Anda di halaman 1dari 9

PERUBAHAN BAHASA

Makalah ini membahas tiga seri topik sosiolinguistik yaitu perubahan, pergeseran, dan
pemertahanan bahasa. Pembahasa tiga topik sosiolinguistik secara bersamaan karena ketiganya
memiliki keterkaitan satu sama lain.

Konsep perubahan misalnya yang dikemukakan pada awal pembahasan, menguraikan tentang
mengungkap kembali sebuah pertanyaan lama dalam ranah sosiolinguistik, yakni, dapatkah
perubahan linguistik diamati? Dan pertanyaan ini sebenarnya sudah dijawab oleh Saussure
(1959) dan Bloomfield (1933), bahwa perubahan bahasa tidak dapat diamati, yang mungkin
diharapkan dapat amati adalah konsekuensi perubahan itu sendiri.

Banyak alasan sosial yang berbeda untuk memilih kode khusus atau variasi dalam komunitas
lintas bahasa. Tetapi pilihan apa bagi mereka yang berbicara dengan bahasa yang kurang
digunakan, di mana orang yang berkuasa menggunakan bahasa dunia seperti bahasa Inggris?
Bagaimana faktor politik dan ekonomi mempengaruhi pilihan-pilihan bahasa mereka? Bagian ini
akan membahas (1) hambatan dalam melakukan pilihan bahasa yang dihadapi oleh komunitas
berbeda, (2) dampak-dampak yang ditimbulkan dari pergeseran bahasa yang dalam waktu lama
dapat terjadinya perubahan atau lenyapnya bahasa, (3) upaya-upaya apa saja yang dapat
dilakukan dalam rangka pemertahanan bahasa, akan dibahas dalam bagian ini.
I. Perubahan Bahasa
A. Konsep Perubahan Bahasa
Perubahan bahasa berkenaan dengan perubahan bahasa sebagai kode, sesuai dengan sifatnya
yang dinamis, dan sebagai akibat persentuhan dengan kode-kode lain, bahasa itu bisa berubah.
Terjadinya perubahan bahasa menurut para ahli tidak dapat diamati, hal ini karena proses
perubahan terjadi berlangsung dalam waktu yang relatif lama, sehingga tidak mungkin
diobservasi oleh peneliti. Namun demikian, bukti adanya perubahan bahasa itu, dapat diketahui.
Terutama pada bahasa-bahasa yang telah memiliki tradisi tulis dan mempunyai dokumen tertulis
dari masa lampau (Chaer, 2004: 134) .
Perubahan bahasa lazim diartikan sebagai adanya perubahan kaidah, entah kaidahnya itu
direvisi, kaidahnya menghilang, atau munculnya kaidah baru, dan semuanya itu dapat terjadi
pada semua tataran linguistik, seperti: fonologi, morfologi, sintaksis, kosakata, semantik,
maupun leksikon.
Perubahan bahasa juga dapat terjadi akibat terjadinya proses penyerapan (ke dalam bahasa
Indonesia). Akibat masuknya kata-kata asing menyebabkan terjadinya dua macam perubahan,
yakni perubahan bentuk kata-kata yang masuk dalam rangka penyesuaian dengan kaidah bahasa
penerima, dan perubahan kaidah bahasa penerima, dalam rangka menampung unsur yang datang
dari luar itu.
Ahli bahasa memperdebatkan apakah perubahan bahasa dapat diamati atau tidak. Menurut
Sausure (1959) dan Bloomfield (1913) yang dapat kita lakukan adalah mengamati akibat dari
perubahan bahasa tersebut. Akibat yang terutama dari perubahan bahasa tersebut adalah adanya
perbedaan terhadap struktur bahasa tersebut.
Bahasa Inggris, Arab, Indonesia, Melayu, dan bahasa Jawa termasuk bahasa yang dapat
diikuti perkembangannya sejak awal, sebab bahasa-bahasa tersebut memiliki dokumen-dokumen
tertulis yang dapat dijadikan objek penelitian.
Para ahli bahasa awalnya mengamati perubahan bahasa dalam bentuk adanya
variasi bahasa dalam penggunaan bahasa tersebut. Tetapi belakangan, ahli bahasa tidak
hanya dapat mengamati bagaimana sebuah bahasa terdistribusi di masyarakat tetapi juga
bagaimana distribusi bahasa membantu kita memahami bagaimana sebuah perubahan
terjadi dalam suatu bahasa.
B. Pandangan Tradisional
Perubahan bahasa yang terjadi didalam internal bahasa sendiri, yang menyebabkan
perbedaan struktur bahasa. Akibatnya, dalam jangka waktu tertentu sebuah kata diucapkan
berbeda. Dalam bahasa inggris, ada dua kata berbeda untuk menyebut
kuda, horse dan hoarse. Juga ada dua kata yang awalnya berasal dari satu
kata, thin dan thing. Sehingga terjadi satu unit pengucapan kata menjadi dua.
Perubahan yang kedua adalah perubahan yang hakikatnya merupakan
perubahan eksternal. Perubahan ini terjadi akibat adanya peminjaman (borrowing) dari
bahasa/dialek lain ke dalam sebuah bahasa. Dalam bahasa Inggris contohnya adalah
pengucapan Zh untuk J dalam contoh mengucapkan Jeanne.
Beberapa bahasa di dunia juga mengalami pemijaman dari bahasa-bahasa lain,
seperti bahasa Hindi banyak meminjam dari bahasa Sansakerta, atau bahasa Urdu dari
bahasa Arab. Peminjaman kadangkala terjadi tidak hanya kepada tataran pengucapan saja
tetapi juga kepada tataran tata bahasa meskipun hal ini sangat terbatas.
Pandangan tradional terhadap perubahan bahasa juga tertarik melihat “kekerabatan
bahasa”/ ” keluarga bahasa” dan hubungan antara bahasa-bahasa. Ahli bahasa
merekonstruksi sejarah bahasa yang saling berhubungan, yang memiliki kemiripan,
sehingga dapat melihat suatu saat di masa lalu ketika satu bahasa terpecah atau hilang.
Bahkan juga dilihat, meski jarang, penyatuan bahasa. Pendekatan alternatif, gelombang
bahasa, lebih mudah digunakan dalam melihat perubahan bahasa. Dengan pendekatan ini,
perubahan bahasa yang timbul dilihat sebagai sebuah aliran dan interaksi bahasa-bahasa.
Meskipun tidak mudah untuk melihat aliran bahasa yang masuk ke suatu bahasa. Ini
merupakan jenis perubahan bahasa yang ketiga, yaitu bahwa bahasa berkembang dan
menyebar. Pengamatan mengenai perkembangan bahasa ini di sebut etimologi, yaitu
kajian yang menyelidiki asal usul kata.
Dengan konsep “gelombang” dan “difusi” bahasa, akan membantu kita memahami
proses perubahan bahasa. Konsep mengenai “keluarga/kekerabatan bahasa” melihat
akibat yang ditimbulkan dalam perubahan yang terjadi dalam sebuah bahasa.
C. Beberapa Perubahan Bahasa yang sedang Berlangsung
Beberapa ahli bahasa mengamati perubahan bahasa yang sedang terjadi. Misalnya,
Chambers dan Trudgill (1980) menjelaskan perkembangan pengucapan r uvular
(pengucapan dengan anak lidah) dalam bahasa Eropa Barat dan Eropa Utara. Dulu
pengucapan r di wilayah tersebut dengan apikal (menempelkan ke langit-langit) atau
bergetar, tetapi mulai abad ke-17 cara pengucapan r uvular menyebar dari Paris
menggantikan cara pengucapan r yang lain. Cara pengucapan ini menjadi cara
pengucapan standar di Perancis, Jerman, dan Denmark, juga ditemukan di Belanda,
Swedia, dan Norwegia.
Seorang ahli bahasa, Gimson (1962) mengamati bahwa beberapa pengucapan
huruf vokal diftong cenderung diucapkan menjadi satu huruf vokal, contoh pada kata home.
Gejala ini biasanya terjadi pada lingkungan anak muda. Di AS, beberapa contoh ditemui,
misal: naughty à notti, caught à cot, dawn à don.
Dari contoh di atas dapat diamati bahwa faktor usia, anak muda kecenderungan
untuk menggunakan bahasa yang berbeda dengan generasi yang lebih tua. Meksipun,
faktor usia bukanlah jaminan mengenai fenomena perubahan bahasa. Bukan jaminan,
ketika sekelompok anak muda menggunakan bahasa yang berbeda dengan mereka yang
lebih tua, tetapi kemungkinan pada kurun tertentu di masa ketika mereka menjadi lebih
dewasa/tua mereka tetap mempertahankan gaya bahasa mereka. Bisa jadi mereka akan
menggunakan bahasa sesuai dengan usia mereka. Untuk melihat fenomena ini, maka
metode penelitian survei cocok untuk diterapkan. Penelitian dilakukan kepada penggunaan
bahasa oleh sampel sekelompok anak muda, kemudian ketika mereka berusia 20 – 30-an
tahun, penggunaan bahasa mereka di cek lagi apakah cenderung sama atau berubah, dan
hasilnya dibandingkan.
Penelitian yang membandingkan dua set data pada dua kurun waktu yang berbeda
dilakukan oleh Labov (1963) dalam hal pengucapan bahasa diVineyard Martha, tiga mil dari
Massachussets, penduduknya terdiri dari orang Yankee, Portugis, dan Indian America.
Penelitiannya berfokus kepadadua set kata: (1) out, house, dan trout dan (2) while, pie,
dan night. Penelitian dilaksanakan pada tahun 1930. Variabel penelitian dua set, pertama
(aw) untuk variabel (au ) atau (əu), kedua (ay) untuk variabel (ai) atau (ei).
Pada tahun 1972, Labov mempublikasikan temuannya. Penjelasan dari temuannya
adalah penduduk asli merasa lebih memiliki pulau mereka dengan menggunakan variabel
pertama (aw) dan (ay). Temuan tersebut mengindikasikan bahwa anak muda masih bebas
untuk memilih, di mana akan tinggal. Tidak seperti orang tua, yang merasa nyaman dengan
tempat tinggalnya, sehingga cenderung memilih penggunaan bahasa yang berbeda dari
pada ketika masih mudanya.
Labov juga mengamati perbedaan pengucapan r oleh kelompok sosial kelas
menengah yang cenderung lebih “hiperkorektif” dalam mengucapkan r dengan pengucapan
yang lebih jelas, juga oleh laki-laki dari pada perempuan. Perempuan mulai
mengucapkan r dengan lebih jelas seperti halnya laki-laki. Hal ini mengindikasikan bahwa
kelas sosial yang lebih rendah telah menerima gaya bahasa yang formal.
Trudgill (1972) mengamati perubahan bahasa yang sedang terjadi. Dia mengamati
bahwa pekerja wanita lebih suka mengucapkan (ng) dengan (n), contoh pada kata singing,
wanita mengucapkan (singin’) bukan (singing). Pengamatannya menghasilkan temuan
bahwa perubahan bahasa juga ditentukan oleh faktor gender.
Cheshire (1978) melakukan penelitian di Reading, Inggris. Dia menemukan bahwa
anak laki-laki dari strata kelas sosial bawah lebih sering menggunakan sintaksis bahasa
yang tidak standar dari pada anak perempuan. Gejala ini menunjukkan, adanya “solidaritas”
dalam penggunaan bahasa.
Penelitian-penelitian di atas mengarahkan kita untuk membatasi area yang
mengakibatkan perubahan bahasa. Yang memotivasi perubahan bahasa dapat beragam,
mulai dari: mencoba menjadi warga kelas “yang lebih tinggi” atau sebaliknya “lebih rendah”,
agar tidak dianggap “orang asing”, atau agar dianggap memiliki jiwa “solidaritas”. Wanita
juga dianggap cukup aktif dalam membawa perubahan bahasa, meskipun laki-laki juga
bisa.
D. Mekanisme Perubahan
Menurut Labov (1972) ada beberapa mekanisme dasar dalam perubahan bahasa.
Mekanisme yang memiliki tiga belas tahapan, dan Labov
menyebutdelapan tahapan pertama sebagai “perubahan dari bawah”,
sementara limasisanya dia sebut sebagai “perubahan dari atas”. Berikut ketiga
belastahapan tersebut:
1. Bunyi berubah biasanya bermula ketika penggunaan bahasa anggota kelompok dari
komunitas penutur bahasa tertentu terbatasi, yaitu masa dimana ketika identitas komunitas
yang terpisah menjadi lemah. Bentuk linguistik yang berganti biasanya berupa penanda
status wilayah dengan distribusi penggunaan bahasa yang tidak merata dalam masyarakat.
Pada tahap ini, variabel linguistik yang berubah belum ditentukan.
2. Perubahan baru terjadi ketika ada generalisasi bentuk (pola) linguistik oleh anggota
kelompok penutur bahasa; tahapan ini biasanya disebut dengan perubahan dari bawah,
yaitu perubahan yang terjadi dari kesadaran sosial. Variabel linguistik menunjukkan belum
ada pola variasi gaya bahasa dalam penggunaan bahasa oleh penuturnya, namun
mempengaruhi semua kelas kata yang telah ada sebelumnya. Variabel linguistik pada
tahap ini ini merupakan sebuah indikator yang ditetapkan sebagai fungsi keanggotaan pada
komunitas sosial.
3. Berhasil meningkatkan jumlah penutur bahasa pada kelompok sosial yang sama serta
berhasil merespon tekanan sosial masyarakat yang sama, membawa variabel linguistik
menuju proses perubahan bahasa, menjadi berbeda dari bahasa induknya. Perubahan ini
disebut perubahan hiperkorektif dari bawah.
4. Ketika sistem nilai masyarakat penutur asli bahasa diadopsi oleh kelompok masyarakat
lain, perubahan bunyi-bunyi bahasa yang berkaitan nilai-nilai kemasyarakatan tersebut agar
menyebar kepada kelompok masyarakat yang mengadopsinya.
5. Batas dari penyebaran perubahan bahasa merupakan batas dari komunitas bahasa.
6. Ketika perubahan bunyi bahasa dengan segala nilai-nilai sosial yang melekat didalamnya
mencapai batas penyebarannya, maka variabel linguistik menjadi salah satu norma yang
menjadi bagian dari masyarakat, dan akan dijaga oleh masyarakat. Variabel linguistik ini
sekarang menjadi penanda dan akan mulai menunjukkan variasi/gayanya sendiri.
7. Perubahan variabel linguistik didalam sistem linguistik akan selalu menyesuaikan distribusi
unsur-unsur linguistik yang lain dalam tataran fonologi.
8. Penyesuaian struktur menyebabkan perubahan bunyi kebahasaan yang masih
berhubungan dengan bahasa asalnya. Tetapi kelompok penutur bahasa yang baru akan
memperlakukan bunyi bahasa yang diterimanya sebagai bunyi baru dalam komunitas
penutur bahasa tersebut.
9. Apabila kelompok penutur bahasa yang menerima bahasa baru bukan dari kelas yang
lebih tinggi, maka kelompok masyarakat yang berasal dari kelas yang lebih tinggi akan
“mempengaruhi” bentuk linguistik.
10. Perubahan diatas merupakan perubahan dari atas, suatu koreksi bagi bentuk kebahasaan
yang berubah karena mendapat pengaruh dari bahasa kelompok masyarakat yang lebih
tinggi, yaitu model bahasa yang prestis.
11. Apabila model bahasa prestis (bergengsi) tidak mendukung bentuk kebahasaan yang
digunakan oleh kelompok masyarakat dalam beberapa bentuk kelas kata, maka kelompok
lain akan melakukan hiperkoreksi, memasukkan unsur kebahasaan yang seharusnya
dilakukan oleh bahasa prestis.. Ini disebut dengan hiperkoreksi dari atas.
12. Dalam perubahan yang kuat, satu bentuk kebahasaan akan muncul, dan mungkin juga
menghilang. Hal ini disebut dengan streotipe / model bahasa.
13. Apabila perubahan bahasa terjadi pada kelas sosial yang lebih tinggi, bentuk bahasa akan
menjadi model bahasa prestis. Bahasa yang kemudian akan diadopsi oleh penutur bahasa
yang lain sesuai dengan proporsi kontak bahasa penutur bahasa terebut dengan bahasa
prestis .
Perubahan bahasa terjadi melalui cara-cara yang kompleks dengan berbagai jalan
perubahannya: cara secara sadar atau tidak sadar dalam perubahan bahasa; tempat yang
membuat tingkat sosial masyarakat ikut mempengaruhi perubahan; juga beberapa konsep
“indikator”, “penanda”, “streotipe”, “atau “hiperkoreksi”.
Perubahan bahasa dari atas merupakan perubahan bahasa secara sadar.
Seharusnya perubahan tersebut juga diikuti oleh pola-pola linguistik yang standar.
Perubahan dari bawah merupakan perubahan bahasa secara tidak sadar dan cara tersebut
jauh dari pola-pola linguistik standar. Yang menarik juga adalah wanita dianggap kelompok
pertama yang membawa perubahan bahasa, sementara laki-laki kedua. Wanita memiliki
motivasi untuk mengikuti dan menyesuaikan dengan pengguna bahasa yang lebih kuat
sementara laki-laki cenderung mengikuti temannya. Wanita cenderung lebih sadar untuk
memahami perubahan bahasa sementara laki-laki tidak.

1. Perubahan bahasa: sebarang penyesuaian yang berlaku dalam organisasi sosial dan
pola-pola peranan sosial dalam sesuatu masyarakat.

Sebab-sebab perubahan bahasa: pertembungan masyarakat dan budaya,


penjajahan, peperangan, perpindahan, perubahan populasi, kelas sosial, etnik,
umur, seks, pekerjaan, penemuan baru (kaedah, benda-benda, peralatan dll.),
pendidikan, penghijrahan, perdagangan, agama, status ekonomi dll.

2. Proses perubahan bahasa:

(a) perubahan bunyi – [pinam] (Kuno) kpd [pinang].


(b) perubahan fonem – [vuat] (Kuno) kpd [buat]
(c) perubahan morfem – [nivunuh] kpd [dibunuh]
(d) penggantian kata – [warsa] (Kuno) kpd [tahun], [siasah] kpd
[politik], [iktisad] kpd [ekonomi]
(e) asimilasi – [organisasi] drp [organization]
(f) haplologi – [bagi itu] (asal) kpd [begitu] (baru).
(g) penggemblengan – [jalan bawah tanah] kpd [jabanah], [kugiran]
drp [kumpulan gitar rancak]
(h) lewah pembetulan – [tuladan] (kata asal) kpd [tauladan] atau
[teladan].
(i) hanyutan fonetik – [dua halapan] kpd [delapan] kpd [lapan]
(j) perubahan makna – [khalwat] (asal Arab) : “menyendiri untuk
beribadat” kpd “berdua-duaan berbuat maksiat”
(k) penyempitan makna – [tuan] (dulu) untuk perempuan dan lelaki
spt Tuan Ali, Tuan Puteri kpd kini untuk lelaki sahaja. dll.
(l) perubahan makna kerana daerah – [kelmarin]. dll.
kata slanga – [tuang] untuk [ponteng]

2.1 Perubahan Bahasa


(Wadhaught dalam Chaer) menyatakan bahawa perubahan bahasa itu tidak dapat diamati,
sebab perubahan itu sudah menjadi sifat hakiki bahasa, berlangsung dalam waktu yang relatif lama,
sehingga tidak mungkin diobservasi oleh seseorang dalam waktu yang terbatas. Namun yang dapat
diketahui adalah bukti adanya perubahan bahasa itu. Inipun terbatas pada bahasa-bahasa yang
mempunyai tradisi tulis, dan mempunyai dokumen tertulis dari masa-masa yang sudah lama
berlalu.
Perubahan bahasa lazim diartikan sebagai adanya perubahan kaidah, entah kaidahnya
direvisi, kaidahnya menghilang, atau munculnya kaidah baru, dan semuanya itu dapat terjadi pada
semua tataran linguistik: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik maupun leksikon.
Pada bahasa-bahasa yang mempunyai sejarah panjang tentu perubahan-perubahan itu
sudah terjadi berangsur dan bertahap.
Menurut Sausure (1959) dan Bloon Fleld (1913) yang dapat kita lakukan adalah mengamati
akibat dari perubahan bahasa tersebut. Akibat yang terutama dari perubahan bahasa, adanya
perbedaan terhadap struktur bahasa tersebut, para ahli bahasa awalnya mengamati perubahan
bahasa dalam bentuk adanya variasi bahasa.

2.1.1 Perubahan Fonologi


Chaer (2004:137) Perubahan fonologis dalam bahasa Inggris ada juga yang berupa
penambahan fonem. Bahasa Inggris kuno dan pertengahan tidak mengenal fonem /z/. lalu ketika
terserap kata-kata seperti azure, measure, rouge dari bahasa prancis, maka fonem /z/ tersebut
ditambahkan dalam khazanah fonem bahasa inggris. Perubahan bunyi dalam sistem fonologi bahasa
Indonesiapun dapat kita lihat. Sebelum berlakunya EYD, fonem /f/, /x/, dan /s/ belum dimasukan
dalam khazanah fonem bahasa Indonesia; tetapi kini ketiga fonem itu telah menjadi bagian
khazanah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia lama hanya mengenal empat pola silabel, yaitu V, VK,
KV, dan KVK; tetapi kini pola KKV, KKVK, KVKK telah pula menjadi pola silabel dalam bahasa
Indonesia.

2.1.2 Perubahan Morfologi


Chaer (2004: 137) Perubahan bahasa dapat juga terjadi dalam bidang morfologi yakni dalam
proses pembentukan kata. Umpamanya, dalam bahasa Indonesia ada proses penasalan dalam proses
pembentukan kata dengan prifeks me- da pe-. Kaidahnya adalah: (1) apabila kedua prifeks itu
diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /I/, /r/, /w/, dan /y/ tidak terjadi penasalan;
(2) kalau diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /b/ dan /p/ diberi nasal /na/; (3)
kalau diimbuhkan pada kata yanmg dimulai dengan konsonan /d/ dan /t/ diberi nasal /n/; (4)
kalau diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /s/ diberi nasal /ny/; dan bila
diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /g/, /k/, /h/, dan semua vokal diberi nasal
/ng/.

2.1.3 Perubahan Sintaksis


Chaer (2004: 138) Perubahan kaidah sintaksis dalam bahasa Indonesia juga dapat kita
saksikan. Umpamanya, menurut kaidah sintaksis yang berlaku sebuah kalimat aktif transitif harus
selalu mempunyai objek; atau dengan rumusan lain, setiap kata kerja aktif transitif harus selalu
diikuti oleh objek. Tetapi dewasa ini kalimat aktif transitif banyak yang tidak dilengkapi objek,
seperti:
- Reporter anda melaporkan dari tempat kejadian.
- Pertunjukan itu sangat mengecewakan.
- Sekretaris itu sedang mengetik di ruangannya.
- Dia mulai menulis sejak duduk di bangku SMP.
- Kakek sudah makan, tetapi belum minum.

2.1.4 Perubahan Kosakata


Chaer (2004: 139) Perubahan bahasa yang paling mudah terlihat adalah pada bidang
kosakata. Perubahan kosakata dapat berarti bertambahnya kosakatanya baru, hilangnya kosakata
lama, dan berubahnya makna kata. Bahasa inggris yang diperkirakan memiliki lebih dari 60.000
kosakata adalah “berkat” penambahan kata-kata baru dari berbagai sumber bahasa lain, yang telah
berlangsung sejak belasan abad yang lalu. Sedangkan bahasa Indonesia yang kabarnya dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia memiliki sekitar 65.000 kosakata (dalam kamus poerwadarminta hanya
terdapat 23.000 kosakata) adalah juga berkat tambahan berbagai sumber, termasuk bahasa-bahasa
asing dan bahasa-bahasa nusantara.

2.1.5 Perubahan Semantik


Chaer (2004: 141) Perubahan semantik yang umumnya adalah berupa perubahan pada
makna butir-butir leksikal yang mungkin berubah total, meluas, atau juga menyempit. Perubahan
yang bersifat total, maksudnya, kalau pada waktu dulu kata itu, mialnya, bermakna ‘A’, maka kini
atau kemudian menjadi bermakna ‘B’.
Perubahan makna yang sifatnya meluas (broadening), maksudnya dulu kata tersebut hanya
memiliki satu makna, tetapi kini memiliki lebih dari satu makna. Dalam bahasa inggris
kataholiday asalnya hanya bermakna ‘hari sucu (yang berkenaan dengan agama)’, tetapi kini
bertambah dengan makna ‘hari libur’,.
Perubahan makna yang menyempit, artinya kalau pada umumya kata itu memiliki makna yang
luas, tetapi kini menjadi lebih sempit maknanya. Umpamanya, kata sarjana dalam bahasa Indonesia
pada mulanya bermakna ‘orang cerdik pandai’, tetapi kini hanya bermakna ‘orang yang sudah lulus
dari perguruan tinggi’.

Dalam pengguna bahasa tersebut, belakangan ahli bahasa dalam pengguna


bahasa tidak hanya dapat mengamati bagaimana sebuah bahasa terdistribusi di masyarakat, tetapi
juga bagaimana sebuah perubahan terjadi dalam suatu bahasa.
Perubahan bahasa yang terjadi di dalam internal bahasa sendiri, yang menyebabkan
perbedaan struktur bahasa akibatnya dalam jangka waktu tertentu sebuah kata diucapkan berbeda
seperti pada kata dalam bahasa Inggris ada dua kata berbeda untuk menyebutkan kuda, horse dan
hoarse. Dan ada juga dua kata yang awalnya berasal dari satu kata seperti thin dan thing, sehingga
terjadi satu unit pengucapan kata menjadi dua. Perubahan yang kedua adalah perubahan yang
hakekatnya merupakan perubahan eksternal. Perubahan ini terjadi akibat adanya peminjaman
(borrrowing) daribahasa//dialek lain ke dalam sebuah bahasa. Dalam bahasa Inggris contohnya
adalah pengucapan zh,ut\ dalam contoh mengucapkan jeanne. Beberapa bahasa di dunia juga
mengalami peminjaman dari bahasa –bahasa lain, seperi bahasa hindu banyak meminjam dari
bahasa Sansekerta, atau bahasa Urdu dari bahasa Arab.
Peminjaman kadang kala terjadi tidak hanya kepada tataran pengucapan saja, tetapi juga
kepada tataran tata bahasa meskipun hal ini sangat terbatas.

Anda mungkin juga menyukai