paraf; serta
tanggal penulisan resep (Permenkes No. 73 Tahun 2016).
No. Persyaratan Checklist
1. Dokter:
Nama dokter √
Alamat dokter -
Nomor Surat Izin Praktek (SIP) -
Nomor telepon √
Paraf √
2. Tanggal penulisan resep √
3. Pasien:
Nama pasien √

27
Alamat -
Umur √
Jenis kelamin √
Berat badan -
Tabel 4. kajian administrative

Berdasarkan kajian administratif yang dilakukan terhadap resep di atas, resep


tersebut termasuk ke dalam resep yang kurang lengkap karena di bagian identitas
dokter tidak mencantumkan alamat dokter dan nomor SIP dokter sehingga akan
membuat apoteker sulit untuk menghubungi dokter jika dibutuhkan. Sedangkan di
bagian identitas pasien, alamat pasien, dan berat badan pasien tidak tercantum, yang
dapat mempersulit Apoteker untuk menghitung penyesuaian dosis untuk pasien jika
dibutuhkan.
2. Kajian farmasetis

Pertimbangan farmasetis meliputi bentuk dan kekuatan sediaan, stabilitas,


dan kompatibilitas (ketercampuran obat).

a) Bisoprolol 2,5 mg
Bentuk sediaan: Tablet
Dosis awal: Hipertensi dan angina: 1 x 5-10 mg sehari pada pagi hari.
Gagal jantung kronik stabil: 1 x 1,25mg/ hari pada minggu pertama.
Dosis pemeliharaan: 1 x 10 mg/hari.

b) Ranitidin 150 mg
Bentuk sediaan : Tablet
Ulkus lambung dan duodenum Awal: 300 mg pada waktu tidur atau 150 mg
selama 4-8 minggu. Pemeliharaan: 150 mg pada waktu tidur. Maks: 300 mg
tawaran.
Ulserasi terkait NSAID: 150 mg bid atau 300 mg pada waktu tidur selama 8-
12 minggu. Profilaksis: 150 mg.
Infeksi H. Pylori: 300 mg pada waktu tidur atau 150 mg bid dengan
amoksisilin dan metronidazol selama 2 minggu. Lanjutkan dg ranitidine
selama 2 minggu lagi.

28
GERD: 150 mg atau 300 mg sebelum tidur hingga 8 minggu. Parah: 150 mg
4 kali / hari selama 12 minggu.
Esofagitis erosif 150 mg 4 kali / hari. Pemeliharaan: 150 mg tawaran.

3. Kajian Klinis
a) Bisoprolol

Komposisi : Bisoprolol 2,5 mg

Indikasi : Hipertensi dan angina, gagal jantung kronik.

Dosis Lazim : 1 x 5-10 mg sehari pada pagi hari.

Dosis yang diberikan : 2,5 mg satu kali sehari pada pagi hari.

Farmakologi : Bisoprolol berperan sebagai antagonis reseptor adrenergik


β1 kardioselektif.
Kontraindikasi : Hipersensitif, blok atrioventrikular derajat
kedua atau ketiga, gagal jantung, syok
kardiogenik, sinus bradycardia parah.

Efek Samping : Gastrointestinal: Diare (2,6% hingga 3,5%)


Neurologis: Sakit kepala (8,8% hingga 10,9%)
Pernafasan: Rhinitis (2,9% hingga 4%), infeksi
saluran pernapasan atas (4,8% hingga 5%).
Lainnya: Kelelahan (6,6% hingga 8,2%).

Interaksi : Diltiazem, Verapamil, Clonidine, Metildopa.

b) Ranitidine

Komposisi : Ranitidine 150 mg

Indikasi : Ulkus lambung dan duodenum, ulkus terkait


penggunaan AINS, infeksi H. Pylori, GERD,
esophagitis erosive.

Dosis lazim : Awal: 300 mg pada waktu tidur atau 150 mg


selama 4-8 minggu. Pemeliharaan: 150 mg pada
waktu tidur

29
Dosis yang diberikan : 150 mg satu kali sehari pada pagi hari sebelum
makan.

Farmakologi : Ranitidine adalah antagonis reseptor H2


kompetitif yang dapat menghambat aksi
histamin pada reseptor histamin H2, termasuk
reseptor pada sel-sel lambung.

Konteraindikasi : Penderita yang diketahui hipersensitif terhadap


ranitidine.

Efek samping : Umum: Gastrointestinal: Nyeri perut, Sembelit,


Diare Neurologis: Sakit kepala

Interaksi : Tolazoline, Ketoconazole, Domperidone,


Codeine, Warfarin

Berdasarkan keluhan pasien dan kajian klinis di atas, dapat diketahui bahwa
pasien mendapatkan obat dengan ketepatan indikasi dan dosis yang baik. Pasien juga
diketahui tidak memiliki kriteria kontraindikasi dan tidak terdapat interaksi antara
kedua obat tersebut, sehingga keduanya aman untuk dikonsumsi.

4. Perhitungan Bahan
Nama Obat Cara Jumlah Harga
Penggunaan
Bisoprolol 2,5 mg 1 x 1 hari 1 30 Rp. 2,318 x
tablet setelah tablet 30 tablet =
makan pada Rp. 69,540
pagi hari (BPJS)

Ranitidine 150 mg 1 x 1 hari 1 30 Rp. 601 x


tablet tablet 30 tablet =
sebelum Rp. 18,030
makan pada
pagi hari

30
5. Edukasi Pasien
Pasien diedukasi terkait kandungan, fungsi dan cara pemakaian tiap obat.
Untuk ranitidine diberitahukan bahwa jika keluhan pada lambung sudah mereda
dapat dihentikan penggunaannya, namun untuk bisoprolol harus tetap dikonsumsi
secara rutin walaupun keluhan sudah tidak dirasakan, agar tekanan darah dapat
terkendali secara konsisten. Setelah itu, pasien dijelaskan bahwa obat aman
dikonsumsi karena tidak saling berinteraksi, tanggal kadaluwarsa masih lama dan
kemungkinan efek samping yang mungkin terjadi. Untuk menunjang terapi yang
dijalankan, pasien juga diingatkan untuk selalu menjaga makanan, olahraga secara
rutin, hindari alcohol dan rokok serta hindari stress.

31
4.1.2 Resep 2 Apotek Kimia Farma No. 375

R/ Lansoprazol 30 mg No. XXX

S 1 dd 1 (pagi, ac)

R/ Bisoprolol 2,5 mg No. XXX

S 1 dd 1 (pagi, pc)

R/ Clopidogrel 75 mg No. XXX

S 1 dd 1 (malam, pc)

Pro: Pamo Majid

b. Kelengkapan Resep
1. Kajian administratif
Kajian administratif meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, dan berat badan;
nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon, dan paraf; serta
tanggal penulisan resep (Permenkes No. 73 Tahun 2016).
No. Persyaratan Checklist
1. Dokter:
Nama dokter √
Alamat dokter -
Nomor Surat Izin Praktek (SIP) -
Nomor telepon √
Paraf -
2. Tanggal penulisan resep √
3. Pasien:
Nama pasien √
Alamat -
Umur √
Jenis kelamin √
Berat badan -

32
Berdasarkan kajian administratif yang dilakukan terhadap resep di atas, resep
tersebut termasuk ke dalam resep yang kurang lengkap karena di bagian identitas
dokter tidak mencantumkan alamat dokter dan nomor SIP dokter sehingga akan
membuat apoteker sulit untuk menghubungi dokter jika dibutuhkan. Ditambah lagi,
dokter juga tidak membubuhkan parafnya, yang membuat keaslian dari resep tersebut
dapat dipertanyakan. Sedangkan di bagian identitas pasien, alamat pasien, dan berat
badan pasien tidak tercantum, yang dapat mempersulit Apoteker untuk menghitung
penyesuaian dosis untuk pasien jika dibutuhkan.

2. Kajian farmasetis
Pertimbangan farmasetis meliputi bentuk dan kekuatan sediaan, stabilitas, dan
kompatibilitas (ketercampuran obat).
a) Lansoprasol 30 mg
Bentuk sediaan: Kapsul
Dosis awal: Tukak lambung dan duodenum: 1 x 15 – 30 mg/ hari.

Dosis Pemeliharaan: 1 x 15 mg/ hari


b) Bisoprolol 2,5 mg
Bentuk sediaan: Tablet
Dosis awal: Hipertensi dan angina: 1x5-10 mg sehari pada pagi hari.

Gagal jantung kronik stabil: 1x 1,25mg/ hari pada minggu pertama.

Dosis pemeliharaan: 1x10 mg/hari.

c) Clopidogrel 75 mg
Bentuk sediaan: Tablet
Dosis awal: 1 x 300 mg,
Dosis pemeliharaan: 1 x 75 mg.

3. Kajian Klinis
a. Lansoprazol
Komposisi : Lansoprazol 30 mg
Indikasi : Tukak lambung, tukak duodenum.

33
Dosis Lazim : Tukak lambung dan duodenum: 1x 15 – 30 mg/ hari.
Dosis pemeliharaan: 1x 15 mg/ hari
Dosis yang : 30 mg satu kali sehari
diberikan
Farmakologi : Bekerja menekan sekresi asam lambung dengan menghambat aktivitas
enzim H/K ATPase (pompa proton) pada permukaan kelenjar sel
parietal gastrik pada pH < 4. Lansoprazole yang berikatan dengan
proton (H) secara cepat akan diubah menjadi sulfonamid, suatu
penghambat pompa proton yang aktif.
Kontraindikasi : Penderita yang hipersensitif terhadap lansoprazol
Efek Samping : Urtikaria, mual, muntah, konstipasi, kembung, nyeri abdomen, lesu,
pandangan kabur, perubahan enzim hati dan gangguan fungsi hati,
depresi, mulut kering.
Interaksi : Lansoprazole mengurangi efek clopidogrel dengan memengaruhi
metabolisme enzim hati CYP2C19. Gunakan hati-hati / monitor.
Rata-rata AUC dari metabolit aktif clopidogrel berkurang sebesar-
14% ketika lansoprazole digunakan bersama dibandingkan dengan
pemberian clopidogrel saja pada subyek sehat yang merupakan
metabolizer luas CYP2C19. Kemanjuran Clopidogrel dapat
dikurangi dengan obat yang menghambat CPY2C19. Penghambatan
agregasi trombosit oleh clopidogrel sepenuhnya karena metabolit
clopidogrel aktif. Clopidogrel dimetabolisme sebagian oleh
CYP2C19

b. Bisoprolol 2,5 mg

Komposisi : Bisoprolol fumarate 2,5 mg


Indikasi : Hipertensi dan angina, gagal jantung kronik.
Dosis Lazim : Hipertensi dan angina: 1x5-10 mg sehari pada pagi hari.
Gagal jantung kronik stabil: 1x 1,25mg/ hari pada minggu

34
pertama.
Dosis pemeliharaan: 1x10 mg/hari.
Dosis yang : 2,5 mg satu kali sehari
diberikan
Farmakologi : Bisoprolol berperan sebagai antagonis reseptor adrenergik
β1 kardioselektif.
Kontraindikasi : Hipersensitif, blok atrioventrikular derajat kedua atau
ketiga, gagal jantung, syok kardiogenik, sinus bradycardia
parah.
Efek Samping : Gastrointestinal: Diare (2,6% hingga 3,5%) Neurologis:
Sakit kepala (8,8% hingga 10,9%) Pernafasan: Rhinitis
(2,9% hingga 4%), infeksi saluran pernapasan atas (4,8%
hingga 5%). Lainnya: Kelelahan (6,6% hingga 8,2%).
Interaksi : Bisoprolol tidak boleh dikombinasi dengan obat
penghambat-β lainnya. Obat penghambat saluran kalsium,
obat antiaritmik, obat alpha-blocker, obat anastesi, malaria
dan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID).
c. Clopidogrel 75 mg

Komposisi : Clopidogrel bisulfat


Indikasi : Infark miokard, stroke, penyakit arteri perifer
Dosis Lazim : Dosis awal : 1 x 300 mg, Dosis pemeliharaan:1 x 75 mg.
Dosis yang : 75 mg satu kali sehari
diberikan
Farmakologi : Selektif menghambat ikatan Adenosine Di-Phosphate
(ADP) pada reseptor ADP di platelet sehingga
menghambat aktivasi kompleks glikoprotein GPIIb/IIIa
yang dimediasi oleh ADP dan menyebabkan
penghambatan terhadap agregasi platelet. Absorpsi cepat
pada pemberian per oral dan penyerapannya tidak
dipengaruhi oleh makanan.

35
Kontraindikasi : Pasien yang hipersensitif terhadap komponen yang
terkandung di dalam CPG. Pasien yang mengalami
perdarahan patologis seperti ulkus peptikum atau
perdarahan intracranial.
Efek Samping : Pendarahan, pendarahan gastrointestinal, gangguan
hematologi, gangguan system saraf pusat dan perifer.
Interaksi : Mengganggu proses pembuangan clopidogrel dari tubuh
jika dikonsumsi bersama dengan obat penghambat pompa
proton (proton pump inhibitors), seperti omeprazole,
cimetidine, ticlopidine, fluvoxamine, fluoxetine,
ketoconazole, dan voriconazole. Clopidogrel juga dapat
memperlambat pembuangan obat diabetes repaglinide.
Meningkatnya risiko perdarahan jika dikonsumsi bersama
dengan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS).

Perhitungan Bahan

Nama Obat Cara Jumlah Harga


Penggunaan
Lansoprazole 30 mg 1 x 1 hari 1 30 Rp. 572 x 30
tablet tablet tablet = Rp.
sebelum 17,160
makan pada (BPJS)
pagi hari

36
Bisoprolol 2,5 mg 1 x 1 hari 1 30 Rp. 2,318 x
tablet tablet 30 tablet =
sesudah Rp. 69,540
makan pada (BPJS)
pagi hari

Clopidogrel 75 mg 1 x 1 hari 1 30 hari Rp. 1,318 x


tablet 30 tablet =
sesudah Rp. 39,540
makan pada (BPJS)
malam hari

Tabel 5. Perhitungan Bahan

4. Edukasi Pasien
Pasien diedukasi terkait kandungan, fungsi dan cara pemakaian tiap obat.
Untuk lansoprazole diberitahukan bahwa jika keluhan pada lambung sudah mereda
dapat dihentikan penggunaannya, namun untuk bisoprolol dan clopidogrel harus
tetap dikonsumsi secara rutin walaupun keluhan sudah tidak dirasakan, agar tekanan
darah dapat terkendali secara konsisten. Penting untuk diketahui pasien jika
lansoprazole dan clopidogrel tidak boleh dikonsumsi secara bersamaan, karena kedua
obat tersebut saling berinteraksi, sehingga harus diberi jarak waktu dalam
penggunaannya. Setelah itu, pasien dijelaskan bahwa obat aman dikonsumsi karena
tidak ada interaksi lainnya, tanggal kadaluwarsa masih lama dan beberapa
kemungkinan efek samping yang mungkin terjadi. Untuk menunjang terapi yang
dijalankan, pasien juga diingatkan untuk selalu menjaga makanan, olahraga secara
rutin, hindari alcohol dan rokok serta hindari stress.

37
4.2 Pengkajian Resep Apotek 389

4.2.1 Resep 1 Apotek Apotek 389

R/ Aspilets 8 mg XXX

S 1 ddd 1 (siang, pc)

R/ ISDN 5 mg XC

S 3 dd 1 (pc)

R/ Lansoprazole 30 mg XXX

S 1 dd 1 (pagi, ac)

(Permenkes No. 73 Tahun 2016).


No. Persyaratan Checklist
1. Dokter:
Nama dokter √
Alamat dokter -
Nomor Surat Izin Praktek (SIP) √
Nomor telepon √
Paraf √
2. Tanggal penulisan resep √
3. Pasien:
Nama pasien √
Alamat -
Umur √
Jenis kelamin √
Berat badan -
Tabel 6. kajian administratif
Berdasarkan kajian administratif yang dilakukan terhadap resep di atas, resep tersebut
termasuk ke dalam resep yang kurang lengkap karena di bagian identitas dokter tidak
mencantumkan alamat dokter, namun apoteker mencantumkan SIP dan alamat dapat dilihat
dari alamat rumah sakit tempat dokter praktik.
1. Kajian farmasetis

Pertimbangan farmasetis meliputi bentuk dan kekuatan sediaan, stabilitas, dan


kompatibilitas (ketercampuran obat).

a) Aspilets 80 mg (diganti menjadi miniaspi)


Bentuk sediaan: Tablet

38
Dosis awal: Aangina: 80 mg sehari pada pagi hari.
Dosis pemeliharaan: 1 x 80 mg/hari.

b) ISDN 5 mg
Bentuk sediaan : Tablet
Terapi profilaksis angina pectoris : sediaan oral 15-80 mg/ hari dibagi dalam 2-3
dosis.

c) Lansoprazole 30 mg
Bentuk sediaan: Kapsul
Dosis awal: Tukak lambung dan duodenum: 1 x 15 – 30 mg/ hari.
Dosis Pemeliharaan: 1 x 15 mg/ hari

2. Kajian Klinis
1. Aspilets 80 mg

Komposisi : Acydum acetyl salycylicum 80 mg

Indikasi : Profilaksis penyakit serebrovaskular atau infark

miokard.

Dosis Lazim : 1 x 80 mg sehari pada pagi hari.

Dosis yang diberikan : 80 mg satu kali sehari pada pagi hari.

Kontraindikasi : penderita yang diketahui mempunyai riwayat alergi atau


hipersensitif terhadap aspilet dan komponen Asam
Asetilsalisilat obat penderita yang diketahui
mempunyai riwayat penyakit asma penderita yang
diketahui mempunyai riwayat tukak lambung atau
penyakit maag
.

Efek Samping : Bronkospasme, mual, muntah, nyeri ulcerasi, perdarahan


saluran cerna, perdarahan lain, dan tinnitus.

Interaksi : Mifepristone, Acetazolamide, Pengencer darah (seperti


warfarin, heparin), Corticosteroid (seperti prednisone),
methotrexate, valproic acid, Pengobatan herbal seperti
ginko biloba

39
.

2. ISDN

Komposisi : Isosorbide dinitrate 5 mg

Indikasi : Terapi profilaksis angina pectoris

Dosis lazim : Sediaan sulingual 2.5 mg (onset 5 menit) sediaan oral


15-80 mg/ hari dibagi dalam 2-3 dosis.

Konteraindikasi : Pasien yang mengalami hipotensi berat, anemia,


hipovolemia, dan gagal jantung akibat obstruks

Efek samping : Sakit kepala berdenyut, muka merah, pusing, hipotensi


postural, dan takikardi.

3. Lansoprazole
Komposisi : Lansoprazole 30 mg
Indikasi : Tukak duodenum dan refluks esofagus, tukak lambung
ringan.
Dosis lazim : Dewasa : 15-30 mg tiap pagi hari untuk 2-4 minggu.
GERD
15-30 mg satu kali sehari. Ulkus peptik : 30 mg satu
kali sehari 15-30 mg
Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap lansoprazole
Interaksi obat : Lansoprazole mengurangi efek clopidogrel dengan
memengaruhi metabolisme enzim hati CYP2C19.
Efek samping : Urtikaria, mual, muntah, konstipasi, kembung, nyeri
abdomen, lesu, pandangan kabur, perubahan enzim hati
dan gangguan fungsi hati, depresi, mulut kering.

Berdasarkan keluhan pasien dan kajian klinis di atas, dapat diketahui bahwa pasien
mendapatkan obat dengan ketepatan indikasi dan dosis yang baik. Pasien juga diketahui tidak
memiliki kriteria kontraindikasi dan tidak terdapat interaksi antara kedua obat tersebut,
sehingga keduanya aman untuk dikonsumsi.

40
3. Perhitungan Bahan
Aspilets (miniaspi)
Jumlah : 30 Tablet
Aturan pakai : 1 kali sehari 1 tablet setelah makan pagi

ISDN (Isosorbid dinitrate)


Jumlah : 90 tablet
Aturan pakai : 3 kali sehari 1 tablet sebelum makan

41
Lansoprazole
Jumlah : 30 tablet
Aturan pakai : 1 kali sehar 1 tablet sebelum makan pagi

4. Edukasi
Pasien diberikan edukasi terkait penobatannya, miniaspi sangat di anjurkan diminum
setelah makan dikarenakan dapat mengakibatkan terjadinya iritasi lambung. Lansoprazole
diharuskan diminum pagi hari untuk menjaga kondisi keasaman lambung dapat benar benar
terjaga sehingga tidak terkena efek samping dari miniaspi itu sendiri. Pemakaian obat isdn 3
kali sehari dengan selang waktu 8 jam agar terapi yang didapat maksimal.

4.2.2 Resep 2 Apotek Kimia Farma 389

R/ Bisoprolol 2.5 mg XXX


S 1 dd 1
R/ Aspilets 80 mg XXX
S 1 dd 1
R/ Lansoprazole 30 mg XXX
S 1 dd 1
R/ ISDN 5 mg XXX
S 1 dd 1

42
(Permenkes No. 73 Tahun 2016).
No. Persyaratan Checklist
1. Dokter:
Nama dokter √
Alamat dokter -
Nomor Surat Izin Praktek (SIP) √
Nomor telepon √
Paraf √
2. Tanggal penulisan resep √
3. Pasien:
Nama pasien √
Alamat -
Umur √
Jenis kelamin √
Berat badan -
Berdasarkan kajian administratif yang dilakukan terhadap resep di atas, resep tersebut
termasuk ke dalam resep yang kurang lengkap karena di bagian identitas dokter tidak
mencantumkan alamat dokter, namun apoteker mencantumkan SIP dan alamat dapat dilihat
dari alamat rumah sakit tempat dokter praktik.
3. Kajian farmasetis

Pertimbangan farmasetis meliputi bentuk dan kekuatan sediaan, stabilitas, dan


kompatibilitas (ketercampuran obat).

a) Bisoprolol 2,5 mg
Bentuk sediaan: Tablet
Dosis awal: Hipertensi dan angina: 1 x 5-10 mg sehari pada pagi hari.
Gagal jantung kronik stabil: 1 x 1,25mg/ hari pada minggu pertama.
Dosis pemeliharaan: 1 x 10 mg/hari.

b) Aspilets 80 mg (diganti menjadi miniaspi)


Bentuk sediaan: Tablet
Dosis awal: Aangina: 80 mg sehari pada pagi hari.
Dosis pemeliharaan: 1 x 80 mg/hari.

43
c) ISDN 5 mg
Bentuk sediaan : Tablet
Terapi profilaksis angina pectoris : sediaan oral 15-80 mg/ hari dibagi dalam 2-3
dosis.

d) Lansoprazole 30 mg
Bentuk sediaan: Kapsul
Dosis awal: Tukak lambung dan duodenum: 1 x 15 – 30 mg/ hari.
Dosis Pemeliharaan: 1 x 15 mg/ hari

4. Kajian Klinis
1. Bisoprolol

Komposisi : Bisoprolol 2,5 mg

Indikasi : Hipertensi dan angina, gagal jantung kronik.

Dosis Lazim : 1 x 5-10 mg sehari pada pagi hari.

Dosis yang diberikan : 2,5 mg satu kali sehari pada pagi hari.

Kontraindikasi : Hipersensitif, blok atrioventrikular derajat kedua atau


ketiga, gagal jantung, syok kardiogenik, sinus
bradycardia parah.

Efek Samping : Gastrointestinal: Diare (2,6% hingga 3,5%) Neurologis:


Sakit kepala (8,8% hingga 10,9%) Pernafasan: Rhinitis
(2,9% hingga 4%), infeksi saluran pernapasan atas
(4,8% hingga 5%). Lainnya: Kelelahan (6,6% hingga
8,2%).

Interaksi : Diltiazem, Verapamil, Clonidine, Metildopa.

2. Aspilets 80 mg

Komposisi : Acydum acetyl salycylicum 80 mg

Indikasi : Profilaksis penyakit serebrovaskular atau infark

miokard.

Dosis Lazim : 1 x 80 mg sehari pada pagi hari.

44
Dosis yang diberikan : 80 mg satu kali sehari pada pagi hari.

Kontraindikasi : penderita yang diketahui mempunyai riwayat alergi atau


hipersensitif terhadap aspilet dan komponen Asam
Asetilsalisilat obat penderita yang diketahui
mempunyai riwayat penyakit asma penderita yang
diketahui mempunyai riwayat tukak lambung atau
penyakit maag
.

Efek Samping : Bronkospasme, mual, muntah, nyeri ulcerasi, perdarahan


saluran cerna, perdarahan lain, dan tinnitus.

Interaksi : Mifepristone, Acetazolamide, Pengencer darah (seperti


warfarin, heparin), Corticosteroid (seperti prednisone),
methotrexate, valproic acid, Pengobatan herbal seperti
ginko biloba

3. ISDN

Komposisi : Isosorbide dinitrate 5 mg

Indikasi : Terapi profilaksis angina pectoris

Dosis lazim : Sediaan sulingual 2.5 mg (onset 5 menit) sediaan oral


15-80 mg/ hari dibagi dalam 2-3 dosis.

Konteraindikasi : Pasien yang mengalami hipotensi berat, anemia,


hipovolemia, dan gagal jantung akibat obstruks

Efek samping : Sakit kepala berdenyut, muka merah, pusing, hipotensi


postural, dan takikardi.

4. Lansoprazole
Komposisi : Lansoprazole 30 mg
Indikasi : Tukak duodenum dan refluks esofagus, tukak lambung
ringan.
Dosis lazim : Dewasa : 15-30 mg tiap pagi hari untuk 2-4 minggu.
GERD

45
15-30 mg satu kali sehari. Ulkus peptik : 30 mg satu
kali sehari 15-30 mg
Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap lansoprazole
Interaksi obat : Lansoprazole mengurangi efek clopidogrel dengan
memengaruhi metabolisme enzim hati CYP2C19.
Efek samping : Urtikaria, mual, muntah, konstipasi, kembung, nyeri
abdomen, lesu, pandangan kabur, perubahan enzim hati
dan gangguan fungsi hati, depresi, mulut kering.

Berdasarkan keluhan pasien dan kajian klinis di atas, dapat diketahui bahwa pasien
mendapatkan obat dengan ketepatan indikasi dan dosis yang baik. Pasien juga diketahui tidak
memiliki kriteria kontraindikasi dan tidak terdapat interaksi antara kedua obat tersebut,
sehingga keduanya aman untuk dikonsumsi.

4. Perhitungan Bahan
Bisoprolol 5 mg
Jumlah : 30 tablet
Aturan Pakai : 1 kali sehari 1 tablet setelah makan pagi

Aspilets (miniaspi)
Jumlah : 30 Tablet
Aturan pakai : 1 kali sehari 1 tablet setelah makan pagi

46
ISDN (Isosorbid dinitrate)
Jumlah : 90 tablet
Aturan pakai : 3 kali sehari 1 tablet sebelum makan

Lansoprazole
Jumlah : 30 tablet
Aturan pakai : 1 kali sehar 1 tablet sebelum makan pagi

47
4. Edukasi
Pasien diberikan edukasi terkait penobatannya, miniaspi sangat di anjurkan diminum
setelah makan dikarenakan dapat mengakibatkan terjadinya iritasi lambung. Lansoprazole
diharuskan diminum pagi hari untuk menjaga kondisi keasaman lambung dapat benar benar
terjaga sehingga tidak terkena efek samping dari miniaspi itu sendiri. Pemakaian obat isdn 3
kali sehari dengan selang waktu 8 jam agar terapi yang didapat maksimal. Bisoprolol lebih
baik digunakan dipagi hari satu tablet setelah makan pagi, interaksi dengan miniaspi (aspilet)
diharapkan mampu mengatasi gejala penyakit jantung kororner yang diderita.

48
4.3 Pengkajian Resep Apotek 394
4.3.1 Resep 1 Apotek Apotek 394

a. Kajian Administratif
PADA RESEP
NO. URAIAN
ADA TIDAK
Inscription
Identitas dokter :
1. Nama dokter 
2. SIP dokter 
3. Alamat dokter 

4. Nomor telepon 

5. Tempat dan tanggal penulisan resep 

Invocatio
6. Tanda resep di awal penulisan resep (R/) 
Prescriptio/ordonatio
7. Nama obat 

8. Kekuatan obat 

49
9. Jumlah obat 
Signatura
10. Nama pasien 

11. Jenis kelamin  

12 Umur pasien  

13. Berat badan 

14. Alamat pasien 

15. Aturan pakai obat 

16. Iter / tanda lain  

Subscriptio
17. Tanda tangan/paraf dokter 

Kesimpulan : Resep tersebut tidak lengkap karena banyak yang


tidak tercantum pada resep.

Tabel 7. kajian administratif

b. Kajian kesesuaian farmasetik


 Lansoprazole
Bentuk sediaan dan indikasi obat
Bentuk sediaan kapsul 30mg, lansoprazole adalah penghambat sekresi
asam lambung yang efektif. Lansoprazole secara spesifik menghambat (
H+/K+). ATPase (pompa proton) dari sel parietal dimukosa lambung.
Lansoprazole diindikasikan untuk ulkus duo denum benigna ulkus
gaster, refluk esophagitis.
Dosis
Dewasa : ulkus duo donum 1x1 sehari 30mg selama 4 minggu.
Benigna ulkus gaster : 1x1 sehari 30mg selama 8 minggu.
Refluk esophagitis : 1x1 sehari 30mg selama 4 minggu.

Kestabilan penyimpanan
Stabil disimpan dibawah suhu 30ºC
c. Pertimbangan klinis
Ketepatan indikasi dan dosis obat
lansoprazole 30mg sehari 30mg untuk
dewasa. Belum ada pengalaman pemberian
lansoprazole pada anak-anak.

50
d. Cara pemberian
Lansoprazole diberikan 1 kali sehari untuk mencapai efek hilangnya gejala-
gejala, lansoprazole sebaiknya diberikan pagi hari sebelum makan
Duplikasi/polifarmasi
-
Efek samping
 Sakit kepala, diare, nyeri abdomen, dirpepsi,mual muntah, mulut
kering, sembelit, kembung, pusing, ruam kulit
 Terjadi kenaikan nilai-nilai terfungsi hati yang bersifat sementara
dan akan normal kembali
 Kadang-kdang dapat terjadi artralgia, edema perifer dan depresi.
Kontra indikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap lansoprazole

Interaksi Obat
 Terutama harus hati-hati bila diberikan Bersama-sama dengan obat-
obat kontrasepsi oral dan preparat seperti fenitoin, teofilin, dan
warfarin
 Antasida dan sukralfat akan mengurangi biovaibilitas lansoprazole
dan jangan diberikan antara satu jam setelah makan lansoprazole.

 Cefixime
Bentuk sediaan dan indikasi obat
Bentuk sediaan cefixime adalah kapsul 50 mg, pengobatan untuk
infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme strain yang rentan,
infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh Escherichia coli dan
Proteus mirabilis, otitis media yang disebabkan oleh Haemophilus
(strain Betalactamase-positif dan – negative) dan Streptococcus
pyogenes, bronchitis kronis dengan eksaserbasi akut yang disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae dan Haemophillus influenza (strain
betalactamase-positif dan-negatif )
Dosis
Dewasa dan anak-anak dengan berat badan minimal 30kg:
Dosis umum perhari yang direkomendasikan : 50-100mg (potensi) Cefixime diberikan secara
oral 2 kali sehari. Dosis disesuaikan dengan umur, berat badan dan kondisi penderita.
Infeksi berat atau sulit sembuh : dosis dapat ditingkatkan sampai 200mg (potensi) diberikan 2
kali sehari
Penderita dengan kerusakan fungsi ginjal :
Memerlukan modifikasi dosis, tergantung tingkat kerusakannya. Dosis disarankan adalah
75% dari dosis standar (yaitu 300mg perhari) jika creatine clearance antara 21 dan 60
ml/menit.
Untuk penderita hemodialysis ginjal dan continuous ambulatory peritoneal dialysis,
digunakan 50% dosis standar (misalnya 200mg perhari) jika creatine clearance <20ml/menit

51
Cara penyimpanan
Simpan pada suhu di bawah 300C, terlindung dari cahaya.

Pertimbangan klinis
Umum : hati-hati segala bentuk reaksi hipersensitifitas yang terjadi seperti syok.
Pemberian harus hati-hati pada penderita yang mempunyai pengalaman hipersensitifitas pada
penicillin, penderita yang mempunyai gejala segala macam bentuk alergi asma bronchial,
ruam, gatal-gatal, penderita gangguan ginjal yang serius.
Penderita kurang gizi : penderita yang dpat makanan secara parenteral seperti lansia atau
peenderita yang sangat lemah. Observasi sangat diperlukan, karena gejalakekurangan vitamin
K dapat terjadi, sediaan ini sebaiknya jangan diberikan kepada penderita yang masih dapat
diobati dengan antibiotika lain, penderita dengan riwayat hipersensitifitas terhadap antibiotika
golongan cefalosporin lainnya. Penggunaan pada penderita hamil dan menyususi :
penggunaan selama kehamilan belum diketahui. Penggunaan cefixime pada wanita hamil
atau wanita yamg diduga hamil, harus dilihat kegunaannya lebih besar dari pada resiko yang
mungkin ditimbulkannya. Belum diketahui apakah Cefixim diekresikan melalui ASI. Harus
dipertimbangkan penghentian pemberian ASI selama pengobatan dengan Cefixim.
Penggunaan pada anak-anak : keamanan pada bayi baru lahir atau premature belum
diketahui.

Efek Samping
Syok : perhatian yang memadai harus diberikan pada pengobatan dengan Cefixim, karena
gejala syok kadang terjadi. Apabila terdapat gejala atau tanda-tanda seperti merasa tidak
sehat, mulut tidak enak, pusing, stidor, keinginan BAB yang abnormal, tintus atau terjadi
diaphoresis, pengobatan harus segera dihentikan, hipersensitifitas: jika terlihat tanda-tanda
reaksi hipersensitifitas, misalnya ruam,gatal-gatal, eritema, pruritus atau demam, pengobatan
dengan cefixime harus segera dihentika. Hematologi: granulositopenia, eosinophilia dan
thrombositopenia mungkim terjadi, pengobatan dengan cefixime harus dihentikan apabila
terlihat gejala abnormal. Sudah terdapat laporan bahwa anemia hemolitik dapat terjadi pada
pemakaian antibiotik cephem lainnya. Hati : mungkin terjadi peningkatan GOT, GPT, atau
alkaline fospatase, walupun jarang. Ginjal : dapat terjadi sewaktu-waktu. Disarankan
dilakukan pengamatan fungsi ginjal untuk penderita fungsi ginjal, misalnya insufisiensi ginjal
akut, walaupun jarang terjadi jika terlihat tanda-tanda abnormal, hentikan pemberian cefixime
dan harus dilakukan pemeriksaan lainnya yang cocok.saluran cerna : colitis yang serius,
misalnya colitis pseudomembran, ditanda dengan adanya darah pada kotoran. Sakit pada dada
atau diare yang sering dilakukan pengujian laboratorium, termasuk penghentian pemberian
cefixime. Jarang terjadi muntah, diare, sakit dada, rasa tidak enak pada perut, heartburn atau
anoreksia dan mual dan perasaan abdomen membesar atau konstipasi. Pernafasan : intersitial
penemonia atau PIE syndrome, ditunjukkan dengan demam, batuk, dyspnea, foto rontgen
dada yang abnormal atau dapat terjadi eosinophilia. Jika terlihat gejala-gejala tersebut,
pengobatan dengan cefixime harus dihentikan dan dilakukan pengujian di laboratorium,
misalanya harus diberikan hormone ardenorkotikit. Perubahan bakteri pada tubuh : jarang
terjadi stomatitis atau kandidiasis. Kekurangan vitamin : jarang terjadi, kekurangan vitamin K
(misalnya hypoprothrombinemia atau tendesi pendarahan) atau kekurangan grup vitamin B
(misalnya glossitis, stomatitis, anoreksia atau neuritis). Lain-lain : dapat terjadi sakit kepala
atau pusing. Beberapa penilitian pada bayi tikus yang diberikan 100mg/kg/hari secara oral,
dilaporkan penurunan spermatogenesis. Pengaruh pada hasil nilai uji laboratorium: hasil+
yang salah dapat terjadi pada tes gula urin menggunaka Benedict, larutan fehling dan
Clinitas. Hasil + yang salah tidak dilaporkan pada uji dengan tes Tape dan dapat terjadi hasil
yang langsung + pada tes Coomb.

52
e. Kajian kesesuaian farmasetik
 New diatab
Bentuk sediaan dan indikasi obat
New diatab untuk pengobatan simtomatik pada diare non-spesifik (diare
yang tidak diketahui penyebabnya dengan jelas).
Dosis
Dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun : 2 tab setelah buang air besar.
Maksimum penggunaan 12 tab dalam 24 jam, anak-anak 6 sampai 12
tahun : 1 tab setiap setelah buang air besar. Jika gejala-gejala masing
berlangsung terus, berkonsultasi dengan dokter.

Kestabilan penyimpanan
Stabil disimpan dibawah suhu 30ºC terhindar dari cahaya matahari
langsung dan jauhkan dari jangkauan anak-anak.

f. Cara kerja obat

Dapat mengadsorbsi beberapa racun dan bakteri penyebab diare. Dapat


mengurangi frekuensi buang air besar. Mempebaiki konsistensi feses yang
encer.

g. Kontraindikasi
Obat ini tidak boleh di berikan pada pasien dimana konstipasi harus dihindari,
penderita obstruksi usus dan hipersensitif terhadap activated atta pulgite.

h. Efek samping
Konstipasi biasanya ringan dan bersifat sementara .

i. Peringatan dan perhatian


– diare dapat mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit atau dihidrasi
oleh karena itu diperlukan terapi rehidrasi (cairan rehidrasi oral seperti oralit)
– jika diare pada anak-anak disertai dengan dehidrasi maka pengobatan awal
harus diberikan cairan dehidrasi oral. Seperti oralit.
– jangan diberikan pada anak-anak dibawah umur 3 tahun, kecuali atas
petunjuk dokter
- Dapat mempengaruhi absorpsi obat lain didala, saluran pencernaan, oleh
karen itu dianjurkan interval waktu 2-3 jam antara pemberian oral obat
lain dengan obat ini.
- jangan digunakan lebih dari 2 hari atau pada keadaan demam tinggi.
- Jika gejala-gejala masih berlangsung terus, konsultasi dengan dokter
-

53
j. Interaksi obat
Pemberian bersamaan dengan digoksin akan menurunkan kadar digoksin
dalam darah.

4.3.2 Resep 2 Apotek Kimia Farma 394

54
PADA RESEP
NO. URAIAN
ADA TIDAK
Inscription
Identitas dokter :
1. Nama dokter 
2. SIP dokter 
3. Alamat dokter 

4. Nomor telepon 

5. Tempat dan tanggal penulisan resep 

Invocatio
6. Tanda resep di awal penulisan resep (R/) 
Prescriptio/ordonatio
7. Nama obat 

8. Kekuatan obat 

55
9. Jumlah obat 
Signatura
10. Nama pasien 

11. Jenis kelamin 

12 Umur pasien 

13. Berat badan 

14. Alamat pasien 

15. Aturan pakai obat 

16. Iter / tanda lain 

Subscriptio
17. Tanda tangan/paraf dokter 

Kesimpulan : Resep tersebut tidak lengkap karena banyak yang


tidak tercantum pada resep.

Tabel 8. kajian administratif

k. Kajian kesesuaian farmasetik


 Lansoprazole

Bentuk sediaan dan indikasi obat

Bentuk sediaan kapsul 30mg, lansoprazole adalah penghambat sekresi


asam lambung yang efektif. Lansoprazole secara spesifik menghambat (
H+/K+). ATPase (pompa proton) dari sel parietal dimukosa lambung.
Lansoprazole diindikasikan untuk ulkus duo denum benigna ulkus
gaster, refluk esophagitis.

Dosis

Dewasa : ulkus duo donum 1x1 sehari 30mg selama 4 minggu.


Benigna ulkus gaster : 1x1 sehari 30mg selama 8 minggu.
Refluk esophagitis : 1x1 sehari 30mg selama 4 minggu.

56
Kestabilan penyimpanan

Stabil disimpan dibawah suhu 30ºC

l. Pertimbangan klinis

Ketepatan indikasi dan dosis obat


lansoprazole 30mg sehari 30mg untuk
dewasa. Belum ada pengalaman pemberian
lansoprazole pada anak-anak.

57
m. Cara pemberian
Lansoprazole diberikan 1 kali sehari untuk mencapai efek hilangnya gejala-
gejala, lansoprazole sebaiknya diberikan pagi hari sebelum makan
Duplikasi/polifarmasi
Efek samping

 Sakit kepala, diare, nyeri abdomen, dirpepsi,mual muntah, mulut


kering, sembelit, kembung, pusing, ruam kulit
 Terjadi kenaikan nilai-nilai terfungsi hati yang bersifat sementara dan
akan normal kembali
 Kadang-kdang dapat terjadi artralgia, edema perifer dan depresi.

Kontra indikasi

Penderita yang hipersensitif terhadap lansoprazole

Interaksi Obat
 Terutama harus hati-hati bila diberikan Bersama-sama dengan obat-obat
kontrasepsi oral dan preparat seperti fenitoin, teofilin, dan warfarin
 Antasida dan sukralfat akan mengurangi biovaibilitas lansoprazole dan
jangan diberikan antara satu jam setelah makan lansoprazole.

 Cefixime
Bentuk sediaan dan indikasi obat
Bentuk sediaan cefixime adalah kapsul 50 mg, pengobatan untuk infeksi
yang disebabkan oleh mikroorganisme strain yang rentan, infeksi saluran
kemih yang disebabkan oleh Escherichia coli dan Proteus mirabilis, otitis
media yang disebabkan oleh Haemophilus (strain Betalactamase-positif
dan – negative) dan Streptococcus pyogenes, bronchitis kronis dengan
eksaserbasi akut yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan
Haemophillus influenza (strain betalactamase-positif dan-negatif )

58
Dosis
Dewasa dan anak-anak dengan berat badan minimal 30kg:
Dosis umum perhari yang direkomendasikan : 50-100mg (potensi) Cefixime diberikan
secara oral 2 kali sehari. Dosis disesuaikan dengan umur, berat badan dan kondisi
penderita.
Infeksi berat atau sulit sembuh : dosis dapat ditingkatkan sampai 200mg (potensi)
diberikan 2 kali sehari
Penderita dengan kerusakan fungsi ginjal :
Memerlukan modifikasi dosis, tergantung tingkat kerusakannya. Dosis disarankan adalah
75% dari dosis standar (yaitu 300mg perhari) jika creatine clearance antara 21 dan 60
ml/menit.
Untuk penderita hemodialysis ginjal dan continuous ambulatory peritoneal dialysis,
digunakan 50% dosis standar (misalnya 200mg perhari) jika creatine clearance
<20ml/menit

Cara penyimpanan
Simpan pada suhu di bawah 300C, terlindung dari cahaya.

Pertimbangan klinis
Umum : hati-hati segala bentuk reaksi hipersensitifitas yang terjadi seperti syok.
Pemberian harus hati-hati pada penderita yang mempunyai pengalaman hipersensitifitas
pada penicillin, penderita yang mempunyai gejala segala macam bentuk alergi asma
bronchial, ruam, gatal-gatal, penderita gangguan ginjal yang serius.
Penderita kurang gizi : penderita yang dpat makanan secara parenteral seperti lansia atau
peenderita yang sangat lemah. Observasi sangat diperlukan, karena gejalakekurangan
vitamin K dapat terjadi, sediaan ini sebaiknya jangan diberikan kepada penderita yang
masih dapat diobati dengan antibiotika lain, penderita dengan riwayat hipersensitifitas
terhadap antibiotika golongan cefalosporin lainnya. Penggunaan pada penderita hamil
dan menyususi : penggunaan selama kehamilan belum diketahui. Penggunaan cefixime
pada wanita hamil atau wanita yamg diduga hamil, harus dilihat kegunaannya lebih besar
dari pada resiko yang mungkin ditimbulkannya. Belum diketahui apakah Cefixim

59
diekresikan melalui ASI. Harus dipertimbangkan penghentian pemberian ASI selama
pengobatan dengan Cefixim.
Penggunaan pada anak-anak : keamanan pada bayi baru lahir atau premature belum
diketahui.

Efek Samping
Syok : perhatian yang memadai harus diberikan pada pengobatan dengan Cefixim, karena
gejala syok kadang terjadi. Apabila terdapat gejala atau tanda-tanda seperti merasa tidak
sehat, mulut tidak enak, pusing, stidor, keinginan BAB yang abnormal, tintus atau terjadi
diaphoresis, pengobatan harus segera dihentikan, hipersensitifitas: jika terlihat tanda-
tanda reaksi hipersensitifitas, misalnya ruam,gatal-gatal, eritema, pruritus atau demam,
pengobatan dengan cefixime harus segera dihentika. Hematologi: granulositopenia,
eosinophilia dan thrombositopenia mungkim terjadi, pengobatan dengan cefixime harus
dihentikan apabila terlihat gejala abnormal. Sudah terdapat laporan bahwa anemia
hemolitik dapat terjadi pada pemakaian antibiotik cephem lainnya. Hati : mungkin terjadi
peningkatan GOT, GPT, atau alkaline fospatase, walupun jarang. Ginjal : dapat terjadi
sewaktu-waktu. Disarankan dilakukan pengamatan fungsi ginjal untuk penderita fungsi
ginjal, misalnya insufisiensi ginjal akut, walaupun jarang terjadi jika terlihat tanda-tanda
abnormal, hentikan pemberian cefixime dan harus dilakukan pemeriksaan lainnya yang
cocok.saluran cerna : colitis yang serius, misalnya colitis pseudomembran, ditanda
dengan adanya darah pada kotoran. Sakit pada dada atau diare yang sering dilakukan
pengujian laboratorium, termasuk penghentian pemberian cefixime. Jarang terjadi
muntah, diare, sakit dada, rasa tidak enak pada perut, heartburn atau anoreksia dan mual
dan perasaan abdomen membesar atau konstipasi. Pernafasan : intersitial penemonia atau
PIE syndrome, ditunjukkan dengan demam, batuk, dyspnea, foto rontgen dada yang
abnormal atau dapat terjadi eosinophilia. Jika terlihat gejala-gejala tersebut, pengobatan
dengan cefixime harus dihentikan dan dilakukan pengujian di laboratorium, misalanya
harus diberikan hormone ardenorkotikit. Perubahan bakteri pada tubuh : jarang terjadi
stomatitis atau kandidiasis. Kekurangan vitamin : jarang terjadi, kekurangan vitamin K
(misalnya hypoprothrombinemia atau tendesi pendarahan) atau kekurangan grup vitamin
B (misalnya glossitis, stomatitis, anoreksia atau neuritis). Lain-lain : dapat terjadi sakit

60
kepala atau pusing. Beberapa penilitian pada bayi tikus yang diberikan 100mg/kg/hari
secara oral, dilaporkan penurunan spermatogenesis. Pengaruh pada hasil nilai uji
laboratorium: hasil+ yang salah dapat terjadi pada tes gula urin menggunaka Benedict,
larutan fehling dan Clinitas. Hasil + yang salah tidak dilaporkan pada uji dengan tes Tape
dan dapat terjadi hasil yang langsung + pada tes Coomb.

61
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Gastritis (penyakit maag) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya asam
lambung yang berlebih atau meningkatnya asam lambung sehingga
mengakibatkan imflamasi atau peradangan dari mukosa lambung seperti
teriris atau nyeri pada ulu hati.
2. Beberapa pilihan terapi farmakologi yang dapat menjadi pilihan dalam
pengobatan gastritis adalah antasida, antagonis reseptor histamin 2, kelator
dan senyawa kompleks, analog prostaglandin, penghambat pompa proton dan
antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri H. Pylori.
3. Ketepatan pengobatan yang diberikan kepada pasien Gastritis di Apotek
Kimia Farma No. 375, No. 389 dan No. 394 sudah baik.
4. Terapi non farmakologi yang dapat diedukasi kepada pasien gastritis adalah
manajemen diet dan manajemen gaya hidup.

5.2. Saran
1. Analisis resep seharusnya dilakukan secara menyeluruh dengan jumlah yang
lebih sedikit agar dapat mencegah pasien mendapatkan pengobatan yang tidak
rasional dan analisis resep menjadi lebih efektif dan bermanfaat
2. Penyakit yang diusulkan untuk tugas khusus seharusnya merupakan penyakit
yang sering diresepkan obatnya oleh dokter, sehingga kebermanfaatan tugas
khusus dapat menjadi lebih besar.

62
DAFTAR PUSTAKA

1. Wardaniati, Isna, dkk. 2016.Gambaran Terapi Kombinasi Ranitidin Dengan


Sukralfat Dan Ranitidin Dengan Antasida Dalam Pengobatan Gastritis Di Smf
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah (Rsud) Ahmad Mochtar
Bukittinggi. Padang. Jurnal Farmasi Higea, Vol 8.
2. Suryono dan Ratna Dwi Meilani. 2016. Pengetahuan pasien Dengan Gastritis
Tentang Pencegahan kekambuhan Gastritis. Kediri: Akademi Keperawatan
Pamenang Pare. Jurnal AKP Vol 7.
3. Misnadiarly. 2009.Mengenal penyakit Organ Cerna: Gastritis (Dyspepsia atau
Maag), Infeksi Mycobacteria Pada Ulcer Gastrointestinal. Pustaka Populer
Obor. Jakarta.
4. Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Ed.II Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI. Hlm 492.
5. Notoatmodjo, S (2007b). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta.
6. Notoatmodjo, S (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
7. Notoadmodjo,S. (2012). Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT. Reneka Cipta.
8. Nursalam. (2011). Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
9. Sugiyono. (2009). Metode penelitian pendidikan. Bandung : Alfabeta.
10. Wawan A, Dewi M.(2010). Teori & Pengukuran pengetahuan dan sikap perilak
manusia.Yogyakarta: NuhaMedika
11. Ahmad. H. Asdie, 2002, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam
(Harrison Principles Of Internal Medicine), Yogyakarta: Buku Kedokteran EGC
12. Arif Mansjoer, dkk, 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua,
Jakarta: Media Aesculapius .
13. Boedhi Darmojo, 2006, Geriatri, Edisi ke-3, cetakan ke-2, Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
14. Endang Lanywati, 2001, Penyakit Maag dan Gangguan Pencernaan, Yogyakarta:
Kanisius
15. Sujono Hadi, 2002, Gastroenterologi, Bandung: P. T. ALUMNI

63
16. Sudaryat Suraatmaja, 2007, Kapita Selekta Gastroenterologi Anak, Jakarta: CV.
Sagung Seto
17. Tan Hoan Tjay&Kirana Rahardja, 2002, Obat-obat Penting: Khasiat,
Penggunaan, dan Efek Sampingnya Edisi Ke-5, Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
18. Terry Looker And Olga Gregson, 2005, Managing Stres, cetakan 1, terjemahan
Haris Setiawati, Yogyakarta: BACA
19. Ronal H. Sitorus, 1996, Pedoman Perawatan Dan Pengobatan Berbagai
Penyakit, Bandung : Pionir Jaya.
20. Vera uripi, 2001, Menu Untuk Penderita Hepatitis Dan Gangguan Saluran
Pencernaan, cetakan 1, Jakarta: Puspa Swara.
21. Doengoes, Marilyn E. dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta
:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
22. Kimin, A. 2008. Peresepan Tidak Rasional. http://apotekputer.com. Diakses
tanggal 22 september 2012.
23. Pane,Y.S, dan Leo Adnan. 2010. Peresepan Obat yang Rasional. Dept.
Farmakologi dan Teraupetik FK USU.
24. Wehbi, M. 2008. Acute Gastritis. Medscape.diakses tanggal 21 September
2014.

25. World Health Organization (WHO). 2012. Angka Kematian Bayi. Amerika:
WHO.
26. Cheng, Y. (2000). Physical activity and peptic ulcers. Western Journal Of
Medicine, 173(2), 101-107. http://dx.doi.org/10.1136/ewjm.173.2.101
27. Habeeb, A., Tiwari, S., Bardia, A., Khan, S., Kumar, S., & Vishwakarma, V. et
al. (2016). Peptic Ulcer Disease: Descriptive Epidemiology, Risk Factors,
Management and Preventi. SM Group.
28. Vomero, N., & Colpoi, E. (2014). Nutritional care in peptic ulcer. ABCD.
Arquivos Brasileiros De Cirurgia Digestiva (São Paulo), 27(4), 298-302. doi:
10.1590/s0102-67202014000400017

64

Anda mungkin juga menyukai