BPH Dokument
BPH Dokument
Puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa karena saya bisa
menyelesaikan tugas referat ini pada waktunya. Tugas referat ini adalah salah satu dari dua
tugas yang akan mendapatkan penilaian di ketrampilan klinik stase ilmu bedah, RSUD Budhi
Asih. Saya sebagai penulis mengambil judul: Benign Prostat Hiperplasia (BPH) sebagai tema
utama yang akan dibahas dalam referat kali ini. Alasan diambilnya judul ini adalah karena
jumlah kasusnya yang sangat banyak; kira-kira 1/3 pasien yang berobat di poli bedah urologi
RS Budhi Asih tiap harinya adalah pasien dengan BPH, selain batu saluran kemih yang
merupakan kasus terbanyak, dan BPH ini merupakan permasalahan umum pada kaum pria
yang berusia lanjut. Harapannya adalah, semoga referat ini dapat membantu teman-teman
dalam mendiagnosis dan memberikan tata laksana yang terbaik pada pasien-pasien dengan
BPH sebagai dokter umum kelak.
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering ditemukan pada pria
yang memasuki usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya
merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel
kelenjar prostat1,2,3
Suatu penelitian menyebutkan bahwa prevalensi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
yang bergejala pada pria berusia 40–49 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat
dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50–59 tahun prevalensinya mencapai hampir
5% dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%. Angka kejadian BPH di Indonesia
sebagai gambaran hospital prevalensi di dua Rumah Sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan
Sumberwaras selama 3 tahun (1994–1999) terdapat 1040 kasus.1
Adanya BPH ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk
mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling
ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu
pembedahan.1
Colok dubur atau Rectal Toucher merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien
BPH, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya
distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan adanya pembesaran
prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari keganasan
prostat. Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya 26-34%
yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas pemeriksaan ini dalam
menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%.
I. ANATOMI PROSTAT
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid
terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars
prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan
kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ± 3 cm dengan
lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram.
Vaskularisasi kelenjar prostat yang utama berasal dari a. vesicalis inferior (cabang dari
a. Iliaca interna). a. hemoroidalis media (cabang dari a. Mesenterium inferior) dan a. Pudenda
interna (cabang dari a. Iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk lewat basis
prostat di vesico prostatic junction. Darah vena prostat dialirkan kedalam pleksus vena
periprostatika yang berhubungan dengan vena dorsalis penis, kemudian dialirkan ke vena iliaka
interna yang juga berhubungan dengan pleksus vena presakral.3
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian
bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca
interna, iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.3
Sekresi dan motor yang mempersarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari
hipogastricus dan medula sakral III – IV dari plexus sakralis.3
III. DEFINISI
Hiperplasia prostat jinak (BPH), juga dikenal sebagai hipertrofi prostat jinak,
adalah diagnosis histologis yang ditandai oleh proliferasi elemen seluler prostat.
Obstruksi kandung kemih sekunder karena BPH dapat menyebabkan retensi urin,
insufisiensi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, hematuria gross, dan batu kandung
kemih.
Hingga sekarang, penyebab BPH masih belum dapat diketahui secara pasti, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulnya hiperplasia prostat:4
1. Teori dihidrotestosteron
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon testosteron. Dimana pada
kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT)
dengan bantuan enzim 5 α– reduktase. DHT inilah yang secara langsung memicu m-RNA di
dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factoryang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat. Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5 α– reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat menjadi
lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang makin tua, kadar testosteron makin menurun, sedangkan kadar estrogen relatif
tetap, sehingga perbandingan estrogen : testosteron relatif meningkat. Estrogen di dalam
prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitivitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah
reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Akibatnya,
dengan testosteron yang menurun merangsang terbentuknya sel-sel baru, tetapi sel-sel prostat
yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih
besar. Studi in vivo pada pengebirian anjing, yang secara signifikan mengurangi tingkat
androgen tetapi tingkat estrogen tidak berubah, menyebabkan atrofi signifikan dari prostat.5
3. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel-sel epitel prostat secara
tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor). Setelah
sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu
growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel stroma itu sendiri, yang menyebabkan
terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis kelenjar prostat. Pada
jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara
keseluruhan makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga
hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan
kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Dalam
kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi
sangat ekstensif. Kehidupan sel ini bergantung pada hormon androgen, dimana jika kadarnya
menurun (misalnya pada kastrasi/kebiri), menyebabkan terjadinya apoptosis. Sehingga
terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH diduga sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem
sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
V. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini
sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat
hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim 5α reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di
dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat. 4
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-
buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan
sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom
(LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. 4
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran
balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya
dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. 4
Obstruksi Iritasi
Hesistansi Frekuensi
Intermitensi Urgensi
Miksi tidak puas Disuria
Distensi abdomen Urgensi dan disuria jarang terjadi,
jika ada disebabkan oleh
Terminal dribbling (menetes) ketidakstabilan detrusor sehingga
terjadi kontraksi involunter.
Volume urine menurun
Mengejan saat berkemih
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain :
Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri
pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis).
Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat
retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan
pertanda dari inkontinensia paradoksa.
Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal, permukaan
licin dan konsistensi kenyal.12 Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada
traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah
terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang.
Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, buli-buli penuh
(ditemukan massa supra pubis) yang nyeri dan pekak pada perkusi. Daerah inguinal
harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus
pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior,
fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus1.
1 Pemeriksaan laboratorium
a Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada
saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau
glukosa.
b Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
c Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian
atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal
kronis pada pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi.
d Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)
ePenanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat
2 Pemeriksaan Patologi Anatomi 9
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di
prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni,
meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia
12
Gambar 5. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia
c Sistoskopi
4 Pemeriksaan lain:
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG
setelah miksi
Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung
(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik
pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang
lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin.
Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung
kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum menunjukkan
pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100 sampai 200 ml
atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk buang air kecil
segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi.
Gambar 10. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada
BPH Keterangan :
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari
15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat, terlihat
waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien ini urin
residunya 100 mL.
IX. KOMPLIKASI
Retensi urine akut – ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi
kandung kemih, nyeri suprapubik
Retensi urine kronik –residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba, tidak
nyeri
Infeksi traktus urinaria
Batu buli
Hematuri
Inkontinensia-urgensi
Hidroureter hingga Hidronefrosis
Hiperplasia Prostat
↓
Penyempitan lumen uretra posterior
↓
Tekanan intravesika meningkat
↓
Hidronureter
↓
hidronefrosis
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal,
(5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas
penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau
tindakan endourologi yang kurang invasif.
Watchful
waiting Penghambat Prostatektomi TUMT
adrenergik α terbuka
TUBD
Penghambat Endourologi
reduktese α
Fisioterapi 1 TURP
2 TUIP
Hormonal
Stent uretra
3 TULP
Elektovaporas TUNA
i
Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)
Pilihan terapi
Tes diagnostic
Pressure flow
Watchful waiting Terapi medis Uretrosistoskopi
USG prostat
a Watchful waiting 6
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah
7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak
mendapat terapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang
mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi
kopi atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau
minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat-
obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedasa
dan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
b Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume prostat
sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone
testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-reduktase.
Sebuah komponen penting dari LUTS sekunder akibat BPH diyakini terkait dengan
ketegangan otot polos di stroma prostat, uretra, dan leher kandung kemih. Ketegangan
otot polos diperantarai oleh reseptor alpha-1-adrenergik. Oleh karena itu, agen
reseptor-blocking alpha-adrenergic secara teoritis menurunkan daya tahan sepanjang
leher kandung kemih, prostat, dan uretra dengan relaksasi otot polos dan melancarkan
aliran urin.
BPH didominasi proses proliferasi stroma, dan komponen penting dari hasil
pembesaran prostat dari proliferasi otot polos. Stroma-to-epitel ratio secara signifikan
lebih besar pada pria dengan BPH gejala dibandingkan pada mereka dengan BPH tanpa
gejala. 3 subtipe alfa-1 reseptor termasuk 1a, 1b, dan 1c. Dari jumlah tersebut, reseptor
alpha-1a paling khusus terkonsentrasi di leher kandung kemih dan prostat,tetapi tidak
dalam jaringan lain. Obat yang selektif untuk reseptor ini (yaitu, tamsulosin) mungkin
memiliki keuntungan terapi yang potensial.
2 Penghambat 5 α reduktase 6
Finasteride (Proscar), merupakan 5-alpha type-II blocking, sehingga
penghambatan pembentukan kompleks reseptor DHT. Efek ini menyebabkan
penurunan besar dalam konsentrasi DHT intraprostatically, mengakibatkan
penurunan yang konsisten dalam ukuran prostat. Sepertiga pria yang diobati
dengan agen ini menunjukan perbaikan gejala dan aliran urin.
Dutasteride (Avodart) ,termasuk tipe 1 dan tipe 2 reseptor 5-alpha-
reductase.
Finasteride dan dutasteride aktif mengurangi DHT oleh lebih dari 80%,
serta memperbaiki gejala, mengurangi kejadian retensi urin, dan mengurangi
kemungkinan operasi untuk BPH. Efek samping yang utama ialah kelainan
seksual seperti penurunan libido, disfungsi ereksi, gangguan ejakulasi.
Kedua finasteride dan dutasteride dapat mengurangi serum antigen (PSA)
sebanyak 50%. Penurunan PSA biasanya maksimal dicapai ketika penurunan
maksimal volume prostat terjadi yaitu setelah pengobatan selama 6 bulan.
Dengan demikian, kita harus mempertimbangkan penggunaan obat ini ketika
menggunakan PSA untuk screening kanker prostat.6
TUNA dapat dilakukan dengan anestesi lokal, yang memungkinkan pasien untuk
pulang hari yang sama. Mirip dengan perawatan microwave, perawatan
Radiofrequency cukup populer, dan sejumlah urolog memiliki pengalaman
dengan penggunaannya. Pengobatan Radiofrequency tampaknya memberikan
perbaikan yang signifikan dari gejala dan aliran urin menjadi lebih baik,
meskipun tidak cukup sejauh seperti apa yang dicapai dengan TURP. Guidelines
AUA 2010 menganggap TURP pilihan perawatan yang tepat dan efektif untuk
LUTS sedang atau berat.6
1 Operasi transurethral.7
Indikasi lain untuk intervensi bedah meliputi kegagalan terapi medis, keinginan
untuk mengakhiri terapi medis, dan kendala keuangan yang terkait dengan terapi
medis. Namun, TURP membawa risiko morbiditas (18%) dan risiko kematian
(0,23%).
Cairan irigasi juga dapat diserap dalam jumlah yang signifikan melalui
pembuluh darah yang dipotong terbuka, dengan kemungkinan gejala sisa yang
serius disebut sindrom reseksi transurethral (sindrom TUR). Namun, ini sangat
jarang dan tidak terjadi dengan irigasi saline. Sebuah kateter urin harus dibiarkan
di tempat sampai sebagian besar pendarahan telah dibersihkan. Selubung kerja
yang besar dikombinasikan dengan penggunaan energi listrik juga dapat
mengakibatkan stricturing uretra.
Pemotongan prostat juga dapat mengakibatkan reseksi parsial mekanisme
sfingter urin, menyebabkan otot sepanjang outlet kandung kemih menjadi lemah
atau tidak kompeten. Akibatnya, ketika ejakulasi pasien, mekanisme sfingter ini
tidak dapat menjaga kandung kemih ditutup memadai. Ejakulasi akibatnya masuk
mundur ke dalam kandung kemih (misalnya, ejakulasi retrograde), daripada
keluar penis. Selain itu, jika sfingter kemih rusak, dapat menyebabkan
inkontinensia urin
Striktur uretra
Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan
Gambar 14. alat TURP, cara melakukan TURP, uretra prostatika pasca TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini
melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di
mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang
tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya
masih muda.
2 Open surgery. 8
Prosedur ini sekarang disediakan untuk pasien dengan prostat yang sangat
besar (> 75 g), pasien dengan penyakit penyerta batu kandung kemih atau
diverticulitis kandung kemih, dan pasien yang tidak dapat diposisikan
untuk operasi transurethral.
Prostatektomi terbuka memerlukan rawat inap dan melibatkan
penggunaan anestesi umum / regional dan sayatan perut bagian bawah. Inti
bagian dalam prostat (adenoma), yang merupakan zona transisi, yang
dikupas, sehingga meninggalkan zona perifer belakang. Prosedur ini
mungkin melibatkan kehilangan darah yang signifikan, sehingga transfusi
sangat diperluka. Prostatektomi terbuka biasanya memiliki hasil yang
sangat baik dalam hal peningkatan aliran urin dan gejala kencing..
Baru-baru ini, laparoskopi prostatektomi sederhana telah dilakukan di
sejumlah lembaga dan tampaknya layak digunakan. Namun, prostatektomi
yang dilakukan dengan cara ini masih tampak terkait dengan risiko kehilangan
darah yang signifikan.8
3 Operasi laser
Laser memberikan panas ke prostat dengan berbagai cara. Laser panas pada
jaringan prostat, menyebabkan kematian jaringan nekrosis yang beku, dengan
kontraksi jaringan berikutnya.
Laser juga telah digunakan untuk langsung menguap, atau mencair, yang lebih
efektif daripada laser yang koagulasi. Penguapan photoselective prostat
menghasilkan sinar yang tidak langsung bersentuhan dengan prostat; melainkan
memberikan energi panas ke prostat yang mengakibatkan kerusakan / ablasi
jaringan prostat.
Laser dapat digunakan dalam mode knifelike yaitu langsung memotong jaringan
prostat (enukleasi holmium laser prostat), mirip dengan prosedur TURP. Laser
holmium memungkinkan untuk memotong simultan dan koagulasi, sehingga
cukup berguna untuk reseksi prostat. Enukleasi Laser prostat telah terbukti aman
dan efektif untuk pengobatan BPH gejala, terlepas dari ukuran prostat, dengan
morbiditas yang rendah dan perawatan rumah sakit yang tidak memakan waktu
lama.
Sindrom TUR tidak terlihat dengan teknik ini, karena iso-osmotik saline
digunakan untuk irigasi. Selain itu, jaringan prostat tersedia untuk evaluasi
histologis, sedangkan teknik penguapan / ablasi tidak menyediakan jaringan
untuk evaluasi. Laser Holmium enukleasi prostat mungkin terbukti menjadi
standar kriteria baru untuk manajemen operasi BPH. 10,11
e Kontrol berkala 6
Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah
terdapat perbaikan klinis
Pengobatan penghambat 5α-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6
Pengobatan penghambat 5α-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan
pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi
Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor
miksi, juga diperiksa kultur urin
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan
penyulit.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
6 McVary KT, Roehrborn CG, Avins AL, Barry MJ, Bruskewitz RC, Donnell RF, et al.
Update on AUA Guideline on the Management of Benign Prostatic Hyperplasia. J Urol.
Mar 17 2011
11 Elzayat EA, Habib EI, Elhilali MM. Holmium laser enucleation of the prostate: a size-